• Tidak ada hasil yang ditemukan

Panduan Penyelenggaraan Infrastruktur Permukiman / 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Panduan Penyelenggaraan Infrastruktur Permukiman / 2015"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

ExEcutivE Summary

Panduan Penyelenggaraan

Infrastruktur Permukiman / 2015

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

Direktorat Jenderal Cipta Karya

(2)
(3)
(4)
(5)

Pembangunan permukiman yang layak huni dan berkelanjutan merupakan salah satu komitmen besar yang hendak dituju oleh Pemerintahan Presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla tahun 2015-2019. Komitmen besar terlihat dalam berbagai kebijakan, program dan indikator yang ada dalam dokumen RPJMN 2015-2019 yang diterjemahkan dari Visi dan Misi Presiden yang dikenal sebagai Nawacita.

Ditjen Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, mengemban tugas berat dalam mendukung target pemerintah terutama dalam upaya menyediakan layanan dasar dan mengurangi kesenjangan antar wilayah. Target yang terkait dengan layanan dasar adalah mewujudkan 100% akses aman air minum, mewujudkan kota tanpa kawasan permukiman kumuh (0% kawasan kumuh) dan mewujudkan 100% akses sanitasi layak. Selain itu Ditjen Cipta Karya juga mendukung peningkatan kualitas permukiman di kawasan perbatasan yang saat ini memiliki kesenjangan cukup tinggi dengan wilayah lainnya di Indonesia.

Perwujudan target itu tentunya tidak dengan mudah dicapai dan memerlukan kerja besar seluruh stakeholder di tingkat pusat dan daerah untuk bersama-sama mewujudkannya. Tantangan dan permasalahan yang dihadapi pada periode sebelumnya diharapkan menjadi pembelajaran sehingga terjadi peningkatan kualitas, baik di tahap pelaksanaan maupun hasil kegiatan.

Dalam rangka mempersiapkan pelaksanaan kegiatan TA 2015, maka Ditjen Cipta Karya menerbitkan buku “Panduan Penyelenggaraan Infrastruktur Permukiman”. Buku ini kami harapkan dapat menjadi panduan bagi seluruh stakeholder pembangunan infrastruktur permukiman baik di tingkat pusat dan daerah. Secara garis besar buku ini berisi profil dan informasi seputar kebijakan dan program yang diemban Ditjen Cipta Karya serta langkah-langkah yang diperlukan untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan kegiatan.

Kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah berkerja keras menyusun buku ini. Kami memiliki harapan besar keberadaan buku ini menjadi panduan dan konsensus bersama seluruh stakeholder pelaksana baik di pusat dan daerah untuk mewujudkan lingkungan permukiman yang layak huni dan berkelanjutan.

Jakarta, Februari 2015

Imam S. Ernawi

Plt. Direktur Jenderal Cipta Karya

(6)
(7)

Buku panduan penyelengga

raan infrastruktur permuki

-man terdiri dari beberapa

bagian.

executive Summary

T.A 2015

PANDUAN

Executive Summary Penanganan Infrastruktur Permukiman

Keberadaan panduan ini dalam satu kesatuan diharapkan penanganan infrastruktur permukiman menjadi satu bagian yang terintegrasi dalam upaya mengatasi persoala n-persoalan yang ada.

(8)

PERMUKIMAN KUMUH

Volume 1

Penanganan Kawasan Permukiman Kumuh

AIR MINUM

Volume 2 Penanganan Bidang Air Minum

AIR LIMBAH

Volume 3

Pengembangan Pengelolaan Air Limbah

Penanganan kawasan permukiman kumuh sampai 0% menjadi prioritas pemerintah sampai tahun 2019.

Target universal access air minum 100% tahun 2019 membutuhkan dukungan dari pemerintah, Pemda, swasta, dan masyarakat.

Penanganan air limbah domestik untuk kesenahat lingkungan permukiman diperlukan kesadaran masyarakat dan Pemda untuk mencapai target 100% akses sanitasi layak pada tahun 2019.

(9)

Volume 4 Pengembangan Pengelolaan Persampahan

BANGUNAN GEDUNG

Volume 5 Pembinaan Penyelenggaraan Bangunan Gedung Penanganan persampahan untuk kesehatan lingkungan permukiman diperlukan kesadaran masyarakat dan kreativitas kelompok mencapai target 100% akses sanitasi layak pada tahun 2019.

Pembinaan penataan bangunan diimplementasikan dengan bangunan gedung yang andal dan penataan ruang-ruang luar antar bangunan agar serasi dan selaras dengan lingkungannya uncuk mencegah timbulnya kawasan kumuh.

(10)

10

DaFtar ISI

12 /

Membangun Permukiman yang Layak Huni dan Berkelanjutan

16 / Menuju Kota Tanpa Kawasan Permukiman Kumuh

(Cities Without Slums)

17 / Akses Universal Air Minum dan Sanitasi

20 /

Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Penataan Bangunan

21 /

Panduan Penyelenggaraan Infrastruktur Permukiman

(11)
(12)

12

Panduan Penyelenggaraan Infrastruktur PermukIman

Membangun Permukiman yang Layak Huni dan

Berkelanjutan

Dalam 10 tahun terakhir, Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang cukup signifikan diikuti oleh berkembangnya wilayah permukiman baru yang lahir akibat pembangunan yang demikian pesat. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya jumlah penduduk yang tinggal di kawasan perkotaan, dimana pada tahun 2012 jumlah penduduk yang tinggal di kawasan perkotaan sebesar 54 % dibandingkan 49,7% pada tahun 2010.

Peningkatan jumlah penduduk yang tinggal di kawasan perkotaan merupakan potensi sekaligus modal sosial bagi kawasan perkotaan dalam menggerakkan perekonomian di wilayahnya. Jumlah penduduk yang besar memberikan potensi pasar sekaligus tenaga kerja yang diharapkan mampu menggerakkan perekonomian di sektor riil.

Pada sisi yang lain, meningkatnya proporsi penduduk yang tinggal di kawasan perkotaan melahirkan banyak permasalahan seperti kemiskinan, timbulnya kawasan kumuh, rendahnya kualitas layanan infrastruktur, persoalan lingkungan hidup dan tidak maksimalnya pelayanan publik. Kawasan perkotaan yang tidak dikelola dengan baik melahirkan banyak persoalan yang menyebabkan pemerintah kota dan warganya kehilangan kesempatan untuk mendapatkan peluang yang lebih baik untuk membangun kotanya.

Era desentralisasi merubah tatanan serta tata kelola pembangunan di Indonesia. Terbitnya UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yang kemudian direvisi menjadi UU Nomor 32 Tahun 2004 dan UU Nomor 23 Tahun 2014, merupakan tonggak perubahan manajemen pembangunan yang awalnya sentralistik menjadi desentralistik. Perubahan pola manajemen ini memberikan ruang yang lebih besar bagi pemerintah daerah untuk mengelola kawasan perkotaan sesuai dengan kebutuhan dan karatker masing-masing wilayah.

Momentum desentralisasi memberikan ruang bagi beberapa kota melakukan inovasi-inovasi program kreatif baru sehingga berperan positif dalam penanganan permasalahan di kawasan permukiman perkotaan. Akan tetapi kita tidak bisa menutup mata adanya pemerintah daerah yang menghadapi persoalan yang lebih besar diakibatkan ketidaksiapan merespon permasalahan permukiman perkotaan.

Persoalan perkotaan sebagian besar diakibatkan kecepatan pertumbuhan yang melewati batas ambang daya dukung lingkungan. Persoalan ini disebabkan berbagai isu yang amat kompleks dan melibatkan banyak pihak, seperti aspek regulasi dan kelembagaan untuk mendukung pengelolaan perkotaan yang tidak siap, lemahnya penegakkan peraturan, terbatasnya kapasitas pendanaan pemerintah kota, kualitas SDM yang tidak baik, program antar sektor yang tidak terintegrasi, dan persoalan lainnya.

(13)

13 13

Memperhatikan dinamika global, regional dan lokal, terjadi perubahan paradigma dalam melaksanakan pembangunan. Pembangunan yang awalnya hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi semata diminta untuk bertransformasi untuk menyeimbangkan aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan. Hal ini berlaku juga dalam upaya meningkatkan kualitas lingkungan permukiman. Pembangunan permukiman tidak hanya seputar pada meningkatkan kualitas layak huni semata, akan tetapi juga memastikan kegiatan pembangunan permukikan meningkatkan keberlanjutan kawasan itu sendiri. Paradigma ini telah menjadi komitmen global dalam berbagai agenda internasional seperti Rio 20+, agenda habitat internasional dan lain sebagainya.

(14)

14

Panduan Penyelenggaraan Infrastruktur PermukIman

Pemerintahan Kabinet Kerja 2014-2019 memiliki visi besar “Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong “. Salah satu misi yang ditetapkan dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) adalah meningkatkan kualitas hidup manusia yang kemudian diterjemahkan dalam salah satu program aksi yaitu “Membangun Infrastruktur”.

Dalam dokumen RPJMN 2015-2019, beberapa indikator pembangunan infrastruktur yang relevan dengan upaya meningkatkan kualitas layanan dasar di kawasan permukiman adalah mewujudkan universal access untuk 100% layanan air minum dan 100% layanan sanitasi Layak. Selain itu program aksi lain adalah mewujudkan kota tanpa kawasan permukiman kumuh pada tahun 2019.

Menyikapi target yang dicanangkan oleh presiden, serta dinamika manajemen pembangunan yang ada, maka Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat perlu menyusun strategi dan pendekatan manajemen yang baru dalam mewujudkan target dalam RPJMN untuk mewujudkan pembangunan kawasan permukiman yang layak huni dan berkelanjutan. Strategi yang disusun memperhatikan dinamika pembangunan yang ada di Indonesia, terutama terkait dengan penerapan desentralisasi sesuai dengan pembagian kewenangan antar pusat, provinsi dan pemerintah kabupaten/kota yang diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Masing-masing strategi akan menjadi panduan dalam menyusun program dan kegiatan yang mendukung perwujudan pemukiman yang layak huni dan berkelanjutan, terutama dalam mencapai target 100-0-100 yang menjadi indikator kunci bagi Kementerian PUPR di era pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Untuk pelaksanaan tahun 2015-2019 Ditjen Cipta Karya mengeluarkan panduan pelaksanaan yang terdiri dari beberapa aspek, yaitu penanganan kawasan permukiman kumuh, penanganan bidang air minum, pengembangan pengelolaan sanitasi , serta pembinaan penyelengaraan bangunan gedung dan penataan bangunan. Selain itu dirumuskan pula dua isu tematik yang mendukung perwujudan permukiman layak huni dan berkelanjutan, yaitu penanganan kawasan khusus perbatasan dan pembangunan dengan pola pemberdayaan masyarakat. Untuk memastikan seluruh proses dilaksanakan tepat waktu dan tepat kualitas, maka diterbitkan pula panduan manajemen pengadaan untuk mempersiapkan pelaksanaan kegiatan di lingkungan Ditjen Cipta Karya.

Diharapkan panduan dan strategi yang dikeluarkan dapat menjadi panduan bagi pelaksana di tingkat pusat dan daerah dalam mewujudkan target pemerintah menuju permukiman yang layak huni dan berkelanjutan.

(15)
(16)

16

Panduan Penyelenggaraan Infrastruktur PermukIman

Persoalan permukiman kumuh merupakan salah satu persoalan yang muncul akibat pertumbuhan kota yang tidak terkendali. Menurut data dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tahun 2014 tercatat luasan kawasan kumuh mencapai 10% dari luasan kawasan perkotaan Indonesia atau sebesar 38.431 Ha yang tersebar di 4.108 titik kawasan permukiman kumuh perkotaan.

Di tahun 2019, pemerintah mentargetkan persentase kawasan permukiman kumuh perkotaan sebesar 0% yang berarti pemerintah harus mampu meningkatkan kualitas lingkungan kawasan permukiman kumuh sebesar 2% per tahun. Mengacu pada persoalan yang dihadapi pada periode 2010-2014, maka beberapa tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan 2015-2019 adalah; (i) belum tersedianya data dan informasi yang akurat untuk menginformasikan luasan kawasan kumuh yang perlu ditangani; (ii) kemampuan pemerintah daerah yang terbatas sehingga belum dapat melaksanakan penanganan kawasan permukiman kumuh sesuai dengan amanat UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman; serta (iii) belum terintegrasinya penanganan kawasan permukiman kumuh yang selama ini dilaksanakan sehingga tidak memberikan hasil yang optimal.

Pada tahun 2015-2019, pola penanganan kawasan kumuh menterjemahkan amanah UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, dimana pola penanganan terbagi menjadi (i) pengawasan dan pengendalian; (ii) pemberdayaan masyarakat; (iii) pemugaran; (iv) peremajaan; dan (v) permukiman kembali.

Dengan target penanganan luasan permukiman kumuh sebesar 38.431 Ha hingga tahun 2019, maka diperlukan indikasi pembiayaan hingga mencapai Rp215 Triliun. Dana yang diperkirakan dapat difasilitasi oleh Ditjen Cipta Karya sebesar Rp45,3 Triliun, yang berarti mengindikasikan diperlukannya dana Rp170,2 Triliun yang diharapkan berasal dari pemerintah daerah, lembaga donor, kemitraan, dan masyarakat. Sesuai dengan semangat yang ada dalam UU Nomor 23 Tahun 2014, maka sejatinya pemerintah daerah menjadi ujung tombak dalam penanganan kawasan permukiman kumuh, terutama untuk wilayah kumuh ringan dan sedang, baik dalam bentuk pendanaan ataupun sebagai pelaksana program. Pada tahun 2015, Ditjen Cipta Karya telah mengalokasikan dana sebesar Rp3,19 Triliun yang akan menyasar 263 Kawasan di 153 kabupaten/kota dengan total luasan sasaran sebesar 2.680 Ha. Pelaksanaan kegiatannya akan mengacu kepada standar pedoman teknis yang ada serta dilaksanakan dengan tahapan kelembagaan dan administrasi yang sesuai dengan peraturan perundangan yang ada.

Menuju Kota tanpa Kawasan Permukiman

Kumuh (Cities Without Slums)

(17)

17

Penyediaan akses aman air minum dan sanitasi layak merupakan salah satu indikator kunci yang menjadi acuan dalam mengukur kualitas hidup masyarakat. Kedua indikator ini termasuk dalam indikator yang diperhitungkan dalam Millennium Development Goals. Pemerintah Indonesia sendiri mentargetkan capaian akses aman air minum mencapai 68,87% dan capaian akses sanitasi layak mencapai 62,4% di tahun 2015. Hingga tahun 2014, diperkirakan capaian akses aman air minum layak mencapai 70,5% dan capaian akses sanitasi layak mencapai 61%.

Permasalahan dalam penyelenggaraan air minum dan sanitasi adalah minimnya keberlanjutan prasarana dan sarana yang telah terbangun, semakin terbatasnya sumber air baku untuk air minum dan kurang optimalnya sinergi pembangunan air minum dan sanitasi. Minimnya keberlanjutan prasarana dan sarana disebabkan oleh belum optimalnya kesadaran dan pemberdayaan masyarakat, keterlibatan aktif pemerintah daerah baik dari aspek regulasi maupun pendanaan, serta penerapan manajemen aset. Perencanaan dan pelaksanaan penyediaan air minum dan sanitasi saat ini belum mencakup strategi manajemen aset yang tepat, khususnya terkait pemeliharaan dan rehabilitasi sehingga mempersingkat usia ekonomis dari infrastruktur terbangun. Air baku untuk air minum semakin terbatas, baik secara kuantitas maupun kualitas. Pemanfaatan alternatif sumber air baku, contohnya air hujan dan daur ulang, belum banyak dimanfaatkan. Penyediaan layanan sanitasi belum tersinergikan dengan penyediaan layanan air minum sebagai upaya pengamanan air minum untuk pemenuhan aspek 4K (kuantitas, kualitas, kontinuitas dan keterjangkauan).

Target yang tercantum dalam dokumen RPJMN adalah 100% akses aman air minum dan 100% akses sanitasi layak. Target ini mengindikasikan diperlukan langkah besar bagi Ditjen Cipta Karya untuk dapat mendukung peningkatan layanan dasar bagi masyarakat Indonesia.

Dalam mencapai tujuan tersebut, sektor air minum memiliki beberapa kendala di antaranya; komitmen pemerintah daerah yang masih rendah di aspek pendanaan, terbatasnya kapasitas air baku untuk air minum, masih tingginya tingkat kebocoran secara nasional (33%), masih adanya idle capacity sebesar 37.900 liter/detik, dan trend peningkatan akses yang hanya 4,5 % pertahun dalam 5 tahun terakhir.

Di tahun 2015-2019, diharapkan terjadinya peningkatan akses mencapai 100% yang meliputi 60% akses perpipaan dan 40% akses Bukan Jaringan Perpipaan (BJP) terlindungi. Hal ini dapat dicapai dengan beberapa kondisi diantaranya tercukupinya kebutuhan air baku 128 M3/detik, kondisi 100% PDAM yang sehat, menurunnya tingkat kebocoran hingga 20% serta pemanfaatan idle capacity sebesar 75%. Untuk mewujudkan kondisi tersebut, maka pola penanganan sampai tahun 2019 meliputi kegiatan pengaturan, pembinaan dan pengawan, pengelolaan dan optimalisasi sistem eksisting, pembangunan baru dan peningkatan SPAM BJP.

(18)

18

Panduan Penyelenggaraan Infrastruktur PermukIman

Hingga tahun 2019, diprediksi kebutuhan pendanaan untuk cakupan 100% akses aman air minum mencapai Rp253,8 Triliun dimana APBN hanya mampu mencakup sebesar 21%. Sedangkan 79% lainnya berasal dari KPS, perbankan, CSR, APBD, PDAM dan DAK.

Kebutuhan ideal pendanaan air minum yang bersumber dari APBN periode 2015-2019 mencapai Rp53,8 Triliun. Dalam proyeksi RPJMN, selama 2015-2019 dana yang dialokasikan untuk Ditjen Cipta Karya sebesar Rp33.8 Triliun. Dengan ketersedian APBN yang demikian maka disusun skenario pesimis melalui pendekatan demand management kebutuhan air minum sebesar 120 L/orang/hari untuk 5% penduduk di perkotaan, 100 liter/orang/hari untuk 95% penduduk kota dan 60 liter/orang/hari untuk seluruh penduduk desa.

Pada tahun 2015 penanganan bidang air minum mendapat alokasi dana sebesar Rp6,8 Triliun dengan rincian Rp5,4 Triliun pagu regular dan Rp1,4 Triliun APBN-P untuk kompensasi penghematan subsidi BBM yang akan mencakup beberapa output kegiatan diantaranya 6 SPAM regional, 265 SPAM Perkotaan, 2.363 SPAM berbasis masyarakat, 142 SPAM Kawasan Kumuh dan bantuan Program PDAM terfasilitasi kepada 122 PDAM.

Strategi yang diterapkan dalam melaksanakan kegiatan TA 2015 diantaranya peningkatan akses aman air minum, peningkatan kemampuan pendanaan, peningkatan penyediaan air baku, pengembangan dan penerapan NSPK, peningkatan keterlibatan swasta dan masyarakat, serta inovasi teknologi.

Untuk sektor sanitasi, dua sub sektor yang menjadi perhatian adalah pengelolaan air limbah dan persampahan. Mengacu pada perkiraan capaian air limbah di tahun 2014 yang mencapai 61%, maka terdapat gap sebesar 39 % atau kurang lebih 120 juta jiwa yang harus dipenuhi pada tahun 2019. Pada tahun 2019 diharapkan pelayanan air limbah mencapai 100% dimana untuk kawasan perkotaan 95% ditangani melalui Sistem Pengolahan Air Limbah (SPAL) setempat dan 5% melalui SPAL terpusat kota. Secara kelembagaan diharapkan seluruh pemerintah daerah memiliki lembaga pengelola air limbah. Untuk subsektor sampah, dari kondisi saat ini sebesar 79,8% akses pengelolaan sampah diharapkan mencapai 100% pada tahun 2019, dimana untuk kawasan perkotaan diharapkan 50% sudah diolah di pembuangan akhir dan 50% dikelola di sumbernya, serta untuk kawasan perdesaan 100% dikelola di sumbernya.

Pendekatan yang dilaksanakan di sektor sanitasi menggunakan pendekatan berbasis masyarakat untuk skala lingkungan/ kawasan dan berbasis institusi untuk yang bersakala kota dan regional. Untuk mewujudkan target pembangunan sektor sanitasi maka kebutuhan dana yang ideal untuk sub sektor air limbah sebesar Rp202 Triliun (APBN Rp97 Triliun, APBD Rp25 Triliun, dan lainnya Rp80 Triliun) dan subsektor persampahan sebesar Rp66,3 T (APBN Rp30 Triliun, APBD Rp25 Triliun, dan lainnya Rp11,3 Triliun).

(19)

19

Berdasarkan proyeksi penyediaan dana dalam RPJMN 2015-2019 dialokasikan sebesar Rp20,7 Triliun untuk subsektor air limbah dan Rp17,01 Triliun untuk subsektor persampahan. Terdapat gap yang cukup besar dari sisi pendanaan yang mengakibatkan kemungkinan sulit tercapainya target 100% untuk air limbah maupun persampahan. Hal ini menyebabkan butuhnya partisipasi yang massif dari berbagai pihak untuk menutupi gap pembangunan sanitasi. Untuk pendanaan TA 2015, sektor sanitasi mendapatkan pendanaan sebesar Rp2,7 Triliun untuk kedua subsektor persampahan dan air limbah.

(20)

20

Panduan Penyelenggaraan Infrastruktur PermukIman

Penyelenggaraan Bangunan gedung dan

Penataan Bangunan

Untuk mewujudkan kawasan permukiman yang layak huni dan berkelanjutan, maka diperlukan kualitas fisik kota yang secara visual tertata, aman dan berperspektif lingkungan. Untuk itu apsek penyelenggaraan bangunan gedung dan penataan bangunan menjadi salah satu konsentrasi Ditjen Cipta Karya terutama dalam mendukung perwujudan lingkungan yang layak huni dan berkelanjutan.

Sesuai dengan amanah UU Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, diharapkan kegiatan ini dapat mewujudkan penyelenggaraan bangunan gedung dan penataan bangunan yang tertib, andal, berkualitas, produktif, layak huni dan berjati diri untuk mendukung pembangunan berkelanjutan.

Kondisi di tahun 2014 sendiri untuk sektor ini adalah 49% kabupaten/kota memiliki Peraturan Daerah (Perda) Bangunan Gedung, minimnya bangunan gedung yang memiliki IMB, baru 3% kabupaten/kota yang menerapkan Sertifikat Laik Fungsi (SLF), 3 Bangunan Gedung Negara (BGN) yang sudah memenui aspek Bangunan Gedung Hijau (BGH), 2,9 % kabupaten/ kota yang memili Tim Ahli Bangunan Gedung (TABG), dan 12% Ruang Terbuka Hijau (RTH) di kawasan perkotaan. Untuk tahun 2015-2019 target yang ingin dicapai oleh sektor ini adalah 100% kabupaten/kota memiliki Perda Bangunan Gedung, 50% kabupaten/kota yang seluruh bangunannya sudah memiliki IMB, 30% kabupaten/kota menerapkan SLF, 67 Bangunan Gedung Negara sudah memenuhi unsur bangunan gedung hijau, 14% RTH di kawasan perkotaan, 2 kawasan pusaka menjadi wolrd heritage serta 9 kawasan pusaka menjadi national heritage.

Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Penataan Bangunan Gedung akan dilaksanakan melalui beberapa langkah yaitu; (i) tersedianya payung hukum sebagai acuan penyelenggaraan bangunan gedung; (ii) meningkatkan kompetensi aparat pemerintah daerah; (iii) meningkatkan kesadaran masyarakat dalam penyelenggaraan bangunan gedung; dan (iv) meningkatkan kualitas lingkungan.

Untuk pendanaan TA 2015-2019 kebutuhan pembiayaan yang diusulkan sebesar Rp10,4 Triliun dimana untuk TA 2015 diusulkan untuk mendapat alokasi sebesar Rp1,6 Triliun. Pada realisasinya, dana yang teralokasi sebesar Rp1,2 Triliun, sehingga dibutuhkan penyesuaian baik untuk target maupun pola pelaksanaan kegiatan yang akan dilakukan oleh sektor ini.

(21)

21

Panduan Penyelenggaraan Infrastruktur

Permukiman

Dalam upaya penyelenggaraan infrastruktur permukiman yang layak huni dan berkelanjutan, Direktorat Jenderal Cipta Karya menerbitkan serangkaian panduan yang merupakan respon terhadap target yang ditetapkan oleh Kabinet Kerja 2015-2019 dan mengacu kepada tantangan sektoral yang direfleksikan berdasarkan pengalaman pelaksanaan 2010-2014.

Panduan ini diharapkan menjadi acuan bagi para pelaksana kegiatan bidang infrastruktur permukiman baik di tingkat pusat ataupun provinsi. Hal ini untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan pembangunan agar mencapai target yang ditetapkan dalam RPJMN serta memiliki dampak besar bagi masyarakat selaku penerima manfaat.

Buku Panduan Penyelenggaraan infrastruktur permukiman merupakan upaya Direktorat Jenderal Cipta Karya dalam meningkatkan kualitas pelaksanaan program infrastruktur kawasan permukiman. Buku ini terdiri beberapa bagian yang merupakan satu kesatuan panduan untuk dipedomani, yaitu:

Executive Summary

Volume 1 : Penanganan Kawasan Permukiman Kumuh Volume 2 : Penanganan Bidang Air Minum

Volume 3 : Pengembangan Pengelolaan Air Limbah Volume 4 : Pengembangan Pengelolaan Persampahan

Volume 5 : Pembinaan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Penataan Bangunan

Di dalam panduan ini disampaikan kebijakan, sasaran dan pendekatan pembangunan pelaksanaan kegiatan Ditjen Cipta Karya di tahun 2015-2019. Keseluruhan informasi akan menjadi pedoman bagi stakeholder terkait pelaksanaan pembangunan bidang Cipta Karya.

(22)

Pembina Imam S. Ernawi Antonius Budiono Pengarah Dadan Krisnandar Adjar Prajudi Hadi Sucahyono M Maliki Moersid Mochammad Natsir Tamin MZ. Amin Penyunting

Sri Murni Edi K Nieke Nindyaputri Oloan Simatupang Prasetyo

Rudy Azrul Arifin Emah Sudjimah Dian Irawati

John Manaek Sihombing Hendarko Rudi Susanto Juhari Sianturi

Retno Triyanti Handayani Edward Abdurrachman Penulis Bhima Dhananjaya Ratria Anggraini Ade Syaiful Kusumawardhani ASwin G. Sukahar Elkana Catur H Buchori

Tim Kreatif dan Desain

Gilang Ramadhan Rinandita Anggareni Alexandra Elma Djati Waluyo Widodo Ibnu Ari Jatmiko Kemal Rendy Purwoko TIM PENYUSUN

(23)
(24)

Jl. Pattimura No.20, Kebayoran Baru Jakarta Selatan T: +6221-72796578 E: di_bpck@yahoo.com

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan: (1) untuk meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa kelas XI SMA Negeri 1 Karanganom tahun pelajaran 2017/2018 dengan menerapkan

Dengan diterapkannya sebuah metode serial position effect ini, nantinya siswa akan lebih berperan aktif dan memahami serta ingat materi yang diberikan dengan memberi

Nana Sudjana dan Ahmad Rivai, Op.Cit., hlm.. diperoleh para siswa berkaitan dengan penggunaan lingkungan sebagai media dan sumber belajar. b) Menentukan objek yang harus

Lengan robot didesain agar dapat mengikuti gerak sesuai dengan gerakan yang dilakukan oleh gerakan lengan manusia, input pengontrol dibuat dengan potensiometer untuk

bagaimana guru musik wanita dengan peran ganda tersebut mengatasi stres yang. dihadapinya serta faktor-faktor apa saja yang akan mempengaruhinya

Djoko dan Sofyan (2014) juga telah melakukan penelitian mengenai kualitas briket dari cangkang kelapa sawit dengan perekat pati singkong... Faktor-faktor yang mempengaruhi

bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 3 ayat (2) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 30 Tahun 2009 tentang Tata Laksana Perizinan dan Pengawasan Pengelolaan Limbah Bahan

Evaluasi program dan umpan balik, dilakukan terhadap keseluruhan pelaksanaan program pengabdian. Pada kegiatan ini akan dievaluasi kelebihan dan kekurangan teknik