• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji aktivitas penangkapan radikal hidroksil fraksi etil asetat ekstrak metanolik alga coklat sargassum hystrix v. buxifolium [chauvin] j. argardh dengan metode deoksiribosa - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Uji aktivitas penangkapan radikal hidroksil fraksi etil asetat ekstrak metanolik alga coklat sargassum hystrix v. buxifolium [chauvin] j. argardh dengan metode deoksiribosa - USD Repository"

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)

i SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh: Lina NIM: 058114093

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

ii SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh: Lina NIM: 058114093

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)

v

Jangan khawatirkan diri Anda sendiri dengan apa yang telah Anda coba tapi gagal, tapi dengan apa yang masih mungkin Anda lakukan (Paus Yohanes XXIII).

Karya ini kupersembahkan kepada: Tuhan Yesus Kristus, sumber segala kasih karunia sekarang dan selamanya!!

(6)
(7)

vii

sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul “Uji Aktivitas Penangkapan Radikal Hidroksil oleh Fraksi Etil Asetat Ekstrak Metanolik Alga Coklat Sargassum hystrix v. Buxifolium (Chauvin) J. Agardh dengan Metode Deoksiribosa”. Skripsi ini disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.) pada Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak berupa material, bimbingan, dorongan, nasehat maupun sarana dan prasarana. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Dra. Nora Iska H., M.Si., Apt. selaku dosen pengampu proyek atas segala bantuan material dan pengarahan yang telah diberikan.

3. Prof. Dr. Sudibyo Martono, M.S., Apt. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan saran dari awal hingga teselesaikannya skripsi.

(8)

viii

membimbing penulis saat mengalami kesulitan dalam penelitian.

7. Dr. Sabikis, Apt. sebagai guru yang memberikan banyak ilmu tentang reaksi-reaksi kimia khususnya reaksi redoks yang sangat rumit.

8. Semua dosen-dosen yang telah memberikan ilmu selama penulis menempuh pendidikan di Fakultas Farmasi Sanata Dharma, Yogyakarta. 9. Papa, mama, koko, tante dan semua keluarga yang telah memberikan

dukungan material maupun spiritual selama kehidupan penulis.

10.Felisia sebagai rekan kerja dalam penelitian, Siska, Alfa, dan Nia atas waktu, kesabaran, dan dukungan yang diberikan dalam suka dan duka. 11.Teman-teman kos “Zusi Arib”, Mbak Mitha, Mbak Ntrie, Mbak Cici,

Mbak Evi, Madum, Kasis, Thea, Ina, Mukti, Pipi, Iles, Dona dan Jela atas kebersamaan selama ini.

12.Teman-teman kelas B, khususnya Melda, Lise dan Lina Boy atas persahabatan yang terjalin saat perkuliahan.

(9)

ix

15.Rekan-rekan seperjuangan laboratorium, Ko Robby, Fian, Yoyok, David, Adryan, Happy atas keceriaan yang diberikan saat penelitian berlangsung. 16.Semua pihak dan teman-teman yang telah memberikan bantuan dan

dukungan yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Atas keterbatasan dan kekurangan dalam penyusunannya, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca serta perkembangan ilmu pengetahuan.

Yogyakarta, November 2008

(10)

x

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………....……... iii

HALAMAN PENGESAHAN……….iv

HALAMAN PERSEMBAHAN………..….………...v

PRAKATA... vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ix

DAFTAR ISI... x

DAFTAR TABEL…... xiv

DAFTAR GAMBAR...………...………....xv

DAFTAR LAMPIRAN... xvi

INTISARI... xvii

ABSTRACT... xviii

BAB I PENGANTAR... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah... 3

C. Keaslian Karya... 3

D. Manfaat Penelitian ... 5

1. Manfaat teoritis ... 5

(11)

xi

2. Tujuan khusus ... 6

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA... 7

A. Alga Coklat Sargassum hystrix v. Buxifolium (Chauvin) J. Agardh ... 7

B. Polifenol Florotannin ... 8

1. Struktur polifenol florotannin………8

2. Kelarutan florotannin……….9

3. Sifat antioksidan polifenol florotannin...11

C. Antioksidan. ... 13

1. Pengertian antioksidan……….13

2. Jenis antioksidan………...13

3. Mekanisme penangkapan radikal bebas………..14

4. Manfaat antioksidan……….15

D. Penyarian ... 15

E. Radikal Hidroksil ... 19

1. Pengertian radikal hidroksil……….19

2. Pembentukan radikal hidroksil………20

3. Metode untuk mendeteksi radikal hidroksil………21

(12)

xii

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...30

A. Jenis Rancangan Penelitian... 30

B. Variabel Penelitian ... 30

C. Definisi Operasional ... 31

D. Bahan-bahan Penelitian ... 32

E. Alat-alat Penelitian... 32

F. Tata Cara Penelitian ... 33

1. Preparasi Sampel Alga Coklat Sargassum hystrix v. Buxifolium (Chauvin) J. Agardh………..……….……….……….33

a. Pembuatan serbuk sampel alga coklat ……...………....………… 33

b. Penetapan kadar air dalam serbuk alga coklat ………... 33

2. Isolasi Crude Florotannin dari Serbuk Alga Coklat Sargassum hystrix v. Buxifolium (Chauvin) J. Agardh... 33

a. Pembuatan ekstrak metanol alga coklat …..………..…... 33

b. Fraksinasi ekstrak metanol alga coklat ……...…………...………….. 34

3. Uji Kualitatif Senyawa Fenolik... 34

(13)

xiii

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 41

A. Persiapan Sampel Alga Coklat Sargassum hystrix v. Buxifolium (Chauvin) J. Agardh... 41

B. Isolasi Crude Florotannin dari serbuk Alga Coklat Sargassum hystrix ……. 45

C. Uji Kualitatif Senyawa Fenolik ………...… 47

D. Penentuan Operating Time... 48

E. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum (λmaks) ... 51

F . Uji Aktivitas Penangkapan Radikal Hidroksil oleh Fraksi Etil Asetat...53

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 60

A. Kesimpulan ... 60

B. Saran... 60

DAFTAR PUSTAKA ... 61

LAMPIRAN... 69

(14)

xiv

Tabel II. Hasil penetapan kadar air dalam serbuk alga coklat...44 Tabel III. Penurunan absorbansi kromogen MDA-TBA pada penambahan tanin... 53 Tabel IV. Persen scavenging dan ES50 senyawa standar tanin... 54 Tabel V. Absorbansi MDA-TBA pada berbagai penambahan konsentrasi fraksi etil

asetat……… 55 Tabel VI. Tabel hasil uji statistik perbandingan aktivitas fraksi dan kontrol

(15)

xv

Gambar 1. Struktur floroglusinol dan florotannin……….……..……...……10

Gambar 2. Struktur kimia difloretohidroksikarmalol... 12

Gambar 3. Reaksi pembentukan radikal hidroksil... 20

Gambar 4. Struktur gula deoksiribosa ... 22

Gambar 5. Pembentukan MDA dari 2-deoksiribosa yang diserang radikal hidroksil dengan adanya O2……..………...…....23

Gambar 6. Struktur malonaldehid….…………...……..………... 23

Gambar 7. Diagram spektrofotometer visibel ... 27

Gambar 8. Reaksi oksidasi monofenol dan difenol oleh polifenol oksidase... 43

Gambar 9. Kurva penetapan operating time kromogen MDA-TBA... 49

Gambar 10. Reaksi pembentukan enol pada TBA.………….………..…….... 50

Gambar 11. Usulan reaksi pembentukan kromogen MDA-TBA...………….... 50

Gambar 12. Struktur kromogen MDA-TBA …..…….………...……….……. 51

Gambar 13. Kurva scanning panjang gelombang maksimum kromogen MDA-TBA……….. 52

Gambar 14. Grafik konsentrasi fraksi etil asetat (mg/ml) vs absorbansi rata-rata kromogen MDA-TBA ………...………... 55

(16)

xvi

Lampiran I. Data penetapan kadar air dengan Moisture Balance…..……... 69

Lampiran II. Data perhitungan konsentrasi reagen dan fraksi etil asetat…...……... 71

Lampiran III. Perhitungan konsentrasi deoksiribosa pada penetapan panjang gelombang maksimum………...…………...………….. 78

Lampiran IV. Uji penangkapan radikal hidroksil………..………... 79

Lampiran V. Foto fraksinasi ekstrak metanol alga coklat.…………... 91

Lampiran VI. Foto fraksi etil asetat... 91

(17)

xvii

antioksidan yang potensial mencegah kerusakan oksidatif melalui penangkapan radikal bebas.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya dan nilai aktivitas penangkapan radikal hidroksil fraksi etil asetat ekstrak metanolik alga coklat Sargassum hystrix v. Buxifolium (Chauvin) J. Agardh dengan metode deoksiribosa. Aktivitas penangkapan radikal hidroksil dinyatakan dalam % penangkapan (% scavenging) dan effective scavenging 50 (ES50).

Metode deoksiribosa menggunakan reagen Fenton untuk menghasilkan radikal hidroksil, deoksiribosa sebagai makromolekul terdegradasi, asam trikloroasetat (TCA) dan asam tiobarbiturat (TBA) untuk membentuk suatu kromogen berwarna pink yang diukur absorbansinya pada panjang gelombang 532 nm. Analisis data digunakan regresi linier dengan sumbu x sebagai konsentrasi fraksi etil asetat dan sumbu y sebagai % scavenging. ES50 merupakan konsentrasi fraksi etil asetat yang memiliki % scavenging senilai 50%.

Hasil penelitian menunjukkan fraksi etil asetat tidak memiliki aktivitas penangkapan radikal hidroksil pada konsentrasi 0,02 mg/ml tetapi aktivitas prooksidan pada konsentrasi 0,03 mg/ml atau lebih. Hilangnya aktivitas antioksidan disebabkan polifenol florotanin telah teroksidasi selama masa penyimpanan sehingga pengendalian stabilitas senyawa harus diperhatikan.

(18)

xviii by free radicals scavenging activity.

The aim of this study is to recognize the existence and the value of radical hydroxyl scavenging activity of ethyl acetate fraction from methanolic extract of brown algae Sargassum hystrix v. Buxifolium (Chauvin) J. Agardh by deoxyribose method. The hydroxyl radicals scavenging activity is expressed in % scavenging and effective scavenging 50 (ES50).

The deoxyribose method uses Fenton’s reagent to produce hydroxyl radicals, deoxyribose sugar as the degraded macromolecules, trichloroacetic acid (TCA) and thiobarbituric acid (TBA) to form pink chromogen which absorbs at maximum wavelength at 532 nm. Data was analysed by linier regression with concentration of ethyl acetate fraction as x-axis and % scavenging as y-axis. ES50 is concentration of ethyl acetate fraction which has 50% scavenging activity.

Ethyl acetate fraction was found have no radical hydroxyl scavenging activity at concentration 0.02 mg/ml, but prooxidant activity at 0.03 mg/ml and more. Loss of activity was caused by polyphenol phlorotannin oxidated during storage, therefore stability control must be attented.

(19)

1

A. Latar Belakang

Reactive Oxygen Species (ROS) merupakan metabolit fisiologis yang terbentuk selama kehidupan aerobik sebagai hasil metabolisme oksigen. ROS

memiliki kategori yang luas, tidak hanya radikal oksigen seperti radikal anion

superoksida (O2·-), radikal hidroksil (OH·) atau nitro oksida (NO·), tetapi juga

beberapa derivat oksigen non radikal yang berbahaya seperti H2O2, dan anion

peroksinitrit (ONOO-) (Zusterzeel, 2001).

Diantara berbagai jenis ROS, radikal hidroksil merupakan radikal oksigen

yang paling reaktif, sangat potensial menimbulkan kerusakan oksidatif biologis dan

diketahui terlibat sebagai faktor patogenik dalam berbagai penyakit (Gutteridge dan

Halliwell, 1994). Kanker, arterosklerosis, dan arthritis merupakan penyakit-penyakit

yang disebabkan oleh kerusakan oksidatif (Gupta et al., 2007).

Antioksidan dapat mengatasi kerusakan oksidatif secara tidak langsung

dengan meningkatkan pertahanan alami sel (Aruoma, 1996; Schinella et al., 2002) dan secara langsung dengan menangkap spesies radikal bebas (Liu dan Ng, 2000).

Penggunaan antioksidan alami mempunyai keuntungan, yaitu aman sehingga mudah

untuk diterima konsumen terutama jika komponen tersebut telah memenuhi GRAS

(20)

Di tahun belakangan ini, beberapa spesies alga yang merupakan salah satu

material alami dilaporkan mampu mencegah kerusakan oksidatif sebagai scavanger

radikal bebas dan oksigen aktif, sehingga mencegah kemungkinan pembentukan sel

kanker. Polifenol dalam alga coklat yang disebut florotannin diketahui berperan

sebagai antioksidan yang potensial (Ragan dan Glombitza, 1986). Florotannin

merupakan senyawa polifenol yang tidak ditemukan pada tumbuhan terrestrial, tetapi

hanya pada tumbuhan alga khususnya alga coklat (Burtin, 2003). Luas laut Indonesia

yang besar, sebaran yang melimpah dan kemampuan reproduksi yang besar

menjadikan alga coklat sangat potensial untuk dimanfaatkan.

Mengacu pada penelitian Stephanie (2007), alga Sargassum hystrix v. buxifolium (Chauvin) J. Agardh diketahui mengandung polifenol florotannin dengan kadar 5,7 ± 0,54 mg PE/g fraksi. Oleh karena itu, perlu dilakukan uji lebih lanjut

mengenai potensi polifenol tersebut sebagai antioksidan. Penelitian ini telah

dilakukan secara in vitro dengan menggunakan metode deoksiribosa, yaitu pengukuran aktivitas antioksidan polifenol berdasarkan kemampuannya dalam

menangkap radikal hidroksil. Nilai kemampuan penangkapan radikal hidroksil oleh

fraksi dinyatakan sebagai persen scavenging dan juga effective scavenging 50 (ES50) yaitu kemampuan penangkapan radikal hidroksil senilai 50%.

Metode deoksiribosa merupakan metode yang sederhana (simple test-tube method) (Halliwel dan Gutteridge, 1988), memiliki sensitivitas tinggi, tidak memerlukan alat yang canggih dalam analisisnya (Halliwell dan Grootveld, 1988 cit

(21)

ini telah digunakan secara luas untuk pengujian radikal bebas. Prinsip metode ini

berdasarkan pemecahan oksidatif 2-deoksiribosa oleh senyawa radikal hidroksil

(Halliwell dan Grootveld, 1988 cit Conte, 1996) yang dihasilkan dari reagen Fenton.

B. Perumusan Masalah

Dari uraian di atas, maka rumusan masalah difokuskan sebagai berikut :

1. Apakah fraksi etil asetat ekstrak metanolik alga coklat Sargassum hystrix v. buxifolium (Chauvin) J. Agardh memiliki aktivitas penangkapan radikal hidroksil dengan metode deoksiribosa yang dinyatakan dengan persen

scavenging ?

2. Berapakah nilai aktivitas penangkapan radikal hidroksil oleh fraksi etil asetat

ekstrak metanolik alga coklat Sargassum hystrix v. buxifolium (Chauvin) J. Agardh dengan metode deoksiribosa yang dinyatakan sebagai effective scavenging 50 (ES50) ?

C. Keaslian Karya

Sejauh pengamatan penulis, penelitian tentang uji penangkapan radikal

hidroksil dengan metode deoksiribosa pernah dilakukan oleh:

1. Purwantoko (2006) dengan judul “Validasi Metode Deoksiribosa sebagai Uji

(22)

2. Setyawati (2006) dengan judul “Uji Penangkapan Radikal Hidroksil oleh

Fraksi Etil Asetat dan Fraksi Air Ekstrak Teh Hitam dengan Metode

Deoksiribosa”

3. Kuntari (2007) dengan judul “ Uji Aktivitas Penangkapan Radikal Hidroksil

oleh Ekstrak Etanol Teh Hijau dan Teh Hitam dengan Metode Deoksiribosa.

Penelitian tentang potensi antioksidan alga coklat pernah dilakukan oleh:

1. Ahn et al. (2007) dengan judul “ Antioxidant Activities of Phlorotannins Purified from Ecklonia cava on Free Radical Scavenging Using ESR and H2O2-Mediated DNA Damage”. Penelitian menggunakan spesies alga coklat

yang berbeda yaitu Ecklonia cava dan metode Electron Spin Resonance untuk mendeteksi radikal hidroksil.

2. Heo et al. (2006) dengan judul “ Identification of Chemical Structure and Free Radical Scavenging Activity of Diphlorethohydroxycarmalol Isolated from a

Brown Alga, Ishige okamurae”. Penelitian menguji aktivitas isolat florotannin difloretohidroksikarmalol dari spesies alga coklat yang berbeda yaitu Ishige okamurae menggunakan metode Electron Spin Resonance untuk mendeteksi radikal hidroksil.

3. Patra et al. (2008) dengan judul “Evaluation of Antioxidant and Antimicrobial Activity of Seaweed (Sargassum sp) Extract: A Study on Inhibition of Glutathione-S-Transferase Activity”. Penelitian menggunakan ekstrak

(23)

Perbedaan dengan penelitian sebelumnya adalah bahwa pada penelitian ini

akan dilakukan uji penangkapan radikal hidroksil menggunakan metode deoksiribosa

pada fraksi etil asetat ekstrak metanolik spesies alga coklat yang berbeda, yaitu

Sargassum hystrix v. buxifolium (Chauvin) J. Agardh.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Mengetahui aktivitas penangkapan radikal hidroksil oleh fraksi etil

asetat ekstrak metanolik alga coklat Sargassum hystrix v. buxifolium

(Chauvin) J. Agardh yang dinyatakan sebagai persen scavenging dan

effective scavenging 50 (ES50). 2. Manfaat metodologis

Penelitian ini dapat dijadikan acuan penggunaan metode

deoksiribosa pada uji daya antioksidan.

3. Manfaat praktis

Penelitian ini dapat memberi informasi tentang daya antioksidan alga

Sargassum hystrix v. buxifolium (Chauvin) J. Agardh, sehingga bisa dimanfaatkan sebagai salah satu alternatif pemeliharaan kesehatan

(24)

E. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Tujuan umum penelitian ini adalah menguji daya antioksidan fraksi

etil asetat ekstrak metanolik alga coklat Sargassum hystrix v. buxifolium

(Chauvin) J. Agardhdengan metode deoksiribosa.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui adanya aktivitas penangkapan radikal hidroksil oleh fraksi

etil asetat ekstrak metanolik alga coklat Sargassum hystrix v. buxifolium (Chauvin) J. Agardh yang dinyatakan dengan persen

scavenging.

b. Mengetahui nilai aktivitas penangkapan radikal hidroksil oleh fraksi

(25)

7

A. Alga CoklatSargassum hystrix v. buxifolium (Chauvin) J. Agardh

Alga Sargassum merupakan salah satu marga Sargassum termasuk dalam kelas Phaeophyceae. Habitat alga Sargassum tumbuh diperairan pada kedalaman 0,5-10 m ada arus dan ombak. Alga Sargassum tumbuh berumpun dengan untaian cabang-cabang. Pertumbuhan alga ini sebagai makro alga melekat pada substrat dasar

perairan. Di daerah tubir tumbuh membentuk rumpun besar, panjang thalli utama mencapai 0,5-3 m dan tiap-tiap percabangan terdapat gelembung udara berbentuk

bulat yang disebut “bladder”, berguna untuk menopang cabang-cabang thalli

terapung ke arah permukaan air untuk mendapatkan intensitas cahaya matahari (Kadi,

2007).

Ciri-ciri Sargassum hystrix v. buxifolium (Chauvin) J. Agardh adalah ukuran tanaman sedang, tinggi sampai 5 dm, dengan beberapa cabang utama dan banyak

cabang lateral pendek tempat melekatnya daun, panjang daun mencapai 6 cm, lebar

1,5 cm, bentuk oval atau memanjang, tepi daun berbentuk serratus, mempunyai beberapa stomata yang kebanyakan terletak pada bagian distal daun dan biasanya

steril (Taylor, 1972).

(26)

dan vitamin C), mineral, karotenoid (fucoxantin, β-caroten, violaxantin) serta

polifenol (tertinggi pada alga coklat) (Burtin, 2003).

B. Polifenol Florotannin

1. Struktur polifenol florotannin

Polifenol dalam alga coklat disebut florotannin dan diketahui berpotensi

sebagai antioksidan. Florotannin terbentuk dari polimerasi monomer floroglusinol

(1,3,5-trihidroksibenzen) dan disintesis melalui jalur asetat malonat dalam alga laut

(Ragan dan Glombitza, 1986). Senyawa florotannin memiliki struktur unik yang tidak

ditemukan dalam tanaman terrestrial (Shibata et al., 2003). Senyawa dengan rangka dibenzo-1,4-dioksin ini memiliki bobot molekul rendah (300-800) dan struktur yang

rigid sehingga memungkinkan dalam berinteraksi kuat dengan berbagai molekul

biologis (Kang et al., 2003; Glombitza dan Gerstberger, 1985). Kandungan tertinggi florotannin ditemukan dalam alga coklat, berkisar dari 5-15 % berat kering (Ragan

dan Craigie, 1973; McInnes et al., 1984; Glombitza dan Keusgen, 1995).

Florotannin adalah dehidro-oligomer dan dehidropolimer floroglusinol yang

strukturnya sudah terelusidasi lebih dari 150 senyawa (Ragan dan Glombitza, 1986).

Unit-unit monomer terhubung melalui ikatan aril-aril dan ikatan diaril eter

membentuk berbagai kelompok florotannin yang berbeda (Glombitza dan Pauli,

2003). Ketika cincin aromatis terhubung hanya melalui ikatan aril-aril, terbentuklah

(27)

(Gambar 1, iii). Fuhalol terdiri dari unit floroglusinol yang dihubungkan dengan

ikatan eter pada posisi para dan orto serta satu tambahan gugus –OH di setiap cincin ketiga (Gambar 1, v). Ketika ada satu atau tiga cincin dengan komponen

dibenzodioksin yang tersubstitusi gugus fenoksil pada C-4, kelompok ini dinamakan

eckol (Gambar 1, vii). Endofucofloretol (Gambar 1, iv) and isofuhalol (Gambar 1, vi)

merupakan kelompok kecil, khusus dan jarang ditemukan (Koivikko, 2008).

2. Kelarutan polifenol

Senyawa fenolik umumnya paling larut dalam cairan penyari yang kurang

polar daripada air. Pemilihan pelarut yang disarankan adalah campuran air dan

metanol, etanol atau aseton (Waterman dan Mole, 1994). Menurut Koivikko et al. (2005), kelarutan florotannin paling besar adalah di larutan 70% aseton dalam air,

sedangkan pada penelitian yang dilakukan Nagayama et al. (2002), isolasi florotannin dari alga coklat diawali dengan ekstraksi 800 g alga coklat menggunakan metanol

2400 ml dan dilanjutkan dengan fraksinasi menggunakan metanol (240 ml),

kloroform (480 ml) dan akuades (180 ml). Fase metanol-akuades kemudian

diekstraksi dua kali menggunakan etil asetat (300 ml). Fraksi etil asetat inilah yang

(28)

(i) (v )

(ii) (vi)

(iii) (vii)

(iv)

(29)

3. Sifat antioksidan polifenol florotannin

Florotannin dalam alga coklat (Phaeophyta) tersimpan dalam vesikel dalam

sel (Ragan dan Glombitza 1986; Schoenwaelder dan Clayton, 2000). Florotannin

memiliki peran yang penting dalam konstruksi dinding sel alga coklat

(Schoenwaelder dan Clayton, 1998) dan seperti tanin dalam tanaman vaskular,

mereka mempunyai kemampuan dalam mempresipitasikan protein dan menyerap

radiasi UV. Terlebih lagi, senyawa ini merupakan polifenol yang memiliki sifat

antioksidan yang kuat (Shin et al., 2006). Kim et al. (2004) dan Kang et al. (2006) melaporkan bahwa beberapa florotannin pada penelitian aktivitas antioksidan alga

coklat memperlihatkan efek inhibisi terhadap lipid peroksidasi dan efek sitoprotektif

terhadap stress oksidatif yang menginduksi kerusakan sel.

Mekanisme aksi polifenol sebagai antioksidan adalah melalui kemampuan

gugus fenol untuk menangkap radikal bebas dengan memberikan atom hidrogennya

melalui proses transfer elektron, sehingga fenol berubah menjadi radikal fenoksil

(Janeiro dan Brett, 2004). Sifat antioksidan polifenol meningkat sesuai dengan

reaktivitasnya sebagai donor elektron atau hidrogen dan kemampuannya dalam

mengkelat ion logam transisi (Rice-Evans et al., 1997) serta kemampuan radikal derivat polifenol untuk menstabilkan dan mendelokalisasikan elektron tidak

berpasangan (fungsi pemutusan rangkaian reaksi).

Aktivitas antioksidan florotannin telah dilaporkan oleh Kang et al. (2003) dan Nakamura et al. (1996). Park et al. (2005) menemukan bahwa Sargassum thunbergii

(30)

melaporkan bahwa salah satu oligomer florotannin, dieckol yang diisolasi dari

Ecklonia cava memiliki aktivitas penangkapan radikal alkil sebesar 90% pada konsentrasi 50 μg/ml.

Pengujian aktivitas antioksidan alami dari alga laut juga dilakukan oleh Heo

et al. (2006) dengan menggunakan ekstrak metanolik alga coklat Ishige okamurae. Aktivitas penangkapan radikal bebas yang poten ditemukan dalam fraksi etil asetat.

Fraksi ini mengandung senyawa-senyawa polifenol, dan antioksidan yang poten

terelusidasi sebagai salah satu jenis florotannin, difloretohidroksikarmalol (gambar 2)

melalui data spektroskopi resonansi magnet inti dan massa.

Difloretohidroksikarmalol ditemukan memiliki IC50 sebesar 114,80 µM pada uji

penangkapan radikal hidroksil.

HO

OH

O O

O HO

OH

OH

OH

O

HO

OH

OH

(31)

C. Antioksidan

1. Pengertian antioksidan

Definisi antioksidan secara umum adalah senyawa yang melawan oksidasi

atau menghambat reaksi yang dipicu oleh oksigen atau peroksida. Kebanyakan

senyawa ini (misalnya tokoferol) digunakan sebagai pengawet dalam berbagai produk

(misalnya dalam lemak, minyak dan produk makanan untuk menunda ketengikan dan

perubahan-perubahan yang tidak diinginkan, dalam karet untuk menunda oksidasi).

Pengertian antioksidan yang lebih relevan secara biologis ialah senyawa alami atau

sintetik yang ditambahkan ke dalam produk untuk mencegah atau menunda

kerusakan yang disebabkan oleh oksigen udara (Huang et al., 2005).

Menurut Halliwell (1994), antioksidan dapat didefinisikan sebagai senyawa

yang apabila dalam konsentrasi rendah berada bersama substrat yang dapat

teroksidasi, dapat menunda atau menghambat oksidasi senyawa tersebut.

2. Jenis antioksidan

Menurut mekanismenya, antioksidan dapat digolongkan menjadi 2 macam

yaitu:

a. Preventive antioxidant

Antioksidan preventif merupakan antioksidan yang menghambat

oksidasi dengan mengurangi kecepatan inisiasi. Dalam kebanyakan

produk hidroperoksida, oksidasi ROOH merupakan penyebab proses

(32)

molekul yang tidak potensial sebagai radikal bebas (Burton et al., 1985). Beberapa enzim seperti glutation peroksidase dapat mengubah H2O2

menjadi H2O (Krishnaiah et al., 2007). b. Chain breaking antioxidant

Antioksidan ini kebanyakan merupakan fenol dan amin aromatis,

bekerja dengan cara menangkap radikal peroksil (Krishnaiah et al., 2007). Menurut sumbernya, antioksidan dapat digolongkan menjadi dua macam,

yaitu:

a. Antioksidan sintetik

Antioksidan sintetik merupakan antioksidan yang dibuat melalui

sintesis secara kimia, contohnya: BHA, BHT, PG dan TBHQ (Gulcin et al., 2004).

b. Antioksidan alami

Antioksidan alami merupakan antioksidan yang diproduksi langsung

oleh tanaman, contohnya: senyawa polifenol flavonoid dan tanin (Gulcin

et al., 2004).

3. Mekanisme penangkapan radikal bebas

Secara garis besar, mekanisme penangkapan radikal bebas dapat dibedakan

menjadi dua macam, yaitu secara enzimatik dan non-enzimatik. Enzim yang dapat

berperan sebagai antioksidan adalah superoksid dismutase (SOD), glutation

(33)

2005). Secara non-enzimatik, senyawa antioksidan bekerja melalui empat cara, yaitu

sebagai:

a. penangkap radikal bebas, misalnya vitamin C dan vitamin E.

b. pengkelat logam transisi, misalnya EDTA.

c. inhibitor enzim oksidatif, misalnya aspirin dan ibuprofen.

d. kofaktor enzim antioksidan, misalnya selenium sebagai kofaktor glutation

peroksidase (Huang et al., 2005).

4. Manfaat antioksidan

Antioksidan bermanfaat dalam mencegah kerusakan oksidatif yang

disebabkan radikal bebas dan ROS sehingga mencegah terjadinya berbagai macam

penyakit seperti jantung koroner (Ames, 1983; Harman, 1993; Finkel dan Holbrook,

2000), kanker serta penuaan dini (Velavan et al., 2006). Penambahan antioksidan ke dalam formulasi makanan, juga efektif mengurangi oksidasi lemak yang

menyebabkan ketengikan, toksisitas dan destruksi biomolekul yang ada dalam

makanan (Decker, 1998).

D. Penyarian

Penyarian adalah kegiatan penarikan zat yang dapat larut dari bahan yang

(34)

adalah kecepatan difusi zat yang larut melalui lapisan-lapisan batas antara cairan

penyari dengan bahan yang mengandung zat tersebut.

1. Maserasi

Maserasi adalah ekstraksi suatu obat dengan pelarut melalui pengojogan dan

penggetaran selama berhari-hari pada temperatur ruangan (List dan Schmidt, 2000).

Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel sehingga

zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif

di dalam sel dengan yang di luar sel, maka larutan yang terpekat didesak ke luar

(Anonim, 1986). Keuntungan maserasi adalah dapat diaplikasikan dalam sampel

dalam jumlah sedikit, atau dengan batch tertentu (List dan Schmidt, 2000), cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan.

Kerugiannya adalah pengerjaannya lama dan penyariannya kurang sempurna

(Anonim, 1986).

2. Perkolasi

Perkolasi adalah cara penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan cairan

penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Prinsip perkolasi adalah serbuk

simplisia ditempatkan dalam suatu bejana silinder, yang bagian bawahnya diberi

sekat berpori. Cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut,

cairan penyari akan melarutkan zat aktif sel-sel yang dilalui sampai mencapai

keadaan jenuh. Gerak ke bawah disebabkan oleh kekuatan gaya beratnya sendiri dan

(35)

Cara perkolasi lebih baik dibandingkan dengan cara maserasi karena:

a. Aliran cairan penyari menyebabkan adanya pergantian larutan yang

terjadi dengan larutan yang konsentrasinya lebih rendah, sehingga

meningkatkan derajat perbedaan konsentrasi.

b. Ruangan di antara butir-butir serbuk simplisia membentuk saluran

tempat mengalir cairan penyari. Karena kecilnya saluran kapiler

tersebut, maka kecepatan pelarut cukup untuk mengurangi lapisan

batas, sehingga dapat meningkatkan perbedaan konsentrasi (Anonim,

1986).

3. Sokhletasi

Sokhletasi merupakan salah satu penyarian berkesinambungan menghasilkan

ekstrak cair yang dilanjutkan dengan proses penguapan. Alat yang digunakan disebut

sokhlet. Prinsipnya uap cairan penyari naik ke atas melalui pipa samping, kemudian

diembunkan kembali oleh pendingin tegak. Cairan turun ke labu melalui tabung yang

berisi serbuk simplisia. Cairan penyari sambil turun melarutkan zat aktif serbuk

simplisia. Karena adanya sifon maka setelah cairan mencapai permukaan sifon,

seluruh cairan akan kembali ke labu. Keuntungan metode ini adalah cairan penyari

yang dibutuhkan lebih sedikit dan secara langsung hasil yang diperoleh lebih pekat,

serbuk simplisia disari oleh cairan penyari yang murni maka dapat menyari zat aktif

lebih banyak dan penyarian dapat diteruskan sesuai keperluan tanpa menambah

(36)

4. Infundasi

Infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan dengan menyari simplisia

dengan air pada temperatur 900C selama 15 menit. Infundasi adalah proses penyarian

yang umumnya digunakan untuk menyari zat kandungan aktif yang larut dalam air

dari bahan-bahan nabati. Penyarian dengan cara ini menghasilkan sari yang tidak

stabil dan mudah tercemar oleh kuman dan kapang. Oleh sebab itu, sari yang

diperoleh dengan cara ini tidak boleh disimpan lebih dari 24 jam. Cara ini sangat

sederhana dan sering digunakan oleh perusahaan obat tradisional (Anonim, 1986).

5. Ekstraksi dengan corong pisah

Ekstraksi pelarut merupakan metode yang baik dan populer. Prinsip metode

ini didasarkan pada distribusi zat terlarut dengan perbandingan tertentu antara dua

pelarut yang tidak saling campur, seperti benzen dan karbon tertraklorida atau

kloroform (Khopkar, 1990).

Menurut hukum distribusi Nernst: Jika [X1] adalah konsentrasi zat terlarut

dalam fase 1 dan [X2] adalah konsentrasi zat terlarut dalam fase 2, maka pada

kesetimbangan, X1, X2 didapat:

KD = [X2]

[X1]

dimana, KD = koefisien distribusi

Digunakan istilah perbandingan distribusi (D) dengan memperhitungkan

konsentrasi total zat di dalam kedua fase. Perbandingan distribusi dinyatakan sebagai

(37)

D = (Khopkar, 1990)

E. Radikal Hidroksil

1. Pengertian radikal hidroksil

Radikal bebas ialah spesies yang memiliki satu atau lebih elektron tidak

berpasangan pada orbitalnya. Contoh radikal bebas adalah superoksida (O2·-) dan

hidroksil (OH·) yang keduanya merupakan radikal oksigen, thiyl (RS·, radikal sulfur), triklorometil (CCl3·, radikal karbon yang terbentuk oleh metabolisme CCl4 di hati)

dan nitro oksida (NO·). Radikal hidroksil merupakan radikal oksigen sangat reaktif

yang menyerang kebanyakan molekul biologis dengan abstraksi atom hidrogen.

Berikut ini salah satu mekanisme radikal hidroksil dalam menimbulkan peroksidasi

lipid (L-H) menjadi radikal lipid (L·) :

L-H + OH· ÆH2O +L· (Halliwell dan Chirico, 1993)

Radikal hidroksil mampu mengoksidasi kebanyakan makromolekul termasuk

DNA, protein, lipid dan karbohidrat (Frank et al.,1989; Breen dan Murphy, 1995; Dean et al., 1997). Kerusakan oksidatif DNA karena ROS dihipotesiskan memainkan peranan penting dalam proses biologis seperti mutagenesis, penuaan, dan

(38)

2. Pembentukan radikal hidroksil

Pembentukan radikal hidroksil dapat melalui 2 mekanisme, yaitu reaksi ion

logam transisi dengan H2O2 yang disebut reaksi Fenton dan reaksi fisi homolitik air

karena terpapar radiasi ionisasi (Halliwell dan Chirico, 1993).

Reaksi Fenton merupakan reaksi yang penting untuk menghasilkan radikal

hidroksil. Reaksinya disebut reaksi Harber-Weiss (Kehrer, 2000), seperti berikut: Fe (II) + H2O2 →Fe (III) + ·OH + OH

-Besi merupakan katalis yang penting dalam reaksi redoks (Kanner et al., 1988). Kombinasi antara H2O2 dan garam besi merupakan mekanisme utama dalam

menghasilkan radikal hidroksil yang sangat reaktif (Gutteridge et al., 1981; Kanner

et al., 1988; Halliwell dan Gutteridge, 1999). Reaksi ini juga menggunakan EDTA. Pengkelatan Fe (II) oleh EDTA mencegah ion logam transisi untuk berikatan dengan

makromolekul yang dipelajari (Shcherbakova et al., 2006). Penambahan asam askorbat dalam sistem reaksi meningkatkan kecepatan pembentukan ·OH dengan

mereduksi Fe3+ menjadi Fe2+ sehingga memperbanyak jumlah radikal hidroksil.

Reaksi terlihat pada gambar 3, terjadi saat inkubasi pada temperatur 370C (sesuai

dengan temperatur tubuh manusia) dengan pH 7,4 selama 30 menit.

Fe3+-EDTA O

OH HO

HO

OH

O

Fe2+-EDTA O

O O

HO

OH

O

Fe2+ - EDTA + H2O2 Fe3+-EDTA + OH + OH +

+

(39)

3. Metode untuk mendeteksi radikal hidroksil

Ada beberapa metode yang digunakan untuk mendeteksi radikal hidroksil,

yaitu:

a. Metode pemerangkapan salisilat

Prinsipnya terjadi hidroksilasi salisilat oleh radikal hidroksil

membentuk produk 2,3- dan 2,5- DHBA (dihydroxybenzoic acid) yang dapat diukur menggunakan HPLC (Hashimoto et al., 2003).

b. Metode reaksi dengan dimetilsulfoksida (DMSO)

Metode ini melibatkan reaksi cepat antara radikal hidroksil dengan

DMSO menghasilkan radikal karbon (radikal metil), yang selanjutnya

bereaksi dengan fluorescamine yang terderivatisasi nitroksida untuk menghasilkan produk stabil o-metilhidroksilamin. Produk o -metilhidroksilamin dipisahkan dengan HPLC fase terbalik dan dikuantifikasi

secara fluorometri (Gutierrez, 2000).

c. Metode EPR (Electro Paramagnetic Resonance)\

Prinsipnya radikal hidroksil akan ditangkap oleh DMPO

(5,5s-dimetil-1-pirolina-1-oxida) menghasilkan produk radikal bebas lain yang

menyebabkan kenaikan garis kuartet pada EPR dengan rasio ketinggian

1:2:2:1 (Gutierrez, 2000).

Selain ketiga metode di atas, terdapat satu metode lagi yang bisa

(40)

F. Metode Deoksiribosa

Metode deoksiribosa adalah metode yang sederhana, memiliki sensitivitas

tinggi dan tidak memerlukan alat yang canggih dalam analisisnya. Metode ini telah

digunakan secara luas untuk pengujian radikal bebas. Prinsip metode ini berdasarkan

pemecahan oksidatif 2-deoksiribosa (gambar 4) oleh senyawa radikal hidroksil

(Halliwell dan Grootveld, 1988 cit Conte, 1996).

O

CH2OH OH

H

OH H

Gambar 4. Struktur gula deoksiribosa (Murray et al., 1997)

Radikal hidroksil yang terbentuk dari reaksi Fenton akan menyerang

deoksiribosa dan mendegradasinya menjadi fragmen-fragmen (Gupta et al., 2007). Proses reaksi degradasi ini dapat dijelaskan sebagai berikut: Radikal hidroksil akan

menyerang deoksiribosa dengan cara abstraksi (pemisahan) hidrogen pada atom C

dan membentuk suatu radikal deoksiribosa yang dengan adanya oksigen akan secara

(41)

O H2 C OH HO HO OH O H2 C OH HO HO O 2 O H2 C OH HO HO O O H2 C OH HO HO O O2 O H2 C OH O HO O HO2 HO2 H2O2

O2 O H2 C OH HO HO OO

CH2OHCO2H

O O

+ +

+

Gambar 5. Mekanisme pembentukan MDA dari atom karbon C-1, C-2,dan C-3 dari 2- deoksiribosa yang diserang radikal hidroksil dengan adanya O2 (Cheeseman

et al., 1988)

Selanjutnya, radikal gula peroksil ini akan mengalami serangkaian reaksi yang

meliputi disproporsionasi, penataan ulang, dan pemecahan ikatan C – C sehingga

menghasilkan suatu produk karbonil yang disebut malonaldehid (MDA) (Halliwell

dan Gutteridge, 1999). MDA (gambar 6) terbentuk dari atom karbon 1, 2, dan

C-3 pada molekul deoksiribosa (Cheeseman et al., 1988).

O O

(42)

Adanya pemanasan dengan asam tiobarbiturat (TBA) pada pH rendah, maka

produk tersebut akan bereaksi membentuk kromogen berwarna pink yang dapat diukur absorbansinya pada 532 nm. Kromogen ini berasal dari reaksi kopling antara

asam tiobarbiturat dengan malonaldehid (TBA-MDA). Reaksi kopling ini terjadi

antara dua molekul TBA dengan satu molekul MDA. Hasil degradasi deoksiribosa

dapat diinhibisi oleh penambahan scavenger ·OH (Halliwell dan Gutteridge, 1988).

G. Spektrofotometri Visibel

Setiap molekul analit memiliki kemampuan untuk menyerap gelombang

tertentu dari radiasi elektromagnetik. Dalam proses ini, energi radiasi untuk

sementara dipindahkan ke molekul sehingga intensitas radiasi akan berkurang (Skoog

et al., 1994).

Panjang gelombang daerah ultraviolet dan tampak yang diserap oleh molekul

bergantung pada mudahnya promosi elektron. Senyawa yang menyerap cahaya pada

daerah tampak (yakni senyawa berwarna) memiliki elektron yang lebih mudah

dipromosikan daripada senyawa yang menyerap pada panjang gelombang ultraviolet

yang lebih pendek (Fessenden dan Fessenden, 1994).

Daerah visibel adalah sinar daerah panjang gelombang yang dapat dilihat oleh

mata manusia (cahaya tampak sebagai warna yang daerah spektrumnya terlihat pada

tabel 1), memanjang dari daerah UV dekat 380 nm sampai sekitar 780 nm (Christian,

(43)

Suatu senyawa organik mampu menyerap radiasi elektromagnetik karena

mereka memiliki elektron valensi yang dapat dieksitasikan ke tingkat energi yang

lebih tinggi. Absorpsi radiasi ultraviolet atau visibel oleh molekul atau atom M dapat

dijelaskan melalui dua tahap, yaitu eksitasi yang ditunjukkan dengan persamaan

berikut:

M + hv ÆM*

Produk reaksi antara M dan foton hv adalah partikel yang secara elektronik

tereksitasi dengan simbol M*. Waktu tinggal partikel yang tereksitasi hanya sebentar

(108- 10-9 s) kemudian diakhiri dengan proses relaksasi. Proses ini melibatkan

perubahan energi eksitasi menjadi panas, yaitu:

M* Æ M + panas (Skoog, 1985)

Tabel 1. Spektrum warna pada daerah visibel (Skoog et al., 1994)

Daerah panjang gelombang, nm

Warna yang diserap Warna komplementer (terlihat mata)

400-435 Ungu Kuning-hijau

435-480 Biru Kuning

480-490 Biru-hijau Orange

490-500 Hijau-biru Merah

500-560 Hijau Merah lembayung

560-580 Kuning-hijau Ungu

580-595 Kuning Biru

595-650 Orange Biru-hijau

650-750 Merah Hijau-biru

Kuantitas energi yang diserap oleh suatu senyawa berbanding terbalik dengan

panjang gelombang radiasi:

(44)

Dengan: ΔE = energi yang diabsorpsi, dalam erg

h = tetapan Planck, 6,6 x 10-27 erg det

v = frekuensi, dalam Hz

c = kecepatan cahaya, 3 x 1010 cm/det

λ = panjang gelombang, dalam cm (Fessenden dan Fessenden,

1994

Menurut hukum Beer’s, absorbansi mempunyai hubungan yang linier dengan

konsentrasi absorban (c) dan tebal kuvet (b) yang dirumuskan sebagai berikut:

Dengan : A = Absorbansi;

P0 = Kekuatan radiasi yang datang

P = Kekuatan radiasi setelah melewati kuvet yang

mengandung analit

b = Tebal larutan (cm)

c = Konsentrasi (mol.Lt-1)

ε = Absorptivitas molar (Lt.mol-1.cm-1) (Skoog et al.,

1994)

Untuk absorptivitas molar, hubungan ε dengan parameternya, dirumuskan

sebagai berikut:

 

A = log (P0/P) = ε b c

(45)

Dengan: P = probabilitas transisi elektron

A= luas daerah molekul target (cm2)

ε = Absorptivitas molar (Lt.mol-1.cm-1) (Skoog, 1985)

Instrumen yang digunakan untuk mempelajari absorpsi atau emisi radiasi

elektromagnetik sebagai fungsi panjang gelombang disebut spektrometer atau

spektrofotometer. Komponen yang esensial dalam spektrofotometer (gambar 7) yaitu:

(1) sumber radiasi energi, (2) sistem lensa, cermin dan celah yang memfokuskan

sinar, (3) monokromator yang mengubah radiasi menjadi beberapa panjang

gelombang, (4) wadah transparan untuk menampung sampel, (5) detektor radiasi

yang dihubungkan dengan recorder (Pescok et al., 1976).

(46)

H. Landasan Teori

Radikal hidroksil merupakan jenis radikal bebas paling reaktif. Di dalam

tubuh manusia, radikal hidroksil dalam tubuh akan menyerang DNA sehingga

menyebabkan kerusakan biologis. Polifenol dalam fraksi etil asetat alga coklat yang

disebut florotannin, diketahui berperan sebagai antioksidan yang potensial sehingga

mampu mencegah kerusakan oksidatif sebagai scavanger radikal bebas.

Aktivitas penangkapan radikal hidroksil oleh fraksi etil asetat ekstrak

metanolik alga coklat Sargassum hystrixv. buxifolium (Chauvin) J. Agardh dapat diuji dengan metode deoksiribosa. Radikal hidroksil yang terbentuk dari reaksi Fenton

akan menyerang deoksiribosa sehingga menghasilkan produk tertentu

(malondialdehid). Adanya pemanasan dengan asam tiobarbiturat (TBA) pada pH

rendah menyebabkan reaksi kopling antara TBA dengan malonaldehid (TBA-MDA)

membentuk kromogen berwarna pink yang dapat diukur absorbansinya pada 532 nm. Dengan penambahan senyawa yang berperan sebagai scavenger radikal hidroksil, hasil degradasi deoksiribosa akan terhambat. Semakin besar konsentrasi senyawa

antioksidan yang ditambahkan, radikal hidroksil yang ditangkap menjadi lebih

banyak sehingga jumlah kromogen MDA-TBA menjadi semakin berkurang dan

(47)

I. Hipotesis

Berdasarkan landasan teori, dapat dihipotesiskan bahwa fraksi etil asetat

(48)

30

A. Jenis Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental karena dalam

penelitian ini subjek uji diberi perlakuan yaitu penambahan berbagai konsentrasi

fraksi etil asetat ekstrak metanolik alga coklat Sargassum hystrix v. buxifolium

(Chauvin) J. Agardh yang diuji dengan metode deoksiribosa.

B. Variabel Penelitian 1. Variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini berupa konsentrasi fraksi etil asetat

ekstrak metanolik alga coklat Sargassum hystrix v. buxifolium (Chauvin) J. Agardh yang diuji dengan metode deoksiribosa.

2.Variabel tergantung

Variabel tergantung berupa aktivitas penangkapan radikal hidroksil fraksi etil

asetat ekstrak metanolik alga coklat Sargassum hystrix v. buxifolium (Chauvin) J.

(49)

3. Variabel pengacau

Variabel pengacau dalam penelitian ini ada dua jenis, yaitu:

a. Variabel pengacau terkendali, termasuk di dalamnya adalah temperatur dan waktu inkubasi yang digunakan dalam penelitian.

b. Variabel pengacau tak terkendali, termasuk di dalamnya adalah kestabilan bahan (vitamin C) dalam larutan.

C. Definisi Operasional

1. Ekstrak metanolik alga coklat adalah ekstrak hasil proses sokhletasi serbuk alga

coklat Sargassum hystrix v. buxifolium (Chauvin) J. Agardh dengan penyari

metanol hingga larutan jernih.

2. Fraksi etil asetat adalah hasil fraksinasi ekstrak metanolik alga coklat dengan

menggunakan etil asetat.

3. Larutan kontrol merupakan larutan yang terdiri dari reagen Fenton, larutan

deoksiribosa, bufer fosfat, asam trikloroasetat, dan asam tiobarbiturat.

4. Larutan sampel merupakan larutan kontrol yang telah diberi fraksi etil asetat (butir

2)dengan berbagai konsentrasi.

5. Persen scavenging (% scavenging) adalah persen yang menyatakan kemampuan

suatu senyawa untuk menangkap suatu radikal bebas.

6. Effective Scavenging 50 (ES50) merupakan nilai konsentrasi fraksi etil asetat yang

(50)

D. Bahan-bahan Penelitian

Alga coklat Sargassum hystrix v. buxifolium (Chauvin) J. Agardh (dari pantai

Drini, Gunung Kidul, Yogyakarta), akuades (Laboratorium Kimia Organik Fakultas

Farmasi Universitas Sanata Dharma), dan bahan-bahan kualitas p.a. E. Merck yaitu:

metanol, etil asetat, kalium hidroksida, natrium klorida, tanin, natrium karbonat,

dinatrium hidrogen fosfat, kalium dihidrogen fosfat, ferri klorida heksahidrat,

Natrium etilendiamin asam tetraasetat (Na EDTA), larutan hidrogen peroksida 30%,

L (+) asam askorbat (vitamin C), asam tiobarbiturat (TBA), dan asam trikloroasetat

(TCA). Sementara bahan yang lain: kloroform, gelatin croda (Brataco Chemica),

reagen Folin Ciocalteau dan 2-deoksi-D-ribosa (Sigma Chem. Co., USA).

E. Alat-alat Penelitian

Seperangkat spektrofotometer UV-Vis Perkin Elmer Lamda 20, pH-meter

Metrohm 632, Vacuum rotaevaporator (Janke & Kunkel), Timbangan elektrik BP

160 readability 0.01 mg, Waterbath (Emerson), Mikropipet 200-1000 µL (Acura 825,

Socorex), Tabung reaksi bertutup (Scott-Germany), Hot plate (Heidolph), Freezer (Toshiba), Alat-alat untuk sokhletasi, yaitu Sokhlet, Labu alas bulat (Schott Duran,

Germany), Heating mantle, Termometer, Corong pisah, Oven, Blender, Pengayak, dan alat-alat gelas yang lazim digunakan untuk penelitian di laboratorium analisis

(51)

F. Tata Cara Penelitian

1. Persiapan Sampel Alga Coklat Sargassum hystrix v. buxifolium (Chauvin) J. Agardh

a. Pembuatan serbuk sampel alga coklat

Alga dikumpulkan pada tanggal 23 Maret 2007 di pantai Drini, Gunung

Kidul, Yogyakarta, kemudian dicuci dengan air mengalir. Alga diautoklaf

pada temperatur 1000C selama 30 menit dan dikeringkan dengan oven pada

temperatur 90 °C selama 6 hari. Setelah itu, alga diserbuk menggunakan

blender lalu diayak dengan ayakan nomor mesh 20/30. b. Penetapan kadar air dalam serbuk alga coklat

Serbuk alga ditimbang sebanyak 5 g, kemudian dimasukkan ke dalam

alat moisture balance yang sudah ditara terlebih dulu. Panaskan alat pada

temperatur 110 0C selama 15 menit. Catat persen sisa bobot zat setelah

pemanasan seperti yang tertera dalam alat.

2. Isolasi Crude Florotannin dari Serbuk Alga Coklat Sargassum hystrix v. buxifolium (Chauvin) J. Agardh

a. Pembuatan ekstrak metanol alga coklat

Serbuk alga yang ditimbang sebanyak 80 g, dimasukan ke dalam kantong

kertas saring, kemudian dimasukkan ke labu sokhlet dan diberi pelarut

metanol sebanyak 2 kali sirkulasi. Proses sokhletasi dilakukan sampai tetesan

(52)

diuapkan pelarutnya dengan menggunakan vacuum rotary evaporator sampai

volume yang kecil (1/10 dari volume mula-mula).

b. Fraksinasi ekstrak metanol alga coklat

Ekstrak yang telah diuapkan ditambahkan 60 ml metanol, 120 ml

kloroform, dan 45 ml akuades. Kocok campuran beberapa kali, kemudian

diamkan hingga terbentuk dua lapisan. Pisahkan keduanya, selanjutnya

lapisan atas diekstraksi dengan etil asetat dua kali @75 ml. Kumpulkan fraksi

etil asetat, uapkan di waterbath dengan temperatur 80 0C sampai kering,

sehingga diperoleh fraksi yang merupakan crude phlorotannin. Fraksi

kemudian disimpan di dalam freezer.

3. Uji Kualitatif Senyawa Fenolik

a. Pembuatan larutan sampel fraksi etil asetat

Timbang 0,025 g fraksi etil asetat, masukkan ke dalam labu ukur 25 ml.

Tambahkan akuades hingga tanda, sehingga diperoleh konsentrasi sebesar 1

mg/ml.

b. Pembuatan larutan standar tanin

Timbang 0,025 g standar tanin, masukkan ke dalam labu ukur 25 ml.

Tambahkan akuades hingga tanda, sehingga diperoleh konsentrasi sebesar 1

mg/ml.

c. Uji pendahuluan

Sebanyak 1 ml larutan sampel pada butir a) ditambah 10 ml akuades,

(53)

kapas. Larutan berwarna kuning sampai merah menunjukkan adanya senyawa

yang mengandung kromofor dengan gugus hidrofilik. Jika ditambah larutan

KOH 6,5% b/v, warna larutan menjadi lebih intensif (Tejada, 2002).

d. Uji tanin (zat samak)

Sebanyak 1 ml larutan sampel pada butir a) dan 1 ml larutan tanin pada

butir b) (sebagai kontrol positif) ditambah 1 ml NaCl 2%. Bila terjadi suspensi

(endapan) disaring melalui kertas saring. Filtrat ditambah 5 ml larutan gelatin

1%. Terbentuknya endapan menunjukkan adanya tanin (Evans, 2002).

e. Uji polifenol

Sebanyak 1 ml larutan sampel pada butir a) dan 1 ml larutan tanin pada

butir b) ditambah 3 tetes besi (III) klorida 9% b/v. Jika terjadi warna biru

menunjukkan adanya senyawa fenolik (Farnsworth et al., 1970).

f. Uji dengan reagen Folin Ciocalteau

Pipet 5 ml larutan sampel pada butir a) dan 5 ml larutan tanin pada butir

b) dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang mengandung 2,5 ml pereaksi

fenol Folin-Ciocalteau yang telah diencerkan dengan akuades 1:1. Diamkan

selama 2 menit. Tambahkan 7,5 ml Na2CO3 1,9 M. Terbentuknya warna biru

(54)

4. Uji Aktivitas Penangkapan Radikal Hidroksil dengan Metode Deoksiribosa a. Persiapan

Pembuatan reagen Fenton

1. Larutan FeCl

3 1 mM

Timbang seksama lebih kurang 13,52 mg FeCl3.6H2O, masukkan ke

dalam labu ukur 10 ml dan larutkan dengan akuades hingga tanda. Ambil

2,0 ml larutan tersebut, masukkan ke dalam labu ukur 10 ml. Kemudian

encerkan dengan akuades hingga tanda.

2. Larutan EDTA 1 mM

Timbang seksama lebih kurang 18,61 mg Na EDTA, masukkan ke

dalam labu ukur 10 ml dan larutkan dengan akuades hingga tanda. Ambil

2,0 ml tersebut dan masukkan ke dalam labu ukur 10 ml. Kemudian

encerkan dengan akuades hingga tanda.

3. Larutan vitamin C 1 mM

Timbang seksama lebih kurang 17,61 mg vitamin C, masukkan ke

dalam labu ukur 10 ml dan larutkan dengan akuades hingga tanda. Ambil

1,0 ml larutan tersebut masukkan ke dalam labu ukur 10 ml. Kemudian

encerkan dengan akuades hingga tanda.

4. Larutan H2O2 20 mM

Ambil sebanyak 0,091 ml larutan H2O2 30 %, masukkan ke dalam

(55)

tersebut, diambil sebanyak 2,5 ml dan dimasukkan ke dalam labu ukur 10

ml. Kemudian encerkan dengan akuades hingga tanda.

Pembuatan larutan Deoksiribosa 2,5 mM

Timbang seksama lebih kurang 20,95 mg deoksiribosa, masukkan ke

dalam labu ukur 10 ml dan larutkan dengan akuades hingga tanda. Dari

larutan ini, diambil sebanyak 4,0 ml dan dimasukkan ke dalam labu ukur 25

ml. Kemudian encerkan dengan akuades hingga tanda.

Pembuatan larutan TCA 5 %

Timbang seksama 2,5 g TCA, masukkan ke dalam beker glass 50 ml dan

tambahkan akuades secukupnya. Pindahkan larutan ke labu ukur 50 ml dan

tambahkan akuades hingga tanda.

Pembuatan larutan TBA 1 %

Timbang seksama 0,25 g TBA, masukkan ke dalam beker glass 100 ml

dan tambahkan akuades secukupnya, kemudian dipanaskan di atas hot plate

hingga seluruh TBA larut. Setelah itu, pindahkan larutan TBA tersebut ke

dalam labu ukur 25 ml dan tambahkan akuades hingga tanda.

Pembuatan larutan bufer fosfat

Timbang seksama sebanyak 1,4196 g Na2HPO4, masukkan ke dalam

labu ukur 500 ml dan larutkan dengan akuades hingga tanda. Kemudian

timbang seksama sebanyak 0,6805 g KH2PO4, masukkan ke dalam labu ukur

(56)

secukupnya ke dalam beker glass dan tambahkan larutan KH2PO4

bertetes-tetes hingga tercapai pH 7,4 dengan bantuan pH meter.

Preparasi larutan standar tanin

Timbang 0,025 g serbuk tanin, larutkan di gelas beker dengan akuades

lalu masukkan ke dalam labu ukur 25 ml. Tambahkan akuades hingga tanda,

sehingga diperoleh konsentrasi 1 mg/ml.

Preparasi Larutan Sampel fraksi etil asetat

Timbang 0,025 g fraksi etil asetat, larutkan di gelas beker dengan

akuades lalu masukkan ke dalam labu ukur 25 ml. Tambahkan akuades hingga

tanda, sehingga diperoleh konsentrasi 1 mg/ml.

b. Pengujian dengan Metode Deoksiribosa

Penentuan OT (Operating Time)

Pada tabung reaksi bertutup masukkan 300 µl larutan deoksiribosa 2,5

mM kemudian tambahkan 300 µl FeCl3 1 mM, 300 µl EDTA 1 mM, 300 µl

H2O2 20 mM, 4200 µl bufer fosfat pH 7,4 dan 300 µl asam askorbat 1 mM.

Inkubasikan pada temperatur 37 0C selama 30 menit, kemudian tambahkan 1

ml TCA 5% dan 1 ml TBA 1%. Campuran tersebut dipanaskan pada

waterbath temperatur 80 0C selama 30 menit. Dinginkan dengan bantuan air mengalir selama 5 menit dan dibaca absorbansinya pada panjang gelombang

(57)

Penentuan Panjang Gelombang Maksimum (λmaks)

Pada tabung reaksi bertutup, masukkan berturut-turut, 200, 300, dan 400

µl larutan deoksiribosa 2,5 mM, kemudian pada masing-masing tabung

tersebut tambahkan 300 µl FeCl3 1 mM, 300 µl EDTA 1 mM, 300 µl H2O2

20 mM, bufer fosfat pH 7,4 dan 300 µl asam askorbat 1 mM (penambahan

bufer fosfat disesuaikan dengan volume deoksiribosa sehingga volume akhir

campuran adalah 6 ml). Inkubasikan pada temperatur 37 0C selama 30 menit,

kemudian tambahkan 1 ml TCA 5% dan 1 ml TBA 1%. Campuran tersebut

dipanaskan pada waterbath temperatur 80 0C selama 30 menit. Dinginkan

dengan bantuan air mengalir selama 5 menit dan lakukan scanning absorbansi

pada panjang gelombang 400-600 nm.

Pengujian Aktivitas Penangkapan Radikal Hidroksil Standar dan Larutan

Sampel

Pada 14 tabung reaksi, dimasukkan 600 µl larutan deoksiribosa 2,5 mM

dan larutan uji alga sebanyak 0 (sebagai kontrol negatif), 100, 200, 300, 400,

500, 600, 700, 800, 900 dan 1000 µl. Sebagai kontrol positif, masukkan 200,

400, 600, dan 800 µl larutan standar tanin ke dalam 4 tabung lainnya.

Kemudian ke dalam masing-masing tabung tersebut di atas, tambahkan 300 µl

FeCl3 1 mM, 300 µl EDTA 1 mM, 300 µl H2O2 20 mM, bufer fosfat pH 7,4,

dan 300 µl asam askorbat 1 mM (penambahan bufer fosfat disesuaikan

dengan volume larutan uji yang ditambahkan sehingga volume akhir

(58)

kemudian tambahkan 1 ml TCA 5% dan 1 ml TBA 1%. Campuran tersebut

dipanaskan pada waterbath temperatur 80 0C selama 30 menit, dinginkan dan

dibaca absorbansinya pada daerah operating time dan panjang gelombang

maksimum hasil pengukuran. Dari hasil absorbansi yang diperoleh

selanjutnya dihitung % scavengingnya dan dibuat persamaan regresi linier

yang merupakan hubungan antara konsentrasi fraksi etil asetat vs %

scavenging untuk menentukan nilai ES50. Lakukan replikasi sebanyak 5 kali.

G. Analisis Data

Aktivitas penangkapan radikal hidroksil dari larutan uji dilaporkan sebagai %

inhibisi degradasi deoksiribosa yang dihitung sebagai :

% Scavenging = x 100%

A kontrol = Absorbansi campuran reaksi kontrol

A uji = Absorbansi campuran larutan uji

Nilai ES50 ditetapkan menggunakan persamaan regresi linier, dengan sumbu x

(59)

41

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Persiapan sampel Alga Coklat Sargassum hystrix v. buxifolium (Chauvin) J. Agardh

Alga coklat Sargassum diambil dari Pantai Drini, Gunungkidul, Yogyakarta pada musim penghujan, tepatnya pada tanggal 23 Maret 2007. Pengambilan sampel

ini dilakukan saat air laut surut sekitar 300 m dari tepi pantai pada pukul 16.00-17.00

BBWI dan temperatur air laut mencapai 270C. Terdapat banyak karang pada daerah

pantai tempat diambilnya alga coklat Sargassum. Hal ini dikarenakan secara ekologis, alga coklat berperan dalam pembentukan ekosistem terumbu karang. Umur alga

coklat Sargassum yang dipanen tidak dapat diketahui secara pasti karena alga ini langsung diambil dari alam dan bukan merupakan jenis alga coklat Sargassum yang dibudidayakan (Stephanie, 2007).

Identifikasi spesies alga dilakukan di Laboratorium Taksonomi Tumbuhan

Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Berdasarkan hasil

identifikasi, sampel alga coklat Sargassum termasuk dalam ordo Fucales, famili Sargassaceae, genus Sargassum, dan spesies Sargassum hystrix v. buxifolium

(Chauvin) J. Agardh (Stephanie, 2007) .

(60)

Sargassum hystrix v. buxifolium (Chauvin) J. Agardh. dari spesies alga coklat Sargassum lainnya. Pemisahan dilakukan dengan melihat ciri-ciri fisiknya yaitu daun panjang, lurus (tidak bergelombang), dan mempunyai banyak percabangan.

Pencucian alga utuh dilakukan dengan air mengalir untuk menghilangkan

kotoran-kotoran yang menempel pada permukaan alga berupa epifit, sedimen, pasir yang

mengandung silikat, zat kapur, dan bahan organik asing yang bukan berasal dari alga

coklat Sargassum hystrix v. buxifolium (Chauvin) J. Agardh, yang dapat mengganggu

proses analisis kuantitatif polifenol menggunakan metode Folin-Ciocalteau

(Stephanie, 2007).

Setelah proses pencucian, alga coklat di autoklaf pada temperatur 1000C

selama 30 menit untuk menginaktifasi enzim polifenol oksidase. Enzim ini dapat

mengkatalisis 2 reaksi oksidatif dengan kombinasi molekul oksigen, yaitu:

hidroksilasi monofenol menjadi o-difenol (oksidasi monofenol) dan oksidasi difenol

menjadi o-kuinon (oksidasi difenol) (Whitaker, 1996), seperti terlihat pada gambar 8.

Proses oksidasi polifenol ini menyebabkan polifenol kehilangan gugus –OH, gugus

yang bertanggung jawab atas aktivitas antioksidan.

Enzim polifenol oksidase bersifat termolabil. Menurut penelitian Gonzalez et

al. (1992), polifenol oksidase dalam ekstrak alpukat akan kehilangan aktivitasnya sebesar 98 % pada pemanasan temperatur 800C selama 30 menit, sedangkan pada

penelitian Chutintrasri dan Noomhorm (2003), polifenol oksidase yang terkandung

(61)

temperatur 900C selama 30 menit. Oleh karena itu, dibutuhkan temperatur yang lebih

besar dari 900C untuk menginaktifasi enzim tersebut.

OH CH3 OH OH O2 O2 BH2 OH CH3 OH O O B

2H2O

H2O

p-Cresol

+ +

Donor proton

+ +

4-Methyl cathecol 1. Oksidasi Monofenol

2. Oksidasi Difenol

2 + 2 +

Cathecol o-Benzoquinone

Gambar 8. Reaksi oksidasi monofenol dan difenol oleh polifenol oksidase

(Miyawaki, 2006)

Selanjutnya, sampel alga coklat Sargassum hystrix v. buxifolium (Chauvin) J.

Agardh. dikeringkan dalam oven dengan temperatur 900C hingga benar-benar kering

(simplisia mudah dihancurkan dengan kekuatan tangan). Ketebalan lapisan alga

coklat Sargassum hystrix v. buxifolium (Chauvin) J. Agardh di oven harus diperhatikan agar pengeringan dapat berjalan sempurna sehingga mencegah

tumbuhnya jamur dan mikroba lain yang dapat merusak senyawa-senyawa yang

terkandung dalam alga coklat. Tujuan pengeringan adalah mempermudah

(62)

Serbuk simplisia kemudian diayak dengan derajat halus 20/30. Serbuk yang terlalu

halus akan mempersulit penyaringan, karena butir-butir halus tadi membentuk

suspensi yang sulit dipisahkan dengan hasil penyaringan. Dengan demikian hasil

penyarian tidak murni lagi tetapi bercampur dengan partikel-partikel halus tadi.

Dengan penyerbukan yang terlalu halus juga menyebabkan banyak dinding sel yang

pecah sehingga zat yang tidak diinginkanpun ikut ke dalam hasil penyarian (Anonim,

1986).

Penetapan kadar air dilakukan menggunakan moisture balance dimana serbuk

alga coklat dipanaskan selama 15 menit pada suhu 1100C dan dicatat persen bobot

sisa serbuk setelah pemanasan. Serbuk diambil dari wadah plastik yang disimpan

pada temperatur kamar. Tujuan penetapan kadar air adalah menjamin bahwa kadar air

dalam simplisia memenuhi standar yang ditetapkan, sehingga dapat menghindari

pertumbuhan mikroorganisme atau jamur yang menyebabkan rusaknya kandungan

kimia dalam serbuk. Selain itu, adanya lembab dalam simplisia juga mempermudah

terjadinya oksidasi polifenol. Standar yang dipergunakan adalah kadar air dalam

serbuk simplisia tidak boleh lebih dari 10% (Anonim, 1995).

Tabel 2. Hasil penetapan kadar air dalam serbuk alga

Replikasi Kadar air (%)

I 9,33 II 9,31 III 9,74 Rata-rata 9,46

(63)

Dari hasil yang ditunjukkan tabel 2, didapatkan bahwa kadar air dalam serbuk

simplisia kurang dari 10%, sehingga serbuk simplisia masih memenuhi persyaratan

yang ditetapkan.

B. Isolasi Crude Florotannin dari Serbuk Alga Sargassum hystrix

Serbuk alga Sargassum hystrix yang telah ditimbang, diekstraksi dengan cara

sokhletasi. Pemilihan cara ekstraksi ini didasarkan atas efisiensi dan efektivitas

sokhletasi, yaitu pelarut yang digunakan untuk menyari zat aktif selalu baru dan tidak

perlu diganti sehingga kapasitas dalam menyari zat aktif lebih besar. Proses

sokhletasi dilakukan pada temperatur 800C (temperatur di atas titik didih metanol,

64,51 0C) sampai cairan penyari menjadi jernih dengan total waktu 33 jam. Pada

penelitian ini tidak dilakukan optimasi waktu proses sokhletasi. Alasan penggunaan

metanol sebagai cairan penyari dibandingkan aseton 70% adalah karena sifat metanol

yang lebih polar, sehingga lebih selektif dalam mengekstraksi senyawa-senyawa

polar terutama florotannin. Penggunaan metanol sebagai cairan pengekstraksi

mengacu pada penelitian Nagayama et al. (2002).

Setelah proses sokhletasi selesai, ekstrak diuapkan menggunakan vacuum

rotary evaporator sampai volume kecil (sekitar 1/10 volume mula-mula). Tujuan penguapan ialah memekatkan ekstrak sehingga mempermudah proses fraksinasi.

Proses fraksinasi mengacu pada fraksinasi yang dilakukan oleh Nagayama et

(64)

fase bawah. Kloroform memiliki berat jenis yang lebih besar dari pada metanol-air,

sehingga fase kloroform berada di bawah dan fase metanol-air berada di atas. Fase

kloroform yang lebih non polar dibandingkan dengan metanol-air akan melarutkan

senyawa-senyawa yang non polar seperti pigmen, lipid dan vitamin E sedangkan fase

metanol-air akan menarik senyawa-senyawa yang lebih polar seperti polisakarida,

florotannin, iodin, vitamin C, mineral dan garam alginat. Fase metanol-air kemudian

diekstraksi sebanyak 2 kali menggunakan pelarut etil asetat dengan perbandingan 75:

75 ml. Ekstraksi dilakukan sebanyak dua kali karena hasil ekstraksi lebih baik jika

jumlah ekstraksi yang dilakukan berulang-ulang dengan jumlah pelarut sedikit-sedikit

(Khopkar, 1990). Pelarut etil asetat akan menarik zat-zat yang bersifat relatif lebih

non polar seperti florotannin sedangkan fase metanol akan menarik senyawa-senyawa

yang lebih polar seperti vitamin C, iodin, garam alginat, mineral dan polisakarida,

sehingga akan didapatkan fraksi yang lebih murni.

Fraksi etil asetat dikumpulkan dan diuapkan pada temperatur 80 0C

(temperatur di atas titik didih etil asetat; 77,11 oC) sampai kering sehingga diperoleh

crude florotannin yang akan diuji aktivitas antioksidannya. Untuk meminimalkan kerusakan polifenol florotannin, fraksi dibungkus dengan aluminium foil dan

disimpan di dalam freezer. Penyimpanan di dalam freezer mengacu pada penelitian

(65)

C. Uji Kualitatif Senyawa Fenolik

Florotannin merupakan senyawa polifenol oleh karena itu, dilakukan uji

tabung yang mampu mengidentifikasi adanya polifenol.

1. Uji pendahuluan

Adanya penambahan KOH (basa) akan menyebabkan polifenol dalam fraksi

mudah teroksidasi oleh udara menjadi bentuk kuinon sehingga hasil positif

ditunjukkan dengan warna larutan yang lebih gelap karena adanya perpanjangan

gugus kromofor. Pemanasan akan mempercepat proses oksidasi tersebut. Pada uji

tabung, larutan uji menunjukkan hasil negatif.

2. Uji tanin

Florotannin merupakan subkelompok dari tanin (Koivikko et al., 2005), oleh

karena itu dilakukan uji gelatin untuk mengidentifikasi florotannin. Tanin dapat

berikatan dengan protein gelatin (ikatan hidrogen atau interaksi hidrofobik) sehingga

menyebabkan presipitasi (Bruneton, 1999). Penambahan NaCl meningkatkan

sensitivitas reaksi melalui fenomena salting out pada kompleks tanin-protein. Apabila

presipitasi hanya terjadi saat penambahan garam, disebut reaksi positif palsu

(Fansworth et al., 1970). Pengujian menunjukkan hasil negatif karena tidak terbentuk

endapan sedangkan kontrol positif tanin menghasilkan suspensi (larutan menjadi

keruh).

3. Uji polifenol

Penambahan FeCl3 berfungsi membentuk kompleks warna biru dengan gugus

(66)

memberikan hasil negatif (tidak terdapat warna biru), sedangkan kontrol positif tanin

menunjukkan terbentuknya warna biru.

Ketiga uji tabung di atas memberikan hasil negatif dikarenakan konsentrasi

polifenol yang kecil sehingga uji tabung tidak cukup sensitif untuk mendeteksi

keberadaan polifenol.

4. Uji dengan reagen Folin-Ciocalteau

Uji ini didasarkan pada reaksi oksidasi reduksi yaitu pada suasana basa, ion

fenolat yang berasal dari senyawa fenolik mudah teroksidasi oleh asam fosfomolibdat

sementara juga mereduksinya membentuk produk berwarna biru (Waterman dan

Mole, 1994). Pengujian menunjukkan hasil positif larutan bewarna biru. Hal ini

menunjukkan bahwa fraksi etil asetat mengandung polifenol.

D. Penentuan Operating Time

Tujuan penetapan operating time ialah menentukan rentang waktu dimana

kromogen MDA-TBA menunjukkan absorbansi yang stabil, sehingga pengukuran

bisa reprodusibel dan kesalahan analisis diminimalkan. Penetapan operating time

dilakukan dengan mengukur absorbansi kromogen MDA-TBA pada panjang

gelombang teoritis 532 nm setiap 2 menit selama 60 menit. Hasilnya terlihat pada

gambar 9, yaitu pada menit ke-0 sampai ke-60, absorbansi memberikan nilai yang

stabil yang menunjukkan bahwa reaksi antara MDA dan TBA sudah sempurna dan

(67)

Pembentukan warna dilakukan dengan mereaksikan campuran reaksi yang

telah diinkubasi dengan asam trikloroasetat (TCA) dan asam tiobarbiturat (TBA).

Penambahan TCA berfungsi untuk menurunkan kecepatan reaksi degradasi

deoksiribosa oleh radikal hidroksil karena dalam suasana asam proses oksidasi

vitamin C akan terhambat. Dengan terhambatnya proses oksidasi vitamin C maka

proses reduksi dari Fe3+ menjadi Fe2+ akan terhambat pula sehingga pembentukan

radikal hidroksil juga akan terhambat. Reagen TCA juga memberikan suasana asam

sehingga mengkatalisis reaksi pembentukan kromogen MDA-TBA.

(68)

N N H O H H O H S N N H O H O H S H + H H

Gambar 10. Reaksi pembentukan enol pada TBA (Purwantoko, 2006)

N N H O H O H S H O H O H N N H O O H S H OH H H O N N H O H O H S H N N H O O H S N N OH OH H H H O S O H H H H N N H O O H S N N OH H H O S H O H H H

-H2O N

N H O O H S N N H H O S H O H H H N N OH OH S N N HO SH OH MDA-TBA berwarna pink OH H H OH H H N N H O O H S N N H H O S H O H H N N H O O H S N N H H O S H O H H OH H H

- H2O

N N OH OH S N N HO S OH H

<

Gambar

Gambar 1. Struktur floroglusinol (i) dan florotannin [tetrafucol A (ii), tetrafloretol B (iii), fucodiflorethol A (iv), tetrafuhalol A (v), tetraisofuhalol (vi), phlorofucofuroeckol (vii)] (Ragan dan Glombitza, 1986)
Gambar 2. Struktur kimia difloretohidroksikarmalol (Heo et al., 2006)
Gambar 4. Struktur gula deoksiribosa (Murray et al., 1997)
Gambar 6. Struktur Malonaldehid
+7

Referensi

Dokumen terkait

Serdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reforrnasi Sirokrasi Republik Indonesia Nomor 102 Tahun 2018 tanggal 29 Agustus 2018 tentang

Obyek dari penelitian ini adalah kuat tekan silinder beton dan kuat lentur balok beton bertulang menggunakan pecahan keramik sebagai pengganti sebagian agregat kasar dan bv

Enam kelompok pengeluaran mengalami kenaikan indeks/inflasi yaitu kelompok bahan makanan 2,77 persen; kelompok perumahan, air, listrik, gas &amp; bahan bakar 0,49

i, karena Hak tanggungan termasuk dalam ranah hukum perdata, yang mana untuk terjadinya suatu perjanjian, salah satu syarat mutlak adalah kesepakatan antara para

Dengan ditetapkanya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang telah ditindaklanjuti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa

Payung Pusaka Mandiri agar dalam data yang dihasilkan bersifat Untuk mempermudah proses penggajian dan perhitungan pajak penghasilan pada PT Payung Pusaka Mandiri adalah dengan

(1) Notaris Pembuat akta koperasi mempunyai tugas pokok membuat akta otentik sebagai bukti telah dilakukannya suatu perbuatan hukum tertentu dalam proses pendirian,

Berdasarkan perhitungan lotsizing dengan menggunakan 4 teknik yang berbeda serta serta perhitungan total biaya pembelian, langkah selanjutnya adalah menghitung biaya