YANG DIUNGKAP MELALUI METODE FOCUS GROUP DISCUSSION
DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KONSELING KELOMPOK
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Bimbingan dan Konseling
Oleh:
Nonci Kause
Nim: 061114013
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
i
YANG DIUNGKAP MELALUI METODE FOCUS GROUP DISCUSSION
DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KONSELING KELOMPOK
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Bimbingan dan Konseling
Oleh:
Nonci Kause
Nim: 061114013
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
ii
iv
*
Aku ini, jangan takut (Yoh 6:20)
*Percayalah pada diri sendiri dengan begitu
kamu akan berbuat banyak lebih dari yang
diperkirakan
*Tatkala hari kita tenang dan biasa, semua hari
adalah hari pencerahan (Gede Prama)
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahakan bagi:
v
karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 19 Mei 2011
vi
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma Nama : Nonci Kause
Nim : 061114013
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul: MASALAH-MASALAH PENYESUAIAN DIRI SISWI KELAS X ASRAMA PUTRI SMA STELLA DUCE 2 TAHUN PELAJARAN 2010/2011 YANG DIUNGKAP MELALUI METODE FOCUS GROUP DISCUSSION DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KONSELING KELOMPOK beserta perangkat yang diperlukan (bila ada).
Dengan demikian saya memberikan kepada Universitas Sanata Dharma untuk menyimpan, mengalihkan dan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya diinternet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberi royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya
Yogyakarta 19 Mei 2011 Yang menyatakan
vii
PUTRI SMA STELLA DUCE 2 TAHUN PELAJARAN 2010/2011 YANG DIUNGKAP MELALUI METODE FOCUS GROUP DISCUSSION DAN
IMPLIKASINYA TERHADAP KONSELING KELOMPOK
Nonci Kause
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
2011
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui masalah-masalah penyesuaian diri yang dialami oleh siswi kelas X asrama putri SMA Stella Duce 2 tahun pelajaran 2010/2011, yang diungkap dengan metode Focus Group Discussion. Masalah yang diteliti adalah: (1) Apakah masalah-masalah penyesuaian diri siswi kelas X asrama putri SMA Stella Duce 2 tahun pelajaran 2010/2011? (2) Apakah kegiatan konseling kelompok dapat membantu menyelesaikan masalah-masalah penyesuaian diri siswi kelas X asrama putri SMA Stella Duce 2 tahun pelajaran 2010/2011?.
Subyek penelitian ini adalah siswi kelas X asrama putri SMA Stella Duce 2 tahun pelajaran 2010/2011 yang berjumlah 55 siswi. Teknik analisis data yang digunakan adalah menganalisa jawaban siswi berdasarkan hasil diskusi melalui pengkodian. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah Focus Group Discussion (FGD), dengan panduan pertanyaan berjumlah 12 yang mencakup masalah: penyesuaian sosial, penyesuaian pribadi dan penyesuaian belajar.
Hasil penelitian menunjukan bahwa masalah penyesuaian diri yang dialami adalah sebagai berikut (1) masalah sosial yang meliputi: sikap kakak kelas, dimiliki oleh 55 siswi (100%), aturan unit dimiliki oleh 55 siswi (100%), perlakuan kakak kelas, dimiliki oleh 55 siswi (100%) (2) masalah belajar yang meliputi kegiatan belajar, dimiliki oleh 55 siswi (100%) (3) masalah pribadi yang meliputi: pengumpulan HP, dimiliki oleh 30 siswi dengan (54,54%), makanan di asrama dimiliki oleh 55 siswi (100%), perbedaan makanan suster dan anak asrama, dimiliki oleh 22 siswi (40%), pembuatan buku keuangan, dimiliki oleh 22 siswi (40%).
Kegiatan konseling kelompok dengan menggunakan terapi client center
viii
PROBLEMS ON SELF ADJUSTMENT OF CLASS X STUDENTS LIVING IN STELLA DUCE 2 SENIOR HIGH SCHOOL DORMITORY, SCHOOL YEAR
2010/2011 AS REVEALED THROUGH FOCUS GROUP DISCUSSION AND ITS IMPLICATIONS ON GROUP COUNSELING
Nonci Kause
Sanata Dharma University Yogyakarta
2011
This study aimed to know the problems on self adjustment of class X students who lived in the Stella Duce 2 Senior High School Dormitory, School Year 2010/2011 as revealed through Focus Group Discussion. The problems questioned were: (1) What are the problems of self adjustment of class X students living in Stella Duce 2 Senior High School Dormitory, School Year 2010/2011? (2) Are the activities of group counseling can help the problems of self adjustment of these students?
The subjects of the study were 55 class X students of Stella Duce 2 Senior High School who lived in the school dormitory. All of these students are female. The results of the discussion were analyzed using data coding. The method for data gathering used Focus Group Discussion (FGD). There were 12 questions to guide the FGD which covered questions on social adjustment, personal adjustment, and learning adjustment.
ix
Syukur dan terimakasih kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah menganugerakan rahmatNya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Ucapan terimakasih ditujukan kepada:
1. Dr. M.M Sri Hastuti, M.Si., sebagai Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. A. Setyandari, S.Pd., Psi., M.A., sebagai Sekretaris Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
3. Dra. M. J. Retno Priyani, M.Si., sebagai dosen pembimbing skripsi yang penuh perhatian dan kesabaran merelakan waktu, pikiran dan tenaga untuk mendampingi, memberi semangat, masukan dalam penyelesaian skripsi ini.
4. Drs. R. H. Dj. Sinurat, M.A. sebagai dosen penguji skripsi yang telah memberikan masukan dan kritik untuk perbaikan penulisan skripsi ini.
5. Br. Y. Triyono, SJ, SS, MS. sebagai dosen penguji yang telah memberikan masukan dan kritik demi perbaikan penulisan skripsi ini.
6. Seluruh Dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling yang telah memberikan ilmu dan pengalaman berharga selama kuliah.
7. Sekretariat Program Studi Bimbingan dan Konseling atas layanan yang diberikan selama ini.
8. Tim FGD: Modestus, Anno, Dhita Anggoro, Chandra, Adit, Lina, Yohanes Berchmans, Guru, Siska, Ardi Wicaksana, Theresia Bekti, yang merelakan waktu, tenaga, pikiran sehingga penelitian dapat berjalan dengan baik.
x
seluruh proses selama perkuliahan, terutama doa-doanya yang menguatkan dalam menjalankan perutusan ini.
11.Komunitas Pakuningratan (Sr. Elisia, CB, Sr. Petra, CB, Sr. Wihelmie, CB, Sr. Krisanti, CB, Sr. Roberta, CB, Sr. Trisiani, CB dan Sr. Gemma, CB) atas perhatian, cinta dan doa-doa.
12.Para Suster St. Anna yang telah mendukung melalui doa-doa.
13.Orang tua, kakak, adik yang telah mendukung lewat perhatian dan doa-doa.
14.Teman-teman seperjuangan angkatan 2006 atas kerjasama, saling berbagi, saling mendukung, dalam suka dan duka selama kuliah.
Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan dunia pendidikan, khususnya dalam bidang Bimbingan dan Konseling.
Yogyakarta, 19 Mei 2011
xi
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
MOTTO DAN HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK ... vi
ABSTRAK ... vii
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Tujuan penelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian ... 7
E. Batasan Istilah ... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Diri ... 10
1. Pengertian Penyesuaian Diri ... 10
2. Aspek-aspek Penyesuaian Diri ... 13
3. Ciri-ciri Penyesuaian Diri Yang Baik ... 18
4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri ... 21
B. Masalah ... 24
1. Arti Masalah ... 24
2. Masalah Penyesuaian Pribadi, Sosial dan Belajar Siswi ... 24
3. Pembagian Masalah Menurut Intensitasnya ... 27
C. Asrama Putri SMA Stella Duce 2. ... 29
1. Pengertian Asrama Putri SMA Stella Duce 2 ... 29
xii
5. Tata Tertib Dalam Hal Belajar ... 33
6. Kegiatan Pembinaan Pengembangan Kepribadian ... 34
D. Konseling Kelompok ... 36
1. Pengertian Konseling Kelompok ... 36
2. Ciri-ciri Konseling Kelompok ... 40
3. Tujuan Konseling Kelompok ... 40
4. Komponen-komponen Konseling Kelompok ... 43
5. Proses Konseling Kelompok ... 48
E. Mafaat Kegiatan Konseling Kelompok Dalam Mengatasi Masalah Penyesuaian Siswi Kelas X Asrama Putri SMA Stella Duce 2 ... 51
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 54
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 65
B. Pembahasan ... 96
BAB V KEGIATAN KONSELING KELOMPOK DALAM MENGATASI MASALAH PENYESUAIAN DIRI SISWI KELAS X ASRAMA PUTRI SMA STELLA DUCE 2 A. Pendampingan ... 109
B. Pelaksanaa Konseling Kelompok ... 111
BAB VI RINGKASAN, KESIMPULAN, SARAN A. Kesimpulan ... 121
xiv
Tabel 6 : Masalah-masalah Penyesuaian Diri Yang Diungkapkan Oleh Siswi Kelas X Asrama Putri SMA Stella Duce 2 Tahun Pelajaran 2010/2011 ... 69
Tabel 7 : Hal-hal Yang Membuat Siswi Kelas X SMA Stella Duce 2 Tahun Pelajaran 2010/2011 Dapat Menyesuaikan Diri Di Asrama ... 71
Tabel 8 : Masalah-masalah Penyesuaian Diri Yang Diungkapkan Oleh Siswi Kelas X Asrama Putri SMA Stella Duce 2 Tahun Pelajaran 2010/2011 ... 72
Tabel 9 : Hal-hal Yang Membuat Siswi Kelas X SMA Stella Duce 2 Tahun Pelajaran 2010/2011 Dapat Menyesuaikan Diri Di Asrama ... 74
Tabel 10 : Masalah-masalah Penyesuaian Diri Yang Diungkapkan Oleh Siswi Kelas X Asrama Putri SMA Stella Duce 2 Tahun Pelajaran 2010/2011 ... 76
Tabel 11 : Hal-hal Yang Membuat Siswi Kelas X SMA Stella Duce 2 Tahun Pelajaran 2010/2011 Dapat Menyesuaikan Diri Di Asrama ... 78
Tabel 12 : Masalah-masalah Penyesuaian Diri Yang Diungkapkan Oleh Siswi Kelas X Asrama Putri SMA Stella Duce 2 Tahun Pelajaran 2010/2011 ... 79
Tabel 13 : Hal-hal Yang Membuat Siswi Kelas X SMA Stella Duce 2 Tahun Pelajaran 2010/2011 Dapat Menyesuaikan Diri Di Asrama ... 82
Tabel 14 : Masalah-masalah Penyesuaian Diri Yang Diungkapkan Oleh Siswi Kelas X Asrama Putri SMA Stella Duce 2 Tahun Pelajaran 2010/2011 ... 83
xv
Tahun Pelajaran 2010/2011 ... 88 Tabel 17 : Identifikasi Dari Keseluruhan Kelompok Mengenai Hal-hal Yang
Membuat Siswi Kelas X SMA Stella Duce 2 Tahun Pelajaran
2010/2011 Dapat Menyesuaikan Diri Di Asrama ... 90 Tabel 18 : Hasil FGD Berdasarkan Kategori Masalah-masalah Penyesuaian Diri
Siswi Kelas X Asrama Putri SMA Stella Duce 2 Tahun Pelajaran
2010/2011 ... 91 Tabel 19 : Persentase Masalah-masalah Penyesuaian Diri Siswi Kelas X Asrama
Putri SMA Stella Duce 2 Tahun Pelajaran 2010/2011 ... 94 Tabel 20 : Persentase Hal-hal Yang Membuat Siswi Kelas X Asrama Putri SMA
Stella Duce 2 Tahun Pelajaran 2010/2011 Dapat Menyesuaikan Diri 95 Tabel 21 : Kesadaran Yang Muncul Setelah Kegiatan Konseling Kelompok
Mengenai Hal-hal Yang akan Dilakukan Agar Dapat Mengatasi
Masalah Penyesuaian Diri ... 116
xvi
Halaman
Lampiran 1 : Panduan Pertanyaan FGD ... 127
Lampiran 2 : Panduan Untuk TIM FGD ... 129
Lampiran 3 : Aturan Selama Proses FGD ... 137
Lampiran 4 : Jawaban Kelompok /Ungkapan Kelompok ... 139
1
BAB I
PENDAHULUAN
Pada bab ini akan dibahas latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan batasan istilah.
A. Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu berusaha melakukan penyesuaian diri baik secara sadar maupun tidak sadar, kapan saja dan di mana saja, individu menghadapi kondisi-kondisi lingkungan baru yang membutuhkan suatu respon. Bahkan sejak lahir manusia dihadapkan dengan proses penyesuaian diri, dalam “dunia baru”, suasana baru yang ditemui (Sobur, 2003:523)
Sebagai makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran orang lain, dibutuhkan adanya keselarasan diantara manusia itu sendiri. Agar hubungan interaksi berjalan baik diharapkan manusia mampu untuk beradaptasi atau menyesuaikan diri terhadap lingkungan fisik maupun lingkungan sosialnya, sehingga dapat menjadi bagian dari lingkungan tanpa menimbulkan masalah pada dirinya. Dengan kata lain berhasil atau tidaknya manusia dalam menyelaraskan diri dengan lingkungannya sangat tergantung dari kemampuan penyesuaian dirinya.
Ketiga faktor tersebut secara konstan mempengaruhi individu dan hubungan tersebut bersifat timbal balik (Calhoun dan Acocella,1976). Dari diri sendiri yaitu jumlah keseluruhan dari apa yang telah ada pada diri individu, tubuh, perilaku dan pemikiran serta perasaan. Orang lain yaitu orang-orang di sekitar individu yang mempunyai pengaruh besar dalam kehidupan individu. Dunia luar yaitu penglihatan dan penciuman serta suara yang mengelilingi individu.
Proses penyesuaian diri pada setiap individu tidaklah mudah. Hal ini karena didalam kehidupannya terus dihadapkan pada pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Periode penyesuaian diri ini merupakan suatu periode khusus dan sulit dari rentang hidup manusia. Manusia diharapkan mampu memainkan peran-peran sosial baru, mengembangkan sikap-sikap sosial baru dan nilai-nilai baru sesuai dengan tugas-tugas baru yang dihadapi (Hurlock,1980).
Untuk menjadikan remaja mampu berperan serta dan melaksanakan tugasnya, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat tidaklah mudah, karena masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Pada masa ini dalam diri remaja terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang pesat pada fisik, psikis, maupun sosial. Salah satu tugas perkembangan masa remaja yang tersulit adalah yang berhubungan dengan penyesuaian sosial. Remaja harus menyesuaikan diri dengan lawan jenis dalam berhubungan yang belum pernah ada dan harus menyesuaikan dengan orang dewasa di luar lingkungan keluarga. Untuk mencapai tujuan dari pola sosialisasi dewasa, remaja harus banyak penyesuaian baru.
Bagi remaja pada umumnya dan secara khusus bagi siswi kelas X yang tinggal di asrama juga mengalami penyesuaian diri. Ada berbagai hal yang menuntut mereka untuk bisa cepat menyesuaikan diri seperti penyesuaian dengan teman-teman baru, para pendamping/pembimbing asrama, jadwal rutin mulai dari bangun pagi sampai tidur malam, tata tertib yang ditetapkan disetiap unit/kamar, makanan dan kegiatan belajar.
Untuk membantu agar mencapai penyesuaian diri yang baik maka, disediakan berbagai pola pendampingan, pembinaan yang bersifat jangka pendek dan jangka panjang. Pola jangka pendek dapat dilakukan melalui kegiatan MOS asrama yang meliputi perkenalan dengan seluruh pendamping asrama baik para suster pendamping maupun karyawan, pengenalan visi-misi asrama, dan orientasi tempat di lingkungan asrama, selain itu diadakan malam keakraban dengan seluruh warga asrama. Pendampingan jangka panjang misalnya adanya bimbingan pribadi dan kelompok, kegiatan pembinaan dalam bentuk time management, manajemen konflik, analisis sosial, dan week end. Setiap kegiatan bertujuan untuk membantu siswi kelas X dalam proses penyesuaian diri mampu menghayati visi-misi asrama yakni mencapai kepribadian utuh, mampu menghayati iman kristiani, cinta dan menghargai martabat manusia, mandiri serta tanggap terhadap kebutuhan sesama dan lingkungan masyarakat. Atau dengan kata lain berkembang secara optimal, membangun relasi yang baik dengan orang lain dan dapat mengembangkan bakat dan meningkatkan prestasi belajar.
Upaya membantu siswi agar dapat menyesuaikan diri dengan baik seringkali tidak mudah. Dalam hal tertentu siswi mengalami kesulitan dan bahkan kesulitan dapat menjadi sebuah masalah dalam menyesuaikan diri. Informasi dari pihak asrama putri SMA Stella Duce 2 inilah yang mendorong diadakannya penelitian. Beberapa hal yang menjadi motif penelitian antara lain: siswi sering jajan di luar asrama, mengalami konflik dengan kakak kelas, menurunnya prestasi belajar yang diamati lewat banyaknya siswi yang remidi saat ulangan harian, marah saat HP dikumpulkan dan ketika diminta membuat buku keuangan, bersikap acuh saat diingatkan oleh suster kalau berbuat kesalahan.
Berdasarkan informasi dan pengamatan, peneliti melihat bahwa para siswi kelas X sedang mengalami masalah penyesuaian diri. Menurut Hall (Santrock, 2003:10) remaja yang berusia 12 sampai 23 tahun sering jika mengalami masalah, mereka akan melakukan berbagai perilaku baru yang ingin diketahuinya. Masalah yang dialami dikategorikan dalam masalah sosial, masalah pribadi dan masalah belajar. Oleh karena itu perlu adanya bimbingan yang sesuai guna membantu mereka memperoleh pengetahuan dan keterampilan-keterampilan yang diperlukan dalam membuat pilihan-pilihan, rencana-rencana yang diperlukan untuk menyesuaikan diri dengan baik.
upaya membantu siswi adalah melalui proses layanan konseling kelompok, yang diharapkan membantu siswi untuk terbuka dalam mengungkapkan masalah yang sedang dialami, serta menyadari bahwa mereka tidak mengalami masalah tersebut sendirian, serta mampu mengambil tindakan yang efektif untuk dapat mengatasi permasalahan yang sedang dihadapi. Bentuk pendampingan konseling kelompok dirasa akan lebih lebih berhasil dengan menggunakan pendekatan Client Center, proses konseling berpusat pada diri klien.
Masalah-masalah penyesuaian diri dapat dilihat melalui observasi langsung menggunakan metode Focus Group Discussion (FGD). FGD efektif untuk mendapatkan informasi bagaimana cara berpikir, bertindak dalam penyesuaian diri. Melalui FGD juga diketahui masalah-masalah penyesuaian diri siswi secara riil, dan nyata.
Penelitian mengenai masalah-masalah penyesuaian diri siswi kelas X asrama putri SMA Stella Duce 2 tahun pelajaran 2010/2011 yang diungkap melalui metode Focus Group Discussion dan implikasinya terhadap konseling kelompok. Pengadaan penelitian ini diharapkan dapat diperoleh informasi, data mengenai masalah-masalah penyesuaian diri siswi kelas X untuk dapat meningkatkan kemampuan penyesuaian diri di asrama.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah masalah-masalah penyesuaian diri siswi kelas X asrama putri SMA Stella Duce 2 tahun pelajaran 2010/2011?
2. Apakah kegiatan konseling kelompok dapat membantu menyelesaikan masalah-masalah penyesuaian diri siswi kelas X asrama putri SMA Stella Duce 2 tahun pelajaran 2010/2011?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui masalah-masalah penyesuaian diri yang dialami oleh siswi kelas X asrama putri SMA Stella Duce 2 tahun pelajaran 2010/2011 terhadap kehidupan asrama, yang diungkap melalui metode
Focus Group Discussion
2. Memperoleh gambaran bahwa kegiatan konseling kelompok dapat membantu siswi kelas X asrama putri SMA Stella Duce 2 tahun pelajaran 2011/2012 dalam menyelesaikan masalah-masalah penyesuaian diri.
D. Manfaat Penelitian
1. Teoritik
a. Secara teoritik memperoleh informasi mengenai masalah penyesuaian diri yang dihadapi siswi kelas X melalui kegiatan
focus group discussion.
dengan layanan konseling kelompok bagi siswa yang mengalami masalah penyesuaian diri.
2. Praktis
a. Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh pendamping asrama putri SMA Stella Duce 2 dalam mengembangkan bimbingan bagi siswi yang mengalami kesulitan penyesuaian diri.
b. Sebagai acuan bagi pembimbing/pendamping asrama putri SMA Stella Duce 2 dalam pengembangan layanan bimbingan di asrama.
E. Batasan Istilah
a. Masalah penyesuaian diri adalah adanya hambatan yang mempersulit seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitar.
b. Penyesuaian Diri adalah kemampuan individu untuk bereaksi secara efektif, sehat dan penuh tanggung jawab dalam menghadapi segala situsi sosial dan kenyataan yang ada agar tercapai keseimbangan, keselarasan dan keharmonisan antara kebutuhan diri dan lingkungannya.
d. Focus group discussion adalah proses pengumpulan data dan informasi yang sistematis mengenai suatu permasalahan tertentu melalui diskusi kelompok yang terfokus.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penyesuaian Diri
1. Pengertian Penyesuaian Diri
Dalam kamus psikologi, penyesuaian diri disebut dengan istilah
adjustment. Adjusment merupakan suatu proses untuk mencari titik temu antara kondisi diri dan tuntutan lingkungan (Chaplin, 2006:11). Pendapat yang sama dikemukakan Fahmi (1977:24) bahwa penyesuaian diri adalah suatu proses dinamik terus-menerus yang bertujuan untuk mengubah kelakuan guna mendapatkan hubungan yang serasi antara diri dan lingkungan. Individu dituntut untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya agar dapat berkembang secara optimal.
Dayakisni dan Yuniardi (2008:190) memberi dua pengertian penyesuaian diri dalam pespektif budaya yaitu kemampuan bernegosiasi dengan anggota lain dan kemampuan mental untuk menghadapi lingkungan baru, atau dengan kata lain kesiapan batin/mental menghadapi lingkungan baru. Sunaryo (2004:221) berpendapat penyesuaian diri adalah usaha mengatasi kesulitan dan hambatan.
yang terjadi sepanjang kehidupan, maka manusia harus berusaha menemukan dan mengatasi rintangan, tekanan, dan tantangan untuk mencapai pribadi yang seimbang (Sundari, 2005:43). Proses penyesuaian diri membutuhkan kemampuan individu dalam memecahkan masalah secara sehat dan efisien sebab situasi dalam kehidupan selalu berubah. Individu mengubah tujuan dalam hidupnya seiring dengan perubahan yang terjadi di lingkungannya Ini berarti mengubah diri sesuai dengan keadaan lingkungan, tetapi juga mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan (keinginan diri) (Gerungan, 2004:221). Berdasarkan konsep penyesuaian diri sebagai proses, penyesuaian diri yang efektif dapat diukur dengan bagaimana individu mampu menghadapi lingkungan yang senantiasa berubah.
Menurut Hurlock (1980:263) orang yang dapat menyesuaikan diri dengan baik memiliki semacam harmoni dalam arti mereka merasa puas dengan dirinya walaupun sewaktu-waktu ada kekecewaan dan kegagalan tetapi mereka akan berusaha untuk terus mencapai tujuan. Kematangan diri membuat seseorang mampu mengatasi kesulitan penyesuaian diri secara dewasa.
sehingga konflik, kesulitan, dan frustrasi akan hilang dengan tingkahlaku yang efisien atau yang menguasai. Tuntutan lingkungan menjadi tantangan untuk tetap berusaha meraih tujuan, berusaha secara maksimal.
Rogers dalam Schultz (1991:55) mengemukakan orang-orang yang berfungsi sepenuhnya lebih mampu menyesuaikan diri dan bertahan terhadap perubahan-perubahan yang drastis dalam kondisi-kondisi lingkungan. Mereka memiliki kreativitas dan spontanitas untuk menanggulangi perubahan-perubahan. Mereka mempelajari ketrampilan-ketrampilan sosial seperti melakukan hubungan interpersonal dengan orang lain agar diterima (Hurlock, 1980:287). Artinya penyesuaian diri yang berhasil didasari oleh adanya kematangan dari dalam individu terhadap tuntutan-tuntutan dan norma-norma sosial yang akan membawa individu pada kematangan sosial.
Banyak orang mengalami kegagalan dalam menyesuaikan diri secara baik. Baik itu penyesuaian diri di sekolah, keluarga maupun di tempat kerja. Mereka yang mengalami kegagalan dalam penyesuaian diri mengalami stress, depresi dengan keadaan yang penuh tekanan, (Mu’tadin, ras ://www.e-psikologi.com)
yang ada agar tercapai keseimbangan, keselarasan dan keharmonisan antara kebutuhan diri dan lingkungannya. Hambatan yang terjadi di lingkungan menjadi motivasi untuk tetap berfungsi secara penuh meraih tujuan yang lebih optimal.
2. Aspek-aspek Penyesuaian Diri
Fatimah (2006:207) mengemukakan aspek-aspek penyesuaian diri yang baik terdiri dari:
a. Penyesuaian Pribadi
Penyesuaian pribadi adalah penerimaan individu terhadap dirinya sendiri. Penyesuaian pribadi berhubungan dengan konflik, tekanan dan keadaan dalam diri individu baik keadaan fisik maupun psikis. Penyesuaian pribadi yang baik atau buruk pada prinsipnya dilandasi oleh sikap dan pandangan terhadap diri dan lingkungan. Selain itu individu mampu untuk menerima dirinya sendiri, sehingga tercapai hubungan yang harmonis antara dirinya dengan lingkungan sekitarnya. Individu menyadari sepenuhnya siapa dirinya sebenarnya, apa kelebihan dan kekurangan serta mampu bertindak obyektif dengan kondisi dirinya.
remaja yang dapat menyesuaikan diri dengan baik akan merasa aman, bahagia, memiliki sikap dan pandangan positif.
b. Penyesuaian Sosial
Penyesuaian sosial terjadi dalam lingkup hubungan sosial tempat individu hidup dan berinteraksi. Individu bertingkah laku menurut sejumlah aturan, hukum, adat dan nilai-nilai yang mereka patuhi untuk mencapai penyelesaian bagi persoalan-persoalan hidup agar dapat tetap bertahan dalam jalan yang sehat dari segi kejiwaan dan sosial. serta kemampuan individu untuk mematuhi norma dan peraturan sosial yang ada, sehingga ia mampu menjalin relasi sosial dengan baik dan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Schneiders (1964) mengungkapkan bahwa penyesuaian diri meliputi enam aspek sebagai berikut:
a. Kontrol terhadap emosi. Aspek ini menekankan adanya kontrol emosi ketika menghadapi situasi tertentu dan ketenangan emosi individu untuk menghadapi permasalahan secara cermat dan dapat menentukan berbagai kemungkinan pemecahan masalah.
mengalami kegagalan dan menyatakan bahwa tujuan tersebut tidak berharga untuk dicapai.
c. Frustrasi personal yang minimal. Individu yang mengalami frustrasi ditandai dengan perasaan tidak berdaya dan tanpa harapan, maka akan sulit bagi individu untuk mengorganisir kemampuan berpikir, perasaan, motivasi dan tingkah laku dalam menghadapi situasi yang menuntut penyelesaian.
d. Pertimbangan rasional dan kemampuan mengarahkan diri. Individu memiliki kemampuan berpikir dan melakukan pertimbangan terhadap masalah atau konflik serta kemampuan mengorganisasi pikiran, tingkah laku, dan perasaan untuk memecahkan masalah, dalam kondisi sulit sekalipun menunjukkan penyesuaian yang normal. Individu tidak mampu melakukan penyesuaian diri yang baik apabila individu dikuasai oleh emosi yang berlebihan ketika berhadapan dengan situasi yang menimbulkan konflik.
melakukan analisis mengenai faktor-faktor apa saja yang membantu dan mengganggu penyesuaiannya.
f. Sikap realistik dan objektif. Sikap yang realistik dan objektif bersumber pada pemikiran yang rasional, kemampuan menilai situasi, masalah dan keterbatasan individu sesuai dengan kenyataan sebenarnya.
Sawrey (1968) mengungkapkan aspek-aspek penyesuaian diri yaitu:
a. Kesadaran selektif. Penyesuaian diri yang baik membutuhkan kemampuan diri individu untuk melakukan seleksi. Kemampuan untuk melakukan seleksi didasarkan pada pengalaman-pengalaman dan hasil belajar.
b. Kemampuan toleransi. Individu yang memiliki penyesuaian diri yang baik akan mampu menerima kehadiran individu lain dan menganggap individu tersebut apa adanya. Penyesuaian diri yang baik juga terlihat dari kemampuan menerima nilai hidup dan kode moral orang lain yang bertentangan dengan nilai hidup dan kode moral pribadi, serta mampu mengembangkannya dengan baik. c. Integritas kepribadian. Individu yang memiliki penyesuaian diri
d. Harga diri. Pandangan dan keyakinan individu merupakan gambaran yang menunjukkan tentang kehidupan yang dijalani oleh individu.
e. Aktualisasi diri. Individu yang memiliki penyesuaian diri yang baik selalu menyadari potensi-potensi yang dimiliki secara positif, konstruktif dan realistis dan berusaha untuk mengembangkan potensinya sebagai aktualisasi diri.
Runyon (1984) menyebutkan bahwa penyesuaian diri memiliki lima aspek sebagai berikut:
a. Persepsi terhadap realitas. Individu mengubah persepsinya tentang kenyataan hidup dan menginterpretasikannya, sehingga mampu menentukan tujuan yang realistik sesuai dengan kemampuannya serta mampu mengenali konsekuensi dan tindakannya agar dapat menuntun pada perilaku yang sesuai.
b. Kemampuan mengatasi stres dan kecemasan. Mempunyai kemampuan mengatasi stres dan kecemasan berarti individu mampu mengatasi masalah-masalah yang timbul dalam hidup dan mampu menerima kegagalan yang dialami.
d. Kemampuan mengekspresikan emosi dengan baik. Kemampuan mengekspresikan emosi dengan baik berarti individu memiliki ekspresi emosi dan kontrol emosi yang baik.
e. Hubungan interpersonal yang baik. Memiliki hubungan interpersonal yang baik berkaitan dengan hakekat individu sebagai makhluk sosial, yang sejak lahir tergantung pada orang lain. Individu yang memiliki penyesuaian diri yang baik mampu membentuk hubungan dengan cara yang berkualitas dan bermanfaat.
Dari ketiga pernyataan di atas dapat disimpulkan aspek penyesuaian diri adalah kemampuan mengontrol dan mengelola emosi agar dapat mengorganisasikan pikiran, perasaan dan tindakan dalam memecahkan persoalan, serta mampu belajar dari pengalaman.
3. Ciri-ciri Penyesuaian Diri yang Baik
Orang yang dapat menyesuaikan diri adalah orang yang memiliki respon yang matang, efisien, memuaskan dan sehat. Hurlock (1997:258) menyebutkan beberapa ciri orang yang berpenyesuaian baik:
a. Mampu dan bersedia menerima tanggungjawab yang sesuai dengan usia.
b. Berpartisipasi dengan gembira dalam kegiatan yang sesuai untuk tingkat usia.
d. Segera menyelesaikan masalah yang menuntut penyelesaian.
e. Senang memecahkan dan mengatasi berbagai hambatan yang mengancam kebahagiaan.
f. Mengambil keputusan dengan senang hati tanpa konflik, dan tanpa meminta nasehat.
g. Tetap pada pilihannya sampai diyakini bahwa pilihan itu salah. h. Lebih banyak memperoleh kepuasan dari prestasi yang nyata
dibanding prestasi yang imajiner.
i. Dapat menggunakan pikiran sebagai alat untuk merencanakan bukan sebagai menghindari atau menunda suatu tindakan.
j. Belajar dari kegagalan dan tidak mencari-cari alasan untuk menjelaskan kegagalan.
k. Tidak membesar-besarkan keberhasilan atau menerapkannya pada bidang yang berkaitan.
l. Dapat mengatakan “Tidak” pada situasi yang membahayakan kepentingan diri sendri.
m. Dapat mengatakan “Ya” dalam situasi yang pada akhirnya akan menguntungkan.
n. Dapat menunjukkan amarah secara langsung apabila tersinggung atau hak-haknya dilanggar.
o. Dapat menunjukkan kasih sayang secara langsung dengan cara dan takaran yang sesuai.
p. Dapat menahan sakit dan frustrasi emosioanal bila perlu. q. Dapat berkompromi bila menghadapi kesulitan.
r. Dapat memusatkan energi pada tujuan yang penting.
s. Menerima kenyataan bahaya hidup adalah perjuangan yang tak kunjung akhir.
Sundari (2005:43) mengungkapkan ciri-ciri penyesuaian diri yang baik: a. Tidak adanya ketegangan emosi bila menghadapi problem.
b. Dalam memecahkan masalah tidak menggunakan mekanisme
defence.
c. bersikap realistis dan obyektif.
d. Mampu belajar ilmu pengetahuan yang digunakan untuk menanggulangi timbulnya problem.
e. Dalam menghadapi problem butuh kesanggupan membandingkan pengalaman diri sendiri maupun pengalaman orang lain. Pengalaman-pengalaman itu tidak sedikit sumbangannya dalam pemecahan problem.
a. Mampu bergaul dengan orang lain dengan baik dan dapat diterima oleh kelompok.
b. Individu menunjukan sikap yang baik dan menyenangkan terhadap orang lain.
c. Mampu menghargai orang lain.
d. Ikut berpartisipasi dalam kelompok dan dapat menyesuaikan diri dengan baik.
e. Mampu bersosialisasi dengan baik sesuai norma yang ada.
Menurut Goleman (1995:404) kemampuan bersosialisasi dapat diamati melalui:
1) Lebih baik dalam menyelesaikan pertikaian dan merundingkan persengketaan.
2) Lebih baik dalam menyelesaikan persoalan yang timbul dalam hubungan dengan orang lain
3) Trampil berkomunikasi.
4) Mudah bergaul, bersahabat dan terlibat dengan teman sebaya. 5) Menaruh perhatian dan tenggang rasa.
6) Memikirkan kepentingan sosial dan selaras dalam kelompok. Dari ketiga pernyataan di atas, maka kesimpulan mengenai ciri-ciri orang yang menyesuaikan diri dengan baik, yaitu:
b. Mampu mengelola konflik-konflik secara dewasa tanpa bersikap emosional dan mampu mengambil keputusan secara tepat.
c. Bersikap realistis terhadap permasalahan yang timbul baik dari diri sendiri maupun lingkungan sekitar.
d. Menerima diri dan orang lain apa adanya.
e. Memahami masalah, mencari tahu akibatnya dan mencari jalan keluar sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki.
f. Bersikap terbuka terhadap kritikan dan menjadikannya sebagai kesempatan belajar mengembangkan diri.
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri Remaja
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri remaja menurut Fatimah (2006:199):
a. Faktor fisiologis. Kualitas penyesuaian diri yang baik hanya dapat dicapai dalam kondisi kesehatan jasmaniah yang baik pula.
b. Faktor psikologis. Faktor psikologis mempengaruhi kemampuan penyesuaian diri seperti:
1) Faktor pengalaman. Pengalaman yang mempunyai arti dalam penyesuaian diri, terutama pengalaman yang menyenangkan atau pengalaman traumatik.
3) Determinasi diri. Determinasi diri mempunyai berperan dalam pengendalian arah dan pola penyesuaian diri.
4) Faktor konflik. Konflik dapat memotivasi seseorang untuk meningkatkan kegiatan dan penyesuaian diri.
c. Faktor perkembangan dan kematangan. Tingkat kematangan setiap individu berbeda sesuai dengan perkembangannya masing-masing. d. Faktor lingkungan
1) Pengaruh lingkungan keluarga. Keluarga menjadi basis dalam sosialisasi.
2) Pengaruh hubungan dengan orang tua. Hubungan baik yang dibangun antara orang tua dan anak memberi pengaruh yang besar pada penyesuaian diri.
3) Hubungan saudara. Penyesuaian diri yang baik dipengaruhi oleh hubungan harmonis antar saudara.
4) Lingkungan masyarakat. Remaja mengalami pola penyesuaian diri yang salah apabila lingkungan masyarakat tidak kondusif. 5) Lingkungan sekolah. Suasana di sekolah sangat berpengaruh
terhadap penyesuaian diri anak.
Zakiah Darajat (1985: 24-27) juga mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri seseorang adalah sebagai berikut:
a. Frustrasi (Tekanan Perasaan)
Frustrasi ialah suatu proses yang menyebabkan orang merasa akan adanya hambatan terhadap terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan, atau menyangka bahwa akan terjadi sesuatu hal yang menghalangi keinginannya.
b. Konflik (Pertentangan batin)
Konflik jiwa adalah terdapatnya dua macam dorongan atau lebih yang berlawanan dan tidak mungkin dipenuhi dalam waktu yang bersamaan. Keadaan seperti ini sangat mempengaruhi penyesuaian diri seseorang karena seseorang dihadapkan pada suatu pilihan yang menyebabkan perasannya selalu terombang-ambing.
c. Kecemasan
Kecemasan merupakan perwujudan dari berbagai proses emosi yang bercampur baur pada saat orang mengalami tekanan perasaan dan pertentangan batin. Rasa cemas dapat timbul karena menyadari akan bahaya yang dapat mengancam dirinya.
seperti: faktor fisiologis, psikologis, perkembangan dan kematangan, lingkungan, faktor budaya dan agama.
B. Masalah
1. Arti Masalah.
Menurut Winkel (1991:14) masalah adalah sesuatu yang menghambat, merintangi serta mempersulit orang dalam usahanya mencapai sesuatu. Selain itu, Mappiare (1982:111) mengatakan bahwa tugas perkembangan yang tidak terselesaikan dengan baik pada periode tertentu dan kebutuhan yang tidak terpenuhi menimbulkan masalah bagi remaja. Masalah yang dialami remaja selalu terkait dengan penyesuaian dengan kelompok dan lingkungan tempat individu berkembang.
2. Masalah Penyesuaian Pribadi, Sosial dan Belajar Siswi Kelas X
Asrama Putri SMA Stella Duce 2
Seorang remaja dikatakan mengalami masalah jika ia tidak dapat menyesuaikan diri dengan baik. Masalah penyesuaian yang seringkali timbul adalah ketika mereka memasuki tingkat pendidikan SMA, karena mereka akan mengalami penyesuaian dengan guru, teman dan mata pelajaran.
a. Masalah Pribadi
Menurut Hurlock (1973) ada beberapa masalah yang dialami remaja dalam penyesuaian diri yaitu:
1) Masalah pribadi yaitu masalah-masalah yang berhubungan dengan situasi dan kondisi di rumah, sekolah, kondisi fisik, penampilan, emosi, penyesuaian sosial, tugas dan nilai-nilai.
2) Masalah khas remaja, yaitu masalah yang timbul akibat status yang tidak jelas pada remaja, seperti masalah pencapaian kemandirian, kesalahpahaman atau penilaian berdasarkan stereotip yang keliru, adanya hak-hak yang lebih besar dan lebih sedikit kewajiban dibebankan oleh orangtua.
b. Masalah Sosial
Menurut Hurlock (1980:213), salah satu kesulitan remaja adalah berhubungan dengan orang lain. Remaja harus membuat banyak penyesuaian diri yang baru, yang terpenting dan tersulit adalah penyesuaian diri dengan meningkatnya pengaruh teman sebaya, perilaku sosial, pengelompokan sosial, nilai-nilai baru dalam seleksi persahabatan, dukungan dan penolakan sosial.
Winkel dan Hastuti (2004: 47), mendefinisikan masalah sosial remaja yaitu pergaulan dengan teman sebaya. Bermusuhan dengan teman tertentu, kesukaran menghindari pengaruh jelek dari teman-teman tertentu, menghadapi kelompok teman yang berlainan pendapat, kecurian pakaian, alat-alat sekolah dan uang, cara berpacaran yang akan menguntungkan kedua belah pihak. c. Masalah Belajar
Menurut Daryanto (2010:56), beberapa pengertian masalah belajar dalam beberapa faktor antara lain;
1) Faktor non sosial dalam belajar misalnya keadaan udara, cuaca (pagi, siang, malam) tempatnya, alat-alat yang dipakai sebagai sarana belajar.
Biasanya faktor ini mengganggu konsentrasi belajar sehingga perhatian tidak dapat ditujukan kepada hal yang dipelajari. 3) Faktor fisiologis dalam belajar yaitu keadaan kondisi jasmani
seperti kurangnya nutrisi yang cukup pada kadar makanan sehingga mengakibatkan kelesuan, lekas mengantuk, lekas lelah. Terlebih bagi anak-anak muda pengaruh ini sangat besar.
4) Faktor psikologi dalam belajar adalah, kurangnya motivasi untuk bersikap kreatif untuk selalu belajar dalam kondisi apapun.
Menurut Winkel dan Hastuti (2004:47), salah satu permasalahan siswa adalah masalah belajar. Motivasi belajar yang kurang sesuai, pilihan program yang tidak mantap, taraf prestasi belajar yang mengecewakan, cara belajar yang baik tidak jelas, kesukaran dalam mengatur waktu, hubungan dengan guru kurang memuaskan, perarturan sekolah yang terlalu longgar atau terlalu ketat, bahan pelajaran terlalu sulit, terlalu banyak, atau menjemukan.
3. Pembagian Masalah Remaja Menurut Intensitasnya
Mappiare (1982:184) membagi masalah remaja menurut intensitasnya, yaitu:
a. Masalah wajar sesuai dengan ciri-ciri masa remaja
c. Masalah taraf kuat yang meliputi masalah pasif dan agresif
Remaja pada umumnya mengalami ketiga masalah tersebut. Namun, yang seringkali muncul adalah masalah dengan intensitas menengah yang mengarah pada tanda-tanda bahaya di mana dapat merugikan diri sendiri dan orang lain.
Mappiare (1982:189) mengatakan bahwa masalah menengah remaja yang mengarah pada tanda-tanda bahaya disebabkan oleh: a. Diri sendiri kurang dapat menyesuaikan diri dengan pertumbuhan
dan perkembangan serta tidak dapat menerima apa yang dicapai. b. Adanya tekanan-tekanan dari lingkungan misalnya orang tua,
teman sebaya dan masyarakat yang lebih luas.
c. Dirinya tidak dapat mengadakan penyesuaian diri terhadap tekanan-tekanan yang ada.
Berkaitan dengan tanda-tanda bahaya remaja, ada masalah yang menunjukan bahaya pasif dan ada juga yang netral. Menurut Mappiare (1982:190) masalah yang tanda bahayanya pasif adalah: a. Merasa tidak aman sehingga remaja bersangkutan bersikap
merendahkan diri dan rela “dijajah” oleh siapa saja baik di dalam rumah maupun di luar rumah.
b. Selalu melamun sebagai bagi rasa kurang puas dalam kehidupan sehari-hari.
c. Berusaha menarik perhatian dengan berbuat kekanak-kanakan. Masalah remaja yang tanda bahayanya netral adalah:
a. Remaja mengabaikan tugas-tugasnya hanya untuk bersenang-senang saja karena tidak ada tanggungjawab.
b. Remaja yang mempunyai rasa rindu yang terlalu sangat jika berada jauh dari rumahnya.
maka mereka akan mengalami pengalaman buruk yang dapat merugikan diri sendiri, orang tua, pembimbing maupun pihak lain.
C. Asrama Putri SMA Stella Duce 2
1. Pengertian Asrama Putri SMA Stella Duce 2
Asrama Putri Stella Duce 2 adalah asrama pelajar SMA yang dikelola oleh Yayasan Syantikara, yang didirikan oleh Suster-suster Cinta Kasih Santo Carolus Borromeus (CB) dengan dasar pendidikan agama katolik (buku pedoman). Asrama ini hanya menampung para siswi yang bersekolah di SMA Stella Duce 2, prioritas utama adalah para siswi yang berasal dari luar pulau Jawa. Hal ini dimaksud untuk membantu mempermudah kelancaran pendidikan di Yogjakarta.
Kapasitas asrama terdiri dari 155 siswi dengan 7 orang pendamping yakni 4 orang suster dan 2 orang karyawan yang membantu di bidang administrasi asrama dan pendampingan pribadi/konseling seminggu sekali atau kapan saja bila diperlukan.
dalam bidang pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai-nilai hidup yang diperlukan untuk siap melanjutkan ke perguruan tinggi maupun hidup di tengah masyarakat.
Tujuan Asrama SMA Stella Duce 2 adalah:
a. Mendampingi para warga untuk mencapai kepribadian yang utuh, mampu menghayati iman kristiani, cinta dan menghargai martabat pribadi manusia, mandiri serta tanggap terhadap kebutuhan sesama dan lingkungan sekitarnya.
b. Menyediakan tempat layak dan suasana belajar yang teratur dan tenang kepada warganya, agar dapat belajar dengan baik, serta menjalankan kegiatan kemasyarakatan.
2. Kegiatan Asrama
Agar tujuan asrama sebagai tempat pembinaan siswa dapat diwujudnyatakan, maka kehidupan asrama perlu ditata:
a. Kegiatan rutinitas
1) Pukul 04.30-05.30 : Bangun, mandi, berhias, menyiapkan makan pagi (bagi yang bertugas) 2) Pukul 05.30-06.30 : Doa pagi bersama, makan pagi,
keperluan pribadi, mengembalikan sisa makanan bagi yang bertugas 3) Pukul 06.30 : Semua sudah harus berangkat ke
4) Pukul 13.30-14.30 : Menyiapkan makan siang bagi yang bertugas (makan siang disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing) 5) Pukul 14.30-16.00 : Istirahat (waktu tenang)
6) Pukul 16.00-17.00 : Bangun, mandi, mengembalikan sisa makanan (bagi yang bertugas), persiapan belajar I
7) Pukul 16.00-18.30 : Doa makan bersama, makan malam bersama
8) Pukul 19.00 : Doa malam bersama 9) Pukul 19.30-21.00 : Jam belajar II
10) Pukul 21.00-22.00 : Rekreasi, latihan koor, pertemuan 11) Pukul 22.00 : Waktu tenang (istirahat)
b. Kegiatan non rutin
1) Pembinaan atau pendalaman iman katolik dalam bentuk doa pagi/malam, rosario, perayaan ekaristi, rekoleksi, pendalaman Kitab Suci, pembinaan berjenjang (outbond, week-end, self management, character building, team work, leadership, dll)
2) Kegiatan sosial kemasyarakatan, misalnya pertemuan lingkungan / paroki, kegiatan di kampung (masyarakat), bakti sosial.
4) Pulang ke rumah orang tua/wali sebulan sekali 5) Pada hari libur boleh bepergian
3. Tata Kehidupan Asrama
Tata kehidupan asrama ditentukan dengan tujuan agar terjadi peran aktif untuk menciptakan suasana yang menunjang terwujudnya asrama yakni:
a. Warga asrama hidup dalam komunitas sebagai keluarga, yang saling mendukung/membantu dalam proses membina diri. b. Setiap kamar memilih ketuanya sendiri yang mewakili unitnya
dalam hubungan antara asrama dengan suster pendamping. c. Pertemuan-pertemuan yang diadakan sebagai wadah untuk
mengakrabkan hubungan warga asrama. Pertemuan tersebut untuk membahas tentang kepentingan bersama baik yang berupa problem maupun gagasan yang sifatnya meningkatkan kehidupan bersama yang kondusif demi tercapainya tujuan asrama.
d. Diadakan latihan-latihan untuk memperdalam kehidupan kristiani.
4. Syarat-syarat
Syarat-syarat:
a. Bersedia mematuhi dan menyesuaikan diri dengan peraturan-peraturan dan seluruh tata kehidupan asrama yang ada, serta menandatangani pernyataan yang telah disediakan. Bila terjadi pelanggaran peraturan secara berturut-turut dan setiap kali diberi peringatan, dianggap kurang/tidak cocok lagi tinggal untuk tinggal di asrama.
b. Bersungguh hati dan serius menggunakan waktu yang ada untuk belajar dan membina diri.
5. Tata Tertib dalam Hal Belajar
Dalam usaha mencapai tujuan asrama di atas perlu diupayakan kondisi tertentu yang mendukung proses bina diri secara terus-menerus. Untuk itu kehidupan bersama perlu diatur sebagai berikut:
a. Dalam hal belajar demi tercapainya ketenangan umum yang sangat dibutuhkan dalam kegiatan belajar, maka waktu belajar ditetapkan seperti tercantum.
c. Walau selama belajar tidak diawasi secara khusus namun warga dapat bersikap dewasa untuk memanfaatkan waktu belajarnya dengan penuh tanggungjawab.
d. Pada jam-jam belajar, semua warga harus belajar di ruang/tempat belajar (tidak di unit) yang telah ditentukan.
6. Kegiatan Pembinaan Pengembangan Kepribadian
Ada beberapa kegiatan pengembangan kepribadian yang dilaksanakan di asrama antara lain:
a. Malam Keakraban
Setiap tahun diadakan malam keakraban bagi siswi baru. Tujuannya saling mengakrabkan satu dengan yang lain antar asrama yakni asrama SMA Stella Duce 1 yang terdiri dari 2 asrama dan asrama SMA Stella Duce 2.
b. Rekoleksi
Setiap tahun setiap angkatan mengikuti rekoleksi. Tujuan dari kegiatan ini adalah para siswi diajak untuk merefleksikan pengalaman yang dialami baik diasrama maupun disekolah c. Perayaan Valentine Day
kelas, menumbuhkan sikap kreativitas, tanggungjawab dan meningkatkan persaudaraan diantara mereka, 2) agar seluruh warga asrama saling mengungkapkan kasihsayang dengan teman-temannya.
d. Pembinaan Out Bound
Pembinaan dengan metode out bound adalah para siswi diajak untuk masuk dalam simulasi dari realitas kehidupan yang kompleks, dalam suasana kegembiraan. Kegiatan ini bertujuan membantu para siswi untuk dapat merefleksikan dan menemukan insight yang berguna demi perbaikan dan pengembangan diri mereka. Dalam kegiatan ini diharapkan mereka menemukan nilai-nilai kerjasama, bersosialisasi, tanggungjawab, percaya diri dan berani.
e. Time Management
Pembinaan time management dilakukan dengan maksud membantu para siswi kelas X untuk belajar menggunakan dan mengatur waktu secara bertanggungjawab.
f. Management Conflict
Pada kegiatan ini para siswi diajak untuk mengalami secara langsung kehidupan masyarakat di”lapangan”seperti di pasar, tempat penambangan pasir dll. Tujuannya adalah menumbuhkan kepekaan siswi terhadap situasi konkrit dimasyarakat.
h. Bakti Sosial
Kegiatan ini dilakukan bersama para pemulung, anak-anak jalanan, anak-anak di Panti Asuhan, tukang becak. Kegiatan ini dilaksanakan untuk menanamkan sikap belarasa terhadap orang lain khususnya yang lemah, miskin, tersingkir dan berkesesakan hidup. Selain sebagai perwujudan belarasa mereka juga diajak untuk memiliki semangat persaudaraan, kerjasama, dan kekompakan diantara mereka.
i. Piknik
Piknik adalah kegiatan kebersamaan untuk saling mengakrabkan antara satu dengan yang lain dan juga sebagai kesempatan eksplorasi diri terhadap berbagai ketegangan yang dialami baik di asrama maupun di sekolah.
D. Konseling Kelompok
1. Pengertian Konseling Kelompok
perilaku yang disadari, dibina dalam suatu kelompok kecil mengungkapkan diri kepada sesama anggota dan konselor, di mana komunikasi antar pribadi tersebut dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan pemahaman dan penerimaan diri terhadap nilai-nilai kehidupan dan segala tujuan hidup serta untuk belajar perilaku tertentu ke arah yang lebih baik dari sebelumnya.
perasaan dan pikiran baru untuk melakukan tindakan baru yang dirasa dapat menolong diri mereka sendiri.
Sukardi (2002:49) berpendapat bahwa konseling kelompok adalah suatu layanan yang memungkinkan peserta didik memperoleh kesempatan untuk membahas dan mengentaskan masalah yang dialaminya melalui dinamika kelompok.
Menurut Winkel dan Hastuti (2004:589), konseling kelompok adalah bentuk khusus dari layanan konseling yaitu wawancara konseling antara konselor profesional dengan beberapa orang sekaligus yang tergabung dalam suatu kelompok kecil.
Shertzen dan Stone (Winkel, 2004:590) mengatakan konseling kelompok adalah suatu proses antar pribadi yang dinamis, terpusat pada pemikiran dan perilaku yang disadari. Proses itu mengandung ciri terapeutik seperti pengungkapan pikiran dan perasaan secara leluasa, orientasi pada kenyataan, pembukaan diri mengenai seluruh perasaan mendalam yang dialami, saling percaya, saling pengertian dan saling mendukung. Konseling kelompok merupakan pengalaman edukatif yang di dalamnya kelompok bekerja dan berproses bersama untuk mengeksplorasi gagasan, sikap, perasaan dan perilaku yang berkaitan dengan perkembangan dan kemajuan dalam kelompok.
membantu individu mengatasi masalah sehari-hari yang menekankan pada proses remedial dan pencapaian fungsi-fungsi secara optimal (memberikan dorongan dan pemahaman pada individi/klien) untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.
Konseling kelompok adalah sebuah proses dinamis interpersonal yang berfokus pada pikiran sadar dan perilaku dan melibatkan fungsi terapi yang berorientasi pada realitas, katarsis, dan rasa saling percaya, perhatian, pemahaman, penerimaan dan dukungan (Gazda, 1978:8).
Ohlsen (1977:30) menambahkan bahwa konseling kelompok adalah hubungan khusus di mana klien merasa aman untuk mendiskusikan apa yang benar-benar dikhawatirkan dan yang menganggu mereka, untuk menentukan perilaku yang diinginkan, melatih kemampuan interpersonal yang penting dan menerapkan perilaku baru.
2. Ciri-ciri Konseling Kelompok
Winkel (1991:487) memaparkan beberapa ciri konseling kelompok antara lain:
a. Konseling kelompok diberikan kepada mereka yang menghadapi persoalan khusus melalui sebuah proses konseling bersama.
b. Mengupayakan perubahan sikap dan perilaku secara langsung dengan membicarakan bersama topik-topik tertentu pada taraf pengolahan kognitif dan penghayatan afektif.
c. Konseling kelompok berlangsung dalam kelompok kecil.
d. Konseling kelompok bercirikan komunikasi antar pribadi untuk menggali secara lebih dalam permasalahan dan dituntut agar peserta menjaga asas kerahasiaan.
3. Tujuan Konseling Kelompok
Pada dasarnya tujuan konseling kelompok adalah membantu anggota kelompok untuk memahami sumber masalah mereka dan menggunakan pemahaman kognitif untuk mengatasi gejala-gejala masalah dan menentukan perilaku baru.
anggota kelompok dan mengungkapkan permasalahan-permasalahan kelompok
Corey (1997:350) mengatakan tujuan konseling kelompok adalah memberikan kesempatan pada para anggota kelompok mencapai perubahan kognitif dasar, emosi datar dan perilaku yang diharapkan, termasuk cara menghadapi kenyataan yang tidak menyenangkan, cara berpikir rasional, mempraktekan penilaian diri sendiri dan memperlakukan diri sendiri sebagai insan yang berharga
Ada dua tujuan konseling kelompok menurut Corey (1997:7-8) yaitu tujuan teoritis dan tujuan operasional. Tujuan teoritis berkaitan dengan tujuan yang secara umum dicapai melalui proses konseling, sedangkan tujuan operasional disesuaikan dengan harapan klien dan masalah yang dihadapi klien, yaitu mengurangi perilaku agresif.
Tujuan teoritis konseling kelompok secara lengkap yang dikemukakan Corey (1997:7-8) adalah sebagai berikut:
a. Lebih terbuka dan jujur terhadap diri sendiri dan orang lain b. Belajar mempercayai diri sendiri dan orang lain
c. Berkembang untuk lebih menerima diri d. Belajar berkomunikasi
g. Meningkatkan kesadaran diri h. Belajar memberi dan menerima i. Belajar memecahkan masalah j. Belajar memberi perhatian
k. Lebih peka terhadap kebutuhan dan perasaan orang lain l. Lebih mengerti bahwa orang lain juga punya masalah m. Belajar memberi dan menerima feedback dan konfrontasi
Tujuan konseling kelompok menurut Winkel (1991:487) adalah:
a. Masing-masing individu memahami dirinya
b. Kemampuan berkomunikasi membantu untuk saling memberikan bantuan kepada yang lain dalam kelompok
c. Mandiri
d. Bersikap empati
e. Penetapan tujuan, sasaran yang ingin dicapai
f. Berani menerima resiko dari tindakan baru yang ingin dilakukan
g. Menyadari dan memaknai kehidupan manusia sebagai kehidupan bersama
h. Merasa tidak sendiri ketika mengalami masalah karena orang lain juga mengalami hal serupa
Layanan konseling kelompok bertujuan memberikan kesempatan kepada anggota kelompok untuk berinteraksi antar pribadi yang khas, yang tidak mungkin terjadi pada layanan konseling individual. Interaksi sosial yang intensif dan dinamis selama pelaksanaan layanan, diharapkan tujuan-tujuan layanan yang sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan individu anggota kelompok dapat tercapai secara mantap. Pada kegiatan konseling kelompok setiap individu mendapatkan kesempatan untuk menggali tiap masalah yang dialami anggota, dan sebagai kesempatan mengungkapkan perasaan, menunjukan perhatian pada orang lain (Herman http://belajarpsikologi.com/konseling).
4. Komponen-komponen Konseling Kelompok
Ada beberapa komponen dalam konseling kelompok yang menjadi penunjang kelancaran kegiatan konseling kelompok, yaitu anggota kelompok, pemimpin kelompok, dinamika kelompok dan topik permasalahan.
a. Anggota kelompok
Keanggotaan dalam konseling kelompok berjumlah 4-12 orang. Peranan anggota kelompok menurut Prayitno (1995:32) antara lain :
2) Mencurahkan segenap perasaan dalam melibatkan diri dalam kegiatan kelompok
3) Berusaha agar yang dilakukan itu membantu tercapainya tujuan bersama
4) Membantu tersusunnya aturan kelompok dan berusaha mematuhinya dengan baik
5) Benar-benar berusaha untuk secara efektif ikut serta dalam seluruh kegiatan kelompok
6) Mampu mengkomunikasikan secara terbuka 7) Berusaha membantu anggota lain
8) Memberikan pada anggota lain untuk juga menjalani perannya
9) Menyadari pentingnya kegiatan kelompok tersebut
Keaktifan anggota dalam proses konseling kelompok dapat membantu tercapainya tujuan yang ingin dicapai dalam sebuah dinamika konseling kelompok. Peran aktif dapat membantu setiap anggota menjadi bagian antara satu dengan yang lain.
b. Pemimpin kelompok
Peranan pemimpin kelompok menurut Prayitno (1995: 35) adalah sebagai berikut:
a) Pemimpin kelompok dapat memberi bantuan, pengarahan ataupun campur tangan terhadap kegiatan kelompok.
b) Pemimpin kelopok memusatkan perhatian pada suasana perasaan yang berkembang dalam kelompok itu baik perasaan anggota tertentu atau keseluruhan anggotanya. c) Jika anggota itu kurang menjurus ke arah yang
dimaksudkan maka pemimpin kelompok perlu memberikan arah yang dimaksudkan.
d) Pemimpin kelompok juga memberikan tanggapan (umpan balik) tentang berbagai hal yang terjadi dalam kelompok baik yang bersifat isi maupun proses kegiatan kelompok.
e) Pemimpin kelompok diharapkan mampu mengatur jalannya “lalu lintas” kegiatan kelompok.
f) Sifat kerahasiaan dari kegiatan kelompok itu dengan segenap sisi dan kejadian-kejadian yang timbul didalamnya juga menjadi tanggungjawab pemimpin kelompok.
g) Membentuk norma. Norma yang berlaku dalam kelompok yang disepakati bersama oleh kelompok. Menurut Corey (1997: 357) keberhasilan pemimpin tidak
hanya diukur dari karakteristik partisipan anggota atau teknik khusus dalam memimpin kelompok. Menurutnya pemimpin kelompok dapat memperoleh teori yang luas dan pengetahuan praktis tentang dinamika kelompok dan mempunyai kemampuan dalam mendiagnostik serta prosedur teknik, akan menjadi tidak efektif dalam merangsang pertumbuhan dan merubah anggota.
Dinamika kelompok adalah suatu kelompok yang terdiri dari dua atau lebih individu yang memiliki hubungan psikologis secara jelas antara anggota satu dengan yang lain dan berlangsung dalam situasi yang dialami secara bersama. Dinamika kelompok mempunyai beberapa tujuan antara lain: 1) membangkitkan kepekaan diri seorang anggota kelompok terhadap anggota kelompok lain, sehingga dapat menimbulkan rasa saling menghargai, 2) menimbulkan rasa solidaritas anggota sehingga dapat saling menghormati dan saling menghargai pendapat orang lain, 3) menciptakan komunikasi yang terbuka terhadap sesama anggota kelompok 4) menimbulkan adanya i’tikad yang baik diantara sesama anggota kelompok.
Menurut Prayitno (1995:22) faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas dinamika kelompok antara lain:
1) Tujuan dan kegiatan kelompok 2) Jumlah anggota
3) Kualitas masing-masing pribadi anggota kelompok 4) Kedudukan kelompok
d. Topik permasalahan
Menurut Prayitno (1995: 26) topik permasalahan dalam konseling kelompok ada dua kategori yaitu:
1) Topik tugas yaitu topik yang secara langsung dikemukakan oleh pemimpin kelompok dan ditugaskan kepada seluruh anggota kelompok untuk bersama-sama membahasnya.
2) Topik bebas yaitu anggota secara bebas mengemukakan permasalahan yang dihadapi atau yang sedang dirasakannya kemudian dibahas satu persatu.
e. Asas-asas konseling kelompok
Dalam kegiatan konseling kelompok ada beberapa asas sebagai pedoman dalam pelaksanaannya, yaitu asas kerahasiaan, asas kesukarelaan, asas keterbukaan, asas kekinian, asas kemandirian, kegiatan, asas kedinamisan dan asas kenormatifan (Prayitno, 1995: 23).
1) Asas kerahasiaan
Segala sesuatu yang dibicarakan dalam kelompok adalah rahasia kelompok,
2) Asas kesukarelaan
Anggota kelompok diharapkan secara suka dan rela tanpa ragu-ragu atau pun terpaksa menyampaikan masalah yang dihadapinya serta mengungkapkan segenap fakta, data dan seluk beluk yang berkenaan dengan masalah kepada kelompok anggota lain dan suka rela mengikuti kegiatan kelompok untuk mencapai tujuan bersama.
3) Asas Keterbukaan
akhirnya hanya akan mengganggu jalannya kegiatan kelompok.
4) Asas Kekinian
Masalah yang dihadapi oleh anggota kelompok adalah masalah yang sudah lampau hanya merupakan latar belakang dari masalah tersebut.
5) Asas Kemandirian
Merupakan asas dimana tujuan konseling kelompok adalah agar anggota kelompok dapat mandiri baik itu dalam memecahkan masalahnya atau mengambil keputusan juga mandiri dalam perkembangannya.
6) Asas Kegiatan
Asas ini menunjukkan pada pola konseling “multi dimensional” yang tidak hanya mengandalkan transaksi verbal antara klien (anggota kelompok) dengan pemimpin kelompok. Dalam konseling yang berdimensi verbal asas kegiatan masih harus dilaksanakan yaitu aktif menjalani proses konseling dan aktif pula menjalankan atau melaksanakan serta menerapkan hasil-hasil kegiatan konseling.
7) Asas Kedinamisan
Adanya perubahan tingkah laku ke arah yang lebih baik, perubahan ini tidaklah sekedar mengulang yang lama tetapi adanya peningkatan kearah pembaharuan yang positif.
8) Asas Kenormatifan
Kegiatan konseling kelompok tidak boleh bertentangan dengan norma-norma yang berlaku baik ditinjau dari norma agama, norma adat, hukum, ilmu maupun kehidupan sehari-hari.
5. Proses Konseling Kelompok
Latipun (2008:188) mengemukakan empat tahap dalam menjalani konseling kelompok yaitu:
a. Pra Konseling.
Menawarkan program kepada peserta konseling sekaligus membangun harapan kepada calon peserta.
b. Tahap I: Permulaan
Tahap permulaan (orientasi dan eksplorasi). Tahap ini merupakan tahap menentukan struktur kelompok, mengeksplorasi harapan anggota, anggota mulai belajar fungsi kelompok, sekaligus mulai menegaskan tujuan kelompok.
Kelompok mulai membangun norma untuk mengontrol aturan-aturan dalam kelompok dan menyadari makna kelompok untuk mencapai tujuan. Peran konselor pada tahap ini adalah membantu mengaskan tujuan kelompok. Menurut Prawitasari (dalam Latipun 2008:189) anggota kelompok diajak untuk bertanggungjawab terhadap kelompok, terlibat dalam proses kelompok agar memperoleh keuntungan.
Pada tahap ini pula menjadi tahap perkenalan, tujuan yang ingin dicapai, norma kelompok dan penggalian ide dan perasaan. Jadi pada tahap awal ini anggota kelompok mulai menjalin hubungan dengan anggota lain, saling memperkenalkan diri dan membangun kepercayaan.
c. Tahap II: Tahap Transisi
terjadi fase kecemasan, konflik, bahkan ambivalen tentang keanggotaannya dalam kelompoknya, atau enggan untuk membuka diri. Tugas pemimpin kelompok adalah mempersiapkan mereka bekerja untuk dapat merasa memiliki kelompoknya.
d. Tahap III: Tahap Kerja Kohesi dan Produktivitas
Jika pada tahap ini masalah peserta telah diketahui maka langkah berikut adalah menyusun rencana tindakan. Penyusunan tindakan ini disebut produktivitas. Kegiatan konseling kelompok ditandai dengan membuka diri secara lebih luas, belajar perilaku baru, terjadi konfrontasi antar anggota, modeling dan terjadi transferensi. Kohesivitas mulai terbentuk, mulai belajar bertanggungjawab, tidak lagi mengalami kebingungan. Kelompok mulai kerasan 8dan mendengarkan yang lain berbicara.
e. Tahap IV: Tahap Akhir
Anggota kelompok mulai mencoba melakukan perubahan-perubahan tingkah laku dalam kelompok. Setiap anggota kelompok melakukan umpan balik terhadap apa yang dilakukan anggota lain. Umpan balik ini saling berguna untuk perbaikan dan dilanjutkan jika dipandang memadai.
masalah dan belum terselesaikan pada fase sebelumnya, pada fase ini harus diselesaikan. Jika semua merasa puas dengan proses konseling kelompok, maka konseling kelompok dapat diakhiri.
E. Manfaat Kegiatan Konseling Kelompok dalam Mengatasi Masalah
Penyesuaian Diri Siswi Kelas X Asrama Putri SMA Stella Duce 2
Konseling kelompok sebagai layanan yang dipandang mempunyai kontribusi yang penting bagi kelompok yang sangat membantu para siswi asrama untuk meningkatkan penyesuaian diri. Corey (1985:6) menerangkan bahwa konseling kelompok sangat berguna bagi remaja karena memberikan kesempatan untuk mengekspresikan perasaan, konflik dan merealisasikan bahwa mereka senang berbagi perhatian dalam kelompok.
Winkel (1991:488) berpendapat, dalam suasana konseling kelompok mereka mungkin lebih mudah untuk membicarakan masalah yang mereka hadapi, dan rela menerima masukan dari teman-teman kelompok dan konselor dalam kelompok. Mereka bersedia mengungkapkan isi hatinya tanpa merasa malu, sehingga hal ini menimbulkan kegembiraan setiap kali bertemu dengan anggota kelompok.
menjadi instrumen bagi perkembangan pribadi orang lain, karena kesempatan untuk berinteraksi sangat membantu situasi kelompok sehingga para anggotanya dapat menyampaikan apa yang diinginkan dan dapat saling membantu dalam hal pengertian dan penerimaan diri.
Berdasarkan teori dan penelitian konseling kelompok dianggap bermanfaat bagi para siswi kelas X asrama putri SMA Stella Duce 2 antara lain:
1. Melalui interaksi dengan anggota-anggota kelompok mereka memenuhi beberapa kebutuhan psikologis, seperti kebutuhan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya, kebutuhan untuk bertukar pikiran dan perasaannya, kebutuhan menemukan nilai-nilai kehidupan sebagai pegangan dan kebutuhan untuk lebih bebas dan mandiri.
2. Mereka merasa nyaman untuk mengungkapkan perasaan dan pikiran mereka tanpa takut ataupun malu.
3. Mereka semakin memahami orang lain terutama kakak kelas, para suster dan mencoba membuat tindakan konkrit yang dapat membantu mereka untuk semakin betah tinggal di asrama.
4. Mengenali kembali motivasi-motivasi dasar saat akan masuk di asrama; antara lain mereka ingin mandarin, ingin menunjukan pada orang tua bahwa mereka mampu untuk hidup jauh dari orang tua. 5. Semakin menyadari bahwa mereka tidak sendirian dalam mengalami
6. Menemukan manfaat dari kehidupan di asrama.
Manfaat ini semakin dikuatkan dengan pemahaman yang dikutip dari www.konselingkelompok.com tentang manfaat konseling kelompok dalam peningkatan penyesuaian diri sebagai berikut:
a. Memahami orang lain dan cara pandangnya
b. Mengembangkan penghargaan yang lebih dalam pada orang lain, terutama yang berbeda dengan dirinya
c. Mencapai ketrampilan sosial yang lebih besar dengan peer group
d. Berbagi dengan orang lain
54
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan metode focus group discussion (FGD) yang bertujuan mengetahui masalah-masalah penyesuaian diri siswi kelas X asrama putri SMA Stella Duce 2.
B. Subyek Penelitian
Subyek dalam penelitian ini adalah siswi kelas X asrama putri SMA Stella Duce 2 tahun pelajaran 2010/2011 yang berjumlah 55 siswi.
C. Metode Pengumpulan Data
Menurut Krueger (1994:7) FGD adalah metode yang mendukung subyek untuk memiliki kesempatan dalam memberikan pendapat, menjelaskan berbagai pengalaman dalam diskusi yang dipimpin oleh moderator. Maka, metode pengumpulan data yang dilakukan melalui diskusi terfokus (FGD) menggunakan dua cara:
X baik yang sesuai dengan pertanyaan panduan maupun yang dimunculkan secara spontan oleh peserta.
2. Merekam. Salah satu penguat analisis adalah merekam hasil diskusi peserta. Alat perekam dipakai untuk merekam hasil FGD agar tidak ada kata/kalimat yang terlewatkan. Misalnya apa yang tidak dicatat oleh pencatat proses dapat ditemukan pada rekaman.
D. Validitas dan Realibilitas
Validitas dan realibilitas FGD dapat ditentukan berdasarkan tingkat keterlibatan peserta dalam diskusi, Krueger (1994:31). Keterlibatan peserta dapat diamati lagi melalui kepercayaan peserta dalam mengungkapkan pikiran, perasaannya secara terbuka, tanpa paksaan. Oleh karena itu peranan seorang moderator menjadi kunci atas kesuksesan FGD.
E. Pengumpulan Data
1. Tahap Persiapan
Sebelum dilakukan penelitian, pimpinan asrama putri SMA Stella Duce 2 dihubungi untuk memperoleh informasi mengenai keadaan siswi saat ini yang berkaitan dengan penyesuaian diri, dan meminta waktu diadakannya penelitian FGD. Dari hasil pembicaraan pihak asrama memberikan kesempatan diadakannya penelitian bulan Desember dan Januari.
Kegiatan FGD diadakan 4 kali yakni pada tanggal 15, 16 Desember 2010, dan pada tanggal 29, 31 Januari 2011. Masing-masing kelompok terdiri dari 11 siswi. Jadwal kegiatan FGD sebagai berikut:
Tabel 1
Jadwal Kegiatan Focus Group Discussion No Hari/Tanggal Jumlah Peserta