• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINGKAT KEBAHAGIAAN BELAJAR SISWA MENENGAH ATAS (Studi Deskriptif pada Siswi Kelas XI SMA Stella Duce 2 Yogyakarta Tahun Ajaran 20182019) Skripsi Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konse

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "TINGKAT KEBAHAGIAAN BELAJAR SISWA MENENGAH ATAS (Studi Deskriptif pada Siswi Kelas XI SMA Stella Duce 2 Yogyakarta Tahun Ajaran 20182019) Skripsi Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konse"

Copied!
126
0
0

Teks penuh

(1)

TINGKAT KEBAHAGIAAN BELAJAR SISWA MENENGAH ATAS (Studi Deskriptif pada Siswi Kelas XI SMA Stella Duce 2 Yogyakarta

Tahun Ajaran 2018/2019)

Skripsi

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Bimbingan dan Konseling

Oleh:

Andreas Purbo Anggoro Prilianto 151114039

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

i

TINGKAT KEBAHAGIAAN BELAJAR SISWA MENENGAH ATAS (Studi Deskriptif pada Siswi Kelas XI SMA Stella Duce 2 Yogyakarta

Tahun Ajaran 2018/2019)

Skripsi

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Bimbingan dan Konseling

Oleh:

Andreas Purbo Anggoro Prilianto 151114039

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(3)
(4)
(5)

iv

HALAMAN MOTTO

“Ecce Ancilla Domini, Fiat Mihi Secundum Verbum Tuum” (Lukas 1: 38)

“Hiduplah karena percaya, karena berharap, bukan karena terlalu banyak melihat ketakutan”

(6)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Aku persembahkan karyaku untuk:

Tuhan Yesus Kristus

Terima kasih atas penyertaan-Mu dalam hidupku. Atas Roh Kudus yang telah kau curahkan dalam hidupku.

Engkau senantiasa menghiburku dikala aku sedih, Menopangku dikala aku lemah,

Menguatkanku dikala aku rapuh, Menuntunku dikala aku kebingungan.

Orangtuaku

Bapak Agustinus Sarmidi dan Ibu Ananingsih Terima kasih atas cinta dan dukungan yang selama ini

kau berikan bagi anakmu ini.

Adik-adikku

Thomas Dwi Agung Wibowo dan Agatha Tri Renaningtyas Terima kasih karena selalu mendukung dan menyemangatiku.

Dosen pembimbing tercinta Juster Donal Sinaga, M.Pd yang selalu memberikan perhatian, dukungan, pembaruan dan

(7)
(8)
(9)

viii ABSTRAK

TINGKAT KEBAHAGIAAN BELAJAR SISWA MENENGAH ATAS (Studi Deskriptif pada Siswi Kelas XI SMA Stella Duce 2 Yogyakarta

Tahun Ajaran 2018/2019)

Andreas Purbo Anggoro Prilianto Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2019

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mendeskripsikan tingkat kebahagiaan belajar siswi kelas XI SMA Stella Duce 2 Yogyakarta tahun ajaran 2018/2019 dan (2) mengidentifikasi butir-butir pengukuran kebahagiaan belajar yang capaian skornya teridentifikasi rendah sebagai dasar usulan topik-topik bimbingan yang sesuai untuk membantu meningkatkan kebahagiaan belajar siswi kelas XI SMA Stella Duce 2 Yogyakarta tahun ajaran 2018/2019. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif deskriptif. Subyek penelitian adalah siswi kelas XI SMA Stella Duce 2 Yogyakarta tahun ajaran 2018/2019 yang berjumlah 98 siswi.

Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan Skala Tingkat Kebahagiaan Belajar yang berjumlah 72 item. Skala disusun berdasarkan aspek kebahagiaan menurut Seligman (Arif, 2016: 41), yaitu (1) emosi positif; (2) keterlibatan; (3) hubungan yang positif; (4) memaknai hidup; dan (5) prestasi. Nilai koefisien reliabilitas instrumen menggunakan pendekatan Alpha Chronbach (α) sebesar 0,947. Teknik analisis data menggunakan statistik deskriptif dengan kategorisasi sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah.

(10)

ix ABSTRACT

THE HAPPINESS LEVEL ON LEARNING OF SENIOR HIGH STUDENTS (Descriptive Study on Class XI Students of Stella Duce 2 Senior High School

Yogyakarta Academic Year 2018/2019)

Andreas Purbo Anggoro Prilianto Sanata Dharma University

Yogyakarta 2019

This study was aimed to: (1) describe the happiness level on learning of class XI students of Stella Duce 2 Senior High School Yogyakarta academic year 2018/2019; and (2) identify the items of happiness on learning measurement which score is identified low as the basis for the preparation of appropriate guidance topics to help increase the happiness on learning of class XI students of Stella Duce 2 Senior High School Yogyakarta academic year 2018/2019. The type of the research was a quantitative descriptive study. The subject of the study was class XI student at Stella Duce 2 Senior High School Yogyakarta Academic Year 2018/2019 with total subject was 98 female students.

Data collection used in this study was the Happiness Level on Learning Scale which amounted to 72 items. The scale was based on aspects of happiness according to Seligman (Arif, 2016: 41), namely (1) positive emotions; (2) engagement; (3) positive relationships; (4) meaning of life; and (5) accomplishment. The value of the instrument reliability coefficient uses the Alpha Cronbach approach (α) of 0.947. Data analysis techniques used was descriptive statistics with very high, high, medium, low, and very low categorization.

(11)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah Bapa karena telah mengaruniakan rahmat dan berkat-Nya yang begitu besar hingga akhirnya peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. Sungguh merupakan sebuah pengalaman yang sangat luar biasa bagi peneliti karena dapat menyelesaikan skripsi sesuai dengan waktu yang ditargetkan. Begitu banyak pelajaran yang peneliti dapatkan sepanjang berproses menyusun tugas akhir ini mulai dari doa, ketekunan, mengelola waktu, kesabaran, dan semangat.

Peneliti sungguh menyadari bahwa karya ini masih jauh dari sempurna. Masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan dalam skripsi ini. Dengan kerendahan hati peneliti menerima segala bentuk kritik dan saran yang membangun agar penelitian ini menjadi semakin sempurna.

Selama proses penulisan skripsi ini juga banyak pihak yang ikut terlibat dalam proses membimbing, mendampingi, serta mendukung setiap hal yang peneliti lakukan. Oleh sebab itu peneliti hendak menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si selaku dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

2. Dr. Gendon Barus, M.Si selaku ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling. 3. Juster Donal Sinaga, M.Pd. selaku dosen pembimbing yang dengan penuh kesabaran dan ketulusan hati senantiasa membimbing, mendampingi, mendukung, dan menguatkan peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.

(12)

xi

5. Kedua Orangtua terkasih Bapak Agustinus Sarmidi dan Ibu Ananingsih atas doa, kasih sayang, dukungan, dan kepercayaan sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan baik.

6. Kedua adik terkasih Thomas Dwi Agung Wibowo dan Agatha Tri Renaningtyas yang senantiasa mendukung sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan baik.

7. SMA Stella Duce 2 Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan bagi peneliti untuk melakukan penelitian.

8. Ibu Listyawati dan Ibu Siwi selaku Guru BK SMA Stella Duce 2 yang telah memberikan dukungan dan pelajaran berharga selama proses Magang dan penelitian.

9. Siswi kelas XI SMA Stella Duce 2 Yogyakarta tahun ajaran 2018/2019 yang berkenan membantu proses penelitian ini dengan menjadi subyek penelitian. 10.Bapak Stefanus Priyatmoko atas segala dedikasi dan kesabarannya dalam

membantu melayani proses adminitrasi di Program Studi Bimbingan dan Konseling.

11.Teman-teman Program Studi Bimbingan dan Konseling angkatan 2015 atas persahabatan dan pengalaman yang tercipta selama peneliti menempuh studi di Program Studi Bimbingan dan Konseling.

(13)
(14)

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL, GAMBAR, DAN GRAFIK ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 9

C. Pembatasan Masalah ... 9

D. Rumusan Masalah ... 10

E. Tujuan Penelitian... 10

F. Manfaat Penelitian ... 10

G. Definisi Operasional Variabel ... 11

BAB II. KAJIAN PUSTAKA ... 13

A. Kebahagiaan... 13

1. Hakikat Kebahagiaan ... 13

2. Aspek Kebahagiaan ... 16

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebahagiaan ... 18

4. Sumber-Sumber Kebahagiaan ... 26

(15)

xiv

B. Belajar ... 31

1. Pengertian Belajar ... 31

2. Ciri-Ciri Belajar ... 32

C. Masa Remaja ... 33

1. Pengertian Masa Remaja... 33

2. Batasan Masa Remaja ... 34

3. Ciri-Ciri Masa Remaja ... 34

D. Layanan Bimbingan ... 36

1. Pengertian Bimbingan ... 36

2. Bimbingan Pribadi-Belajar ... 37

3. Fungsi Layanan Bimbingan ... 38

4. Jenis-Jenis Bimbingan ... 39

E. Kajian Penelitian yang Relevan ... 40

F. Kerangka Pikir ... 42

BAB III. METODE PENELITIAN ... 43

A. Jenis Penelitian ... 43

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 44

C. Subyek Penelitian ... 44

D. Variabel Penelitian ... 45

E. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ... 45

F. Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 50

1. Validitas Instrumen ... 50

2. Reliabilitas Instrumen ... 55

G. Teknik Analisis Data ... 56

1. Tahap Persiapan dan Pengumpulan Data Penelitian ... 57

2. Tahap Pelaksanaan Pengumpulan Data ... 57

3. Analisis Data ... 58

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 62

A. Hasil Penelitian ... 62

(16)

xv

BAB V. PENUTUP ... 74

A. Simpulan ... 74

B. Keterbatasan Penelitian ... 75

C. Saran... 76

DAFTAR PUSTAKA ... 77

(17)

xvi

DAFTAR TABEL, GAMBAR, DAN GRAFIK

Gambar 2.1 Skema Kerangka Pikir... 42

Tabel 3.1 Data Subyek Penelitian ... 44

Tabel 3.2 Norma Skoring Skala Kebahagiaan Belajar ... 48

Tabel 3.3 Kisi-Kisi Skala Kebahagiaan Belajar ... 49

Tabel 3.4 Rekapitulasi Hasil Uji Validitas Skala Kebahagiaan Belajar ... 52

Tabel 3.5 Kisi-Kisi Skala Kebahagiaan Belajar (Final) ... 54

Tabel 3.6 Reliabilitas Skala Kebahagiaan Belajar ... 55

Tabel 3.7 Kriteria Guilford... 56

Tabel 3.8 Norma Kategorisasi Kebahagiaan Belajar ... 58

Tabel 3.9 Norma Kategorisasi Kebahagiaan Belajar Siswi Kelas XI SMA Stella Duce 2 Yogyakarta Tahun Ajaran 2018/2019 ... 60

Tabel 3.10 Norma Kategorisasi Skor Item Kebahagiaan Belajar Siswi Kelas XI SMA Stella Duce 2 Yogyakarta Tahun Ajaran 2018/2019 ... 61

Tabel 4.1 Kategorisasi Kebahagiaan Belajar Siswi Kelas XI SMA Stella Duce 2 Yogyakarta Tahun Ajaran 2018/2019 ... 62

Grafik 4.1 Kategorisasi Kebahagiaan Belajar Siswi Kelas XI SMA Stella Duce 2 Yogyakarta Tahun Ajaran 2018/2019 ... 63

Tabel 4.2 Distribusi Perolehan Skor Item Kebahagiaan Belajar Siswi Kelas XI SMA Stella Duce 2 Yogyakarta Tahun Ajaran 2018/2019 ... 64

Grafik 4.2 Kategorisasi Skor Item Kebahagiaan Belajar Siswi Kelas XI SMA Stella Duce 2 Yogyakarta Tahun Ajaran 2018/2019 ... 65

Tabel 4.3 Item-Item Skala Kebahagiaan Belajar Kategori Rendah ... 67

(18)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Izin Penelitian ... 81

Lampiran 2 Instrumen Penelitian... 82

Lampiran 3 Hasil Komputasi Uji Validitas Instrumen Penelitian ... 90

(19)

1

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini dijelaskan latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi operasional variabel.

A. Latar Belakang Masalah

Emosi merupakan satu bentuk perasaan yang dialami manusia. Hal itu muncul karena manusia melakukan interaksi dengan lingkungannya dalam hidup sehari-hari. Beck (Seligman, 2005: 83) berpendapat bahwa emosi selalu ditimbulkan oleh kognisi. Emosi menggambarkan reaksi alamiah yang timbul dari diri manusia sebagai dampak terjadinya perubahan pada diri dan lingkungan sekitarnya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa emosi sangat mewarnai dan memberikan pengaruh bagi kehidupan manusia.

Berdasarkan pengaruh yang dimunculkan, emosi dapat dikategorikan menjadi dua bentuk, yaitu emosi positif dan emosi negatif. Kedua bentuk emosi ini melekat dan dapat dirasakan oleh setiap manusia. Emosi negatif yang muncul pada diri manusia teridentifikasi pada perasaan seperti tidak suka, marah, takut, sedih, muak, jijik, dan semacamnya, sedangkan emosi positif adalah sebaliknya (Seligman, 2005: 38-39).

(20)

itu dikarenakan kebahagiaan memberikan dampak yang positif bagi hidup `manusia. Maka dari itu, banyak orang berusaha untuk merasakan kebahagiaan dalam hidup mereka. Kebahagiaan tidak hanya seputar perasaan senang yang dialami dalam hidup, melainkan juga merasa baik pada aspek fisik, sosial, emosional, dan psikologis.

Saat ini mulai banyak penelitian yang membahas kebahagiaan. Hal ini memberikan bukti bahwa kebahagiaan menjadi salah satu fokus utama individu dalam menjalani kehidupannya. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (Berita Resmi Statistik, 2017: 1), indeks kebahagiaan Indonesia tahun 2017 dari hasil Survei Pengukuran Tingkat Kebahagiaan (SPTK) sebesar 70,69% pada skala 1-100. Indeks kebahagiaan Indonesia tahun 2017 merupakan indeks komposit yang disusun oleh tiga dimensi, yaitu kepuasan hidup, perasaan, dan makna hidup.

Menurut Layard (San Martin, Parles, & Canto, 2010: 618) pencarian kebahagiaan merupakan fokus utama dalam dunia psikologi dan itu merupakan hal fundamental dalam psikologi positif. Kebahagiaan sebagai sebuah afeksi yang dapat dirasakan oleh siapapun. Pria dan wanita, tua dan muda, pelajar dan pekerja, semua memiliki kesempatan merasakan kebahagiaan.

(21)

Oetami & Yuniarti (2011: 109) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa peristiwa yang mengakibatkan kebahagiaan remaja adalah peristiwa yang berkaitan dengan keluarga dan prestasi. Selain itu terdapat peristiwa mencintai dan dicintai, peristiwa yang berkaitan dengan spiritulalitas, teman, waktu luang, dan uang. Adapun beberapa jawaban lain yang masuk dalam kategori lain-lain atau “others”. Berdasarkan penelitian tersebut dapat dilihat bahwa peristiwa yang paling membuat remaja merasa bahagia adalah peristiwa bersama dengan keluarga sebagai lingkungan sosial terdekat dari individu.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Herbyanti (2009) menyebutkan bahwa bentuk kebahagiaan remaja adalah ketika adanya keluarga yang utuh dan dari keluarga remaja mendapatkan kasih sayang. Adapun faktor yang mempengaruhi kebahagiaan remaja seperti sikap optimis dan dukungan dari orang-orang terdekat. Remaja yang bahagia adalah mereka yang memiliki kepuasan terhadap apa yang mereka miliki di kehidupan mereka baik bersama dengan keluarga maupun orang-orang terdekat lainnya.

(22)

Adapun hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Patnani (2012: 60) mengenai kebahagiaan pada perempuan. Penelitian tersebut ditujukan pada 22 subyek penelitian. Dalam penelitian tersebut, didapatkan hasil bahwa sumber kebahagiaan pada perempuan kelompok usia di bawah 20 tahun yaitu, keluarga, uang, materi, teman, pasangan, keinginan, tidur, rekreasi, pujian, dan berbagi.

Kebahagiaan memiliki cakupan yang sangat luas dan dapat dimiliki serta dirasakan oleh siapapun tanpa terkecuali. Meskipun menjadi hal yang ingin dicapai oleh semua orang, namun kenyataannya merasakan atau mencapai kebahagiaan bukanlah satu hal yang sederhana. Berdasarkan pengalaman peneliti selama melaksanakan Magang di SMA Stella Duce 2 Yogyakarta, banyak informasi yang terkuak terkait dengan tanda-tanda yang menunjukkan siswi kurang merasa bahagia.

Peneliti melakukan observasi pada siswi yang duduk di kelas XI SMA Stella Duce 2 Yogyakarta. Siswi kelas XI pada saat ini adalah remaja yang lahir setelah tahun 2000 yang memiliki rata-rata usia antara 14-16 tahun. Menurut Bencsik, Csiko, & Juhez (Putra, 2016: 130), seseorang yang lahir antara tahun 1995-2010 termasuk dalam generasi-Z. Generasi ini dikenal dengan generasi digital. Generasi digital adalah generasi yang selalu bergerak cepat dan melibatkan kemajuan teknologi dalam hidupnya.

(23)

Yogyakarta. Tanda-tanda ketidakbahagiaan yang teramati ternyata sangat dominan terkait dengan proses belajar.

Beberapa hal yang teridentifikasi sebagai peristiwa yang menunjukkan ketidakbahagiaan dalam konteks belajar seperti masih banyak siswi yang masih kurang menikmati proses pelajaran di kelas. Hal ini ditandai dengan rasa malas saat mengikuti kegiatan bimbingan klasikal. Pengalaman ketika peneliti Magang di SMA Stella Duce 2 Yogyakarta, peneliti memberikan layanan bimbingan klasikal pada siswi kelas XI. Ketika peneliti memberikan layanan tersebut, begitu nampak siswi merasa tidak menunjukkan rasa antusiasnya.

Siswi masih sering mengeluh saat guru memberikan tugas-tugas. Beberapa siswi yang tinggal di asrama juga menuturkan bahwa mereka merasa kurang nyaman dengan rutinitas saat belajar. Hidup jauh dari orangtua juga menjadikan beberapa siswi mudah mengeluh karena merasa tidak adanya orang terdekat yang memberi semangat untuk belajar. Beberapa siswi belum mampu memaknai apa yang dia lakukan di sekolah. Sebagai contoh ada siswi yang hari ini terlambat besok kembali terlambat dengan alasan yang sama.

(24)

bahwa dirinya sedang memiliki masalah dengan pacarnya yang mana masalah itu kerap mengganggu dirinya saat belajar.

Belajar sejatinya merupakan sebuah proses yang menyenangkan dan menggembirakan. Proses yang menyenangkan dalam belajar tersebut mendorong peserta didik menemukan dan membangun makna atas apa yang dipelajari. Proses belajar dilakukan dengan melibatkan persepsi, pikiran, dan perasaan (Kwartolo, 2007). Proses belajar seharusnya menjadi sarana untuk menambah wawasan dan mengembangkan potensi setiap siswi.

Suasana yang tercipta dalam proses belajar menjadi hal yang perlu diperhatikan baik oleh Guru dan siswi. Hal ini tidak lain karena adanya harapan agar siswi dapat belajar dengan nyaman. Proses belajar yang menyenangkan

(joyful learning) merupakan sebuah proses pembelajaran yang di dalamnya

terdapat suatu pola hubungan yang kuat antara Guru dan siswi (Permatasari, Mulyani, & Nurhayati, 2014: 120). Maka, relasi yang tercipta dalam proses pembelajaran di kelas menjadi hal pokok untuk diperhatikan.

(25)

Apabila kondisi yang ideal dalam proses belajar di atas dapat ditunjukkan oleh siswi, maka siswi tersebut sebagai peserta didik dapat dikatakan menikmati atau merasa bahagia dalam belajar. Kebahagiaan dalam belajar merupakan dampak yang ditimbulkan dari pengembangan kurikulum yang ada, khususnya keharusan mengembangkan pengalaman belajar siswi (Kwartolo, 2007). Berkaitan dengan kurikulum di sekolah, tentunya ada pihak yang ikut berperan aktif memberikan layanan untuk membantu proses belajar siswi yaitu Bimbingan dan Konseling.

(26)

luar Yogyakarta. Fenomena tersebut menimbulkan terciptanya keberagaman akan karakteristik dari setiap siswi yang menjadi peserta didik di sekolah.

Karakteristik siswi yang sangat khas ini terkadang membawa suatu permasalahan baru. Permasalahan yang biasanya muncul terkait adaptasi, baik dengan lingkungan dan dalam proses belajar di sekolah.

Schneiders (Kusdiyati, Halimah, & Faisaluddin, 2011: 181) menyatakan bahwa

“Penyesuaian diri (adjustment) sebagai suatu proses dimana individu berusaha keras untuk mengatasi atau menguasai kebutuhan dalam diri, ketegangan, frustasi, dan konflik, tujuannya untuk mendapatkan keharmonisan dan keselarasan antara tuntutan lingkungan dimana dia tinggal dengan tuntutan didalam dirinya.”

Penyesuaian yang membutuhkan waktu kerap menjadi faktor penghambat siswi untuk merasa nyaman dalam mengikuti atau menjalani proses belajar. Waktu yang dibutuhkan oleh masing-masing siswi yang baru beranjak dari Sekolah Menengah Pertama (SMP) menuju Sekolah Menengah Atas (SMA) untuk beradaptasi dengan proses pembelajaran tentu sangat bervariasi.

Permasalahan yang teramati oleh peneliti tentu menjadi perhatian khusus. Peniliti melihat bahwa tahun pertama di SMA menjadi waktu yang cukup untuk beradaptasi dengan budaya akademik di sekolah yang baru. Namun bagi siswi yang duduk di kelas XI tentu memiliki karakteristik tersendiri yang dipandang sudah mantap untuk mengikuti proses belajar di sekolah. Kenyataannya ada beberapa hal yang memang belum menunjukkan kondisi ideal tersebut.

(27)

peneliti tertarik untuk melakukan penelitian guna mengungkap kebahagiaan belajar siswi kelas XI SMA Stella Duce 2 Yogyakarta. Peneliti mengajukan penelitian yang berjudul, “Tingkat Kebahagiaan Belajar Siswa Menengah Atas (Studi Deskriptif pada Siswi Kelas XI SMA Stella Duce 2 Yogyakarta Tahun Ajaran 2018/2019)”. Penelitian ini diukur dengan menggunakan skala Likert

dan hasilnya akan digunakan sebagai dasar dalam menyusun topik-topik bimbingan klasikal untuk membantu meningkatkan kebahagiaan belajar siswi kelas XI SMA Stella Duce 2 Yogyakarta.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang terkait dengan tingkat kebahagiaan belajar, permasalahan yang dialami siswi kelas XI di SMA Stella Duce 2 Yogyakarta dapat diidentifikasi sebagai berikut.

1. Beberapa siswi merasa malas ketika mengikuti pelajaran. 2. Beberapa siswi sering mengeluh dengan banyaknya tugas.

3. Beberapa siswi kurang nyaman dengan rutinitas belajar di asrama. 4. Beberapa siswi tidak menunjukkan senyuman dan wajah berseri. 5. Beberapa siswi memiliki relasi sosial yang eksklusif.

6. Beberapa siswi mengalami konflik dengan pacarnya.

C. Pembatasan Masalah

(28)

D. Rumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang masalah dan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut.

1. Seberapa tinggi tingkat kebahagiaan belajar siswi kelas XI SMA Stella Duce 2 Yogyakarta tahun ajaran 2018/2019?

2. Butir-butir pengukuran kebahagiaan belajar mana saja yang capaian skornya teridentifikasi rendah yang dapat dijadikan sebagai dasar penyusunan topik-topik bimbingan?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:

1. Mendeskripsikan seberapa tinggi tingkat kebahagiaan belajar siswi kelas XI SMA Stella Duce 2 Yogyakarta tahun ajaran 2018/2019.

2. Mengidentifikasi butir-butir pengukuran kebahagiaan belajar yang capaian skornya teridentifikasi rendah sebagai dasar penyusunan topik-topik bimbingan yang sesuai untuk membantu meningkatkan kebahagiaan belajar siswi kelas XI SMA Stella Duce 2 Yogyakarta tahun ajaran 2018/2019.

F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis

(29)

2. Manfaat Praktis

a. Manfaat bagi guru BK

Sebagai informasi mengenai kebutuhan siswi terkait dengan kebahagiaan belajar mereka. Guru BK dapat memanfaatkan data yang tersedia untuk menyusun topik-topik bimbingan klasikal yang dapat digunakan sebagai upaya untuk meningkatkan kebahagiaan belajar siswi.

b. Manfaat bagi siswi

Sebagai sarana informasi bagi siswi untuk lebih mengenal, memahami, dan mengupayakan kebahagiaan dalam belajar mereka.

c. Manfaat bagi sekolah

Manfaat penelitian ini bagi sekolah adalah agar sekolah mengetahui tingkat kebahagiaan belajar siswi-siswinya.

G. Definisi Operasional Variabel

Agar tidak menimbulkan pembiasan dalam memahami permasalahan, adapun definisi operasional variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Kebahagiaan Belajar

(30)

2. Belajar

Belajar merupakan sebuah proses membangun dan menemukan makna dari apa yang dipelajari, sehingga timbul pengertian dan pemahaman baru dalam diri siswi.

3. Bimbingan Pribadi

Bimbingan pribadi merupakan layanan bimbingan yang diberikan oleh Guru BK yang berkaitan dengan bidang pribadi dari peserta didik.

4. Bimbingan Belajar

Bimbingan belajar merupakan layanan bimbingan yang diberikan oleh Guru BK yang berkaitan dengan bidang belajar dari peserta didik.

5. Siswi SMA

Siswi SMA merupakan individu perempuan yang sedang berada di tahap perkembangan remaja akhir dan menempuh pendidikan di jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA).

6. Topik Bimbingan

(31)

13

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Pada bab ini diuraikan mengenai kebahagiaan, belajar, masa remaja, layanan bimbingan, kajian penelitian yang relevan, dan kerangka pikir.

A. Kebahagiaan

1. Hakikat Kebahagiaan

Manusia adalah makhluk yang diciptakan dengan derajat yang paling mulia. Manusia hidup dengan pikiran dan hatinya. Hal ini yang mendorong manusia dalam hidupnya mengusahakan kebahagiaan. Kebahagiaan merupakan kondisi psikologis yang positif pada diri individu yang ditandai dengan tingginya kepuasan hidup. Kebahagiaan memberikan dampak positif dalam berbagai aspek kehidupan dan akan mengarahkan individu pada hidup yang lebih baik (Carr dalam Suryana, 2017).

(32)

Menurut Pradiansyah (2010), kunci perasaan bahagia pada diri seseorang terletak pada pikiran. Beck (Seligman, 2005: 83) menyatakan bahwa pikiranlah yang menimbulkan emosi pada diri seseorang. Apablia seseorang berpikir positif maka ia akan merasakan emosi yang positif begitu juga sebaliknya. Orang yang bahagia akan mengingat lebih banyak peristiwa yang menyenangkan (Seligman, 2005: 48). Maka, jika manusia ingin merasakan kebahagiaan, salah satu kuncinya adalah dengan mengubah pikiran menjadi positif.

Konsep mengenai kebahagiaan terkadang masih sulit untuk dipahami secara sederhana. Hal ini tidak terlepas dari cakupan kebahagiaan yang sangat kompleks (Strongman dalam Oetami & Yuniarti, 2011: 106). Manusia hanya dapat menilai secara subyektif akan kebahagiaan yang dialaminya. Sharar (Oetami & Yuniarti, 2011: 106) memberikan kiat-kiat untuk bertanya kepada diri sendiri dengan kata bantu “why” guna

memperoleh tolok ukur kebahagiaan.

Adapun beberapa contoh pertanyaan yang dapat diajukan seperti mengapa individu ingin kaya? Mengapa individu ingin mendapat jabatan tinggi? Mengapa individu ingin memiliki mobil mewah dan rumah bagus? Selain itu tentu masih banyak pertanyaan-pertanyaan lain yang jawabannya sudah pasti yaitu karena individu ingin merasa/mendapat kebahagiaan.

(33)

tidak defensif, dan lateral sehingga dapat memecahkan persolaan dengan tepat (Seligman, 2005: 50). Hal lain terjadi jika keadaan diri tidak diselimuti dengan suasana hati yang positif maka akan menjalani hidup kurang bergairah.

Seligman (Arif, 2016: 41) mengatakan bahwa ada lima hal yang dapat dikendalikan oleh seseorang guna memperoleh kebahagiaan. Kelima hal tersebut adalah: emosi positif (positive emotions/P), keterlibatan

(engagement/E), hubungan yang positif (positive relations/R), memaknai

hidup (meaning of life/M), dan prestasi (accomplishment/A). Kelima hal tersebut biasa disingkat “PERMA” dan dipandang sebagai unsur yang berperan besar dalam menentukan kebahagiaan pada diri seseorang. Kelima unsur tersebut masing-masing memiliki kontribusi yang unik dalam menciptakan hidup yang eudamonic atau bahagia.

(34)

2. Aspek Kebahagiaan

Berikut dijelaskan mengenai beberapa aspek pokok yang mendorong manusia memperoleh atau merasakan kebahagiaan dalam hidupnya menurut Seligman (Arif, 2016).

a. Emosi positif

Emosi positif (positive emotions) merupakan sesuatu yang dirasakan seseorang yang membawa suasana menyenangkan . Banyak orang yang menghendaki agar emosi positif lebih sering dirasakan daripada emosi negatif. Dengan emosi positif, orang dapat semakin membuka diri pada kemungkinan lain yang mengarah pada kreativitas, sehingga ketika menghadapi suatu situasi orang tidak terjebak pada kekakuan. Demikian pula ketika dalam kondisi belajar, emosi positif yang dirasakan peserta didik dapat mendorong mereka menjadi lebih senang, bersyukur, menyadari, dan optimis dalam proses belajar.

b. Keterlibatan

(35)

c. Hubungan positif

Hubungan yang positif dengan orang lain (positive relations) tentu saja tidak hanya terkait dengan relasi sosial sebatas teman dan persahabatan, melainkan lebih pada hubungan yang bersifat hangat karena didukung oleh komunikasi yang baik. Begitu pula dalam proses belajar, seorang peserta didik hendaknya memiliki hubungan yang positif baik dengan teman, orang tua maupun Guru di sekolah. Hal itu dimaksudkan agar peserta didik semakin menumbuhkan dan mengembangkan pribadinya sehingga mereka merasa ada, dihargai dan didukung oleh lingkungan terdekatnya ketika belajar.

d. Memaknai hidup

(36)

e. Prestasi

Prestasi (accomplishment) merupakan buah dari keempat aspek sebelumnya. Prestasi merupakan buah dari hidup manusia yang dijalani dengan baik. Prestasi sering dikaitkan dengan hal-hal yang berbau material atau nilai. Konteks prestasi di sini sangat luas tidak terbatas pada material atau nilai. Wujud prestasi atau pencapaian dalam hidup manusia sungguh sangat beragam. Begitu pula dengan pencapaian peserta didik dalam proses belajar. Hasil tidak hanya sebatas nilai yang baik, namun lebih pada apa yang dapat saya hasilkan dari proses belajar yang sudah saya lalui. Prestasi dalam konteks belajar akan mendorong orang untuk mengembangkan diri dan mampu mengatasi kesulitan-kesulitan dalam belajar.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebahagiaan

Ryff (Oetami & Yuniarti, 2011: 106) mengatakan bahwa kebahagiaan merupakan cita-cita tertinggi yang selalu ingin diraih oleh setiap manusia dalam tindakannya. Oleh karenanya, seseorang selalu berusaha memunculkan perilaku yang mengarah pada kebahagiaan. Seseorang akan lebih mudah memunculkan perilaku yang mengarah pada kebahagiaan apabila dirinya diliputi oleh emosi positif.

(37)

mempersepsikan kebahagiaan mereka. Adapun faktor eksternal yang mempengaruhi seseorang dalam mempersepsikan kebahagiaannya yaitu faktor yang berasal dari lingkungan atau di luar diri seseorang (Seligman, 2005: 66).

a. Faktor Internal

Seligman (2005) mengklasifikasikan emosi positif seseorang ke dalam tiga rentang waktu. Kepuasan akan masa lalu, kebahagiaan pada masa sekarang, dan optimis akan masa depan. Ketiga kategori ini berbeda dan tidak selalu berkaitan.

1) Kepuasan masa lalu

Sikap positif dalam menanggapi masa lalu dapat menghasilkan emosi positif berupa kepuasan, kelegaan, kebanggaan, kedamaian atau ketenangan (Seligman, 2005: 80). Kepuasaan terhadap masa lalu dapat diperoleh melalui tiga cara yaitu:

a) Melepaskan pandangan masa lalu

(38)

masa lalu yaitu dengan menerima dan berdamai dengan masa lalu tersebut.

Melepaskan belenggu masa lalu dipandang sebagai penentu langkah hidup selanjutnya. Misalnya ada seorang siswi SMA yang memiliki pengalaman buruk ketika mendapatkan hasil belajar kurang baik selalu dimarahi oleh Guru dan Orangtuanya. Kejadian ini cukup lama dialami oleh siswi tersebut hingga menjadikannya semakin sulit untuk belajar. Timbul pemikiran bahwa sekeras apapun dia belajar pasti akan mendapat hasil yang buruk dan dimarahi oleh Guru dan Orangtuanya. Hal ini menjadikan anak ini malas dan tidak memiliki semangat untuk belajar. Dengan mengolah batinnya anak memiliki pandangan baru bahwa usaha untuk belajar dan mendapat nilai yang baik harus dia lakukan agar dapat membuktikan bahwa dirinya mampu untuk mendapat hasil belajar yang baik.

b) Bersyukur (Gratitude)

(39)

ada usaha yang telah dicurahkan untuk hasil tersebut, maka siswi tersebut akan menerima dengan ikhlas dan tidak timbul iri dengan hasil belajar orang lain yang lebih baik darinya.

c) Memaafkan (Forgiving)

Salah satu cara untuk menata ulang pandangan seseorang mengenai emosi negatif pada kehidupan masa lalu yang buruk adalah dengan cara memaafkan. Memaafkan dapat dilakukan dengan cara mengubah kepahitan menjadi kenangan yang netral dan positif sehingga kepuasan hidup akan lebih mudah didapatkan.

2) Kebahagiaan pada masa sekarang

Emosi positif yang terkait dengan sikap pada masa sekarang mencakup kegembiraan, ketenangan, keriangan, semangat yang meluap-luap, rasa senang, dan flow. Selain itu menurut Seligman (2005: 132), kebahagiaan masa sekarang melibatkan dua hal, yaitu: a) Kenikmatan (Pleasure)

(40)

Kenikmatan ragawi dapa diperoleh melalui rangsangan indera dan sensori. Biasanya kenikmatan ragawi cepat untuk memudar. Dengan kata lain waktu menetap kenikmatan ragawi pada diri seseorang biasanya tidak bertahan lama setelah seseorang telah mampu beradaptasi dengan situasi yang ada. Kenikmatan yang lebih tinggi umumnya hampir sama dengan kenikmatan ragawi, namun yang membedakan adalah cara perolehannya yang lebih rumit daripada kenikmatan ragawi.

Terdapat tiga hal yang dapat meningkatkan kebahagiaan sementara, yaitu dengan menghindari kebiasaan dengan cara memberi selang waktu cukup panjang antar kejadian menyenangkan; meresapi (savoring) yaitu menyadari serta dengan sengaja memperhatikan sebuah kenikmatan; serta kecermatan (mindfullnes) yaitu mencermati dan menjalani segala pengalaman dengan tidak terburu–buru karena terpaku pada masa depan.

b) Gratifikasi (Gratification)

(41)

yang dilakukannya. Kegiatan yang memunculkan gratifikasi pada umumnya memiliki komponen tantangan, membutuhkan keterampilan, konsentrasi, adanya tujuan, dan terdapat umpan balik secara langsung, sehingga seseorang dapat larut di dalamnya.

3) Optimis akan masa depan

Emosi positif yang terkait dengan sikap pada masa depan mengandung unsur optimisme, harapan, kepercayaan, keyakinan, dan kepastian pada diri seseorang untuk membentuk pribadi yang lebih baik daripada sebelumnya. Optimisme dan harapan memberikan kemampuan bagi seseorang untuk semakin kuat dalam menghadapi tekanan dalam hidupnya.

b. Faktor Eksternal

Seligman (2005: 64) mengatakan bahwa sebagian lingkungan memang mengubah kebahagiaan menjadi lebih baik. Berikut adalah beberapa faktor yang berasal dari lingkungan yang mempengaruhi kebahagiaan.

1) Uang

(42)

hidupnya akan cenderung merasa kurang puas akan kehidupannya secara keseluruhan.

2) Kehidupan sosial

Orang yang bahagia dengan orang yang tidak bahagia dapat terlihat perbedaannya. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari kehidupan sosial orang tersebut. Orang yang bahagia menjalani hidupnya lebih banyak bersosialisasi dengan orang lain, sedangkan orang yang tidak bahagia biasanya lebih sering menjalani kehidupan dalam kesendirian. Maka relasi sosial yang positif ditandai dengan kemampuan seseorang untuk membangun komunikasi dan hubungan yang dipenuhi dengan keterbukaan, kehangatan, kepercayaan, dan keakraban.

3) Kesehatan

Kesehatan yang mempengaruhi kebahagiaan seseorang bersifat subyektif. Artinya bahwa kesehatan sebagai persepsi pribadi. Orang yang mempersepsikan dirinya sehat akan memperoleh kontribusi positif terhadap kebahagiaan dibandingkan dengan orang yang mempersepsikan dirinya tidak sehat.

4) Agama

(43)

tenang. Dengan mengikuti ritual keagamaan yang dipercayai, orang merasa hidup dengan harapan untuk masa depan dan menciptakan makna hidup.

5) Emosi negatif

Orang yang sering mengalami emosi negatif dalam hidupnya akan lebih sedikit mengalami emosi yang positif begitu juga sebaliknya. Hal ini mendorong orang berusaha untuk semakin banyak mengalami perasaan yang positif dalam hidupnya. Namun perlu diingat bahwa tidak selalu orang yang mengalami emosi negatif pasti tidak bisa merasa bahagia. Begitu pula orang yang sering mengalami perasaan positif tidak selalu merasa bahagia. 6) Usia

Kepuasan hidup sedikit meningkat sejalan dengan bertambahnya usia seseorang. Perasaan mencapai puncak dan terpuruk dalam keputusasaan di kehidupan individu menjadi berkurang seiring bertambahnya usia dan pengalaman seseorang. 7) Pendidikan

(44)

4. Sumber-Sumber Kebahagiaan

Kebahagiaan tercipta karena diusahakan. Seseorang tidak akan merasa bahagia tanpa melakukan sesuatu. Dalam setiap aktivitas manusia, terdapat hal-hal yang dapat menjadi sumber dari kebahagiaan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lu & Shih (1997), terdapat 180 sumber kebahagiaan dari subyek penelitian. Diantara 180 sumber kebahagiaan yang teridentifikasi, terdapat 9 sumber kebahagiaan yang dominan yaitu:

a. Rasa dihargai dan dihormati oleh orang lain.

Perasaan bahagia muncul ketika seseorang merasakan pujian dari teman, sahabat, dan keluarganya. Dalam kaitannya dengan proses belajar adanya penerimaan dari orang lain seperti teman, Orangtua, dan Guru saat seseorang belajar menjadi hal yang diinginkan untuk merasa bahagia dalam belajar.

b. Hubungan yang harmonis dengan orang lain.

Hubungan yang harmonis dalam berbagai lingkup kehidupan. Sebagai contoh, terciptanya hubungan harmonis dalam keluarga, masyarakat, dan lingkungan sekolah. Dalam kaitannya dengan proses belajar, hubungan atau relasi dengan teman juga menjadi hal yang diinginkan oleh seseorang ketika belajar.

c. Kepuasan akan terpenuhinya kebutuhan hidup

(45)

Kaitannya dalam hal belajar, terpenuhinya kebutuhan saat belajar dapat terjadi dalam hal dapat mengerjakan tugas dengan baik, dapat memahami materi dengan baik, mendapat nilai ujian yang memuaskan, dan mengembangkan potensi yang dimiliki.

d. Prestasi dalam hal pekerjaan

Prestasi dalam hal pekerjaan juga dapat mendorong orang merasa bahagia. Ketika seorang pekerja dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan baik dan mendapatkan kenaikan pangkat serta pendapatan, tentu menjadi hal yang sangat diinginkan dalam sebuah pekerjaan. Bagi remaja yang sedang belajar, prestasi yang diperoleh baik dalam nilai ataupun perilaku tentu menjadi dorongan untuk merasa bahagia.

e. Memaknai hidup.

Memaknai hidup memang bukan hal yang mudah. Sebagai contoh ketika orang menyikapi berbagai peristiwa yang telah terjadi dalam hidupnya dan mencoba memetik pelajaran darinya. Orang tidak mudah putus asa dan menyalahkan keadaan. Dalam hal belajar, contoh memaknai hidup antara lain seperti, mendapatkan insight atau pemahaman baru melalui belajar dan mampu memahami tujuan belajar itu sendiri.

f. Mencari hiburan.

(46)

hiburan dapat dilakukan dengan cara mencari waktu luang untuk rehat dari tugas-tugas yang begitu banyak.

g. Aktualisasi diri.

Aktualisasi diri yang dimaksud adalah ketika seseorang berani untuk menggunakan potensi yang dimiliki untuk mencapai suatu target. Orang mampu mengontrol dirinya dalam mencapai apa yang diinginkannya. Dalam kaitannya dengan belajar contoh aktualisasi diri adalah mengerjakan tugas/ujian dengan usaha maksimal. Akhirnya seseorang yang mampu mengaktualisasikan dirinya akan merasa bahagia.

h. Perasaan positif.

Perasaan yang positif muncul dari dalam diri seseorang seperti perasaan rileks, tidak membuat orang lain tersinggung, adanya canda tawa, dan sebagainya. Dalam proses belajar juga akan menjadi menyenangkan apabila dimulai dengan perasaan yang positif. Timbulnya kesadaran bahwa belajar itu menjadi kewajiban dan bukan beban bagi seorang pelajar.

i. Sehat jasmani

(47)

5. Ciri-Ciri Individu yang Bahagia

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Gail & Seehy (Puspitorini, 2012: 33-36) mengenai kebahagiaan, terdapat sepuluh karakteristik orang yang bahagia. Berikut yaitu:

a. Hidup memiliki arti dan terarah.

Orang yang bahagia tidak asal dalam menjalani kehidupannya. Orang yang bahagia memiliki arah dan tujuan dalam menjalani kehidupannya. Selain itu, orang yang bahagia juga mampu mengarahkan hidupnya pada hal-hal yang sifatnya positif.

b. Mampu berpikir kreatif.

Orang yang bahagia memiliki cara berpikir yang kreatif. Salah satu bentuk berpikir kreatif adalah ketika seseorang mampu mencari jalan keluar ketika menghadapi kesulitan dalam hidupnya.

c. Jarang merasa diperlakukan tidak adil.

Orang yang bahagia senantiasa merasa keberadaannya diterima oleh lingkungannya. Relasi yang terjaling antara seseorang dengan lingkungannya senantiasa bersifat positif. Dengan demikian, orang yang bahagia akan merasa jarang diperlakukan tidak adil dalam hidupnya. d. Peduli dengan perkembangan pribadi.

(48)

e. Melihat kritikan bukan sebagai serangan pribadi.

Seringkali orang menilai kritikan yang diberikan oleh orang lain kepada dirinya sebagai sebuah hal yang bersifat negatif. Tetapi bagi orang yang bahagia, kritik merupakan sebuah kenyataan yang ada dan menilainya sebagai suatu hal yang dapat dijadikan dasar mengembangkan dirinya agar lebih baik lagi ke depan.

f. Mencapai beberapa tujuan hidup yang penting.

Orang yang bahagia seperti yang telah disebutkan pada ciri sebelumnya bahwa memiliki hidup yang terarah. Orang yang bahagia memiliki beberapa tujuan hidup berdasarkan prioritas dan mampu mencapainya dengan baik.

g. Memiliki banyak teman.

Orang yang bahagia biasanya memiliki banyak teman. Tetapi tidak selalu demikian, karena yang lebih dilihat adalah kualitasnya. Artinya bahwa memiliki banyak teman dan juga kualitas dalam menjalin relasi tersebut yang menjadikan orang merasa bahagia dalam hidupnya. h. Tidak memiliki ketakutan berlebihan.

Orang yang bahagia tidak menggantungkan hidupnya berdasarkan ketakutan akan apa yang akan terjadi dalam hidupnya. Tetapi lebih melihat adanya harapan dan optimisme akan hidupnya.

i. Mencintai dan dicintai secara mutualisme.

(49)

dan dicintai secara mutualisme. Dengan kata lain, ada relasi yang hangat dan bersifat dua arah.

j. Bersemangat menjalani aktivitas.

Orang yang bahagia akan mejalani aktivitasnya dengan penuh semangat. Walaupun ada tantangan dan rintangan, orang yang bahagia senantiasa bersemangat dalam menjalani aktivitasnya.

B. Belajar

1. Pengertian Belajar

Belajar merupakan sebuah proses yang senantiasa dilakukan oleh manusia dalam usahanya untuk memperoleh sesuatu informasi. Slameto (Djamarah, 2011: 13) menyatakan bahwa belajar merupakan suatu usaha yang dlakukan individu guna memperoleh perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Pendapat lain dikemukakan oleh Khairani (2014: 5) yang merumuskan belajar sebagai suatu proses menuju perubahan tingkah laku secara sengaja untuk mendapatkan perbuahan yang lebih baik.

(50)

2. Ciri-Ciri Belajar

Berikut ini akan diuraikan beberapa ciri-ciri belajar menurut beberapa ahli. a. Ciri-ciri belajar menurut Djamarah (2011: 15)

1) Perbuahan yang terjadi dialami dalam kondisi sadar. 2) Perbuahan dalam proses belajar bersifat fungsional. 3) Perubahan dalam proses belajar bersifat positif dan aktif. 4) Perubahan dalam proses belajar bersifat sementara. 5) Perbuahan dalam proses belajar memiliki tujuan. 6) Perbuahan mencakup seluruh aspek tingkah laku. b. Ciri-ciri belajar menurut Khairani (2014: 8)

1) Belajar ditandai dengan munculnya perbuhaan tingkah laku.

2) Perubahan perilaku yang muncul relalitf permanen, tetapi tidak ajeg sepanjang hidup.

3) Perubahan yang muncul tidak selalu langsung teramati.

4) Perubahan tingkah laku merupakan hasil dari latihan dan pengalaman.

(51)

C. Masa Remaja

1. Pengertian Masa Remaja

Masa remaja menurut Mapiarre (Ali & Ansori, 2010) adalah masa yang berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan usia 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi laki-laki. Menurut Hurlock (Ali & Ansori, 2010) masa remaja adalah masa-masa yang mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik. Secara psikologis, remaja adalah suatu usia dimana individu menjadi terintegrasi di dalam masyarakat dewasa, suatu usia di mana anak tidak merasa bahwa dirinya berada di bawah tingkat orang yang lebih tua melainkan merasa sama, atau paling tidak sejajar.

Hurlock (Ali & Ansori, 2010) juga menjelaskan bahwa masa remaja adalah masa yang paling tepat untuk mengembangkan intelektual. Sedangkan menurut Monk (Ali & Ansori, 2010) remaja sebetulnya tidak mempunyai tempat yang jelas. Hal itu dikarenakan remaja sudah tidak termasuk golongan anak-anak, tetapi belum juga dapat diterima secara penuh untuk masuk pada golongan orang dewasa. Remaja berada diantara fase anak-anak dan fase dewasa. Oleh karena itu, remaja seringkali dikenal dengan fase “mencari jati diri” atau fase “topan dan badai”.

(52)

beberapa pengertian yang sudah dijelaskan menurut para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa masa remaja merupakan fase dimana individu mulai beranjak dari masa anak-anak namun belum disebut sebagai orang yang dewasa.

2. Batasan Masa Remaja

Masa remaja dimulai kira-kira usia 10 sampai 13 tahun dan berakhir antara usia 18 sampai 22 tahun (Santrock, 2007: 26). WHO (World Health

Organization) menetapkan batas usia 10-20 tahun sebagai batasan usia

remaja. WHO membagi kurun usia tersebut menjadi dua bagian, yaitu remaja awal 10-14 tahun dan remaja akhir 15-20 tahun (Sarwono, 2007: 10).

3. Ciri-Ciri Masa Remaja

Ciri-ciri masa remaja menurut Hurlock (1992), yaitu: a. Periode penting

Perubahan fisik dan perkembangan emosi yang sangat cepat yang terjadi pada remaja membutuhkan waktu untuk penyesuaian diri. Remaja yang dapat menyesuaikan diri dengan keadaan fisiknya, dia akan menerima perubahan fisik yang terjadi pada dirinya. Akhirnya remaja dapat mengelola emosinya dengan baik.

b. Periode peralihan

(53)

c. Usia bermasalah

Pada tahap ini remaja merasa bahwa dirinya mampu melakukan sesuatu dengan sendiri tanpa membutuhkan bantuan orang lain. Remaja pada tahap ini memiliki pemikiran bahwa apa yang diputuskan oleh dirinya adalah benar. Remaja akan resisten terhadap masukan dan saran dari orang lain. Akibatnya perilaku remaja menjadi sulit untuk terkontrol. d. Mencari identitas

Pertanyaan yang merujuk pada pengenalan diri bagi remaja mungkin harus terjawab. Masa dimana mereka mencari identitas atau jati diri sebagai manusia. Pada mulanya remaja akan menyesuaikan diri dengan kelompok, kemudian mereka mulai menginginkan identitas diri dan mulai muncul ketidakpuasan. Akhirnya remaja terdorong untuk mencari kepuasan akan identitas dengan menampakkan perilaku yang bisa sangat ekstrem.

e. Usia yang menimbulkan ketakutan

Pandangan yang menyatakan bahwa masa remaja merupakan masa yang dipenuhi dengan masalah, sukar untuk dipercaya, membuat orang dewasa harus mendampingi, remaja menjadi takut untuk bertanggung jawab.

f. Masa yang tidak realistis

(54)

seringkali melihat diri sendiri, teman, dan orang lain sebagaimana yang diingingkannya bukan sebagaimana adanya.

g. Ambang masa dewasa

Remaja yang terus bergerak dan berkembang mulai menunjukkan perilaku layaknya seperti orang dewasa. Masa ini akan mengantar remaja pada tahap perkembangan selanjutnya. Perilaku khas yang ditunjukkan oleh remaja seringkali menjadi tanda bahwa remaja membutuhkan perlakuan yang berbeda dari anak-anak ataupun orang dewasa. Pada masa ini remaja mengalami lima perubahan, yaitu: emosi, fisik, psikologis, sosial dan perubahan nilai-nilai orang dewasa.

D. Layanan Bimbingan

1. Pengertian Bimbingan

Layanan bimbingan merupakan bagian integral dari tugas seorang Guru Bimbingan dan Konseling. Bimbingan sebagai sebuah bantuan memiliki definisi yang beragam. Moegiadi (Winkel & Hastuti, 2013: 29) mengatakan bahwa bimbingan merupakan suatu usaha yang ditujukan guna melengkapi seseorang dengan pengetahuan, pengalaman, dan informasi tentang dirinya sendiri.

Crow & Crow (Prayitno, 2004: 94) mengatakan bahwa

“Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan oleh seseorang, laki-laki atau perempuan, yang memiliki kepribadian yang memadai dan terlatih dengan baik kepada individu-individu setiap usia untuk membantunya mengatur kegiatan hidupnya sendiri, mengembangkan pandangan hidupnya sendiri, membuat keputusan sendiri dan

(55)

Berdasarkan pengertian bimbingan yang dijelaskan di atas, dapat disimpulkan bahwa layanan bimbingan sebagai proses bantuan. Bimbingan dalam institusi pendidikan sebagai usaha yang dilakukan oleh Guru Bimbingan dan Konseling dalam membantu peserta didiknya dalam mengembangkan kemampuan yang ada dalam dirinya. Kemampuan dalam diri peserta didik meliputi bidang pribadi, sosial, belajar, dan karier.

2. Bimbingan Pribadi-Belajar

Bidang bimbingan dikenal dalam empat bidang, yaitu bimbingan pribadi, sosial, belajar, dan karier. Menurut Winkel & Hastuti (2013), bimbingan pribadi merupakan bimbingan yang diberikan bagi peserta didik dalam menghadapi keadaan batinnya dan mengatasi berbagai pergumulan dalam batinnya. Pengertian lain dijelaskan oleh Sukardi (2002) yang mengatakan bahwa bimbingan pribadi sebagai upaya membantu siswa menemukan dan mengembangkan pribadi yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan, mandiri, dan sehat secara jasmani dan rohani.

(56)

Bimbingan pribadi dan belajar adalah dua hal yang berbeda namun saling berkaitan. Dalam kerangka bimbingan dan konseling, penting bagi seorang Guru BK untuk mampu menjalankan layanan bimbingan pribadi dan belajar kepada peserta didiknya. Berdasarkan penjelasan menurut beberapa ahli mengenai bimbingan pribadi dan belajar, dapat disimpulkan bahwa bimbingan pribadi-belajar merupakan upaya bantuan yang diberikan oleh Guru BK kepada peserta didiknya guna memahami diri, mengembangkan sikap, dan mengatasi pergumulan batinnya serta membantu peserta didik untuk menemukan cara belajar yang tepat dan mampu mengatasi kesulitan dalam belajar.

3. Fungsi Layanan Bimbingan

Prayitno (2009) menjelaskan fungsi pokok layanan bimbingan, yaitu: a. Fungsi pemahaman

Fungsi pemahaman dalam layanan bimbingan dimaksudkan agar peserta didik semakin memiliki pemahaman yang baik akan diri, permasalahan, dan lingkungan secara lebih luas termasuk lingkungan belajarnya.

b. Fungsi pencegahan (preventif)

(57)

4. Jenis-Jenis Bimbingan

Menurut Winkel & Hastuti (2013), macam bimbingan dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu:

a. Bentuk-bentuk bimbingan

Bentuk bimbingan merupakan pengelompokkan jenis layanan bimbingan berdasarkan jumlah orang yang dibimbing. Terdapat dua bentuk layanan bimbingan yaitu:

1) Bimbingan individual/perorangan

Bimbingan individual/perorangan merupakan layanan bimbingan yang diberikan oleh Guru BK kepada satu siswa.

2) Bimbingan tidak langsung

Bimbingan kelompok merupakan layanan bimbingan yang diberikan oleh Guru BK kepada lebih dari satu siswa, entah kelompok kecil, agak besar, atau sangat besar.

b. Sifat-sifat bimbingan

Sifat bimbingan merupakan pengelompokkan jenis layanan bimbingan berdasarkan tujuan yang hendak dicapai dari layanan tersebut. Terdapat empat istilah dalam sifat bimbingan yaitu:

1) Bimbingan preventif

(58)

2) Bimbingan persevatif

Bimbingan yang memiliki tujuan untuk mendampingi siswa supaya perkembangannya berlangsung secara optimal.

3) Bimbingan kuratif

Bimbingan yang tujuan utamanya adalah untuk membantu siswa mengoreksi perkembangan yang tidak sesuai alurnya.

4) Bimbingan pemeliharaan

Bimbingan pemeliharaan adalah bimbingan yang memiliki tujuan untuk tetap menjaga kondisi perkembangan siswa pada jalur yang positif.

c. Ragam bimbingan

Istilah ragam bimbingan ingin menjelaskan mengenai bidang atau aspek perkembangan tertentu yang menjadi fokus perhatian dalam layanan bimbingan. Bidang bimbingan dapat dikelompokkan menjadi empat yaitu, bidang pribadi, sosial, belajar, dan karier.

E. Kajian Penelitian yang Relevan

Berdasarkan penelitian Oetami & Yuniarti (2011) yang berjudul

(59)

Perbedaannya pada penelitian di atas meneliti orientasi kebahagiaan sedangkan penelitian ini meneliti kebahagiaan belajar.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Sativa & Helmi (2013) dengan judul

“Syukur dan Harga Diri dengan Kebahagiaan Remaja” menyebutkan bahwa bersyukur merupakan faktor yang tidak terlalu dominan dalam mempengaruhi kebahagiaan remaja dengan persentase 6,5%. Relevansi penelitian di atas dengan penelitian ini terletak pada faktor yang mempengaruhi kebahagiaan. Perbedaannya terletak pada jenis penelitian dimana penelitian di atas adalah mengukur korelasi sedangkan penelitian ini mendeskripsikan variabel kebahagiaan belajar.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mawarsih, Susilaningsih, & Hamidi (2013), didapatkan hasil bahwa perhatian dari orangtua menjadi dan motivasi belajar menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa dengan persentase 23,76%. Relevansi penelitian di atas dengan penelitian ini terletak pada subyek penelitian yaitu siswa SMA. Perbedaannya terletak pada variabel penelitian yang dibahas.

(60)

F. Kerangka Pikir

Pada bagian ini dipaparkan mengenai kerangka pikir peneliti. Kebahagiaan menurut Seligman (Arif, 2016) memiliki lima aspek. Kelima aspek tersebut apabila mampu dirasakan oleh seseorang atau dialami oleh seseorang dapat mendorong orang untuk merasakan kebahagiaan dalam hidupnya. Agar lebih mudah untuk dipahami, kerangka pikir penelitian dapat dilihat dalam gambar 2.1 berikut ini.

`

Gambar 2.1 Skema Kerangka Pikir

Asumsi Awal

Tingkat Kebahagiaan Belajar Siswi SMA Rendah

Aspek Kebahagiaan menurut Seligman (Arif, 2016)

1. Emosi Positif 2. Keterlibatan

3. Hubungan yang Positif 4. Memaknai Hidup 5. Prestasi

Tingkat Kebahagiaan Belajar Siswi SMA

Usulan Topik-Topik Bimbingan Pribadi-Belajar untuk Meningkatkan Kebahagiaan Belajar Siswi

Kelas XI SMA Stella Duce 2 Yogyakarta Tahun Ajaran 2018/2019

Topik-Topik Bimbingan yang

(61)

43

BAB III

METODE PENELITIAN

Dalam bab ini diuraikan beberapa hal yang berkaitan dengan metodologi penelitian, yaitu jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian, subyek penelitian, variabel penelitian, teknik dan instrumen pengumpulan data, validitas dan reliabilitas instrumen, dan teknik analisis data.

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif deskriptif. Menurut Borg dan Gall (Sugiyono, 2015: 13) metode penelitian kuantitatif disebut sebagai metode positivistik karena berlandaskan pada filsafat

positivisme. Metode ini disebut juga sebagai metode ilmiah atau scientific

karena telah memenuhi kaidah-kaidah ilmiah yaitu konkret atau empiris, obyektif, terukur, rasional, dan sistematis. Penelitian deskriptif adalah metode penelitian yang ditujukan untuk menggambarkan fenomena-fenomena yang ada baik yang berlangsung saat ini atau masa lampau (Hamdi, 2014: 5).

(62)

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat pelaksanaan penelitian di SMA Stella Duce 2 Yogyakarta yang beralamatkan di Jl. DR. Sutomo 16 Yogyakarta. Sekolah milik yayasan Tarakanita ini merupakan sekolah homogen putri. Penelitian ini dimulai dengan menyusun proposal penelitian yang dilakukan pada bulan Agustus sampai dengan September tahun 2018. Pada bulan November peneliti menyusun instrumen penelitian dan dilanjutkan pengumpulan data yang dilakukan pada hari Senin, 10 Desember 2018.

C. Subyek Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian dengan menggunakan sampel. Sugiyono (2015) menjelaskan bahwa sampel penelitian merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang dipilih dari populasi. Sampel penelitian mencakup siswi kelas XI yang berada di SMA Stella Duce 2 Yogyakarta yang ada di tiga kelas yaitu kelas XI MIPA 2, XI IPS 2, dan XI Bahasa dengan rentang usia antara 14-16 tahun. Sejatinya jumlah siswi dari ketiga kelas yang menjadi subyek penelitian berjumlah 106 siswi. Namun karena ada beberapa siswi yang tidak masuk ketika penelitian dilaksanakan, subyek penelitian berjumlah 98 siswi.

Tabel 3.1

Data Subyek Penelitian

No. Kelas Peminatan Jumlah Siswi

1. Kelas XI MIPA 37 siswi

2. Kelas XI IPS 39 siswi

(63)

D. Variabel Penelitian

Variabel penelitian merupakan atribut seseorang atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan dari orang yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2015: 61). Variabel yang diukur dalam penelitian ini adalah kebahagiaan belajar. Kebahagiaan belajar merupakan suatu keadaan dimana individu merasa damai, memperoleh apa yang diinginkan, dan terbebas dari sesuatu yang tidak menyenangkan pada saat proses belajar yang pada akhirnya membuat ia mampu menjalani proses belajar dengan baik dan penuh makna.

Peneliti ingin melihat tingkat kebahagiaan belajar siswi kelas XI SMA Stella Duce 2 Yogyakarta tahun ajaran 2018/2019. Terdapat lima aspek dalam kebahagiaan menurut Seligman (Arif, 2016: 41) yaitu, emosi positif, keterlibatan, hubungan yang positif, memaknai hidup, dan prestasi. Kelima aspek inilah yang akan dijadikan dasar dalam penyusunan dan pengembangan instrumen penelitian.

E. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

(64)

Periantalo (2015: 3-4) menjelaskan empat karakteristik skala psikologi, yaitu:

a. Mengungkap aspek non-kognitif. Skala psikologi sebagai alat ukur tidak mengungkap aspek kognitif/pengetahuan melainkan mengungkap aspek afektif dan perilaku.

b. Aspek yang diungkap melalui item. Ungkapan tersebut diwakili oleh item-item pernyataan yang berasal dari indikator afeksi/perilaku. Item-item tersebut kemudian mengalami seleksi baik secara kuantitatif maupun kualitatif.

c. Menghasilkan skor. Artinya, skala psikologi merupakan bagian dari pengukuran psikologi yang menghasilkan skor/capaian. Skor tersebut kemudian dianalisis dan dikategorisasikan dalam sebuah kriteria tertentu.

d. Melalui proses psikometris. Artinya, skala psikologi diuji cobakan melalui proses yang dimulai dari penetapan konstrak yang hendak diungkap. Konstrak kemudian menghasilkan indikator afaksi/perilaku. Indikator kemudian menghasilkan item-item pernyataan. Item-item tersebut kemudian dianalisa dan diuji coba pada subyek tertentu yang kemudian diketahui validitas dan reliabilitasnya.

(65)

aspek kebahagiaan yaitu, emosi positif, keterlibatan, hubungan yang positif, memaknai hidup, dan prestasi.

Skala pengukuran yang digunakan oleh peneliti dikembangkan berdasarkan skala Likert. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial (Sugiyono, 2015: 134). Item-item pernyataan yang terdapat pada Skala Tingkat Kebahagiaan Belajar ini berbentuk pernyataan yang dikategorikan menjadi dua jenis yaitu, item favorable dan item unfavorable. Periantalo (2015: 64) menyebutkan bahwa kedua jenis item pada skala

Likert harus memiliki jumlah yang satara. Item favorable mencakup

pernyataan-pernyataan yang bersifat positif atau mendukung indikator dari variabel yang hendak diteliti. Item unfavorable mencakup pernyataan-pernyataan yang bersifat negatif atau tidak mendukung indikator pada variabel penelitian.

Skala disusun dengan menggunakan model pernyataan. Oleh karena penelitian ini akan mengukur sikap, maka instrumen dalam penelitian ini berupa non-test (Sugiyono, 2015: 174). Dalam instrumen ini disediakan empat alternatif pilihan jawaban yang memiliki gradasi dari yang sangat positif sampai dengan yang sangat negatif. Alternatif pilihan jawaban yang tersedua yaitu, Sangat Sesuai, Sesuai, Tidak Sesuai, dan Sangat Tidak Sesuai.

SS : Sangat Sesuai TS : Tidak Sesuai

(66)

Subyek penelitian diminta untuk menjawab pernyataan pada Skala Tingkat Kebahagiaan Belajar dengan memilih salah satu alternatif jawaban dengan membubuhkan tanda centang (√) pada lembar jawaban. Pada skala ini, peneliti tidak mencantumkan alternatif jawaban ragu-ragu. Hal ini dilakukan untuk mengurangi kecenderungan siswi sebagai subyek penelitian memberikan jawaban yang bersifat netral. Norma skoring yang digunakan dalam pengolahan ini adalah seperti yang disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 3.2

Norma Skoring Skala Kebahagiaan Belajar

No. Alternatif Jawaban

Skor Item

Favorable

Item Unfavorable

1. Sangat Sesuai 4 1

2. Sesuai 3 2

3. Tidak Sesuai 2 3

4. Sangat Tidak Sesuai 1 4

(67)

Tabel 3.3 2. Keterlibatan Keterlibatan aktif

dalam proses 5. Prestasi Mengembangkan

(68)

F. Validitas dan Reliabilitas Instrumen

1. Validitas Instrumen

Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data valid. Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur (Sugiyono, 2015: 173). Berdasarkan penjelasan tersebut maka data yang valid adalah data yang sama antara data yang diperoleh atau yang dilaporkan dengan realita yang terjadi pada subyek penelitian. Apabila peneliti melaporkan data yang tidak sesuai dengan keadaan sesungguhnya, maka data tersebut dapat dikatakan tidak valid.

Validitas yang diuji dalam instrumen penelitian ini merupakan validitas isi. Validitas isi merupakan validitas yang dihitung melalui pengujian terhadap isi alat ukur dengan analisis rasional dengan cara expert

judgement (Azwar, 2009). Instrumen penelitian dibangun dan disusun

berdasarkan aspek-aspek yang diukur. Peneliti menggunakan dasar teori mengenai kebahagiaan sebagai aspek yang diukur.

Setelah instrumen penelitian tersusun, peneliti kemudian datang kepada dosen pembimbing yaitu Juster Donal Sinaga, M.Pd sebagai expert

judgement untuk mengkonsultasikan instrumen yang telah dirancang.

(69)

Setelah melakukan uji validitas melalui expert judgement, proses selanjutnya adalah dilakukan uji validitas empiris. Proses penghitungan uji validitas empiris dilakukan dengan cara menghitung korelasi antara masing-masing skor item pernyataan dengan skor keseluruhan. Peneliti menggunakan rumus korelasi Pearson Product Moment dengan menggunakan program IBM SPSS Statistics version 20. Rumus korelasi

Pearson Product Moment tersebut adalah sebagai berikut.

Keterangan:

𝑟 = Korelasi produk momen

𝑋 = Nilai setiap butir instrumen

𝑌 = Nilai dari jumlah butir instrumen

𝑁 = Jumlah subyek penelitian

𝑋𝑌 = Hasil perkalian antara skor 𝑋 dan 𝑌

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, data yang diperoleh harus melewati penyaringan dengan menggunakan standar koefisien validitas yang minimal sama dengan 0,30 (Azwar, 2009). Artinya bahwa

item pernyataan yang valid adalah item yang memiliki nilai koefisien ≥ 0,30.

Sementara item pernyataan yang tidak valid memiliki nilai koefisien ≤ 0,30.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat sebanyak 72 item pernyataan yang valid dan sebanyak 24 item pernyataan yang tidak valid atau gugur.

𝑟 =

𝑛 ∑ 𝑋𝑌 − (∑ 𝑋)(∑ 𝑌)

(70)

Tabel 3.4

Optimis dalam belajar 15, 52, 53, 63, 74, 85, 91, 92

- 2. Keterlibatan Keterlibatan aktif dalam

proses belajar

24, 26, 54, 64, 65, 76, 86, 90

25, 27

Konsentrasi saat belajar 22, 23, 28, 29, 46, 66

(71)
(72)

Tabel 3.5

Kisi-Kisi Skala Kebahagiaan Belajar (Final)

No. Aspek Indikator

Nomor Butir

Jumlah Item

Favorable Unfavorable

1. Emosi Positif Sukacita dalam belajar

2. Keterlibatan Keterlibatan aktif dalam proses

(73)

2. Reliabilitas Instrumen

Reliabilitas merupakan tingkat kepercayaan terhadap hasil pengukuran (Azwar, 1992). Menurut Sugiyono (2015: 172), instrumen penelitian yang reliabel adalah instrumen yang dapat digunakan secara berulang guna mengukur variabel yang sama dan akan menghasilkan data yang sama pula. Perhitungan indeks reliabilitas instrumen penelitian ini menggunakan pendekatan koefisien Alpha Cronbach. Menurut Azwar (2009), rumus koefisien Alpha Cronbach(α) adalah sebagai berikut.

α

= 2

(

1 −

𝑆12+ 𝑆22

𝑆𝑥2 )

Keterangan rumus:

α : Reliabilitas skala

𝑆12 dan 𝑆22 : Varians skor belahan 1 dan varians skor belahan 2

𝑆𝑥2 : Varians skor skala

Dalam penelitian ini uji reliabilitas instrumen penelitian dilakukan menggunakan program IBM SPSS Statistics version 20. Dari hasil perhitungan, diperoleh skor yang ditampilkan pada tabel 3.6 berikut ini.

Tabel 3.6

Reliabilitas Skala Kebahagiaan Belajar

Cronbach's Alpha

N of Items

(74)

Hasil perhitungan indeks reliabilitas kemudian diklasifikasikan ke dalam kategorisasi kriteria Guilford (Masidjo, 1995: 209). Kriteria kualifikasi reliabilitas tersebut dapat dilihat pada tabel 3.7 berikut ini.

Tabel 3.7 Kriteria Guilford

No. Koefisien Korelasi Kualifikasi

1. 0,91 – 1,00 Sangat Tinggi

2. 0,71 – 0,91 Tinggi

3. 0,41 – 0,70 Cukup

4. 0,21 – 0,40 Rendah

5. < 0,20 Sangat Rendah

Hasil uji reliabilitas instrumen kemudian dikategorisasikan ke dalam kriteria Guilford. Hasil ketogerisasi menunjukkan bahwa koefisien reliabilitas terhadap 72 item pernyataan yang valid memperoleh nilai koefisien 0,947. Artinya bahwa instrumen penelitian ini termasuk dalam kriteria sangat tinggi. Dengan kata lain instrumen penelitian ini memiliki tingkat keajegan yang sangat tinggi.

G. Teknik Analisis Data

Gambar

Gambar 2.1 Skema Kerangka Pikir
Tabel 3.1 Data Subyek Penelitian
Tabel 3.2 Norma Skoring Skala Kebahagiaan Belajar
Tabel 3.3 Kisi-Kisi Skala Kebahagiaan Belajar
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

PEMBELAJARAN SENI TARI BERBASIS PENDEKATAN SCIENTIFIC UNTUK MENINGKATKAN KECERDASAN MATEMATIKA-LOGIS SISWA.. (Studi Eksperimen Melalui Materi Tari Giring-giring di Sekolah Dasar

Hasil survei pendahuluan yang dilakukan peneliti pada bulan Mei tahun 2012 terhadap 10 orang akseptor KB di wilayah kerja Puskesmas Bandar Khalipah tersebut, menunjukkan

Pada regresi logistik ordinal, data variabel respon yang digunakan adalah. data berskala ordinal dengan 2 atau lebih kategori, misalnya:

b) bukti Pengeluaran Kas (Bend 26) yang ditandatangani Lurah Desa; dan c) kwitansi yang ditandatangani Lurah Desa. d) fotocopy nomor Rekening Kas Desa (RKD). berdasarkan permohonan

Untuk mempercepat adopsi teknologi yang telah dihasilkan oleh Badan Litbang Departemen Pertanian, maka sejak tahun 2009 telah ditandatngani nota kesepahaman antara Badan

Setiap mahasiswa yang menjadi mekanik di Bengkel Prototype Honda dipastikan akan mendapatkan pengalaman sedang proses melakukan perbaikan/perawatan sepeda motor dan pada

Saya selalu bergantung dengan orang lain karena saya merasa tidak memiliki kemampuan yang cukup. Saya memiliki pegangan hidup yang menjadi penuntun saya dalam menjalani