PROGRAM TAWĀ
ṣ
I DI KOMUNITAS BELAJAR QARYAHTHAYYIBAH SALATIGA DAN PROGRAM MU
ṣ
ĀFAḤ AHDI YAYASAN HIDAYATUL MUBTADI-IEN SALATIGAMuhammad Umar Syafi'i Pascasarjana IAIN Salatiga
umarsyafii10@gmail.com
ABSTRAK: Tujuan penelitian ini adalah untuk menemukan: model pembinaan karakter dengan ProgramTawāṣ i di Komunitas Belajar Qaryah Tayyibah (KBQT) Salatiga dan Program Muṣ āfaḥ ah di Yayasan Hidayatul Mubtadi-ien (YHM) Salatiga, nilai-nilai karakter yang dikembangkan, kelebihan dan kekurangannya.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Tehnik pengumpulan data melalui hasil pengamatan, wawancara, dan dokumentasi. Analisis data menggunakan analisis induktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Tawāṣ i
adalah suatu program pembinaan karakter terhadap siswa yang dilaksanakan setiap selesai shalat dhuhur dengan cara menelaah al-Quran dan ilmu-ilmu umum lainya, sedangkanMuṣ āfaḥ ah adalah suatu program pembinaan karakter terhadap siswa yang dilaksanakan setiap selesai shalat dhuhur dan ashar dengan cara menelaah al-Quran dan kita-kitab fiqh. Metode yang digunakan yaitu: menyimak, tanya jawab, diskusi, presentasi, penugasan, ceramah dan praktik. Evaluasi program dengan rubrik tertulis, lisan dan tes. (2) Tawāṣ i dan muṣ āfaḥ ah
mengembangkan nilai-nilai karakter: religius, disiplin, kreatif, demokrasi, rasa ingin tahu, komunikatif, gemar membaca dan tanggung jawab. (3) Kelebihan programtawāṣ idanmuṣ āfaḥ ah:tawāṣ imampu dilaksanakan oleh lembaga umum nonformal, guru pendamping hafal al-Quran dan berlatar belakang pesantren, metode yang digunakan menyenangkan, menggunakan media pembelajaran modern, memberikan solusi permasalahan siswa secara langsung; muṣ āfaḥ ah
lebih mudah memahamkan peserta didik tentang perintah dan larangan agama, adanya praktek ibadah, mengkaji berbagai aspek bahasa Arab, menghindarkan siswa dari pemahaman yang keliru tentang al-Quran, perkembangan karakter peserta didik lebih diperhatikan. Kekurangan program tawāṣ i dan muṣ āfaḥ ah
yaitu: tawāṣ i tidak membagi siswa dalam kelompok sesuai kemampuan, evaluasi dan perencanaan hanya secara lisan, tidak semua peserta didik menerima konsep, prinsip dan praktik tawāṣ i;aspek penilaian muṣ āfaḥ ahmembutuhkan waktu yang relatif lama, muṣ āfiḥ menggunakan metode klasik, media pembelajaran
muṣ āfaḥ ahkurang menarik siswa.
ABSTRACT: The purpose of this research is to discover: coaching model character with Tawāṣ i in Community Learning Program Qaryah Tayyibah (KBQT) Salatiga and Muṣ āfaḥ ah Program at the Foundation Hidayatul Mubtadi-ien (YHM) Salatiga, the values of character developed, the advantages and
disadvantages of both.
This study used a qualitative approach. Techniques of collecting data through observation, interviews, and documentation. Data analysis using inductive analysis. The results showed that: (1) Tawāṣ i is a character building program to students who are held each finished the prayer dhuhur by way of studying the Koran and other general sciences, while Muṣ āfaḥ ah is a character building program to students who are held every completed dhuhur and Asr prayers by way of studying the Koran and we fiqh. The method used is: listen, question and answer, discussion, presentations, assignments, lectures and practices. Evaluation rubric program with written, oral and tests. (2) Tawāṣ i and muṣ āfaḥ ah develop character values: religious, disciplined, creative, democratic, curious, communicative, likes to read and responsibility. (3) Excess tawāṣ i program and
muṣ āfaḥ ah:tawāṣ i able to be implemented by the public institution of nonformal, teacher assistant memorized the Koran and backgrounds boarding, the method used fun, using the modern learning media, provide solutions to problems students directly;muṣ āfaḥ ah easier to hang learners about the commands and prohibitions of religion, the practice of worship, study various aspects of the Arabic language, to avoid students from a false understanding of the Koran, the character development of students more attention. Disadvantages tawāṣ i program and
muṣ āfaḥ ahnamely:tawāṣ inot divide the students into groups according to ability, planning and evaluation only verbally, not all learners receive the concepts, principles and practices tawāṣ i;muṣ āfaḥ ahassessment aspect requires a relatively long time, muṣ āfiḥ using classical methods, instructional media muṣ āfaḥ ah less attractive students.
Keywords:Tawāṣ i, Muṣ āfaḥ ah, Character Development
PENDAHULUAN
Pengaruh globalisasi saat ini membawa masyarakat Indonesia melupakan pendidikan karakter bangsa. Seperti apa yang dituturkan Garin Nugroho dalam
bukunya Muslich bahwa pendidikan nasional belum mampu memberikan pencerahan nilai-nilai luhur kemanusiaan.1Masalah terbesar yang dihadapi bangsa
Indonesia saat ini adalah terletak pada aspek moral. Karenanya, pembangunan
1
karakter bangsa, menjadi sangat berarti dan mendesak untuk segera dilakukan.2 Di tengah kegelisahan yang menghinggapi berbagai komponen bangsa,
sesungguhnya terdapat beberapa lembaga pendidikan yang telah melaksanakan pendidikan karakter dengan model yang mereka kembangkan sendiri-sendiri. Di
antaranya adalah di Komunitas Belajar Qaryah Tayyibah Salatiga dan di Yayasan Hidayatul Mubtadi-ien Salatiga. Kedua lembaga pendidikan ini melakukan pembinaan karakter yakni dengan "Program Tawāṣ i" dan "Program Muṣ āfaḥ ah".
Tawāṣ i dan muṣ āfaḥ ah bertujuan untuk pembinaan akhlak dan wadah untuk membentuk karakter peserta didik yang berbudi luhur, salih dan salihah, serta
memberikan problem solving terhadap siswa melalui mentor maupun guru pendamping dan muṣ āfiḥ . Komunitas Belajar Qaryah Tayyibah Salatiga adalah sebuah learning based community mirip home schooling, yang berada di
Kalibening Kecamatan Tingkir, Salatiga. Sedangkan Yayasan Hidayatul Mubtadi-ien Salatiga adalah sebuah yayasan pesantren yang terletak di wilayah
kecamatan Tingkir tepatnya di Kelurahan Kalibening bagian barat.
Perlu ada kajian akademis terhadap program ini kaitannya dengan peran program dalam membina karakter peserta didik. Banyak peneliti sebelumnya yang
telah mengkaji model-model pembinaan karakter siswa. Di antaranya: (a) Rawidya Lestari, hasil penelitiannya menunjukkan bahwa implementasi
pendidikan nilai di Asrama Takhasus MTs Wahid Hasyim diwujudkan dalam buku panduan tata tertib siswa dan pembinaan akhlak melalui kegiatan sehari-hari. Penelitian ini memberikan gambaran tentang metode yang bisa digunakan dalam
2
pembinaan akhlak yang meliputi metode keteladanan, pembiasaan, kedisiplinan,
mau’izah dan ibrahserta kerjasama;3 (b) Sapriya, hasil penelitiannya melaporkan
bahwa pendekatan klarifikasi nilai memberi penekanan pada usaha membantu siswa dalam mengkaji perasaan dan perbuatannya sendiri. Penelitian Sapriya ini
memiliki peran bagaimana kita menerapkan pendekatan klarifikasi nilai dalam membina budi pekerti siswa;4 (c) Mulyono, dalam penelitiannya memberikan kesimpulan bahwa berdasarkan hasil telaah tentang isi kurikulum ISMUBA di
sekolah-sekolah Muhammadiyah Salatiga dapat dikatakan bahwa pada dasarnya konsep pendidikan karakter telah ada dalam konsep pembelajaran ISMUBA.
Secara teori penelitian ini memberikan gambaran tentang peran teori pendidikan karakter yang digabungkan dalam pendidikan ISMUBA.5
Penelitian yang akan dilakukan oleh penulis ini memiliki beberapa
perbedaan dengan penelitian-penelitian terdahulu. Selain memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, mengambil data masing-masing
obyek penelitian dan menyimpulkan secara induktif, peneliti akan membandingkan di antara dua obyek penelitian tersebut mengenai program pembinaan karakter dengan ProgramTawāṣ idanMuṣ āfaḥ ah.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang bersifat induktif dengan
3Rawidya Lestari, “Implementasi Pendidikan Nilai di Asrama Takhasus Madrasah
Tsanawiyah Wahid Hasyim”, Tesis, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta: 2011.
4Sapriya, “Membina Nilai Budi Pekerti dan Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Melalui
Pendekatan Klarifikasi Nilai (Value Clarification Approach), (Penelitian Tindakan Kelas di Kelas V SDN Se-Jambe Kec. Sukaluyu Kab. Cianjur)”, Jurnal Program Pascasarjana PENDAS UPI, No.04, (2012): 1-14.
5Mulyono, “Implementasi Pendidikan Karakter dalam ISMUBA (Al
variasi perbandingan (komparatif). Peneliti terjun langsung ke lapangan, mempelajari suatu proses atau penemuan yang terjadi secara alami, mencatat,
menganalisis, menafsirkan, melaporkan serta menarik kesimpulan. Kemudian peneliti akan membandingkan pembinaan karakter program muṣ āfaḥ ah dan
tawāṣ i.
Penulis akan melakukan pengumpulan data melalui hasil pengamatan, wawancara, dan dokumentasi. Pengamatan (observasi) dilakukan untuk
memperoleh data berlangsungnya pembinaan karakter melalui program tawāṣ i di Komunitas Belajar Qaryah Tayyibah Salatiga dan programmuṣ āfaḥ ahdi Yayasan
Hidayatul Mubtadi-ien Salatiga.
Wawancara akan dilakukan penulis untuk memperoleh data tentang fakta, pengetahuan, konsep, pendapat, persepsi atau evaluasi berkenaan dengan
pembinaan karakter dengan program tawāṣ i dan program Muṣ āfaḥ ah. Dalam hal ini peneliti akan mewancarai inisiator Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah dan
penggagas Program Tawāṣ i; ketua Yayasan Hidayatul Mubtadi-ien dan Kabag. Pendidikan di yayasan; guru pendamping maupun peserta didik di masing-masing tempat penelitian. Sedangkan teknik dokumentasi dalam penelitian ini
dimaksudkan untuk melengkapi data dari hasil wawancara dan observasi.
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis induktif. Analisis
data yang pertama dengan analisis isi (content analysis)yakni untuk menganalisa isi pembinaan karakter dengan program tawāṣ i dan program muṣ āfaḥ ah. Kemudian hasil data pembinaan karakter dengan program tawāṣ i akan dianalisa
mensimplifikasi dan menilai data.
HASIL DAN PEMBAHASAN
ProgramTawāṣ idi Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah Salatiga
Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah (yang selanjutnya disingkat KBQT)
terletak di Kelurahan Kalibening, Kec.Tingkir, Kota Salatiga. Inisiatif pendirian Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah berasal dari Ahmad Bahruddin pada bulan juni 2003.6KBQT merupakan lembaga pendidikan nonformal yang melaksanakan
pendidikan kesetaraan. Tujuan jangka pendek KBQT adalah untuk menyelesaikan masalah praktis masyarakat desa Kalibening, yakni kebutuhan akan sekolah yang
berkualitas dan murah. Dalam jangka panjang, KBQT bertujuan untuk mengembangkan dan membangunlearning societydan advanced society.
Program Tawāṣ i diselenggarakan sejak tahun 2006, berasal dari inisiatif
Ahmad Darojat JK. Tawāṣ i sebagai wadah untuk meningkatkan pemahaman keagamaan terutama pemahaman al-Quran dan ilmu lainya; melatih peserta didik
supaya belajar mentalitas, saling berembug bersama, saling nasehat-menasehati bahkan menyampaikan kritik dan saran antara siswa maupun guru pendamping; membentuk karakter peserta didik yang berbudi luhur, salih dan salihah, serta
memberikan problem solving terhadap siswa. Tawāṣ i berasal dari kata bahasa arab fiil madhi ﻰ ﺻ ا ﻮ ﺗ yang artinya saling menasehati, seperti di QS. Al-Ashr ada
lafadzا ﻮ ﺻ ا ﻮ ﺗ و yang artinya "saling nasehat menasehati".
Di setiap kegiatan program tawāṣ i peserta berkumpul menjadi satu, dipimpin oleh mentor atau guru pendamping. Untuk menjadi guru pendamping
6
tidak disyaratkan harus lulus S1. Tawāṣ i diadakan setiap hari setelah salat duhur. Setiap hari sabtu dipimpin oleh guru pendamping dan bertempat di serambi
masjid al-Mustaṣ fa. Tawāṣ i diawali membaca Asmāu al-Husna dilanjutkan menyimak bacaan al-Quran siswa satu persatu. Setelah semuanya selesai,
dilanjutkan mengartikan makna perkata, pendalaman materi kemudian dilanjutkan tanya jawab dan diskusi. Mereka berusaha memilih topik tertentu yang berhubungan dengan ayat-ayat yang sedang dibahas, lalu dicarilah kaitan antara
berbagai ayat agar satu sama lain bersifat menjelaskan, kemudian ditarik kesimpulan akhir berdasarkan pemahaman mengenai ayat-ayat yang saling terkait
itu.
Selain hari sabtu tawāṣ i dipimpin oleh mentor. Tempat berlangsungnya
tawāṣ i ini tidak menentu seperti teras rumah, gedung Resource Center KBQT,
halaman, taman yang menurut mereka nyaman untuk belajar. Tawāṣ i dimulai dengan membaca Asmau al-Husna, kemudian mentor menyampaikan ceramah
sesuai materi yang telah ia persiapkan dan dilanjutkan diskusi. Metode yang digunakan: ceramah, presentasi, tanya jawab, sharing, dialog, problem solving
terkadang juga penugasan. Media pembelajarannya tergantung mentor, terkadang
menggunakan laptop, proyektor, buku atau hanya HP. Pada saat tertentu siswa juga melakukan praktek ilmu umum maupun ibadah ketikatawāṣ i.
Peran tawāṣ i di antaranya: melatih cara menyampaikan dan menghargai pendapat (berdemokrasi); kegiatan ibadah seperti shalat fardlu, shalat tahajud, tadarus al-Quran dapat terkontrol; memupuk kedisiplinan diri sendiri; melatih
memahami dan menguasai materi, bukan sekedar menghafal. Dengan kata lain
tawāṣ i berperan menambah pemahaman dan penghayatan siswa dalam aspek
hard skillmaupunsoft skill ataukarakter.
Evaluasi pelaksanaan tawāṣ i ada tiga macam. Yang pertama dilakukan
setiap hari setelah tawāṣ i dengan model “Rubrik Tawāṣ i”. Evaluasi yang kedua
dilaksanakan setiap hari senin. Evaluasi ketiga dilaksanakan tiga kali dalam setahun yaitu awal tahun, pertengahan dan akhir tahun. Titik poin pada evaluasi
ini diantaranya hasil karya peserta didik dan kemajuan kegiatan KBM yang dilakukan peserta didik. Evaluasi tawāṣ i hanya dilakukan dengan lisan dalam
sebuah pertemuan kecuali rubrik tawāṣ i. Caranya warga KBQT memaparkan apa saja yang telah mereka lakukan selama ini dan membicarakan pula rencana belajar selanjutnya.
Hasil pembinaan karakter melalui tawāṣ i dikatakan berhasil. Hal ini bisa dinilai dari antusias peserta; peningkatan ibadah setiap hari; kretifitas siswa
seperti membuat film Islam, teater; hafalan-hafalan al-Quran yang di laksanakan dengan kesadaran yang tinggi. Faktor pendukung kegiatantawāṣ iyaitu: guru-guru pendamping alumni pesantren; banyak para penghafal al-Quran di sekitar KBQT
dan keberadaan masjid al-Mustaṣ fa di dekat KBQT. Penghambat programtawāṣ i
di antaranya: mentor kurang persiapan materi dan metode yang digunakan tidak
menarik; dan terdapat peserta pasif.
ProgramMuṣ āfaḥ ahdi Yayasan Hidayatul Mubtadi-ien Salatiga
Yayasan Hidayatul Mubtadi-ien (selanjutnya disingkat YHM) terletak di
pada tahun 1926. Sepeninggalan KH. Abdul Halim pada tahun 1978 M, YHM dirintis dan dikembangkan kembali sampai saat ini oleh putranya yang ke-5 yaitu
KH.Abda’ Abdul Malik.7
YHM adalah lembaga pendidikan nonformal. Visi YHM yaitu
meningkatkan SDM dalam bidang iptek dan beraqidah ahlussunah waljama’ah. Misinya yaitu menyelenggarakan pendidikan Islam yang berkualitas; mempersiapkan tenaga pendidik yang berkompeten dan mempersiapkan anak
didik yang berakhlakul karimah.Tujuan jangka pendek YHM adalah meningkatkan kemampuan siswa di bidang pendidikan demi terciptanya manusia
yang beriman dan bertaqwa dan berakhlaq mulia. Adapun tujuan jangka panjang YHM yaitu meletakkan dasar yang kuat menuju tatanan masyarakat belajar dan belajar sepanjang hayat.
Program Muṣ āfaḥ ah dirintis pada tahun 1999 dengan tujuan untuk membina mental, akhlak peserta didik sehingga menjadi orang yang memiliki
intelektual, salihah dan salihah dengan memahami secara totalitas apa yang telah dipelajari dalam al-Quran maupun kitab-kitab peninggalan ulama terdahulu. Nama
muṣ āfaḥ ah adalah masdar dari fiil madhi ﺢ ﻓ ﺎ ﺻ yang artinya saling
berhadap-hadapan. Yaitu pembinaan karakter terhadap siswa/ muṣ āfah dengan cara guru pendamping/muṣ āfih membahas materi keagamaan dalam al-Quran atau kitab
yang telah ditentukan di YHM dengan cara berhadapan dengan kelompok peserta didik. Satu orang muṣ āfih ini mengampu 3 sampai dengan 10 siswa. Kualifikasi yang harus dipenuhi untuk menjadi guru pendamping/muṣ āfih yakni sudah lulus
7
pendidikan aliyah dan menjadi dewan guru di YHM. Guru pendamping juga melakukan pendampingan maupun problem solving terhadap siswa yang diampu
dalam kesehariannya.
Muṣ āfaḥ ah ada dua macam, yang pertama muṣ āfaḥ ah al-Quran. Yaitu
pembinaan karakter dengan cara membaca dan memahami makna al-Quran.
Muṣ āfaḥ ah ini dilaksanakan setiap hari selain hari Jumat, setelah selesai jamaah shalat dhuhur dan bertempat di Serambi masjid al-Muttaqin Kalibening. Siswa
membaca satu persatu, sesuai dengan urutan teks al-Quran. Tujuanmuṣ āfaḥ ah ini supaya siswa mengetahui dan memahami makna dan arti al-Quran secara umum.
Setelah membaca, mereka menjelaskan makna-makna al-Quran dengan uraian singkat dan yang mudah sesuai kitab panduan (Tafsir Jalalain). Peserta berupaya pula menafsirkan kosa kata Quran dengan kosa kata yang berada di dalam
al-Quran sendiri.
Jenis muṣ āfaḥ ah yang kedua adalah muṣ āfaḥ ah kitab-kitab selain
al-Quran. Muṣ āfaḥ ah ini dilaksanakan setelah shalat ashar. Masing-masing siswa mendapatkan jatah membaca teks kitab dan disimak bersama-sama, dilanjutkan saling berdiskusi dan tanya jawab mengenai materi yang telah dibaca. Seorang
peserta dengan pembinaan karakter program muṣ āfaḥ ah ini menganalisis setiap kata dari aspek bahasa dan makna. Metode yang digunakan dalam muṣ āfaḥ ah:
ceramah, diskusi, penugasan terhadap peserta didik. Media pembelajaranya sangat sederhana yaitu hanya peralatan menulis seperti buku dan pena.
Peranan Muṣ āfaḥ ah dalam membina karakter siswa yaitu: meningkatkan
penguasaan hukum fiqh dan kompetensi praktik ibadah maupun wawasan agama Islam; meningkatkan kepercayaan diri atau mentalitas siswa dalam berbicara di
depan umum; mendorong spiritualitas dan karakter siswa; meningkatkan kemampuan berbicara dan mental. Muṣ āfaḥ ah dievaluasi setiap satu semester
sekali melalui tes. Apabila ada siswa yang memiliki kompetensi di bawah rata-rata maka harus melalui program pengayaan selama 1 minggu kemudian diuji kembali sampai target kompetensi terpenuhi. Walaupun pembinaan karakter
dengan program muṣ āfaḥ ah ini termasuk berhasil. Akan tetapi ada faktor penghambatnya di antaranya: terdapat siswa yang tidak lulus tes muṣ āfaḥ ah
karena faktor tertentu; kurangnya kompetensi muṣ āfiḥ ; metode dan media yang digunakan muṣ āfiḥ tidak tepat dan menarik. Adapun faktor-faktor pendukung adalah adanya pelajaran al-Quran dan kitab-kitab fiqh di madrasah diniyyah;
pengelompokan pesertamuṣ āfaḥ ahsesuai dengan tingkatanya.
Program tawāṣ i di KBQT dan muṣ āfaḥ ah di YHM berdasarkan teori
pembinaan karakter Thomas Likcona8 dan konsep Paulo Freire9 yakni menggunakan pendekatan religius untuk menanamkan karakter peserta didiknya. KBQT dan YHM memandang bahwa hakekatnya manusia adalah makhluk religi.
Sehingga kegiatan tawāṣ i dan muṣ āfaḥ ah mengantarkan peserta didiknya pada keadaan sebagai makhluk Tuhan yang harus menjalankan segala perintah dan
menjauhi laranganNya.
8
Thomas Lickona,Pendidikan Karakter, Panduan Lengkap Mendidik Siswa Menjadi Pintar dan Baik, Terjemahan Lita S, Bandung: Nusa Media, 2014, 75
9
Analisis Komparatif Karakteristik ProgramTawāṣ idanMuṣ āfaḥ ah
Analisis komparatif penulis terhadap karakteristik program tawāṣ i di
KBQT dan muṣ āfaḥ ah di YHM berdasarkan presentasi data hasil penelitian sebagai berikut:
1. Materi pembinaan karakter program tawāṣ i adalah telaah al-Quran dan ilmu-ilmu umum lainnya. Sedangkan programmuṣ āfaḥ ahhanya menelaah al-Quran dan kitab-kitab fiqh.
2. Tawāṣ i di KBQT dilaksanakan dengan cara menggabungkan semua peserta didik dari berbagai tingkatan, mulai peserta didik setingkat SMP
sampai SMA. Sedangkanmuṣ āfaḥ ah di YHM dilaksanakan dengan sistem klasikal dengan model kelompok, yakni disesuaikan dengan tingkatan kelas masing-masing. Seorang guru pendamping muṣ āfiḥ mengampu tiga
sampai dengan sepuluh siswa/muṣ āfaḥ .
3. Media yang digunakan dalam tawāṣ i selain menggunakan alat-alat tulis
sederhana seperti buku, pena dan al-Quran juga menggunakan alat-alat modern seperti laptop, LCD, proyektor, kompas dan HP. Sedangkan di YHM pelaksaaan muṣ āfaḥ ah hanya menggunakan kitab, al-Quran, buku
dan pena.
4. KBQT melakukan evaluasi tawāṣ i hanya secara lisan (kecuali rubrik
tawāṣ i). Pelaksanaanya dibuat dengan sistem harian (setelah selesai
tawāṣ i), mingguan (tiap hari senin) dan tri wulan. Sedangkan YMH melaksanakan evaluasi muṣ āfaḥ ah secara tertulis setiap semester melalui
5. Pelaksanaan program tawāṣ i selain dipimpin oleh guru pendamping (tiap hari sabtu) juga dipimpin oleh siswa yang mendapat jatah mengisi
pemateri/mentor. Sedangkan muṣ āfaḥ ah hanya dipimpin oleh seorang
muṣ āfiḥ /gurupendamping.
6. Guru pendampingmuṣ āfaḥ ahmemiliki kualifikasi khusus yaitu harus lulus pendidikan madrasah tingkat aliyah di YHM. Sedangkan guru pendamping
tawāṣ i di KBQT tidak ada kualifikasi khusus, yang penting memiliki
komitmendan idealisme untuk kepentinganpeserta didik.
7. Kurikulum tawāṣ i ditentukan oleh guru pendamping dan peserta didik
sendiri, sedangkan muṣ āfaḥ ah mengikuti materi yang sudah ada di dalam al-Quran dan kitab-kitab fiqh secara urut dari awal sampai dengan selesai.
Berikut ini penulis sajikan tabel perbandingan karakteristik keduanya:
Tabel Perbandingan Karakteristik ProgramTawāṣ idanMuṣ āfaḥ ah
No Aspek Tawāṣ i Muṣ āfaḥ ah 5 Pengampu Program Guru pendamping dan
Analisis Kelebihan dan Kekurangan ProgramTawāṣ idanMuṣ āfaḥ ah Sesuai data hasil penelitian yang ada pada bab tiga, penulis melakukan
analisis perbandingan mengenahi kelebihan dan kelemahan program tawāṣ i
danmuṣ āfaḥ ahsebagai berikut:
1. Kelebihan
Kelebihanpertamaprogramtawāṣ ipelaksanaan pembinaan karakter dengan model seperti tawāṣ i ini sudah berlangsung selama 10 tahun,
tentunya ini merupakan nilai tambah bagi KBQT, karena belum tentu sekolah-sekolah formal yang bukan tahassus Islam lainnya bisa melakukan
hal serupa dengan mempertahankan program dan mendapatkan hasil yang baik.
Kelebihan yang kedua adalah mengenai pelaksanaan tawāṣ i dengan
melakukan telaah terhadap ayat-ayat kemudian mencari satu topik tertentu menurut penulis merupakan jalan terbaik untuk mengetahui relevansi
al-Quran dengan perkembangan zaman, dan didukung oleh guru pendamping berlatar belakang pesantren dan hafal al-Quran tentunya sangat mendukung program ini. Metode yang digunakan pun juga menarik, media
pembelajaranya juga menggunakan alat-alat modern.
Analisis kelebihan ketiga adalah mengenai sistem problem solving
dalam tawāṣ i. Dalam pandangan penulis dengan adanya problem solving
Kelebihan yangkeempat dari pengamatan dan analisis penulis yaitu tentang prosesnya berjalanyatawāṣ i, yakni setiap siswa berhak memberikan
kritikan terhadap program tawāṣ i, pembelajaran di KBQT, peserta didik bahkan terhadap guru pendamping dan pengelola sekalipun. Hal ini
tentunya memberikan kesempatan bagi seluruh keluarga KBQT untuk berlatih menyampaikan pendapat tanpa memandang posisi dan kedudukan.
Sedangkan kelebihan program pembinaan karakter dengan
muṣ āfaḥ ahmenurut analisis penulis yangpertama yaitu tentang muṣ āfaḥ ah al-Quran bil ma’na. Karena pembahasanya ayat-ayat yang telah dibaca
hanya secara umum maka secara otomatis akan lebih mudah dipahami oleh peserta didik.
Kelebihan yang kedua bahwa, dengan pembahasan al-Quran yang
hanya bersifat global pada pembinaan karakter dengan muṣ āfaḥ ah di Yayasan Hidayatul Mubtadi-ien (YHM) Salatiga ini dapat menghindarkan
muṣ āfaḥ maupun muṣ āfiḥ dari keterangan yang tidak sesuai dengan makna hakiki ayat-ayat yang dibahas.
Kelebihan yangketigasesuai analisis penulis yaitu pada muṣ āfaḥ ah
kutub goiri al-Quran. Proses berlangsungnya muṣ āfaḥ ah jenis yang kedua sangat membantu siswa memperkaya perbendaharaan kosa kata arab,
Kelebihan yang keempatadalah lebih banyak memberikan wawasan yang mendalam terhadap siswa tentang fiqh, karena sebelum muṣ āfaḥ ah
dimulai, ada praktek ibadah terlebih dahulu. Selain itu perhatian guru pendamping terhadap perkembangan karakter peserta didik akan lebih
diperhatikan karena masing guru pendamping mengampu tiga sampai dengan sepuluh siswa.
Tabel Perbandingan KelebihanTawāṣ idanMuṣ āfaḥ ah
No Tawāṣ i Muṣ āfaḥ ah
1 Tawāṣ i mampu dilaksanakan walaupun di lembaga pendidikan umum nonformal
Lebih mudah memahamkan peserta didik tentang perintah dan larangan agama
2 Guru pendamping hafal al-Quran dan berlatang belakang pesantren
Praktek ibadah sebelum kegiatan
muṣ āfaḥ ah
3 Metode yang digunakan menyenangkan
Mengkaji berbagai aspek bahasa Arab
Menurut analisis penulis kekurangan pertama dalam pembinaan karakter melalui tawāṣ i ini adalah siswa butuh pemikiran terlalu dalam
untuk menganalisa suatu ayat yang disesuaikan dengan kondisi terkini. Maka hal ini menjadikan siswa enggan dan malas untuk berfikir. Siswa
yang berlatar belakang sangat minim tentang al-Quran maupun intelektual sering ketinggalan pembahasan dengan siswa yang lain karena model pembinaanya menjadi satu kelompok. Hal yang demikian tentu kurang
Kekurangan yang kedua menurut pandangan penulis, mengenai evaluasi tawāṣ i. Sistem evaluasi Tawāṣ i di KBQT hanya dilaksanakan
dengan lisan, maka menurut hemat penulis hal ini mengakibatkan evaluasi kegiatan yang telah dilalui tidak bisa terdata dengan baik untuk ditindak
lanjuti dan kurang mengoptimalkan target pembinaan selanjutnya.
Adapun kekurangan yang ketiga, karena KBQT bukan pondok pesantren atau sekolah Islam maka tidak semua peserta didik memahami
dan menerima konsep, prinsip dan praktik tawāṣ i di KBQT. Karena cara pikir mereka masih kental sekali dengan sistem pendidikan formal lainya
yang jarang melakukan penelaahan al-Quran dengan membaca, mengartikan, memahami makna, menganalisa ayat-ayat bahkan menyentuh dalam kehidupan nyata.
Sedangkan analisis kekurangan terhadap program muṣ āfaḥ ah yang
pertama yaitu mengenai muṣ āfaḥ ah al-Quran bil ma’na. Menurut penulis,
pembahasan al-Quran dengan program muṣ āfaḥ ahini menjadikan ayat-ayat al-Quran bersifat terpetak-petak/parsial namun tidak mendalam dalam satu pembahasan. Selain itu, peserta didik tidak bisa menemukan konteks ayat
al-Quran yang telah dibahas dalam kehidupan sehari-hari karena hanya dibahas secara umum semata.
Analisis penulis yang kedua mengenai muṣ āfaḥ ah kutub goiri al-Quran. Pandangan penulis tentang aspek-aspek penilaian yang telalu terperinci ketika prosesmuṣ āfaḥ ahberlangsung maupun ketika tes semester
terkadang menjadikan subyek pembahasan untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari menjadi lupa.
Kekurangan yangketigamenurut penulis adalah mengenai muṣ āfiḥ .
Keterbatasan ilmu dan metode muṣ āfiḥ dalam menjelaskan teks-teks kitab
yang dipelajari akan sangat mempengaruhi minat maupun ilmu yang diserap
muṣ āfaḥ /siswa.
Kekurangan yang keempat yakni mengenai media yang digunakan
dalam muṣ āfaḥ ah sangat sederhana dan kurang tepat dengan materi yang ajarkan. Sehingga hal ini dapat mempengaruhi minat dan semangat peserta
muṣ āfaḥ ah.
Berikut penulis sajikan tabel perbandingan kekurangan tawāṣ i dan
muṣ āfaḥ ahberikut ini:
Tabel Perbandingan KekuranganTawāṣ idanMuṣ āfaḥ ah
No Tawāṣ i Muṣ āfaḥ ah
2 Evaluasi dan perencanaan secara lisan menjadikan hasil tidak optimal
Terdapata muṣ āfiḥ berpengetahuan terbatas dan menggunakan metode klasik
3 Tidak semua peserta didik menerima konsep, prinsip dan praktiktawāṣ i
Media pembelajaran kurang tepat dengan materi
Analisis Keunikan ProgramTawāṣ idanMuṣ āfaḥ ah
Keunikan Program Tawāṣ i dan Muṣ āfaḥ ah yang membedakan model-model pembinaan karakter di lembaga-lembaga pendidikan lainya menurut
1. Peserta didik program tawāṣ i di KBQT yang masih seusia tingkat SMP sudah dibina untuk melakukan presentasi tentang materi keilmuan. Hal ini
tentunya jarang dilakukan oleh sekolah-sekoklah formail lainnya.
2. Pelaksanaan program seperti tawāṣ i di KBQT merupakan hal yang luar
biasa, karena KBQT adalah lembaga pendidikan umum nonfornal/bukan yayasan pendidikan islam. Namun KBQT melalui tawāṣ i mampu menjadikan peserta didiknya bisa membaca al-Quran dengan baik,
mengartikan, menelaah dan memahami maknanya.
3. Semua warga KBQT mulai dari siswa, guru pendamping, pengelola
maupun kepala komunitas melalui evaluasi tawāṣ i terbiasa menyampaikan nasehat, saran, kritik, ide diantara mereka demi kemajuan pembelajaran tanpa ada sekat seperti kedudukan dan jabatan dalam komunitas.
4. Peserta didik diberikan kebebasan untuk mencari dan memilih materi sendiri sebagai bahan pembahasan dalam tawāṣ i.
5. Adanya praktek ibadah sebelum program tawāṣ i dan muṣ āfaḥ ah dimulai merupakan kontrol tentang kualitas ibadah yang mereka lakukan sehari-hari yang membutuhkan kontinuitas dan tanggung jawab.
6. Peserta muṣ āfaḥ ah mulai setingkat SMP benar-benar dilatih untuk bisa memaknai dan memahami apa yang dibaca dalam al-Quran dan kitab-kitab
fiqh yang berbaha Arab.
8. Penguasaan berbagai aspek kebahasaan mengenai nahwu, ṣ araf, balagah
ditanamkan sejak dini terhadap peserta didik melaluimuṣ āfaḥ ah.
Demikian analisis penulis mengenai karakteristik, kelebihan dan kekurangan dan keunikan pembinaan karakter dengan program tawāṣ i di KBQT
dan programmuṣ āfaḥ ahdi YHM berdasarkan data hasil penelitian. KESIMPULAN
Pembinaan karakter dengan tawāṣ i dan muṣ āfaḥ ah dilaksanakan melalui
sistem pendampingan. Tujuanya untuk membentuk karakter peserta didik yang berbudi luhur, salih dan salihah. Materi tawāṣ i danmuṣ āfaḥ ah yaitu kajian
ayat-ayat al-Quran, fiqh, keagamaan dan ilmu umum lainya. Model pelaksanaan
muṣ āfaḥ ah dengan sistem klasikal dan berkelompok, sedangkan model tawāṣ i,
siswa dari semua tingkatan digabung manjadi satu. Kedua program ini
menggunakan metode: ceramah, menyimak, tanya jawab, diskusi, penugasan, presentasi, praktik. Evaluasi tawāṣ i ada 3 macam: harian, mingguan, dan 3 bulan
sekali. Evaluasimuṣ āfaḥ ahsetiap semester sekali.
Nilai-nilai karakter yang dikembangkan dalam tawāṣ i dan muṣ āfaḥ ah
yaitu: religius, disiplin, kreatif, demokrasi, rasa ingin tahu,
bersahabat/komunikatif, gemar membaca dan tanggung jawab.
Kelebihan program tawāṣ i dan muṣ āfaḥ ah di antaranya: tawāṣ i mampu
dilaksanakan walaupun di lembaga pendidikan umum nonformal, guru pendamping tawāṣ i hafal al-Quran dan berlatang belakang pesantren, metode yang digunakantawāṣ i menyenangkan,tawāṣ imenggunakan media pembelajaran
muṣ āfaḥ ahlebih mudah memahamkan peserta didik tentang perintah dan larangan agama, adanya praktek ibadah sebelum kegiatan muṣ āfaḥ ah,muṣ āfaḥ ahmengkaji
berbagai aspek bahasa Arab, muṣ āfaḥ ah menghindarkan siswa dari pemahaman yang keliru tentang al-Quran, perkembangan karakter peserta didik muṣ āfaḥ ah
lebih diperhatikan. Sedangkan kekurangan program tawāṣ i danmuṣ āfaḥ ah yaitu:
tawāṣ i tidak membagi siswa dalam kelompok pembinaan sesuai kemampuan dan tingkatannya, evaluasi dan perencanaantawāṣ isecara lisan menjadikan hasil tidak
optimal, tidak semua peserta didik menerima konsep, prinsip dan praktik tawāṣ i,
aspek penilaian membutuhkan waktu yang relatif lama, muṣ āfiḥ menggunakan
metode klasik, media pembelajaranmuṣ āfaḥ ahkurang menarik.
Masih banyak kajian yang belum disentuh dalam penelitian ini, karena berbagai keterbatasan peneliti. Oleh karena itu bagi peneliti selanjutnya dapat
memperkaya kajian dalam penelitian ini. Perlu ada kajian yang mendalam berkaitan dengan pengelolaan tawāṣ i dan muṣ āfaḥ ah baik itu dari kurikulum
maupun kompetensi guru pendamping dan perlu ada penelitian secara kuantitatif untuk mengukur peningkatan kompetensi siswa yang dihasilkan dari tawāṣ i dan
muṣ āfaḥ ah.
DAFTAR PUSTAKA
Bahruddin, Ahmad. Pendidikan Alternatif Qaryah Thayyibah. Yogyakarta: LKIS, 2007.
Jumali, M., dkk. Landasan Pendidikan. Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2008.
Lickona, Thomas. Pendidikan Karakter, Panduan Lengkap Mendidik Siswa Menjadi Pintar dan Baik, Terjemahan Lita S. Bandung: Nusa Media, 2014.
Mulyono. “Implementasi Pendidikan Karakter dalam ISMUBA (Al-Islam Kemuhammadiyahan Bahasa Arab) Sekolah Muhammadiyah Di Kota Salatiga Tahun 2012/2013”, Tesis, STAIN Salatiga. Salatiga: STAIN Salatiga, 2013.
Muslich, Masnur. Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional. Jakarta: Bumi Aksara, 2010.
Mustakim, Bagus. Pendidikan Karakter: Membangun Delapan Karakter Emas Menuju Indonesia Bermartabat.Yogyakarta: Samudra Biru, 2011.
Sapriya, “Membina Nilai Karakter dan Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Melalui Pendekatan Klarifikasi Nilai (Value Clarification Approach), (Penelitian Tindakan Kelas di Kelas V SDN Se-Jambe Kec. Sukaluyu Kab. Cianjur)”,
Jurnal Program Pascasarjana PENDAS UPI, No.04, (2012): 1-14.