19
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1Statistik Deskriptif
Tabel 4.1 menunjukkan statistik deskriptif dari perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam Indeks Saham LQ 45 di Bursa Efek Indonesia yang bertahan selama periode Agustus 2009 sampai Januari 2015. Diperoleh data sebanyak 22 perusahaan. Dari tabel 4.1 dapat dilihat besarnya nilai rata-rata, standar deviasi, maksimum dan minimum dari dividen (DIVMKTCAP), 𝑅2 bedasarkan market model regression (Rsquared),
leverage (DA), Growth, investment opportunity
(CapitalRationing), dan firm size (Mcap).
Sumber: Data sekunder diolah, 2016
Keterangan: Dividen (DIVMKTCAP), 𝑅2 (Rsquared), Leverage (DA), Growth, Investment Opportunity (CR), Firm Size (Mcap).
Berdasarkan hasil pada Tabel 4.1 terlihat bahwa nilai rata-rata dividen adalah 2.8%. Hal ini berarti dividen yang dibayarkan setiap lembarnya senilai dengan 2,8% harga per lembar saham perusahaan.
Tabel 4.1 Statistik Deskriptif
Variabel Min Max Mean Std. Deviation DIVMKTCAP .005 .075 .028 .012 Rsquared .005 .937 .448 .296 DA .133 .917 .498 .249 Growth -0.168 0.506 0.137 0.131 CR 0.947 15.539 2.920 2.886 MCap (Trilyun Rp) 8.643 421.838 88.786 76.429
20
Perusahaan dengan dividen terbesar adalah PT Indo Tambangraya Megah Tbk. pada tahun 2012 yaitu sebesar 7,5%. Sedangkan dividen yang terkecil dimiliki oleh PT PP London Sumatra Indonesia Tbk. pada tahun 2010 yaitu hanya sebesar 0,5%. Standar deviasi dividen sebesarnya 1,27% lebih kecil dari nilai rata-rata menunjukkan bahwa dividen sampel memiliki sebaran yang hampir sama.
Nilai rata-rata R2 yang diperoleh sebesar 0.448 dengan standar deviasi sebesar 0,296. Hal ini berarti bahwa market return mampu menjelaskan perubahan
stock return sebesar 44,8% sedangkan sisanya 55,2% dijelaskan oleh variabel lain berupa informasi spesifik perusahaan. Perusahaan dengan nilai R2 yang paling kecil 0,005 adalah PT Astra Agro Lestari Tbk. pada tahun 2013. Sedangkan yang tertinggi adalah PT Bank Central Asia Tbk. pada tahun 2011 dengan 𝑅2 sebesar
0,937.
Leverage yang diperoleh dalam penelitian ini memiliki nilai rata-rata sebesar 49,8%. Hal ini berarti untuk setiap Rp. 1,00 aset yang dimiliki oleh perusahaan, 49,8% nya dibiayai dari utang. Semakin
tinggi leverage menunjukkan semakin besar
penggunaan utang yang mengakibatkan semakin besar pula risiko keuangan yang dihadapi perusahaan dan ada kemungkinan semakin rendah kemampuan perusahaan membayar dividen. Nilai maksimum
21
leverage dimiliki oleh PT Bank Negara Indonesia
(Persero) Tbk. pada tahun 2009 sebesar 91,7%. Sedangkan nilai minimum dimiliki oleh PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. pada tahun 2011 sebesar 13,3%. Nilai standar deviasi 24,94% artinya bahwa leverage
sampel memiliki sebaran yang hampir sama.
Berdasarkan tabel 4.1 diperoleh rata-rata growth
sebesar 13,72%. Nilai Growth terkecil dimiliki oleh PT PP London Sumatra Indonesia Tbk. yang mengalami penurunan jumlah sales nya pada tahun 2009 sehingga nilai growth -16,8% sedangkan nilai growth yang tertinggi 50,6% dimiliki oleh PT Jasa Marga (Persero) Tbk. pada tahun 2011.
Selanjutnya adalah variabel investment
opportunity. Perusahaan dengan nilai Tobin’s Q yang tinggi (Tobin’s Q > 1) menggambarkan bahwa perusahaan memiliki peluang investasi yang baik, potensi pertumbuhan yang tinggi, saham dalam kondisi
overvalued, dan manajemen memiliki performa yang
baik dalam pengelolaan aktivanya. Sebaliknya, jika nilai
Tobin’s Q < 1 maka berarti perusahaan memiliki potensi pertumbuhan dan investasi rendah, saham dalam kondisi undervalued, serta manajemen telah gagal dalam mengelola aktiva perusahaan. Hanya ada 1 perusahaan yang nilai Tobin’s Q nya kurang dari 1 yaitu PT Adaro Energy Tbk. tahun 2013. Nilai rata-rata
22
sampel perusahaaan rata-rata memiliki peluang investasi yang baik.
Rata-rata market capitalization senilai 88,786 (trilyun rupiah). Bagi perusahaan publik, market capitalization penting sekali karena mencerminkan nilai total perusahaan. Besar kecilnya market capitalization
perusahaan ditentukan oleh jumlah saham yang beredar dan harga saham di pasar. Jika harga saham semakin naik, maka nilai perusahan juga naik, demikian juga sebaliknya. Firm size terbesar adalah 421,838 (trilyun rupiah) yang dimiliki oleh PGAS pada tahun 2013. Nilai terendah adalah 8,643 (trilyun rupiah) yang dimiliki oleh PT PP London Sumatra Indonesia Tbk. pada tahun 2009. Nilai standar deviasi firm size sebesar 76,429 yang lebih kecil dari nilai rata-rata firm size yang menunjukkan bahwa setiap sampel memiliki ukuran perusahaan yang hampir sama.
4.2Uji Asumsi Klasik 4.2.1.Uji Normalitas
Untuk melihat apakah data terdistribusi secara normal atau tidak maka dalam penelitian ini digunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Jika hasil uji menunjukkan nilai p-value < 0,05 berarti data terdistribusi tidak normal (Supramono dan Utami, 2004). Berdasarkan Tabel 4.2 dapat dilihat besarnya nilai p-value adalah 0,206. Oleh karena
23
nilai p-value > 0,05 maka data dalam penelitian ini terdistribusi secara normal
Sumber: Data sekunder diolah, 2016
4.2.2.Uji Multikolinearitas
Salah satu asumsi model regresi linier berganda yang lain adalah tidak ditemukan adanya korelasi yang signifikan antar variabel independennya. Pada penelian ini dilakukan pengujian dengan nilai Variance Inflation Factor
(VIF) dan tolerance. Multikoleinieritas terjadi apabila nilai VIF berada diatas 10 dan nilai
tolerance dibawah 0,1 (Hair dkk dalam
Supramono dan Utami, 2004).
Berdasarkan Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa tidak terdapat nilai tolerance yang kurang dari 0,10 ataupun nilai VIF yang lebih dari 10. Oleh karena itu berdasarkan nilai tolerance dan VIF tersebut maka pada penelitian ini tidak ditemukan adanya gejala multikolinearitas.
Tabel 4.2
Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov
Unstandardized Residual
N 104
Normal Parameters Mean .000 Std. Deviation .011 Most Extreme Differences
Absolute .104 Positive .104 Negative -.065 Kolmogorov-Smirnov Z 1.065 Asymp. Sig. (2-tailed) .206
24
Tabel 4.3 Uji Multikolieritas
Model Collinearity Statistics Tolerance VIF 1 (Constant) Rsquared .953 1.050 DA .671 1.491 Growth .959 1.043 CR .826 1.210 LogMcap .676 1.479
Sumber: Data sekunder diolah, 2016
Keterangan: 𝑅2 (Rsquared), Leverage (DA), Growth, Investment Opportunity (CR), Firm Size (LogMcap).
4.2.3.Uji Autokorelasi
Uji Autokolerasi dipakai untuk mendeteksi gejala kolerasi antara data yang satu dengan yang lain atau dikenal dengan serial korelasi (Supramono dan Utami, 2004). Jika nilai Durbin-Watson (DW) tersebut dibawah < 2, maka dapat disimpulkan tidak terdapat gejala autokorelasi. Pada tabel 4.4 dapat dilihat nilai DW sebesar 1,022 atau DW dibawah 2, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi masalah autokorelasi. Tabel 4.4 Uji Autokorelasi Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate Durbin-Watson 1 .332 .110 .065 .012 1.022
25
4.2.4.Uji Heteroskedastisitas
Asumsi lain yang diuji adalah uji heteroskedastisitas yang bertujuan untuk menguji
apakah dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lainnya. Model regresi yang baik adalah tidak terjadi heteroskedastisitas, yang berarti memiliki kesamaan variance sehingga data dalam model regresi tersebut memenuhi asumsi yang homogen.
Grafik 4.1. Uji Heteroskedastisitas
Deteksi adanya heteroskedastisitas adalah dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik. Dasar pengambilan keputusan adalah jika terdapat pola tertentu yang teratur (bergelombang,
26
melebar kemudian menyempit) maka telah terjadi heteroskedastisitas. Dari gambar 4.2 grafik Scatterplot dibawah ini titik-titik menyebar secara acak diatas dan di bawah angaka nol, maka model ini dianggap tidak mengalami problem heterokedastisitas.
4.3Pengujian Hipotesis 4.3.1.Uji t-statistik
Uji parsial (Uji t) digunakan untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen (Ghozali, 2005). Hasil regresi 𝑅2 sebagai variabel independen serta leverage, investment opportunity,
firm size, dan growth sebagai variabel kontrol terhadap dividen dapat dilihat pada tabel 4.5.
Tabel 4.5 Hasil Uji t-Statistik
Model Unstandardized Coefficients t Sig. B 1 (Constant) -.010 -.181 .857 Rsquared .001 .278 .782 DA -.017 -2.819 .006 Growth -.016 -1.676 .097 CR .000 -.777 .439 LogMcap .004 .867 .388
Sumber: Data sekunder diolah, 2016
Keterangan: 𝑅2 (Rsquared), Leverage (DA), Growth, Investment Opportunity (CR), Firm Size (LogMcap).
27
Berdasarkan hasil uji statistik secara parsial 𝑅2 diperoleh nilai beta sebesar 0,001. Hal ini berarti bahwa setiap kenaikan 1% dari 𝑅2 akan menaikkan rasio antara dividen terhadap
market capitalization sebesar 0,001%. Nilai
signifikansi adalah sebesar 0,649. Oleh karena nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 maka berarti 𝑅2 memiliki pengaruh yang positif terhadap dividen tetapi pengaruh tersebut tidak signifikan. Dengan demikian H0 diterima dan Ha ditolak, sehingga hipotesis 1 (H1) yang menyatakan terdapat hubungan negatif antara 𝑅2 dan dividen di pasar modal Indonesia ditolak.
Penelitian ini memasukkan beberapa variabel kontrol yaitu leverage, growth, investment opportunity, dan firm size. Dari tabel 4.7 diatas, diperoleh informasi sebagai berikut:
1. Dari hasil pengujian regresi menunjukkan bahwa koefisien regresi leverage adalah negatif (-0,017). Hal ini berarti bahwa terdapat pengaruh negatif antara leverage dan dividen. Dengan tingkat signifikansi sebesar 0,05, nilai probabilitas leverage sebesar 0,006, maka pengaruh leverage terhadap dividen adalah signifikan. Namun, penelitian terbaru oleh Mui dan Mustapha (2016) menemukan bahwa
28
leverage tidak memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap dividen.
2. Selanjutnya untuk variabel growth, hasil pengujian regresi menunjukan bahwa koefisien regresi growth adalah negatif (-0,016). Hal ini berarti bahwa terdapat pengaruh negatif antara
growth dan dividen. Dengan tingkat
signifikansi sebesar 0,05, nilai probabilitas
growth sebesar 0,097, maka pengaruh growth
terhadap dividen tidak signifikan.
3. Variabel kontrol berikutnya adalah Investment opportunity. Nilai betanya sangat kecil sehingga dibulatkan menjadi 0,000. Dengan tingkat signifikansi sebesar 0,05, nilai probabilitasnya sebesar 0.439. Dengan demikian, pengaruh
investment opportunity terhadap dividen juga tidak signifikan.
4. Variabel kontrol yang terakhir adalah firm size.
Hasil pengujian regresi menunjukan bahwa koefisien regresi firm size adalah positif (0.004). Hal ini berarti bahwa terdapat pengaruh positif antara firm size dan dividen. Dengan tingkat signifikansi sebesar 0,05, nilai probabilitas firm size sebesar 0,388, maka pengaruh firm size
terhadap dividen juga tidak signifikan.
Dengan demikian, terbukti bahwa variabel kontrol dalam penelitian ini yaitu leverage,
29
growth, investment opportunity, dan firm size tidak mendukung pengaruh variabel independen (𝑅2) terhadap perubahan variabel dependen (dividen). 4.3.2.Uji F dan Koefisien Determinasi
Uji F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel independen yaitu 𝑅2 berdasarkan Market Model Regression serta variabel kontrol
leverage, investment opportunity, firm size, dan
growth mempunyai pengaruh secara
bersama-sama (simultan) terhadap variabel dependen yaitu dividen. Pada tabel 4.6 dapat dilihat nilai uji F sebesar 2,432 dengan nilai signifikansi sebesar 0,040. Nilai F tabel adalah sebesar 2,33. Karena nilai F hitung > F tabel dan nilai signifkansinya dibawah taraf kepercayaan 5% maka dapat disimpulkan bahwa variabel independen dan variabel kontrol pada penelitian ini secara simultan mempengaruhi variabel dependen.
Tabel 4.6
Hasil Uji F-statistik dan Koefisien Determinasi
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig. Regression Residual Total .002 5 .000 2.421 .041 .015 98 .000 .017 103 R2 .110 Adj R2 .065
30
Koefisien determinasi digunakan untuk menguji goodness of fit dari model regresi.
Adjusted 𝑅2 mengukur seberapa besar model yang
digunakan dalam regresi yaitu variabel
independen dan variabel kontrol dapat
menjelaskan perubahan variabel dependen. Besarnya nilai adjusted 𝑅2 pada model regresi ini, dapat dilihat pada tabel 4.6, yaitu hanya sebesar 0,065. Hal ini berarti bahwa hanya 6,5% variasi variabel dependen pada penelitian ini yaitu dividen yang dapat dijelaskan oleh variabel independen yaitu 𝑅2 berdasarkan Market Model Regression serta variable kontrol leverage,
investment opportunity, firm size, dan growth. Sedangkan sisanya dijelaskan faktor-faktor lain diluar model penelitian ini.
4.4Pembahasan
Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa 𝑅2
berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap dividen. Walau menunjukkan arah positif, hasil penelitian ini tidak dapat memberi bukti adanya pengaruh yang kuat antara 𝑅2 dan dividen. Hasil
penemuan 𝑅2 yang rendah mengindikasikan bahwa stock return lebih mampu dijelaskan oleh informasi spesifik perusahaan. Semakin banyak informasi perusahaan yang tersedia maka akan menarik
31
perhatian para investor untuk melakukan observasi kemudian dengan yakin berinvestasi pada perusahaan tersebut sehingga akan meningkatkan stock return.
Jumlah stock return dan penawaran dividen akan saling mempengaruhi serta saling mencari kesesuaian (Black and Scholes (1974) dalam Suharli 2006). Semakin tinggi
stock return suatu perusahaan maka semakin tinggi pula dividennya (Suharli, 2006).
Seperti yang dikemukakan Jin and myers (2006) bahwa nilai 𝑅2 yang semakin tinggi disebabkan oleh
adanya opaqueness. Yang dimaksud dengan
opaqueness adalah kurangnya informasi yang
memungkinkan investor untuk melakukan observasi terhadap operating cash flow dan income, dan menentukan nilai perusahaan. Hal tersebut diperkuat oleh penemuan Dasgupta et al. 2010 yang menyatakan semakin transparan sebuah perusahaan, maka semakin banyak informasi yang tersedia di pasar.
Akan tetapi, ada perbedaan kandungan informasi yang dimiliki oleh pihak manajemen dengan para investor. Selain itu juga terdapat perbedaan kepentingan antara pihak manajemen dan pihak investor. Dari sudut pandang investor jangka panjang yang ingin memiliki kendali atas perusahaan, penginvestasian kembali laba dalam jumlah yang besar
sangat menguntungkan karena meningatkan
32
sudut pandang investor jangka pendek yang
mengharapkan dividen dan capital gain, pembayaran dividen sangat menguntungkan karena mereka mendapatkan return yang tinggi dari investasi jangka pendek
Hasil penemuan dalam penelitian ini tidak dapat membuktikan hubungan yang kuat antara dividen dengan 𝑅2. Hal ini mengindikasikan bahwa informasi spesifik perusahaan bukan faktor yang menjadi pertimbangan investor di Indonesia dalam berinvestasi. Berdasarkan hasil pengolahan market model type regression, sebagian besar sample memiliki pengaruh
market return yang signifikan terhadap stock return. Hal ini berarti bahwa investor di Indonesia masih mengandalkan informasi perusahaan yang beredar di pasar salah satunya dengan melihat pergerakan pasar. Hasil yang tidak signifikan juga bisa disebabkan oleh adanya faktor-faktor lain seperti tingkat suku bunga, inflasi, perubahan kurs, atau faktor-faktor makro ekonomi lainnya.
Hasil penelitian ini juga bertentangan dengan hasil penelitian Kang and King (2013) yang mengemukakan adanya hubungan negatif yang signifikan antara 𝑅2 dan dividen di Korea, namun hubungan tersebut hanya berlaku untuk perusahaan
non-business group. Selain itu, dilihat dari nilai
33
banyak variabel lain yang tidak dimiliki oleh model dalam penelitan ini yang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap dividen.
Leverage memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap dividen. Hal ini sejalan dengan penemuan-penemuan terdahulu yang menyatakan bahwa semakin besar leverage maka perusahaan cenderung untuk membayar dividennya lebih rendah dengan tujuan untuk mengurangi ketergantungan pada pendanaan eksternal. Sehingga semakin besar proporsi hutang yang digunakan suatu perusahaan, maka akan semakin besar pula jumlah kewajiban yang akan mempengaruhi besar kecilnya dividen yang akan dibagikan (Faccio et al. 2001; Jensen 1989; Brigham and Ehrhardt (dalam Suherli dan Harahap 2004)). Penelitian terbaru oleh Mui dan Mustapha (2016); Emamalizadeh et al. (2013) menemukan bahwa leverage
tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap dividen.
Sejalan dengan penemuan faccio et al. 2001, penelitian ini menemukan variabel investment opportunity dan growth berpengaruh negatif terhadap dividen. Saat suatu perusahaan memiliki peluang investasi yang baik dan potensi pertumbuhan yang tinggi maka perusahaan akan lebih senang menahan labanya untuk membiayai ekspansi atau pertumbuhan perusahaan daripada dibayarkan dalam bentuk dividen
34
kepada para pemegang saham. Hal ini juga didukung oleh Jensen (1989) yang menyatakan bahwa manajer cenderung untuk menginvestasikan arus kas bebas ke dalam peluang investasi dan memperbesar perusahaan meskipun tidak menguntungkan. Namun dalam penelitian ini, pengaruh variabel investment opportunity
dan growth tidaklah signifikan. Hal ini dapat
disebabkan karena tingkat investment opportunity dan
growth pada perusahaan sample relatif sama. Dapat dibuktikan pada analisis statistik deskriptif, nilai standar deviasi dari variabel investment opportunity dan
growth lebih kecil dari rata-rata, sehingga tidak berdampak pada dividen.
kebijakan dividen yang beragam juga dapat menjadi penyebab tidak signifikannya pengaruh variabel investment opportunity dan growth. Besar kecilnya dana yang dikeluarkan untuk membiayai investasi dan pertumbuhan perusahaan tidak akan mempengaruhi secara signifikan besar kecilnya dividen yang dibagikan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penemuan Penelitian Suherli dan Harahap (2004), Marpaung dan Hadianto (2009), Prihantoro (2003), serta Hatta (2002) yang tidak menemukan adanya pengaruh antara pertumbuhan dengan dividen.
Selanjutnya adalah size perusahaan. Hasil temuan dalam penelitian ini adalah size perusahaan memiliki hubungan yang positif dengan dividen.
35
Perusahaan besar cenderung menghasilkan laba yang besar dan menentukan tingkat dividen yang stabil (Weston dan Copeland, 1996). Perusahaan besar biasanya adalah perusahaan yang telah mapan dan memberikan tingkat risiko yang lebih rendah daripada perusahaan kecil.
Perusahaan besar cenderung memiliki akses yang mudah ke pasar modal untuk memperoleh pendanaan.
Perusahaan besar juga cenderung memiliki
profitabilitas yang stabil dan tidak terlalu bergantung pada pendanaan internal. Perusahaan ini cenderung memberi tingkat pembayaran dividen yang lebih tinggi daripada perusahaan kecil atau perusahaan baru karena kemudahan mendapatkan dana dari pihak eksternal dan memiliki stabilitas laba yang tinggi. Semakin besar size sebuah perusahaan maka semakin besar pula dividen yang dibayarkan (Fama dan French (2001); Zou et al. 2008; huang et al. 2012).
Dalam penelitian ini, pengaruh size perusahaan terhadap dividen tidak signifikan. Dilihat dari standar deviasi yang terdapat dalam analisis statistik deskriptif, nilai standar deviasi variabel size lebih kecil dari rata-rata yang mengindikasikan bahwa size perusahaan
sample memiliki ukuran yang hampir sama. Hal ini dapat menjadi penyebab tidak signifikannya hasil yang diperoleh. Hasil penelitian ini mendukung Jeong (2011), Arif dan Akbar (2013), Ahmed dan Javid (2008) yakni
36
ukuran perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap dividen.