• Tidak ada hasil yang ditemukan

STEVIA ISSN No Vol. II No. 01-Januari 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STEVIA ISSN No Vol. II No. 01-Januari 2012"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

STEVIA

ISSN No. 2087-6939 Vol. II No. 01-Januari 2012

Sistem Agribisnis Usahatani Cabai Merah

(

Capsicum annum

)

Said Mahjali1)

1)

Dosen Universitas Teuku Umur, Meulaboh

ABSTRACT

This study aims to determine the description of the red chili agribusiness activities in this area of research and find out a partnership with the input subsystem providers and traders. In this study population are farmers producing chili as the main effort in Meulaboh area. Large population of 90 families. Large sample of 30 families (33.33%) of the total population. From the research results can be concluded that the subsystems of production facilities, 11 were farmers use the advice of production are purchased from retailers and 19 farmers to buy from wholesalers. After going through a process of production, the farmers get a fresh red pepper. Twenty-five red pepper farmers sell to traders, two farmers sell to retailers, three farmers sell to wholesalers, and 11 farmers sell to processors. Furthermore chilies are sold to processors to be processed by the processing of chili powder. Much of this chili farmers are bound to have linkages with each merchant. Average income of farmers in the study area amount Rp. 5.24.023,.5. The median income of farmers in partnership with wholesalers means of production amounting to Rp. 5.415.685,43 and the retailers the means of production amounting to Rp. 5.114.104,11.

Keywords : agribusiness system and red pepper

Pendahuluan

Konsep agribisnis sebenarnya adalah suatu konsep yang utuh, mulai dari proses produksi, mengolah hasil, pemasaran dan, aktivitas lain yang berkaitan dengan kegiatan pertanian. Menurut Arsyad et al. (Soekartawi, 1997) agribisnis adalah keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan hasil, dan pemasaran yang ada hubungannya dengan pertanian dalam arti luas, yang artinya adalah kegiatan usaha yang menunjang kegiatan pertanian dan kegiatan usaha yang ditunjang oleh kegiatan pertanian.

Downey dan Erikson (1992) menyebutkan agribisnis dapat dibagi

menjadi tiga sektor yang saling tergantung secara ekonomis, yaitu sektor masukan, produksi, dan sektor keluaran. Sektor masukan menyediakan perbekalan kepada petani untuk dapat memproduksi hasil tanaman. Termasuk kedalam masukan ini adalah bibit, pupuk, pestisida, mesin pertanian, bahan bakar, dan banyak perbekalan lainnya, yang diproses dan disebarkan kepada konsumen akhir oleh sektor keluaran. Agribisnis merupakan sektor perekonomian yang menghasilkan dan mendistribusikan masukan bagi pengusaha tani, memproses, serta

(2)

STEVIA

ISSN No. 2087-6939 Vol. II No. 01-Januari 2012 memasarkan produk usahatani kepada

konsumen akhir.

Anonimus (1995) menyatakan bahwa agribisnis merupakan serangkaian kegiatan usaha komoditi pertanian mulai dari penyiapan lahan, benih, dan sarana produksi lainnya, penanaman, pemeliharaan, panen serta pengolahan dan pemasaran produk pertanian yang dihasilkan. Dengan kata lain agribisnis merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa subsistem yakni, (1) subsistem faktor produksi, (2) subsistem produksi, (3) Subsistem pengolahan, (4) subsistem pemasaran, dan (5) Subsistem penunjang. Sistem ini merupakan suatu rangkaian kegiatan yang berkesinambungan mulai dari hulu sampai hilir.

Salah satu jenis tanaman hortikultura yang sudah lama dikenal dan dibudidayakan oleh petani adalah cabai merah. Cabai merah merupakan komoditas hortikultura penting di Indonesia, cabai ini dikonsumsi sebagian besar penduduk tanpa memperhatikan tingkat status sosial. Komoditas ini berprospek cerah, mempunyai kemampuan meningkatkan pendapatan petani, nilai ekonominya tinggi sebagai bahan baku industri, dibutuhkan setiap hari sebagai bumbu masak, dan merupakan sumber vitamin C. Komoditas ini dapat dikonsumsi dalam bentuk segar maupun olahan. Pangsa pasarnya pun terbuka lebar, baik dalam maupun luar negeri. Hingga saat ini peningkatan produksi cabai merah ditingkat petani masih terpaut cukup jauh dengan produktivitas hasil penelitian. Untuk itu perlu dilakukan berbagai upaya agar produktivitas cabai di tingkat petani meningkat sehingga meningkatkan pendapatan petani (Santika, 1995).

Peningkatan produksi cabai merah bisa tercapai apabila petani

menggunakan teknologi pertanian modern dan sekaligus menguasai keterampilan. Adapun keterampilan yang harus dikuasai adalah keterampilan dalam perbaikan bibit, pengolahan tanah, perawatan yang intensif, dan pengendalian hama penyakit (Soewitro, 1998).

Terlaksananya pembangunan pertanian yang mengarah kepada industrialisasi pertanian dapat dicapai melaui penerapan agribisnis yang terpadu dan berkelanjutan. Selain prospek pasar, sektor pertanian masih dapat ditingkatkan lagi perananya untuk menghasilkan devisa melalui usaha diversifikasi. Dengan kata lain, pendekatan pembangunan yang menekankan peranserta dan kreativitas petani serta para pelaku ekonomi lainnya perlu diganti dengan pendekatan baru, yakni pendekatan agribisnis, agribisnis diharapkan dapat digunakan sebagai strategi dalam pembangunan pertanian pada masa datang (Aziz, 1993).

Dalam mengembangkan konsep agribisnis, sebaiknya produsen atau petani mampu untuk mengusahakan sendiri produksi pertaniannya, mengolah hasilnya dan sekaligus memasarkannya pada kondisi harga yang mengutungkan. Namun dalam praktek seringkali produsen/petani dihadapkan pada keterbatasan yang di miliki. Agar konsep agribisnis menguntungkan harus ada kerjasama yang baik antara masing-masing subsistem.

Penelitian ini bertujuan untuk ;

1. Mengetahui deskripsi kegiatan agribisnis cabai merah di daerah penelitian

2. Mengetahui pola kemitraan dengan subsistem penyedia input dan pedagang.

(3)

STEVIA

ISSN No. 2087-6939 Vol. II No. 01-Januari 2012

Tinjauan Pustaka 1. Agribisnis

Agribisnis juga merupakan suatu kegiatan yang utuh dan tidak saling terpisahkan antara suatu kegiatan dengan kegiatan yang lainnya, mulai dari kegiatan sarana dan prasarana, pengolahan produk, sampai pada pemasaran produk atau hasil olahannya. Dalam kegiatan agribisnis tersebut, ada kegiatan agroindustri sebagai salah satu cabang industri yang berkaitan langsung dengan proses yang menghasilkan produk pertanian (Alikodra, 1999).

Pada hakekatnya agribisnis merupakan keseluruhan kegiatan operasional dalam kaitannya dengan industri pertanian dengan penekanan pada aspek bisnisnya. Dengan demikian, agribisnis mencakup bidang usaha yang luas, yang apabila dikembangkan dapat menimbulkan dampak ekonomi yang luas pula, mulai dari penyerapan tenaga kerja, investasi, produksi, nilai tambah, peningkatan ekspor, dan akhirnya pertambahan ekonomi. Oleh karena itulah dalam pembangunan pertanian, agribisnis dimasa yang akan dating akan menaikan peran yang cukup besar, karena kegiatan itu tidak saja memacu pertumbuhan, menumbuhkan efesiensi karena landasannya yang berpijak pada kompetisi dan nilai tambah, tetapi juga diharapkan sekaligus dapat menciptakan pemerataan. Pemerataan ini berkaitan dengan besarnya jumlah pendapatan yang diterima petani. Sistem agribisnis yang solid akan membuat pembangunan pertanian semakin bertambah dan tingkat pendapatan petani akan menjadi tinggi yang didapat dari hasil produksi yang optimal (Amang, 1995).

2. Subsistem Sarana Produksi

Sektor masukan menyediakan perbekalan kepada pengusaha tani untuk dapat memproduksi hasil tanaman. Termasuk kedalamnya adalah bibit, pupuk, bahan kimia, mesin peralatan pertanian, bahan bakar dan perbekalan lainnya. (Anonimus, 1995).

Hasil akhir dan proses produksi adalah produk dan output. Produksi atau produk dalam pertanian atau lainnya bervariasi antara lain dapat disebabkan karena perbedaan kwalitas. Hal ini dapat dimengerti kwalitas yang baik dihasilkan dari proses produksi yang baik. Faktor produksi adalah semua yang diberikan pada tanaman agar tanaman tersebut mampu tumbuh dan menghasilkan dengan baik. Sarana produksi yang digunakan antara lain tenaga kerja, modal untuk membeli (pupuk, bibit, dan alat-alat pertanian), manajemen, iklim, dan faktor sosial ekonomi pertanian (Soekartawi, 1991).

3. Subsistem Produksi

Subsistem produksi merupakan suatu kegiatan atau proses yang mengubah faktor-faktor produksi menjadi produk. Tingkat produksi suatu tanaman ditentukan oleh tingkat penggunaan faktor-faktor produksi yang terdiri dari alam, tenaga kerja, modal, dan pengelolaan. Namun dalam prakteknya keempat faktor produksi tersebut belum cukup untuk menjelaskan produksi. Faktor-faktor sosial ekonomi lainnya seperti tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, tingkat keterampilan, dan lain-lain juga mempengaruhi tingkat produksi (Hermanto, 1991).

Biaya produksi merupakan jumlah dari komponen: (1) biaya tetap, yang tidak langsung berkaitan dengan jumlah tanaman yang dihasilkan di atas lahan, biaya ini mencakup sewa lahan, pajak lahan, dan pembayaran kembali

(4)

STEVIA

ISSN No. 2087-6939 Vol. II No. 01-Januari 2012 pinjaman, (2) biaya tidak tetap yakni,

biaya variabel yang secara langsung berkaitan dengan jumlah tanaman yang diusahakan dan dengan input variabel yang dipakai (misalnya tenaga kerja, pupuk, dan benih). Biaya total produksi adalah biaya tetap ditambah biaya variabel.

4. Subsistem Pengolahan

Pengertian agroindustri adalah kegiatan industri yang memanfaatkan hasil pertanian sebagai bahan baku serta merancang dan menyediakan peralatan dan jasa untuk kegiatan tersebut.

Agroindustri sebagai suatu pendekatan pembangunan dalam meningkatkan pendapatan pelaku agribisnis menyerap tenaga kerja, meningkatkan perolehan devisa negara dan mendorong tumbuhya industri lain.

Walaupun demikian, pembangunan agroindustri masih menghadapi berbagai tantangan dan masalah. Permasalahan yang di hadapi dalam pembagunan agroindustri adalah kurang tersedianya bahan baku yang cukup, kurang konsisten Pemerintah terhadap agroindustri, kurangnya fasilitas permodalan, keterbatasan pasar, lemahnya keterkaitan industri hulu dan hilir, serta kualitas produksi yang kurang mampu bersaing.

5. Subsistem Pemasaran

Pemasaran adalah suatu kegiatan usaha yang mengerakan arus barang dan jasa dari pihak produsen ke konsumen. Selain berkaitan dengan proses ekonomi, pemasara adalah suatu proses sosial dimana individu dan kelompoknya mendapatkan apa yang mereka butuhkan atau inginkan dengan menciptakan dan mempertukarkan produk dan nilai dengan kelompok yang lain (Gultom, 1996).

Fungsi pemasaran adalah untuk memperlancar proses pencapaian barang dari tingkat produsen ke tingkat kosumen. Jejak penyaluran barang dari produsen akhir disebut saluran pemasaran. Jenis dan kerumitan saluran pemasaran berbeda-beda sesuai dengan komoditi. Pasar kaki lima merupakan saluran pemasaran yang sederhana yaitu dari produsen langsung ke konsumen, tetapi kebanyakan produk diproses lebih lanjut pada tingkat saluran yang berbeda dan melalui banyak perusahaan sebelum mencapai konsumen.

6. Subsistem Penunjang

Untuk membantu kelancaran dari suatu agribisnis diperlukan adanya faktor pelancar, salah satu dari faktor pelancar itu adalah kredit. Dalam pembangunan pedesaan aspek dana dan kredit merupakan salah satu komponen dari strategi pertanian. Kredit apabila dipakai secara benar dapat memperlancar proses informasi struktural sosial ekonomi pedesaan ke arah yang lebih baik dan modern.

Mosher (1984) mengemukakan di dalam pembangunan pertanian dan pedesaan diperlukan adanya syarat pokok dan syarat pelancar. Kredit dikatakan syarat pelancar yang akan benar-benar memperlancar proses pembangunan pertanian pedesaan dengan catatan pembangunan yang dilakukan tepat.

Faktor pendukung yang kedua adalah lembaga penyuluhan pertanian. Lembaga penyuluhan dan penelitian pertanian, dengan ditemukannya tehknologi baru seperti bioteknologi, baik dalam proses produksi primer maupun dalam tahapan proses produksi, selanjutnya dalam berbagai komoditas memerlukan metode atau pola penyuluhan yang berbeda dengan

(5)

STEVIA

ISSN No. 2087-6939 Vol. II No. 01-Januari 2012 berbagai informasi tradisional. Biasanya

secara pesat teknologi informasi baik yang melekat dalam proses produksi, maupun dalam proses pemasaran serta persyaratan kualitas lingkungan hidup juga memerlukan pembaharuan dalam lembaga kepenyuluhan.

Metode Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah petani yang memproduksi cabai merah sebagai usaha pokok di daerah Meulaboh. Besar populasi 90 kepala keluarga. Besar sampel 30 KK (33,33%) dari jumlah populasi. Penentuan sampel petani ditentukan secara acak sederhana atau Simple Random Sampling. Sampel pedagang adalah sebanyak pedagang yang berhubungan dengan petani. Data yang di kumpulkan ditabulasi sesuai dengan kebutuhan, kemudian dianalisis dengan menggunakan metode analisis deskriptif.

Pembahasan

1. Subsistem Pemasaran

Saluran pemasaran cabai di daerah penelitian terdiri dari beberapa saluran tata niaga di antaranya :

1. Petani o pedagang sarana produksi

o konsumen

2. Petani o pedagang o konsumen 3. Petani o pengolah o konsumen

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa cabai dibeli oleh pedagang sarana produksi, pedangang cabai (pedagang besar dan pedagang pengumpul), dan pengolah cabai menjadi tepung cabai. Selanjutnya ketiga lembaga tersebut menyalurkannya pada konsumen masing-masing.

Pada saluran 1 dan 2 petani menjual cabai kepada pedagang pengumpul dan

selanjutnya pedagang pengumpul menjualnya ke pedagang pengecer. Pedagang pengecer menjual cabai ke konsumen dalam bentuk cabai segar. Sedangkan pada saluran 3, petani menjual cabe ke pedagang dan selanjutnya dibeli oleh pengolah cabai. Pengolah kemudian mengolah cabai menjadi tepung cabai. Setelah diperoleh tepung cabai, pengolah menjualnya ke pedagang pengecer dan selanjutnya pedagang pengecer menjual produk tersebut ke konsumen. 2. Hubungan antara Pedagang Besar Sarana Produksi yang Hubungannya Terikat dengan Petani dengan Pedagang Besar Pembeli Hasil yang Hubungannya Terikat dengan Petani

Dari 30 responden yang diteliti, dua petani (6,6%) berhubungan dengan pedagang besar penjual sarana produksi dan sifat hubungannya terikat. Produksi yang dihasilkan dua petani ini 425 kg dengan kategori kualitas baik 275 kg dan kualitas kurang baik 150 kg dengan produksi rata-rata 212,5 kg. Kemudian oleh petani produksi ini dijual kepada pedagang besar yang sifat hubungannya terikat dengan petani, dengan harga Rp.20.000 untuk kualias baik dan Rp.15.000 untuk kualitas kurang baik dengan harga rata-rata Rp. 17.500,00. Dari hasil penjualan ini diperoleh rata-rata penerimaan total sebesar Rp.4.650.000,00. Hasil perhitungan biaya produksi rata-rata dari dua petani ini mencapai Rp.584.300,00, maka pendapatan rata-rata yang diperoleh petani dari kemitraan ini sebesar Rp.4.065.700,00. 3. Hubungan antara Pedagang Besar Sarana Produksi yang Hubungannya Terikat dengan Petani dengan Pedagang pengumpul Pembeli Hasil yang Hubungannya Terikat dengan Petani

(6)

STEVIA

ISSN No. 2087-6939 Vol. II No. 01-Januari 2012 Selanjutnya dari 30 responden yang

diteliti, sembilan petani (30%) berhubungan dengan pedagang besar penjual sarana produksi dan sifat hubungannya terikat. Produksi yang dihasilkan sembilan petani ini sebesar 3270 kg dengan kategori kualitas baik 2465 kg dan kualitas kurang baik 805 kg dengan produksi rata-rata 363,33 kg. Kemudian oleh petani produksi ini dijual kepada pedagang pengumpul yang sifat hubungannya terikat dengan petani, dengan harga Rp.20.000 untuk kualitas baik dan Rp.15.000 untuk kualitas kurang baik dengan harga rata-rata Rp.17.500,00. Dari hasil penjualan ini diperoleh rata-rata penerimaan total sebesar Rp.6.906.666,67. Hasil perhitungan biaya produksi rata-rata dari sembilan petani mencapai Rp. 982.746,30, maka pendapatan rata-rata yang diperoleh petani dari kemitraan ini sebesar Rp.5.923.920,37. 4. Hubungan antara Pedagang Besar Sarana Produksi yang Hubungannya Terikat dengan Petani dengan Pedagang pengumpul Pembeli Hasil yang Hubungannya tidak Terikat dengan Petani

Dari 30 responden yang diteliti, tujuh petani (23,33%) berhubungan dengan pedagang besar penjual sarana produksi dan sifat hubungannya terikat. Produksi yang dihasilkan satu responden ini sebesar 2190 kg dengan kategori kualitas baik 1750 kg dan kualitas kurang baik 440 kg dengan produksi rata-rata 180 kg. Kemudian oleh petani produksi ini dijual kepada pedagang pengumpul yang sifat hubungannya tidak terikat dengan petani, dengan harga Rp.20.000 untuk kualias baik dan Rp.15.000 untuk kualitas kurang baik dengan harga rata-rata Rp.17.500,00. Dari hasil penjualan ini diperoleh rata-rata penerimaan total

sebesar Rp.5.917.142,86. Hasil perhitungan biaya produksi rata-rata dari tujuh petani mencapai Rp.649.997,28, maka pendapatan rata-rata yang diperoleh petani dari kemitraan ini sebesar Rp. 5.267.145,58. 5. Hubungan antara Pedagang pengecer Sarana Produksi yang Hubungannya Terikat dengan Petani dengan Pedagang Besar Pembeli Hasil yang Hubungannya Terikat dengan Petani

Dari 30 responden yang diteliti, satu petani (3,33%) berhubungan dengan pedagang besar penjual sarana produksi dan sifat hubungannya terikat. Produksi yang dihasilkan satu petani ini sebesar 230 kg dengan kategori kualitas baik 200 kg dan kualitas kurang baik 30 kg dengan produksi rata-rata 230 kg. Kemudian oleh petani produksi ini dijual kepada pedagang pengumpul yang sifat hubungannya terikat dengan petani, dengan harga Rp.20.000 untuk kualias baik dan Rp.15.000 untuk kualitas kurang baik dengan harga rata-rata Rp.17.500,00. Dari hasil penjualan ini diperoleh rata-rata penerimaan total sebesar Rp.4.540.000,00. Hasil perhitungan biaya produksi rata-rata dari satu responden mencapai Rp. 411.071,43, maka pendapatan rata-rata yang diperoleh petani dari kemitraan ini sebesar Rp.4.128,928,57. 6. Hubungan antara Pedagang Pengecer Sarana Produksi yang Hubungannya Tidak Terikat dengan Petani dengan Pedagang pengumpul Pembeli Hasil yang Hubungannya Terikat dengan Petani

Dari 30 responden yang diteliti, empat petani (13,33%) berhubungan dengan pedagang besar penjual sarana produksi dan sifat hubungannya tidak terikat. Produksi yang dihasilkan empat petani ini sebesar 1130 kg dengan

(7)

STEVIA

ISSN No. 2087-6939 Vol. II No. 01-Januari 2012 kategori kualitas baik 950 kg dan

kualitas kurang baik 180 kg dengan produksi rata-rata 282,5 kg. Kemudian oleh petani produksi ini dijual kepada pedagang pengumpul yang sifat hubungannya terikat dengan petani, dengan harga Rp.20.000 untuk kualias baik dan Rp.15.000 untuk kualitas kurang baik dengan harga rata-rata Rp.17.500,00. Dari hasil penjualan ini diperoleh rata-rata penerimaan total sebesar Rp.5.047.500,00. Hasil perhitungan biaya produksi rata-rata dari empat responden mencapai Rp. 757.916,67, maka pendapatan rata-rata yang diperoleh petani dari kemitraan ini sebesar Rp.4.289.583,34. 7. Hubungan antara Pedagang pengecer Sarana Produksi yang Hubungannya Tidak Terikat dengan Petani dengan Pedagang Pengumpul Pembeli Hasil yang Hubungannya Tidak Terikat dengan Petani

Dari 30 responden yang diteliti, enam petani (20%) berhubungan dengan pedagang pengecer penjual sarana produksi dan sifat hubungannya tidak terikat. Produksi yang dihasilkan enam responden ini sebesar 2270 kg dengan kategori kualitas baik 1790 kg dan kualitas kurang baik 480 kg dengan produksi rata-rata 567,5 kg. Kemudian oleh petani produksi ini dijual kepada pedagan pengumpul yang sifat hubungannya tidak terikat dengan petani, dengan harga Rp.20.000 untuk kualias baik, dan Rp.15.000 untuk kualitas kurang baik denga harga rata-rata Rp.17.500,00. Dari hasil penjualan ini diperoleh rata-rata penerimaan total sebesar Rp. 4.795.000,00. Hasil perhitungan biaya produksi rata-rata dari enam petani mencapai Rp.864.150,00, maka pendapatan rata-rata yang diperoleh petani dari kemitraan ini sebesar Rp. 3.930.850,00.

Kesimpulan dan Saran Kesimpulan

1. Pada subsistem sarana produksi, 11 orang petani menggunkan saran produksi yang dibeli dari pedagang pengecer dan 19 orang petani membeli dari pedagang besar. Setelah melalui suatu proses produksi, maka petani memperoleh cabai merah segar. Dua puluh lima orang petani menjual cabai merah ke pedagang pengumpul, dua orang petani menjual kepedagang pengecer, tiga orang petani menjual ke pedagang besar, dan 11 orang petani menjual ke pengolah. Selanjutnya cabai merah yang dijual kepada pengolah diolah oleh pengolah menjadi tepung cabai. Sebagian dari petani cabai merah ini mempunyai keterkaitan yang terikat dengan masing-masing pedagang. 2. Pendapatan rata-rata petani di

daerah penelitian seberar Rp.5.240.231,5 Pendapatan rata-rata petani yang bermitra dengan pedagang besar sarana produksi sebesar Rp. 5.415.685,43, dan dengan pedagang pengecer sarana produksi sebesar Rp. 5.114.104,11. Pendapatan rata-rata petani yang bermitra dengan pedagang besar pembeli hasil sebesar Rp. 3.588.833,33, dengan pedagang pengumpul pembeli hasil sebesar Rp. 5.240.066,58, dan dengan pedagang pengecer pembeli hasil sebesar Rp. 398.200,00. Sedangkan rata-rata pendapatan petani yang tidak tidak bermitra dngan pedagang pengecer sarana produksi sebesar Rp. 5.212.621,67. Pendapatan rata-rata petani yang tidak bermitra dengan pedagang pengecer pembeli hasil sebesar Rp.5.067.409,31, dengan pedagang pengumpul

(8)

STEVIA

ISSN No. 2087-6939 Vol. II No. 01-Januari 2012 pembeli hasil sebesar Rp.2.635.20,

dan dengan pedagang besar sebesar Rp.3.398.200,00.

Saran

1. Bagi petani, perlu melakukan hubungan kemitraan dengan berbagai pelaku agribisnis, karen dengan adanya hubungan kemitraan pendapatan petani bisa ditingkatkan.

2. Petani perlu meningkatkan penglolaan usahatani cabai merah dengan lahan yang lebih luas untuk memperoleh penerimaan yang lebih besar.

Daftar Pustaka

Afandi, 1986. Pembangunan Pertanian di Indonesia. Departemen Pertanian Republik Indonesia. Jakarta.

Aziz, 1993. Pengembangan Agribisnis. Cetakan II. Jakarta.

Downey dan Erikson, 1992. Manajemen Agribisnis Terjemahan Edisi II. Erlangga. Jakarta.

Hermanto, F, 1991. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta.

Mahekam dan Malcom, 1990. Manajemen Usahatani Daerah Tropis. LP3S. Jakarta.

Mosher, AT, 1987. Mengerakan dan Membangun Pertanian. Penerbit Yasaguna. Jakarta.

Mubyarto, 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3S. Jakarta.

Santika,A, 1995. Agribisnis Cabai Merah. Titik Terang. Jakarta.

Soewitro, M, 1980. Budidaya Cabai Merah. Titik Terang. Jakarta.

Soekartawi, 1991. Agribisnis dan Aplikasinya. PT Grafindo Persada. Jakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Penggunaan sarung tangan dan kebersihan tangan, merupakan komponen kunci dalam meminimalkan penyebaran penyakit dan mempertahankan suatu lingkungan bebas infeksi

Bab I : Pendahuluan:Pada bab pertama berisi pendahuluan yang didalamnya meliputi dari latar belakang yang digunakan untuk memperjelas penelitian ini dilakukan,

Pompa adalah suatu peralatan mekanis yang digerakkan oleh tenaga penggerak dan digunakan untuk memindahkan cairan (fluida) dari suatu tempat ke tempat lain yang memiliki

americanus pada suatu individu tidak akan menunjukkan gejala klinis, 25 hingga 100 cacing memerlihatkan gejala ringan, 100 hingga 500 menghasilkan suatu kerusakan

 Disajikan seperangkat komputer di ruangan Lab.Komputer, ditayangkan beberapa contoh program aplikasi, peserta didik dapat menjelaskan berbagai kegunaan perangkat lunak

Dalam makalah ini akan dibahas jangkauan proton berenergi 10,8 MeV dan 12,5 MeV dalam besi, sertajangkauan proton berenergi 10,8 MeV dalam tembaga dan Stainless Steel-304 (SS-304)

Selain itu faktor penting yang mempengaruhi kelancaran proses produksi adalah pengendalian mutu, terjaminnya hasil atau keluaran dari proses produksi menentukan

Nilai ini lebih besar dari F tabel 2,51, taraf signifikansi adalah sebesar 0,000 Artinya : penerimaan penggunaan teknologi informasi dalam hal kemudahan penggunaan