• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 DATA DAN ANALISA. Kampoeng Batik Laweyan. keputusan. Hasil rangkuman pencarian data adalah sebagai berikut.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 DATA DAN ANALISA. Kampoeng Batik Laweyan. keputusan. Hasil rangkuman pencarian data adalah sebagai berikut."

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

DATA DAN ANALISA

2.1 Sumber Data

Metode yang digunakan penulis dalam mendapatkan data adalah:

1. Tinjauan literatur : pencarian data melalui buku, catatan, artikel baik di koran, majalah, maupun website yang bersangkutan dengan materi Kampoeng Batik Laweyan.

2. Survei lapangan : melalui wawancara dengan Bpk. Widhiarsa sebagai narasumber terpercaya dari Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan.

Data yang terpilih kemudian diolah dan diambil kesimpulan yang berkaitan dengan masalah yang dihadapi sebagai dasar dalam mengambil keputusan. Hasil rangkuman pencarian data adalah sebagai berikut.

2.1.1 Pengertian Batik

Kata “batik” berasal dari kata bersuku tunggal “tik”. Kata “tik” berarti “titik”. “Batik” berarti bertitik. Membatik berarti membuat bertitik. Memang kain batik adalah kain yang diukir dengan garis-garis dan titik-titik. Titik ini disebut “cecek” adalah bagian penting dari batik. Pada dasarnya membatik itu adalah melukis juga. Hanya melukis dilakukan diatas pakaian, kwasnya adalah canting dan catnya adalah lilin. Motifnya diambil dari bahan-bahan yang indah dari alam. (sumber : Pola Batik oleh Chandra Irawan Soekamto).

(2)

2.1.1.1 Sejarah Singkat Seni Batik

Beberapa paham mengemukakan bahwa seni batik berasal dari luar Indonesia, misalnya dibawa oleh para pendatang dari India Selatan. Asal usul ini bahkan ditarik lebih jauh lagi sampai kepada zaman sebelum datangnya kebudayaan Hindu, bersumber kepada kebudayaan Mesir dan Parsi kuno.

Ada narasumber yang berpendapat lain, dan mempertahankan pendirian bahwa seni batik berasal dari bumi Indonesia sendiri. Penyelidikan misalnya membawa bukti bahwa benih teknik yang kemudian menjadi dasar cara membatik yaitu menutup bagian-bagian kain atau bahan yang lain yang tidak akan diberi warna, tidak terbatas pada kepulauan Jawa dan Madura atau daerah lain yang dianggap mengalami pengaruh kebudayaan Hindu. Sebagai contoh dapat dikemukakan adanya teknik penutupan di daerah Toraja, Flores, Halmahera, bahkan di Irian.

Demikian pula pemberian warna dengan jalan mencelup merupakan suatu yang telah lama dikenal, mempergunakan bahan dan zat warna yang tumbuh dan berasal dari berbagai-bagai pulau di Nusantara ini.

Nama kerajaan Tarumanegara (5M) dapat menjadi petunjuk bagi kita tentang adanya tumbuh-tumbuhan tersebut di Indonesia pada zaman dahulu. Mengkudu yang dipakai untuk mendapat warna merah adalah tumbuh-tumbuhan yang tidak terdapat didaratan India. Kulit kayu-kayuan

(3)

yang menghasilkan warna sawo atau yang lebih terkenal dengan nama soga yang cemerlang itu berasal dari berbagai pulau seperti Sulawesi. Lilin lebah bahan utama sebagai penutup dalam proses membatik datang dari pulau Sumatra dan Nusa Tenggara. Demikian pula dengan mata kucing pencampur lilin, datang dari Kalimantan dan Sulawesi.

Bukti-bukti lain seperti cara mencelup, pemberian warna, dan alat-alat pemberi corak pada batik seperti canting, merupakan sebab adanya perbedaan yang besar antara hasil seni batik Indonesia dan kain-kain berwarna dari India Selatan. Cantinglah yang merupakan salah satu sebab tingginya mutu kesenian kain batik Indonesia yang memperlihatkan keindahan dari sisi luar maupun dalam, hal yang tidak terdapat pada kain India Selatan yang menggunakan stempel atau pena kaju sebagai alat dan yang hanya memperhatikan bagian luar.

Tidak akan disangkal bahwa seni batik seperti kita kenal bentuknya ini dipulau Jawa dan Madura telah mengalami perkembangan yang lama dan penghalusan yang mendalam terutama mengenai pola dan susunan warnanya. Keanekaragaman corak batik bertambah seiring adanya beberapa perubahan dengan datangnya para pedangan Islam ke Indonesia.

Sesudah tahun 1950 perusahaan batik bertambah maju, ada yang berdiri sendiri dan banyak pula yang bergabung dengan koperasi-koperasi.

(4)

Batik dewasa ini betul-betul sudah menjadi sebuah ladang bisnis dan industry. Kebutuhan akan hasil-hasil batik sudah jauh meningkat, kalau dahulu batik dipakai untuk beberapa macam pakaian adat, sekarang ini kegunaanya macam-macam dari alas tempat tidur sampai kepada alas meja. Akibat perkembangan perusahaan batik sekarang ini ialah berkurangnya pembuatan batik halus atau tulis. Batik halus sekarang hanya dibuat oleh mereka yang masih mempunyai waktu luang. Pembatik-pembatik yang bekerja dalam perusahaan batik kehilangan daya cipta, karena selalu harus menuruti kehendak dari pengusaha. (sumber : Buku BATIK pola dan tjorak – pattern dan motif).

2.1.2 Kampoeng Batik Laweyan

2.1.2.1 Sejarah Kampoeng Batik Laweyan

Kampung Batik Laweyan merupakan kawasan sentra industri batik yang unik dan bersejarah. Berdasarkan sejarah yang ditulis oleh R.T. Mlayadipuro, Kampoeng Batik Laweyan sudah ada sebelum munculnya kerajaan Pajang. Sejarah Kampoeng Batik Laweyan barulah berarti setelah Kyai Ageng Henis bermukim di desa Laweyan. Pada tahun 1546 M, tepatnya disebelah utara pasar Laweyan dan membelakangi jalan yang menghubungkan antara Mentaok dengan desa Sala (sekarang Jl. Dr. Rajiman). Kyai Ageng Henis atau Kyai Ageng Laweyan adalah juga

(5)

“Manggala Pinatuwangin Nagara” Kerajaan Pajang semasa Jaka Tingkir menjadi Adipati Pajang pada tahun 1546 M.

Pasarean Laweyan (tempat tetirah Sunan Kalijaga sewaktu berkunjung di desa Laweyan), rumah tempat tinggal Kyai Ageng Henis ditempati oleh cucunya yang bernama Bagus Danang atau Mas Ngabehi Sutowijaya. Sewaktu Pajang di bawah pemerintahan Sultan Hadiwijaya (Jaka Tingkir) pada tahun 1568 M Sutowijoyo lebih dikenal dengan sebutan Raden Ngabehi Loring Pasar (Pasar Laweyan). Kemudian Sutowijaya pindah ke Mataram (Kota Gede) dan menjadi raja pertama Dinasti Mataram Islam dengan sebutan Panembahan Senopati yang kemudian menurunkan raja – raja Mataram.

Masih menurut RT. Mlayadipuro Pasar Laweyan dulunya merupakan pasar Lawe (bahan baku tenun) yang sangat ramai. Bahan baku kapas pada saat itu banyak dihasilkan dari desa Pedan, Juwiring, dan Gawok yang masih termasuk daerah Kerajaan Pajang.

Adapun lokasi pasar Laweyan terdapat di desa Laweyan (sekarang terletak diantara kampung Lor Pasar Mati dan Kidul Pasar Mati serta di sebelah timur kampung Setono). Di selatan pasar Laweyan di tepi sungai Kabanaran terdapat sebuah bandar besar yaitu bandar Kabanaran. Melalui bandar dan sungai Kabanaran tersebut pasar Laweyan terhubung ke bandar besar Nusupan di tepi Sungai Bengawan Solo.

Pada jaman sebelum kemerdekaan kampung Laweyan pernah memegang peranan penting dalam kehidupan politik terutama pada masa

(6)

pertumbuhan pergerakan nasional. Sekitar tahun 1911 Serikat Dagang Islam (SDI) berdiri di kampung Laweyan dengan Kyai Haji Samanhudi sebagai pendirinya. Dalam bidang ekonomi para saudagar batik Laweyan juga merupakan perintis pergerakan koperasi dengan didirikannya “Persatoean Peroesahaan Batik Boemi Putera Soerakarta” pada tahun 1935.

Faktor-faktor yang membuat Kampoeng Batik Laweyan istimewa adalah keanekaragaman seni budaya batik, mebel, handicraft, seni arsitektur, obyek-obyek wisatanya, hingga tata sosial budaya masyarakatnya yang masih aktif menampilkan selaweyan yaitu pagelaran kesenian tradisional seperti musik keroncong dan karawitan yang biasanya ditampilkan (dimainkan) pada tanggal 25 setiap bulannya. ( Sumber: Forum Pelestarian Kampoeng Batik Laweyan ).

2.1.2.2 Sosial Dan Budaya Masyarakat Kampoeng Batik Laweyan

Dulu terdapat pengelompokan sosial dalam kehidupan masyarakat Laweyan, yaitu kelompok wong saudagar (pedagang), wong cilik (orang kebanyakan), wong mutihan (Islam atau alim ulama) dan wong priyayi (bangsawan atau pejabat). Selain itu dikenal pula golongan saudagar atau juragan batik dengan pihak wanita sebagai pemegang peranan penting dalam menjalankan roda perdagangan batik yang biasa disebut dengan istilah mbok mase atau nyah nganten. Sedang untuk suami disebut mas nganten sebagai pelengkap utuhnya keluarga.

(7)

Sebagian masyarakat Laweyan masih tampak aktif melestarikan kesenian tradisional seperti musik keroncong dan karawitan yang biasanya ditampilkan sebagai pengisi acara hajatan seperti mantenan, sunatan, tetakan, dan kelahiran bayi.

Dalam bidang keagamaan, sebagian besar penduduk Laweyan beragama Islam terlihat aktif menyelenggarakan kegiatan – kegiatan keagamaan, seperti pengajian, tadarusan, semakan dan aktivitas – aktivitas keagamaan lainnya, baik secara terjadwal maupun insidental. (Sumber: Forum Pelestarian Kampoeng Batik Laweyan).

2.2 Produk

Judul Buku: Menapak Tilas Kampoeng Batik Laweyan Jenis Buku: Buku informasi piktorial.

Isi Buku: Buku ini berisikan informasi dan gambar - gambar mengenai Kampoeng Batik Laweyan yang meliputi sejarah, keanekaragaman seni budaya dan arsitekturnya. Berikut point – point yang ada didalam buku ini:

1. Sejarah Kampoeng Batik Laweyan.

2. Sosial, Budaya, dan industry batik Laweyan. 3. Arsitektur Kampoeng Batik Laweyan.

4. Selawean acara rutin Kampoeng Batik Laweyan setiap tanggal 25.

Tujuan Buku: Menginformasikan sekaligus mempopulerkan Kampoeng Batik Laweyan dengan aspek – aspek budaya yang ada didalamnya kepada khalayak umum.

(8)

2.3 Data Penyelenggara

Penyelenggara dari buku Menapak Tilas Kampoeng Batik Laweyan adalah Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan ( FPKBL ) yang merupakan bagian dari Dinas Kelurahan Laweyan. FPKBL sendiri berdiri pada tanggal 25 September 2004 dan beranggotakan seluruh masyarakat Laweyan. Pengurus FPKBL terdiri dari pengusaha batik, pemuda, dan para wirausaha sektor lainnya. Tujuan dibentuknya FPKBL adalah membangun serta mengoptimalkan seluruh potensi Kampoeng Laweyan untuk bangkit kembali dan menyiapkan diri dalam menghadapi tantangan globalisasi.

Alamat Sekretariat FPKBL:

Jl. Dr. Rajiman No. 521, Laweyan Solo. Telepon: 0271 – 712276.

( Sumber: Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan ).

2.4 Khalayak Sasaran

Yang menjadi khalayak sasaran dari Kampoeng Batik Laweyan adalah: Masyarakat umum, dengan:

1. Psikografi

Masyarakat umum yang memiliki gaya hidup gemar melakukan perjalanan wisata keberbagai tempat di Indonesia, suka membaca dan membeli buku – buku kebudayaan Indonesia, memiliki kegemaran akan batik Indonesia dan budaya Indonesia.

(9)

2. Geografi

Tinggal dan beraktifitas di daerah perkotaan dan sekitarnya. 3. Demografi

- Usia produktif dengan umur antara 20 – 40 tahun. - Golongan ekonomi menengah keatas.

- Kalangan Sosial dengan kelas B – A.

2.5 Kompetitor

Belum ada buku serupa yang dapat dijadikan kompetitor, karena buku Menapak Tilas Kampoeng Batik Laweyan merupakan buku pertama yang secara khusus membahas Kampoeng Batik Laweyan, tetapi jika yang dimaksud merupakan buku dengan bahasan tempat atau hal yang serupa maka ada beberapa buku yang dapat dijadikan kompetitor bagi buku Menapak Tilas Kampoeng Laweyan, seperti:

(10)

Pengarang : Arswendo Atmowiloto. Kategori : Nonfiksi.

Sinopsis : Buku ini berisikan berbagai hal mengenai eksotika budaya yang ada di kota Solo dan sekitarnya.

Buku Kota Gede Life Between Walls

Pengarang : Bambang Tri Atmojo.

Kategori : Nonfiksi / Arsitektur / Fotografi.

Sinopsis : Buku ini berisikan data – data dan sisi lain yang ada di dalam sebuah kawasan yang dinamakan Kota Gede.

(11)

Pengarang : Anne Richter

Kategori : Nonfiksi / Kebudayaan.

Sinopsis : Buku ini berisikan tentang sekumpulan karya – karya seni kerajinan yang ada di Indonesia, mulai dari seni topeng, kain, keramik, dll.

2.6 Analisis SWOT

2.6.1 SWOT Kampoeng Batik Laweyan

- Strength (Kekuatan)

1 Kampoeng Batik Laweyan memiliki corak budaya yang unik, spesifik, bersejarah.

2. Kampoeng Batik Laweyan merupakan kawasan sentra industri batik terbesar di Solo.

3. Mendapat dukungan penuh dari Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan.

- Weakness (Kelemahan)

1. Kampoeng Batik Laweyan belum begitu populer sebagai kawasan wisata budaya.

2. Biasnya identitas Kampoeng Batik Laweyan sebagai suatu kawasan budaya batik dan suatu kawasan industri.

(12)

3. Banyak aset budaya berupa peninggalan arsitektur yang mulai rusak bahkan diruntuhkan untuk membangun pertokoan batik.

- Opportunity (Kesempatan)

1. Penerimaan penghargaan Upakarti dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai motivasi masyarakat Kampoeng Laweyan untuk lebih bersemangat dalam mengembangkan potensi – potensi yang ada di Kampoeng Laweyan ini.

2. Bangkitnya kebudayaan dan industri batik di Indonesia.

- Threat (Ancaman)

1. Terancamnya aset murni Kampoeng Batik Laweyan dengan bermunculannya berbagai industri batik modern.

2. Belum adanya sokongan dana dari pemerintah untuk modal pelestarian kawasan Kampoeng Batik Laweyan ( selama ini masih bersifat swadaya ).

2.6.2 SWOT buku Menapak Tilas Kampoeng Batik Laweyan

- Strength (Kekuatan)

1. Data didapat dari sumber terpercaya ( Bpk. Widhiarsa dari Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan ).

2. Pembuatan buku mendapat dukungan penuh dari Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan.

(13)

3. Buku pertama yang secara khusus mengangkat tema Kampoeng Batik Laweyan.

- Weakness (Kelemahan)

Keterbatasan serta ketiadaaan sumber buku terdahulu yang secara

khusus membahas tentang Kampoeng Batik Laweyan membuat keterbatasan dalam pengembangan isi buku Menapak Tilas Kampoeng Batik Laweyan.

- Opportunity (Kesempatan)

Adanya Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan yang sedang menggarap proyek untuk mengembangkan potensi Kampoeng Batik Laweyan termasuk didalamnya melalui media komunikasi visual berupa buku.

- Threat (Ancaman)

Belum populernya tema buku yang berupa Kampoeng Batik Laweyan di kalangan masyarakat umum khususnya diluar Solo, dan kecenderungan masyarakat umum untuk mengkonsumsi buku yang isinya lebih bersifat modern.

Referensi

Dokumen terkait

(1) Bagi guru kimia, hasil penelitian pengembangan instrumen penilaian otentik dapat digunakan sebagai alat ukur yang valid dan reliabel untuk menilai

Terdapat pula temuan penelitian bahwasanya Berdasarkan pada hasil korelasi tiap aspek, dari variabel kebahagiaan menunjukkan bahwa aspek resiliensi merupakan aspek

Pemberdayaan masyarakat terutama dibidang peningkatan ekonomi melalui kegiatan koperasi simpat pinjam, usaha kecil dan menengah (UKM) Perencanaan dan penerapan sistem

Dari 9 data gairaigo yang terbentuk dari proses pemendekan ellipsis tersebut, penghilangan leksem terakhir dari kata majemuk (back-truncation ellipsis) adalah yang paling

(2) Dalam meningkatkan dan mengembangkan sumber daya manusia di bidang peternakan dan kesehatan hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Daerah dapat

Fungsi sekaligus tujuan negara Indonesia terkandung dalam aline kedua dan keempat Pembukaan UUD 1945. Untuk mewujudkan cita-cita dantujuan bangsa Indonesia, dibentuk

Hal ini disebabkan karena semakin lama guru mengajar pada umumnya guru memiliki kemampuan lebih dalam mengenali emosi diri, mengelola emosinya, memotivasi diri sendiri, terampil

Variabel ukuran dewan komisaris yang diukur dengan jumlah dewan komisaris dalam suatu perusahaan mempunyai nilai t sebesar 0,199 dan tingkat signifikansi sebesar 0,842