• Tidak ada hasil yang ditemukan

NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM GHAZWAH RASULULLAH SAW SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM GHAZWAH RASULULLAH SAW SKRIPSI"

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)

i

NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM GHAZWAH

RASULULLAH SAW

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

NUR WAKHID AL GHUFRON

NIM. 12114004

PROGAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

(2)
(3)
(4)

KEMENTERIAN AGAMA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)

Jalan Lingkar Salatiga Km. 2 Telp. (0298) 6031364 Salatiga 50716 Website: tarbiyah.iainsalatiga.ac.id Email: tarbiyah@iainsalatiga.ac.id

(5)
(6)

vi

“Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk

memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali

kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya”

(7)

vii

PERSEMBAHAN

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat serta karunia-Nya, karya skripsi ini penulis persembahkan untuk:

1. Ibunda Siti Nihayah dan adik tersayang Luvilla Salsabilla Nurunnisa, yang selalu ada, berdoa dan terus memberikan dukungan.

2. Keluarga tercinta Pak Khadik Ubaidillah, Bulek Nurul Chasanah. Adik-adik tersayang, dek Naila Fathin Zuhrotun Niswah, dek Kayyisa Elma Mazeya, yang terus memberikan dorongan dan motivasi.

3. Bapak ibu guru dan bapak ibu dosen yang telah membuka cakrawala keilmuan. Khususnya para Kyai yang telah mengajarkan arti kehidupan. 4. Sahabat-sahabat yang tidak dapat penulis sebut satu persatu.

(8)

viii

Alhamdulillahirobbil„alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya telah memberikan kekuatan, petunjuk, dan perlindungan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Ghazwah Rasulullah. Shalawat serta salam tak lupa penulis haturkan kepada nabi Muhammad SAW, keluarganya, dan para sahabatnya.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan di dalamnya. Selain itu, penulis juga banyak memperoleh bantuan, bimbingan, pengarahan, dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapakan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Rektor IAIN Salatiga, Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. 2. Dekan FTIK IAIN Salatiga, Bapak Suwardi, M.Pd.

3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag., selaku Ketua Jurusan PAI IAIN Salatiga, sekaligus Dosen Pembimbing Akademik yang telah membimbing dan mengarahkan penulis selama menempuh studi di IAIN Salatiga.

4. Bapak Prof. Dr. H. Mansur, M.Ag., selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan meluangkan waktunya untuk penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

5. Bapak dan Ibu dosen IAIN Salatiga yang telah membekali penulis dengan berbagai ilmu pengetahuan. Serta seluruh karyawan IAIN Salatiga yang telah membantu seluruh proses akademik selama kuliah.

6. Semua pihak yang terlibat dan dengan ikhlas memberikan bantuan dalam penyusunan skripsi ini.

(9)

ix

(10)

x

ABSTRAK

Al Ghufron, Nur Wakhid. 2018. Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Ghazwah Rasulullah. Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Prof. Dr. H. Mansur, M.Ag.

Kata kunci: nilai, pendidikan Islam, ghazwah.

Tujuan penelitian dala skripsi ini ada tiga hal, yaitu : (1) Bagaimana sejarah terjadinya ghazwah Rasulullah?, (2) Apa nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam ghazwah Rasulullah?, (3) Bagaimana relevansi nilai-nilai pendidikan Islam dalam ghazwah Rasulullah dengan pendidikan Islam saat ini?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka penelitian ini menggunakan metode library research. Karena penelitian di sini adalah kajian pustaka atau literer, maka penulis dalam mengkaji nilai-nilai pendidikan Islam dalam ghazwah

Rasulullah dengan menggunakan buku-buku sirah nabawiyah maupun buku-buku tentang sejarah Islam yang menyangkut kehidupan Rasulullah.

Hasil temuan dari penelitian ghazwah Rasulullah menunjukkan bahwa: (1) Di antara sebab terjadinya ghazwah Rasulullah adalah, (a) untuk menunjukkan eksistensi kekuasaan kaum muslimin di Madinah, (b) mempertahankan diri dari serangan pihak musuh, (c) memberikan pelajaran bagi mereka yang berkhianat dan, (d) memberikan pelajaran bagi mereka yang ingin mengganggu stabilitas keamanan. (2) Nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam ghazwah

Rasulullah adalah: (a) Nilai i‟tiqodiyah, (b) Nilai amaliah, (c) Nilai khuluqiyah. Nilai i‟tiqodiyah dalam ghazwah Rasulullah meliputi iman kepada Allah, iman kepada Malaikat, iman kepada Kitab, iman kepada Rasul, dan iman kepada Hari akhir. Nilai amaliah meliputi shalat, sedekah, doa, jihad, dan qishas. Nilai

khuluqiyah meliputi takwa, sabar, disiplin, keteladanan, berbuat baik, menepati janji, menghargai pendapat, mudah memaafkan, dan menjaga lingkungan. (3) Nilai-nilai pendidikan Islam dalam ghazwah Rasulullah memiliki relevansi terhadap pendidikan Islam saat ini. (a) Nilai i‟tiqodiyah relevan dengan pendidikan Islam dalam pembelajaran pendidikan agama Islam pada materi akidah. (b) Nilai amaliah

(11)

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR BERLOGO ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN KELULUSAN ... iv

DEKLARASI ... v

MOTTO ... vi

PERSEMBAHAN. ... vii

KATA PENGANTAR... ... viii

ABSTRAK ... x

DAFTAR ISI ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian... 6

D. Kegunaan Penelitian ... 7

E. Kajian Pustaka ... 8

F. Metode Penelitian ... 11

(12)

xii BAB II KAJIAN TEORI

A. Pengertian Nilai ... 16

B. Pengertian Pendidikan Islam ... 16

C. Sumber Pendidikan Islam... 22

D. Tujuan Pendidikan Islam ... 26

E. Nilai-Nilai Pendidikan Islam ... 28

BAB III DESKRIPSI GHAZWAH RASULULLAH

5. Perang Qarqaratul Kadar ... 34

(13)

xiii

21. Perang Ghabah... 52

22. Perang Khaibar ... 52

23. Perang Mu‟tah ... 53

24. Penaklukan Makkah ... 45

25. Perang Hunain ... 56

26. Perang Thaif ... 57

27. Perang Tabuk ... 58

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA A. Nilai Pendidikan Islam dalam Ghazwah Rasulullah ... 62

1. Nilai I‟tiqodiyah ... 62

2. Nilai Amaliah ... 67

3. Nilai Khuluqiyah ... 71

B. Relevansi Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Ghazwah Rasulullah Terhadap Pendidikan Islam ... 75

1. Relevansi Nilai I‟tiqodiyah ... 76

2. Relevansi Nilai Amaliah... 76

3. Relevansi Nilai Khuluqiyah ... 77

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan... 79

B. Saran ... 80

(14)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan Islam adalah proses transformasi dan internalisasi ilmu pengetahuan dan nilai-nilai pada diri anak didik melalui penumbuhan dan pengembangan potensi fitrahnya guna mencapai keselarasan dan kesempurnaan hidup dalam segala aspeknya. Tujuan akhir dari proses pendidikan Islam adalah terbentuknya Insan Kamil, yaitu manusia yang dapat menyelaraskan kebutuhan jasmani-ruhani, struktur kehidupan dunia-akhirat, keseimbangan pelaksanaan fungsi manusia sebagai hamba-khalifah Allah dan keseimbangan pelaksanaan trilogi hubungan manusia (Umar, 2011: 29-30).

Pendidikan Islam pada masa Nabi Muhammad saw merupakan masa pembinaan. Proses penyampaian seruan agama dengan berdakwah, menyampaikan ajaran, memberi contoh, melatih keterampilan berbuat, memberi motivasi, dan menciptakan lingkungan sosial yang mendukung pelaksanaan ide pembentukan pribadi muslim merupakan bentuk dari pendidikan (Daradjat, 2011: 27).

(15)

2

Michael H. Hart dalam bukunya, “100 orang paling berpengaruh di Dunia”, menilai Muhammad sebagai tokoh paling berpengaruh sepanjang sejarah manusia. Menurutnya, Muhammad adalah satu-satunya orang yang berhasil meraih keberhasilan luar biasa, baik dalam hal spiritual maupun kemasyarakatan. Muhammad tidak hanya pemimpin religius, tetapi juga seorang pemimpin politik. Bahkan, sebagai kekuatan di balik penaklukan-penaklukan Arab, dia mungkin merupakan pemimpin politik paling berpengaruh sepanjang sejarah (Hart, 2017: 9-11).

Pribadi Rasulullah sebagai uswatun hasanah tak pernah lekang menjadi sorotan dunia. Karena itu, beragam tulisan tentang Rasulullah terus bermunculan, baik buku-buku sirah nabawiyah, tarikh, dan penelitian-penelitian ilmiah tentang sejarah kehidupan beliau.

Sirah Rasulullah tidak pernah lekang dan lapuk untuk menjadi bahan baku sejarah yang diambil manfaatnya oleh para generasi pewaris nubuwah

(16)

3

Syaikh Shafiyyurrahman Al Mubarakfuri membagi masa dakwah Rasulullah menjadi dua periode. “Periode Makkah berjalan kurang lebih 13

tahun, dan periode Madinah berjalan selama 10 tahun penuh”. Periode

Makkah merupakan masa-masa sulit yang dihadapi oleh Rasulullah dan umat Islam. Jumlah umat Islam yang masih sedikit, terus menerus mendapat tekanan dan siksaan dari kafir Quraisy. Hingga akhirnya datanglah perintah untuk Hijrah dari Makkah menuju Madinah (Al Mubarakfuri, 2014: 72).

Tidak lama setelah Rasulullah tinggal di madinah, mulai terjadi peperangan-peperangan antara beliau dan kaum Quraisy serta para pendukungnya dari kabilah-kabilah Arab (As-Siba‟i, 2013: 86). Tercatat

kurang lebih 74 kali terjadi peperangan di masa Rasulullah. Para sejarawan muslim membagi peperangan pada masa Rasulullah menjadi dua, yaitu

Ghazwah dan Sariyyah. Ghazwah adalah setiap peperangan yang diikuti Nabi, kurang lebih tercatat 27 kali. Sedangkan Sariyyah adalah peperangan kecil yang tidak diikuti Nabi, Tercatat kurang lebih terjadi 47 kali sariyyah

(Abdul Jabar, tt: 9).

(17)

4

wajib untuk membela diri dan memerangi kezaliman (Al Hasyimi, 2009: 444). Syaikh Ramadhan Al Buthi menjelaskan keluarnya izin perang mempertahankan diri, sebagai upaya seluruh penduduk Madinah menjaga negara. Sudah barang tentu ini tidak saja khusus sahabat Muhajirin, tapi menyeluruh termasuk sahabat Anshar. Negara terdiri dari tiga unsur, tanah atau wilayah tetitorial, rakyat atau umat, dan sistem kekuasaan yang mengejawantahkan entitas umat dan mengokohkan hubungannya dengan tanah air. Saat Muhajirin dan Anshar menyatu dalam entitas warga negara Madinah maka itu berarti telah lahir negara Madinah. Izin dari Allah untuk melakukan perang adalah dalam rangka mempertahankan tiga unsur yang merupakan elemen-elemen sebuah negara (Maimun, 2015: 16).

Perang Nabi adalah perang bermoral dan terjadi karena sebab-sebab yang rasional secara hukum serta untuk tujuan agung. Islam tidak pernah memaksa penganut agama samawi yang lain untuk mengubah keyakinannya. Abu Bakar secara indah merangkum ujaran Islam tentang perang sewaktu berpesan kepada tentara Usamah bin Zaid yang hendak ke Suriah.

(18)

5

Tak satupun bangsa di dunia ini yang menandingi Islam dalam menyeru perdamaian. Perang Nabi adalah untuk mewujudkan keadilan dan menegakkan perdamaian. Jika banyak orang dari para komandan perang dan pasukan perang tidak lagi mempedulikan apapun ditengah kecamuk pertempuran kecuali ambisi untuk menteror musuh dan menghancurkannya. Bahkan mereka yang tidak ikut berperangpun terkena akibatnya. Berbeda dengan Islam yang berpesan agar tidak memerangi kecuali orang yang ikut berperang dan memperingatkan dari berbuat khianat atau kelicikan, melarang mencincang mayat, menebang pepohonan, menghancurkan bangunan, melarang membunuh wanita, anak-anak, orang-orang tua, para pendeta yang beribadah dan para petani yang bercocok tanam (Qaradhawi, 2013: 117).

Nizhar Abazhah menyebutkan, ada tiga alasan Nabi berperang.

Pertama, melayani serangan musuh, seperti yang terjadi pada perang Badar, Uhud, dan Khandaq. Nabi meladeni perang-perang itu untuk mempertahankan diri. Kedua, memberi pelajaran terhadap musuh yang mencari masalah atau bersekongkol mengganggu kaum muslim meskipun sudah ada nota perjanjian atau kerja sama. Seperti diunjukkan melalui Perang Bani Quraizah, Khaibar, Mu‟tah, dan sejumlah penggerebekan terhadap kaum

badui yang berencana menyerang kaum muslim atau yang tidak berkomitmen menjaga perjanjian dan perlindungan yang diberikan Nabi kepada mereka. Semua itu merupakan perang penertiban atau penghukuman.

Ketiga,menggagalkan rencana musuh yang mengancam kaum muslim,

(19)

6

untuk mencegah suku-suku mempersiapkan penyerangan terhadap kaum muslim di Madinah (Abazhah, 2011: 271-272). Oleh karena Rasulullah datang membawa misi kebenaran. Maka kemenangan pasti selalu berpihak padanya. Misi kerasulan beliau pastilah bersifat universal yang mengandung segala aspek kebaikan dalam kehidupan manusia sehingga tidak satupun diantara nilai-nilai kebaikan yang tidak terangkut dalam misi kerasulannya, sebab beliau datang ke dunia ini sebagai Rasul terakhir (Al Sya‟rawi, 2011:

197).

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang “NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM

GHAZWAH RASULULLAH SAW”.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana sejarah terjadinya Ghazwah Rasulullah?

2. Apa nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam Ghazwah

Rasulullah?

3. Bagaimana relevansi nilai-nilai pendidikan Islam dalam Ghazwah

Rasulullah dengan Pendidikan Islam saat ini?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah:

(20)

7

2. Mengetahui nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam

Ghazwah Rasulullah.

3. Mengetahui relevansi nilai-nilai pendidikan Islam dalam Ghazwah

Rasulullah dengan Pendidikan Islam saat ini.

D. Kegunaan Penelitian

Dari hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

a. Dapat mendiskripsikan konsep nilai pendidikan Islam dalam

Ghazwah Rasulullah serta relevansinya dengan pendidikan Islam saat ini.

b. Dapat digunakan sebagai tambahan informasi dan pengetahuan dalam pembelajaran pendidikan Agama Islam khususnya sejarah Islam, mengenai nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam

Ghazwah Rasulullah. 2. Manfaat Praktis

a. Bagi penulis, diharapkan dapat mempermudah dalam memahami pesan-pesan berupa nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.

b. Bagi pembaca, diharapkan menjadi tambahan informasi serta motivasi dalam mendalami serta menggali nilai-nilai yang terdapat di dalam kehidupan Rasulullah.

(21)

8

pendidikan Islam dalam ghazwah Rasulullah, serta mengetahui relevansinya dengan pendidikan Islam saat ini.

E. Kajian Pustaka

1. Penelitian terdahulu

Setelah dilakukan penelusuran terkait tema yang akan diteliti, penulis menemukan beberapa penelitian terdahulu yang memiliki relevansi dengan penelitian ini, antara lain:

a. Skripsi yang ditulis oleh Anang Umar, Progam Studi Pendidikan Agama Islam STAIN Ponorogo tahun 2015 yang berjudul Nilai-nilai Keteladanan Nabi Muhammad Pada Perang Badar al-Kubra dan

(22)

9

fokus dalam salah satu perang Rasulullah, yakni perang badar sedangkan penulis meneliti secara umum seluruh ghazwah Rasulullah. b. Skripsi yang ditulis oleh Inas Nur Kosmeini, Progam studi Pendidikan

Agama Islam STAIN Purwokerto tahun 2015 dengan judul, Nilai-nilai pendidikan Akhlak Dalam Sirah Nabawiyah Pada Kitab Ar-Rahiq Al

Makhtum Karya Shafiyurrahman Al-Mubarakfuri.

Hasil dari penelitian ini menyebutkan bahwa nilai pendidikan akhlak dalam kitab tersebut di antaranya; nilai pendidikan akhlak terhadap Allah (beriman dan ikhlas), nilai pendidikan akhlak terhadap sesama manusia (adil, sabar, dermawan, dan pemaaf), serta nilai pendidikan akhlak terhadap lingkungan (memelihara serta merawat semua ciptaan Allah dengan baik). Penelitian ini memiliki perbedaan dengan penelitian yang akan penulis teliti. Penelitian ini menggali nilai pendidikan akhlak sedangkan penulis menggali nilai pendidikan Islam. Penelitian ini fokus menggali nilai pendidikan akhlak dalam kitab Ar-Rahiq Al Makhtum, sedangkan penulis meneliti nilai pendidikan Islam dalam ghazwah Rasulullah melalui beberapa kitab

sirah.

(23)

10 2. Kerangka Teori

Teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teori tentang nilai. Menurut Milto Roceach dan James Bank dalam Lubis (2011: 16), nilai adalah suatu tipe kepercayaan yang berada dalam ruang lingkup sistem kepercayaan, dimana seseorang harus bertindak atau menghindari suatu tindakan, atau mengenai suatu tindakan yang pantas atau tidak pantas dikerjakan, dimiliki dan dipercayai.

Pendidikan Islam adalah sistem pengajaran yang didasarkan pada ajaran agama Islam dengan Al-Qur‟an dan as-Sunnah sebagai sumbernya (Umar, 2010: 33). Umar menyebutkan bahwa nilai-nilai pendidikan Islam sebagaimana dalam Al-Qur‟an terdiri dari tiga pilar utama, yaitu: Pertama, I‟tiqodiyyah, yang berkaitan dengan nilai pendidikan keimanan atau aqidah. Kedua, Khuluqiyyah, yang berkaitan dengan nilai pendidikan etika atau akhlak. Ketiga, Amaliyyah, yang berkaitan dengan nilai pendidikkan ibadah (Umar, 2010: 77).

Sedangkan objek penelitian yang akan dikaji adalah Ghazwah

Rasulullah. Ghazwah secara bahasa berasal dari kata ghaza-yaghzu-ghazwan jamaknya ghazawatun memiliki arti pergi berperang, dan peperangan (Al Habsyi, 1991: 284). Sedangkan secara istilah Ghazwah

(24)

11

Qainuqa‟- perang Sawiq- perang Ghatafan- perang Bahran- perang Uhud- perang Hamraul Asad- perang Bani Nadzir- perang Dzatu Riqo‟- perang Badar Akhir- perang Dumatul Jandal- perang Banu Musthaliq- perang Khandaq- perang Bani Quraidlah- perang Bani Lahyan- perang Ghabah- Perang Khaibar- perang Mu‟tah- penaklukan Makkah- perang Hunain- Perang Thaif- perang Tabuk.

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian dan Pendekatan

Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research). Zed (2008: 3) mengartikan penelitian kepustakaan (library research) adalah serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mengolah bahan penelitian. Fathoni (2006: 95-96) menambahkan bahwa penelitian pustaka dilakukan di ruang perpustakaan untuk menghimpun dan menganalisis data yang bersumber dari perpustakaan, baik berupa buku-buku, periodikal-periodikal, seperti majalah ilmiah, dokumen, dan materi perpustakaan lainnya yang dapat dijadikan sumber rujukan dalam menyususn suatu laporan ilmiah.

(25)

12 2. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode dokumentasi, yaitu teknik untuk memperoleh informasi dari dokumen. Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu yang dinyatakan dalam bentuk tulisan maupun lisan (Satori, 2013: 148). Penulis melakukan pengumpulan data dengan mencari data mengenai hal-hal atau variabel berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, dan sebagainya (Arikunto, 2010: 274) dalam hal ini penulis mengkaji dan menganalisis Ghazwah atau peperangan-peperangan yang diikuti Rasulullah.

3. Sumber data

Sumber data pada penelitian ini terdiri atas sumber data primer dan sekunder.

a. Sumber primer, adalah sumber yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Sumber primer penelitian ini antara lain:

1) Drs. Bukhari Umar, M.Ag., Ilmu Pendidikan Islam, 2011, Jakarta: Amzah.

2) Umar Abdul Jabbar, Khulasoh Nurul Yaqin juz 2, tt, Surabaya: Pustaka Ahmad Nabhan.

(26)

13

4) Dr. Nizhar Abazhah, Perang Muhammad: kisah perjuangan dan pertempuran, terjemahan oleh Asy‟ari Khatib, 2011, Jakarta: Zaman.

5) Dr. Ali Muhammad Ash-Shallabi, Peperangan Rasulullah, terjemahan oleh Arbi, Nila Noer Fajariyah, 2017, Jakarta: Ummul Qura.

b. Sumber sekunder, data yang diperoleh untuki pendukung dan memperjelas sumber primer, diantaranya:

1) Prof. H.M. Arifin, M.Ed. Ilmu Pendidikan Islam: Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, 2014, Jakarta: PT Bumi Aksara.

2) Abdul Mun‟im al Hasyimi, Akhlak Rasul menurut Bukhari dan Muslim, terjemahan oleh Abdul Hayyie al-Kattani, 2009, Jakarta: Gema Insani.

3) Michael H Hart, 100 Tokoh Paling Berpengaruh Di Dunia, terjemahan oleh Ken Ndaru dan M Nurul Islam, 2017, Jakarta: Penerbit Noura.

Serta Karya Ilmiah lain berupa buku-buku, jurnal penelitian dan lainnya, yang relevan dengan tema penelitian ini.

4. Teknik Analisis Data

Untuk menganalisis nilai-nilai pendidikan Islam dalam Ghazwah

(27)

14

bahwa Content Analysis atau kajian isi adalah teknik apapun yang digunakan untuk menarik kesimpulan melalui usaha menemukan karakteristik pesan, dilakukan secara objektif dan sistematis.

Dalam melakukan Content Analysis ini, metode yang penulis gunakan adalah metode deskriptif. Metode ini terdiri dari tiga kegiatan, yaitu: pengumpulan data sekaligus reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan (Arifin, 2011: 177-173).

G. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah dalam memahami skripsi ini, maka disusun sistematika penelitian. Skripsi ini terdiri dari lima bab dengan sistematika sebagai berikut:

BAB I : Pendahuluan, bab ini akan menguraikan: Latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kajian pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II : Kajian Teori, bab ini akan menguraikan tentang nilai-nilai pendidikan Islam, meliputi: pengertian nilai, pengertian pendidikan Islam, sumber-sumber pendidikan Islam, tujuan pendidikan Islam, dan nilai-nilai pendidikan Islam.

(28)

15

Ghatafan- perang Bahran- perang Uhud- perang Hamraul Asad- perang Bani Nadzir- perang Dzatu Riqo‟- perang Badar Akhir- perang Dumatul Jandal- perang Banu Musthaliq- perang Khandaq- perang Bani Quraidlah- perang Bani Lahyan- perang Ghabah- Perang Khaibar- perang Mu‟tah- penaklukan Makkah- perang Hunain- perang Thaif- perang Tabuk.

BAB IV : Analisis Nilai Pendidikan Islam dalam Ghazwah

Rasulullah, bab ini meliputi: uraian tentang nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam Ghazwah Rasulullah, dan relevansi nilai pendidikan Islam dalam Ghazwah Rasulullah dengan pendidikan Islam saat ini.

(29)

16

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Pengertian Nilai

Sidi Gazalba sebagaimana dikutip oleh Chabib Thoha dalam bukunya, menyatakan bahwa nilai adalah sesuatu yang bersifat abstrak, ia ideal, nilai bukan benda konkrit, bukan fakta, tidak hanya persoalan benar dan salah yang menuntut pembuktian empirik, melainkan penghayatan yang dikehendaki dan tidak dikehendaki. Sedangkan menurut Chabib Thoha sendiri, nilai merupakan sifat yang melekat pada sesuatu (sitem kepercayaan) yang telah berhubungan dengan subjek yang memberi arti atau manusia yang meyakini (Thoha, 1996: 61).

Nilai juga bisa diartikan sesuatu yang dipandang baik, disukai, dan paling benar menurut keyakinan seseorang atau kelompok orang sehingga prefensinya tercermin dalam perilaku, sikap dan perbuatannya (Maslikhah, 2009: 106). Dari pengertian tersebut dapat dikatakan, bahwa nilai merupakan sesuatu yang bersifat abstrak dan ideal yang melekat pada manusia yang meyakininya, sehingga prefensinya tercermin pada perilaku, sikap dan perbuatannya.

B. Pengertian Pendidikan Islam

(30)

17

1. Pengertian Pendidikan Islam Secara Etimologis

Bila kita melihat pengertian pendidikan dari segi bahasa, maka kita harus melihat kepada bahasa Arab, karena ajaran Islam diturunkan dalam bahasa tersebut (Daradjat, 2011: 25). Di antara beberapa istilah yang digunakan untuk menunjuk pengertian pendidikan Islam diambil dari Al-Qur‟an maupun hadist. Istilah yang biasanya digunakan dalam menjelaskan makna pendidikan Islam mencakup tiga hal, yaitu; kata

tarbiyah, ta‟lim, dan ta‟dib (Mujtahid, 2011: 2). Ketiga istilah inilah yang digunakan untuk menjelaskan pengertian pendidikan secara etimologis.

a. Tarbiyah

Abdurrahman An-Nahlawi sebagaimana dikutip oleh Umar (2011: 21-22) mengemukakan bahwa menurut kamus bahasa Arab, lafal tarbiyah berasal dari tiga kata. Pertama, raba-yarbu yang berarti bertambah dan tumbuh (Umar, 2011: 21). Makna ini dapat dilihat dalam firman Allah:

ِ َّللَّا َدِْْع ُ٘ب ْسَٝ َلََف ِسبَّْىا ِها ٍََْ٘أ ِٜف َُ٘ب ْسَِٞى بًب ِز ٍِِْ ٌُْتَْٞتآ بٍَ َٗ

....

“Dan suatu riba (tambahan) yang kalian berikan agar dia menambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah....”(QS. Ar-Rum (30): 39).

(31)

khafiya-18

yakhfa, yang berarti menjadi besar. Pendidikan dimaksudkan untuk menumbuhkan kedewasaan pola pikir, sikap, emosi serta tindakan perbuatan peserta didik. Ketiga, rabba-yarubbu dengan wazan madda-yamuddu yang berarti memperbaiki, menguasai urusan, menuntun, menjaga, dan memelihara. Kata tarbiyah merupakan bentuk masdar dari rabba-yurabbiy-tarbiyatan dengan wazan fa‟ala-yufa‟ilu-taf‟ilan. Kata ini ditemukan dalam Al-Quran surat Al-Isra‟ (17): 24:

....

“....Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya

sebagaimana mereka berdua telah mendidikku waktu kecil”

(QS. Al-Isra‟ (17): 24).

Dari ketiga asal kata di atas, dapat dikatakan bahwa pendidikan terdiri dari empat unsur, yaitu: pertama, menjaga dan memelihara fitrah anak menjelang dewasa; kedua, mengembangkan seluruh potensi dan kesiapan yang bermacam-macam; ketiga, mengarahkan seluruh fitrah dan potensi anak menuju kepada kebaikan dan kesempurnaan yang layak baginya; keempat, proses ini dilaksanakan secara bertahap (Umar, 2011: 23). Pendidikan dengan pemaknaan seperti ini dapat diartikan sebagai upaya untuk memberikan pendampingan kepada anak (peserta didik) menuju pengembangan pribadi yang lebih baik.

b. Ta‟lim

Istilah lain dari pendidikan adalah ta‟lim, merupakan masdar

(32)

19

penyampaian pengertian, pengetahuan, dan keterampilan. Penunjukan kata ta‟lim pada pengertian pendidikan sesuai dengan firman Allah:

ٌََّيَع َٗ

benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: “Sebutkanlah kepada-Ku nama-nama benda itu jika kamu memang termasuk orang-orang

yang benar”. (QS. Al-Baqarah (1): 31).

Berdasarkan pengertian di atas, kata ta‟lim memiliki pengertian yang sempit. Pengertian ta‟lim hanya sebatas proses pentransferan seperangkat nilai yang disampaikan. Ia hanya terbatas pada penguasaan nilai yang ditransfer secara afektif dan psikomotorik, akan tetapi tidak dituntut pada domain afektif (Mufron, 2015: 6). Maka pengertian ta‟lim, lebih dekat pada penambahan wawasan sebatas pengetahuan, menjadikan seseorang yang sebelumnya tidak tahu menjadi tahu.

c. Ta‟dib

Kata ta‟dib mengacu pada pengetahuan („ilm), pengajaran

(33)

20

memang tidak ditemukan, akan tetapi lafadz tersebut diambil dari sebuah hadist Nabi:

ِْٜبِْٝدْأَت ََِسْحَأَف ِّٜبَز َِْٜبَّدَأ

“Tuhanku telah mendidikku sehingga menjadi baik

pendidikanku"

Dari hadist tersebut dapat dipahami bahwa ta‟dib adalah pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan kepada manusia tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan sedemikian rupa, sehingga membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan kekuasaan dan keagungan Tuhan di dalam tatanan wujud dan keberadaannya (Umar, 2011: 26). Ketiga kata bahasa Arab yang digunakan untuk memberikan pengertian pendidikan secara etimologis tersebut, merupakan kata yang saling berkaitan erat. Dari situ tersirat, bahwa pendidikan adalah sebuah proses, yang diawali dengan pemberian pengetahuan (ta‟lim), melakukan bimbingan dan pendampingan (tarbiyah), hingga pada pembentukan karakter (ta‟dib) yang dilakukan secara terus-menerus sehingga terwujud insan kamil.

2. Pengertian Pendidikan Islam secara Terminologis

(34)

21

Para ahli pendidikan Islam telah memformulasikan definisi pendidikan Islam, di antaranya:

a. Al Syaibany yang dikutip oleh Ali Mufron mengemukakan, bahwa pendidikan Islam adalah proses mengubah tingkah laku individu peserta didik pada kehidupan pribadi, masyarakat, dan alam sekitarnya, dengan cara pengajaran sebagai suatu aktivitas asasi dan sebagai profesi di antara profesi-profesi asasi dalam masyarakat (Mufron, 2015: 12).

b. Muhammad Fadhil Al Jamaly dikutip oleh Ali Mufron mendefinisikan, pendidikan Islam sebagai upaya mengembangkan, mendorong, serta mengajak manusia lebih maju dengan berlandaskan nilai-nilai yang tinggi dan sempurna, baik yang berkaitan dengan akal, perasaan, maupun perbuatan (Mufron, 2015: 12).

c. Ahmad D. Marimba menjelaskan bahwa pendidikan Islam adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama atau insan kamil (Marimba, 1989: 19).

d. Ahmad Tafsir mengungkapkan bahwa pendidikan Islam sebagai bimbingan yang diberikan oleh seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam (Tafsir, 1992: 32).

(35)

22

insan yang berada pada subjek didik menuju terbentuknya manusia seutuhnya sesuai dengan norma Islam (Achmadi, 1992: 14).

Dari beberapa pengertian para ahli pendidikan Islam di atas dapat dikatakan, bahwa pendidikan Islam adalah proses dan upaya memelihara dan mengembangkan fitrah manusia baik jasmani maupun rohani, melalui pengajaran dan bimbingan secara sadar oleh pendidik dengan berlandaskan nilai-nilai Islam yang tinggi dan sempurna menuju terbentuknya insan kamil.

C. Sumber Pendidikan Islam

Setiap usaha, kegiatan, dan tindakan yang disengaja untuk mencapai suatu tujuan harus mempunyai landasan tempat berpijak atau sumber yang baik dan kuat. Oleh karena itu pendidikan Islam sebagai suatu usaha membentuk manusia, harus mempunyai landasan kemana semua kegiatan dan semua perumusan tujuan pendidikan Islam itu dihubungkan. Landasan atau sumber tersebut terdiri dari Al-Qur‟an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW

yang dapat dikembangkan dengan ijtihad, al maslahah mursalah, istihsan, qiyas, dan sebagainya (Daradjat, 2011: 19).

1. Al-Qur‟an

(36)

23

keimanan yang disebut aqidah, dan yang berhubungan dengan amal yang disebut syari‟ah (Daradjat, 2011: 19). Penetapan A-Qur‟an sebagai dasar dan sumber pokok pendidikan Islam dapat dipahami dari ayat-ayat Al-Qur‟an itu sendiri, seperti firman Allah:

بٍَ َٗ

kaum yang beriman”. (QS An-Nahl (16): 64).

ةبَتِم

penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayat-Nya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang

mempunyai fikiran”. (QS Sad (38): 29).

(37)

24

mengacu pada nilai dasar Al-Qur‟an tanpa sedikitpun menghindarinya, karena Al-Qur‟an di antaranya memuat tentang sejarah pendidikan Islam dan nilai-nilai normatif dalam pendidikan Islam (Umar, 2011: 33). Meskipun zaman terus mengalami perubahan, nilai-nilai dalam Al-Qur‟an akan tetap relevan. Kelengkapan serta kesempurnaan isi dan

nilai-nilai Al-Qur‟an menjadikannya sebagai sumber landasan utama pendidikan Islam.

2. As-Sunnah

As-Sunnah ialah perkataan, perbuatan, ataupun pengakuan Rasulullah SAW. Yang dimaksud dengan pengakuan Rasulullah ialah kejadian atau perbuatan orang lain yang diketahui oleh Rasulullah dan beliau membiarkan kejadian atau perbuatan tersebut berjalan. Sunnah merupakan sumber ajaran kedua setelah A-Qur‟an. Seperti Al-Qur‟an, Sunnah juga berisi aqidah dan syari‟ah. Sunnah berisi petunjuk untuk

kemashlahatan hidup manusia dalam segala aspeknya, untuk membina umat menjadi manusia seutuhnya atau muslim yang bertakwa (Daradjat, 2011: 21-22). Sunnah menjadi sumber utama dalam kehidupan sehari-hari, termasuk juga dalam pendidikan. Hal ini didasarkan pada firman

“sesungguhnya telah ada pada (diri)Rasulullah itu suri

(38)

25

(rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak

menyebut nama Allah”. (QS Al-Ahzab (33): 21). Kemudian dalam hadist, Rasulullah bersabda:

ِِِّٔٞبَّ َتَُّْس َٗ ِ ّللَّا َةبَتِم بََِِٖب ٌُْتْنَّسَََتبٍَ ا ُّْ٘ي ِضَت َِْى َِِْٝسٍَْأ ٌُْنِْٞف ُتْمَسَت

“Aku tinggalkan kepadamu dua perkara yang mana kamu

tidak akan tersesat berpegang padanya, yaitu kitab Allah

(Al-Qur‟an) dan Sunnah Rasulullah”.

Dalam kaitannya dengan pendidikan, Rasulullah sendiri menjadi pendidik utama. Fenomena ini dapat dilihat dari praktek-praktek edukatif Rasulullah itu sendiri. Pertama, beliau menggunakan rumah al Arqam ibnu Abi al Arqam untuk mendidik dan mengajar. Kedua, beliau memanfaatkan tawanan perang untuk mengajar baca tulis, dan ketiga, beliau mengirim para sahabat ke daerah-daerah yang baru masuk Islam (Mufron, 2013: 17). Berdasarkan hal tersebut, terlihat bahwa Rasulullah sangatlah memperhatikan masalah pendidikan. Sehingga setiap praktek kehidupan yang beliau lakukan tidak lepas dari upaya memberikan pendidikan.

3. Ijtihad

Ijtihad berakar dari kata jahda yang berarti al masyaqqah (yang sulit) dan badzl al wus‟i wa ath-thaqah (pengerahan kesanggupan dan kekuatan). Sa‟id At-Taftani yang dikutip oleh Bukhari Umar memberi

(39)

26

Secara sederhana ijtihad dapat dipahami dengan sebuah proses berfikir menggunakan seluruh ilmu yang dimiliki oleh ilmuan syari‟at Islam untuk menetapkan sesuatu hukum syari‟at Islam dalam hal-hal yang

ternyata belum ditegaskan hukumnya oleh Al-Qur‟an dan Sunnah. Ijtihad

dalam hal ini dapat meliputi seluruh aspek kehidupan termasuk bidang pendidikan, tetapi tetap berpedoman pada Al-Qur‟an dan Sunnah.

Namun demikian, ijtihad harus mengikuti kaidah-kaidah yang diatur oleh para mujtahid dan tidak boleh bertentangan dengan isi Al-Qur‟an dan Sunnah. Karena itu, ijtihad dipandang sebagai salah satu

sumber hukum Islam yang sangat dibutuhkan sepanjang masa setelah Rasulullah wafat. Ijtihad bidang pendidikan sejalan dengan perkembangan zaman yang semakin maju, terasa semakin urgen dan mendesak. Tidak saja di bidang materi atau isi, melainkan juga di bidang sistem dalam artinya yang luas (Daradjat, 2011: 21). Perkembangan dan perubahan zaman menuntut adanya pembaharuan dan inovasi dalam bidang pendidikan. Karena itu, maka ijtihad dalam pendidikan sangat dibutuhkan sebagai landasan dalam membuat inovasi dan pembaharuan, sehingga perkembangan pendidikan di masa yang akan datang tidak lepas dari nilai-nilai Al-Qur‟an dan As Sunnah.

D. Tujuan Pendidikan Islam

(40)

27

gamblang untuk memberikan pencerahan di masa yang akan datang (Mujtahid, 2011: 25). Hal ini karena tujuan merupakan sesuatu yang diharapkan tercapai setelah sesuatu usaha atau kegiatan selesai. Sebab pendidikan merupakan suatu usaha dan kegiatan yang berproses melalui tahap-tahap dan tingkatan-tingkatan, yang tujuannya bertahap dan bertingkat. Maka tujuan pendidikan bukanlah suatu benda yang berbentuk tetap dan statis, tetapi ia merupakan suatu keseluruhan dari kepribadian seseorang, berkenaan dengan seluruh aspek kehidupannya. (Daradjat, 2011: 29).

Zakiah Daradjat memformulasikan tujuan pendidikan Islam kepada tujuan umum, tujuan akhir, tujuan sementara, dan tujuan oprasional yang dikaitkan dengan pendidikan formal. Pertama, tujuan umum ialah tujuan yang akan dicapai dengan semua kegiatan, baik dengan pengajaran atau dengan cara lain untuk membentuk manusia menjadi insan kamil dengan pola takwa sesuai dengan tingkatannya masing-masing. Kedua, tujuan akhir yang dapat dipahami dari firman Allah:

“wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dengan sebenar-benar takwa, dan jangan kamu mati kecuali dalam

keadaan muslim”. (QS Ali Imron (3): 102).

(41)

28

pendidikan formal. Dan keempat, tujuan operasional berupa tujuan praktis yang akan dicapai dengan sejumlah kegiatan pendidikan tertentu. Dalam pendidikan formal, tujuan operasional dikembangkan menjadi tujuan intruksional umum dan khusus (Daradjat, 2011: 29-30).

Berdasarkan pemaparan tentang tujuan pendidikan Islam tersebut, dapat dikatakan bahwa tujuan dari pendidikan Islam berdasarkan waktu pencapaiannya dapat dibagi menjadi dua; tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang. Pertama, tujuan jangka pendek, yaitu tujuan yang bersifat praktis dan dapat dilakukan melalui serangkaian kegiatan formal dalam sekolah, baik melalui pembelajaran maupun kegiatan-kegiatan tertentu. Pencapaian dari tujuan pendidikan Islam dalam jangka pendek dapat dilihat setelah melaksanakan kegiatan formal dalam sekolah. Kedua, tujuan jangka panjang, merupakan proses pendidikan Islam yang dilakukan secara terus menerus sehingga terbentuk insan kamil yang mampu memelihara ketakwaan hingga akhir hidupnya.

E. Nilai-Nilai Pendidikan Islam

Al-Qur‟an memuat nilai normatif yang menjadi acuan dalam pendidikan Islam. Nilai yang dimaksud terdiri dari tiga pilar utama, yaitu:

(42)

29

2. Nilai khuluqiyah, yang berkaitan dengan pendidikan akhlak, yang bertujuan untuk membersihkan diri dari perilaku rendah dan menghiasi diri dengan perilaku terpuji.

3. Nilai amaliyah, yang berkaitan dengan pendidikan tingkah laku sehari-hari, baik yang berhubungan dengan pendidikan ibadah yang memuat hubungan antara manusia dengan Tuhannya. Dan pendidikan muamalah yang memuat hubungan antara manusia, baik secara individual maupun institusional (Umar, 2011: 37-38).

Dari situ dapat dikatakan, bahwa nilai-nilai normatif dalam pendidikan Islam tidaklah terlepas dari tiga hal yang dijadikan sebagai dasar pendidikan Islam. Nilai i‟tiqodiyah yang berkaitan dengan pendidikan keimanan, melalui pendidikan tauhid sebagai landasan keyakinan. Nilai

(43)

30

BAB III

DESKRIPSI GHAZWAH RASULULLAH

A. Izin Berperang

Pasca hijrah Nabi dan para sahabat ke Madinah, orang-orang kafir Quraisy tetap melakukan teror kepada kaum muslimin. Bahaya yang mengancam tidak hanya kepada diri Rasulullah melainkan kepada orang-orang muslim seluruhnya. Sebagaimana yang disampaikan oleh Ubay bin Ka‟ab,

“Tatkala Rasulullah dan para sahabatnya tiba di Madinah,

lalu dilindungi Anshar, maka seluruh bangsa Arab sudah sepakat untuk melontarkan satu anak panah kepada mereka. Tidak pagi atau sore saja, melainkan mereka selalu siap dengan senjatanya” (Al Mubarakfuri, 2014: 222).

Dalam kondisi yang rawan ini, dan karena adanya ancaman terhadap eksistensi orang-orang Islam di Madinah, terlebih ancaman dari orang-orang kafir Quraisy. Maka Allah menurunkan ayat dan mengizinkan orang-orang Islam untuk berperang:

سِٝدَقَى ٌِْٕ ِسْصَّ َٚيَع َ َّللَّا َُِّإ َٗ اَُِ٘يُظ ٌََُّّْٖأِب َُُ٘يَتبَقُٝ َِِٝرَّيِى َُِذُأ

“Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah benar-benar Mahakuasa menolong mereka itu”

(QS. Al Hajj (22): 39)

(44)

31

berperang, Rasulullah tetap memilih menunjukkan kekuatan kaum muslimin melalui jalan kekuasaan, khususnya jalur perdagangan. Untuk menunjukkan kekuasaan ini Rasulullah menempuh dua jalan. Pertama, melalui perjanjian-perjanjian dengan beberapa kabilah di sekitar Madinah serta yang berdekatan dengan jalur perdagangan ke Syam. Kedua, mengirim utusan secara terus menerus ke jalur perdagangan ini (Al mubarakfuri, 2014: 222-223).

Dr. Nizar Abazhah menyebutkan, ada tiga alasan Nabi berperang.

Pertama, melayani serangan musuh, seperti yang terjadi pada perang Badar, Uhud, dan Khandaq. Kedua, memberi pelajaran terhadap musuh yang bersekongkol mengganggu kaum muslimin meskipun sudah ada nota perjanjian, seperti yang terjadi pada perang Bani Quraidlah, Khaibar, Mu‟tah

dan beberapa peperangan lain. Ketiga, menggagalkan rencana musuh yang mengancam kaum muslimin, seperti pada perang Tabuk dan sejumlah peperangan lain (Abazhah, 2011: 271). Dari ketiga alasan tersebut, dapat dikatakan bahwa peperangan adalah pilihan terakhir yang ditempuh, setelah berbagai upaya untuk berdamai telah diusahakan.

B. Ghazwah Rasulullah

(45)

32

perang Sawiq, perang Ghatafan, perang Bahran, perang Uhud, perang Hamraul Asad, perang Bani Nadzir, perang Dzatu Riqo‟, perang Badar Akhir, perang Dumatul Jandal, perang Banu Musthaliq, perang Khandaq, perang Bani Quraidlah, perang Bani Lahyan, perang Ghabah, perang Khaibar, perang Mu‟tah, penaklukan Makkah, perang Hunain, perang Thaif, dan perang

Tabuk.

1. Perang Waddan

Perang Waddan atau Abwa‟ terjadi pada bulan Shafar 2 H.

Rasulullah mengangkat Sa‟d bin Ubadah sebagai wakil Beliau di

Madinah. Rasulullah memimpin perang Waddan dengan membawa 70 orang Muhajirin dengan tujuan menghadang kafilah dagang kafir Quraisy. Beliau pergi hingga tiba di Waddan, namun tidak terjadi apa-apa (Al Mubarakfuri, 2014: 225). Pada kesempatan itu Nabi berhasil menjalin perjanjian damai dengan Bani Dhamrah yang sepakat untuk bersikap netral, beliau menulis surat untuk mereka,

“Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Pemurah. Surat ini dari Muhammad utusan Allah untuk Bani Dhamrah. Bahwa mereka aman menyangkut harta dan jiwa. Bahwa mereka boleh membantu siapa yang ingin bergabung dengan mereka –sampai kapanpun- kecuali mereka berperang dalam agama Allah. Bahwa bila Nabi meminta bantuan, mereka akan menyambut beliau. Dengan begitu, mereka mendapat jaminan Allah dan Rasul-Nya, dan mereka boleh membantu siapa yang berbuat baik dan meminta suaka kepada mereka (Abazhah, 2011: 35).

(46)

33

Bendera perang berwarna putih, dan pembawanya adalah Hamzah bin Abdul Muthalib (Al Mubarakfuri, 2014: 225).

2. Perang Buwath

Terjadi pada bulan Rabiul Awwal 2 H, Rasulullah pergi bersama 200 sahabat untuk menghadang kafilah dagang kafir Quraisy yang dipimpin Umayyah bin Khalaf beserta 100 orang kafir Quraisy serta membawa 2.500 unta yang membawa barang dagangan. Beliau tiba di Buwath dari arah Radhwa. Namun kali ini tidak terjadi apa-apa. Rasulullah mengangkat Sa‟d bin Mua‟dz sebagai wakil beliau di

Madinah. Sementara bendera perang berwarna putih dibawa oleh Sa‟d

bin Abi Waqqash (Al Mubarakfuri, 2014: 225). 3. Perang „Usyairah

(47)

34

damai dengan Bani Mudlij dan sekutu mereka dari Bani Dhamrah (Al Mubarakfuri, 2014: 226).

4. Perang Badar Awal

Perang Badar awal juga disebut perang Safawan, terjadi pada bulan Rabiul Awal tahun 2 H. Sebab terjadinya peperangan, karena Kurs bin Jabir Al Fihri bersama beberapa orang musyrik menyerbu kandang hewan gembala di Madinah dan berhasil merampok domba-dombanya. Maka bersama 70 sahabat, dengan pembawa bendera Ali bin Abi Thalib Rasulullah hendak mengejar dan mengusirnya, hingga beliau tiba di sebuah wadi yang disebut Safawan, dari arah Badar. Akan tetapi Kurs dan rekan-rekannya tidak dapat ditemukan. Maka beliau kembali ke Madinah tanpa ada peperangan (Al Mubarakfuri, 2014: 225-226).

5. Perang Qarqaratul Kadar

(48)

35 6. Perang Badar Kubro

Perang Badar Kubro adalah suatu bukti yang dengannya Allah memuliakan agama Islam, menegakkan panji-Nya, menghapuskan kemusyrikan dan membongkar akar-akarnya (Djabbar, tt: 11). Rasulullah berangkat dari Madinah bertepatan dengan 17 Ramadhan tahun 2 H. Keluarnya beliau dengan para sahabat tidaklah dengan niatan berperang, tetapi hanya menargetkan harta yang dibawa kaum kafir Quraisy. Pada saat itu antara kaum muslimin dengan kafir Quraisy sedang dalam status berperang. Maka sudah maklum apabila dalam status perang, harta dan nyawa musuh hukumnya adalah mubah. Apalagi sebagian harta yang dibawa kafilah dagang kaum kafir Quraisy adalah milik kaum muslimin, muhajirin dari Makkah yang telah dirampas oleh orang-orang kafir Quraisy dengan tidak adil dan zalim (Ash Sallabi, 2017: 67-68).

Syekh Safiyurrahman Al Mubarakfuri menyatakan bahwa Rasulullah mengadakan persiapan keluar beserta 313 atau hingga 317 orang, terdiri dari 82 hingga 86 dari Muhajirin, 61 dari suku Aus dan 170 dari suku Khazraj. Mush‟ab ibn Umair tampil di depan membawa

bendera putih. Di depan Nabi ada dua bendera berwarna hitam. Satu dipegang oleh Ali bin Abi Thalib dan yang satu dipegang oleh Sa‟d bin Mu‟adz (Al Mubarakfuri, 2014: 234). Kaum muslim menggiring tujuh

(49)

36

(Abazhah, 2011: 46). Abu Sufyan, pemimpin kafilah dagang kafir Quraisy mendapat informasi yang meyakinkan bahwa Muhammad SAW telah pergi bersama rekan-rekannya untuk menghadang kafilah. Maka Abu Sufyan mengupah Dhamdham bin Amr Al Ghifari agar pergi ke Makkah, memberitahu orang-orang kafir Quraisy guna mengirim pertolongan untuk menyelamatkan kafilah dagang mereka dan menghadapi Muhammad beserta rekan-rekannya.

Mendengar berita itu maka orang-orang Makkah segera melakukan persiapan perang. Kekuatan pasukan Makkah tercatat ada 1.300 pada mulanya, 100 kuda, memiliki 600 baju besi dan unta yang cukup banyak jumlahnya. Komando tertinggi depegang oleh Abu Jahal bin Hisyam. Terdapat sembilan pemuka kafir Quraisy yang bertanggung jawab terhadap perbekalan yang dibutuhkan seluruh pasukan. Sehari mereka menyembelih sembilan hingga sepuluh ekor unta untuk konsumsi (Al Mubarakfuri, 2014: 235).

(50)

37

Rasulullah menetap di Badar selama tiga hari (Ash Shallabi, 2017: 111).

7. Perang Bani Qainuqa‟

Bani Qainuqa‟ merupakan kabilah Yahudi yang menampakkan

permusuhan kepada orang-orang Islam dan menghianati perjanjian yang telah dibuat bersama Rasulullah. Karena demikian, maka pada tahun ke 2 H mereka dikepung selama 15 malam, hingga mereka merasa takut dan akhirnya menyerah. Kemudian mereka meminta kepada Rasulullah supaya mereka ditinggalkan dengan mengambil harta bendanya. Permintaan tersebut diterima, maka orang-orang Islam mengambil harta benda dan mengusir Bani Qainuqa‟ dari Madinah (Abdul Jabbar, tt: 9 -10).

8. Perang Sawiq

(51)

Al-38

Uraidh. Di sana mereka membabati pohon dan membakar pagar-pagar kebun kurma. Mereka mendapati seorang Anshar dan rekannya di kebun itu, lalu mereka membunuhnya. Setelah itu mereka kembali ke Makkah.

Rasulullah yang mendengar kabar ini segera mengejar Abu Sufyan dan rekan-rekannya. Namun mereka buru-buru pergi dengan meninggalkan tepung makanan yang mereka bawa sebagai bekal dan bahan makanan lain agar tidak memberati. Beliau mengejar mereka sampai tiba di Qarqaratul Kadr. Tetapi mereka tidak terkejar lagi. Setiba di sana, beliau kembali lagi karena tidak mendapati mereka. Sedangkan orang-orang Muslim membawa sawiq (tepung gandum) yang ditinggalkan Abu Sufyan dan pasukannya. Sehingga peperangan ini disebut perang sawiq (Al Mubarakfuri, 2014: 282-283).

9. Perang Ghatafan

(52)

39

air yang disebut Dzi Amar. Beliau menetap di sana selama sebulan penuh, yaitu pada bulan Shafar 3 H. Tujuannya untuk menunjukkan kekuatan pasukan Muslimin dan menimbulkan keengganan pada bangsa Arab. Setelah itu beliau kembali ke Madinah tanpa berperang, karena saat mendengar kedatangan pasukan Muslimin, musuh lari dan berpencar ke puncak gunung. (Al Mubarakfuri, 2014: 283).

Pada waktu itu terdapat sebuah peristiwa. Ketika Rasulullah melepaskan bajunya, utuk dijemur karena basah kehujanan dan beristirahat di bawah pohon, jauh dari para sahabat. Pada saat itulah Da‟tsur menyelinap mendekati Nabi, ia berdiri dengan pedang

mengarah tepat pada kepala beliau, kemudian berkata, “siapakah yang bisa melindungimu sekarang?” Nabi tidak bergerak, lalu menjawab

dengan tenang, “Allah”. Setelah mendengar jawaban tersebut maka

gemetar tubuh Da‟tsur, hingga terjatuh pedang yang ia bawa. Kemudian

Nabi memungut pedang itu dan berkata, “siapakah yang bisa melindungimu sekarang hai Da‟tsur ?” ia menjawab, “tidak ada”.

Rasulullah kemudian mengampuninya, hingga masuk Islamlah ia dan kemudian mengajak kaumnya masuk Islam pula (Abazhah, 2011: 68). 10.Perang Burhan

Shafiyurrahman Al Mubarakfuri menyatakan bahwa perang Burhan terjadi pada bulan Rabi‟ul Akhir tahun 3 H. Sebab terjadinya,

(53)

40

2014: 288). Beliau pun bergerak ke sana dengan kekuatan 300 prajurit. Namun sesampainya di sana, tidak ditemukan siapapun. Bani Salim sudah bubar dan menyebar ke pusat-pusat mata air mereka (Abazhah, 2011: 68-69). Rasulullah menetap di sana hingga habis bulan Rabi‟ul Akhir dan Jumadal Ula. Akan tetapi tidak terjadi apa-apa, lalu beliau kembali ke Madinah (Al Mubarakfuri, 2014: 288).

11.Perang Uhud

Perang uhud terjadi pada tanggal 15 syawal tahun ke 3 H. Latar belakang terjadinya perang Uhud adalah, kafir Quraisy yang ingin balas dendam atas kekalahan mereka dalam perang Badar. Mereka mempersiapkan diri, dengan keluar bersama 3.000 tentara selain para sekutu. Di antara mereka terdapat 700 tentara berbaju besi dan 200 tentara berkuda. Mereka juga membawa 17 perempuan, di antaranya adalah Hindun binti „Utbah, istri Abu Sufyan (As Siba‟i, 2013: 92).

(54)

41

1.000 orang, 100 diantaranya adalah prajurit yang mengenakan baju besi dan tentara berkuda. Akan tetapi di tengah perjalanan, Abdullah bin Ubay bin Salul bersama 300 orang munafik memisahkan diri dari kaum muslimin, sehingga jumlah kaum muslimin tinggal 700 tentara saja. Sementara itu Rasulullah tetap melanjutkan perjalanan hingga sampai di lokasi gunung Uhud (As Siba‟i, 2013: 93).

Setelah sampai di Uhud, Rasulullah memerintahkan 50 orang ahli pemanah untuk bertahan di bukit. Beliau berpesan kepada mereka, supaya jangan sampai meninggalkan bukit itu, baik dalam keadaan menang ataupun kalah. Pada waktu itu kemenangan hampir diperoleh kaum muslimin, andaikan barisan pemanah yang diperintahkan Rasulullah untuk menetap di bukit tidak melanggar amanah yang telah diberikan Rasulullah. Ketika Khalid bin Walid mengetahui bahwa bukit tempat para pemanah muslimin kosong, diserbulah orang-orang Islam dari belakang dengan serbuan yang hebat sehingga membuat barisan kaum muslimin kocar-kacir (Abdul Jabbar, tt: 17-18).

(55)

42

tanpa memandikannya. Karena tidak cukup kain yang tersedia, maka satu kain digunakan untuk dua atau tiga jenazah dan disemayamkan dalam satu makam. Bahkan tidak ada kain untuk Hamzah kecuali hanya selembar kain. Apabila ditutupkan ke kepalanya, terlihat kakinya, jika ditutupkan kaki maka terlihat kepalanya. Maka Nabi menyuruh menutup kepalanya dengan kain, sedangkan kakinya ditutup dengan dedaunan (Abazhah, 2011: 91).

12.Perang Hamraul Asad

Perang Hamraul Asad ini bukanlah perang yang berdiri sendiri, melainkan bagian dari perang Uhud dan kelanjutannya (Al Mubarakfuri, 2014: 338). Esok pagi, setelah kembali dari perang Uhud, Rasulullah mendengar kabar bahwa Abu Sufyan dan pasukannya hendak menyerang Madinah. Maka Rasulullah memerintahkan untuk bersiap menyerang musuh. Nabi berangkat dengan kaum muslimin dan mendirikan kemah di Hamraul Asad. Tiga malam mereka di sana, setiap malam membakar lima ratus api unggun. Nyala api terlihat dari jauh, bunyi pasukan dan suara kayu yang terbakar terdengar dari segala penjuru. Dalam peristiwa ini tidak terjadi peperangan, sebab Ma‟bad

bin Abu Ma‟bad asal Khaza‟ah yang merupakan sekutu kaum muslimin

(56)

43

Sufyan dengan jumlah yang lebih besar. Atas informasi itu nyali Abu Sufyan bin Harb dan pasukannya menjadi ciut, akhirnya mereka memutuskan untuk kembali ke Makkah (Abazhah, 2011: 94-96). 13.Perang Bani Nadzir

Bani Nadzir adalah suatu golongan kelompok kaum Yahudi Madinah yang pernah mengadakan perjanjian dengan Rasulullah, salah satu isinya berupa pernyataan untuk tidak saling menyerang. Pada tahun ke 4 H, saat Rasulullah bersama beberapa sahabat berkunjung kepada mereka, diketahui beberapa dari mereka berunding untuk membunuh Rasulullah. Hal itu kemudian diketahui oleh Rasulullah, maka beliau segera keluar dari tempat itu dengan diikuti oleh para sahabat. Karena mereka melanggar perjanjian, maka Rasulullah memerintahkan sahabat untuk mengusir mereka. pada awalnya mereka menurut, akan tetapi karena hasutan dari orang munafik maka mereka kemudian menentang. Karena hal itu, kemudian Rasulullah mengepung mereka hingga mereka menyerah dan meminta keluar dari negerinya. Permintaan itu dikabulkan Rasulullah, mereka keluar dengan membawa keluarga serta harta benda yang dapat dimuat pada unta mereka (Abdul Jabbar, tt: 23-24).

14. Perang Dzatu Riqo‟

(57)

44

Nadhir, dan pendapat inilah yang dianut oleh mayoritas pakar Sirah. Adapun sebab terjadinya perang ini adalah penghianatan yang dilakukan oleh kabilah-kabilah Najd terhadap kaum muslimin. Penghianatan itu tampak jelas dengan adanya tragedi pembunuhan tujuh puluh da‟i yang dikirim untuk berdakwah ke jalan Allah (Ash Shallabi,

2017: 359-360).

Rasulullah berangkat bersama 700 prajurit untuk memerangi beberapa kabilah dari negeri Najd yang bersatu untuk memerangi Rasulullah, yaitu; Bani Tsa‟labah dan bani Muharib. Akan tetapi

mereka melarikan diri setelah mendengar keberangkatan Rasulullah beserta kaum muslimin untuk memerangi mereka, sehingga tidak terjadi peperangan. Dalam peperangan ini, turun malaikat Jibril memberi pelajaran tentang shalat khauf dan kelonggaran bertayamum (Abdul Jabbar, tt: 23).

15.Perang Badar Akhir

Setelah orang-orang muslim dapat membungkam dan menghentikan gangguan orang-orang Arab Badui, mereka mulai bersiap-siap menghadapi musuh terbesar. Setahun hampir berlalu, dan saat yang dijanjikan untuk bertempur dengan orang kafir Quraisy sewaktu perang Uhud hampir tiba. Maka pada bulan Sya‟ban tahun 4 H,

(58)

45

Abdullah bin Rawahah. Kaum Muslimin tiba di Badr dan menunggu orang-orang Musyrik.

Sedangkan dari pihak musuh, Abu Sufyan pergi bersama 2.000 prajurit dengan diperkuat 50 orang penunggang kuda. Mereka tiba di Zahran sejauh satu marhalah dari Makkah dan bermalam di Majannah, pangkalan air di daerah itu. Sebenarnya berat sekali bagi Abu Sufyan untuk pergi berperang, karena memikirkan dampak dari peperangan melawan kaum Muslimin. Karena ketakutan yang menyelimuti Abu Sufyan dan pasukannya semakin besar, maka nyali mereka menciut. Akhirnya ia dan pasukannya kembali ke Makkah tanpa berperang. Orang-orang Muslim menunggu kedatangan kafir Quraisy di Badar selama delapan hari dan pulang ke Madinah dengan membawa pamor yang harum serta keberadaan mereka disegani (Al Mubarakfuri, 2014: 354).

16.Perang Dumatul Jandal

(59)

46

telah menganiaya orang-orang yang melalui negerinya. Tidak terjadi pertempuran dalam peristiwa ini, karena setelah Rasulullah datang, mereka lari dan meninggalkan ternak mereka (Abdul Jabbar, tt: 25). 17.Perang Bani Musthaliq

Para Ulama berselisih pendapat tentang waktu terjadinya perang Bani Musthaliq. Di antaranya berpendapat bahwa perang ini terjadi pada bulan Sya‟ban tahun ke 6 H, pendapat ini dikemukakan oleh Ibnu

Ishaq, Khalifah bin Khayyath, dan Ibnu Jarir At Thabari. Ada yang berpendapat bahwa peristiwa ini terjadi pada tahun ke 4 H, seperti Al Mas‟udi. Dan ada yang berpendapat terjadi pada bulan Sya‟ban tahun

ke 5 H, mereka adalah Musa bin Uqbah, Ibnu Sa‟d, Ibnu Qutaibah, Al Baladziri, Adz Zahabi, Ibnul Qoyyim, Ibnu Hajar, dan Ibnu Katsir serta beberapa Ulama kontemporer seperti Al Khudari Bek, Al Ghazali, dan Al Buthi (Ash Shallabi, 2017:381).

(60)

47

terdapat seorang perempuan bernama Barrah, ia merupakan anak kepala suku Bani Musthaliq yang kemudian dinikahi oleh Rasulullah dan kemudian dinamai Juwairiyah. Setelah mendengar hal tersebut, masuk Islamlah orang-orang bani Musthaliq dan menjadi pembela Islam (Abdul Jabbar, tt: 25-26). Dalam peperangan ini, kaum munafik ulah di Muraisi‟. Mereka di bawah pimpinan Abdullah bin Ubay bin Salul

menghasut dan mengadu domba kaum Muhajirin dan Anshar. Hampir saja terjadi pertumpahan darah yang sia-sia antara Muhajirin dan Anshar. Beruntung Nabi dapat merangkul keduanya dengan bijak. Kaum munafik juga melakukan provokasi serupa dengan menebar gosip tentang Aisyah. Namun Allah membebaskan Aisyah dari segala tuduhan keji tersebut (Abazhah, 2014: 113).

18.Perang Khandaq

(61)

48

kepemimpinan Madinah tak pernah terpejam sekejap pun. Sebelum pasukan musuh beranjak dari tempatnya, informasi tentang rencana mereka sudah tercium di Madinah. Berdasarkan informasi yang telah sampai pada beliau, maka Rasulullah mengadakan musyawarah dengan para sahabat. Di dalam musyawarah tersebut, disetujui usulan dari Salaman Al Farisi. Dia mengusulkan untuk menggali parit di sekitar Madinah sebagai benteng pertahanan. Ini merupakan langkah yang amat bijaksana, yang sebelumnya tidak dikenal bangsa Arab (Al Mubarakfuri, 2014: 358).

Rasulullah segera melaksanakan rencana itu. Setiap sepuluh orang laki-laki diberi tugas menggali parit sepanjang empat puluh hasta. Dengan penuh semangat kaum muslimin menggali parit yang panjang. Rasulullah terus memompa semangat mereka dan terjun langsung di lapangan. Selama penggalian parit ini terjadi beberapa tanda nubuwah

yang berkaitan degan rasa lapar yang mendera mereka. Jabir bin Abdullah melihat beliau benar-benar tersiksa karena lapar dengan mengikat perutnya dengan batu. Lalu ia menyembelih seekor hewan dan menanak satu sha‟ tepung gandum untuk Rasulullah dan beberapa sahabat. Tetapi kemudian Rasulullah membagikan makanan itu kepada semua orang yang sedang menggali parit yang jumlahnya mencapai seribu orang, mereka makan hingga kenyang bahkan masih ada sisa dari makanan itu. Saudara perempuan An Nu‟man bin Basyir datang ke

(62)

49

ayah dan pamannya. Ketika itu Rasulullah yang lewat didekatnya meminta kurma tersebut, lalu beliau letakkan di atas selembar kain. Setelah itu beliau memanggil semua orang dan mereka pun memakannya. Setelah semua memakannya, ternyata kurma yang hanya setangkup tangan itu masih tersisa hingga ada yang tercecer keluar dari hamparan kain. Di saat penggalian parit terdapat sebongkah tanah keras, hampir semua sahabat mencoba menghancurkannya dan tidak berhasil. Maka kemudian mereka menyampaikan hal ini kepada Rasulullah. Kemudian beliau mengambil cangkul dan memukul bongkahan itu tiga kali, maka hancurlah sebongkah tanah yang keras itu (Al Mubarakfuri, 2014: 358).

(63)

50

membujuk mereka supaya membatalkan perjanjian damai yang mereka buat dengan Rasulullah. Atas bujukan Huyay bin Akhtab, maka pada peperangan ini terjadi penghianatan yang dilakukan oleh Bani Quraidlah (Abazhah, 2011: 119-120).

Setelah ketegangan dalam peperangan ini mencapai puncaknya, Allah menyiapkan kemenangan untuk Nabi-Nya. Suatu malam datanglah Nu‟aim bin Mas‟ud Al Asyja‟i, ia mengatakan bahwa

kaumnya belum mengetahui bahwa Nu‟aim telah masuk Islam.

Akhirnya dia membuat siasat untuk membuat perpecahan di kalangan kaum musyrikin. Tepat pada saat pasukan gabungan saling menghianati dan terpecah belah, Allah mengirimkan angin topan. Malam itu angin topan memadamkan nyala api penerangan, menghantam tenda-tenda, dan mematahkan tiang-tiang. Perkemahan yang mereka buat di sekitar Madinah rata dengan tanah. Tak lama setelah peristiwa itu, Abu Sufyan memerintahkan pasukannya untuk pergi. Kemenangan diraih setelah 24 malam pada musim kemarau yang dinginnya menusuk tulang (Abazhah, 2011: 124-128).

19.Perang Bani Quraidlah

(64)

51

hingga akhirnya mereka menyerah (Abdul Jabbar, tt: 29). Atas dasar penghianatan yang dilakukan oleh Bani Quraidlah, maka mereka menerima hukuman mati. Semua yang terlibat dalam penghianatan mendapatkan hukuman ini, Jumlah mereka sekitar enam ratus hingga tujuh ratus orang. sedangkan perempuan dan anak-anak menjadi tawanan (Al Mubarakfuri, 2014: 376).

20.Perang Bani Lahyan

Sebab terjadinya perang ini, karena Bani Lahyan pernah menghianati sepuluh orang sahabat dan membunuh mereka di Ar Raji‟. Karena tempat mereka yang masuk di wilayah Hijaz dan berbatasan langsung dengan Makkah, maka Nabi tidak berniat memasuki wilayah tersebut karena posisi mereka yang beredekatan dengan musuh terbesar. Kejadian ini terjadi sebelum meletus peperangan antara kaum muslimin dengan kafir Quraisy dan beberapa kabilah Arab lainnya. Setelah situasi yang memungkinkan, maka beliau melancarkan balasan atas penghianatan yang dilakukan Bani Lahyan.

Pada bulan Rabi‟ul Awal atau Jumadal Ula tahun 6 H, beliau

(65)

52

mendengar kedatangan kaum muslimin langsung melarikan diri ke puncak-puncak gunung. Tak seorang pun di antara mereka yang tertangkap. Beliau menetap di perkampungan Bani Lahyan selama dua hari, lalu kembali ke Madinah (Al Mubarakfuri, 2014: 382-383).

21.Perang Ghabah

Di tahun 6 H tersebut juga terjadi perang Ghabah. Ghabah ialah suatu tempat antara Makkah dan Madinah. Rasulullah berangkat bersama 500 orang laki-laki untuk memerangi orang-orang Arab yang telah menyerbu dan merampas unta-unta beliau serta membunuh sang penggembala, Abi Dzar. Padahal sebelumnya Rasulullah telah memberikan hadiah kepada pimpinan mereka yaitu, Uyainah bin Hisn berupa sebidang tanah. Akibat pertempuran ini, terbunuh satu orang muslim dan dua orang musyrik (Abdul Jabbar, tt: 35)

22.Perang Khaibar

Pada tahun 7 H, Rasulullah berangkat ke Khaibar untuk memerangi penduduknya, yaitu golongan Yahudi dari Bani Nadhir yang termasuk sekutu kaum musyrik yang menakut-nakuti kaum muslimin dengan meniupkan kabar bohong dan menentang dalam perang Khandaq. Sesampainya kaum muslimin di sekitar benteng Khaibar, mereka lalu bertakbir dan berdoa dengan suara yang menggemparkan orang-orang Khaibar. Karena demikian maka Rasulullah bersabda “jangan kamu mengeraskan suaramu dalam

(66)

53

melainkan kamu berdoa kepada Tuhan yang Maha Mendengar dan Maha dekat”. Untuk mempercepat kemenangan maka kaum muslimin

memotong pohon-pohon kurma milik orang-orang Yahudi dan mengepung mereka selama 6 hari, agar mereka mau menyerah.

Pada hari ketujuh, Rasulullah menyerahkan bendera perang kepada Ali bin Abi Thalib untuk memimpin penyerbuan. Sebelum menerima tugas tersebut, Ali bin Abi Thalib terkena sakit mata maka kemudian kedua mata Ali ditiup oleh Rasulullah dan seketika itu juga sembuh. Setelah komando serbuan dari Ali, pasukan kaum muslimin terus menyerbu hingga mendapat kemenangan dan menguasai seluruh Khaibar setelah mengusir semua penduduknya (abdul Jabbar, tt: 40).

Setelah Khaibar dapat dikuasai, penduduk Fadak yang berada di wilayah utara Khaibar segera meminta perjanjian damai agar mereka dibebaskan dan tetap hidup. Mereka juga bersedia menyerahkan harta bendanya kepada Rasulullah. Setelah itu kaum muslimin mengepung Wadil Qura, ia adalah sejumlah desa antara Khaibar dengan Taima‟

ditempuh dalam beberapa malam. Mereka dikepung hingga akhirnya menyerah, sementara penduduk Taima‟ meminta perjanjian damai kepada Rasulullah. Dengan begitu maka seluruh benteng Yahudi berjatuhan di tangan kaum muslimin (Ash Shallabi, 2017: 510-511). 23. Perang Mu‟tah

Mu‟tah merupakan sebuah desa di antara beberapa desa yang

(67)

54

sebanyak 3.000 orang ke Mu‟tah untuk memerangi golongan yang

membunuh utusan beliau. Sebelum keberangkatan, Rasulullah berpesan memberi amanat yang sangat berharga. Di antaranya:

“kamu nanti akan berjumpa beberapa lelaki yang menyendiri beribadat di dalam gereja-gereja, maka janganlah sekali-kali kamu mengganggu mereka. janganlah kamu membunuh perempuan, anak kecil, orang tua yang lemah dan jangan kamu memotong pohon dan merobohkan bangunan”.

sesampainya bala tentara Islam di Mu‟tah, mereka bertemu dengan tentara Romawi jumlahnya sekitar 150.000 orang yang sedang mempertahankan Mu‟tah. Karena demikian maka terjadi pertempuran

yang dahsyat, sehingga terbunuhlah jenderal Islam yaitu Zaid bin Haritsah. Dengan cepat laksana kilat Ja‟far bin Abi Thalib mengambil dan memegang bendera perang, lalu terus maju ke medan pertempuran. Karena pedang musuh tangannya putus. Kemudian ia mempertahankan bendera itu dengan tangan kirinya. Tetapi tangan kiri Ja‟far juga putus

karena sabetan pedang. Namun demikian semangatnya terus berkobar dan menyala, maka diapitlah bendera perang tersebut pada dadanya hingga ia menghembuskan nafas terakhirnya. Kemudian bendera dipegang oleh Abdullah bin Rawahah, tetapi ia kemudian juga terbunuh.

Referensi

Dokumen terkait

Fakta lingual ini menunjukkan bahwa anak-anak usia 4 – 6 tahun telah memiliki kompetensi linguistik yang memadai untuk memahami fitur-fitur semantik prototipe substantiva

Akibatnya, untuk melakukan dekripsi, hal yang harus dilakukan semata- mata hanyalah menerapkan algoritma yang sama dengan enkripsi, dengan tiap iterasi

c) Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, antara lain bagian laba penyertaan modal pemerintah daerah pada perusahaan milik daerah (BUMD), perusahaan milik

(5) Menyediakan cara zonasi daerah perairan laut dengan batas menurut pilihan pengelompokan pulau kecil atau karakteristik biogeofisik untuk pengelolaan ekosistem daerah

Sikap, sifat, dan etika kepribadian yang harus dimiliki oleh hakim seperti telah diuraikan di atas selanjutnya diimplementasikan di persidangan pada saat hakim menjalankan

Dalam kenyataan kita melihat orang cenderung ber-spesialisasi; ada yang menjadi pengusaha sepatu, menjadi petani, menjadi pialang, penjual roti, dosen, dokter gigi, ahli

Hasil temuan dari 50 item pertanyaan yang telah valid dan reliabel, perhitungan analisis faktor dengan SPSS 17 dilakukan tiga tahap perhitungan hingga tidak ada lagi soal

Menurut Taqiyuddin Al-Nabhani, Rasul telah menunjuk orang tertentu dalam mengurusi masalah kekayaan, bahkan Rasul menjadikan masalah kekayaan tersebut sebagai masalah