TUGAS AKHIR
Untuk memenuhi persyaratan untuk mencapai derajat sarjana S-1
Oleh:
ADELIA DINI MEINARWATI E12.2011.00523
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO SEMARANG
iii
Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya, sehingga Tugas Akhir ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Tugas Akhir ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan penulis, sebagai syarat memperoleh gelar strata Sarjana (S-1) di Program Studi Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Dian Nuswantoro Semarang. Dalam penyusunan laporan ini tentunya tak lepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada:
1. Bapak Dr.Eng. Yuliman Purwanto, M.Eng selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Dian Nuswantoro Semarang.
2. Bapak Dr. Rudi Tjahyono, M.M selaku Ketua Program Studi Teknik Industri Universitas Dian Nuswantoro Semarang.
3. Bapak Jazuli, M.Eng selaku Dosen Pembimbing 1 dalam penyusunan Tugas Akhir ini.
4. Ibu Ratih Setyaninggrum MT selaku Dosen Pembimbing 2 dalam penyusunan Tugas Akhir ini.
5. Bapak Petrus selaku ketua UKM Bandeng Duri Lunak New Istichomah Semarang
6. Seluruh Dosen dan Staf Program Studi Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Dian Nuswantoro Semarang.
7. Semua pihak yang telah membantu baik langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan Tugas Akhir ini.
Penulis sangat menyadari bahwa penyusunan laporan ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan
iv
Semarang 10 Agustus 2015 Penulis
v Halaman Judul
Halaman Pengesahan ... ii
Kata Pengantar ... iii
Daftar Isi ... v
Daftar Gambar ... viii
Daftar Tabel ... ix BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1Latar Belakang ... 1 1.2Perumusan Masalah ... 5 1.3Tujuan Penelitian ... 5 1.4Manfaat Penelitian ... 5
1.5Ruang Lingkup Penelitian ... 6
1.6Keaslian Penelitian... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9
2.1 Bandeng Duri Lunak Sebagai Oleh-Oleh Khas Semarang ... 9
2.2 Kemasan (Packaging) ... 9
2.2.1 Pengertian kemasan ... 9
2.2.2 Macam-Macam Kemasan ... 10
2.2.2.1 Kemasan Berdasarkan Frekuensi Pemakaian ... 10
2.2.2.2 Kemasan Berdasarkan Struktur Sistem Kemasan... 11
2.2.2.3 Kemasan Berdasarkan Sifat Kekakuan Bahan Kemas 12 2.2.3 Fungsi Kemasan ... 12
2.2.4 Pengaruh Kemasan Terhadap Daya Beli ... 12
2.3 Sampling... 13
2.3.1 Teknik Sampling ... 15
2.3.1.1 Teknik Sampling Random ... 16
2.4 Statistik (Reliability dan Validitas) ... 17
vi
2.5.1 Pengertian Kansei Engineering ... 21
2.5.2 Semantic Differential ... 22
2.6 Analisis Faktor ... 24
2.7 Kano Model ... 26
2.7.1 Pengklarifikasian Kebutuhan Konsumen Dalam kano Kuisioner ... 30
2.7.2 Modifikasi Kano Model ... 33
2.8 Analisis Konjoin ... 35
2.8.1 Membentuk Stimulus ... 39
2.8.2 Orthogonal Array... 40
2.8.3 Model Dasar Analisis Konjoin ... 40
BAB III METODE PENELITIAN ... 42
1.1 Observasi Awal ... 43
1.2 Identifikasi Masalah ... 43
3.2.1 Objek Penelitian ... 43
1.3 Penentuan Tujuan Penelitian ... 44
1.4 Pengumpulan Data ... 44
1.4.1 Penyusunan Kuisioner ... 45
1.5 Pengolahan Data ... 46
1.5.1 Prosedur Kansei Engineering dan Kano Model ... 46
1.6 Analisis Hasil ... 47
1.7 Redesain Kemasan ... 48
1.8 Implementasi Kemasan ... 48
1.9 Kesimpulan dan Saran ... 48
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA ... 49
4.1 Pengumpulan Kansei word ...49
4.2 Evaluasi Kuisoner Pertama (SD) I ... 51
4.2.1 Penentuan Jumlah Responden dan Penyebaran Kuisioner ...52
4.2.2 Uji Validitas...53
4.2.3 Uji Reliabilitas ...56
vii
4.6 Pemetaan Dalam Model Kano ...66
4.7 Analisis Conjoint ...70
4.7.1 Penentuan Sampel Minimum ...71
4.7.2 Perhitungan Analisa Conjoint ...71
4.7.3 Analisa Hasil Conjoint ...71
4.7.3.1 Analisis Output Importance Value ...82
4.7.3.2 Analisis Pembahasan Conjoint ... 84
4.8 Konsep Redesain Kemasan Berorientasi Konsumen ... 86
4.9 Pencetakan Kemasan dan Skenario Penjualan ... 93
4.10 Citra Kemasan Baru ... 95
4.11 Biaya Produksi Kemasan Baru ... 98
4.12 Benchmark Biaya Produksi ... 101
BAB V PENUTUP ... 104
5.1 Kesimpulan ... 104
5.2 Saran ... 105
DAFTAR PUSTAKA ... 106
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Semantic Differential For Kansei Words ... 22
Gambar 2.2 Dimensi Kano Model ... 28
Gambar 2.3 Tujuan Modifikasi Terhadap Kano Model Original ... 33
Gambar 2.4 Daerah Atribut Berdasarkan Kano Model Modifikasi ... 34
Gambar 3.1 Tahapan penelitian ... 42
Gambar 4.1 Pemetaan Komponen dalam Diagram Kano Modifikasi ... 68
Gambar 4.2 Redesain Logo New Istichomah ... 87
Gambar 4.3 Desain Wisata Kuliner Semarang ... 88
Gambar 4.4 Desain Icon Bandeng Duri Lunak ... 88
Gambar 4.5 Desain Layout Kemasan 1 ... 89
Gambar 4.6 Desain Layout Kemasan 2 (Bagian Luar) ... 89
Gambar 4.7 Desain Layout Kemasan 2 (Bagian Luar) ... 90
Gambar 4.8 Desain Kemasan 1 (Warna Biru) ... 91
Gambar 4.9 Desain Kemasan 1 (Warna Hitam) ... 92
Gambar 4.10 Desain Kemasan 2 (Warna Biru) ... 92
Gambar 4.11 Desain Kemasan 2 (Warna Hitam) ... 93
Gambar 4.12 Pencetakan Kemasan 1 ... 94
Gambar 4.13 Pencetakan Kemasan 2 ... 94
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Penelitian Terdahulu... 7
Tabel 2.1 Pertanyaan Fungsional dan Disfungsional dalam Kuesioner Kano .... 31
Tabel 2.2 Evaluasi Kano Model Terhadap Kebutuhan Konsumen ... 32
Tabel 4.1 Kansei Word Hasil Kuisioner Terbuka ... 50
Tabel 4.2 Kansei word Hasil studi Literatur ... 50
Tabel 4.3 Hasil Uji Validitas Iterasi Pertama ... 53
Tabel 4.4 Hasil Uji Validitas Kansei Word ... 55
Tabel 4.5 Hasil Alpha Uji Reliabilitas ... 56
Tabel 4.6 Hasil Test KMO dan Bartlett ... 57
Tabel 4.7 Hasil Nilai Matriks Anti Image (MSA) ... 58
Tabel 4.8 Matriks Komponen Faktor Baru ... 61
Tabel 4.9 Rotasi Faktor Baru ... 62
Tabel 4.10 Elemen Desain dan Kategori Redesain Kemasan ... 64
Tabel 4.11 Tabel Output Korelasi 5 Komponen Terhadap Y (Evaluasi Global) .. 67
Tabel 4.12 Kriteria Kansei Word Pada Diagram Kano ... 69
Tabel 4.13 Hasil Perhitungan UtilityKansei Word Komponen 1 ... 72
Tabel 4.14 Hasil Perhitungan UtilityKansei Word Komponen 1 (bagian 2) ... 73
Tabel 4.15 Hasil Perhitungan UtilityKansei Word Komponen 2 ... 75
Tabel 4.16 Hasil Perhitungan UtilityKansei Word Komponen 3 ... 76
Tabel 4.17 Hasil Perhitungan UtilityKansei Word Komponen 3 (bagian 2) ... 77
Tabel 4.18 Hasil Perhitungan UtilityKansei Word Komponen 4 ... 79
x
Tabel 4.20 Rangkuman Output Utilitas Positif Setiap Kansei Word ... 81
Tabel 4.21 Rangkuman Output Pentingnya Faktor Setiap Kansei Word ... 83
Tabel 4.22 Rangkuman Output Korelasi Setiap Kansei Word ... 84
Tabel 4.23 Hasil Interview Pelanggan Mengenai Citra Kemasan Lama ... 96
Tabel 4.24 Hasil Interview Pelanggan Mengenai Citra Kemasan Baru ... 97
Tabel 4.25 Perhitungan Harga Cetak Kemasan Alternatif 1 ... 99
Tabel 4.26 Perhitungan Harga Cetak Kemasan Alternatif 2 ... 100
Tabel 4.27 Perhitungan Harga Cetak Kemasan Per pcs ... 100
Tabel 4.28 Perhitungan Harga Cetak Kemasan Lama ... 101
xi
INTISARI
Produksi bandeng duri lunak mayoritas dilakukan oleh Usaha Kecil Menengah (UKM) di Kota Semarang, salah satunya UKM Bandeng Duri Lunak
New Istichomah. Bandeng duri lunak sendiri merupakan produk oleh-oleh khas Semarang yang paling banyak diminati. Namun pasar bandeng duri lunak dari UKM masih cenderung sempit sehingga diperlukan usaha untuk tidak hanya menjaga kualitas produk namun juga meningkatkan daya beli produk, Salah satunya peningkatan dilakukan dari segi kemasan karena kemasan yang sudah ada dirasa kurang untuk dapat menarik perhatian konsumen. Penelitian ini menggunakan konsep Kansei Engineering untuk menangkap kansei word yang mewakili keinginan konsumen mengenai kemasan bandeng duri lunak dan juga modifikasi Kano Model sebagai model pengklasifikasian faktor-faktor preferensi konsumen, serta Analisis Konjoin untuk mengetahui kombinasi antara elemen desain dengan kansei word. Dari hasil analisa, konsumen menginginkan kemasan yang kuat, inovatif-kreatif, aman dan praktis dimana keempat kansei word tersebut merupakan kansei word yang mewakili kebutuhan dan keinginan konsumen mengenai kemasan bandeng duri lunak dengan tingkat korelasi tertinggi terhadap kepuasan konsumen. Sehingga secara keseluruhan kemasan yang diinginkan konsumen yaitu kemasan dengan warna colorfull (14.47%), bentuk ikan (24.23%), bahan art karton (25,41%), label dengan offset printing
(21.76%) dan ilustrasi khas semarang (14.11%). Hasilnya citra konsumen terhadap kemasan baru yaitu mendapatkan tanggapan positif dengan melakukan skenario penjualan dan wawancara terhadap pelanggan tetap UKM tersebut mengenai elemen desain kemasan baru.
Kata kunci : kansei engineering, modifikasi kano model, semantic differential, kemasan bandeng duri lunak, desain kemasan berorientasi konsumen.
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Usaha Kecil Menengah (UKM) merupakan penunjang perekonomian dalam sektor mikro dan merupakan hal penting bagi hampir seluruh negara termasuk juga Indonesia. Dalam setiap tahun jumlah UKM yang ada di Indonesia kian bertambah. Salah satunya merupakan Kota Semarang dimana menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), di Kota Semarang yang terbagi atas 16 wilayah kecamatan pada tahun 2006 terdapat 824 unit UKM, sedangkan pada tahun 2007 terjadi pertambahan UKM yaitu menjadi 876 unit UKM.
Berdasarkan data dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Semarang, di Kota Semarang pada tahun 2009 terdapat 22 UKM yang memproduksi bandeng duri lunak atau bandeng presto. Beberapa UKM yang ada tersebar di 5 kecamatan, yaitu Kecamatan Tugu dengan jumlah UKM sebanyak 3 unit, Kecamatan Semarang Barat sebanyak 12 UKM, Kecamatan Semarang Utara 3 UKM, Kecamatan Gayamsari memiliki 3 UKM dan Kecamatan Tembalang sebanyak 1 UKM. Dari data tersebut terlihat bahwa produsen bandeng duri lunak di Kota Semarang sudah semakin berkembang.
Produk bandeng duri lunak telah banyak dijajakan di pusat oleh-oleh khas Kota Semarang dan telah menjadi salah satu oleh-oleh khas Kota Semarang yang telah banyak diminati oleh masyarakat. Khususnya masyarakat pendatang yang berlibur di Semarang dan kemudian ketika akan meninggalkan Semarang mereka
membeli produk bandeng duri lunak untuk dibawa ke daerah asal mereka. Produk bandeng duri lunak pun dipusatkan di Jalan Pandanaran Kota Semarang.
Bandeng presto sebagai komoditi oleh-oleh khas Kota Semarang memang sangat digemari. Sehingga untuk menjaga agar produk bandeng duri lunak dapat terus hidup dalam putaran life cycle produk maka perlu adanya kemajuan untuk tetap menjaga keaslian dan keunikan dari produk tersebut agar tetap menjadi produk heritage dari Kota Semarang.
Produk bandeng duri lunak telah dikenal kepopulerannya sebagai oleh-oleh khas Kota Semarang dan telah memiliki daya tarik bagi konsumen untuk membeli. Hal ini berarti bandeng duri lunak telah memiliki kekuatan dan daya jual tersendiri serta memiliki daya jual yang tinggi sehingga meskipun bukan merupakan satu-satunya oleh-oleh khas kota semarang namun dapat dipastikan bahwa bandeng presto merupakan salah satu yang dicari oleh konsumen. Menurut Pujiyati (2011), bandeng duri lunak merupakan oleh-oleh favorit yang dibeli oleh wisatawan di Kota Semarang dengan prosentase sebesar 37% dibandingkan dengan oleh-oleh lain seperti wingko babat dengan prosentase sebesar 34%, Lunpia dengan prosentase 27% serta blanggem 2%.
UKM Bandeng Duri Lunak New Istichomah merupakan salah satu kelompok UKM yang ada di Semarang. Pengusaha bandeng duri lunak yang menggunakan bantuan para peneliti dari Universitas di Semarang untuk melakukan inovasi pembuatan bandeng. Selain sebagai pilot project untuk salah satu universitas di Semarang, usaha ini juga merupakan binaan dari Disperindag, Dinas UKM, Dinas KKP.
Namun UKM tersebut mempunyai kelemahan yang mengakibatkan produk industri mikro stagnan, salah satunya adalah sisi desain kemasan. Selera atau preferensi dari pasar merupakan salah satu hal yang sangat penting penunjang daya beli masyarakat. Selera orang kota dengan desa bisa berbeda. Hal ini bukan menyatakan bahwa selera ”kampungan” tetapi lebih pada kenyataan bahwa UKM belum memahami pentingnya desain kemasan untuk menjawab ”selera pasar” (Natadjaja, 2007).
Konsumen sebenarnya dewasa ini lebih memilih dan juga mempertimbangkan pembelian produk berdasarkan kemasan terlebih dahulu. Dengan warna yang menarik, logo serta merk yang bagus dan familiar akan berguna sebagai pembentuk ciri khas dari produk UKM.
Perkembangan teknologi telah merubah fungsi kemasan. Hermawan Kartajaya, seorang pakar di bidang pemasaran mengatakan bahwa teknologi telah membuat packaging berubah fungsi, dulu orang bilang “Kemasan melindungi apa
yang dijual. Sekarang kemasan menjual apa yang dilindungi.” (Kartajaya, 1996). Dari data kuisioner awal yang telah penulis berikan kepada 30 konsumen bandeng duri lunak mengenai tingkat kepentingan mengenai produk bandeng presto didapatkan bahwa kemasan berada pada peringkat kedua dengan prosentase sebesar 19,2 % dari total tingkat kepuasan konsumen mengenai produk bandeng duri lunak setelah rasa yang menempati peringkat pertama dari kepuasan mengkonsumsi produk bandeng duri lunak dengan prosentase sebesar 20,3 %. Disusul setelah kemasan di peringkat ketiga yaitu daya tahan produk sebesar 14,7
% dan merk/brand sebesar 11,7%. Hal ini menjadi bukti bahwa kemasan menjadi salah satu bentuk daya tarik sendiri bagi konsumen.
Penggunaan metode guna merepresentasikan presepsi konsumen mengenai kebutuhan kemasan yang dikehendaki ke dalam beberapa alternatif juga diperlukan. Model Kano merupakan salah satu metode untuk mengklasifikasi faktor desain agar sesuai dengan keinginan dan harapan konsumen terhadap desain kemasan produk bandeng duri lunak. Model Kano dapat memberikan informasi tambahan mengenai faktor yang non-linear (Kano, 1984), sehingga UKM New Istichomah dapat menentukan faktor yang menjadi prioritas untuk dikembangkan lebih lanjut guna menentukan desain kemasan produk bandeng duri lunak.
Selain itu untuk mengetahui perasaan konsumen tentang kemasan produk secara ergonomik dan psikologis, mengidentifikasi karakteristik dari desain produk berdasarkan keinginan konsumen maka model kano akan diintegrasikan dengan kansei engineering (Wisnu, 2012).
Sehingga penelitian ini bertujuan untuk mengetahui desain kemasan yang diminati oleh konsumen dan meredesain kemasan yang telah ada sehingga mampu memikat daya beli konsumen melalui kemasan produk. Dengan adanya penelitian ini diharapkan desain kemasan yang baru mampu meningkatkan penjualan bandeng duri lunak agar mampu bersaing di pasar dan mampu meningkatkan daya beli terhadap oleh-oleh khas kota semarang.
1.2 Perumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang diatas, perumusan masalah program ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengembangan desain kemasan baru yang menarik sesuai dengan orientasi konsumen produk bandeng duri lunak.
2. Bagaimana tanggapan konsumen pasca tahap implementasi desain kemasan baru serta hasil citra kemasan baru menurut konsumen.
1.3 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah diatas, tujuan program ini adalah sebagai berikut:
1. Mengembangkan desain kemasan baru yang menarik yang berorientasi konsumen produk bandeng duri lunak.
2. Membuat tanggapan positif dari konsumen pasca tahap implementasi desain kemasan baru serta peningkatan citra kemasan lama dan baru menurut konsumen.
1.4 Manfaat Penelitian
Program ini diharapkan memberikan kegunaan kepada berbagai pihak yang berkaitan dengan masalah ini antara lain:
1. Masyarakat Umum
Program ini diharapkan dapat memberi informasi, pengetahuan, dan kesadaran diri untuk lebih kreatif dalam mengembangkan desain kemasan
produk. 2. Peneliti
Bagi Mahasiswa, program ini dapat menjadi salah satu bentuk inspirasi untuk membuat suatu teknologi yang dapat diterapkan guna membantu meningkatkan kualitas UKM dan mempraktekkan materi perkuliahan. 3. Pemerintah
Program ini dapat dijadikan salah satu alternatif usaha dalam pengembangan UKM pada aspek pemasaran produk yang ada.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini mencakup pada produk bandeng duri lunak yang dihasilkan oleh UKM New Istichomah.
Penelitian ini dilakukan dengan batasan sebagai berikut :
1. Penelitian bertujuan untuk membuat kemasan baru dari kemasan bandeng duri lunak sebelumnya dan tidak termasuk pada olahan produk bandeng duri lunak
2. Kemasan produk yang diteliti yaitu berupa kemasan sekunder bandeng duri lunak New Istichomah
3. Penelitian dilakukan dengan mengambil data pada bulan Maret 2015 hingga Juni 2015 sebagai pendekatan dari aktual penjualan bandeng duri lunak
1.6 Keaslian Penelitian
Pada Tabel 1.1 peneliti memaparkan penelitian terdahulu, sehingga dapat diketahui keaslian dan perbedaan penelitian yang dilakukan dengan penelitian lain.
Tabel 1.1 Penelitian terdahulu
Judul Nama Penulis &
Tahun Hasil Penelitian
The Consumer’s Perspective Analysis Of
Fruit Chips Package Design Using Kansei
Engineering And Kano’s Model
Laras Gustari, dkk - 2011
Menganalisis desain kemasan keripik buah oleh-oleh khas Kota Malang yang
dapat menarik dan sesuai dengan keinginan konsumen
untuk meningkatkan penjualan produk keripik
buah Analisis dan
Pemenuhan Kebutuhan Perangkat Lunak Dengan Metode Kano Melalui Pengembangan
Berbasis Komponen
Made Hanindia Prami Swari - 2012
mengetahui kebutuhan mana yang benar-benar harus dipenuhi dan kebutuhan mana yang tidak berpengaruh
signifikan pada sistem
Pemetaan Preferensi Konsumen Supermarket
Dengan Metode Kano Berdasarkan Dimensi
Servqual
Kriswanto Widiawan - 2004
Mengetahui harapan konsumen tentang fasilitas
dan layanan supermarket
menurut dimensi servqual
yang dipetakan ke dalam kategori Kano Penentuan Karakteristik
Produk Sebagai Bahan Pertimbangan Dalam Perencanaan Pengembangan Produk Keripik Tempe ( Studi Kasus Di Dian Wijaya - 2009 Mengkatagorikan karakteristik produk keripik
tempe ABADI berdasarkan berdasarkan pengamatan konsumen dan akibatnya terhadap kepuasan konsumen
Industri Keripik Tempe ”Abadi” Malang ) Analisis Kebutuhan Proses Bisnis Menggunakan Metode Kano Sri Nurhayati - 2010
menganalisis kebutuhan dari pengguna system agar system yang dibuat bisa memberikan nilai tambah
bagi perusahaan
Packaging Design using Kansei Engineering
Approach
Ruengsak Kawtummachai - 2010
Melakukan desain kemasan dengan mempertimbangkan kualitas desain dan faktor
ergonomis
Kano’s model in Kansei Engineering to evaluate subjective real estate consumer preferences Carmen Llninares, dkk - 2011 Mengklasifikasi faktor preferensi yang diprioritaskan untuk pengembangan Real Estate
dan mengetahui hubungan dan kombinasi antara kata
kansei dengan elemen kepuasan konsumen Perancangan Kursi Dan
Meja Ruang Tamu Berbasis Kearifan Lokal
Dengan Metode Kansei Engineering Dalam Upaya Peningkatan Nilai Ekonomis Produk Rotan Di Desa Trangsan
Fery Wisnu Saputro - 2012
Mengetahui konsep desain produk berdasarkan kategori
yang digunakan untuk merancang kursi dan meja
ruang tamu yang berbasis kearifan lokal dan menambah
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bandeng Duri Lunak Sebagai Oleh-Oleh Khas Semarang
Wilayah Indonesia yang terdiri dari dua per tiga merupakan lautan menjadikan Indonesia kaya akan hasil lautnya. Salah satunya bandeng yang merupakan hasil laut yang sudah mahsyur di masyarakat umum. Ikan bandeng banyak dikonsumsi masyarakat dan juga banyak dibudidayakan di area tambak dan bahkan di Kota Semarang, bandeng duri lunak telah menjadi produk oleh-oleh khas yang diminati oleh banyak konsumen (Budiharjo, 2009).
Dalam penelitian Pujiyati (2011) mengenai oleh-oleh khas kota Semarang yang paling banyak diminati oleh wisatawan adalah bandeng presto (37%) kemudian disusul dengan oleh-oleh wingko (34%), lunpia (27%) dan blanggem (2%). Produk bandeng duri lunak yang telah popular di kalangan masyarakat sebagai oleh-oleh khas kota Semarang tentunya memiliki daya tarik tersendiri sehingga dapat dipastikan bahwa meskipun bukan satu-satunya oleh-oleh khas kota Semarang namun produk bandeng duri lunak atau bandeng presto telah memiliki daya tarik terbanyak dari para konsumen.
2.2 Kemasan (packaging)
2.2.1 Pengertian Kemasan
Kemasan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti hasil mengemas/bungkus pelindung barang dagangan. Kemasan atau packaging adalah ilmu, seni dan teknologi yang bertujuan untuk melindungi sebuah
produk saat akan dikirim, disimpan atau dijajakan atau bisa juga suatu proses produksi yang bertujuan untuk mengemas. Menurut Arum (2009) bahwa secara hakiki packaging merupakan upaya manusia untuk mengumpulakan sesuatu yang berantakan kedalam satu wadah serta melindunginya dari gangguan cuaca.
Mengacu pada beberapa uraian diatas maka dapat dimengerti bahwa kemasan merupakan suatu benda yang dapat digunakan untuk tempat/wadah yang dikemas dan dapat memberikan perlindungan bagi produk di dalamnya sesuai dengan tujuanya serta dapat menarik minat konsumen untuk membeli (Arum, 2009).
2.2.2 Macam-Macam Kemasan
Cara-cara pengemasan sangat erat berhubungan dengan kondisi komoditas atau produk yang dikemas serta cara transportasinya. Pada prinsipnya pengemas harus memberikan suatu kondisi yang sesuai dan berperan sebagai pelindung bagi kemungkinan perubahan keadaan yang dapat mempengaruhi kualitas isi kemasan maupun bahan kemasan itu sendiri (Jaswin, 2008). Kemasan dapat digolongkan berdasarkan beberapa hal antara lain:
2.2.2.1Kemasan berdasarkan frekuensi pemakaian
Kemasan sekali pakai (Disposable), yaitu kemasan yang langsung dibuang setelah satu kali pakai. Contohnya bungkus plastik, bungkus permen, bungkus daun, karton dus, makanan kaleng.
1. Kemasan yang dapat dipakai berulang kali (Multi Trip), seperti beberapa jenis botol minuman (limun, bir) dan botol kecap. Wadah tersebut umumnya tidak dibuang oleh konsumen, akan tetapi dikembalikan lagi pada agen penjual untuk kemudian dimanfaatkan ulang oleh pabrik.
2. Kemasan yang tidak dibuang (Semi Disposable). Wadah-wadah ini biasanya digunakan untuk kepentingan lain di rumah konsumen setelah dipakai, misalnya kaleng biskuit, kaleng susu, dan berbagai jenis botol. Wadah-wadah tersebut
digunakan untuk penyimpanan bumbu, kopi,
gula, dan sebagainya.
2.2.2.2 Kemasan berdasarkan Struktur Sistem Kemas
1. Kemasan Primer, yaitu bahan kemas langsung mewadahi bahan pangan (kaleng susu, botol minuman, bungkus tempe) 2. Kemasan Sekunder, yaitu kemasan yang fungsi utamanya
melindungi
kelompok kemasan lainnya, seperti misalnya kotak karton untuk wadah kaleng susu, kotak kayu untuk wadah buah-buahan yang dibungkus, keranjang tempe, dan sebagainya. 3. Kemasan Tersier dan Kuarter, yaitu apabila masih diperlukan
lagi pengemasan setelah kemasan primer, sekunder dan tersier. Umumnya digunakan sebagai pelindung selama pengangkutan
2.2.2.3 Kemasan berdasarkan sifat kekakuan bahan kemas 1. Kemasan fleksibel, yaitu bila bahan kemas mudah dilenturkan,
misalnya plastik, kertas, foil.
2. Kemasan kaku, yaitu bila bahan kemas bersifat keras, kaku, tidak tahan lenturan, patah bila dipaksa dibengkokkan. Misalnya kayu, gelas, dan logam.
3. Kemasan semi kaku/semi fleksibel, yaitu bahan kemas yang memiliki sifat-sifat antara kemasan fleksibel dan kemasan kaku, seperti botol plastik (susu, kecap, saus) dan wadah bahan yang berbentuk pasta (Jaswin, 2008)
2.2.3 Fungsi Kemasan
Packaging berubah fungsi, dulu orang bilang “Packaging protects what it sells (Kemasan melindungi apa yang dijual).” Sekarang, “Packaging sells what it protects (Kemasan menjual apa yang dilindungi)” (Kartajaya, 1996). Dari uraian tersebut, dapat dipahami bahwa kemasan tidak lagi hanya memiliki fungsi sebagai pelindung dan juga wadah melainkan juga harus menampilkan suatu consumen attractive yang dapat membuat konsumen membeli produk. Namun sekarang kemasan juga difungsikan sebagai media komunikasi untuk menampilkan citra produk.
2.2.4 Pengaruh Kemasan Terhadap Daya Beli
Menurut Keller (1993) dalam Ashari (2011), atribut melukiskan ciri-ciri yang menjadi karakteristik produk atau jasa. Atribut terdiri dari
atribut yang berhubungan dengan produk yang terkait dengan komposisi secara fisik atau pelayanan yang dibutuhkan dan atribut yang tidak berhubungan dengan produk atribut-atribut yang tidak terlibat dalam pembentukkan produk secara fisik atas pelayanan.
Menurut penelitian Bettman (1973) dalam Ashari (2011), menjelaskan bahwa konsumen menjadi tertarik terhadap suatu produk apabila konsumen tersebut telah melakukan evaluasi terhadap produk yang bersangkutan. Konsumen melihat suatu produk menarik dapat disebabkan oleh fitur-fitur atau atribut yang ditawarkan, melakukan perbandingan dengan produk-produk pesaingnya, reputasi perusahaan yang membuat produk dan teknologi yang digunakan dalam membuat produk tersebut.
Desain merupakan indikator dari atribut produk (Kotler, 2003 dalam Ashari, 2011). Gaya dan desain digunakan untuk menambah nilai pelanggan. Gaya semata-mata menjelaskan penampilan produk tersebut. Gaya mengedepankan tampilan luar dan membuat orang bosan. Sedangkan desain masuk ke jantung produk. Desain yang baik dapat memberikan kontribusi dalam hal kegunaaan produk dan juga penampilannya.
Desain merupakan model/bentuk dipandang menarik, modis dan sesuai dengan selera konsumen yang dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam keputusan pembelian. Desain berpengaruh terhadap penampilan (performance) sebuah produk. Apabila desain produk rendah, maka minat beli produk tersebut juga rendah, demikian juga sebaliknya.
Kemasan dapat berfungsi sebagai perantara dan aktif menjual sendiri (Underwood, 2003 dalam Ashari, 2011). Kemasan sebagai media/perantara secara umum mengambil dua bentuk, yaitu:
1. Sebagai informasi dalam poin pembelian.
2. Sebagai komunikasi periklanan dan promosi.
Dickson dan Sawyer (1986) dalam dalam Ashari (2011) menyatakan bahwa konsumen jarang membaca dengan detail label suatu produk baik itu harga dan daftar isi dalam membeli produk. Hal ini terjadi dikarenakan adanya pengambilan keputusan dalam waktu yang singkat. Desain kemasan yang mempunyai bentuk yang unik dan enak dipandang mata akan menarik untuk dibeli.
Desain kemasan produk akan menciptakan daya ingat terlebih pada kesadaran merek produk tersebut yang akan tertanam di dalam benak konsumen selamanya. Desain kemasan dapat berupa logo, simbol, maupun tulisan yang akan mendorong konsumen untuk mengingat produk tersebut. Desain yang menarik dan mudah diingat akan menambah nilai suatu produk di mata para konsumen. Sehingga konsumen sudah mempunyai pilihan tersendiri apabila ingin membeli suatu produk.
2.3 Sampling
Teknik sampling adalah bagian dari metodolgi statistika yang berhubungan dengan pengambilan sebagian dari populasi. Dalam hakekatnya sampling digunakan untuk mengukur karakter asli (true character) dari populasi melalui anggota (elemen, kasus atau unit) populasi yang diambil dari populasi adalah
berdasarkan suatu pengambilan teknik sampel tertentu. Adapun populasi adalah keseluruhan dari kasus atau elemen yang memenuhi kriteria tertentu, dan dapat berupa orang, tindakan sosial, kejadian, tempat, waktu atau sesuatu.
Dalam proses pengumpulan karakter dari suatu populasi, dapat saja menggunakan pengukuran kepada seluruh elemen dari populasi tersebut yang disebut sensus. Sensus ini digunakan untuk pengumpulan data yang mempunyai jumlah sampel yang jumlahnya tergolong sedikit dan membutuhkan waktu dan biaya yang terbatas.
Namun dalam beberapa kasus sensus dapat dilakukan untuk menggukur populasi yang jumlahnya sangat besar dan juga membutuhkaan waktu serta biaya yang sangat besar seperti sensus penduduk pada suatu Negara. Untuk pengambilan data dari suatu populasi namun tidak mempunyai waktu yang banyak maka dibutuhkan sampel yang diambil dari sebagian populasi untuk
2.3.1 Teknik Sampling
Teknik pengambilan sampel dapat dilakukan dengan dua cara yaitu: Sampling ramdom (Probably Sampling) dan sampling nonrandom (nonprobably sampling). Sampling random pengambilan samppel secara acak yang dilakukan dengan cara undian, atau tabel bilangan acak/random atau dengan menggunakan kalkulator/komputer. Teknik sampling nonrandom adalah teknik pengambilan sampel tidak secara acak dari suatu populasi.
2.3.1.1 Teknik Sampling Random
Teknik sampling random terdiri atas tiga jenis, yaitu sampling random sederhana (simple random sampling), sampling bertingkat (stratified sampling), dan sampling cluster/area (cluster sampling).
1. Sampling Random Sederhana
Digunakan jika pupulasi bersifat homogen. Dikatakan sederhana karena pengambilan sampel dari semua anggota populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata/tingkatan yang ada dalam populasi.
Jumlah sampel pada metode incidental ini dibatasi dengan menggunakan perhitungan dari rumus Linear Time Function (LTF), yaitu penentuan jumlah sampel berdasarkan estimasi kendala waktu menurut Sari (1998) dalam Ndaru (2013). Hal ini karena populasi tidak tetap dan anggota populasi sering tidak ditempat.
2. Teknik Sampling Bertingkat
Teknik sampling ini biasa disebut juga dengan nama teknik sampling berlapis, berjenjang dan petala. Teknik ini digunakan apabila populasinya heterogen atau terdiri atas kelompok-kelompok yang bertingkat.
Penentuan tingkat berdasarkan karakteristik tertentu, misalnya : menurut usia, tingkat pendidikan, golongan pangkat, dan sebagainya.
3. Teknik Sampling Kluster
Teknik sampling ini juga biasa disebut dengan teknik sampling daerah, conddotional sampling/restricted
sampling/area sampling. Teknik ini digunakan apabila populasi tersebar dalam beberapa daerah, propinsi, kabupaten, kecamatan, dan seterusnya. Pada peta daerah diberi petak-petak dan setiap petak diberi nomor, nomor-nomor itu kemudian ditarik secara acak dijadikan anggota sampelnya.
2.4 Statistik (Reliability dan Validitas) 2.4.1 Reliabilitas
Reliabilitas statistik diperlukan untuk memastikan validitas dan ketepatan analisis statistik. Reliabilitas mengacu pada kemampuan untuk mereproduksi hasil lagi dan lagi sesuai kebutuhan. Hal ini penting karena akan membangun tingkat kepercayaan dalam analisis statistik dan hasil yang diperoleh. Misalnya, jika sedang meneliti tentang loyalitas konsumen terhadap produk susu merk tertentu. Pasti ingin melakukan sejumlah survey terhadap pelanggan, dan jika hasil yang ditemukan menunjukkan bahwa konsumen bersikap loyal, mungkin kita akan mendapatkan
gambaran pasti bahwa produk lain yang dikeluarkan oleh perusahaan susu tersebut akan tetap laku di pasaran.
Sebaliknya, jika nilai reliabilitas statistik loyalitas konsumen rendah, maka konsumen tidak akan percaya dengan produk-produk yang dikeluarkan oleh perusahaan tersebut.
Reliabel (terandal) adalah kemampuan kuesioner memberikan hasil pengukuran yang konsisten. Reliabilitas adalah sejauh mana suatu variabel atau himpunan variabel adalah konsisten dalam apa yang dimaksudkan untuk mengukur. Mengukur sejauh mana kuesioner, diberikan kepada orang yang sama akan menghasilkan hasil yang sama.
Keterandalan merupakan rasio dari dua hal, atau ditulisakan sebagai berikut :
𝑅𝑒𝑙𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑦 = 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟𝑛𝑦𝑎 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ
Dengan kata lain, reliabilitas sebagai proporsi “kebenaran” dari hasil pengukuran. Dengan demikian , reliabilitas bisa kita tulis ulang sebagai 𝑅𝑒𝑙𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑦 = 𝑟𝑎𝑔𝑎𝑚 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟𝑛𝑦𝑎 𝑟𝑎𝑔𝑎𝑚 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑢𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛 Atau 𝑅𝑒𝑙𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑦 = 𝑣𝑎𝑟 (𝑇) 𝑣𝑎𝑟 (𝑥)
2.4.2 Validitas
Istilah Validasi pertama kali dicetuskan oleh Dr. Bernard T. Loftus, Direktur Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat pada akhir tahun 1970-an, sebagai bagian penting dari upaya untuk meningkatkan mutu produk industri farmasi.
Terdapat banyak definisi dan pengertian tentang validasi. US FDA (Badan pengawasan Obat dan Makanan, Amerika Serikat) dalam The FDA’s 1987 Guideline mendefinisikan validasi sebagai. ”Establishing documented evidence, which provides a high degree of assurance that a spesific process will consistently produce a product meeting its pre-determined spesifications and quality characteristics.”
Salah satu ukuran validitas untuk kuesioner adalah apa yang disebut validitas konstruk (construct validity). Dalam pemahaman ini, sebuah kuesioner yang berisi beberapa pertanyaan untuk mengukur suatu hal, dikatakan valid jika setiap butir pertanyaan yang menyusun kuesioner tersebut memiliki keterkaitan yang tinggi.
Ukuran keterkaitan antar butir pertanyaan ini umumnya dicerminkan oleh korelasi jawaban pertanyaan. Pertanyaan yang memiliki korelasi rendah dengan butir pertanyaan yang lain, dinyatakan sebagai pertanyaan yang tidak valid. Metode yang digunakan untuk memberikan penilaian terhadap validitas kuesioner adalah korelasi produk momen (momment product correlation, pearson correlation) antara Mean butir
pertanyaan dengan Mean total, sehingga sering disebut sebagai inter item-totalcorrelation.
Dalam membuat keputusan valid atau tidaknya sebuah pertanyaan. Yang digunakan nilai ri, semakin besar ri (nilai ri berskisar antara -1 dan 1), maka semakin valid pertanyaan tersebut. Sebaliknya jika ri semakin kecil maka pertanyaan tersebut menjadi semakin tidak valid.
2.4.3 Langkah-langkah Pelaksanaan Validasi
Begitu luasnya cakupan validasi, terkadang membingungkan kalangan praktisi untuk melaksanakan validasi. FDA dalam “Guideline on General Principles of Process Validation”, memberikan panduan
langkah-langkah dalam pelaksanaan validasi, yang tertuang dalam “validation life cycle” berikut ini, yaitu :
1. Membentuk Validation Comitee (Komite Validasi), yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan validasi.
2. Menyusun Validation Master Plan (Rencana Induk Validasi), yaitu dokumen yang menguraikan (secara garis besar) pedoman pelaksanaan. 3. Membuat Dokumen Validasi, yaitu protap (prosedur tetap), protokol
serta laporan validasi. 4. Pelaksanaan validasi.
5. Melaksanakan Peninjauan Periodik, Change Control dan Validasi ulang (revalidation).
2.5 Kansei Engineering
2.5.1 Pengertian Kansei Engineering
Dalam bahasa Jepang kansei memiliki banyak arti yaitu perasaan, kepekaan dan emosi. Ketika seorang konsumen menginginkan produk atau jasa, maka kebutuhan sensorik konsumen akan muncul seperti elegan, murah, unik, dll. Kebutuhan sensorik tersebut yang merupakan suatu
kansei. Dari hal tersebut maka kansei dapat diartikan sebagai rasa psikologis dan fisiologis konsumen terhadap produk atau jasa yang diinginkan.
Kansei engineering biasanya menggunakan kata sifat atau kata perasaan yang akan dijadikan parameter. Kata-kata ini menunjukkan keinginan konsumen terhadap produk, serta mewakili perasaan mengenai kebutuhan konsumen. Dalam pengujian menggunakan 5 atau 7 skala SD (Semantic Differential). Hasil analisisnya yaitu berupa kata sifat yang sering digunakan dapat dipilih untuk merancang skala SD (Semantic Differential). Setelah data SD (Semantic Differential) terkumpul, kemudian menganalisis secara statistik untuk menemukan elemen desain yang sesuai dengan keinginan konsumen. Tujuan dari Kansei Engineering
yaitu:
a. Mengetahui perasaan konsumen tentang produk secara ergonomik dan psikologis. Teknik untuk mengetahui kansei konsumen yaitu dengan Semantic Differential (SD) yang dikembangkan oleh
Osgood. Dibawah ini digambarkan contoh mengenai hubungan
semantic differential untuk mengetahui kansei words berikut:
Gambar 2.1 Semantic Differential For Kansei Words
(Sumber: Nagamichi et. Al, 1999)
b. Mengidentifikasi karakteristik dari desain produk berdasarkan kansei konsumen. Langkah pengidentifikasian dapat dilakukan dengan melakukan survei atau melakukan penelitian atau percobaan ergonomi untuk mengamati elemen – elemen yang berkaitan.
c. Membangun Kansei Engineering sebagai sebuah teknologi ergonomik.
d. Menyesuaikan desain produk dengan perubahan dan persepsi sosial yang sedang terjadi dan sesuai dengan keinginan konsumen.
2.5.2 Semantic Differential
Kansei engineering diawali dengan semantic defferensial, dimana langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
a. Memilih konsep yang berupa kata-kata yang akan dinilai dengan tujuan bipolar (berkutub 2). Kata-kata ini merupakan kata kansei
yang berupa kata sifat dari obyek.
b. Memilih kata-kata kansei atau sepasang kata sifat berdasarkan keinginan dengan skala semantic. Semantic differential ini dilakukan dengan menyebarkan kuisoner kepada subyek responden yang memiliki hubungan. Responden dihadapkan pada beberapa kata dan diminta untuk menilai kata dengan beragam kata sifat yang saling berlawanan pada skala dengan poin 5. Pemberian nilai pada skala poin 5 dilakukan pada kata sifat evaluatif yang saling berlawanan, hal ini digunakan untuk mendefinisikan arti sebuah konsep pembagiannya pada poin dalam ruang semantik multidimensi. Keunggulan teknik Semantic Differensial
dibandingkan dengan metode ”pengskalaan” lain adalah:
1. Semantic differential merupakan kombinasi tipe-tipe skala penilaian dengan menggunakan analisa faktor.
2. Metodenya fleksibel dan simpel untuk dilakukan, dikelola dan dinilai.
3. Semantic Differensial (SD) merupakan metode dengan subyek dari semua pembatasan skala-skala penilaian, kemungkinan memalsukan respon, menyetujui (tendensi untuk menempatkan nilai-nilai diposisi tengah) penandaan sebuah konsep diatas skala yang tak berarti.
4. Nilai validitas dan reliabilitas dari skala Semantic Differensial
pada umumnya menunjukkan nilai yang valid dan reliabel yaitu menunjukkan koefisien hubungan sebesar 0, 80 antara penilaian
Semantic Differensial dengan skala Thurstone, likert dan butman.
2.6 Analisis Faktor
Analisis faktor adalah usaha untuk menyederhanakan hubungan yang kompleks dan hubungan yang bermcam-macam yang ada diantara serangkaian variable yang diteliti dengan cara membuka dimensi-dimensi umum atau faktor-faktor yang bersama-sama menghubungkan variable-variabel yang tidak berhubungan dan sebagai hasilnya factor ini menyediakan pengetahuan ke dalam struktur yang mendasari sebuah data. Sebagai contoh dimensi umum yang mendasari sebuah kelas sosial.
Teknik analisis faktor dikembangkan pada awal abad ke-20. Teknik analisis ini dikembangkan dalam bidang psikometrik atas usaha akhli statistikaw Karl Pearson, Charles Spearman, dan lainnya untuk mendefinisikan dan mengukur intelegensia seseorang. Pada analisis faktor (factor analysis) dapat dibagi dua macam yaitu analisis komponen utama (principal component analysis = PCA) dan analisis faktor (factor analysis = FA).
Kedua analisis di atas bertujuan menerangkan struktur ragam-peragam melalui kombinasi linear dari variabel-variabel pembentuknya. Sehingga dapat dikatakan bahwa faktor atau komponen adalah variabel bentukan bukan variabel
asli. Secara umum analisis faktor atau analisis komponen utama bertujuan untuk mereduksi data dan menginterpretasikannya sebagai suatu variabel baru yang berupa variabel bentukan.
Pada dasarnya analisis faktor atau analisis komponen utama mendekatkan data pada suatu pengelompokan atau pembentukan suatu variabel baru yang berdasarkan adanya keeratan hubungan antardemensi pembentuk faktor atau adanya konfirmatori sebagai variabel baru atau faktor.
Meskipun dari p buah variabel awal atau variabel asal dapat diturunkan atau dibentuk sebanyak p buah faktor atau komponen untuk menerangkan keragaman total sistem, namun sering kali keragaman total itu dapat diterangkan secara sangat memuaskan hanya oleh sejumlah kecil faktor yang terbentuk, katakanlah oleh sebanyak k buah faktor atau komponen yang terbentuk, di mana k < p; umpamanya dari sejumlah variabel p yaitu sebanyak 10 demensi atau item, dari 10 demensi tersebut terbentuk sebanyak k = 2 buah faktor atau komponen yang dapat menerakan kesepuluh demensi atau item semula. Jika demikian halnya, maka akan diperperoleh sebagian terbesar informasi tentang struktur ragam-peragam dari p buah variabel asal yang dapat diterangkan oleh k buah faktor atau komponen yang terbentuk. Dalam hal ini k buah faktor atau komponen utama dapat mewakili p buah variabel asalnya, sehingga lebih sederhana.
Data asli yang dianalisis dalam analisis faktor dinyatakan dalam bentuk matriks berukuran n x p (di mana n jumlah sampel dan p variabel pengamatan), yang dapat direduksi ke dalam matriks yang berukuran lebih kecil dan mengandung sejumlah n pengukuran pada k buah komponen utama atau faktor,
sehingga matriks yang terbentuk berukuran n x k (n jumlah sampel dan k komponen utama atau faktor), dan k < p. Jumlah faktor yang terbentuk adalah sebanyak variabel asal = p, dan k adalah sejumlah faktor yang memenuhi kriteria atau aturan.
Analisis faktor sering kali dilakukan tidak saja merupakan analisis akhir dari suatu pekerjaan analisis statistika atau pengolahan data, tetapi dapat merupakan tahapan atau langkah awal bahkan langkah antara dalam kebanyakan analisis statistika yang bersifat lebih besar atau lebih kompleks. Sebagai misalnya dalam analisis regresi faktor (factor regresion), maka analisis faktor akan merupakan tahap antara suatu analisis statistika dari data awal untuk membentuk variabel baru yang akan menuju ke analisis regresi. Oleh karena itu, analisis faktor digunakan sebagai input dalam membangun analisis regresi yang lebih lanjut, demikian pula dalam analisis gerombol atau cluster analysis di mana faktor atau variabel baru yang terbentuk dipergunakan sebagai input untuk melakukan analisis pengelompokan terhadap suatu set data.
2.7 Kano Model
Metode kano dikembangkan oleh Noriaki Kano, metode kano adalah metode yang bertujuan untuk mengkategorikan atribut-atribut dari produk maupun jasa berdasarkan seberapa baik produk/jasa tersebut mampu memuaskan kebutuhan konsumen (Kano, 1984). Atribut-aribut kebutuhan konsumen dapat dibedakan menjadi beberapa kategori :
Pada kategori keharusan (Must Be) atau kebutuhan dari (Basic needs), konsumen menjadi tidak puas apabila kinerja dari atribut yang bersangkutan rendah, tetapi kepuasan konsumen tidak akan meningkat jauh diatas netral meskipun kinerja dari atribut tersebut tinggi.
b. One-dimensional atau performance needs
Dalam kategori ini, tingkat kepuasan konsumen berhubungan linear dengan kinerja atribut, sehingga kinerja atribut yang tinggi akan mengakibatkan tingginya kepuasan konsumen pula.
c. Attractive atau excitement needs
Sedangkan pada kategori attractive atau excitement needs, tingkat kepuasan konsumen akan meningkat sampai tinggi dengan meningkatnya kinerja atribut. Akan tetapi penurunan kinerja atribut tidak akan menurunkan tingkat kepuasan.
Ketidaktahuan terhadap atribut dapat menimbulkan akibat negatif bagi pihak perusahan. Harus diperhatikan pula bahwa kategori konsumen tersebut tidak tetap sepanjang masa kategori konsumen akan berubah sesuai dengan perkembangan waktu. Secara spesifik atribut attractive akan menjadi one dimensional, dan akhirnya akan menjadi atribut must be. Pada dasarnya kano model terdiri dari 3 tetapi respon konsumen selalu muncul kategori
indifferent, questionable dan reverse. Indifferent, kategori jika ada atau tidaknya layanan tidak akan berpengaruh pada kepuasan konsumen. Reverse (kemunduran) derajat kepuasan konsumen lebih tinggi jika kepuasan packaging berlangsung
tidak semestinya dibandingkan kepuasan terhadap packaging. Questionable
(diragukan) kadangkala konsumen puas atau tidak puas jika packaging itu diberikan.
Gambar 2.2 Dimensi Kano Model
Sumber: Kurtz Matzler, et al, 1996
Gambar 2.2 menggambarkan hubungan antara kepuasan konsumen dengan kinerja dari produk atau jasa untuk ketiga model diatas. Sumbu one dimensional
menggambarkan bahwa apabila atribut yang masuk wilayah ini ditingkatkan maka akan memiliki dampak kepuasan konsumen yang tinggi sedangkan apabila atribut tersebut tidak ditingkatkan maka akan berimbas kepuasan konsumenpun akan menurun. Sumbu must-be menggambarkan bahwa apabila atribut yang masuk wilayah ini ditingkatkan maka kepuasan konsumen tidak akan naik secara signifikan akan tetapi apabila atribut ini buruk dimata konsumen maka penurunan
kepuasan pelanggan akan menurun tajam. Terakhir adalah attractive apabila atribut masuk kedalam kategori ini maka jika atribut ditingkatkan akan membuat kepuasan pelanggan akan meningkat tajam sedangkan apabila atribut ini tidak ditingkatkan maka konsumenpun tidak akan mempermasalahkannya. Namun selain ketiga kategori tersebut juga terdapat indifferent yaitu kepuasan konsumen tidak dipengaruhi oleh sifat produk yang fungsional dan disfungsional, atau dengan kata lain atribut tersebut tidak akan mempengaruhi konsumen.
Dewasa ini banyak pelaku perusahaan yang meningkatkan usaha dibidang
attractive untuk menarik perhatian konsumen dan juga untuk memenuhi kepuasan konsumen agar lebih menerima dan membeli produk mereka. Dengan adanya penambahan attractive tersebut yang bisa berupa produk maupun jasa maka perusahaanpun merasa ditantang untuk berlomba-lomba dalam memberikan layanan tersebut untuk memancing minat para pelanggannya.
Dengan ditngkatkannya atribut attractive tersebut maka respon pelangganpun akan memunculkan kategori indifferent, reverse, dan questionable. Indifferent dimana jika atribut ditingkatkan atau diberikan maka tidak akan berpengarh terhadap kepuasan konsumen. Reverse (kemunduran) yaitu apabila kepuasan konsumen akan meningkat lebih tinggi apabila layanan tidak berjalan dengan semestinya dan dibandingkan apabila atribut ini akan berjalan dengan baik maka kepuasanpun akan menurun. Questionable (diragukan) kadangkala konsumen merasa puas dan juga tidak puas apabila pelayanan ini diberikan.
2.7.1 Pengklasifikasian Kebutuhan Konsumen dalam Kano Kuesioner Kebutuhan konsumen berdasarkan keempat tipe seperti must-be, one-dimensional, attractive dan indifferent dapat diklasifikasikan dalam bentuk kuesioner. Terdapat dua macam pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner yaitu pertanyaan fungsional dan pertanyaan disfungsional. Contoh atribut “Kebutuhan kemasan bandeng duri lunak oleh konsumen”.
a. Pertanyaan fungsional: “Bagaimana pendapat anda bila dilakukan desain ulang kemasan ?”
b. Pertanyaan disfungsional : “Bagaimana pendapat anda bila tidak dilakukan desain ulang kemasan”
Kedua pertanyaan tersebut kemudian dapat diklasifikasikan menjadi enam kategori, yaitu:
1. A = Attractive 2. M = Must-be 3. O = One-dimensional 4. I = Indifferent 5. R = Reverse 6. Q = Questionable
Untuk kategori Attractive. Must-be, One Dimensional dan Indifferent
telah dijelaskan pada gambar 2.1, Reverse adalah penetapan dari perusahaan terbalik dengan apa yang dirasakan oleh konsumen.
Contoh pada pertanyaan fungsional: “Bagaimana pendapat anda bila tidak dilakukan desain ulang kemasan?”, responden menjawab “Saya
mengharapkan hal seperti itu” dan pada pertanyaan disfungsional: “Bagaimana pendapat anda bila tidak dilakukan desain ulang kemasan, responden menjawab “Saya menyukai hal seperti itu”. Jawaban tersebut berarti apa yang ditetapkan oleh perusahaan bertolak belakang dengan apa yang dirasakan oleh konsumen. Sedangkan Questionable adalah jawaban dari konsumen (responden) tidak jelas atau kurang sesuai dengan pertanyaan yang ada.
Menggabungkan pertanyaan fungsional dan pertanyaan disfungsional, maka tipe persyaratan suatu produk dapat diklasifikasikan sesuai tabel 2.1 berikut.
Tabel 2.1 Pertanyaan Fungsional dan Disfungsional dalam Kuesioner Kano
Question Answer
Functional from : If packaging design of bandeng duri lunak are eye catching, artistic, innovative and contains of Semarang Landmark, how do you think?
(1) I like it that way (2) It must be that way (3) I am neutral
(4) I can’t live with it that way (5) I dislike it that way
DisFunctional from : If packaging design of bandeng duri lunak are not eye catching, not artistic, less
innovative and doesn’t contain of Semarang Landmark, how do you think?
Dari contoh pertanyaan diatas, apabila untuk pertanyaan fungsional jawaban yang dipilih adalah (2) it must be that way, sedangkan untuk pertanyaan disfungsional jawaban yang dipilih adalah (5) I dislike it that
way. Maka setelah dicocokkan dalam tabel 2.2, kategori atribut tersebut adalah M (Must-be).
Tabel 2.2 Evaluasi Kano Model Terhadap Kebutuhan Konsumen Functional
(positive) Question
Disfunctional (negative) Question
Like Must be Neutral Live with Dislike
Like Q A A A O
Must be R I I I M
Neutral R I I I M
Live with R I I I M
Dislike R R R R Q
Note: A: Attractive; M: Must-be; R:Reverse; O: One-dimensional; Q: Questionable; I: Indifferent
Sumber : Kurtz Matzler, et al, 1996
Penentuan kategori kano untuk tiap atribut dengan menggunakan Blauth’s formula (walden, 1993), sebagai berikut:
a. Jika nilai (one dimensional + attractive + must be) > jumlah nilai (indifferent + reverse + questionable) maka grade diperoleh nilai paling maksimum dari (one dimensional,attractive, must be) b. Jika jumlah nilai (one dimensional + attractive + must be) <
jumlah nilai (indifferent + reverse + questionable) maka grade nilai diperoleh yang paling maksimum dari (indifferent + reverse +
questionable).
c. Jika jumlah nilai (one dimensional + attractive + must be) = jumlah nilai (indifferent + reverse + questionable) maka grade diperoleh nilai diantara semua kategori kano yaitu (one dimensional + attractive + must be + indifferent + reverse +
2.7.2 Modifikasi Kano Model
Dalam penelitiannya, Llinares dan Page (2011) telah memodifikasi Model Kano dengan menggunakan nilai korelasi faktor untuk mengidentifikasi secara tidak langsung ketika konsumen mempertimbangkan sebuah atribut untuk dimunculkan (bernilai positif) atau ditiadakan (bernilai negatif).
Sebuah atribut yang hadir atau diinginkan oleh konsumen yang termasuk ke dalam atribut positif (PA) merespon pada daerah di atas rata-rata skor atribut. Sebaliknya, atribut yang tidak diimplementasikan atau tidak dihadirkan yang termasuk pada atribut negative (NA) merespon pada daerah di bawah dari skor rata-rata. Itu adalah atribut yang diinginkan dan tidak diinginkan dari nilai relative pada rata-rata populasi seperti terlihat pada gambar 2.3.
Gambar 2.3 Tujuan Modifikasi Terhadap Kano Model Original
Gambar 2.4 Daerah Atribut Berdasarkan Kano Model Modifikasi
Sumber :Llinares dan Page, 2011
Dalam Model Kano Modifikasi ini, nilai korelasi Spearman digunakan untuk mengidentifikasi secara tidak langsung ketika konsumen mempertimbangkan sebuah atribut desain untuk dimunculkan (bernilai positif) atau ditiadakan (bernilai negatif) dalam desain kemasan bandeng duri lunak.
Pada gambar 2.4 menunjukkan tabel kontingensi dengan kombinasi nilai korelasi dan grafik yang memperlihatkan pasangan dari skor atau nilai korelasi. Axis negative answers menunjukkan hubungan antara axis dan keputusan konsumen ketika axis bernilai negatif. Axis positive answers menunjukkan hubungan antara axis dengan keputusan konsumen ketika axis bernilai positif.
Perhitungan korelasi ini menggunakan nilai rata-rata kata kansei setiap faktor baru. Faktor baru yang dikembangkan lebih lanjut adalah komponen yang berada di area linear atribut, dimana keberadaan atribut di dalamnya akan meingkatkan kepuasan konsumen bandeng duri lunak.
2.8 Analisis Konjoin
Analisis konjoin adalah sebuah teknik yang secara spesifik digunakan untuk memahami bagaimana keinginan atau preferensi konsumen terhadap suatu produk atau jasa dengan mengukur tingkat kegunaan dan nilai kepentingan relatif berbagai atribut suatu produk (Riskinandini, 2006). Analisis konjoin berdasarkan pada subjektifitas konsumen terhadap beberapa kombinasi fitur yang ditawarkan. Subjektifitas konsumen ini diukur melalui peringkat atau skor. Hasil analisis konjoin berupa informasi kuantitatif yang dapat memodelkan preferensi konsumen untuk beberapa fitur produk.
Menurut Murti (2002), Analisis konjoin merupakan sebuah metode multivariat yang unik karena peneliti mula-mula merancang suatu produk hipotesis dengan cara memadukan semua kemungkinan atribut dan masing-masing tingkat atribut produk tersebut. Pada hipotesis tersebut selanjutnya diberikan kepada konsumen atau responden yang akan memberikan evaluasi keseluruhan tentang produk tersebut. Peneliti merancang produk hipotesis dengan cara sedemikian rupa sehingga kepentingan masing atribut dan masing-masing tingkat atribut dapat dianalisis berdasarkan peringkat keseluruhan yang diberikan kepada responden.
Analisis konjoin pertama kali dikembangkan dan memiliki basis teori yang kuat dan psikologis matematis. Teknik survei tersebut digunakan secara ekstensif di bidang riset pemasaran untuk memberikan informasi berharga bagi pengembangan dan peramalan tentang produk baru, segmentasi pasar dan penentuan harga.
Secara umum teknik analisis konjoin dapat menjawab berbagai pertanyaan kebijakan sebagai berikut:
1. Produk baru apa yang memiliki kemungkinan berhasil?
2. Atribut atau karakteristik apa dari suatu produk atau pelayanan menentukan keputusan konsumen untuk membeli produk tersebut? 3. Adakah segmen pasar khusus untuk suatu produk?
4. Promosi apa yang akan berhasil untuk segmen-segmen pasar tersebut? 5. Bagaimana distribusi produk sebaiknya dilakukan?
6. Apakah perubahan-perubahan desain produk akan meningkatkan preferensi konsi,en dan penjualan?
7. Berapakah harga optimal yang dikenakan kepada konsumen untuk sebuah produk atau pelayanan?
8. Mungkinkah harga ditingkatkan mengakibatkan kerugian yang berarti?
Dengan demikian prinsip analisis konjoin dapat digunakan untuk berbagai tujuan sebagai berikut:
a. Menunjukkan sejauh mana kesediaan individu melakukan pertukaran antar atribut suatu produk sehingga berguna untuk memutuskan cara optimal dalam mendesain suatu produk.
b. Mengetahui skor keseluruhan berbagai alternatif produk sehingga memungkinkan penentuan peringkat masing-masing produk dalam kerangka menentukan prioritas.
c. Memperkirakan kepentingan relatif dari berbagai atribut prduk sehingga pembuat kebijakan dapat mengetahui dampak masing-masing karakteristik terhadap menfaat keseluruhan.
d. Memperkirakan kepentingan sebuah atribut. Tujuan ini khususnya bermanfaat untuk menilai hasil eksperimen yang jumlahnya lebih dari satu.
e. Menentukan model yang valid tentang keputusan-keputusan konsumen. Model yang valid tersebut memungkinkan prediksi tentang penerimaan konsumen terhadap kombinasi atribut.
Dalam mengungkapkan kepentingan suatu atribut produk, survei pemasaran tradisional memberikan nilai terhadap masing-masing atribut produk baik berupa peringkat atau skor. Di pihak lain, analisis konjoin meminta responden memberikan nilai atribut produk secara tak langsung melalui pilihan-pilihan produk secara keseluruhan, masing-masing dengan konfigurasi atribut tertentu. Dengan kata lain, responden secara tak sadar digiring utnuk melakukan pertukaran nilai atribut produk.
Hasil-hasil analisis konjoin produk dapat digunakan untuk mengembangkan model-model simulasi pasar di masa yang akan datang. Pasar terus berubah dengan masukanya kompetitor, bertambahnya produk bary, meletusnya perang dan harga perang iklan. Dengan pendekatan survei tradisional setiap kali nerlangsung perubahan pasar, perubahan survei baru perlu segera dilakukan untuk mengetahui apa yang dirasakan orang tentang perubahan tersebut dan bagaimana
pengaruhnya terhadap keputusan pembelian mereka. Dengan analisis konjoin, perubahan produk atau pasar dapat disatukan dalam suatu model stimulasi untuk menghasilkan prediksi-prediksi tentang tanggapan pembeli terhadap perubahan tersebut.
Ada beberapa prosedur yang harus dilakukan dalam menggunakan analisis konjoin sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi Atribut
Tahap pertama analisis konjoin adalah menentukan atribut atau kriteria yang digunakan konsumen untuk membeli atau memilih produk. Ada sejumlah metode yang dapat digunakan untuk keperluan tersebut yaitu peneliti menentukan terlebih dahulu atribut dan kriteria sesuai dengan pertanyaan penelitian, menelusuri kepustakaan melakukan wawancara individual dan melakukan serangkaian diskusi kelompok. 2. Menentukan Level Atribut
Setelah atribut ditentukan, tahap kedua menentukan tingkat masing-masing atribut. Tingkat atribut dapat diukur dalam skala cardinal, ordinal atau kategorikal. Tingkat atribut tersebut harus dibuat masuk akal dan dapat direalisasikan sehingga mendorong responden untuk menjawab analisis konjoin dengan serius.
3. Memilih Skenario
Tahap ketiga adalah memilih skenario yang paling disukai. Skenario tersebut menggambarkan semua kemungkinan dari atribut
maupun level atribut yang sudah ditentukan. Jumlah skenario meningkat seiring dengan meningkatnya atribut dan level atribut produk.
4. Menentukan Preferensi Responden
Tahap berikutnya adalah menyajikan skenario hipotesis yang sudah dipilih kepada responden. Preferensi skenario dalam kuisioner diungkapkan dengan menggunakan pilihan diskret. Kepada responden disajikan sejumlah pilihan dan untuk masing-masing pilihan, responden diminta memilih satu skenario/produk yang paling disukai.
5. Analisis Data
Analisis data konjoin dapat digunakan dengan menggunakan salah satu model regresi probit atau logit. Probit dan logit merupakan model analisis regresi yang banyak digunakan dalam ekonometri. Ekonometri adalah cabang ilmu ekonomi yang menerapkan metode statistik dan matematik untuk menganalisis data empiris ekonomi.
2.8.1 Membentuk Stimulus
Ada dua cara membentuk stimulus pada analisis konjoin yaitu pendekatan pasangan (the pairwise approach) dan prosedur profil penuh
(full-profile procedure). Di dalam pendekatan pasangan juga disebut evaluasi dua faktor, responden menilai dua atribut setiap kali sampai semua kemunginan pasangan dua atribut telah selesai dievaluasi.
Pendekatan profil penuh mengevaluasi banyak faktor atau lengkap dari merk, bentuk dari semua atribut. Pendekatan pairwise digunakan untuk
mengurangi jumlah perbandingan pasangan dengan menggunakan cyclical design. Sama halnya dengan pendekatan full-profile, jumlah stimulus profil dapat dikurangi dengan menggunakan fractional factorial design. Suatu kelas khusus fractorial design yang disebut orthogonal arrays memungkinkan untk mengestinate semua main effects.
2.8.2 Orthogonal Array
Orthogonal arrays memungkinkan desain yang mengasumsikan bahwa semua interaksi yang tidak penting bisa diabaikan.
2.8.3 Model Dasar Analisis Konjoin
Model dasar analisis konjoin yang dirumuskan secara sistematis sebagai berikut µ x = 𝑎𝑖𝑗 𝑥𝑖𝑗 𝑘𝑖 𝑗 =1 𝑚 𝑖=1 ... (2.1) (Sumber: Riskinandini, 2006) Dimana:
µ (x) = seluruh utility dari suatu alternatif
aij = sumbangan utility yang terkait terkait dengan level j (j,j) = 1,2,...,k) dari atribut ke 1 (i, i = 1,2,....m)
ki = banyaknya level atibut i m = banyaknya taribut
x = 1 jika level ke j dari atribut 1 terjadi, 0 jika tidak
Penerapan Analisis Konjoin digunakan untuk mengetahui hubungan antara elemen desain (bahan, bentuk, label, warna dan asesoris) dengan kata kansei yang ada pada faktor baru yang terpilih. Input yang digunakan dalam analisis konjoin adalah nilai rata-rata setiap kansei word pada setiap sampel stimuli dan card design. Adapun kata kansei yang digunakan adalah kata kansei yang terhimpun dalam faktor baru yang berada dalam linear atribut Model Kano, dimana komponen tersebut merupakan atribut yang disukai dan diharapkan oleh konsumen.
42
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian digunakan sebagai dasar pedoman tahapan penelitian, dimulai dari observasi awal, identifikasi masalah dan tujuan, pengumpulan data, pengolahan data, analisis hasil, redesain kemasan, implementasi, perbandingan hasil hingga penarikan kesimpulan dan saran. Tahapan penelitian disajikan pada Gambar 3.1.
Observasi Awal Mulai
Identifikasi Masalah Penentuan Tujuan Penelitian
PENGUMPULAN DATA 1. Kondisi Kemasan Awal 2. Pengumpulan Kansei word 3. Penyebaran Kuisioner SD I 4. Penyebaran Kuisioner SD II
PENGOLAHAN DATA 1. Uji Validitas dan Reliabilitas 2. Pengolahan Kuisioner SD I & II 3. Analisis Faktor
4. Pemetaan Kano Model 5. Analisis Konjoin
ANALISIS DATA
1. Analisis hasil Kansei Engineering 2. Analisis hasil pemetaan Kano Model 3. Analisis Hasil Konjoin
USULAN REDESAIN Melakukan redesain kemasan berorientasi konsumen menggunakan
software CorelDraw dan Photoshop serta mencetak kemasan baru
IMPLEMENTASI
Melakukan skenario penjualan dengan memperlihatkan kemasan baru kepada konsumen serta melakukan wawancara
mengenai citra kemasan baru
ANALISIS IMPLEMENTASI Melakukan analisis mengenai citra
kemasan baru menurut konsumen
Kesimpulan dan Saran
Selesai
3.1 Observasi Awal
Obervasi awal dilakukan untuk mendapatkan gambaran umum dan kondisi lapangan. Observasi ini dilakukan dengan pengenalan kondisi UKM dan sistem penjualan. Selain itu kuisioner awal dibagikan guna mengetahui tingkat kepuasan konsumen terhadap kondisi kemasan yang telah ada sebelumnya.
3.2 Identifikasi Masalah
Setelah dilakukan observasi awal di UKM New Istichomah maka dilakukan identifikasi masalah yang harus dipecahkan. Masalah tersebut tentunya disertai dengan dukungan data dan bukti bukti yang valid serta wawancara kepada ketua UKM.
3.2.1 Objek Penelitian
UKM “Bandeng Duri Lunak” atau Bandeng Presto New Istichomah
berdiri sejak tahun 1996. UKM ini merupakan Ketua dari beberapa UKM yang ada di bawah binaan dari dari Disperindag, Dinas UKM, Dinas KKP. UKM ini terletak di Jl. Dworowati VI Rt. 01 Rw. 09, Krobokan Semarang Barat Jawa Tengah. Anggota UKM “Bandeng Duri Lunak” di Krobokan saat ini sebanyak 15 pengusaha kecil atau unit usaha. Berdasarkan data tahun 2009, tiap unit usaha bandeng presto mengolah bandeng mentah antara 600 kg hingga 5.100 kg bandeng mentah per bulan, dengan jumlah mencapai 29.100 kg per bulan.
Bandeng dengan merek dagang New Istichomah ini merupakan pengusaha bandeng duri lunak yang menggunakan bantuan para peneliti dari Universitas di Semarang untuk melakukan inovasi pembuatan
bandeng. Dalam inovasinya, pembuatan bandeng ini dilakukan dengan menggunakan teknologi LTHPC – Low Temperatur High Pressure. Teknologi ini dilakukan untuk menjaga kadar protein yang terkandung dalam bandeng setelah dilakukan vacuum.
Bahan baku yang digunakan dalam perusahaan ini berasal dari pengepul ikan segar bandeng dan menggunakan kriteria ukuran, bentuk, serta kesegaran ikan bandeng sebelum dilakukan proses berikutnya.
Pemasaran dari bandeng presto ini selain di kota Semarang, juga telah merambah ke kota Batam, Jakarta. Berdasarkan skalanya, usaha ini termasuk industri rumah tangga (pekerja di bawah 4 orang). Namun demikian melihat omzet usaha maupun peluang pasarnya, usaha pengolahan ikan bandeng ini mempunyai rantai panjang dan melibatkan banyak tenaga kerja (mulai dari petani tambak hingga tenagan pemasaran) sehingga sangat berpengaruh terhadap aktivitas perekonomian masyarakat. 3.3 Penentuan Tujuan Penelitian
Tahap ini dilaksanakan untuk mendapatkan tujuan dari pelaksanaan pengamatan lapangan. Tujuan disesuaikan dengan masalah yang telah ditemukan di lapangan.
3.4 Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah :
1. kemasan baru dari kemasan bandeng duri lunak sebelumnya dan tidak termasuk pada olahan produk bandeng duri lunak