• Tidak ada hasil yang ditemukan

TRADISI PENGUBURAN DALAM GUA DAN CERUK PADA MASYARAKAT WEB DI KAMPUNG YURUF DISTRIK WEB KABUPATEN KEEROM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TRADISI PENGUBURAN DALAM GUA DAN CERUK PADA MASYARAKAT WEB DI KAMPUNG YURUF DISTRIK WEB KABUPATEN KEEROM"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

TRADISI PENGUBURAN DALAM GUA DAN CERUK PADA

MASYARAKAT WEB DI KAMPUNG YURUF DISTRIK WEB

KABUPATEN KEEROM

Klementin Fairyo (Balai Arkeologi Jayapura)

Abstract

Burial in caves and niches on the Web is a prehistoric tradition continues. The tradition has been entrenched so that people in the process of implementation of the burial sites in caves and niches, often perform ritual dances accompanied by traditional feast. Archaeological evidence of burial traditions in the caves and niches are the archaeological remains in the form of human skulls, container crates, and the provision of the grave in the form of a dinner plate, bowl to drink, where betel lime, necklaces, camshaft, arrows, dogs and skull cow skull. Burial site in the caves and niches in Kampung District Yuruf Web can be encountered on how the site is the burial cave caves Yadumblu, Jigiyaw niche, niche Gumumblu 2, and complex cave site Yanglebi comprising caves, alcoves and cliffs.

Key words: tradition, burial, people, sites, caves, niches.

Pendahuluan

Tradisi penguburan dalam gua bagi kelompok masyarakat tertentu, sesungguhnya terjadi secara alami yang disebabkan oleh kondisi topografi dan letak geografis wilayah. Lagi pula pemanfaatan gua dipengaruhi oleh tingkat kecerdasan manusia pendukungnya yang masih terbatas yang hanya dapat menerima apa yang diberikan oleh alam sehingga gua dan ceruk merupakan pilihan yang tepat karena dengan sedikit perubahan dan tanpa harus membangun, gua-gua atau ceruk dapat dimanfaatkan oleh manusia pada masa lampau. Para arkeolog memandang gua dan ceruk sebagai ruang multi fungsi, seperti diungkapkan oleh Simanjutak (dalam Prasetyo, 2004), bahwa ketika manusia mulai menyadari perlunya lokasi khusus untuk tempat berlindung dan tempat melakukan

(2)

aktivitas sehari-hari maka gua dan ceruk merupakan pilihan yang tepat. Dengan kata lain eksploitasi gua dan ceruk sudah dilakukan oleh manusia sejak masa prasejarah (kala holosen), gua seringkali dimanfaatkan sebagai ruang multi fungsi; yaitu sebagai tempat hunian,pusat kegiatan industri dan tempat penguburan. Untuk aktivitas penguburan dalam gua, dilakukan oleh kelompok masyarakat yang memiliki persamaan persepsi dan saling memahami, sehingga terbentuk suatu kebiasaan, adat-istiadat dalam kelompok masyarakat.

Menurut Soejono (2008 : 112), bahwa pemanfaatan gua dan ceruk sebagai tempat penguburan pada akhir masa prasejarah di Indonesia merupakan salah satu bagian terpenting dalam proses kehidupan manusia. Karena pentingnya peristiwa ini maka tidak jarang pelaksanaannya juga disertai dengan penyelenggaraan upacara-upacara besar dan megah, terlebih-lebih yang meninggal adalah para pemimpin atau orang-orang terpandang. Pentingnya upacara kematian dalam proses hidup manusia telah menyebabkan berkembangnya sistem-sistem penguburan yang berlangsung pada masa itu. Tradisi seperti ini bahkan sampai sekarang masih dijumpai di beberapa tempat di Indonesia seperti di Toba Batak, Nias, Toraja, Sumba, Babar, Buru, Sula dan beberapa pulau lainnya di bagian timur Indonesia.

Bentuk - bentuk penguburan dalam gua dan ceruk di wilayah Papua dapat ditemui di wilayah Biak, Nabire,Waropen, Wamena, dan Keerom. Untuk wilayah Keerom ditemukan di Kampung Yuruf Distrik Web yaitu situs penguburan gua Yadumblu, situs Gumumblu 2, dan situs gua Yanglebi. Melihat pada bentuk penguburan dalam gua di Papua umumnya memiliki kesamaan namun terdapat juga perbedaan dalam latar dan ritual pada tiap wilayah. Perbedaan tersebut seperti dijumpai pada penguburan gua /ceruk di wilayah Web Kabupaten Keerom dengan wilayah Napan Kabupaten Nabire. Letak perbedaan adalah tata cara penguburan, misalnya untuk wilayah Napan dalam proses penguburan jenasah tidak dilakukan upacara khusus sedangkan di wilayah Web dilakukan upacara ritual sebelum jenasah disemayamkan sampai dengan mengantar tulang-tulang dari jasad tersebut ke gua dan ceruk (Tim Peneliti, 2011). Selain itu, masyarakat Web dalam upacara penguburan, mempunyai tahapan-tahapan yang harus dilalui sebagai tanda penghormatan kepada simati dan leluhur.

Tradisi penguburan dalam gua dan ceruk, khususnya di Kampung Yuruf, Distrik Web, Kabupaten Keerom sangat menarik untuk dikaji, karena sejauh ini belum pernah ada yang menulis tentang penguburan dalam gua di Distrik Web.

(3)

Permasalahan

Berdasarkan uraian tersebut di atas maka permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah:

1. Bagaimana bentuk penguburan gua dan ceruk pada masyarakat Web?

2. Makna apa yang terkandung dalam tradisi penguburan gua dan ceruk tersebut? Tujuan

Tujuan dari penulisan ini yaitu:

1. Untuk mengungkapkan bentuk penguburan dalam gua dan ceruk pada masyarakat Web

2. Untuk mengetahui makna yang terkandung dalam tradisi penguburan dalam gua dan ceruk

Metode penulisan

Kajian terhadap tradisi penguburan dalam gua dan ceruk merupakan hasil dari penelitian arkeologi yang telah dilakukan di Kampung Yuruf, Distrik Web, Kabupaten Keerom. Dalam tahap penulisan ini metode yang digunakan adalah pendekatan etnoarkeologi, survei lapangan, wawancara dan melakukan kajian pustaka yang membahas tentang berbagai penelitian terkait tradisi penguburan dalam gua dan ceruk. Bentuk dan Tahapan Penguburan Masyarakat Web

Penguburan yang dilakukan oleh masyarakat Web berdasarkan urutan waktu yaitu masa lampau dan masa sekarang. Masa lampau penguburan dilakukan di dalam gua karena pada masa itu mereka belum mengenal agama dan bentuk penguburan ini telah menjadi tradisi yang masih dipertahankan secara baik hingga masa kini. Penguburan masa kini dilakukan dalam tanah karena pengaruh penyebaran agama Kristen Katolik tahun 1950-an, tetapi ini tidak serta merta menghilangkan tradisi dan pemahaman tentang penguburan dalam gua.

Tradisi penguburan dalam gua masa kini dipengaruhi dengan pandangan agama sehingga nampak terjadi singkretisme dalam tradisi penguburan. Misalnya, mereka mempertahankan penguburan dalam gua yang benar karena Tuhan Yesus di kubur

(4)

dalam gua dan leluhur mereka juga di kubur dalam gua, sehingga orang Web mati juga harus di kubur dalam gua. Di sini nampak terjadi dualisme kepercayaan yang saling mempertahankan argumen, sehingga terjadi penggabungan upacara penguburan yaitu secara Katolik manusia yang mati dikubur dalam tanah dan setelah melewati beberapa waktu dilakukan upacara berdasarkan tradisi masyarakat Web bahwa tengkoraknya digali dan dibawa ke gua atau ceruk untuk disemayamkan di sana. Adapun masyarakat yang dipandang mempunyai pengaruh dalam kampung atau yang dilihat sebagai orang terpandang, tetapi ada yang berdasarkan permintaannya sendiri sebelum mati maka penguburannya dilakukan di dalam gua dan setiap penguburan dilakukan upacara menurut tradisi mereka

Penguburan bagi masyarakat Web dilakukan dalam dua tahap yaitu: Tahap Pertama, manusia setelah mati jasadnya terlebih dahulu dibungkus dengan daun sagu yang telah di anyam dengan tali rotan dan mayat tersebut diantar dan diletakkan dalam gua sehingga cairan dari tubuh mayat itu mengering dan dagingnya dimakan habis oleh kumbang sagu dan semut.

Tahap kedua; Pada tahap ini tulang-tulang dari si mati tadi dibawa ke rumah dan diasapi dengan panas api sampai kering dan setelah itu tulang-tulang tersebut siap diantar kembali ke gua yang dikhususkan atau yang dipesan oleh si mati sewaktu masih hidup. Wadah yang digunakan untuk meletakkan tulang-tulang manusia adalah noken

yang terbuat dari bahan nibun.

Masyarakat Web dalam tradisi penguburan baik tahap pertama maupun tahap kedua biasanya diikuti dengan berbagai upacara-upacara adat yang dimeriahkan dengan pesta tari-tarian tengkorak (waftaro heru) yang dikenal dengan tarian kepala panjang dan tari-tarian kepala pendek disertai pesta makan bersama. Sebelum jenasah diantar ke gua maka pada umumnya pelaksanaan ini menunggu terkumpulnya biaya dan bahan persediaan lain yang cukup serta lenyapnya daging dari tulang mayat. Bentuk lainnya adalah tulang-tulang dari simati diisi dalam noken dari bahan nibun dan dibawa pulang ke rumah dan diletakkan pada bagian atas atap rumah dekat dengan tungku api.

Dalam proses jenasah diantar ke gua maka dibuat upacara seperti makan papeda

panas sebagai pertanda dimulainya acara mengantar tengkorak si mati ke gua atau ceruk, acara selanjutnya adalah pesta makan bersama dengan berbagai jenis makanan yang disiapkan keluarga maupun kerabat terdekat.

(5)

Dalam melaksanakan tahapan-tahapan tersebut di atas biasanya diadakan pesta makan bersama, dan kepada anggota keluarga yang berduka, diberikan tanda khusus yaitu menggosok badan dengan tanah selama 7 hari. Menggosok badan dengan tanah merupakan bentuk partisipasi bersama si mati, seperti yang di katakan Muller (2009 : 183) bahwa arwah-arwah dari mereka yang meninggal menuntut bentuk duka cita yang pantas atau kemurkaan mereka dapat merugikan kerabat yang ditinggalkan. Keberadaan bekal kubur maupun upacara ritual dalam proses penguburan memberikan gambaran bahwa di dalam lingkungan kehidupan masyarakat Web masih terdapat keanekaragaman budaya yang berpusat pada kepercayaan tentang dunia kehidupan setelah kematian. Sedangkan keberadaan motif lukisan berupa kadal, kura-kura, matahari, geometris dan abstrak pada gua Yadumblu secara umum bertalian dengan upacara penguburan, upacara penghormatan terhadap roh nenek moyang, upacara kesuburan, upacara inisiasi dan mungkin juga berkaitan dengan ilmu perdukunan dan peringatan atau pesta dari sebuah tradisi serikat rahasia. Hal ini juga didukung oleh data etnografi di wilayah Melanesia yang masih melakukan serikat-serikat rahasia beserta pesta dengan penyertaan atribut-atributnya (Arifin 1997 dalam Tim Penelitian 2010).

Makna Penguburan dalam Gua dan Ceruk

Telah menjadi tradisi dalam masyarakat Web untuk menguburkan jenazah di dalam gua dan ceruk dengan pandangan sebagai berikut:

1. Dalam pandangan orang Web jika mayat dikuburkan di luar gua atau di dalam tanah akan membuat pencemaran. Pencemaran yang dimaksudkan adalah cairan dari jenazah tersebut akan meresap kedalam tanah dan ikut terbawah air ke sungai, sehingga orang yang menggunakan air sungai tersebut akan terkena berbagai penyakit dan mati. Bertolak dari pandangan ini maka penguburan jenazah dilakukan di gua dengan harapan bahwa cairannya tidak dapat meresap dan terbawa air ke sungai. 2. Penguburan dalam gua juga bertujuan agar jasad simati tidak dilupakan begitu saja

oleh kaum keluarga melainkan dapat dikenang terus oleh generasi berikutnya.

3. Adanya pandangan orang Web yang dipengaruhi oleh penyebaran agama Katolik sehingga mereka berpendapat bahwa penguburan dalam gua yang benar karena sebagai bukti Tuhan Yesus mati dikuburkan juga dalam gua.

(6)

Foto Tanda Salib dalam situs Penguburan Gua Yanglebi (Dok. Balai Arkeologi Jayapura)

Peninggalan Situs Kubur dalam Gua dan Ceruk di wilayah Web

Bukti-bukti arkeologi dari pemanfaatan gua dan ceruk sebagai tempat penguburan masih dapat ditemukan seperti gua Yadumblu, gua Gumumblu, dan kompleks situs gua Yanglebi. Temuan arkeologi yang ditemukan pada situs tersebut berupa tulang-tulang manusia dan bekal kubur berupa benda-benda kesayangan dari simati, bahkan terdapat juga motif-motif lukisan prasejarah pada situs penguburan gua Yadumblu. Bekal kubur berupa benda-benda kesayangan dari si mati, berupa peralatan makan minum, atau peratan yang sering digunakan sehari-hari seperti piring makan, mangkuk minum dan peralatan kerja berupa panah juga noken. Selain itu terdapat juga tengkorak anjing yang diletakkan berdekatan dengan tengkorak manusia.

Situs Gua Yadumblu

Secara geologi Gua Yadumblu merupakan gua alam yang terbentuk dari batu gamping. Gua ini terletak di atas perbukitan yang sangat tinggi dan jauh dari pemukiman penduduk, untuk mencapai gua ini harus melewati bukit batu dan tebing-tebing karang, kondisi jalan untuk mencapai gua ini sangat sempit dan terjal. Adapun ciri fisik dari Gua

(7)

Yadumblu yaitu memiliki sebuah pintu yang sempit, ukuran tinggi pintu masuk gua 70 cm, lebar pintu 1,35 m, lebar ruangan dalam gua 3,60 m, tinggi ruangan dalam gua 3,50 m. Bagian dalam gua terdiri atas dua ruangan, ruangan pertama dari mulut gua berbentuk memanjang, ruangan bagian dalam berbentuk setengah lingkaran dan batas dari ruangan bagian dalam gua ini merupakan ruangan terbuka dan dibatasi oleh tebing karang yang sangat terjal. Pada situs ini terdapat motif lukisan berupa, kadal, tifa, tapak kaki manusia, kura-kura kali, topeng, matahari, abstrak, bentuk geometris, dan motif lainnya sudah pudar dan tidak teridentifikasi. Lukisan yang ada pada situs gua Yadumblu, dibuat dengan cara digaris/dilukis pada dinding-dinding tebing dengan mengunakan bahan-bahan cat yang berwarna merah dan hitam.

Berdasarkan pada kondisi fisik gua maupun lingkungannya maka Gua Yadumblu, dimanfaatkan sebagai tempat penguburan, hal ini didukung oleh temuan arkeologi berupa tujuh tengkorak kepala manusia, dua peti kayu berisi tulang-tulang manusia, ada juga tulang-tulang manusia yang berserakan pada permukaan lantai gua dan ada sebagian tulang-tulang tersebut yang dimasukkan dalam kantong dan digantung pada celah dinding gua. Di situs ini ditemukan juga bekal kubur berupa satu tas/noken berisi benda-benda kesayangan dari si mati. Benda-benda tersebut adalah tempat sirih kapur, kalung dan peralatan makan minum.

Foto 2. Tulang tengkorak manusia di gua Yadumblu

(dok. Balar Jayapura) Foto 3. Ruang bagian dalam gua Yadumblu (dok. Balar Jayapura)

(8)

1. Situs Gumumblu 2

Situs Ceruk Gumumblu 2 terletak kurang lebih 150 m dari situs lukisan dinding gumumblu 1. Situs ini merupakan tempat penguburan. Bentuk situs memanjang dan tingkat pencapaian ke situs ini cukup sulit karena melewati bukit batu dan tebing karang, pada situs ini ditemukan tulang-tulang manusia berserakan di atas permukaan tanah dan ada juga sebagian tulang-tulang manusia yang dimasukkan dalam wadah berupakantong karung dan digantung pada celah batu, Berdasarkan pada temuan tulang-tulang manusia dan bekal kubur tersebut menunjukkan bahwa penguburan pada situs ini merupakan penguburan sekunder, yaitu penguburan yang dilakukan setelah penguburan pertama. Pada tahap ini, biasanya hanya tulang-tulang yang tersisa atau tulang-tulang tertentu saja yang diambil dan dimasukkan dalam wadah kemudian diletakkan di gua/ceruk.

2. Situs Penguburan Jigiyaw

Secara geografis Situs Jigiyaw terletak pada 03o 36’ 24.6” LS dan 140o 53’

37.1” BT. Arah hadap situs ke timur. Situs penguburan Jigiyaw berada di Dusun Yuruf 1, letak situs ini berdekatan dengan pemukiman penduduk. Adapun Ciri fisik situs ini adalah tebing karang dengan lebar tebing 16 m, tinggi tebing + 20 m. Pada situs ini ditemukan beberapa makam kristen, di bagian lain dari tebing ini juga terdapat celah pada permukaan tebing, celah tersebut terdapat 1 tengkorak manusia dan tengkorak anjing. Menurut Bapak Yustinus Watai, Situs Jigiyaw merupakan tebing karang yang membatasi antara suku Nabar dengan tiga suku besar yaitu Sumel, Humel dan Watai. Situs ini dulunya dimanfaatkan sebagai hunian oleh tiga suku tersebut untuk melaksanakan aktivitas mereka sehari-hari seperti berburu dan meramu sagu. Situs ini beralih fungsi sebagai tempat penguburan sekitar tahun 1970. Temuan fragmen tengkorak manusia dan fragmen tulang anjing yang diletakkan berdekatan pada celah tebing dari situs ini, dapat memberikan gambaran bahwa manusia mempunyai hubungan yang dekat dengan anjing atau dapat dikatakan bahwa anjing merupakan binatang yang dapat menolong manusia dalam hidupnya seperti berburu dan juga dimanfaatkan sebagai penjaga tempat tinggal.

(9)

Gua Yanglebi

Situs Yanglebi berada kurang lebih 100 m dari Situs Jigiyaw. Situs ini merupakan tebing karang yang didalamnya terbentuk ceruk dan gua. Letak situs ini berada di depan pos Yonif 141 Yuruf. Dilihat dari keadaan topografinya situs Yanglebi berada pada lokasi yang cukup terlindung yaitu di atas tanah yang datar dan di sekitarnya tumbuh beragam jenis pepohonan. Pada situs ini terdapat 3 ceruk dan 1 gua yang digunakan sebagai tempat penguburan. Untuk lebih jelasnya keadaan gua dan ceruk tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

Ceruk Yanglebi 1

Ceruk 1 merupakan ceruk karang yang terletak disebelah barat daya. Secara geografis ceruk ini terletak pada 03o 36’ 24.6” LS dan 140o 53’ 37.1” BT. Arah hadap situs

ke timur. Adapun ciri fisik dari situs ini adalah tebing karang dengan lebar tebing 15,80 m, tinggi kurang lebih 15 m. Pada permukaan dinding tebing ditemukan ceruk. Bentuk ruang dalam ceruk ini semakin ke dalam semakin mengecil. Pada ceruk ini ditemukan 2 peti kayu berisi tengkorak manusia. Pada halaman tebing karang ini juga terdapat beberapa makam Kristen, dan tulang-tulang manusia di atas permukaan tanah.

Ceruk Yanglebi 2

Ceruk ini terletak di sebelah selatan ceruk 1 dengan jarak antar ceruk pertama kurang lebih 8 m. Ceruk Yanglebi 2 memiliki ukuran tinggi mulut ceruk 3 m, panjang dalam ceruk 4,40 m, pada ceruk ini terdapat 4 tengkorak kepala manusia, di bagian halaman tebing ini terdapat 1 makam Kristen.

Gua Yanglebi 3

Gua ini terletak di sebelah timur laut, panjang dalam gua 22 m, lebar dalam gua 4,10 m, tinggi mulut gua 6 m, kondisi lantai gua lembab dan bentuk lantai datar, komponen alami gua terdapat stalaktit. Tingkat kesulitan pencapaian gua ini sangat sulit karena di depan mulut gua terdapat jurang terjal yang dalam. Pada situs ini juga ditemukan 1 makam Kristen, 2 fragmen tengkorak kepala manusia dan 1 fragmen tengkorak kepala sapi.

(10)

Tebing Yanglebi 5

Situs ini merupakan tempat penguburan, arah hadap situs utara. Ciri fisik situs ini berupa tebing karang, pada situs ini ditemukan satu makam Kristen dan 1 tengkorak kepala manusia. Berdasarkan pada kondisi lingkungan kompleks situs Yanglebi secara keseluruhan yaitu berada pada daerah tanah datar, dekat dengan pemukiman penduduk juga terdapat sumber mata air yang sangat dekat, dapat memberikan gambaran bahwa situs ini layak digunakan sebagai tempat hunian meskipun tidak ada temuan arkeologi yang mendukung. Namun gambaran tersebut dapat didukung oleh informasi dari Bapak Yustinus Watai, bahwa situs Yanglebi sejak dulu merupakan tempat hunian kedua atau merupakan pindahan dari situs Jigiyaw. Temuan tengkorak manusia pada ceruk maupun gua dan temuan beberapa makam Kristen pada kompleks situs Yanglebi dapat memberikan gambaran bahwa situs Yanglebi dalam perkembangan selanjut yaitu sekitar tahun 1970-an telah beralih fungsi menjadi situs penguburan.

Dari keseluruhan hasil deskripsi terhadap gua/ceruk di Dusun Yuruf 1 dan 2, dapat diketahui tradisi penguburan pada gua Yadumblu, Gumumblu, dan kompleks situs gua Yanglebi termasuk dalam bentuk penguburan sekunder, yaitu penguburan yang dilakukan setelah penguburan pertama (primer). Penggunaan wadah peti kayu dan adanya tanda salib pada situs penguburan Jigiyaw dan gua Yanglebi memberikan gambaran bahwa meskipun pengaruh Kristen sudah masuk di wilayah Web namun masyarakat masih melakukan tradisi penguburan masa prasejarah.

Kesimpulan

Penguburan dalam gua dan ceruk telah menjadi tradisi prasejarah berlanjut bagi masyarakat Web. Tradisi tersebut diperlihatkan dengan tahap penguburan pertama dan kedua, yang mana penguburan pertama dilakukan setelah kematian dan penguburan kedua dilakukan setelah jasad menjadi tengkorak. Pemahaman yang melingkupi alam pikiran masyarakat Web tentang penguburan dalam gua dan ceruk diwarnai dengan ketakutan terhadap bahaya yang akan menimpa masyarakat atau manusia yang masih hidup. Sehingga prosesi penguburan dilakukan secara terhormat melalui upacara – upacara kematian dan penguburan. Penguburan tahap pertama dilakukan di gua bertujuan agar cairan dari simati tidak meresap dalam tanah dan dibawa air ke sungai yang akan menimbulkan pencemaran yang berdampak pada wabah penyakit. Penguburan tahap

(11)

kedua dilakukan sebagai bagian dari pesan simati tentang tempat peristirahatannya yang terakhir. Pandangan lain adalah bahwa Tuhan Yesus mati dikuburkan dalam gua, sehingga tradisi penguburan dalam gua tetap dipertahankan.

Bukti dari tradisi penguburan dalam gua dan ceruk tersebut adalah tinggalan arkeologi berupa tengkorak manusia, wadah peti kayu, dan bekal kubur berupa piring makan, tempat sirih kapur, kalung dan noken. Situs-situs penguburan dalam gua dan ceruk di wilayah Web dapat dijumpai pada berapa situs penguburan gua yaitu gua Yadumblu, ceruk Jigiyaw, ceruk Gumumblu dan kompleks situs gua Yanglebi.

DAFTAR PUSTAKA

Fairyo, Klementin. 2011. Survei Prasejarah di Distrik Web Kabupaten Keerom. Berita Penelitian Arkeologi. Balai Arkeologi Jayapura.

Muller, Karl. 2008. Mengenal Papua. Daisy World Books. Muller, Karl. 2009. Dataran Tinggi Papua. Daisy World Books.

Poesponegoro.D.M dan Notosusanto 1993. Sejarah Nasional Indonesia I. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta: Balai Pustaka.

Prasetyo, Bagyo. 2004. Religi pada Masyarakat Prasejarah di Indonesia. Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, Proyek Penelitian dan Pengembangan Arkeologi. Soejono, R.P. 1963: ”Prehistori Irian Barat”dalamKoentjaraningrat dan H.W. Bachtiar

eds. Penduduk Irian Barat. Jakarta: Penerbit Universitas.

Soejono, R.P. 2008. Sistem-Sistem Penguburan pada Akhir Masa Prasejarah di Bali. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional.

Soekmono, R. 1973. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 1. Yogyakarta: Kanisius. Sukendar, Haris. 1999. Metode Penelitian Arkeologi. Jakarta: pusat Penelitian Arkeologi

Nasional.

Tim Penelitian. 2011. Laporan Penelitian Gua dan Ceruk Prasejarah di Kabupaten Jayawijaya. Balai Arkeologi Jayapura.

Gambar

Foto Tanda Salib dalam situs  Penguburan Gua Yanglebi (Dok. Balai Arkeologi Jayapura)
Foto 2. Tulang tengkorak manusia di gua Yadumblu

Referensi

Dokumen terkait

Perilaku Aktivitas Fisik dan Masalah Kesehatan Responden Dalam jurnal ini tidak dijelaskan data mana yang menunjukan bahwa perumahan margahayu B lebih banyak melakukan

Dengan pengajaran terprogram dengan tipe linier and branching yang diterapkan oleh guru Aqidah Akhlak ini, ditemukan perbedaan tingkat kemampuan di kalangan

Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa: pertama, tata cara pengujian qanun Aceh melalui executive review belum memenuhi syarat seperti yang

Proses ini mencakup pengecekan limit credit client jika limit Client mencukupi maka Media Plan dapat dibuat tetapi jika sudah mendekati atau melebihi limit maka akan

Dengan ketiga pendekatan baru untuk menuju ketahanan pangan Indonesia berke- lanjutan 2025, strategi umum pembangunan ketahanan pangan adalah untuk: (1) mengembangkan

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Pengaruh Faktor-Faktor Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan PT. X” adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah mendeskpripsikan dan menjelaskan strategi pemenuhan fungsi ekonomi keluarga yang dilakukan oleh anggota jamaah

Untuk mengetahui berat biji digunakan timbangan elektrik (Galaxy™ 160 Ohaus). Pelaksanaan pengamatan mulai dilakukan satu bulan setelah aplikasi dan selama periode tiga