• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS PELATIHAN PENGEMBANGAN KEPRIBADIAN MAHASISWA (PPKM) TAHAP I TAHUN 2008

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "EFEKTIVITAS PELATIHAN PENGEMBANGAN KEPRIBADIAN MAHASISWA (PPKM) TAHAP I TAHUN 2008"

Copied!
158
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIVITAS PELATIHAN PENGEMBANGAN

KEPRIBADIAN MAHASISWA (PPKM)

TAHAP I TAHUN 2008

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh:

Pandji Putranto Hutomo

029114023

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

Nama : Pandji Putranto Hutomo

Nomor Mahasiswa : 029114023

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

Efektivitas Pelatihan Pengembangan Kepribadian Mahasiswa (PPKM) Tahap I Tahun 2008.

Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 26 Mei 2008

Yang menyatakan

( Pandji Putranto Hutomo )

(5)

Setiap pencarian dimulai dengan keberuntungan bagi si pemula... & setiap pencarian diakhiri dengan ujian berat bagi si pemenang...

Jika engkau meminta sesuatu pada alam, maka seluruh alam akan bersatu untuk membantumu

The Alchemist

-Jika kamu dapat memikirkan apa yang kamu inginkan di dalam benak, dan menjadikannya pikiran yang dominan,

kamu akan mendatangkan keinginan itu ke dalam hidupmu. - The Secret -

Orang sukses mempunyai kebiasaan mengerjakan hal-hal yang tidak suka dikerjakan oleh orang gagal...

Mereka belum tentu suka mengerjakannya... Namun, ketidaksukaan mereka tunduk pada kekuatan

tujuan mereka E. M. Gray

-Dan apa saja yang kamu minta dalam doa dengan penuh kepercayaan, kamu akan menerimanya (Matius 21:22)

Karena itu Aku berkata kepadamu, apa saja yang kamu minta & doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan

kepadamu (Markus 11:24) dan ingatlah...

Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir (Pengkhotbah 3:11)

oleh karena itu...

Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah! (Filipi 4:4)

Bersyukur pada-Nya,

Mengembangkan setiap talenta yang diberikan-Nya, Menjadi saluran berkat-Nya

(Pandji, Juli 2008)

Your attitude is your success

Pandji Putranto Hutomo

(6)

untuk bapak, ibu, adik-adikku,

dan keluarga besarku,

untuk Pandji,

inilah hasil karyamu.

Selamat kamu sudah menyelesaikannya,

untuk semua orang yang selalu belajar,

yang percaya akan mimpi-mimpinya,

dan memperjuangkannya

(7)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak

memuat karya atau bagian dari karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan

dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 26 Mei 2008

Penulis,

Pandji Putranto Hutomo

(8)

ABSTRAK

EFEKTIVITAS PELATIHAN PENGEMBANGAN KEPRIBADIAN MAHASISWA (PPKM) TAHAP I TAHUN 2008

Evaluasi pelatihan merupakan suatu proses yang sangat penting dalam pelaksanaan pelatihan untuk mengetahui efektivitas pelatihan. Hasil yang didapat dari suatu evaluasi pelatihan dapat digunakan memberikan penilaian bagi trainer, memutuskan kelanjutan program pelatihan, dan mendapatkan informasi tentang perbaikan program pelatihan di masa mendatang. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi PPKM secara lebih terstruktur dan mengkaji efektivitas program PPKM.

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah one-group pretest-posttest design. Subjek penelitian berjumlah 799 mahasiswa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang menjadi peserta PPKM tahap I tahun 2008. Pengukuran efektivitas PPKM dilakukan dengan menggunakan 3 model evaluasi pelatihan, yaitu evaluasi reaksi, evaluasi belajar, dan evaluasi perilaku.

Pengolahan data dengan statistik deskriptif diketahui bahwa 51,6% subjek memiliki penilaian positif dan 47,7% subjek memiliki penilaian sangat positif terhadap pelaksanaan PPKM tahap I tahun 2008. Pengolahan data evaluasi belajar dengan menggunakan uji t sampel berpasangan menyimpulkan bahwa ada perbedaan signifikan pengetahuan peserta terhadap materi PPKM tahap I (t = -16,449; p = 0,000). Pengolahan data evaluasi perilaku dengan menggunakan uji t sampel berpasangan terungkap bahwa ada perubahan perilaku yang ditunjukkan peserta antara sebelum dan sesudah mengikuti PPKM tahap I (t = -5,973; p = 0,000). Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa peserta merasa puas dengan pelaksanaan PPKM tahap I tahun 2008 serta mengalami perubahan pengetahuan dan perilaku yang mengindikasikan efektivitas program PPKM tahap I tahun 2008.

Kata kunci: PPKM, evaluasi pelatihan, mahasiswa.

(9)

ABSTRACT

THE EFFECTIVENESS OF STUDENT’S PERSONALITY DEVELOPMENT TRAINING (PPKM) PHASE I YEAR 2008

Training evaluation is a very important process in a training program to know the training effectiveness. The result of training evaluation can be used to evaluate the trainer, decide the continuity of a training program, and get information to improve the training program in the future. Therefore, this research was aimed to evaluate the PPKM program in a more structured way and analyze the effectiveness of PPKM program.

This research used one-group pretest-posttest design. Research participants were 799 students of Sanata Dharma University Yogyakarta who were registered as PPKM phase I year 2008’s participants. The PPKM’s effectiveness were measured using 3 models of training evaluation. Those models were reaction evaluation, learning evaluation, and behavior evaluation.

Based on the analysis using descriptive statistic showed that 51.6% research participants had a positive evaluation and 47.7% research participants had a very positive evaluation to the PPKM phase I year 2008 program. Learning evaluation analysis using paired sample t-test concluded that there was significant difference of participants’s knowledge about PPKM’s subject before attending and after attending PPKM (t = -16.449; p = 0.000). Behavior evaluation analysis using paired sample t-test showed that there was participants’s behavioral change between before attending and after attending the program (t = -5.973; p = 0.000). Thus, it can be concluded that PPKM’s participants satisfied with the PPKM phase I year 2008 program and had a knowledge and behavior change after attending PPKM program. It also indicated that PPKM phase I year 2008 was effective.

Keywords: PPKM, training evaluation, college student.

(10)

KATA PENGANTAR

Satu langkah dalam kehidupan pribadi kembali dijalani oleh penulis.

Berakhirnya proses penulisan skripsi menjadi salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Psikologi dari Program Studi Psikologi Jurusan Psikologi Fakultas

Psikologi Universitas Sanata Dharma (USD) Yogyakarta. Skripsi dengan judul

“Efektivitas Pelatihan Pengembangan Kepribadian Mahasiswa (PPKM) Tahap I

Tahun 2008” ini akan mengakhiri proses pendidikan tinggi yang telah dilalui dan

juga akan menjadi awal dalam perjalanan hidup berikutnya. Oleh karena itu,

penulis bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala penyertaan dan

limpahan kasih karunia-Nya.

Selain itu, penulis sangat ingin berterima kasih kepada pihak-pihak yang

secara langsung maupun tidak langsung membantu dan mendukung proses hingga

saat ini, yaitu:

1. Bapak P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si. selaku dekan Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma,

2. Bapak Minta Istono, S.Psi., M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang

selalu memotivasi penulis dan dengan penuh kesabaran mendampingi dan

melayani tuntutan penulis. Terima kasih Pak untuk semuanya,

3. Ibu Titik Kristiyani, S.Psi., Bpk. C. Wijoyo Adinugroho, S.Psi., dan Ibu A.

Tanti Arini, S.Psi., M.Si. yang telah mendampingi dan membimbing penulis

selama menjalani proses pendidikan di Fakultas Psikologi Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta,

(11)

4. Bpk. Y. Heri Widodo, S.Psi., M.Psi. dan Bpk Y. B. Cahya Widiyanto, S.Psi.,

M.Si. selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak masukan bagi

penelitian ini,

5. Segenap dosen di lingkungan Fakultas Psikologi Sanata Dharma Yogyakarta.

Terima kasih atas segala pengetahuan dan nilai-nilai (value)-nya,

6. Mas Gandung & Mba’ Nanik (sekretariat), Mas Doni (R. Baca), Mas Muji

(laboratorium), & Pak Gi’ (yang selalu mengaku sebagai “PR I” Pembersih

Ruangan lantai I hehe). Kalian memang karyawan yang sangat menyenangkan

dan (menurutku) yang paling humanis se-Sanata Dharma. Terima kasih

setulus-tulusnya dariku,

7. Orangtuaku, Bpk. Roekmyarko & Ibu Agustin. Sekedar terima kasih tidak

akan mencukupi untuk menggambarkan betapa penulis sangat bersyukur dan

merasa diberkati bisa ada di dunia ini. Kasih, semangat, pengorbanan, dan

perjuangan yang telah kalian tunjukkan dan ajarkan menjadi inspirasi yang

luar biasa. Terima kasih dan SALUT yang sangat besar dengan penuh

ketulusan dan kebanggaan untuk kalian,

8. Adik-adikku: Sakti Hario Tamtomo, Hanum Putri Handayani, & Kenyo Sekar

Kinanti. Tawa, canda, tangis, cerah, hujan, gempa, terang, dan gelap yang

pernah kita alami sangat berkesan. Ayo kita pertahankan ritual itu.,

9. Keluarga besar Yohanes Adiyuwono Menase,

10.Keluarga besar Sugihardjo,

11.Christine & Memey, trims untuk pembelajarannya ☺ ,

(12)

12.Rekan-rekan panitia PPKM tahap I Tahun 2008. Pak Heri, Rm. In, Pak Budi,

Pak Har, Bu Rishe, Bu Pipie, Ima, Henny, Boloth, Agnes, Tian, & Rani.

Terima kasih sudah mau menerima penyelundup ini hehehe,

13.Rekan-rekan penelitianku: Tina “tinul” ’04, “mbak” Vani’04, Ditha’04, “mas”

Sronggot’04, Roswita Indra’04, Esti”ndoel” ’04, Nurma’05, Wira’05,

Joana’05, Matilda’05, Uci Island’05, Ita’05, Sari’05, Irai’05, Jessica’05,

Yustiananta “Komenk” ’06, & Aji’06. Tanpa kalian, aku nggak tau kapan aku

selesai memproses 799 subjek. Senang bisa kenal & kerja bareng kalian,

14.Teman-teman seangkatan 2002. Secara khusus Suko, Wawan, Unax, Ajeng,

Donat, Dewi, Sari, Joe, Ohaq, Adi, Tanti, Rio, dan yang telah mendahului jadi

S.Psi. Aku menyusul kalian nih! Untuk Danang, Niko, Tisa, Neri, Windra,

SiYe, Ian “Pongky”, dan teman-teman lainnya... ayo cepetan keluar dari

Psikologi, segera tambahkan S.Psi. di belakang namamu,

15.Teman-teman perkuliahan di kampus Psikologi, dari angkatan ’98 sampai ’07

yang mengenalku. Secara khusus, Hendra’00, Bagus’00, Lala’01, Berta’01,

Eko’01, Tyas’02 (kalian rekan pertamaku dalam kepanitiaan... nice can work

with all of you, trims untuk kebersamaannya juga), Felly’01 (salam ya untuk

adikmu hehe), Oho’01, Bayu’03, Sutaman’03, Abu’03, Topix’03 (aku belum

berhasil rappeling nih), Vonny’04 (sesuai permintaanmu, namamu kusebut

nih... trims dah jadi jam weker ☺), & semua teman yang pernah bersamaku

dalam perkuliahan maupun kepanitiaan,

16.Rekan-rekan, sahabat-sahabat, & keluargaku di Friends Community. Kalian

semua mempengaruhiku secara signifikan ☺ Koh Agoenk San, Mas Siswo,

(13)

mb. Tetra, mb. Nia, Ernest, mb. Sari, Yayie, Asti, Toni, Kris, Dian PA,

Hendy, Widya, ‘tante’ Ella, Ari Yogi, Abe, Sita ‘Congki’, Runnee, Yudhy,

Haqsi, Ci’ Pulke Ratih, Hayu, Amel, Ayu, Maya, & Wiwied. Para generasi

penerus Friends: Krisna, Agung, Kanes, Wulan, Komenk, Sanja, Aji, Ari. Aku

percaya kalian bisa meneruskan kejayaan Friends ☺,

17.Pak Eko Tjia, Papang, Tata, Sisi, kak Dian, kak Rosy, Daniel Gudmen, Mika,

mb. Datik, Esti, mb. Apri, & semua rekan-rekanku di Gloria Edukasindo. Aku

jadi semakin mantap nih di bidang SDM & pelatihan. Doakan ya! Luar Biasa!

Fantastis! Yes... Yes... Yes...!!!

18.Sahabat-sahabatku Doddy, Wawan “MMX”. Sukses bareng yo dab...!

19.dan semua pihak yang belum penulis sebutkan satu persatu. Kalian tidak

terlupakan, kalian tetap berkontribusi.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kelemahan dan

kekurangan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis terbuka

terhadap saran dan kritik yang membangun untuk kesempurnaan skripsi ini yang

bisa disampaikan secara langsung maupun melalui e-mail penulis yang tercantum

di biografi penulis di bagian akhir skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini

bermanfaat bagi pembaca dan semua pihak yang membutuhkan.

Yogyakarta, Agustus 2008

Penulis

Pandji Putranto Hutomo

(14)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... iv

HALAMAN MOTTO... v

HALAMAN PERSEMBAHAN... vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... vii

ABSTRAK... viii

ABSTRACT... ix

KATA PENGANTAR... x

DAFTAR ISI... xiv

DAFTAR TABEL... xviii

DAFTAR GAMBAR... xix

DAFTAR LAMPIRAN... xx

BAB I. PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah... 6

C. Tujuan Penelitian... 6

D. Manfaat Penelitian... 6

(15)

BAB II. LANDASAN TEORI... 8

A. Pelatihan... 8

1. Pengertian Pelatihan... 8

a. Proses Mempersiapkan Pelatihan... 8

b. Metode Dalam Pelatihan... 11

2. Efektivitas Pelatihan... 13

a. Pengertian Efektivitas Pelatihan... 13

b. Faktor-Faktor Penentu Efektivitas Pelatihan... 14

c. Manfaat Pelaksanaan Evaluasi Pelatihan... 17

d. Model Dalam Mengevaluasi Pelatihan... 18

B. Pelatihan Pengembangan Kepribadian Mahasiswa (PPKM)... 25

1. Tujuan Penyelenggaraan PPKM... 25

2. Peserta PPKM... 26

3. Metode Dalam PPKM... 26

C. 7 Kebiasaan Manusia Yang Sangat Efektif... 31

1. Konsep Dasar 7 Kebiasaan Manusia Yang Sangat Efektif... 31

2. Kontinum Kematangan... 38

3. Konsep Dasar Kebiasaan 1... 41

4. Konsep Dasar Kebiasaan 2... 46

5. Konsep Dasar Kebiasaan 3... 47

D. Efektivitas PPKM Tahap I Tahun 2008... 52

E. Hipotesis... 54

(16)

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN... 55

A. Desain Penelitian... 55

B. Variabel Penelitian... 55

C. Definisi Operasional... 56

1. PPKM tahap I tahun 2008... 56

2. Reaksi peserta terhadap PPKM tahap I... 58

3. Pengetahuan peserta terhadap materi PPKM tahap I... 60

4. Perilaku Kebiasaan 1, 2, dan 3... 60

D. Subjek Penelitian... 61

E. Prosedur Penelitian... 62

1. Tahap Persiapan Penelitian... 62

2. Tahap Penelitian... 62

F. Alat Ukur... 63

1. Form evaluasi reaksi... 63

2. Tes pengetahuan materi PPKM... 65

3. Skala Kebiasaan 1, 2, dan 3... 67

G. Teknik Analisis Data... 69

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 72

A. Orientasi Kancah Penelitian... 72

B. Pelaksanaan Penelitian... 73

C. Hasil Observasi Pelaksanaan PPKM tahap I... 75

D. Hasil Penelitian... 77

1. Hasil Uji Asumsi... 77

(17)

2. Deskripsi Data Penelitian... 81

3. Hasil Uji Hipotesis... 85

E. Pembahasan...86

BAB V. PENUTUP... 92

A. Keterbatasan Penelitian... 92

B. Kesimpulan... 94

C. Saran... 94

DAFTAR PUSTAKA... 96

LAMPIRAN... 102

BIOGRAFI PENULIS... 133

(18)

DAFTAR TABEL

halaman

1. Tabel 3.1. Komposisi form evaluasi reaksi... 64

2. Tabel 3.2. Komposisi tes pengetahuan materi PPKM... 66

3. Tabel 3.3. Komposisi skala pribadi efektif... 68

4. Tabel 3.4. Norma kategotisasi evaluasi reaksi PPKM ...69

5. Tabel 3.5. Kategotisasi evaluasi reaksi PPKM ...69

6. Tabel 3.6. Kategotisasi reaksi terhadap isi pelatihan...70

7. Tabel 3.7. Kategotisasi reaksi terhadap metodologi...70

8. Tabel 3.8. Kategotisasi reaksi terhadap lingkungan pelatihan...70

9. Tabel 3.9. Kategotisasi reaksi terhadap fasilitator...71

10.Tabel 3.10. Kategotisasi reaksi terhadap asisten fasilitator...71

11.Tabel 4.1. Jadwal pelaksanaan PPKM tahap I tahun 2008... 73

12.Tabel 4.2. Reaksi Peserta terhadap PPKM tahap I tahun 2008... 81

13.Tabel 4.3. Pre-test & post-test pengetahuan materi PPKM... 84

14.Tabel 4.4. Pre-test & post-test perilaku Kebiasaan 1, 2, dan 3... 85

(19)

DAFTAR GAMBAR

halaman

1. Gambar 2.1. Siklus experiential learning... 28

2. Gambar 2.2. Pertemuan Pengetahuan-Keterampilan-Keinginan... 34

3. Gambar 2.3. Kontinum Kematangan... 39

4. Gambar 2.4. Pohon Kematangan... 40

5. Gambar 2.5. Model perilaku reaktif... 42

6. Gambar 2.6. Model perilaku proaktif... 45

7. Gambar 2.7. Circle of Concern & Circle of Influence... 45

8. Gambar 2.8. Kuadran Waktu... 48

(20)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Form Evaluasi Reaksi... 102

2. Tes Pengetahuan Materi PPKM... 103

3. Skala Kebiasaan 1, 2, dan 3... 104

4. Uji Reliabilitas Evaluasi Reaksi... 105

5. Uji Reliabilitas Tes Pengetahuan Materi PPKM... 107

6. Uji Reliabilitas Skala Kebiasaan 1, 2, dan 3... 110

7. Uji Normalitas Data... 114

a. Uji Normalitas Pengetahuan Materi PPKM... 114

b. Uji Normalitas Perilaku Kebiasaan 1, 2, 3... 119

8. Uji T Sampel Berpasangan Pengetahuan Terhadap Materi PPKM... 124

9. Uji T Sampel Berpasangan Perilaku Kebiasaan 1, 2, dan 3... 125

10.Komentar peserta terhadap PPKM Tahap I Tahun 2008... 126

11.Dokumentasi Kegiatan PPKM Tahap I...131

(21)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan zaman belakangan ini menuntut individu untuk tidak hanya

memiliki keunggulan akademik, tetapi juga keterampilan-keterampilan lain

yang digolongkan ke dalam keunggulan non-akademik (soft skill). Irma (2007)

mengungkapkan hasil survei yang dilakukan oleh National Association of

College and Employee (NACE), USA pada tahun 2002 kepada 457 pemimpin

tentang 20 kualitas penting seorang juara. Nilai akademik (IPK) hanya

menempati urutan ke-17 dalam indikator seseorang dapat berhasil dalam dunia

kerja. Menurut hasil survei tersebut, kualitas yang dibutuhkan individu untuk

menjadi sukses di dunia kerja secara berturut-turut di antaranya adalah

kemampuan komunikasi, kejujuran / integritas, kemampuan bekerja sama,

kemampuan interpersonal, beretika, motivasi / inisiatif, kemampuan

beradaptasi, daya analitik, kemampuan komputer, kemampuan berorganisasi,

berorientasi pada detail, kepemimpinan, kepercayaan diri, ramah, sopan,

bijaksana, kreatif, humoris, dan kemampuan berwirausaha. Sumaryana (2007)

juga mengungkapkan bahwa untuk saat ini, prestasi akademik yang bagus

(yang ditandai dengan perolehan Indeks Prestasi Kumulatif yang tinggi) tidak

dijadikan patokan utama dalam perekrutan tenaga kerja / pegawai. Lebih

lanjut, Sumaryana (2007) menambahkan bahwa prestasi akademik yang tinggi

(22)

egoisme yang terlalu tinggi sehingga mengabaikan aspek kerjasama yang

justru penting dalam sebuah tim kerja.

Hal ini yang kemudian mulai disadari oleh penyelenggara pendidikan di

Indonesia. Penyelenggara pendidikan mulai menaruh perhatian tidak hanya

pada sisi akademiknya, tetapi juga pada sisi non-akademik peserta

akademiknya. Irma (2007) mencatat setidaknya kampus-kampus besar seperti

Universitas Bina Nusantara, STT Telkom, dan ITB mulai merancang kegiatan

pengembangan segi non-akademik, seperti kepemimpinan, interaksi sosial,

kerjasama (teamwork), dll. Bahkan institusi pendidikan dengan tingkat di

bawah perguruan tinggi juga melakukan hal yang serupa. Menurut

pengalaman penulis, sekolah-sekolah di Yogyakarta seperti SMA Bopkri I dan

II, SMA Kolese De Britto, SMA Stella Duce I dan II secara rutin mengadakan

kegiatan pengembangan segi non-akademik peserta didik, seperti

kepemimpinan, kerjasama, motivasi, dll dengan melakukan pelatihan bagi

para peserta didiknya.

Hal tersebut di atas menunjukkan bahwa kegiatan pelatihan menjadi salah

satu usaha untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang ada.

Menurut Departemen Tenaga Kerja Inggris (Bramley, 1991), pelatihan

merupakan sebuah usaha pengembangan yang sistematis terhadap pola

tingkah laku / pengetahuan / ketrampilan / perilaku yang diperlukan oleh

seorang individu untuk mengemban / melaksanakan tugas secara semestinya.

Pengertian yang tidak jauh berbeda dikemukakan oleh Noe (2002) yang

(23)

dilakukan oleh perusahaan (organisasi) untuk memfasilitasi proses

pembelajaran pegawainya (sumber daya manusia) terhadap

kompetensi-kompetensi yang dibutuhkan berkaitan dengan pekerjaannya.

Kompetensi-kompetensi yang dimaksud adalah pengetahuan, ketrampilan-ketrampilan,

atau perilaku-perilaku yang menunjang performansi kerja. Definisi pelatihan

yang disebutkan di atas tampak jelas bahwa tujuan diadakannya pelatihan

adalah untuk mengembangkan pengetahuan, sikap, perilaku, dan performansi

individu. Hal ini didukung oleh pendapat Covey (1997) yang mengungkapkan

bahwa perilaku / kebiasaan seseorang terbentuk karena dipengaruhi oleh

pengetahuan, ketrampilan, dan keinginan / hasrat. Pengetahuan merupakan

paradigma teoritis yang dimiliki seseorang, apa yang harus dilakukannya,

mengapa harus dilakukan. Ketrampilan berkaitan dengan bagaimana kita

melakukannya. Keinginan merupakan motivasi, keinginan untuk melakukan.

Salah satu usaha Universitas Sanata Dharma untuk meningkatkan

keunggulan non-akademik mahasiswanya adalah dengan mengadakan

Pelatihan Pengembangan Kepribadian Mahasiswa (PPKM). Hal ini juga untuk

mendukung visi Sanata Dharma, yaitu sebagai pengembang kaum muda dan

misi Sanata Dharma untuk menyelenggarakan pendidikan humanis, dialogis,

dan utuh (Inisiasi Sanata Dharma 2002).

Pelatihan Pengembangan Kepribadian Mahasiswa (PPKM) menjadi

kegiatan rutin tahunan Universitas Sanata Dharma. Susana (2007)

mengungkapkan bahwa PPKM terinspirasi oleh buku “7 Habits of Highly

(24)

mahasiswa baru memasuki dunia perguruan tinggi dan kehidupan. Konsep 7

Kebiasaan tersebut diharapkan akan membentuk karakter mahasiswa USD dan

dinilai sangat bermanfaat bagi pengelolaan hidup pribadi dan interaksinya

dengan orang lain.

Berdasarkan penjabaran di atas tampak bahwa PPKM dibuat untuk

pengembangan mahasiswa Universitas Sanata Dharma sebagai peserta

pelatihan. Akan tetapi, sayangnya, hingga saat ini, belum ada kajian khusus

yang lebih terstruktur dan terdokumentasi dengan baik dalam membahas

efektivitas PPKM. Penulis hanya mendapatkan data tentang penilaian peserta

dan panitia terhadap pelaksanaan PPKM tahun 1997 (pada saat itu masih

bernama Pelatihan Menjadi Mahasiswa Efektif / PMME). Hal ini tidak sejalan

dengan pendapat Tjia (2006) yang menyatakan bahwa penting untuk

mengetahui efektivitas dari sebuah pelatihan terhadap peserta agar bisa

menemukan formulasi yang tepat bagi program selanjutnya, mengingat

program PPKM merupakan program rutin tiap tahun. Pendapat tersebut

diperkuat oleh Cascio (1998) yang mengungkapkan bahwa langkah-langkah

dalam proses pelatihan dari menganalisis kebutuhan hingga evaluasi pelatihan

merupakan sebuah siklus yang berperan dalam menghasilkan pelatihan yang

efektif. Oleh karena itu, menurut Kristanto (2004), proses evaluasi dalam

pelatihan menjadi salah satu langkah penting.

Alvarez, Salas, & Garofano (2004) mengemukakan bahwa evaluasi

(25)

Sedangkan efektivitas pelatihan merupakan pendekatan teoritis untuk

memahami / menganalisa hasil-hasil pembelajaran yang ada.

Kristanto (2004) menjelaskan alasan yang melandasi perlunya evaluasi

pelatihan, yaitu untuk memberikan validasi bagi trainer; memutuskan apakah

program pelatihan perlu dilanjutkan; dan mendapatkan informasi bagaimana

memperbaiki program pelatihan di masa mendatang.

Model yang sering digunakan untuk mengevaluasi sebuah program

pelatihan adalah model yang diungkapkan oleh Kirkpatrick (Bramley, 1991;

Kristanto, 2004; Liberman, 2006), yaitu model evaluasi pelatihan yang terdiri

dari 4 level, yaitu evaluasi reaksi (level 1); belajar (level 2); perilaku (level 3);

dan evaluasi hasil (level 4).

Ketiadaan evaluasi yang terstruktur dan yang terdokumentasi dengan baik

itulah yang mendasari penulis untuk melakukan penelitian ini. Penelitian ini

akan mengevaluasi program PPKM secara lebih terstruktur dan melihat

efektivitasnya pada level reaksi, perubahan pengetahuan, dan perilaku yang

dimiliki peserta sebelum dan sesudah mengikuti Pelatihan Pengembangan

Kepribadian Mahasiswa (PPKM). Dengan memiliki reaksi yang positif

terhadap program pelatihan dan memiliki pengetahuan baru, maka diharapkan

(26)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang sudah dijabarkan, rumusan masalah yang

diajukan adalah bagaimana efektivitas Pelatihan Pengembangan Kepribadian

Mahasiswa (PPKM)? Penulis ingin mengukur bagaimana reaksi peserta

terhadap PPKM, perubahan pengetahuan, dan perubahan perilaku yang terjadi

sebelum dan sesudah pelatihan.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi PPKM secara lebih

terstruktur dan mengkaji efektivitasnya dengan melihat bagaimana reaksi /

perasaan peserta setelah mengikuti PPKM serta mengukur perubahan

pengetahuan dan perilaku yang terjadi pada peserta PPKM.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini dapat dijadikan sumber informasi dan dasar untuk

melakukan penelitian lain dalam pengukuran efektivitas program

pelatihan.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Pihak Universitas Sanata Dharma

1) Penelitian ini bisa bisa dijadikan masukan / saran bagi Universitas

(27)

untuk menindaklanjuti dan mengembangkan program

pengembangan mahasiswa, khususnya PPKM,

2) Metode dan alat ukur dalam penelitian ini diharapkan bisa

digunakan untuk mengevaluasi dan mengukur efektivitas PPKM

dari pihak peserta.

b. Bagi Praktisi

1) Menjadi tambahan wacana bagi para praktisi pengembangan

sumber daya manusia maupun praktisi pendidikan untuk tidak

melupakan proses evaluasi program pelatihan,

2) Menjadi tambahan pengetahuan untuk mengukur efektivitas

(28)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pelatihan

1. Pengertian Pelatihan

Ada beberapa definisi mengenai pelatihan. Secara sederhana,

Muchinsky (2003) mengungkapkan bahwa pelatihan merupakan proses

dimana pengetahuan (knowledge), keterampilan (skills), dan kemampuan

(abilities) seseorang bertambah / meningkat.

Departemen Tenaga Kerja Inggris (Bramley, 1991), Cascio (1998), dan

Noe (2002) menjelaskan bahwa pelatihan merupakan sebuah usaha

pengembangan yang sistematis untuk memfasilitasi pengembangan pola

tingkah laku / pengetahuan / ketrampilan / perilaku yang diperlukan oleh

seorang individu untuk mengemban / melaksanakan tugas secara

semestinya. Hardjana (2001) menambahkan bahwa pelatihan sebagai

kegiatan yang berlangsung dalam jangka waktu pendek.

Berdasarkan beberapa definisi di atas bisa disimpulkan bahwa

pelatihan merupakan kegiatan yang direncanakan dan dilakukan secara

sistematis dalam jangka waktu pendek untuk mengembangkan

pengetahuan, sikap, kemampuan, dan ketrampilan individu.

a. Proses Mempersiapkan Pelatihan

Seperti sudah dijelaskan bahwa pelatihan merupakan kegiatan yang

(29)

pelatihan. Hardjana (2001) menjabarkan proses – proses yang perlu

dilalui dalam mempersiapkan sebuah pelatihan:

1) Menganalisa kebutuhan pelatihan

Pelatihan diadakan untuk mengadakan perubahan /

peningkatan. Oleh karena itu, yang dimaksud kebutuhan pelatihan

merupakan kekurangan dalam bidang pengetahuan, kecakapan,

ketrampilan, sikap, maupun perilaku.

Untuk menganalisis kebutuhan pelatihan, cara-cara yang bisa

dilakukan adalah wawancara, survei lewat kuesioner maupun

angket, mengadakan tes, maupun observasi untuk mendapat

masukan dari calon peserta.

2) Menetapkan tujuan pelatihan

Ketika kebutuhan pelatihan sudah diketahui, tahap selanjutnya

adalah dengan menetapkan tujuan pelatihan.

Pelatihan terdiri dari berbagai sesi. Tiap sesi memiliki tujuan

tersendiri yang pada akhirnya akan menuju pencapaian keseluruhan

dari sebuah pelatihan.

3) Menyusun materi pelatihan

Materi pelatihan merupakan bahan, topik, atau hal yang

(30)

4) Pemilihan metode, strategi, dan teknik pelatihan

Metode merupakan cara yang sudah dipikirkan secara

masak-masak dan dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah tertentu

guna mencapai tujuan yang hendak dicapai.

Strategi merupakan cara penggunaan metode yang sudah

dipilih dan dirancang untuk menjalankan sebuah pelatihan.

Teknik pelatihan merupakan cara pelaksanaan suatu metode.

5) Menyusun jadwal sesi dalam pelatihan

Ada 5 hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan jadwal

sesi, yaitu:

a) Alur antar sesi jelas, tidak terpisah

b) Jarak antar sesi, perlu diperhatikan waktu-waktu istirahat

c) Nada / tekanan pada tiap sesi

d) Warna / suasana pelatihan

e) Jalinan / jalannya seluruh pelatihan dan hubungan antar sesi

6) Menentukan kelengkapan-kelengkapan pendukung lainnya

Menentukan penanggung jawab, termasuk instruktur /

fasilitator. Selain itu juga mempersiapkan peralatan dan

perlengkapan yang dibutuhkan.

7) Evaluasi pelatihan

Proses evaluasi ini yang sering dilewatkan dalam sebuah

pelatihan (Kristanto, 2004). Evaluasi bisa diadakan untuk seluruh

(31)

b. Metode Dalam Pelatihan

Hardjana (2001) menjelaskan mengenai metode yang dipakai

dalam sebuah pelatihan, yaitu:

1) Metode informatif

Tujuannya adalah untuk menyampaikan data, informasi,

penjelasan, data, fakta, dan pemikiran.

2) Metode partisipatif

Metode ini digunakan untuk melibatkan peserta dalam

pengolahan materi pelatihan.

3) Metode partisipatif – eksperiensial

Metode ini bersifat partisipatif sekaligus eksperiensial, yaitu

mengajak peserta untuk ikut serta dan memberi kemungkinan

kepada peserta untuk ikut mengalami apa yang diolah dalam

pelatihan.

4) Metode eksperiensial

Merupakan metode yang memungkinkan peserta untuk ikut

terlibat dalam penuh pengalaman untuk belajar sesuatu dari

pengalaman tersebut.

Sedangkan teknik-teknik / bentuk pelatihan yang digunakan antara

lain (As’ad, 2004):

1) Ceramah / kuliah

Ceramah disampaikan secara lisan. Metode ini bisa dipakai

(32)

waktu singkat. Kelamahan dari metode ini adalah komunikasi yang

terjadi hanya searah sehingga tidak ada umpan balik dari peserta.

2) Audiovisual

Penggunaan audiovisual di sini bisa berwujud, film, video klip,

maupun musik. Penggunaan media tersebut mampu membantu

memengaruhi emosi peserta (Tjia, 2006) yang membuat peserta

menggunakan lebih dari satu inderanya.

3) Diskusi

Diskusi memiliki tujuan untuk mengembangkan kemampuan

personil dalam pembuatan keputusan dan pemecahan masalah,

menyampaikan informasi baru, dan secara langsung mampu

mengubah sikap-sikap dari peserta. Kelemahannya adalah, metode

diskusi kemampuan pengajarannya lebih lambat.

4) Studi kasus

Studi kasus merupakan uraian tertulis maupun lisan tentang

masalah tertentu yang nyata maupun hipotesis yang didasarkan

pada kenyataan.

5) Role play

Peran merupakan suatu pola perilaku yang diharapkan. Metode

ini terutama digunakan untuk memberi kesempatan kepada para

peserta mempelajari keterampilan hubungan antar manusia melalui

praktek dan untuk mengembangkan pemahaman akan pengaruh

(33)

2. Efektivitas Pelatihan

a. Pengertian Efektivitas Pelatihan

Istilah evaluasi pelatihan dan efektivitas pelatihan seringkali

digunakan sebagai kata yang saling menggantikan, padahal kedua

istilah tersebut memiliki konteks yang berbeda (Alvarez, Salas, &

Garofano, 2004). Evaluasi pelatihan merupakan teknik pengukuran

untuk menguji sampai sejauh mana sebuah pelatihan memiliki tingkat

kesesuaian dengan tujuan. Pengukuran evaluasi pelatihan tergantung

dari tujuan yang ingin dicapai dari sebuah pelatihan dan termasuk

evaluasi isi dan desain pelatihan, serta perubahan–perubahan apa saja

yang dicapai oleh peserta. Evaluasi pelatihan hanya berfokus pada

hasil pembelajaran, hanya membahas bagian kecil dari hasil pelatihan.

Evaluasi pelatihan hanya membahas apakah seseorang perlu atau tidak

mengikuti sebuah pelatihan. Evaluasi penelitian hanya

mendeskripsikan hasil pembelajaran. Atau dengan kata lain, evaluasi

pelatihan adalah pendekatan metodologis dalam pengukuran hasil

belajar dalam pelatihan.

Alvarez et all. (2004) lebih lanjut menjelaskan bahwa efektivitas

pelatihan merupakan pendekatan secara teoritis untuk menganalisis

dan mencapai pemahaman tentang hasil pembelajaran dalam pelatihan.

Efektivitas pelatihan berfokus pada sistem pembelajaran secara

keseluruhan, sehingga menyajikan ulasan yang lebih luas tentang hasil

(34)

pelatihan belajar atau tidak belajar apapun dalam sebuah pelatihan.

Hasil dari analisa efektivitas pelatihan akan bisa mendekripsikan dan

menjelaskan kelebihan dan kekurangan sebuah program pelatihan

sehingga bisa dijadikan acuan untuk penyelenggaraan pelatihan yang

lebih baik di masa mendatang.

b. Faktor-Faktor Penentu Efektivitas Pelatihan

Tjia (2006) menjelaskan ada 5 hal yang menentukan agar program

pelatihan bisa efektif, yaitu:

1) Fasilitator / trainer

Peran fasilitator (trainer) sangat vital dalam sebuah pelatihan.

Trainer memfasilitasi proses belajar yang dilakukan peserta dalam

pelatihan. Persepsi peserta terhadap kredibilitas fasilitator bisa

memengaruhi tingkat partisipasi dalam proses pelatihan. Hal ini

sejalan dengan pendapat dari Steiner, Dobbins, & Trahan (1991)

yang menyatakan bahwa karakteristik-karakteristik yang dimiliki

oleh fasilitator (training staff) dapat mempengaruhi sikap peserta

dalam sebuah pelatihan.

Karakteristik-karakteristik tersebut diantaranya adalah

pengalaman, penguasaan materi, tingkat kepercayaan, dan

kemampuan komunikasi fasilitator bisa memengaruhi efektivitas

pelatihan. Lebih lanjut, Steiner, Dobbins, & Trahan (1991)

mengungkapkan bahwa penerimaan peserta pelatihan terhadap

(35)

pelatihan. Oleh karena itu, ada beberapa hal yang perlu

diperhatikan oleh fasilitator pelatihan, yaitu:

a) Menghindari sikap arogan dan superior dalam presentasi,

b) Bersikap terbuka terhadap segala pertanyaan dan komentar dari

peserta,

c) Memotivasi peserta untuk mengetahui lebih banyak dengan

bertanya,

d) Terlibat dengan peserta, memanggil dengan nama, menjaga

kontak mata dan senyum,

e) Memiliki rasa humor dan cerita-cerita.

2) Peserta

Beberapa hal yang bisa memengaruhi efektivitas pelatihan

antara lain sifat dan tipe kepribadian, motivasi,

kebutuhan-kebutuhan, usia, dan tingkat pendidikan. Bahkan efikasi diri

peserta juga memengaruhi efektivitas pelatihan (Wei, 2006).

3) Topik pelatihan

Materi pelatihan harus mampu menjawab kebutuhan dari

peserta berdasarkan hasil training need analysis. Jika materi

pelatihan tidak mampu menjawab itu semua, pelatihan tidak akan

efektif karena peserta tidak termotivasi untuk belajar.

4) Metode pelatihan

Tjia (2006) merekomendasikan metode experiential learning

(36)

dewasa untuk diaplikasikan agar efektivitas pelatihan menjadi

maksimal.

Selain itu, topik pelatihan hendaknya dibawakan dengan cara

yang mudah dipahami dan jelas, juga bersifat fun dan membuat

peserta merasa terfasilitasi untuk berbuat yang terbaik.

5) Lingkungan

Faktor lingkungan sekitar yang bisa mempengaruhi, antara lain

tata ruang, jumlah peserta, maupun sarana pendukung seperti

musik.

Tata ruang memengaruhi interaksi dan respon peserta selama

pelatihan. Termasuk di dalam tata ruang antara lain, sistem

ventilasi, penerangan, akses keluar-masuk, tempat duduk, dll.

Jumlah peserta hendaknya berkisar antara 16 – 24 orang. Lebih

dari itu, peserta akan cenderung tidak nyaman mengikuti pelatihan.

Sedangkan jika kurang dari 16 juga akan membuat peserta tidak

nyaman, kecuali jika sesama peserta sudah terjalin keakraban

(37)

c. Manfaat Pelaksanaan Evaluasi Pelatihan

Berikut ini merupakan alasan–alasan perlunya melaksanakan

evaluasi pelatihan (Kirkpatrick, 2007; Kristanto, 2004; Liberman

2006; Noe, 2002):

1) Memberikan validasi bagi trainer

Trainer / fasilitator pelatihan merupakan ujung tombak dari

sebuah pelatihan sehingga memegang peranan penting dalam

sebuah pelatihan. Pelaksanaan evaluasi pelatihan akan dapat

memberikan penilaian apakah yang dilakukan fasilitator dalam

pelatihan memberikan hasil yang nyata / mampu mentransfer

materi / topik pelatihan kepada peserta.

2) Memutuskan kontinuitas program pelatihan

Menentukan kontinuitas program pelatihan berarti memutuskan

apakah program pelatihan bisa tetap diadakan untuk kemudian hari

atau tidak. Keputusan tersebut didasari dari kekuatan dan

kelemahan program pelatihan dan disesuaikan dengan kesesuaian

pelatihan terhadap program pengembangan secara keseluruhan,

keberhasilan mentransfer topik kepada peserta, manfaat bagi

peserta maupun organisasi, dan biaya yang harus dikeluarkan.

3) Meningkatkan kualitas program pelatihan

Setelah ada keputusan tentang kontinuitas tentunya perlu ada

perbaikan-perbaikan dari pelaksanaan pelatihan yang sudah

(38)

peserta dengan meminta umpan balik / tanggapan peserta, evaluasi

fasilitator, maupun pihak-pihak lain yang memiliki kepentingan

terhadap program pelatihan.

d. Model Dalam Mengevaluasi Pelatihan

Salah satu model evaluasi pelatihan yang ada adalah model yang

dikembangkan oleh Donald Kirkpatrick (Bramley, 1991; Kristanto,

2004; Liberman, 2006). Wei (2006) mengungkapkan bahwa meskipun

ada beberapa pihak yang mengkritisi model evaluasi ini, tapi model ini

masih merupakan model evaluasi yang beguna untuk mengevaluasi

hasil pelatihan. Pendapat tersebut juga didukung oleh Liberman (2006)

yang mengatakan bahwa model tersebut merupakan model yang paling

populer dan digunakan secara luas dalam melakukan evaluasi

pelatihan.

Model yang dikembangkan oleh Kirkpatrick tersebut terdiri dari

empat model evaluasi, yaitu:

1) Evaluasi reaksi

Model evaluasi reaksi mengukur reaksi / perasaan peserta

terhadap pelatihan, apakah peserta menyukai program pelatihan

yang ada atau tidak, apakah peserta merasa pelatihan yang ada

relevan dengan kehidupan maupun pekerjaannya sehari-hari atau

tidak.

Kristanto (2004) dan Phillips & Stone (2002) mengungkapkan

(39)

hanya menyediakan informasi substantif yang terbatas tentang nilai

sebuah pelatihan sehingga tidaklah bijak dan sangat

kontraproduktif apabila digunakan sebagai satu-satunya metode

evaluasi.

Akan tetapi, Kirkpatrick (1998) dan Phillips & Stone (2002)

menambahkan bahwa model evaluasi reaksi tetap perlu

dilaksanakan karena:

a) Lebih baik daripada tidak ada sama sekali,

b) Mampu mengidentifikasi tren dan keinginan di kalangan

peserta terhadap sebuah pelatihan sehingga bisa menjadi

masukan bagi perkembangan program maupun materi pelatihan

c) Reaksi peserta mampu menjadi indikator apakah peserta akan

mengaplikasikan materi pelatihan.

Metode yang paling sering digunakan dalam pengumpulan data

reaksi adalah kuesioner (Phillips & Stone, 2002). Alliger et all.

(1997) membagi reaksi peserta menjadi 2, yaitu:

a) Reaksi dalam hal afeksi (affective reactions)

Berkaitan dengan apakah peserta merasa nyaman (enjoy)

atau tidak dalam mengikuti pelatihan.

b) Reaksi terhadap kegunaan / manfaat pelatihan (utility

reactions)

Berkaitan dengan apakah materi / topik pelatihan berguna

(40)

kesehariannya, sampai sejauh mana materi / topik

mempengaruhi nilai-nilai dan perilaku yang ditampilkan oleh

peserta dalam kesehariannya.

Dalam kajiannya tersebut, Alliger et all. (1997) menemukan

bahwa reaksi terhadap manfaat / kegunaan dari materi / topik

pelatihan lebih berhubungan sangat erat terhadap transfer materi

pelatihan jika dibandingkan dengan reaksi afeksi.

Phillips & Stone (2002) menjabarkan aspek-aspek dalam

pengukuran reaksi meliputi:

a) Isi (content) pelatihan

Terdiri dari adanya penjelasan tentang tujuan pelatihan,

tercapainya tujuan pelatihan, materi mudah dipahami, dan

penilaian tentang kesesuaian materi / topik dalam kehidupan

sehari-hari.

b) Metode yang digunakan

Berkaitan dengan metode pengajaran, aktivitas-aktivitas,

dan materi yang digunakan untuk membantu peserta

memahami materi dan tercapainya tujuan pelatihan.

c) Lingkungan pendukung

Berkaitan dengan penilaian peserta tentang keadaan

(41)

d) Fasilitator pelatihan

Berkaitan dengan penguasaan materi, kejelasan dalam

penyampaian materi untuk membantu pemahaman peserta,

kemampuan menciptakan lingkungan yang melibatkan peserta

untuk berdiskusi, respon terhadap komentar dan pertanyaan

peserta, kemampuan manajerial kelas yang efektif, kemampuan

menjadi moderator untuk menjaga fokus materi.

e) Rencana aksi (planned actions)

Mengungkap rencana aksi yang akan dilakukan oleh peserta

berkenaan dengan hasil dari setelah mengikuti pelatihan.

f) Penilaian dan komentar tentang program pelatihan secara

keseluruhan

Peserta menilai secara kuantitatif (dengan angka) dan

secara kualitatif (dengan memberi komentar) mengenai

program pelatihan secara keseluruhan.

Kristanto (2004) mengungkapkan bahwa peserta tidak perlu

menyertakan nama pada saat pemberian evaluasi reaksi untuk

mendapatkan respon yang jujur. Selain itu, respon harus segera

didapat setelah sesi terakhir pelatihan agar mampu

mengindikasikan respon secara utuh / satu kesatuan.

2) Evaluasi belajar

Kristanto (2004) mendefinisikan evaluasi belajar sebagai

(42)

pengetahuan, dan / atau peningkatan keterampilan pada saat

program pelatihan selesai”. Kristanto (2004) juga menambahkan

bahwa Kirkpatrick dan beberapa peneliti lain menyatakan bahwa

perubahan perilaku peserta dalam kehidupan sehari-hari tidak akan

terjadi jika peserta tidak menemui perubahan pengetahuan setelah

mengikuti pelatihan. Pengukuran belajar harus mengacu pada

tujuan pelatihan dan berkaitan dengan instruksional pelatihan.

Pengukuran hasil belajar tidak menunjukkan bagaimana

mengaplikasikan hasil belajarnya dalam keseharian, tapi lebih

kepada mengindikasikan efektivitas program pelatihan (Kristanto,

2004).

Cara untuk mengukur perubahan belajar ini harus dilakukan

dengan metode kuantitatif, misalnya dengan mengadministrasikan

tes pengetahuan (misalnya paper and pencil test) untuk mengukur

pengetahuan dan sikap peserta (Kristanto, 2004; Liberman, 2006).

Liberman (2006) menambahkan bahwa hasil tes sesudah pelatihan

harus lebih tinggi daripada hasil tes sebelum pelatihan.

3) Evaluasi perilaku

Evaluasi perilaku didefinisikan sebagai “seberapa tingkat

perubahan perilaku yang dilakukan peserta sebagai hasil dari

mengikuti program pelatihan” (Kristanto, 2004).

Evaluasi perilaku bertujuan untuk mengetahui apakah peserta

(43)

sehari-harinya setelah mengikuti program pelatihan. Akan tetapi, peserta

pelatihan belum tentu juga mengalami perubahan perilaku segera

setelah mengikuti pelatihan. Menurut Kirkpatrick (1998), ada 4

syarat agar seseorang mengubah perilakunya, yaitu:

a) Adanya hasrat untuk berubah dari pribadi orang tersebut,

b) Individu tersebut mengetahui apa yang harus dilakukan dan

bagaimana melakukannya,

c) Adanya lingkungan yang tepat untuk mendukung perubahan

perilakunya,

d) Adanya penghargaan atas perubahannya.

Lebih lanjut, Kirkpatrick (1998) juga mengungkapkan bahwa

program pelatihan mampu memfasilitasi dua persyaratan pertama,

yaitu dengan menciptakan sikap yang positif terhadap hasrat untuk

berubah dan mengajarkan pengetahuan dan keterampilan yang

dibutuhkan. Sedangkan dua persyaratan berikutnya hanya bisa

ditemui ketika peserta sudah kembali ke kehidupan sehari-harinya

dan program pelatihan tidak bisa memfasilitasinya.

Untuk mendapatkan data mengenai perilaku peserta pelatihan

bisa dengan cara pengamatan / observasi, penilaian diri dari peserta

(self-analyze), maupun penilaian dari rekan / lingkungan

(Kristanto, 2004; Liberman, 2006; Tjia, 2006). Selain itu, langkah

lain yang perlu diperhatikan adalah bahwa ada sebagian orang yang

(44)

sebagian lagi yang tidak memerlukan waktu yang lama untuk

berubah (Kristanto, 2004). Cara untuk mengatasinya adalah dengan

melakukan pengukuran lebih dari sekali dan / atau memperhatikan

interval pengukuran antara sebelum dan sesudah pelatihan. Tjia

(2006) mengungkapkan sebaiknya ada jeda sekitar 2 – 4 minggu

antara pengukuran sebelum dan sesudah pelatihan.

4) Evaluasi hasil

Evaluasi hasil merupakan hasil akhir yang muncul akibat

peserta hadir dalam program pelatihan. Dalam konteks perusahaan,

evaluasi hasil dikaitkan dengan peningkatan produksi,

berkurangnya biaya, turnover karyawan, dll (Kristanto, 2004;

Liberman, 2006). Dalam konteks institusi pendidikan, evaluasi

hasil bisa dikaitkan dengan membaiknya rata-rata IPK yang

diperoleh mahasiswa, menurunnya tingkat DO, dll.

Kristanto (2004) menambahkan bahwa jenis-jenis pelatihan

pengembangan diri, seperti kepemimpinan, komunikasi, motivasi,

(45)

B. Pelatihan Pengembangan Kepribadian Mahasiswa (PPKM) 1. Tujuan PPKM

Pelatihan Pengembangan Kepribadian Mahasiswa (PPKM) dimulai

pada tahun ajaran 1997/1998 dengan nama Pelatihan Menjadi Mahasiswa

Efektif (PMME). Kegiatan tersebut merupakan rangkaian penerimaan

mahasiswa baru dan lahir dari keprihatinan pimpinan USD untuk

menciptakan kegiatan inisiasi bagi mahasiswa baru yang lebih fungsional

humanistik, bukan perploncoan (Penyelenggaraan PMME, 1998).

Susana (2007) mengungkapkan bahwa PPKM terinspirasi dari buku

“The 7 Habits of Highly Effective People” karya Stephen R Covey.

Tujuannya adalah menyiapkan mahasiswa baru memasuki dunia perguruan

tinggi dan kehidupan. Konsep 7 Kebiasaan tersebut diharapkan akan

membentuk karakter mahasiswa USD dan dinilai sangat bermanfaat bagi

pengelolaan hidup pribadi dan interaksinya dengan orang lain.

PPKM diharapkan sebagai salah satu proses dari sebuah

pendampingan dan pengembangan mahasiswa yang berkesinambungan.

Oleh karena itu, pelaksanaan PPKM juga bertujuan untuk menyiapkan

dosen sebagai fasilitator dan mahasiswa senior sebagai asisten fasilitator

sebagai pendukung terlaksananya proses kegiatan pendampingan di tingkat

prodi.

PPKM tahap I tahun 2008 memfokuskan pada 3 Kebiasaan awal dari

(46)

Memulai Dari Akhir alam Pikiran, dan Dahulukan Yang Utama. Secara

khusus, setelah mendapat materi Kebiasaan 1, peserta diharapkan dapat:

1) Menjelaskan arti proaktivitas,

2) Menjelaskan perbedaan antara respon yang reaktif dan proaktif,

3) Merumuskan respon-respon yang proaktif,

4) Mengisi Lingkaran Pengaruhnya dalam lingkungan keluarganya

Dalam materi Kebiasaan 2, peserta diharapkan dapat:

1) Menyadari pentingnya memiliki tujuan hidup,

2) Memiliki rumusan tujuan hidup,

3) Memiliki semangat untuk melakukan sesuatu lebih baik

Materi Kebiasaan 3, tujuan yang ingin dicapai adalah:

1) Peserta mengetahui pentingnya memiliki prioritas dalam kehidupan,

2) Peserta mampu membedakan kegiatan-kegiatan berdasarkan

kepentingan dan urgensi atau kemendesakan.

(Modul PPKM, 2008)

2. Peserta PPKM

Peserta PPKM adalah mahasiswa baru di tahun ajaran yang

bersangkutan. Secara khusus, dalam pelaksanaan PPKM tahun 2008,

pesertanya adalah mahasiswa angkatan 2007.

3. Metode Dalam PPKM

Pelatihan Pengembangan Kepribadian Mahasiswa ini dilaksanakan

dengan metode structured-experiences / pengalaman terstruktur (Modul

(47)

Ballew (1988) mengungkapkan bahwa structured experiences merupakan

aplikasi dari prinsip belajar orang dewasa (adult learning principles /

androgogy).

Istilah androgogy berasal dari bahasa Yunani yang berarti “seni dan

ilmu pengetahuan dalam membantu orang dewasa untuk belajar” (Tjia,

2006). Lebih lanjut, Tjia (2006) mengungkapkan bahwa orang dewasa

belajar dengan cara melibatkan dirinya dengan pengalaman. Beberapa hal

yang bisa membantu proses pembelajaran orang dewasa:

a. Orang dewasa perlu mengetahui mengapa mereka perlu mempelajari

sesuatu,

b. Orang dewasa memiliki kebutuhan untuk mengarahkan dirinya sendiri

(self-directing),

c. Orang dewasa memiliki pengalaman yang lebih banyak daripada

remaja (youth),

d. Pengalaman-pengalaman yang dimilikinya tersebut bisa menjadi

stimulus sikap keingintahuannya dan untuk belajar,

e. Orang dewasa belajar pada hal-hal yang berpusat pada tugas, berpusat

pada masalah, atau berpusat pada orientasi hidupnya,

f. Orang dewasa menginginkan proses pembelajaran yang berpusat pada

masalah yang ada, menyentuh masing-masing personal (personalized),

dan proses pembelajaran yang memfasilitasi kebutuhan mereka untuk

mengarahkan dirinya sendiri (self-directing) dan tanggung jawab

(48)

Pfeiffer & Ballew (1988) mengungkapkan bahwa dengan structured

experience, peserta dapat menemukan sendiri makna dari proses

pembelajaran yang diikutinya.

Dalam structured experience, terdapat siklus belajar berdasar

pengalaman (experiential learning cycle) sbb:

Publishing

(Sharing reaction and observasions)

Processing

(Discussing pattern and dinamics)

Generalizing

(Developing principles)

Applying

(Planning how to use the learning)

Experiencing

(The activity phase)

Gambar 2.1. siklus experiential learning

(Modul PPKM, 2007)

a. Experiencing

Peserta melakukan aktivitas-aktivitas tertentu yang bertujuan untuk

mengajak perserta “mengalami” sesuatu. Aktivitas-aktivitas dalam

tahap ini biasanya diasosiasikan dengan games atau hal-hal yang

sifatnya menyenangkan. Akan tetapi, sebenarnya segala aktivitas yang

melibatkan asesmen diri atau interaksi interpersonal bisa digunakan

dalam tahap ini, seperti, menulis, observasi, sharing informasi, dll.

Aktivitas-aktivitas itu pun dapat dilakukan secara individu,

(49)

b. Publishing

Setelah peserta menjalani proses “mengalami”, peserta diminta

untuk menceritakan ulang pengalamannya tersebut dan disertai dengan

pengungkapan perasaan, reaksi, dan opini mereka sendiri. Dalam tahap

ini, bisa dengan cara diskusi tak-terstruktur. Akan tetapi, yang perlu

diingat adalah, pengungkapan yang terjadi hanya sebatas penceritaan

pengalaman aktivitas dan perasaan setelah menjalaninya.

c. Processing

Peserta diajak untuk mendiskusikan dan menganalisis segala hal

yang sudah dibagikan (disharekan).

d. Generalizing

Peserta mengambil kesimpulan berdasarkan prinsip-prinsip yang

sudah ada dan berdasarkan insight yang didapatnya. Prinsip, nilai, dan

insight yang muncul merupakan hasil dari kesadaran mereka terhadap

situasi-situasi yang mereka alami sehari-hari yang serupa dengan

aktivitas yang sudah mereka lakukan. Pfeiffer & Ballew (1988) juga

menambahkan bahwa di tahap ini teori-teori ataupun hasil penelitian

yang sudah ada bisa digunakan untuk memperkuat pengambilan

kesimpulan.

e. Applying

Peserta melakukan perencanaan untuk menerapkan hasil belajarnya

itu dalam kehidupan sehari-harinya. Pfeiffer & Ballew (1988)

(50)

mengimplementasikan hasil belajarnya tersebut jika mereka dapat

saling share dengan rekan-rekannya yang lain.

Beberapa kegiatan yang dilakukan peserta sebagai proses belajar

dalam PPKM adalah sbb:

a. Refleksi

Kegiatan refleksi dianalogikan seperti melihat diri sendiri di depan

cermin. Peserta diajak untuk memandang diri dalam suasana batin

yang hening, tenang, damai, dan terbuka.

Hal ini dilakukan agar peserta dapat lebih mengenal diri serta

mampu menentukan langkah-langkah yang hendak ditempuh

selanjutnya dalam rangka meningkatkan atau menyempurnakan diri.

Kegiatan refleksi dilakukan dengan atau tanpa alat bantu yang

berupa daftar pertanyaan.

b. Sharing

Peserta diajak untuk berbagi pikiran, perasaan, atau pengalaman

pribadinya bersama peserta lain.

Kegiatan ini dilakukan dalam kelompok kecil maupun dalam

kelompok pleno yang meliputi seluruh satuan kelas.

c. Diskusi

Peserta diajak untuk berpikir bersama. Kegiatan ini dilakukan

dalam kelompok kecil maupun dalam kelompok pleno.

d. Lekturet

(51)

e. Pengalaman terstruktur

Peserta belajar melalui permainan-permainan (games) maupun

bermain peran (role play) secara individu maupun dalam kelompok.

f. Bernyanyi

(Modul Pelatihan Pengembangan Kepribadian Mahasiswa, 2007)

C. 7 Kebiasaan Manusia Yang Sangat Efektif

1. Konsep Dasar 7 Kebiasaan Manusia Yang Sangat Efektif

Konsep 7 Kebiasaan Manusia Yang Sangat Efektif pertama kali

diperkenalkan oleh Stephen R. Covey pada tahun 1989 (Tjia, 2006). Lebih

lanjut, Tjia (2006) mengungkapkan bahwa 7 Kebiasaan merupakan konsep

yang terintegrasi, menyeluruh (holistic), dan pendekatan yang berpusat

pada prinsip dalam menyelesaikan masalah-masalah personal dan

profesional.

Covey (1995) menjelaskan bahwa sebenarnya konsep 7 Kebiasaan ini

merupakan akal sehat yang disusun secara padu (common sense organized)

dan sudah dikenal luas dalam masyarakat. Akan tetapi, apa yang sudah

dikenal dan menjadi common sense belum tentu kerap dipraktekkan

(common practice). Lebih lanjut, Covey (1997) menyoroti bahwa setelah

Perang Dunia I, perkembangan literatur tentang konsep “keberhasilan”

lebih berfokus pada Etika Kepribadian (Personality Ethics) yang ternyata

dangkal. Pendekatan tersebut bersifat manipulatif, seringkali menipu, dan

(52)

seseorang tertarik atau berpura-pura tertarik terhadap individu tersebut.

Teknik bagaimana mempengaruhi seseorang secara cepat, penjelasan

bahwa senyum bisa mendongkrak posisi seseorang menjadi fokus utama.

Akan tetapi, bagaimana ketulusan dalam pemberian tersenyum tidak

menjadi fokus dasar. Etika Kepribadian memang esensial untuk mencapai

keberhasilan, tetapi itu merupakan hal yang sekunder, bukan yang primer

Covey (1997) menjelaskan bahwa Konsep 7 Kebiasaan Manusia Yang

Sangat Efektif ini mencakup banyak prinsip dasar dari efektivitas manusia

yang sifatnya mendasar dan merupakan hal yang primer. 7 Kebiasaan

terdiri dari langkah-langkah yang menuntun tercapainya kehidupan yang

penuh kejujuran, integritas, dan tercapainya prinsip-prinsip martabat

manusia sehingga dapat mengantisipasi perubahan yang terjadi. Selain itu,

juga dapat memberi kekuatan dan kebijaksanaan dalam menyikapi

perubahan-perubahan tersebut sehingga bisa menyesuaikan diri, dan

memungkinkan individu untuk tetap bisa melihat peluang-peluang yang

terjadi dalam perubahan tersebut (Tjia, 2006).

Secara spesifik, Covey (2001) mengungkapkan bahwa menjalani 7

Kebiasaan bisa membantu seseorang untuk dapat mengendalikan

hidupnya, menemukan nilai-nilai yang dianut dan mengetahui apa yang

penting bagi dirinya, merasa bahagia, meningkatkan kepercayaan diri,

memiliki manajemen waktu yang efektif, terciptanya hubungan yang

harmonis dengan orang lain (keluarga, teman, dan rekanan), serta memiliki

(53)

Dalam Modul Pelatihan Pengembangan Kepribadian Mahasiswa

(2007), kebiasaan didefinisikan sebagai hal atau perbuatan yang dilakukan

secara berulang-ulang, tanpa kita sadari. Sejumlah kebiasaan bisa disebut

positif atau baik (misalnya: berolah-raga secara teratur), sejumlah

kebiasaan lain bisa disebut negatif atau buruk (misalnya: menyalahkan

orang lain), dan ada sejumlah kebiasaan bisa disebut netral (contohnya:

mandi malam dengan air hangat). Lebih lanjut, dalam Modul PPKM

(2007) tersebut juga dijelaskan bahwa kebiasaan yang dimiliki seseorang

dapat menuntunnya menjadi lebih baik, tapi bisa juga menghambat

pertumbuhan dan perkembangannya.

Setiap individu adalah produk dari kebiasaannya masing-masing.

Covey (1997) menjelaskan bahwa kebiasaan merupakan pertemuan dari

pengetahuan, keterampilan, dan keinginan. Pengetahuan merupakan

paradigma teoritis yang dimiliki seseorang, apa yang harus dilakukannya,

mengapa harus dilakukan. Ketrampilan berkaitan dengan bagaimana kita

melakukannya. Sedangkan keinginan merupakan motivasi, keinginan

untuk melakukan.

Untuk menjadi sebuah kebiasaan, ketiga dimensi tersebut harus

terpenuhi. Sebagai contoh, kebiasaan mandi. Individu mengetahui bahwa

dengan mandi maka tubuhnya menjadi lebih bersih (dimensi pengetahuan),

semua individu membasahi dirinya dengan air ketika mandi (dimensi

keterampilan), dan kegiatan mandi tersebut akan terlaksana jika individu

(54)

saja dimensi tersebut tidak terpenuhi, maka tidak akan ada sebuah

kegiatan, dan tidak akan pernah menjadi sebuah kebiasaan. Jika

digambarkan, maka pertemuan antara pengetahuan, keterampilan, dan

keinginan sehingga membentuk kebiasaan adalah sbb.:

Gambar 2.2. Pertemuan Pengetahuan-Keterampilan-Keinginan

Adapun ketujuh kebiasaan menurut Covey (1997) yang dapat membuat

seseorang / individu menjadi pribadi yang efektif adalah:

a. Kebiasaan 1: Jadilah Proaktif

b. Kebiasaan 2: Mulai Dengan Akhir Dalam Pikiran

c. Kebiasaan 3: Dahulukan Yang Utama

d. Kebiasaan 4: Berpikir Menang-Menang

e. Kebiasaan 5: Berusaha Mengerti Terlebih Dahulu, Baru Dimengerti

f. Kebiasaan 6: Wujudkan Sinergi, dan

g. Kebiasaan 7: Mengasah Gergaji

Fokus yang ingin dituju oleh Konsep 7 Kebiasaan tersebut adalah

(55)

yang sangat efektif merupakan individu yang mampu mendapatkan yang

diinginkan dan dengan cara yang memungkinkan individu tersebut

mendapatkannya berulang-ulang. Lebih lanjut, Covey (1995)

mengistilahkannya menjadi keseimbangan antara produksi dan

kemampuan produksi (keseimbangan P / KP).

Covey (1995) menggunakan analogi dongeng “Petani dan Angsa

Bertelur Emas”. Di dongeng tersebut diceritakan bahwa ada seorang petani

yang memiliki seekor angsa. Ternyata angsa tersebut mampu

menghasilkan telur emas. Kejadian itu terus berlanjut. Sampai pada

akhirnya, sang petani menjadi tidak sabar untuk mendapatkan telur emas

sesegera mungkin dengan cara memotong angsanya. Akan tetapi, sang

petani tidak mendapatkan apa-apa. Berdasarkan dongeng tersebut,

produksi / hasil yang kita harapkan adalah telur emas tersebut, sedangkan

angsanya adalah kemampuan untuk produksi atau dengan kata lain

kemampuan kita untuk secara terus menerus memberikan hasil yang

diinginkan.

Kemampuan produksi tersebut merupakan aspek fisik dan mental,

spiritual. Dalam konteks industri, aspek fisik diantaranya mesin-mesin di

pabrik, kendaraan milik kantor, dll. Sedangkan dalam konteks pribadi,

aspek fisik adalah keadaan tubuh / kesehatan kita. Aspek mental berkaitan

dengan pikiran individu. Pikiran di sini mengacu pada konteks kognitif

seseorang, bagaimana pengetahuan seseorang terhadap info-info baru, apa

(56)

keadaan jiwa seseorang. Seseorang yang mempunyai tujuan hidup /

cita-cita (produksi) tapi tidak mampu menjaga kemampuan produksinya,

seperti tidak pernah belajar hal-hal baru, tidak pernah menjaga kesehatan

tubuhnya, tidak pernah menjaga relasinya dengan rekan-rekan ataupun

keluarganya, maka di tidak akan mampu mencapai efektivitas karena dia

tidak mampu memelihara aset (kemampuan produksi) yang dimilikinya.

Untuk mencapai efektivitas dengan menerapkan 7 Kebiasaan, individu

perlu mengetahui paradigmanya dan mengetahui perlunya sebuah

perubahan paradigma. Covey (1997) menjelaskan bahwa paradigma

berkaitan dengan persepsi, pengertian, dan penafsiran seseorang tentang

keadaan di sekitarnya. Seringkali orang menganggap bahwa cara

pandangnya (paradigmanya) sudah sesuai dengan segala sesuatu

sebagaimana adanya, atau realitas yang ada. Akan tetapi, sebenarnya

seseorang memiliki paradigma sebagaimana pribadinya sendiri. Seseorang

cenderung memiliki pendapat persepsinya berdasarkan dirinya sendiri,

berdasarkan pengalamannya sendiri. Jika ada orang lain yang tidak setuju

dengan pendapat kita, maka kita cenderung berpikir bahwa orang lain itu

yang salah.

Paradigma merupakan sumber dari sikap dan perilaku seseorang,

terlepas dari benar atau salahnya paradigma tersebut. Paradigma yang

kemudian memengaruhi sikap dan perilaku seseorang tersebut kemudian

juga memengaruhi hubungan dengan orang lain. Covey (1997)

(57)

kita dengan orang lain, maka perlu adannya sebuah perubahan paradigma.

Lebih lanjut, Covey (1997) juga menjelaskan bahwa banyak orang

mengalami perubahan paradigma justru ketika orang / individu tersebut

menghadapi krisis yang mengancam jiwa dan tiba-tiba melihat

prioritasnya dengan cara yang berbeda, atau ketika tiba-tiba melangkah

dalam sebuah peran yang baru, seperti menjadi ayah, menjadi kakek /

nenek, dsb.

Untuk membuat sebuah perubahan paradigma membutuhkan waktu

dan tenaga yang cukup banyak. Akan tetapi, untuk membuat perubahan

kuantum (perubahan yang mendadak dan berjangka panjang), maka yang

perlu diubah adalah paradigma kita (Covey, 1997).

Paradigma yang harus dimiliki oleh seseorang seharusnya adalah

paradigma yang berpusat pada prinsip. Covey (1997) menggunakan

analogi kapal perang dan mercu suar untuk menjelaskan paradigma yang

berpusat pada prinsip. Ada kapal perang yang membawa peralatan perang

komplit sedang berlayar. Suatu hari badai menyerang kapal yang sedang

berlayar tersebut. Kapten kapal dikabari oleh salah seorang awaknya

bahwa ada sesuatu di depan kapal dan kalau tidak ada yang berbelok maka

mereka akan bertabrakan. Kapten lalu memerintahkan awak untuk

mengirimkan kode yang meminta benda di depan kapal itu untuk berbelok

karena mereka adalah kapal perang yang membawa peralatan tempur yang

(58)

tersebut yang harus berbelok karena yang ada di depannya adalah mercu

suar.

Covey (1997) menjelaskan bahwa prinsip itu seperti layaknya mercu

suar. Prinsip merupakan hukum alam yang tidak dapat dilanggar. Hukum

alam tetap tidak akan pernah bisa diubah, terlepas dari kita menyetujuinya

atau tidak. Prinsip merupakan pedoman berperilaku yang terbukti

mempunyai nilai langgeng, permanen, dan bersifat mendasar. Covey

(1997) lebih lanjut menjelaskan, semakin sejajar paradigma seseorang

dengan prinsip yang ada, maka seseorang akan memandang sesuatu secara

lebih objektif, hingga kemudian akan memberi dampak pada sikap dan

perilaku seseorang, dan kemudian pada akhirnya juga akan mempengaruhi

efektivitas yang dicapai.

2. Kontinum Kematangan

Covey (1997) mengungkapkan bahwa konsep 7 Kebiasaan memiliki

pendekatan yang meningkat, berurutan, dan sangat terpadu bagi

perkembangan efektivitas pribadi dan antarpribadi. Lebih lanjut, Tjia

(2006) menjelaskan bahwa konsep 7 Kebiasaan menuntun seseorang untuk

melalui 3 fase perkembangan:

a. Tergantung

Individu mengandalkan orang lain untuk mengurusnya. Covey

(1997) menggambarkan bahwa kita masing-masing memulai

kehidupan sebagai bayi yang diarahkan, diasuh, dan ditunjang oleh

(59)

b. Mandiri

Individu mampu mengurus dirinya sendiri dan mampu menganbil

keputusan sendiri. Covey (1997) menjelaskan bahwa pada tahap ini,

seseorang sudah mencapai tahap Kemenangan Pribadi (private

victory).

c. Saling dukung

Merupakan fase dimana seseorang bekerjasama dengan yang lain

untuk mencapai sesuatu yang tidak bisa dicapai jika dikerjakan sendiri.

Covey (1997) menjelaskan bahwa pada tahap ini, seseorang sudah

mencapai tahap Kemenangan Publik (public victory).

Gambar 2.3. Kontinum Kematangan

(Gloria People Development Center, 2007)

SALI NG DUKUNG

TERGANTUNG MANDI RI

1

2

6

5

4

3

KEMENANGAN PUBLI K DAHULUKAN YANG UTAMA JADI LAH PROAKTI F

MULAI DENGAN AKHI R DALAM

PI KI RAN BERPI KI R MENANG- MENANG BERUSAHA MENGERTI

DAHULU, BARU DI MENGERTI

WUJUDKAN SI NERGI

KEMENANGAN PRI BADI

(60)

Covey (2001) menjabarkan bahwa konsep 7 Kebiasaan ini juga bisa

diterapkan ke individu yang lebih muda / remaja. Dengan menerapkan 7

Kebiasaan dalam kehidupannya, seorang remaja bisa menjadi bahagia dan

sukses.

Covey (2001) menggambarkan tingkat kematangan individu dalam

bentuk Pohon Kematangan

Gambar 2.4. Pohon Kematangan

(61)

Covey (1995) menjelaskan bahwa dalam usahanya untuk menerapkan

7 Kebiasaan ini, akan sangat mungkin seseorang merasakan “gravitasi”

dari kebiasaan-kebiasaan yang sebelumnya. Penerapan 7 Kebiasaan

diibaratkan pendakian gunung yang curam dimana akan banyak kerikil

yang mengganggu perjalanan. 7 Kebiasaan merupakan sebuah proses

pengembangan pribadi dan antar-pribadi yang sejati dan menuntut usaha

dan kesabaran yang besar. Akan tetapi, jika seseorang sudah mampu

mencapai puncak gunung dari 7 Kebiasaan ini, maka ia akan bisa

merasakan adanya semangat yang besar dan pencapaian efektivitas yang

terus menerus.

PPKM tahap I tahun 2008 hanya akan membahas Kebiasaan 1, 2, dan

3 saja. Pelaksanaan PPKM tahap I tahun 2008 berfokus pada pencapaian

Kemenangan Pribadi. Berikut adalah penjabaran Kebiasaan 1, 2, dan 3.

3. Konsep Dasar Kebiasaan 1

Kebiasaan 1, Jadilah Proaktif, sangat efektif untuk diterapkan pada

lingkungan apapun. Kebiasaan ini mendasari kebiasaan-kebiasaan yang

lain. Proaktif lebih daripada sekedar mengambil inisiatif (Covey, 1997).

Proaktif berarti kekuatan, kebebasan dan kemampuan untuk memilih

respon sesuai dengan prinsip (Gloria People Development Center, 2007).

Perilaku seseorang adalah fungsi dari keputusannya sendiri, bukan hasil

dari kondisinya. Orang yang proaktif

Gambar

Gambar 2.1. siklus experiential learning
Gambar 2.2. Pertemuan Pengetahuan-Keterampilan-Keinginan
Gambar 2.3. Kontinum Kematangan
Gambar 2.4. Pohon Kematangan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Ucapan Terima Kasih merupakan bagian terpisah yang dibuat di bagian akhir naskah, sebelum Daftar Pustaka yang wajib dibuat. Pada bagian ini ditulis pihak-pihak yang telah

Pada teflon ketebalan 2 mm dengan jarak penyinaran 0 mm, didapatkan intensitas sinar 701 nm, didapatkan hasil yang masih sedikit meninggalkan bekas saat diuji dengan sonde pada

dipertanggungjawabkan. Selain sebagai bentuk pertanggungjawaban publik, adanya pengelolaan organisasi yang terbuka, juga akan membangun kepercayaan pengemban kepentingan

Dalam kondisi lingkungan yang netral atau tidak terlalu asam (pH>5.5), seperti yang diinginkan pada tempat pembuangan limbah batuan dan tailings masa depan di sungai Otomona –

“Peningkatan Hasil Belajar PAI Materi Asmaul Husna Melalui Metode Snowball Throwing Pada Siswa Kelas X IPA 1 SMA YASIHA Gubug Kabupaten Grobogan Tahun Pelajaran

Sekretariat mempunyai tugas memberikan pelayanan di bidang tata usaha, kepegawaian, keuangan, rumah tangga, administrasi persiapan berkas banding dan/atau gugatan,

Dari perhitungan secara manual (B) dan dengan bantuan LINDO (C), implementasi teknik pembangkit kolom dalam menyelesaikan persoalan pemotongan balok kayu ternyata

Alam Indah Bunga Nusantara tentang pengukuran tanaman bunga krisan potong sebagai aktiva biologi yang menjadi aset utama perusahaan dengan menggunakan dua metode, yaitu kos