• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH ASSERTIVENESS TRAINING TERHADAP KONSEP DIRI PADA PESERTA DIDIK KELAS X DI SMK N 5 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2015/2016 - Raden Intan Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENGARUH ASSERTIVENESS TRAINING TERHADAP KONSEP DIRI PADA PESERTA DIDIK KELAS X DI SMK N 5 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2015/2016 - Raden Intan Repository"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Dalam Ilmu Bimbingan dan Konseling

Oleh SITI MASITOH

1211080120

Jurusan : Bimbingan dan Konseling

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

(2)

PADA PESERTA DIDIK KELAS X DI SMK N 5 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 015/2016

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Dalam Ilmu Bimbingan dan Konseling

Oleh SITI MASITOH

1211080120

Jurusan : Bimbingan dan Konseling Pembimbing I : Dr. Rifda El Fiah, M.Pd Pembimbing II : Defriyanto, S.Iq.,M.Ed

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

(3)

ii

ABSTRAK

PENGARUH ASSERTIVENESS TRAINING TERHADAP KONSEP DIRI PADA PESERTA DIDIK KELAS X DI SMK N 5 BANDAR LAMPUNG

TAHUN PELAJARAN 2015/2016

Oleh:

SITI MASITOH

Konsep diri sangat penting bagi kehidupan seseorang karna dengan adanya konsep diri maka seseorang dapat mengontrol prilakunya dan dapat mengetahui mana yang baik dan buruk baginya. Adapun masalah konsep diri peserta didik dapat dikategorikan masalah pribadi sosial, karena peserta didik yang memiliki konsep diri negatif tidak hanya berpengaruh buruk terhadap perkembangan dirinya, akan tetapi juga berpengaruh pada reaksi terhadap situasi dilingkungannya. Assertiveness Training merupakan latihan keterampilan sosial yang diberikan kepada individu yang diganggu kecemasan, tidak mampu mempertahankan hak-haknya, terlalu lemah, membiarkan orang lain merongrong dirinya, serta tidak mampu mengekspresikan amarahnya dengan benar dan cepat tersinggung.

Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui adakah pengaruh

assertiveness training terhadap konsep diri pada peserta didik. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen, menurut sifatnya penelitian ini bersifat deskriptif kuwantitatif. Sumber data dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas X. Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu teknik kuesioner, observasi, interview

dan dokumentasi. Selanjutnya langkah yang digunakan dalam menganalisa data pertama editing, coding, data entri, dan cleaning kemudian untuk mengetahui keberhasilan eksperimen dengan menggukan uji t dan dengan bantuan program SPSS.

Hasil penelitian diperoleh bahwa, konsep diri peserta didik kelas X di SMK negeri 5 Bandar Lampung dapat dipengaruhi dengan konseling asertivenes training.hal itu dapat terlihat dengan: adanya perubahan sikap dari sebelum dan setelah di berikan perlakuan dengan konseling asertivenes traing, dan berdasarkan uji pengaruh dengan uji t di dapat t hitung > dari t tabel atau (4,004>2) yang artinya adanya pengaruh konseling asertivenes terhadap konsep diri peserta didik.

(4)
(5)
(6)
(7)

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan salah satu tempat dalam melaksanakan proses

bimbingan atau pertolongan yang diberikan terhadap anak didik oleh orang

dewasa agar ia menjadi dewasa. Pendidikan adalah usaha sadar yang

dijalankan oleh seseorang atau sekelompok orang untuk mempengaruhi

seseorang atau kelompok orang agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat

hidup dan penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental.1 Dari penjelasan

tentang pengertian pendidikan yang dikemukakan oleh ahli di atas dapat

dipahami bahwa untuk mencapai penghidupan yang lebih tinggi seseorang

harus melewati suatu proses yaitu pendidikan, melalui proses pendidikan

seseorang mampu berperan dalam berbagai kehidupan serta dapat

mengembangkan kondisi jasmani dan rohaninya kearah kedewasaan.

Pendidikan dapat diperoleh melalui jalur pendidikan formal (sekolah) maupun

non-formal (masyarakat) dan informal (keluarga).

Dalam pembahasan ini penulis akan membahas pendidikan yang

diperoleh melalui jalur formal (sekolah). Pada masa remaja sering disebut

sebagai masa yang penuh gejolak dengan adanya berbagai tuntutan atas dasar

1

(8)

pertumbuhan dan perkembangan fisik dan psikis. Sehingga dalam diri siswa

dapat muncul karakter kemampuan remaja untuk mengkonstruksikan diri

ideal mereka di samping diri yang sebenarnya. Kemampuan untuk menyadari

adanya perbedaan antara diri yang nyata dengan diri yang ideal menunjukkan

adanya peningkatan kemampuan kognitif dan adanya perbedaan yang terlalu

jauh antara diri yang nyata dengan diri ideal menunjukkan ketidakmampuan

remaja untuk menyesuaikan diri dan remaja juga memiliki mekanisme untuk

melindungi dan mengembangkan dirinya. Dalam upaya melindungi dirinya,

remaja cenderung menolak adanya karakteristik negatif dalam diri mereka,

contohnya seperti seorang peserta didik tidak percaya diri dalam bergaul

dengan temannya dan tidak mampu mengekspresikan amarahnya dengan

benar dan cepat tersinggung. Oleh karena itu, pola asuh orang tua atau cara

orang tua mendidik anak merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

perkembangan diri remaja.2

Konsep diri sangat penting untuk seseorang karna dengan adanya

konsep diri maka seseorang dapat mengontrol prilakunya dengan adanya

konsep diri maka seseorang dapat mengetahui mana yang baik dan buruk

baginya. Adapun masalah konsep diri peserta didik dapat dikategorikan

masalah pribadi sosial, karena peserta didik yang memiliki konsep diri negatif

tidak hanya berpengaruh buruk terhadap perkembangan dirinya, akan tetapi

juga berpengaruh bagaimana ia bereaksi terhadap situasi dilingkungannya.

2

(9)

Salah satu fungsi layanan konseling kelompok yang di dalamnya

menggunakan assertiveness training layanan konseling kelompok adalah

mengenai fungsi kuratif atau pengobatan seperti yang dijelaskan oleh nurihsan yang dikutip oleh kurnanto, bahwa konseling kelompok bersifat penyembuhan

(kuratif) dalam pengertian membantu individu untuk dapat keluar dari persoalan yang dialaminya dengan cara memberikan kesempatan, dorongan,

juga pengarahan kepada individu, untuk mengubah sikap dan prilakunya agar

selaras dengan lingkungannya.3

Remaja biasanya mulai mengalami kebingungan dengan identitas diri

mereka. Remaja mulai mencari tahu siapa diri mereka, seperti apa watak

mereka dan bagaimana orang lain menilai diri mereka. Pembentukan konsep

diri pada remaja sangat penting karena akan mempengaruhi kepribadian,

tingkah laku dan pemahaman terhadap diri sendiri. Konsep diri merupakan

gambaran individu tentang dirinya yang individu ketahui tentang dirinya,

bagaimana individu memandang dan menilai dirinya. Halim malik

menyatakan bentuk perhatian orang tua pada pendidikan anak dapat berupa

mengontrol waktu belajar dan cara belajar anak, memantau perkembangan

akademik anak, memantau perkembangan kepribadian dan memantau

efektifitas jam belajar di sekolah.4

3

Edi Kurnanto, Konseling Kelompok, Alfabeta, Bandung, 2013, hlm. 9 4

(10)

Konsep diri yang dimiliki seorang individu tidak langsung terbentuk

ketika ia lahir di dunia, melainkan konsep diri itu terbentuk dan berkembang

sepanjang rentang kehidupannya. Sedangkan konsep diri negatif diindikator

memiliki ciri-ciri yakni peka terhadap kritik, responsif terhadap pujian,

memiliki sikap hiperkritis, cenderung merasa tidak disukai orang lain dan

pesimistis terhadap kompetisi. Konsep diri tidak dapat terbentuk tanpa melalui

proses belajar. Proses belajar ini dapat diperoleh dari interaksi dengan orang

lain. Seperti penjelasan yang mengungkapkan bahwa konsep diri itu

berkembang melalui dua tahap yaitu internalisasi sikap orang lain terhadap

diri dan internalisasi norma masyarakat.

Dalam perkembangannya konsep diri seseorang dipengaruhi oleh

beberapa faktor. Salah satu faktor yang mempengaruhi konsep diri seorang

individu adalah orang lain. Orang lain tersebut termasuk di dalamnya adalah

orang tua, teman sebaya dan lingkungan yang lebih luas seperti lingkungan

sekolah dan masyarakat. Dengan terjadinya interaksi antara individu dengan

lingkungan sekitarnya, akan mengembangkan konsep diri individu tersebut

baik kearah yang positif maupun negatif.

Latihan asertif merupakan rangkuman yang sistematis dari keterampilan, peraturan, konsep atau sikap yang dapat mengembangkan dan

melatih kemampuan individu untuk menyampaikan pikiran perasaan

keinginan dan kebutuhannya dengan penuh percaya diri dan kejujuran

(11)

individu pasti memiliki konsep diri dan dapat berkembang menjadi konsep

diri positif maupun negatif, namun demikian individu pada umumnya tidak

tahu apakah konsep diri yang dimiliki itu negatif atau positif. Individu yang

memiliki konsep diri positif akan memiliki dorongan untuk mengenal dan

memahami dirinya sendiri. Dalam hal ini individu dapat menerima dirinya

secara apa adanya dan akan mampu menginstrofeksi diri atau lebih mengenal

dirinya melalui kelebihan dan kelemahan yang dimiliki sedangkan individu

yang memiliki konsep diri negatif ia tidak memiliki kestabilan perasaan dan

keutuhan diri, tidak mampu mengenal diri sendiri baik kelebihan maupun

kelemahan serta potensi yang dimiliki. Individu yang memiliki konsep diri

negatif adalah individu yang pesimis merasa dirinya tidak berharga dan tidak

tahan dengan kritikan yang diberikan kepadanya.

Indikator lainnya yakni memiliki gejala yang tampak seperti ada

beberapa siswa yang mengatakan dirinya bodoh padahal ia adalah anak yang

pandai, terdapat siswa yang selalu mengatakan “saya tidak bisa” dan “ini

sulit” ketika diberi tugas oleh guru, ada beberapa siswa yang enggan bergabung

dengan teman-temannya karena ia merasa rendah diri terdapat beberapa siswa yang

tidak mau mengikuti kegiatan ekstrakulikuler yang ada di sekolah karena belum tahu

potensi yang ada pada dirinya dan ada siswa yang selalu mencela temannya sehingga

menimbulkan rasa pesimis di dalam dirinya.

Permasalahan tersebut dapat mengganggu perkembangan siswa pada

(12)

menyeluruh. Penanganan yang menyeluruh tersebut dapat dilakukan oleh

berbagai pihak baik berasal dari keluarga, sekolah, maupun masyarakat.

Sekolah sebagai lembaga pendidikan tentunya memiliki kewajiban untuk

membantu siswa dalam mengoptimalkan perkembangannya. Tujuan

pendidikan terletak pada dimensi instrinsiknya yaitu menjadikan manusia

sebagai manusia yang baik.Inti pendidikan terjadi di dalam prosesnya. Proses

pendidikan tidak hanya sekedar pentransferan ilmu semata, namun terdapat

proses penggalian potensi, pengembangan diri, pembentukan karakter siswa,

serta termasuk dalam membentuk dan mengembangkan konsep diri siswa.

Menurut Poerbakawatja dan harahap, Pendidikan adalah usaha secara

sengaja dari orang dewasa untuk dengan pengaruhnya meningkatkan si anak

ke kedewasaan yang selalu diartikan mampu menimbulkan tanggung jawab

moral dari segala perbuatannya. Orang dewasa itu adalah orang tua si anak

atau orang yang atas dasar tugas dan kedudukannya mempunyai kewajiban

untuk mendidik, misalnya : guru sekolah, pendeta atau kiai dalam lingkungan

keagamaannya, kepala-kepala asrama dan sebagainya.5 Oleh karena itu, agar

tujuan pendidikan dapat tercapai secara efektif dan efisien, maka setiap orang

yang terlibat di dalam pendidikan tersebut dapat memahami perilaku individu

sekaligus dapat menunjukkan perilakunya secara efektif. Salah satu komponen

5

(13)

yang penting dalam penyelenggaraan pendidikan adalah Bimbingan dan

Konseling.

Layanan bimbingan dan konseling yang terdapat di sekolah memiliki

peranan yang penting dalam pengembangan diri siswa, khususnya konsep diri

siswa. Sesuai dengan fungsi bimbingan dan konseling yaitu pemahaman,

pencegahan, pengentasan, pemeliharaan dan pengembangan. Dalam

bimbingan dan konseling juga terdapat empat bidang bimbingan (pribadi,

sosial, belajar dan karier) dan tujuh layanan (layanan orientasi, informasi,

penyaluran dan penempatan, penguasaan konten, konseling perorangan,

konseling kelompok dan bimbingan kelompok) yang kesemua unsur dalam

bimbingan dan konseling tersebut dapat memfasilitasi berkembangnya

karakteristik pribadi siswa secara optimal terutama dalam pengembangan dan

peningkatan konsep diri kearah yang positif pada siswa.

Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu

dengan yang lainnya pasti membutuhkan kerjasama. Ketergantungan manusia

satu dengan yang lain merupakan suatu gejala yang wajar dalam kehidupan.

Dalam hubungan tersebut komunikasi merupakan salah satu komponen yang

penting. Corak komunikasi akan banyak ditentukan oleh latar belakang orang

yang berkomunikasi, seperti kebiasaan dan kepribadian. Agar komunikasi

berlangsung secara efektif seseorang perlu memiliki kemampuan asertif. Kemampuan asertif adalah kemampuan untuk mengungkapkan perasaan

(14)

hak orang lain. Kemampuan Asertif disintetiskan menjadi lima aspek yaitu aspek ketegasan, tanggung jawab, percaya diri, kejujuran,dan menghargai

orang lain.

Dalam hubungan interpersonal, perilaku seseorang terhadap orang lain

dapat dikelompokkan menjadi perilaku submisif, perilaku agresif dan perilaku

asertif. Submisif berasal dari bahasa inggris yaitu submissive yang berarti bersikap tunduk, berhikmat, bersikap patuh. Jadi, perilaku submisif adalah

perilaku yang selalu tunduk, menerima apa adanya, kurang bisa menyatakan

kebutuhan, perasaan, nilai dan pemikiran sendiri, tidak bisa menolak dan

membiarkan kebutuhan, pendapat, pikiran,penilaian orang lain mendominasi

pendapat, pikiran dan penilaian dirinya, walaupun sebenarnya tidak sesuai

dengan apa yang dirasakan, yang penting tidak masalah bagi orang lain.

Akibat dari perilaku submisif, individu tesebut kurang berani mengambil

suatu keputusan, menghindari konflik, takut disalahkan, sehingga orang lain

memberikan respon negatif terhadap dirinya.

Bimbingan kelompok merupakan suatu upaya bimbingan kepada

individu melalui kelompok dengan memanfaatkan dinamika kelompok dalam

mencapai tujuan bimbingan kelompok. Berdasarkan pengertian tersebut, jelas

bahwa layanan bimbingan kelompok menggunakan teknik Assertiveness

Training merupakan usaha pemberian bantuan kepada siswa dengan memanfaatkan dinamika kelompok. Melalui dinamika kelompok setiap

(15)

hubungannya dengan orang lain. Selain itu melalui dinamika kelompok

masing-masing anggota kelompok akan berkontribusi baik secara langsung

maupun tidak langsung dalam pemecahan masalah yang ada. Selain itu,

anggota kelompok dapat saling memberikan pendapat, saran, tanggapan dan

penilaian terhadap anggota kelompok yang lain. Melalui interaksi tersebut

dapat membantu anggota kelompok untuk dapat lebih memahami diri dan

orang lain. Untuk itu, layanan bimbingan kelompok merupakan salah satu

jenis layanan dalam bimbingan dan konseling yang dianggap tepat untuk

mengubah konsep diri negatif.

Dengan demikian, diharapkan layanan bimbingan kelompok dapat

digunakan dalam mengubah konsep diri negatif menjadi konsep diri positif

pada siswa. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa konsep diri

terbentuk dari adanya interaksi antara individu dengan orang lain dengan

interaksi yang terjadi antara anggota kelompok dalam bimbingan kelompok

nantinya diharapkan dapat berdampak positif bagi siswa dalam penciptaan

gambaran diri atau konsep diri siswa yang mencakup pengetahuan diri,

pemahaman diri, penerimaan diri, penilaian diri dan harapan-harapan terhadap

diri. Sehingga penulis tertarik mengangkat permasalahan ini dengan

menggunakan tekhik assertivenesstraining agar percaya diri seseorang dapat

(16)

Berdasarkan paparan di atas, maka penulis akan melakukan penelitian

dengan judul “Pengaruh Assertiveness Training Terhadap Konsep Diri Pada

Kelas X di SMK Negeri 5 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2015/2016.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka

dapat diidentifikasikan masalahnya sebagai berikut :

1. Ada siswa yang tidak mau mengikuti kegiatan ekstrakulikuler yang ada di

sekolah.

2. Ada siswa yang enggan bergabung dengan teman-temannya.

3. Ada siswa yang mengatakan “Saya tidak bisa” dan “Ini sulit” ketika

diberikan tugas oleh guru di sekolah.

4. Ada siswa yang mengatakan dirinya bodoh.

5. Ada siswa yang suka mencela temannya.

C. Batasan Masalah

Untuk memudahkan penelitian dan agar penelitian terfokus pada

masalah yang akan diteliti, maka perlu diadakan pembatasan masalah.

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka batasan masalah pada

penelitian ini adalah “Pengaruh AssertivenessTraining Terhadap Konsep Diri

Pada Kelas X di SMK Negeri 5 Bandar Lampung Tahun Pelajaran

(17)

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka

masalah dalam penelitian ini adalah konsep diri negatif pada siswa. Adapun

rumusan masalahnya yaitu: “Apakah Terdapat Pengaruh Assertiveness

Training Terhadap Konsep Diri Pada Kelas X di SMK Negeri 5 Bandar

Lampung Tahun Pelajaran 2015/2016?”

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka

tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adakah pengaruh

assertivenesstraining terhadap konsep diri pada kelas X di SMK Negeri 5 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2015/2016.

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat secara teoritis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan ilmiah bagi

perkembangan ilmu psikologi dan untuk menambah dan

mengembangkan pengetahuan dalam bidang bimbingan dan konseling

di sekolah, khususnya yang terkait dengan pengembangan strategi

layanan bimbingan kelompok menggunakan teknik assertiveness

(18)

b. Manfaat secara praktis

1) Secara praktis penelitian ini dapat menambah pengalaman dan

keterampilan peneliti tentang cara mengubah konsep diri pada

siswa melalui layanan bimbingan kelompok menggunakan teknik

assertivenesstraining.

2) Selain itu kegunaan praktis dalam penelitian ini juga dapat

memperkaya konsep-konsep bimbingan baik bimbingan konseling

keluarga maupun bimbingan konseling sekolah terutama yang

berkaitan dengan nilai-nilai sosial, budaya, agama, moral

kesusilaan serta pertumbuhan dan perkembangan kepribadian

terhadap konsep diri pada siswa melalui layanan bimbingan

kelompok menggunakan teknik assertivenesstraining.

F. Ruang Lingkup Penelitian

1. Sebagai subyek dalam penelitian ini adalah seluruh peserta didik kelas X

SMK Negeri 5 Bandar Lampung

2. Sebagai obyek dalam penelitian ini adalah upaya mengubah konsep diri

pada siswa menggunakan teknik assertivenesstraining.

3. Lokasi penelitian ini yaitu di SMK Negeri 5 Bandar Lampung Penelitian

(19)

A. Konsep Diri

1. Pengertian Konsep Diri

Sejak kecil individu telah dipengaruhi dan dibentuk dengan berbagai

pengalaman yang dijumpai dalam hubungannya dengan individu lain,

maupun yang didapatkan dalam peristiwa yang dialami dalam hidupnya.

Berdasarkan pengalaman individu tersebut, dapat membuat dirinya

memandang diri lebih baik atau lebih buruk. Cara pandang individu

terhadap dirinya akan membentuk suatu konsep tentang diri sendiri atau

lebih dikenal dengan sebutan konsep diri.

Pendapat Burns yang dikutip Desmita mengatakan Konsep diri adalah

hubungan antara sikap dan keyakinan tentang diri kita sendiri.1 Sedangkan

menurut Atwater yang dikutip Desmita menyebutkan bahwa konsep diri

adalah keseluruhan gambaran diri yang meliputi persepsi seseorang

tentang diri perasaan, keyakinan dan nilai-nilai yang berhubungan dengan

dirinya2 Selanjutnya, atwater mengidentifikasi konsep diri atas tiga

bentuk. Pertama, body image, kesadaran tentang tubuhnya yaitu

bagaimana seseorang melihat dirinya sendiri. Kedua, ideal self yaitu

1

Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, Cetakan kelima, 2014, hlm. 164

2

(20)

bagaimana cita-cita dan harapan-harapan seseorang mengenai dirinya.

Ketiga, social self, yaitu bagaimana orang lain melihat dirinya.3

Terbentuknya konsep diri seorang individu merupakan hasil dari

interaksi individu dengan orang lain, konsep diri sebagai perasaan,

pandangan dan penilaian individu mengenai dirinya yang didapat dari

hasil interaksi dengan lingkungan sekitarnya. William H. Fitts yang

dikutip Agustiani mengemukakan bahwa konsep diri merupakan aspek

penting dalam diri seseorang, karena konsep diri seseorang merupakan

kerangka acuan (frame of reference) dalam berinteraksi dengan

lingkungan.4 Pendapat dari Fitts tersebut memiliki definisi yang berbeda

mengenai konsep diri, Fitts lebih menekankan bahwa konsep diri yang

dimiliki seorang individu akan menjadi patokan atau pedoman bagi

individu dalam bersikap dan berperilaku dalam berinteraksi dengan orang

lain.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa konsep diri

adalah gagasan tentang diri sendiri yang mencakup keyakinan, pandangan

dan penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri.

3

Ibid, hlm. 164 4

(21)

2. Langkah-langkah yang Dapat Ditempuh dalam Konsep Diri Antara Lain:

a. Bersikap objektif dalam mengenai diri sendiri

Tidak mengabaikan pengalaman poisitif atau pun keberhasilan

sekecil apapun yang pernah di capai, carilah cara dan kesempatan

untuk mengembangkan talenta jangan terlalu beraharap bahawa diri

kita dapat membahagiakan semua orang atau melakukan segala

sesuatu secara sekaligus.

b. Hargailah diri sendiri

Hargailah diri sendiri dengan melihat kebaikan yang ada dalam

diri sehingga kita mampu melihat hal baik yang ada dalam diri orang

lain secara positif.

c. Jangan memusuhi diri sendiri

Memerangi diri sendiri adalah sesuatu hal yang melelahkan

karena merupakan pertanda bahwa ada permusuhan dan peperangan

antara harapan ideal dengan kenyataan diri yang sejati akibatnya akan

timbul kelelahan mental dan rasa prustasi yang dalam yang

mengakibatkan makin lemahnya konsep diri.

d. Berpikir positif dan rasional

Kendalikan pikiran kita ketika mulai menyesatkan jiwa dan

(22)

3. Aspek-aspek Konsep Diri

Konsep diri pada seorang individu terdiri dari beberapa aspek atau

komponen. Konsep diri terbentuk dari dua komponen yaitu komponen

kognitif dan komponen afektif. Komponen kognitif merupakan

pengetahuan individu tentang dirinya. Komponen kognitif merupakan

penjelasan dari siapa saya yang akan membuat gambaran objektif tentang

diri saya (the picture about my self) serta menciptakan citra diri (self

image), Sedangkan komponen afektif merupakan penilaian individu terhadap dirinya. Penilaian tersebut akan membentuk penerimaan diri

(self-acceptance) dan harga diri (self-esteem) pada individu. Jadi komponen afektif merupakan gambaran subjektif seorang individu tentang

dirinya sendiri.

Sedangkan konsep diri menurut Calhaoun dan Acocella yang dikutip

Nur Ghufron dan Rini Risnawita memiliki tiga aspek yaitu pengetahuan,

pengharapan dan penilaian terhadap diri.5 Aspek pertama, pengetahuan individu mengenai diri dan gambarannya. Individu yang bersangkutan

mendapat informasi mengenai keadaan dirinya seperti nama, usia, jenis

kelamin, suku bangsa dan sebagainya. Aspek kedua, harapan individu dimasa mendatang yang disebut juga diri ideal yaitu kekuatan yang

mendorong individu menuju kemasa depan. Aspek ketiga, penilaian

5

(23)

terhadap diri sendiri yang merupakan perbandingan antara pengharapan

diri dengan standar diri yang akan menghasilkan harga diri (self esteem).

Menurut Hurlock yang dikutip Nur Ghufron dan Rini Risnawita

mengemukakan bahwa konsep diri memiliki dua aspek yaitu fisik dan

psikologis.6 Aspek fisik meliputi sejumlah konsep yang dimiliki individu

mengenai penampilan kesesuaian dengan jenis kelamin arti penting tubuh

dan perasaan gengsi dihadapan orang lain yang disebabkan oleh keadaan

fisiknya. Berdasarkan penjelasan tersebut hal penting yang berkaitan

dengan keadaan fisik adalah daya tarik dan penampilan tubuh dihadapan

orang lain. Individu dengan penampilan yang menarik cenderung

mendapatkan sikap sosial yang menyenangkan dan penerimaan sosial dari

lingkungan sekitar yang akan menimbulkan hal yang positif bagi individu

tersebut.

Sedangkan aspek psikologis meliputi penilaian individu terhadap

keadaan psikis dirinya, seperti rasa percaya diri, harga diri, serta

kemampuan dan ketidakmampuannya. Sebagai contoh penilaian mengenai

kemampuan dan ketidakmampuan diri akan mempengaruhi rasa percaya

diri dan harga dirinya. Individu yang merasa mampu akan mengalami

peningkatan rasa percaya diri dan harga diri, sedangkan individu dengan

perasaan tidak mampu akan merasa rendah diri sehingga cenderung terjadi

6

(24)

penurunan harga diri. Dari pendapat beberapa ahli yang telah dijelaskan di

atas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek konsep diri adalah:

Pertama aspek kognitif. Aspek ini mencakup pengetahuan individu tentang dirinya sendiri yang didasarkan pada bukti-bukti objektif.

Misalnya penegtahuan yang berhubungan dengan penampilan fisik, seperti

usia, jenis kelamin, warna kulit, berat badan, tinggi badan, kemampuan

fisik, kondisi alat indra dan sebagainya. Pengetahuan yang berhubungan

dengan diri psikis, seperti karakter diri, bakat, minat, kemampuan

akademik, kecerdasan, motivasi, kecemasan dan sebagainya. Pengetahuan

tentang diri sosial seperti: hubungan individu dengan teman-teman sebaya

dan masyarakat, hubungan dengan orang tua, guru dan orang dewasa

lainnya.

Kedua, aspek persepsi atau cara pandang individu memahami hal-hal yang diketahuinya tentang fisiknya, individu memahami tentang hal-hal

yang berhubungan dengan diri psikisnya. Demikian pula individu

memahami dirinya dalam kaitannya dengan reaksinya dengan orang lain.

Ketiga, aspek penilaian, seperti individu menilai penampilan fisiknya, apakah ia menerima atau menolak dirinya, apakah ia memandang dirinya

cantik atau jelek. Penilaian yang berhubungan dengan diri psikis seperti:

bagaimana individu menilai karakter yang dimilikinya, kemampuan

intelektualnya, prestasi akademiknya, minatnya dan sebagainya. Penilaian

(25)

memiliki harga diri atau tidak, merasa diterima orang lain atau tidak,

merasa disukai atau dibenci orang lain dan sebagainya.

Keempat, aspek harapan, yang dimaksud dengan aspek harapan adalah apakah individu mempunyai cita-cita atau tidak bagi masa depannya dan

harapan-harapan akan menjadi apa dirinya dimasa mendatang. Secara

singkat bahwa konsep diri meliputi apa yang kita ketahui tentang diri kita,

bagaimana kita mempersepsikannya, kemudian menilainya dan apa saja

yang diharapkan dari diri kita dimasa mendatang.

4. Sifat-sifat Konsep Diri

Setiap individu itu memiliki konsep diri, Salah satunya konsep diri

negatif. Calhoun dan Acocella dikutip dalam Nur Ghufron dan Rini

Risnawita membagi dua jenis konsep diri yang dapat dikategorikan

negatif, yaitu pertama, pandangan terhadap seseorang terhadap dirinya tidak teratur, tidak memiliki kestabilan dan keutuhan diri. Kedua, kebalikan dari yang pertama, yaitu konsep diri yang terlalu terlalu stabil

dan terlalu teratur alias kaku, sehingga sulit untuk menerima ide-ide baru

yang bermanfaat bagi dirinya.7 Berdasarkan penjelasan tersebut, untuk ciri

konsep diri negatif yang pertama seorang individu cenderung tidak tahu

siapa dirinya, kekuatan dan kelemahannya, atau apa yang dihargai dalam

7

(26)

hidupnya. Sedangkan untuk ciri yang kedua, seorang individu cenderung

bersikap tertutup terhadap pendapat dari orang lain.

Sebaliknya konsep diri dapat dikategorikan positif menurut Calhoun

dan Acocella yang dikutip Nur Ghufron dan Rini Risnawita adalah yakin

terhadap kemampuan dirinya sendiri dalam mengatasi masalah, merasa

sejajar dengan orang lain, menerima pujian tanpa rasa malu, sadar bahwa

tiap orang mempunyai keragaman perasaan, hasrat dan prilaku yang tidak

disetujui, oleh masyarakat serta mampu, mengembangkan diri karena

sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang buruk dan

berupaya untuk mengubahnya.8

Berdasarkan penjelasan tersebut, individu yang memiliki konsep diri

positif akan menerima kekurangan dan kelebihan yang dimiliki, memiliki

sikap optimis, terbuka terhadap kritik, serta mampu menyelesaikan

masalah dan konflik pribadi secara cepat dan tepat. Pendapat dari Calhoun

dan Acocella yang dikutip Nur Ghufron dan Rini Risnawita di atas dari

ciri-ciri yang telah disebutkan di atas dapat dijelaskan sebagai berikut :9

a. Yakin terhadap kemampuan dirinya sendiri dalam mengatasi masalah.

Pemahaman diri terhadap kemampuan subjektif untuk

mengatasi persoalan-persoalan objektif yang dihadapi. Ciri ini

menunjukan seorang individu yang mempunyai rasa percaya diri

8

Ibid , hlm. 19 9

(27)

sehingga merasa mampu dan yakin untuk mengatasi masalah yang

dihadapi, tidak lari dari masalah dan percaya bahwa setiap masalah

pasti ada jalan keluarnya.

b. Merasa sejajar dengan orang lain

Pemahaman bahwa manusia dilahirkan tidak dengan membawa

pengetahuan dan kekayaan. Pengetahuan dan kekayaan didapatkan

dari proses belajar dan bekerja sepanjang hidup. Pemahaman tersebut

menyebabkan individu tidak merasa lebih atau kurang terhadap orang

lain, sehingga seorang individu memiliki sifat tidak sombong, tidak

suka mencela atau meremehkan orang laindan selalu menghargai

orang lain.

c. Menerima pujian tanpa rasa malu

Pemahaman terhadap pujian atau penghargaan layak diberikan

terhadap individu berdasarkan dari hasil apa yang telah dikerjakan

sebelumnya. Individu ini menunjukkan bahwa dirinya memang pantas

untuk dipuji, namun tetap rendah hati.

d. Sadar bahwa setiap orang memiliki keragaman perasaan, keinginan,

dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui oleh masyarakat

Individu ini peka terhadap perasaan orang lain sehingga akan

menghargai perasaan orang lain, tidak memaksakan kehendak kepada

orang lain, dan mampu bertindak sesuai aturan yang berlaku di

(28)

e. Mampu mengembangkan diri karena sanggup mengungkapkan

aspek-aspek kepribadian yang buruk dan berupaya untuk mengubahnya.

Individu ini mampu untuk mengintrospeksi dirinya sendiri,

mampu untuk mengubahnya menjadi lebih baik agar diterima di

lingkungannya dan mampu mengubah kekurangan yang dimiliki

menjadi kelebihan.

Sementara itu, ciri-ciri konsep diri negatif adalah :

a. Peka terhadap kritik

Kurangnya kemampuan untuk menerima kritik dari orang lain

sebagai proses refleksi diri.Individu ini sangat tidak tahan kritik yang

diterimanya mudah marah dan belum dapat mengendalikan emosinya.

Bagi orang seperti ini koreksi sering dipersepsi sebagai usaha untuk

menjatuhkan harga dirinya. Dalam berkomunikasi orang yang

memiliki konsep diri negatif cenderung menghindari dialog yang

terbuka dan bersikeras mempertahankan pendapatnya

b. Responsif terhadap pujian

Bersikap yang berlebihan terhadap tindakan yang telah

dilakukan, sehingga merasa segala tindakannya perlu mendapat

penghargaan.Individu ini ingin selalu dipuji dan sangat senang bila

dipuji sehingga ia tidak segan-segan mengekspresikan rasa senangnya

(29)

c. Memiliki sikap hiperkritis

Perasaan subjektif bahwa semua orang disekitarnya

memandang dirinya dengan negatif. Individu ini cenderung tidak

pandai dan tidak sanggup mengungkapkan penghargaan atau

pengakuan pada kelebihan orang lain, sehingga ia sering mencela dan

meremehkan orang lain

d. Cenderung merasa tidak disukai orang lain

Suka melakukan kritik negatif secara berlebihan terhadap

orang lain.Individu ini merasa tidak diperhatikan, karena itulah ia

bereaksi pada orang lain sebagai musuh sehingga tidak dapat

melahirkan kehangatan dan keakraban persahabatan. Individu tersebut

merasa rendah diri atau bahkan berperilaku yang tidak disenangi,

misalkan membenci, mencela atau bahkan yang melibatkan fisik yaitu

mengajak berkelahi (bermusuhan)

e. Pesimistis terhadap kompetisi

Individu dengan ciri ini akan menunjukkan keengganannya

untuk bersaing dengan orang lain dalam membuat prestasi. Ia akan

menganggap tidak akan berdaya melawan persaingan yang merugikan

dirinya.

Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa seorang individu

(30)

realistis, bersikap positif pada diri sendiri dan orang lain, memiliki rasa

percaya diri dan harga diri, ketegasan dan optimis dalam menentukan

tujuan hidup, mampu mengatasi masalah atau konflik pribadi secara

efektif, memiliki kehangatan dalam hubungan sosial, memiliki harapan

hidup dan mampu merencanakan sesuatu sebagai perwujudan dari

harapan-harapan hidupnya secara positif.

Sedangkan individu yang memiliki konsep diri negatif tidak

memahami siapa dirinya, tidak mengetahui kelebihan dan kekurangan

pada diri, cenderung merasa rendah diri, merasa dirinya tidak berharga,

merasa tidak memiliki kelebihan, mengeluh dengan kekurangan yang

dimiliki, bersikap pesimis, merasa hidupnya tidak berarti, meremehkan

kemampuan orang lain, kurang bisa menjalin hubungan sosial, dan ragu

dalam menjalani hidup.

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri

Terbentuknya konsep diri yang dimiliki oleh seorang individu

dipengaruhi beberapa faktor. Individu mengenal dirinya setelah mengenal

orang lain lebih dahulu. Bagaimana orang lain menilai diri kita,

(31)

Yang dimaksud “orang lain” menurut Calhoun dan Acocella10

adalah

orang tua, teman sebaya dan masyarakat.

a. Orang tua

Orang tua adalah kontak sosial paling awal yang dialami

seorang individu. Pengaruh keluarga terutama orang tua sangat besar

bagi pembentukan konsep diri anaknya karena untuk beberapa waktu

lamanya anak belum mengenal lingkungan sosial di luar keluarganya.

Pengaruh karakteristik hubungan orang tua dengan anak sangat

penting dalam pembentukan identitas, keterampilan persepsi sosial,

dan penalaran. Anak-anak yang tidak memiliki orang tua atau

disia-siakan oleh orang tuanya akan memperoleh kesulitan dalam

mendapatkan informasi tentang dirinya sendiri sehingga hal ini akan

menjadi penyebab utama seorang anak memiliki konsep diri negatif.

b. Teman Sebaya

Teman sebaya merupakan urutan kedua setelah orang tua.

Setelah mendapatkan pengakuan dari orang tua individu juga

membutuhkan pengakuan dari orang lain yaitu teman sebaya. Peranan

individu dalam kelompok sebagai “pemimpin kelompok” atau

sebaliknya “pengacau kelompok” akan membuat individu memiliki

pandangan terhadap dirinya sendiri. Dalam pergaulan dengan

teman-teman itu, apakah seorang individu disenangi, dikagumi dan dihormati

10

(32)

atau tidak, ikut menentukan dalam pembentukan konsep diri seorang

individu. Untuk itu, Peran yang diukur dalam kelompok teman sebaya

sangat berpengaruh terhadap pandangan individu mengenai konsep

dirinya.

c. Masyarakat

Sebagai anggota masyarakat sejak kecil kita sudah dituntut

untuk bertindak menurut cara dan patokan tertentu yang berlaku pada

masyarakat kita. Penilaian masyarakat terhadap diri individu akan

membentuk konsep diri individu. Penilaian masyarakat yang terlanjur

menilai buruk terhadap individu akan membuat individu kesulitan

memperoleh gambaran diri yang baik.

Sedangkan perkembangan konsep diri remaja dipengaruhi oleh empat

faktor yaitu:

a. Reaksi dari orang lain

Reaksi dari orang lain adalah respon yang diberikan orang lain

dan menghasilkan tanggapan dari individu tersebut bahwa dengan

mengamati pencerminan perilaku diri sendiri terhadap respon yang

diberikan oleh orang lain, maka individu dapat mempelajari dirinya

sendiri. Dari penjelasan tersebut bahwa respon dari orang lain turut

berperan dalam pembentukan konsep diri seorang individu dengan

memepelajari respon yang diberikan maka akan mampu memahami

(33)

b. Perbandingan dengan orang lain

Perbandingan dengan orang lain adalah pandangan individu

terhadap orang lain sehingga timbul perbandingan antara dirinya

dengan orang lain. Konsep diri yang dimiliki individu sangat

tergantung kepada bagaimana cara individu membandingkan dirinya

dengan orang lain.

c. Peranan individu

Peranan individu adalah keikutsertaan individu dengan peran

yang berbeda-beda dan cara yang berbeda-beda pula.

Harapan-harapan dan pengalaman yang berkaitan dengan peran yang

berbeda-beda berpengaruh terhadap konsep diri seseorang.

d. Identifikasi terhadap orang lain

Identifikasi terhadap orang lain adalah suatu proses melakukan

peniruan dan akan menyamakan dirinya dengan orang yang dikagumi.

Jika seorang anak mengagumi seorang dewasa maka anak tersebut

seringkali mencoba menjadi seperti orang yang dia kagumi tersebut

yaitu dengan meniru beberapa nilai, keyakinan dan perilaku. Proses

identifikasi tersebut menyebabkan individu merasakan bahwa dirinya

telah memiliki beberapa sifat dari orang yang dia kagumi.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa konsep diri

individu terbentuk seiring dengan perkembangan konsep diri yaitu

(34)

sebaya dan masyarakat. Proses belajar yang dilakukan individu dalam

pembentukan konsep dirinya diperoleh dengan melihat reaksi-reaksi

orang lain terhadap perilaku yang dilakukan, melakukan perbandingan

dirinya dengan orang lain, memenuhi harapan-harapan orang lain atas

peran yang dimainkan serta melakukan identifikasi terhadap orang lain

yang dikagumi. Konsep diri individu akan terbentuk baik dan menjadi

positif jika faktor-faktor yang mempengaruhi tersebut berfungsi secara

positif juga.

6. Perkembangan Konsep Diri

Perkembangan konsep diri merupakan proses yang terus berlanjut

disepanjang kehidupan manusia. Gambaran tentang diri tidak secara

langsung muncul pada saat individu lahir ke dunia, tetapi berkembang

secara bertahap dengan munculnya kemampuan perseptif. Berdasarkan

penjelasan di atas bahwa ketika individu lahir, individu tidak memiliki

pengetahuan tentang dirinya dan penilaian terhadap diri sendiri. Namun

seiring dengan berjalannya waktu individu mulai bisa membedakan antara

dirinya dan orang lain sehingga pada akhirnya individu mulai mengetahui

siapa dirinya, apa yang diinginkan serta dapat melakukan penilaian

terhadap dirinya sendiri.

Pendapat dari Symonds yang dikutip Agustiani yang mengatakan

(35)

tetapi mulai berkembang secara bertahap dengan munculnya kemampuan

perseptif.11 Diri berkembang ketika individu merasakan bahwa dirinya

terpisah dan berbeda dari orang lain. Ketika ibu dikenali sebagai orang

yang terpisah dari dirinya dan ia mulai mengenali wajah-wajah orang lain,

seorang bayi membentuk pandangan yang masih kabur tentang dirinya

sebagai seorang individu. selama periode awal kehidupan, konsep diri

individu sepenuhnya didasari oleh persepsi tentang diri sendiri. Kemudian

dengan bertambahnya usia pandangan tentang diri ini menjadi lebih

banyak didasari oleh nilai-nilai yang diperoleh dari interaksi dengan orang

lain.

Sedangkan menurut Erikson yang dikutip Djaali mengatakan konsep

diri itu berkembang melalui lima tahap, yaitu sebagai berikut:12

a. Perkembangan dari sense of trust vs sense of mistrust, pada anak usia 1,5–2 tahun. Pada tahap ini akan menciptakan konsep diri yang

didasarkan dari hubungan antara orang tua dengan anaknya. Jika

seorang anak yakin bahwa orang tuanya dapat memberi perlindungan

dan rasa aman bagi dirinya, pada diri anak akan timbul rasa percaya

terhadap orang dewasa yang nantinya akan berkembang menjadi

berbagai perasaan yang sifatnya positif.

11

Agustiani, Op.Cit. hlm. 143 12

(36)

b. Perkembangan dari sense of anatomy vs shame and doubt,pada anak usia 2-4 tahun. Pada tahap ini dapat mengembangkan sikap mandiri

pada anak, jika anak diberi kesempatan untuk melakukan segala

sesuatu menurut kemampuannya, sekalipun kemampuan yang terbatas,

tanpa terlalu banyak ditolong ataupun dicela. Sebaliknya, anak akan

merasa malu dan ragu-ragu, jika tidak diberikan kesempatan untuk

membuktikan kemampuannya.

c. Perkembangan dari sense of imitative vs sense of guilt, pada anak usia 4-7 tahun. Pada tahap ini seorang anak mulai menunjukkan rasa ingin

tahunya, jika pada tahap ini anak mendapatkan hukuman dari perilaku

yang menunjukkan rasa ingin tahunya, kelak akan membuat anak

tersebut merasa bersalah dan takut-takut.

d. Perkembangan dari sense of industry vs inferiority, pada usia 7-12 tahun. Pada tahap ini anak mulai memasuki remaja awal, ia mulai

berkompetisi dan berusaha menunjukkan prestasi. Kegagalan yang

dialami dapat menimbulkan rendah diri jika tidak ada yang

memberikan motivasi dan penguatan.

e. Perkembangan dari sense of identity diffusion, remaja mulai mencari tahu siapa dirinya, menentukan jati diri dengan mengumpulkan

informasi dari konsep diri masa lalunya. Jika informasi kenyataan,

(37)

membentuk konsep diri yang utuh, maka remaja akan mengalami

kebingungan akan identitas atau konsep dirinya.13

Selanjutnya konsep diri individu akan seperti bergantung pada

bagaimana individu tersebut diperlakukan pada masa kanak-kanak. Hal

tersebut dapat dimisalkan seorang anak diperlakukan dengan penuh

penghargaan dan pengharapan terhadap kesuksesan yang realistis. Antara

lain dengan cara memberikan respon yang konstruktif terhadap tantangan,

sehingga seorang anak akan mengevaluasi dirinya sebagai seorang yang

memiliki harga diri. Hal tersebut akan menciptakan konsep diri yang

positif pada individu sejak dini. Konsep diri positif tersebut akan berfungsi

sebagai modal bagi individu untuk memiliki konsep diri yang positif

dimasa depannya.

Dari pendapat para ahli tersebut jelas bahwa konsep diri yang dimiliki

seorang individu berkembang sejalan dengan bertambahnya usia dan

pengaruh lingkungan. Konsep diri adalah hasil dari belajar melalui

interaksi antara individu yang bersangkutan dengan lingkungannya.

Bagaimana lingkungan mengajarkan tentang makna diri ataupun makna

hidup, hal itulah yang akan membentuk konsep dirinya.

13

(38)

7. Konsep Diri Remaja

Sebelum penulis menjelaskan jauh tentang remaja terlebih dahulu

penulis ingin memberikan penjelasan terkait kategori peserta didik usia

sekolah menengah adalah golongan usia remaja yaitu penulis berpedoman

terhadap pendapat nindya damayanti yang mengatakan bahwa siswa/siswi

(peserta didik) SLTP/SLTA adalah siswa/siswi yang berada dalam

golongan usia remaja.14 Siswa sekolah menengah atas termasuk dalam

kelompok usia remaja.

Individu tumbuh dan berkembang melalui beberapa fase

perkembangan. Setiap fase perkembangan memiliki serangkaian tugas

perkembangan yang harus diselesaikan dengan baik sehingga akan

memperlancar pelaksanaan tugas-tugas perkembangan pada fase

berikutnya. Tugas perkembangan seorang remaja adalah:

a. Mencapai hubungan yang matang dengan teman sebaya

b. Dapat menerima dan belajar peran sosial sebagai pria atau wanita dewasa yang dijunjung tinggi oleh masyarakat.

c. menerima kondisi fisik dan mampu memanfaatkan tubuhnya secara efektif.

d. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya.

e. Memilih dan mempersiapkan karier dimasa depan sesuai dengan minat dan kemampuannya.

f. Mengembangkan sikap positif terhadap pernikahan, hidup berkeluarga dan memiliki anak.

g. Mengembangkan keterampilan intelektual dan konsep-konsep yang diperlukan sebagai warga negara.

h. mencapai tingkah laku yang bertanggung jawab secara sosial

14

(39)

i. memperoleh seperangkat nilai dan sistem etika sebagai pedoman dalam bertingkah laku

j. mengembangkan wawasan keagamaan dan meningkatkan

religiusitas.15

Setiap tugas perkembangan akan mempengaruhi perkembangan

konsep diri, karena pada dasarnya tugas-tugas perkembangan remaja

tersebut adalah penyesuaian terhadap berbagai aspek kepribadian.

Hurlock menjelaskan bahwa pada masa remaja terdapat delapan kondisi

yang mempengaruhi konsep diri yang dimiliki individu, yaitu: usia

kematangan, penampilan diri, kepatutan seks, nama dan julukan,

hubungan keluarga, teman sebaya, kreativitas dan cita-cita. Kedelapan

kondisi yang dapat mempengaruhi konsep diri remaja menurut Hurlock

dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Usia kematangan

Remaja yang matang lebih awal dan diperlakukan hampir

seperti orang dewasa akan mengembangkan konsep diri yang

menyenangkan sehingga dapat menyesuaikan dirinya dengan baik.

Tetapi apabila remaja matang terlambat dan terus diperlakukan seperti

anak-anak, mereka akan merasa bernasib kurang baik sehingga kurang

bisa menyesuaikan diri.

15

(40)

2) Penampilan diri

Penampilan diri yang berbeda bisa membuat remaja merasa

rendah diri. Daya tarik fisik yang dimiliki sangat mempengaruhi dalam

penilaian tentang ciri kepribadian seorang remaja.

3) Kepatutan seks

Kepatutan seks dalam penampilan diri, minat dan perilaku

membantu remaja mencapai konsep diri yang positif. Ketidakpatutan

seks membuat remaja sadar bahwa hal ini memberi akibat buruk pada

perilakunya.

4) Nama dan julukan

Remaja peka dan merasa malu jika teman-teman sebayanya

menilai namanya buruk atau mereka diberi nama julukan yang bersifat

cemoohan, karena kondisi fisik yang dimiliki atau perilakunya.

5) Hubungan keluarga

Seorang remaja yang memiliki hubungan yang dekat dengan

salah satu anggota keluarga akan mengidentifikasikan dirinya dengan

orang tersebut dan juga ingin mengembangkan pola kepribadian yang

sama.

6) Teman sebaya

Teman sebaya mempengaruhi kepribadian remaja dalam dua

cara. Pertama, konsep diri remaja merupakan cerminan dari anggapan

(41)

berada dalam tekanan untuk mengembangkan ciri-ciri kepribadian

yang diakui oleh kelompok teman sebayanya.

7) Kreativitas

Remaja yang semasa kanak-kanaknya didorong untuk kreatif

dalam bermain dan mengerjakan tugas-tugas akademis,

mengembalikan perasaan individualitas dan identitas yang memberi

pengaruh positif pada konsep dirinya, sebaliknya remaja yang sejak

masa kanak-kanak didorong untuk mengikuti pola yang sudah ada

akan memiliki perasaan identitas dan individualitas yang kurang.

8) Cita-cita

Bila seorang individu memiliki cita-cita yang realistik, maka

akan mengalami kegagalan. Hal ini akan menimbulkan perasaan tidak

mampu dan reaksi-reaksi bertahan dimana remaja tersebut akan

menyalahkan orang lain atas kegagalannya. Remaja yang realistis pada

kemampuannya akan lebih banyak mengalami keberhasilan daripada

kegagalan. Hal ini akan menimbulkan kepercayaan diri dan kepuasan

diri yang lebih besar sehingga dapat membentuk konsep diri yang

positif.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa konsep diri remaja

dipengaruhi oleh tugas-tugas perkembangan, lingkungan sekitarnya, dan

bagaimana konsep diri yang telah terbentuk pada masa kanak-kanak.

(42)

keadaan dirinya sehingga akan mengembangkan rasa percaya diri, harga

diri, dan mampu melihat dirinya secara realistis. Remaja dengan konsep

diri positif akan lebih mampu menentukan tujuan yang sesuai dengan

kemampuannya sehingga akan lebih mudah mencapai tujuannya tersebut.

Sedangkan remaja yang memiliki konsep diri negatif, akan

mengembangkanperasaan tidak mampu dan rendah diri sehingga selalu

merasa ragu dan kurang percaya diri.

8. Peranan Konsep Diri

Konsep diri berperan dalam mempertahankan keselarasan batin,

penafsiran pengalaman dan menentukan harapan individu. Konsep diri

mempunyai peranan dalam mempertahankan keselarasan batin karena

apabila timbul perasaan atau persepsi yang tidak seimbang atau saling

bertentangan, maka akan terjadi situasi psikologis yang tidak

menyenangkan. Untuk menghilangkan ketidakselarasan tersebut, ia akan

mengubah perilakunya sampai dirinya merasakan adanya keseimbangan

kembali dan situasinya menjadi menyenangkan lagi.

Konsep diri merupakan faktor yang sangat menentukan dalam

komunikasi dan interaksi interpersonal, karena setiap orang bertingkah laku sedapat mungkin sesuai dengan konsep dirinya. Artinya individu

akan berperilaku sesuai dengan konsep diri yang ia miliki. Misalnya bila

(43)

benar-benar menjadi bodoh. Sebaliknya apabila individu tersebut merasa bahwa

dia memiliki kemampuan untuk mengatasi persoalan, maka persoalan

apapun yang dihadapinya pada akhirnya dapat diatasi. Oleh karena itu,

individu tersebut berusaha hidup sesuai dengan label yang diletakkan pada

dirinya. Dengan kata lain sukses komunikasi interpersonal banyak bergantung pada kualitas konsep diri seseorang, apakah konsep diri positif

atau negatif.

Kesimpulannya adalah konsep diri sangat berperan dalam

mempertahankan dan menentukan harapan individu, menyeimbangkan

perasaan dan persepsi yang bertentangan. Individu akan melakukan

perilaku sesuai konsep dirinya. Jika konsep dirinya negatif maka ia akan

berperilaku negatif dan sebaliknya jika individu memiliki konsep diri

positif maka individu tersebut akan berperilaku positif. Individu tersebut

kan berusaha sesuai dengan penilaian diri dan orang lain terhadap dirinya.

B. Teknik Assertiveness Training

1. Pengertian Assertiveness Training

Perilaku asertif merupakan terjemahan dari istilah assertiveness atau

assertion yang artinya titik tengah antara perilaku non asertif dan perilaku agresif. orang yang memiliki tingkah laku atau perilaku asertif orang yang berpendapat dari orientasi dari dalam, memiliki kepercayan diri yang baik,

(44)

takut dan berkomunikasi dengan orang lain secara lancar. Sebaliknya

orang yang kurang asertif adalah mereka yang memiliki ciri terlalu mudah

mengalah atau lemah, mudah tersinggung, cemas, kurang yakin pada diri

sendiri, sukar mengadakan komunikasi dengan orang lain dan tidak bebas

mengemukakan masalah atau hal yang telah dikemukakan.

Sofyan S. Willis menjelaskan bahwa assertiveness training merupakan teknik dalam konseling behavioral yang menitikberatkan pada kasus yang

mengalami kesulitan dalam perasaan yang tidak sesuai dalam

menyatakannya. Assertiveness Training adalah suatu teknik untuk

membantu klien dalam hal-hal yaitu tidak dapat menyatakan kemarahan

atau kejengkelannya, mereka yang sopan berlebihan dan membiarkan

orang lain mengambil keuntungan padanya, mereka yang mengalami

kesulitan berkata “tidak”, mereka yang sukar menyatakan cinta dan respon

positif lainnya dan mereka yang merasakan tidak punya hak untuk

menyatakan pendapat dan pikirannya.16

Asertivitas merupakan perilaku antara perorangan atau hubungan

interpersonal yang melibatkan aspek kejujuran dan keterbukaan pikiran serta perasaan. Dalam berperilaku asertif individu dituntut untuk jujur terhadap dirinya sendiri maupun orang lain dan jujur pula dalam

mengekspresikan perasaan, tanpa ada maksud untuk memanipulasi,

memanfaatkan ataupun merugikan orang lain.

16

(45)

Perilaku asertif adalah perilaku yang merefleksikan rasa percaya diri dan menghormati diri sendiri dan orang lain. hal ini sejalan dengan

pengertian perilaku asertif yang dikemukakan oleh Alberti dan Emmons yaitu perilaku asertif meningkatkan kesetaraan dalam hubungan sesama

manusia, yang memungkinkan kita untuk menunjukkan minat terbaik kita,

berdiri sendiri tanpa harus merasa cemas, mengeekspresikan perasaan kita

dengan jujur dan nyaman, melatih kepribadian kita yang sesungguhnya

tanpa menolak kebenaran dari orang lain.

Assertiveness Training merupakan latihan keterampilan sosial yang

diberikan kepada individu yang diganggu kecemasan, tidak mampu

mempertahankan hak-haknya, terlalu lemah, membiarkan orang lain

merongrong dirinya, tidak mampu mengekspresikan amarahnya dengan

benar dan cepat tersinggung. Latihan kemampuan asertif merupakan salah satu pendekatan behavioral, yang bisa diterapkan terutama pada

situasi-situasi interpersonal pada individu yang mengalami kesulitan untuk menerima kenyataan bahwa menyatakan atau menegaskan diri adalah

tindakan yang layak atau benar .17

Shaffer dan Galinsky yang dikutip Gerald Corey menerangkan

bagaimana kelompok-kelompok Assertiveness Training atau “latihan ekspresif” dibentuk dan berfungsi. Kelompok terdiri atas delapan sampai

17

(46)

sepuluh anggota memiliki latar belakang yang sama, dan session terapi

berlangsung selama dua jam. Terapis bertindak sebagai penyelenggara dan

pengaruh permainan peran, pelatih, pemberi kekuatan, dan sebagai model

peran. Dalam diskusi-diskusi kelompok, terapis bertindak sebagai seorang

ahli, memberikan bimbingan dalam situasi-situasi permainan peran, dan

memberikan umpan balik kepada para anggota.18

Satu solusi dari pendekatan behavior yang notabene cepat mencapai

popularitas adalah assertiveness training. Assertiveness itu sendiri berarti kemampuan untuk mengekspresikan/mengungkapkan perasaan, pendapat,

keinginan dan kebutuhan secara langsung, terbuka serta terus terang

dengan tetap menghargai perasaan dan hak-hak orang lain. Sehingga dapat

dikatakan jika sikap asertif ini terletak diantara submisif dengan agresif.

Oleh karena itu perilaku asertif biasanya terdiri dari beberapa tingkat agresif tetapi juga mengandung unsur ramah, kasih sayang, dan berbagai

macam ketidakcemasan pikiran yang memicu tingkah laku kecemasan.

Maka dapat disimpulkan bahwa assertiveness training merupakan

suatu teknik pemberian izin seseorang untuk belajar menyatakan perilaku

yang sesuai dan efektif, sebelumnya dilarang oleh kecemasan yang salah

atau suatu teknik yang digunakan untuk melatih individu bersikap asertif.

18

(47)

2. Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Asertivitas Individu

Tingkat asertifitas seseorang dipengaruhi oleh banyak faktor. Adapun

faktor-faktor tersebut ialah mengetahui pikiran dan perasaan diri sendiri,

berfikir secara realistik, berbicara tentang diri sendiri, berkomunikasi

dengan yang di inginkan, bersikap positif terhadap orang lain, bebas

membela diri, mampu berdikari, menggunakan jumlah kekuatan yang

tepat, mengetahui batasan diri sendiri dan orang lain.

3. Langkah-langkah Dalam Assertiveness Training

Pelaksanaan assertiveness training memiliki beberapa langkah-langkah yang akan dilalui ketika pelaksanaan latihan. Pada umumnya

teknik untuk melakukan latihan asertif, mendasarkan pada prosedur belajar dalam diri seseorang yang perlu diubah, diperbaiki dan

diperbaharui.

Ada beberapa langkah latihan asertif, yakni:

a. identifikasi terhadap keadaan khusus yang menimbulkan persoalan

pada klien.

b. memeriksa apa yang dilakukan atau dipikirkan klien pada situasi

tersebut. Pada tahap ini, akan diberikan juga materi tentang perbedaan

perilaku agresif, asertif dan pasif.

c. dipilih sesuatu situasi khusus klien melakukan permainan peran (role

(48)

d. konselor memberikan umpan balik secara verbal, menekankan hal

yang positif dan menunjukkan hal-hal yang tidak sesuai (tidak cocok,

inadekuat) dengan sikap yang baik dan dengan cara yang tidak

menghukum atau menyalahkan.

e. Konselor memperlihatkan model perilaku yang lebih diinginkan, pada

tahap ini siswa melakukan role playing atau aturan main .

f. Konselor membimbing, menjelaskan hal-hal yang mendasari perilaku

yang diinginkan.

g. Diantara waktu-waktu pertemuan, konselor menyuruh klien melatih

dalam imajinasinya, respon yang cocok pada beberapa keadaan.

Kepada mereka juga diminta menyertakan pernyataan diri yang terjadi

selama melakukan imajinasi. Hasil apa yang dilakukan pasien atau

klien, dibicarakan pada pertemuan berikutnya.

h. Konselor harus menentukan apakah klien sudah mampu memberikan

respon yang sesuai dari dirinya sendiri secara efektif terhadap keadaan

baru, baik dari laporan langsung yang diberikan maupun dari

keterangan orang lain yang mengetahui keadaan pasien atau klien.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa assertiveness training merupakan terapi perilaku yang dirancang untuk mengembangkan

keterampilan-keterampilan individu yang diganggu kecemasan dengan

berbagai teknik yang ada agar individu tersebut dapat memiliki perilaku

(49)

4. Teknik Assertiveness Training dalam Bimbingan dan Konseling

Bimbingan merupakan proses bantuan terhadap individu agar ia

memahami dirinya dan dunianya, sehingga dengan demikian ia dapat

memanfaatkan potensi-potensinya. Sedangkan pengertian konseling

menurut Willis adalah upaya bantuan yang diberikan seorang pembimbing

yang terlatih dan berpengalaman, terhadap individu-individu yang

membutuhkannya, agar individu tersebut dapat berkembang potensinya

secara optimal, mampu mengatasi masalahnya dan mampu menyesuaikan

diri terhadap lingkungan yang selalu berubah.19

Dalam pelaksanaan praktek bimbingan dan konseling diperlukan

berbagai pendekatan-pendekatan konseling. Pendekatan konseling

(counseling approach) disebut juga teori konseling merupakan dasar bagi suatu praktek konseling. Pendekatan itu dirasakan penting karena jika

dapat dipahami berbagai pendekatan atau teori-teori konseling akan

memudahkan dalam menentukan arah proses konseling. Dalam

pelaksanaan praktek konseling terdapat berbagai macam pendekatan

konseling dengan teknik-teknik konseling yang terdapat didalamnya.

Salah satu tekniknya yaitu assertiveness training yang merupakan bagian dari terapi tingkah laku.

Berdasarkan uraian diatas, jelas sekali bahwa teknik assertiveness training merupakan bagian dari bimbingan dan konseling. Merupakan

19

(50)

salah satu teknik konseling behavioral yang dapat digunakan untuk membantu individu merubah perilaku yang tidak diinginkan menjadi

perilaku yang diharapkan ada pada individu tersebut.

5. Karakteristik Assertiveness Training

Dalam hal ini karakteristik assertiveness training meliputi:

a. Cocok untuk individu yang memiliki kebiasaan respon-cemas ( anxiety-response) dalam hubungan interpersonal, yang tidak adaptif, sehingga

menghambat untuk mengekspresikan perasaan dan tindakan yang tegas

dan tepat.

b. Latihan asertif terdiri dari 3 komponen, yaitu : Role Playing,

Modeling, Social Reward dan Coaching.

c. Dalam situasi social dan interpersonal, muncul kecemasan dalam diri

individu, seperti merasa tidak pantas dalam pergaulan social dan takut

untuk ditinggalkan, serta kesulitan mengekspresikan perasaan cinta

dan afeksinya terhadap orang-orang disekitarnya.

Maka dapat disimpulkan bahwa karakteristik assertiveness training

juga cocok untuk individu dalam situasi sosial interpersonal berupa

perasaan cemas atau takut kehilangan. Latihan atau training yang digunakan pun mencakup 3 komponen dan untuk yang ingin

(51)

tersebut, bisa menggunakan role playing, modeling, ataupun social reward semua bergantung dari individu bersangkutan.

6. Tujuan dan Asumsi Teknik Assertiveness Training

Tujuan dari Teknik Assertiveness Training yaitu :

a. mengajarkan individu untuk menyatakan diri mereka dalam suatu cara

sehingga memantulkan kepekaan kepada perasaan dan hak-hak orang

lain.

b. meningkatkan keterampilan behavioralnya sehingga mereka bisa menentukan pilihan apakah pada situasi tertentu perlu berperilaku

seperti apa yang diinginkan atau tidak.

c. mengajarkan pada individu untuk mengungkapkan diri dengan cara

sedemikian rupa sehingga terefleksi kepekaannya terhadap perasaan

dan hak orang lain.

d. meningkatkan kemampuan individu untuk menyatakan dan

mengekspresikan dirinya dengan enak dalam berbagai situasi social,

e. menghindari kesalahpahaman dari pihak lawan komunikasi.

Asumsi teknik assertiveness training adalah kecemasan akan

menghambat individu untuk mengekspresikan perasaan dan tindakan yang

tegas dan tepat dalam menjalin suatu hubungan social dan tiap individu

memiliki hak (tetapi bukan kewajiban) untuk menyatakan perasaan,

(52)

Jadi dapat disimpulkan bahwa asumsi dari assertiveness training

adalah kita tidak perlu cemas dalam mengekspresikan diri karena setiap

individu mempunyai hak untuk mengungkapkan perasaannya, pendapat,

yang diyakini serta sikapnya terhadap orang lain dengan tetap

menghormati dan menghargai hak-hak orang tersebut.

7. Fungsi Konselor dalam Teknik Assertiveness Training

Fungsi assertiveness training sangat relevan digunakan pada

permasalahan yang menyangkut hubungan sosial. Misalnya dalam lingkup

sekolah, organisasi. Dimana terjadi kebingungan pandangan mengenai

asertif, agresif, dan pasif. Adapun peran atau fungsi Konselor dalam

teknik ini yaitu sebagai fasilitator yang bertugas merangsang dan

mendorong siswa bersikap lugas atas pikiran dan perasaannya dengan

tetap memperhatikan perasaan orang lain.

C. Teknik Assertiveness Training dalam Meningkatkan konsep diri positif Assertiveness training merupakan rangkuman yang sistematis dari

keterampilan, peraturan, konsep atau sikap yang dapat mengembangkan dan

melatih kemampuan individu untuk menyampaikan dengan terus terang

pikiran, perasaan, keinginan dan kebutuhannya dengan penuh percaya diri

sehingga dapat berhubungan baik dengan lingkungan sosialnya.

Konsep diri adalah individu dapat mengenal tentang dirinya sendiri

(53)

tersebut berpengaruh terhadap interaksi dengan orang lain. Berdasarkan hal

tersebut, maka untuk meningkatkan konsep diri yang positif dapat digunakan

teknik assertiveness training.

Keefektifan teknik assertiveness training telah banyak dibuktikan

dengan berbagai penelitian eksperimen seperti : Penelitian ini menekankan

bahwa ada pengaruh penggunaan teknik assertiveness training dalam menanggulangi perilaku siswa yang berperilaku tidak percaya diri maupun

menyimpang.

Seorang guru disekolah yang bisa menangani kemarahan yang

membludak dari murid-muridnya yang terkenal sering ribut dan menganggu

teman-temannya bahkan seorang anak tidak percaya diri akan kemampuannya

di kelas. Metode tersebut dinamakan sebagai metode asertif karena

menangani kemarahan anak dengan cara berempati padanya dan

mengusahakan agar anak pun bisa berempati pada temannya bahkan dengan

adanya assertiveness training. Assertiveness training ini yang dapat menangani perilaku negatif anak di kelas.

Dengan demikian Teknik assertiveness training dapat digunakan untuk peningkatan kepercayaan diri siswa sehingga menjadi konsep diri

positif pada siswa semakin meningkat. Dalam penelitian ini dijelaskan bahwa

siswa yang memiliki harga diri yang rendah akan ditingkatkan dengan

penggunaan assertiveness training, sehingga jika harga dirinya meningkat

(54)

Dari uraian tersebut di atas jelas bahwa penggunaan teknik

Assertiveness Training sangat berpengaruh dapat meningkatkan konsep diri

yang positif sehingga akan membantu dalam mencapai perkembangan yang

optimal.

D. Kelebihan dan Kekurangan As

Gambar

Definisi Operasional PenelitianTabel. 1
Tabel. 2
Tabel. 3
Tabel. 5 Gambaran Umum Konsep diri Peserta didik kelas X SMK Negeri 5
+6

Referensi

Dokumen terkait

Sehingga lovelock menyimpulkan bahwa struktur organisasi harus dibuat dengan mendukung perkembangan aktivitas pemasaran tradisional dan aktivitas interactive marketing

Selain itu, perpustakaan UIN Sunan Kalijaga melakukan kerja sama dengan PTIPD (Pusat Teknologi Informasi dan Pangkalan Data) orang- orang Teknologi Informasi yang ahli

3" Ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan merokok dengan kejadian gastritis pada pris dewasa di wilayah kerja UPTD Puskesmas Tanjung Agung Kecamatan Baturaja

Ada beberapa hal positif yang dapat dilihat dari penggunaan gadget yaitu: mempermudah menyelesaikan pekerjaan dengan cepat, memberikan berbagai macam informasi diseluruh

Realistic mathematics education (RME) salah satu dari sekian banyak cara mengajar matematika yang mengangkat kehidupan sehari-hari sebagai titik awal dalam membangun konsep

Kemampuan karyawan dalam menjalankan tugasnya pada umumnya sejajar dengan prestasinya (Notoatmodjo, 2009). Hal lain yang dapat mempengaruhi kinerja menurun adalah masa

Sistem ini dibuat agar memudahkan DPTSI selaku pihak yang bertugas mengatur jalannya seluruh sistem teknologi informasi yang ada di ITS dalam melakukan pemantauan dan

Tampaknya pemikiran yang segera mudah diambil terhadap topik bahasan berjudul Demokrasi: antara Harapan dan Kenyataan, dengan memperhatikan praktek pesta demokrasi yang pada