• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARAH Direktur Jenderal PSDKP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARAH Direktur Jenderal PSDKP"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARAH

Direktur Jenderal PSDKP PENANGGUNG JAWAB

Sekretaris Direktorat Jenderal PSDKP Direktur Pemantauan SDKP dan PIP

Direktur Pengawasan Sumber Daya Perikanan Direktur Pengawasan Sumber Daya Kelautan Direktur Kapal Pengawas

Direktur Penanganan Pelanggaran KETUA TIM PENYUSUN

Kepala Bagian Program Sekretariat Ditjen. PSDKP TIM PENYUSUN

Rochman Nurhakim, S.Pt., M.Si Saiful Umam, S.St.Pi

Samsu Muarip, A.Md Shieldvia Marisscha, ST Reyne Pesurnay KONTRIBUTOR

Sekretariat Direktorat Jenderal PSDKP Direktorat Pemantauan SDKP dan PIP

Direktorat Pengawasan Sumber Daya Perikanan Direktorat Pengawasan Sumber Daya Kelautan Direktorat Kapal Pengawas

Direktorat Penanganan Pelanggaran DITERBITKAN OLEH

Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan

Gd. Mina Bahari III Lt. 15, Jl. Medan Merdeka Timur No. 16 Jakarta Pusat Telp. (021) 3519070 ext 6062, Faks. (021)3520346

(2)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarokatuh,

P

uji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah Yang Maha Esa atas berhasil disu-sunnya Buku Refleksi 2013 dan Outlook 2014 Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan. Buku ini merupakan salah satu bentuk pertanggungjawaban Ditjen. PSDKP sebagai institusi yang memiliki tugas dan fungsi mengawasi sumber daya kelautan dan perikanan guna mewujudkan pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan (SDKP) yang tertib dan bertanggungjawab.

Selama kurun waktu tahun 2013, pengawasan SDKP telah menunjukkan kinerja yang baik dengan tercapainya sasaran yang telah ditentukan dan terpenuhinya kontribusi pengawasan terhadap pencapaian IKU Kementerian Kelautan dan Perikanan, yaitu “Per-airan bebas illegal fishing dan kegiatan yang merusak sebesar 41%”. Pencapaian sasaran tersebut diupayakan melalui pelaksanaan program/kegiatan utama pengawasan SDKP sebagaimana yang diuraikan dalam buku ini. Di samping itu, sejalan dengan semangat Reformasi Birokrasi, pada tahun 2013, Ditjen. PSDKP telah mengimplementasikan Ba-lanced Score Card (BSC) dalam pengelolaan kinerjanya.

Memasuki tahun 2014, indikator kinerja output maupun outcome telah dirumuskan dan ditetapkan secara lebih jelas dan terukur, untuk kemudian dilaksanakan dan diupayakan pencapaiannya dengan segenap sumber daya yang ada. Selain melanjutkan kebijakan dan kegiatan yang telah dilaksanakan pada tahun sebelumnya, pada tahun 2014 kegiatan pengawasan lebih ditingkatkan untuk memberikan dukungan terhadap kebijakan prioritas Kementerian Kelautan dan Perikanan antara lain: Minapolitan, Industrialisasi Kelautan dan Perikanan, Blue Economy, Maluku Lumbung Ikan Nasional, dan Pengarus Utamaan Gender. Diharapkan pada tahun 2014, pengawasan SDKP dapat memberikan kontribusi yang lebih besar bagi pembangunan kelautan dan perikanan demi tercapai-nya kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan.

Semoga buku “Refleksi 2013 dan Outlook 2014 Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan” dapat memberikan gambaran mengenai kinerja pengawasan SDKP pada tahun 2013 serta prioritas program/kegiatan pada tahun 2014 dalam mendukung pembangunan kelautan dan perikanan. Semoga apa yang tertuang dalam buku ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Jakarta, Januari 2014 Direktur Jenderal PSDKP

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... ii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Maksud dan Tujuan ... 3

C. Landasan Hukum Pengawasan SDKP ... 3

II. PENGELOLAAN PERIKANAN DAN ISU AKTUAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN ... 9

A. Pengelolaan Perikanan di Indonesia ... 9

B. Isu Aktual Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan ... 10

III. KERAGAAN PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN 13 A. Sumber Daya Manusia (SDM) ... 13

B. Kelembagaan Pengawasan SDKP ... 17

C. Sarana Pengawasan SDKP ... 18

D. Prasarana Pengawasan SDKP ... 21

E. Anggaran ... 22

IV. RENCANA STRATEGIS PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2010 - 2014 ... 23

A. Visi dan Misi ... 23

B. Tujuan dan Sasaran ... 23

C. Arah Kebijakan dan Strategi ... 24

D. Indikator Kinerja Utama ... 26

E. Program dan Kegiatan ... 27

V. CAPAIAN KINERJA PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2013 ... 31

A. Pemantauan Kapal Perikanan ... 31

B. Pengembangan Infrastruktur Pengawasan ... 32

C. Pengawasan Sumber Daya Perikanan ... 36

D. Pengawasan Sumber Daya Kelautan ... 40

E. Operasi Kapal Pengawas ... 40

F. Penanganan Pelanggaran ... 42

G. Kerjasama Pengawasan SDKP ... 49

VI. KEGIATAN PRIORITAS TAHUN 2014 ... 53

A. Prioritas Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan ... 53

B. Alokasi Anggaran Tahun 2014 ... 57

C. Rencana Kerja Pengawasan SDKP Mendukung Industrialisasi Kelautan dan Perikanan ... 58

D. Peningkatan Pengawasan Pemanfaatan SDKP Mendukung Industrialisasi Kelautan dan Perikanan Berbasis Industrialisasi dengan Pendekatan Ekonomi Biru (Blue Economy) ... 59

(4)
(5)

Bab I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam upaya mewujudkan peningkatan kesejahteraan bagi masyarakat, khususnya masyarakat kelautan dan perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah merumuskan serangkaian kebijakan dan strategi yang secara utuh tertuang di dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tahun 2010-2014. Selanjutnya setiap Unit Kerja Eselon I lingkup KKP menjabarkan RENSTRA tersebut ke dalam pelaksanaan program/kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing, sebagai kesatuan yang saling mendukung dan melengkapi antara satu dengan lainnya.

Keberadaan Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber daya Kelautan dan Peri-kanan (Ditjen. PSDKP) sebagai bagian integral dari KKP, merupakan wujud pengukuhan pentingnya pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan dalam mewujudkan misi besar pembangunan kelautan dan perikanan un-tuk mensejahterakan masyarakat. Pokok utama dari tugas dan fungsi pen-gawasan adalah menjamin terselenggaranya pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan secara tertib dan bertanggungjawab, sehingga keberlanjutannya dapat dipertahankan. Hal ini dilakukan dengan melakukan kegiatan pengawasan dan penegakan hukum sebagaimana amanat Undang-Undang 31/2004 tentang Perikanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang no 45/2009 tentang Perubahan atas

(6)

Un-dang-undang No. 31 tahun 2004, dan UU No. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Selama pelaksanaan kegiatan pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan sejak tahun pertama sampai dengan tahun ke empat pelaksanaan RPJM ke-II, banyak hal yang sudah dilakukan dan banyak peristiwa sudah tercatat, namun banyak juga hal-hal yang harus dibenahi baik secara internal maupun eksternal. Secara umum dapat dikatakan bahwa pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan telah mengalami kemajuan yang positif, meskipun belum sepenuhnya optimal. Pencapaian penting sejak tahun 2010 s/d 2013 diantaranya dapat dilihat dari jumlah kapal yang diperiksa di laut serta kapal-kapal asing yang di adhoc, jumlah kasus pidana dan pelanggaran yang diproses, jumlah kapal berizin yang memasang VMS, peningkatan ketaatan kapal-kapal berizin, peningkatan pengawasan sumber daya kelautan dan meningkatnya kerjasama internasional, diantaranya kerjasama Indonesia-Australia dalam Indonesia Australia Fisheries Surveillance Forum dan kerjasama implementasi RPOA (Regional Plan of Action) on Promoting Responsible Fishing Practices in the Region yang melibatkan 10 negara ASEAN plus Australia.

Refleksi atas kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan selama periode RPJMN ke II, khususnya sejak tahun 2010 s/d 2013, perlu dilakukan sebagai bahan evaluasi sekaligus bekal yang bermanfaat dalam mengantisipasi tantangan tahun 2014 yang merupakan tahun terakhir periode RPJMN ke II. Menyertai Refleksi tersebut, diperlukan pula outlook atas kebijakan, program/kegiatan ke depan untuk melihat keterkaitan antara evaluasi capaian kegiatan tahun lalu dengan perbaikan perencanaan tahun berikutnya.

(7)

B. Maksud dan Tujuan

Penyusunan Buku ”Refleksi 2013 dan Outlook 2014 Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan” merupakan media untuk mengkomunikasikan kinerja kepada publik yang meliputi kebijakan, program dan pencapaian, agar dapat dijadikan acuan untuk memberikan masukan perbaikan kinerja Ditjen. PSDKP di masa datang.

C. Landasan Hukum Pengawasan SDKP

NASIONAL:

1. Undang-Undang nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang nomor 45 tahun 2009 :

Pasal 66 ayat (1): Pengawasan Perikanan dilakukan oleh Pengawas Perikanan.

Pasal 66A ayat (1): Pengawas Perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 merupakan Pegawai Negeri Sipil yang bekerja di bidang perikanan yang diangkat oleh menteri atau pejabat yang ditunjuk. Pasal 67: Masyarakat dapat diikutsertakan dalam membantu Pengawasan Perikanan.

Pasal 69: Kapal pengawas perikanan berfungsi melaksanakan pengawas-an dpengawas-an penegakpengawas-an hukum di bidpengawas-ang perikpengawas-anpengawas-an dalam Wilayah Pengelo-laan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP-NRI).

Pasal 73 ayat (1): Penyidikan tindak pidana di bidang perikanan WPP-NRI dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perikanan, Perwira TNI AL, dan/atau Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pasal 73 ayat (2): Selain penyidik TNI AL, penyidik pegawai negeri sipil perikanan berwenang melakukan penyidikan terhadap tindak pidana di bidang perikanan yang terjadi di Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia (ZEEI).

Pasal 73 ayat (3): Penyidikan terhadap tindak pidana di bidang perikanan yang terjadi di pelabuhan perikanan diutamakan dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perikanan.

(8)

3. Undang-Undang nomor 17 tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention on the Law of the Sea (Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa tentang Hukum Laut);

4. Undang-Undang nomor 21 tahun 2009 tentang Pengesahan Agreement for the Implementation of the Provisions of the United Nation Convention on the Law of the Sea of 10 December 1982 Relating to the Conservation and Management of Straddling Fish Stocks and Highly Migratory Fish Stocks (Persetujuan Pelaksanaan Ketentuan-ketentuan Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa tentang Hukum Laut tanggal 10 Desember 1982 yang berkaitan dengan Konservasi dan Pengelolaan Sediaan Ikan yang Beruaya Terbatas dan Sediaan Ikan yang Beruaya Jauh).

INTERNASIONAL:

1. Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-bangsa (United Nation Convention on the Law of the Sea/UNCLOS), 1982, yang di antaranya menyebutkan bahwa:

a. Negara Pantai (coastal states) harus mengelola sumber daya hayati di Zona Ekonomi Eksklusifnya, agar tidak dimanfaatkan secara berlebihan dan mendukung pengelolaan sumber daya hayati di Laut Lepas.

(9)

b. Negara Bendera (flag states) harus dapat mengendalikan aktivitas kapal-kapal berbenderanya sesuai dengan ketentuan konservasi dan manajemen sumber daya hayati.

c. Negara Pelabuhan (port states) tidak boleh menerima tangkapan hasil pelanggaran ketentuan konservasi dan manajemen di pelabuhannya.

d. Negara Pengawasan (inspecting states) melakukan pengawasan aktivitas kapal berbenderanya, serta melakukan penegakan hukum terhadap kapal berbenderanya yang melanggar ketentuan konser-vasi dan manajemen sumber daya hayati.

2. FAO, Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF), 1995

Kode etik perikanan yang bertanggungjawab (CCRF) ditetapkan oleh FAO, dilatarbelakangi oleh kegiatan-kegiatan perikanan yang tidak bertanggungjawab yang mengancam kelestarian sumber daya perikanan. CCRF menyebutkan beberapa ketentuan yang disepakati negara-negara anggota FAO, di antaranya:

a. Negara-negara harus menjamin bahwa hanya operasi penangkapan ikan yang diijinkan di wilayah perairan yurisdiksi negara tersebut. Operasi penangkapan ikan harus dilaksanakan dengan cara-cara yang bertanggungjawab.

b. Negara-negara sesuai dengan hukum internasional, di dalam kerangka kerja organisasi atau tatanan pengelolaan perikanan sub regional, harus bekerjasama menetapkan sistem untuk pemantauan (monitoring), pengendalian (control), pengawasan (surveillance), dan penegakan hukum (law enforcement), berkenaan dengan operasi penangkapan ikan dan kegiatan terkait di perairan di luar yurisdiksi perairan mereka.

3. International Plan of Action to Prevent, Deter and Eliminate Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing (IPOA-IUU Fishing), 2001

a. IUU fishing merupakan ancaman terhadap kelestarian sumber daya perikanan. IUU fishing melemahkan pengelolaan sumber daya perikanan global.

b. Semua negara (pantai, bendera, pelabuhan, dan pengawas) harus mendukung pemberantasan IUU Fishing di perairan yurisdiksinya

(10)

c. Semua negara harus melakukan pemantauan (monitoring), pengendalian (control), dan pengawasan (surveillance) secara komprehensif dan efektif, terhadap operasional penangkapan ikan, sejak permulaannya, melalui tempat pendaratan, sampai tujuan akhir, termasuk dengan menerapkan sistem pemantauan kapal perikanan (Vessel Monitoring System/VMS).

4. FAO Agreement for the implementation of the provisions of the Convention relating to the conservation and management of straddling fish and highly migratory fish stock (FAO, Fish Stock Agreement), 1995.

Agreement ini dilatarbelakangi menurunnya stok ikan beruaya jauh (high-ly migratory stock) dan menengah (straddling stock), dan melatarbelakangi pembentukan organisasi pengelolaan perikanan regional (Regional Fisheries Management Organizations/RFMOs). Beberapa ketentuannya, di antaranya:

a. Negara Pantai harus mendukung pengelolaan sumber daya perikanan beruaya jauh dan menengah di perairan yurisdiksi negara dan laut lepas.

b. Ketentuan mengenai MCS disertakan sebagai lampiran Agreement ini, untuk mendukung upaya-upaya konservasi dan pengelolaan perikanan beruaya jauh dan menengah.

5. FAO Model Scheme on Port State Measures to Combat Illegal, Unreported and Unregulated Fishing (FAO, Port State Measures), 2007. Meskipun Indonesia belum meratifikasi ketentuan mengenai Port State Measures, namun perlu diketahui mengenai beberapa ketentuan yang tidak dapat dilepaskan dari aspek-aspek pengawasan SDKP, di antaranya bahwa negara-negara pelabuhan:

a. Tidak boleh menerima kapal perikanan yang termasuk dalam daftar kapal-kapal pelaku IUU Fishing di pelabuhannya.

b. Dilarang memberikan dukungan kepada kapal perikanan IUU Fishing di pelabuhannya

c. Mengimplementasikan skema dokumentasi hasil tangkapan (Catch Documentation Scheme) dan inspeksi pelabuhan (port inspection), untuk memeriksa dan menunjukkan tangkapan yang didaratkan kapal perikanan bukan merupakan hasil IUU Fishing.

(11)

d. Mengembangkan implementasi sarana dan prasarana pengawasan untuk mendukung skema dokumentasi hasil tangkapan dan inspeksi pelabuhan

Negara-negara Uni Eropa telah meratifikasi langkah internasional ini dan mengimplementasikan skema sertifikasi hasil tangkapan (Catch Certificate Scheme) untuk perdagangan produk perikanan dengan negara-negara Uni Eropa.

Hampir semua organisasi pengelolaan perikanan regional (RFMOs) telah meratifikasi ketentuan-ketentuan tersebut, termasuk IOTC, CCSBT dan WCPFC.

Khusus untuk pengelolaan perikanan di laut lepas, berlaku beberapa ketentuan yang telah disepakati sejumlah negara, tak terkecuali Indonesia, yang armada perikanan nasionalnya juga beroperasi di laut lepas. Ketentuan tersebut di antaranya:

6. FAO Agreement to promote compliance with International conservation and management measures by fishing vessels on the high seas (FAO, Compliance Agreement), 1992.

Agreement ini dilatarbelakangi menurunnya stok ikan di Laut Lepas dan praktek kapal perikanan yang dibenderai kembali (re-flaging), untuk melemahkan langkah konservasi dan manajemen perikanan di Laut Lepas. Beberapa ketentuan di antaranya:

a. Negara Bendera harus memastikan kapal-kapal yang mengibarkan benderanya, tidak melemahkan langkah-langkah konservasi dan pengelolaan perikanan di laut lepas.

b. Negara Bendera harus dapat mengendalikan aktivitas kapal perikanan yang mengibarkan benderanya di laut lepas, agar sesuai dengan langkah konservasi dan pengelolaan perikanan laut lepas. c. Ketentuan mengenai MCS disertakan sebagai lampiran Agreement

ini, untuk mendukung upaya-upaya konservasi dan pengelolaan perikanan di laut lepas.

(12)
(13)

t

PENGAWASAN SUMBER DAYA

Bab 2

PENGELOLAAN PERIKANAN DAN ISU AKTUAL

KELAUTAN DAN PERIKANAN

A. Pengelolaan Perikanan di Indonesia

Pengelolaan perikanan di Indonesia meliputi perikanan tangkap, perikanan budidaya, pengolahan hasil perikanan, dan pemasaran hasil perikanan, yang masing-masing memiliki potensi dan tantangan tersendiri.

Khusus dalam bidang pengelolaan perikanan tangkap, maka sesuai ketentuan

internasional dan regional, digunakan tools yang dikenal dengan monitoring,

control and surveillance [MCS], yaitu:

 Monitoring: kegiatan untuk memantau tingkat pemanfaatan sumber daya perikanan dan aktivitas kapal perikanan.

 Control: kegiatan untuk mengendalikan pemanfaatan sumber daya perikanan dan aktivitas kapal perikanan agar sesuai dengan ketentuan pengelolaan sumber daya perikanan.

 Surveillance: kegiatan untuk mengawasi tingkat pemanfaatan sumber daya perikanan dan aktivitas kapal perikanan. Kegiatan ini akan

dilanjutkan dengan proses penegakan hukum (law enforcement) terhadap

kapal perikanan yang melanggar ketentuan pengelolaan sumber daya perikanan.

Penyelenggaraan MCS pada Kementerian Kelautan dan Perikanan melibat-kan beberapa unit eselon-I, yaitu: Badan Penelitian dan Pengembangan Ke-lautan dan Perikanan, Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, serta Direkto-rat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan,

(14)

sebagaima-Gambar 1.1

Penyelenggaraan Monitoring, Control, dan Surveillance Pengelolaan Perikanan pada Kementerian Kelautan dan Perikanan

B. Isu Aktual Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan

Isu pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan yang menuntut perlunya dilakukan pengawasan terhadap sumber daya kelautan dan perikanan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan, meliputi:

1. Bidang Perikanan Tangkap

a. Masih maraknya Kegiatan Illegal Fishing di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP-NRI) baik yang dilakukan oleh Kapal Ikan Indonesia (KII) maupun Kapal Ikan Asing (KIA). Beberapa modus/jenis illegal fishing yang sering dilakukan oleh KII, antara lain:

1) Penangkapan ikan tanpa Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP) dan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) maupun Surat Izin Kapal Pengangkutan Ikan (SIKPI);

2) Memiliki izin tapi melanggar ketentuan sebagaimana ditetapkan

DJ PT

DJ PSDKP

DJ KP3K BALIT-BANG KP

MENTERI KEBIJAKAN PEMANFAATAN SDI

MONITORING CONTROL SURVEILLANCE

Monitoring, Control, and Surveillance (MCS)

PENGATURAN PENGELOLAAN

PERIJINAN

SKAT SLO

KONSERVASI dan REHABILITASI

OPERASI PENGAWASAN DAN PENEGAKAN HUKUM

PENANGANAN PELANGGARAN OBSERVER, LOG BOOK, PORT INSPECTION DATA STATISTIK PEMANTAUAN: VMS S T O C K A S S E S S M E N T Informasi Sosial-Ekonomi Data karakteristik

biofisik ikan dan lingkungannya

PENG-ADILAN

(15)

(a.l: pelanggaran daerah penangkapan ikan, pelanggaran alat tangkap, pelanggaran ketaatan berpangkalan);

3) Pemalsuan/manipulasi dokumen (a.l: dokumen pengadaan, registrasi, dan perizinan kapal);

4) Transshipment di tengah laut;

5) Tidak mengaktifkan transmitter (khusus bagi kapal-kapal yang diwajibkan memasang transmitter); dan

6) Penangkapan ikan yang merusak (destructive fishing) dengan menggunakan bahan kimia, bahan biologis, bahan peledak, alat dan/atau cara, maupun bangunan yang membahayakan pelestarian sumber daya ikan.

Adapun kegiatan illegal fishing yang dilakukan oleh KIA adalah pencurian/penjarahan ikan di WPP-NRI. KIA tersebut berasal dari beberapa negara tetangga seperti: Malaysia, Thailand, Filipina, Vietnam, China, Taiwan, dan Kamboja. Berdasarkan analisa atas hasil pengawasan yang dilakukan sepanjang tahun 2005 s/d 2012, dapat disimpulkan bahwa intensitas pencurian oleh KIA cenderung meningkat. Sebagian besar pencurian ikan terjadi di ZEEI (Exclusive Economic Zone Indonesia), khususnya di 3 (tiga) wilayah laut, yaitu: Laut China Selatan, Laut Arafura, dan Laut Sulu Sulawesi, disamping juga cukup banyak terjadi di perairan kepulauan (archipelagic state). Jenis alat tangkap yang digunakan oleh KIA adalah alat-alat tangkap produktif seperti purse seine dan trawl.

b. Data stok ikan terkini dan reliable belum tersedia

c. Beberapa Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP-NRI) telah mengalami overfishing dan overcapacity.

d. Hasil tangkapan nelayan skala kecil tidak terdata dengan baik; e. Terancam punahnya beberapa spesies ikan endemik, seperti: Ikan

Lemuru di Selat Bali, Ikan Belida di Sumatera Selatan. 2. Bidang Perikanan Budidaya

a. Ekstensifikasi budidaya perikanan yang merusak mangrove;

b. Limbah kegiatan budidaya ikan yang menyebabkan pencemaran kawasan pesisir dan laut;

(16)

3. Bidang Pengolahan Hasil Perikanan

a. Hanya 30-50% dari kapasitas Unit Pengolahan Ikan (UPI) terpasang yang beroperasi, dikarenakan kurangnya pasokan bahan baku; b. Masih mengimpor sebagian bahan baku pengolahan ikan dari negara

tetangga yang nota bene luas perairan lautnya jauh lebih kecil dari luas perairan Laut Indonesia.

4. Bidang Pemasaran Hasil Perikanan

a. Perbedaan angka produk perikanan yang diekspor dengan produk perikanan yang diimpor;

b. Importasi ikan dan produk perikanan yang menyalahi perijinan; c. Ikan berformalin masih ditemui di pasar-pasar tradisional;

d. Ekspor hasil perikanan Indonesia terancam diembargo, karena belum dapat membuktikan dilaksanakannya upaya pengelolaan dan konservasi sumber daya ikan secara benar dan baik, sesuai ketentuan internasional dan regional.

5. Bidang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil

1. Kerusakan terumbu karang akibat penambangan karang dan penggunaan alat tangkap yang merusak habitat ikan, seperti: bom, racun, dan stroom;

2. Eksploitasi mangrove;

3. Penambangan pasir besi dan pasir laut yang menyebabkan rusaknya ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil;

4. Kegiatan perikanan yang menyebabkan pencemaran perairan pesisir dan laut.

(17)

Bab 3

SDKP

KERAGAAN PENGAWASAN

A. Sumber Daya Manusia (SDM)

SDM Pengawasan merupakan potensi penting yang harus terus dikembang-kan baik kualitas maupun kuantitasnya guna keberhasilan pengawasan SDKP. Pengembangan SDM sebagai sumber daya pengawasan SDKP, menekankan manusia sebagai pelaku pengawasan yang memiliki etos kerja produktif, keterampilan, kreativitas, disiplin, profesionalisme, loyalitas serta memiliki kemampuan memanfaatkan, mengembangkan, dan menguasai ilmu pe-ngetahuan dan teknologi maupun kemampuan manajemen. Atas dasar itu-lah, Ditjen. PSDKP terus berupaya secara bertahap dari waktu ke waktu untuk melakukan pengembangan SDM pengawasan.

Sampai dengan tahun 2013, Jumlah keseluruhan Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Ditjen. PSDKP tercatat sebanyak 876 orang. Jumlah tersebut menempati 8,50% terhadap total jumlah PNS di Kementerian Kelautan dan Perikanan sebanyak 10.316 orang. Komposisi pegawai Ditjen. PSDKP berdasarkan Satuan Kerja (Satker) dapat dilihat pada tabel berikut.

(18)

Tabel 3.1

Komposisi Pegawai Ditjen PSDKP Berdasarkan Satuan Kerja s/d Tahun 2013

NO SATUAN KERJA L P (ORANG)JUMLAH %

1 Kantor Pusat 176 78 254 29,00

2 Pangkalan PSDKP Jakarta & Satker dibawahnya 109 10 119 13,58 3 Pangkalan PSDKP Bitung & Satker dibawahnya 65 7 72 8.22 4 Stasiun PSDKP Belawan & Satker di bawahnya 44 7 51 5.82 5 Stasiun PSDKP Pontianak & Satker dibawahnya 55 2 57 6.51 6 Stasiun PSDKP Tual & Satker di bawahnya 45 6 51 5.82

7 ABK Kapal Pengawas 272 - 272 31.05

Total 766 110 876 100.00

Gambar 3.1

Komposisi Pegawai Ditjen PSDKP Berdasarkan Satuan Kerja s/d Tahun 2013

Pengembangan dan peningkatan SDM Pengawasan secara kuantitas dilaksanakan secara reguler melalui penerimaan PNS di tingkat pusat. Adapun peningkatan SDM secara kualitas dilakukan melalui berbagai kegiatan pembinaan dan peningkatan kompetensi pengawas (pendidikan dan pelatihan). Melalui pendidikan dan pelatihan tersebut, sampai dengan tahun 2013 jumlah Pengawas Pegawai Negeri Sipil (PPNS) perikanan baik dari pendidikan crash program maupun reguler sebanyak 706 orang dengan rincian seperti pada Tabel 3.2.

Kantor Pusat

Pangkalan PSDKP Jakarta & Satker di bawahnya Pangkalan PSDKP Bitung & Satker di bawahnya Stasiun PSDKP Belawan & Satker di bawahnya Stasiun PSDKP Pontianak & Satker di bawahnya Stasiun PSDKP Tual & Satker di bawahnya ABK Kapal Pengawas

31%

29%

6%

6%

6%

8%

(19)

Tabel 3.2

Jumlah PPNS berdasarkan Jenis Pelatihan Tahun 2002 - 2013

No. Tahun Jenis Pendidikan Total

Crash Program Reguler

1 2002 63 31 94 2 2003 40 29 69 3 2004 61 32 93 4 2005 60 58 118 5 2006 - 49 49 6 2007 - 51 51 7 2008 43 28 71 8 2009 35 30 65 9 2010 - 39 39 10 2011 - - - 11 2012 - - -12 2013 - 57 57 Total 302 404 706

Keterangan - Note: *): Tahun 2011 dan 2012 tidak dilaksanakan pelatihan PPNS Selain Diklat PPNS Perikanan, sesuai amanat Undang-Undang Nomor 27/20017 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Ditjen. PSDKP menyelenggarakan iklat Polisi Khusus Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (POLSUS WP3K). Dari Diklat tersebut, sampai dengan tahun 2013, jumlah POLSUS WP3K sebanyak 153 orang.

(20)

Adapun rincian jumlah Awak Kapal Pengawas (AKP) Ditjen. PSDKP s/d tahun 2013 dapat dilihat pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3

Jumlah Awak Kapal Pengawas (AKP) Ditjen. PSDKP s/d Tahun 2013 NO. NAMA KAPAL JUMLAH PERSONEL(ORANG)

1 KP. BARRACUDA 001 6 2 KP. BARRACUDA 002 7 3 KP. HIU 001 11 4 KP. HIU 002 9 5 KP. HIU 003 9 6 KP. HIU 004 10 7 KP. HIU 005 10 8 KP. HIU 006 11 9 KP. HIU 007 10 10 KP. HIU 008 9 11 KP. HIU 009 10 12 KP. HIU 010 11 13 KP. HIU MACAN 001 15 14 KP. HIU MACAN 002 12 15 KP. HIU MACAN 003 12 16 KP. HIU MACAN 004 14 17 KP. HIU MACAN 005 16 18 KP. HIU MACAN 006 14

19 KP. HIU MACAN TUTUL 001 13

20 KP. TODAK 001 7 21 KP. TODAK 002 7 22 KP. TAKALAMUNGAN 9 23 KP. PADAIDO 9 24 KP. AKAR BAHAR 6 25 KP. PAUS 001 11 26 TENAGA KONTRAK 56 TOTAL 328

(21)

B. Kelembagaan Pengawasan SDKP

1. Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pengawasan SDKP

Peran dan fungsi utama UPT dan Satker Pengawasan adalah melakukan operasional pengawasan SDKP di wilayah yang menjadi kewenangannya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam melaksanakan peran dan fungsinya, UPT dan Satker pengawasan berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah setempat.

Sampai dengan tahun 2013, Ditjen. PSDKP telah membentuk 5 (lima) UPT Pengawasan (Pangkalan Pengawasan SDKP Jakarta, Pangkalan Pengawasan SDKP Bitung, Stasiun Pengawasan SDKP Belawan, Stasiun Pengawasan SDKP Pontianak, dan Stasiun Pengawasan SDKP Tual), 58 Satker Pengawasan dan 130 Pos Pengawasan yang tersebar di lokasi-lokasi strategis di seluruh Indonesia.

2. Pengadilan Perikanan

Keberadaan pengadilan perikanan yang merupakan amanat UU No. 31/2004 tentang Perikanan, Pasal 71 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 45 tahun 2009, utamanya ditujukan untuk lebih mengefektifkan proses penanganan kasus-kasus pelanggaran di bidang perikanan. Pembentukan Pengadilan Perikanan dilakukan melalui kerjasama dengan Mahkamah Agung, sehingga keberadaannya terintegrasi dengan Pengadilan Negeri setempat.

Dalam kurun waktu tahun 2007 s/d 2013, Ditjen. PSDKP telah membentuk 7 (tujuh) Pengadilan Perikanan di 7 (tujuh) lokasi yang dianggap sebagai daerah dengan intensitas pelanggaran bidang kelautan dan perikanan yang cukup tinggi, yaitu: Provinsi Sumatera Utara-Belawan, Provinsi DKI Jakarta-Jakarta Utara, Provinsi Kalimantan Barat-Pontianak; Provinsi Sulawesi Utara-Bitung, Provinsi Maluku-Tual, Provinsi Kepulauan Riau-Ranai dan Tanjung Pinang. Pada tahun 2013, Ditjen. PSDKP juga telah memproses pengembangan Pengadilan Perikanan di 3 (tiga) lokasi, yaitu : Ambon, Merauke, dan Sorong. Draft Keputusan Presiden tentang Pembentukan Pengadilan Perikanan sudah diparaf oleh Ketua MA, Menteri Keuangan dan Menteri PAN & RB dan saat ini dalam proses pengajuan untuk ditandatangani oleh Presiden RI.

(22)

Gambar 3.3

Sebaran Pengadilan Perikanan

C. Sarana Pengawasan SDKP

Dukungan sarana yang memadai sangat diperlukan untuk menunjang pelaksanaan kegiatan pengawasan SDKP. Oleh karena itu disamping mengembangkan SDM dan kelembagaan pengawasan SDKP, Ditjen PSDKP juga melakukan pengembangan sarana pengawasan SDKP secara bertahap. Sampai dengan tahun 2013, sarana pengawasan SDKP yang telah dimiliki Ditjen. PSDKP diuraikan sebagai berikut.

1. Vessel Monitoring System (VMS)

Vessel Monitoring System (VMS)/Sistem Pemantauan Kapal Perikanan merupakan salah satu bentuk sistem pengawasan di bidang penangkapan dan/atau pengangkutan ikan berbasis teknologi tingkat tinggi. Implementasi VMS mengunakan satelite dan pemasangan transmitter pada kapal-kapal penangkap ikan agar kegiatan penangkapan ikan dapat dipantau untuk keperluan pengawasan SDKP.

KETERANGAN:

1. Pengadilan Perikanan pada Pengadilan Negeri Medan 2. Pengadilan Perikanan pada Pengadilan Negeri Tanjung Pinang 3. Pengadilan Perikanan pada Pengadilan Negeri Ranai

4. Pengadilan Perikanan pada Pengadilan Negeri Jakarta Utara 5. Pengadilan Perikanan pada Pengadilan Negeri Pontianak 6. Pengadilan Perikanan pada Pengadilan Negeri Bitung 7. Pengadilan Perikanan pada Pengadilan Negeri Tual

(23)

Hal-hal yang dapat dipantau melalui VMS antara lain mencakup: posisi kapal, kecepatan kapal, laur lintasan/tracking, dan waktu terjadinya kegiatan yang terindikasi melakukan pelanggaran. Informasi ini selanjutnya akan dianalisa dan dievaluasi guna menentukan tindakan adminstratif ataupun penegakan hukum sesuai aturan yang berlaku terhadap kapal-kapal yang tidak memenuhi kewajiban untuk mengaktifkan transmitter pada saat beroperasi dan terbukti melakukan kegiatan penangkapan ikan secara ilegal.

Sebagai basis pemantauan (monitoring base) Ditjen. PSDKP telah membangun Fishing Monitoring Center (FMC) yang bertempat di Kantor Pusat Kementerian Kelautan dan Perikanan (Gedung Mina Bahari II Lt. 15) dan Regional Fishing Monitoring Center di 5 (lima) UPT Pengawasan (Jakarta, Medan, Pontianak, Bitung, dan Tual). Baik FMC maupun RFMC difungsikan sebagai pusat kendali dan analisa/evaluasi pemantauan kapal perikanan.

Kebijakan-kebijakan terkait dengan VMS / Sistem Pemantauan Kapal Perikanan terus diperbaharui sejalan dengan perkembangan strategis dunia perikanan dan perkembangan teknologi pengawasan SDKP. Kebijakan terbaru mengenai sistem pemantauan kapal perikanan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan Perikanan Nomor. PER. 10/MEN/2013 tentang Penyelenggaranaan Sistem Pemantauan Kapal Perikanan.

Jumlah kapal >30GT yang wajib memasang transmitter sesuai Data Sharing System sampai tanggal 27 Desember 2013 adalah 4.997 kapal. Sedangkan jumlah transmitter yang terpasang sampai tanggal 27 Desember 2013 adalah 3.758 transmitter. Transmitter yang tidak aktif disebabkan oleh beberapa hal yaitu transmitter rusak, kapal sedang docking, atau transmitter dimatikan dengan sengaja.

2. Kapal Pengawas

Sesuai dengan Pasal 69 Undang-Undang Nomor 45 tahun 2009 tentang “Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan”, Kapal Pengawas berfungsi melaksanakan pengawasan dan penegakan hukum di bidang perikanan. Sejak tahun 2001 s/d 2013, untuk melakukan fungsi tersebut, Ditjen. PSDKP telah membangun 27 Kapal Pengawas Perikanan dalam berbagai tipe/ukuran (ukuran 14 m

(24)

– 42 m), 1 unit Kapal Pengawas Sumber Daya Kelautan, dan 86 Speedboat pengawasan (ukuran 6 m – 12 m).

Keragaan Kapal Pengawas Ditjen. PSDKP sebagaimana dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3.4

Keragaan Kapal Pengawas s/d Akhir Tahun 2013

NO TIPE KAPAL PENGAWAS JUMLAH (UNIT) UKURAN (M) BAHAN

1 KP Hiu Macan Tutul 2 42 Baja + Aluminium

2 KP Hiu Macan 4 36 Baja

3 KP Hiu Macan 2 36 Fiberglass

4 KP Hiu 1 30 Aluminium 5 KP Hiu 10 28 Fiberglass 6 KP Takalamongan 1 23 Fiberglass 7 KP KP Padaido 1 23 Fiberglass 8 KP Todak 2 18 Fiberglass 9 KP Barracuda 2 17 Fiberglass 10 KP Paus 1 42 Baja

11 KP. Akar Bahar 1 14 Fiberglass

JUMLAH : 27

Untuk dapat mengawasi seluruh Wilayah Pengelolan Perikanan (WPP-NRI), diperlukan Kapal Pengawas yang memadai baik dari kualitas maupun kuantitasnya. Ditjen. PSDKP secara bertahap terus melakukan penambahan kapal pengawas sesuai kebutuhan serta mengupayakan peningkatan operasional dan pemeliharaannya.

3. Speedboat Pengawasan

Selain kapal pengawas, Ditjen. PSDKP juga telah membangun Speedboat pengawasan SDKP untuk menjangkau perairan yang tidak dapat dilayari oleh kapal pengawas. Speedboat tersebut ditempatkan pada UPT pengawasan SDKP maupun pada Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi/ Kabupaten/Kota, terutama daerah yang dianggap rawan pelanggaran.

(25)

Sampai dengan tahun 2013 Speedboat pengawasan yang telah dibangun oleh Ditjen. PSDKP sebanyak 86 unit dengan berbagai ukuran (6m -16m). Detail jumlah speedboat dan lokasi penempatannya dapat dilihat pada Lampiran 1.

4. Alat Komunikasi Pengawas

Alat komunikasi pengawas (ALKOMWAS) yang berupa radio merupakan sarana penunjang pengawasan yang sangat penting karena memiliki link atau jaringan yang luas yang bisa menjangkau seluruh wilayah Indonesia. ALKOMWAS digunakan untuk koordinasi dan melaporkan kegiatan pengawasan SDKP antara pusat (Pusat Komando dan Pengendalian/ PUSKODAL) dengan UPT Pengawasan, Pusat dengan daerah (Prov/Kab/ Kota), antar daerah, maupun dengan Kelompok Masyarakat Pengawas (POKMASWAS). Sampai dengan tahun 2013, telah tersebar 61 unit ALKOMWAS di seluruh Indonesia.

D. Prasarana Pengawasan SDKP

Dalam melaksanakan kegiatan pengawasan, selain dibutuhkan sarana juga dibutuhkan prasarana yang memadai. Prasarana yang dibutuhkan untuk melaksanakan kegiatan pengawasan SDKP diantaranya berupa Gedung Kantor Pengawasan, Dermaga dan Kolam Labuh untuk kapal hasil tangkapan, Ruang Pemeriksaan, Ruang Penyimpanan Barang Bukti, Detention Center, Mess Operator, Mess ABK di Pangkalan dan Stasiun Pengawasan SDKP, serta Kantor Pengawasan di Satuan Kerja dan Pos Pengawasan SDKP. Penyediaan prasarana pengawasan sampai saat ini masih dihadapkan pada terbatasnya anggaran, sehingga belum seluruh Satker dan Pos Pengawasan SDKP dilengkapi dengan prasarana pendukung yang memadai. Sampai saat ini, masih terdapat satker dan pos pengawasan SDKP yang belum memiliki bangunan kantor untuk melaksanakan pelayanan terhadap nelayan terutama yang berkaitan dengan penerbitan Surat laik Operasi [SLO]. Sampai dengan tahun 2013, keragaan prasarana pengawasan SDKP dapat dilihat pada tabel berikut.

(26)

Tabel 3.5

Keragaan Prasarana Pengawasan SDKP

JENIS PRASARANA JUMLAH

Kantor Pengawas 35

Mess Operator 28

Mess ABK 9

Gudang Barang Bukti 15

Ruang Penahanan ABK Non-Yustitia 5

Pos Pengawasan 15 Dermaga 4 Bunker BBM 2 Garasi Speedboat 2 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 200.000.000 0 100.000.000 400.000.000 300.000.000 500.000.000 600.000.000 700.000.000 800.000.000 (Rp. 000)

E. Anggaran

Perkembangan alokasi anggaran untuk melaksanakan pengawasan SDKP dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2013 dan rencana tahun 2014, disajikan pada Tabel 3.6.

Tabel 3.6

Perkembangan Alokasi Anggaran Pengawasan SDKP 2001-2014

TAHUN ALOKASI [Rp.000] 2001 28.305.803 2002 68.521.651 2003 119.181.981 2004 279.555.610 2005 151.033.197 2006 181.020.554 2007 255.502.405 2008 288.651.305 2009 345.635.561 2010 284.630.669 2011 362.704.000 2012 529.968.481 2013 700.049.000 2014 601.941.004

(27)

Bab 4

PENGAWASAN SUMBER DAYA

RENSTRA

KELAUTAN DAN PERIKANAN

TAHUN 2010 - 2014

S

esuai Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor: PER. 15/MEN/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kelautan dan Perikanan, tugas dan fungsi pelaksanaan pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan diemban oleh Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (Ditjen. PSDKP) yang merupakan salah satu unit Eselon I pada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

A. Visi dan Misi

Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya Ditjen. PSDKP telah menetapkan Visi: ”Indonesia bebas Illegal Fishing dan kegiatan yang Merusak Sumber Daya Kelautan dan Perikanan”. Selanjutnya untuk mencapai Visi yang telah ditetapkan, maka dirumuskan Misi sebagai berikut :

1. Melaksanakan pengawasan pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan dalam rangka melestarikan sumber daya kelautan dan perikanan; dan

2. Melaksanakan penegakan peraturan perundangan-undangan di bidang kelautan dan perikanan.

B. Tujuan dan Sasaran

Untuk mengetahui secara tepat apa yang harus dilaksanakan dalam me-menuhi Visi dan Misi yang telah ditetapkan, Ditjen. PSDKP telah menjabar-kan Visi dan Misi ke dalam Tujuan dan Sasaran sebagai berikut:

(28)

Tujuan :

1. Melindungi sumber daya kelautan dan perikanan dari pengrusakan dan kegiatan illegal;

2. Mewujudkan ketaatan terhadap peraturan perundangan bidang kelautan dan perikanan.

Sasaran :

Berdasarkan kepada Misi dan Tujuan, telah ditetapkan Sasaran pengawasan SDKP dengan uraian sebagai berikut:

1. Terpantaunya kegiatan pemanfaatan SDKP pada WPP-NRI secara terinte-grasi dan terpenuhinya infrastruktur pengawasan secara akuntabel dan tepat waktu;

2. Meningkatnya cakupan wilayah pesisir dan lautan pada WPP-RI yang terawasi dari kegiatan ilegal dan/atau yang merusak sumber daya ikan dan/atau lingkungannya

3. Meningkatnya cakupan Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP-NRI) yang terawasi dari Illegal Fishing;

4. Meningkatnya Kapal Perikanan yang Laik Operasi Penangkapan Ikan dan usaha pengolahan, pemasaran hasil perikanan dan budidaya ikan yang sesuai dengan ketentuan;

5. Terselesaikannya tindak pidana perikanan secara akuntabel dan tepat waktu.

C. Arah Kebijakan dan Strategi

Arah kebijakan pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan periode tahun 2010-2014 adalah: “Meningkatkan Kapasitas dan Kapabilitas Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Guna Menegakkan Undang-Undang Bidang Kelautan dan Perikanan dalam Rangka Mewujudkan Indonesia Bebas IUU Fishing dan kegiatan yang Merusak Lingkungan”. Dalam upaya mewujudkan arah kebijakan tersebut, maka ditetapkan 6 (enam) strategi implementatif, meliputi :

1. Meningkatkan Koordinasi Lintas Institusi Penegak Hukum di Laut, dilaksanakan melalui:

a. Meningkatkan koordinasi pelaksanaan operasi dengan BAKOR-KAMLA, TNI-AL, POLAIR, TNI-AU;

(29)

b. Pertukaran data dan informasi dengan TNI-AL, POLAIR, TNI-AU; c. Pengembangan dan penguatan forum penegak hukum;

d. Peningkatan koordinasi penanganan barang bukti tindak pidana bidang kelautan dan perikanan.

2. Pengembangan dan Penguatan Kelembagaan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan di Daerah, dilaksanakan melalui:

a. Pembentukan dan pengembangan lembaga pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan;

b. Rekruitmen SDM pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan berkualitas dan pembinaan karier;

c. Pengembangan sarana dan prasarana pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan;

d. Pembenahan tata laksana;

e. Penyusunan Prosedur Operasional Standar [POS], JUKLAK, JUKNIS. f. Penyelenggaraan Bimbingan Teknis UPT/SATKER/ POS Pengawasan

Sumber Daya Kelautan dan Perikanan.

3. Pengembangan dan Penerapan Sistem Pengawasan Terpadu [Integrated Surveillance System/ISS], dilaksanakan melalui:

a. Pengembangan sistem pemantauan, baik terhadap kapal perikanan berijin [cooperative object] maupun kapal perikanan illegal [non- cooperative object];

b. Peningkatan efektivitas operasi kapal pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan, dengan mengubah pola operasi dari patrolling menjadi intercept;

c. Memenuhi infrastruktur pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan untuk melaksanakan pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan secara optimal.

4. Meningkatkan Peran Serta Masyarakat dalam Pelaksanaan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan [POKMASWAS], dilaksanakan melalui:

a. Meningkatkan sinergi pemanfaatan sumber daya dan dana dalam meningkatkan kinerja pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan dengan berbagai stakeholders;

(30)

b. Memfasilitasi pengembangan POKMASWAS; c. Melakukan pembinaan teknis POKMASWAS.

5. Meningkatkan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, dilaksanakan melalui:

a. Peningkatan kualitas penyelenggaraan Surat Keterangan Aktivasi Transmitter dan Surat Laik Operasi [SLO];

b. Peningkatan pemeriksaan atas kapal perikanan, sebelum melaut dan pada saat pendaratan hasil tangkapan;

c. Pengawasan atas usaha pembudidayaan ikan; d. Pengawasan atas pengolahan hasil perikanan;

e. Fasilitasi klaim ganti rugi atas kasus-kasus pencemaran;

f. Pengawasan kawasan konservasi, pemanfaatan ekosistem perikanan [mangrove, terumbu karang, padang lamun, dlsb];

g. Pengawasan pemanfaatan BMKT, pasir laut, jasa kelautan, dsb. 6. Meningkatkan Kerjasama Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan

Perikanan di Tingkat Nasional, Regional dan Internasional, dilaksanakan melalui:

a. Pengembangan Regional Plan of Action to Promote Responsible Fisheries, Including To Combat Illegal Fishing;

b. Meningkatkan pengawasan pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan untuk memenuhi ketentuan berbagai Resolusi Organisasi Pengelolaan Perikanan Regional [Regional Fisheries Management Organizations/RFMOs];

c. Fasilitasi aspirasi PEMDA dan stakeholders lainnya dalam mendukung penyelenggaraan pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan.

D. Indikator Kinerja Utama

Berdasarkan arah kebijakan dan strategi pembangunan pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan tahun 2010-2014, maka ditetapkan Indikator Kinerja Utama (IKU) sebagai ukuran keberhasilan pelaksanaan program pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan. IKU Ditjen. PSDKP pada 2 (dua) tahun periode akhir Renstra sebagaimana disajikan pada Tabel 4.1

(31)

Tabel 4.1

Indikator Kinerja Utama Ditjen. PSDKP Tahun 2013 - 2014

NO INDIKATOR KINERJA UTAMA TARGET

2013 2014

1 Persentase cakupan Wilayah Pengelolaan Perikanan

(WPP-NRI) yang terawasi dari illegal fishing 31 % 27 % 2 Persentase cakupan Wilayah Pengelolaan Perikanan

(WPP-NRI) yang terawasi dari kegiatan yang merusak sumber daya kelautan dan perikanan

25 % 37 %

3 Persentase penyelesaian penyidikan tindak pidana

perikanan secara akuntabel dan tepat waktu 73 % 74 %

E. Program dan Kegiatan

Sesuai tugas dan fungsinya, Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (Ditjen. PSDKP) bertanggungjawab menyelenggarakan program pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan, dengan 6 [enam] kegiatan, meliputi:

1. Peningkatan Operasional Pemantauan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan dan Pengembangan Infrastruktur Pengawasan;

2. Peningkatan Operasional Pengawasan Sumber Daya Perikanan; 3. Peningkatan Operasional Pengawasan Sumber Daya Kelautan; 4. Peningkatan Operasional dan Pemeliharaan Kapal Pengawas; 5. Penyelesaian Tindak Pidana Kelautan dan Perikanan;

6. Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Ditjen PSDKP.

Seluruh kegiatan tersebut, diarahkan untuk pencapaian IKU pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan melalui pencapaian sasaran kegiatan dengan Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) sebagai berikut:

1. Peningkatan Operasional Pemantauan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan dan Pengembangan Infrastruktur Pengawasan.

Sasaran kegiatan “Terpantaunya kegiatan pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan pada WPP-NRI secara terintegrasi dan terpenuhinya infrastruktur pengawasan secara akuntabel dan tepat waktu”, dengan indikator kinerja kegiatan:

(32)

a. Jumlah pemenuhan sistem pemantauan sumber daya kelautan dan perikanan yang terintegrasi dan akuntabel;

b. Persentase pemanfaatan sumber daya kelautan yang dapat dipantau;

c. Persentase pemanfaatan sumber daya perikanan yang dapat dipantau;

d. Jumlah pemenuhan infrastruktur pengawasan sesuai kebutuhan yang memadai secara akuntabel dan tepat waktu.

2. Peningkatan Operasional Pengawasan Sumber Daya Perikanan

Sasaran kegiatan “Meningkatnya kapal perikanan yang laik operasi penangkapan ikan dan usaha pengolahan, pemasaran hasil perikanan dan budidaya ikan yang sesuai dengan ketentuan”, dengan indikator kinerja kegiatan:

a. Persentase kapal perikanan yang laik operasi penangkapan ikan di wilayah barat;

b. Persentase kapal perikanan yang laik operasi penangkapan ikan di wilayah timur;

c. Persentase usaha budidaya ikan yang sesuai dengan ketentuan; d. Persentase usaha pengolahan, pemasaran dan pengangkutan hasil

perikanan yang sesuai dengan ketentuan;

e. Jumlah Kelompok Masyarakat Pengawas (POKMASWAS) yang berperan aktif dalam kegiatan pengawasan SDKP.

3. Peningkatan Operasional Pengawasan Sumber Daya Kelautan

Sasaran kegiatan “Meningkatnya cakupan wilayah pesisir dan lautan pada WPP-NRI yang terawasi dari kegiatan ilegal dan/atau yang merusak sumber daya ikan dan/atau lingkungannya”, dengan indikator kinerja kegiatan :

a. Persentase cakupan wilayah pesisir dan lautan pada WPP-NRI yang terawasi dari kegiatan dan pemanfaatan ekosistem dan kawasan konservasi perairan ilegal dan/atau yang merusak sumber daya ikan dan/atau lingkungannya;

b. Persentase cakupan wilayah pesisir dan lautan WPP-NRI yang terawasi dari kegiatan Pencemaran Perairan yang merusak sumber daya ikan

(33)

dan/atau lingkunganya;

c. Persentase cakupan wilayah pesisir dan lautan pada WPP-NRI yang terawasi dari pemanfaatan wilayah pesisir dan PPK yang ilegal dan/ atau merusak sumber daya ikan dan/atau lingkungannya;

d. Persentase cakupan wilayah pesisir dan lautan pada WPP-NRI yang terawasi dari pemanfaatan jasa kelautan dan sumber daya non hayati yang ilegal dan/atau merusak sumber daya ikan dan/atau lingkungannya.

4. Peningkatan Operasional dan Pemeliharaan Kapal Pengawas

Sasaran kegiatan “Meningkatnya cakupan Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP-NRI) yang terawasi dari Illegal Fishing”, dengan indikator kinerja kegiatan:

a. Persentase cakupan Wilayah Pengelolaan Perikanan [WPP-NRI] bagian barat yang terawasi dari illegal fishing;

b. Persentase cakupan Wilayah Pengelolaan Perikanan [WPP-NRI] bagian timur yang terawasi dari illegal fishing;

c. Persentase pemenuhan kebutuhan awak kapal pengawas yang profesional sesuai kualifikasi;

d. Persentase kesiapan kapal pengawas untuk melaksanakan operasi pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan.

5. Penyelesaian Tindak Pidana Kelautan dan Perikanan

Sasaran kegiatan “Terselesaikannya tindak pidana perikanan secara akuntabel dan tepat waktu yang diukur”, dengan indikator kinerja kegiatan:

a. Persentase penyelesaian tindak pidana perikanan yang disidik secara akuntabel dan tepat waktu;

b. Persentase penanganan barang bukti dan awak kapal secara akuntabel;

c. Jumlah Forum koordinasi antar aparat penegak hukum yang terbentuk/diselenggarakan [Provinsi/Kali];

d. Jumlah PPNS Perikanan yang dididik dan ditingkatkan kompetensinya [orang].

(34)

6. Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Ditjen. PSDKP Sasaran kegiatan “Terlaksananya perencanaan, pengendalian dan pelaporan pelaksanaan program dan anggaran, pembinaan SDM, fasilitasi penyiapan produk kebijakan publik, pelayanan informasi kepada masyarakat dan dukungan kelancaran pelaksanaan tugas secara terintegrasi dan tepat waktu dengan administrasi yang akuntabel di lingkungan Ditjen. PSDKP”, dengan indikator kinerja kegiatan :

a. Jumlah dokumen perencanaan dan penganggaran yang akuntabel dan tepat waktu;

b. Laporan kegiatan di lingkungan Direktorat Jenderal PSDKP yang terintegrasi dan tepat waktu dengan data yang akurat;

c. Jumlah Kerjasama bidang Pengawasan SDKP yang dilaksanakan secara terintegrasi;

d. Laporan pengelolaan administrasi kepegawaian yang ditetapkan secara akuntabel dan tepat waktu;

e. Jumlah Pejabat Fungsional Pengawas Perikanan yang Berkompeten; f. Calon Awak Kapal Pengawas dan Pengawas Perikanan yang

berkompeten;

g. Jumlah Kebijakan Publik Bidang Pengawasan SDKP yang diselesaikan [Dokumen];

h. Jasa Kegiatan Bantuan Hukum yang dilaksanakan;

i. Juknis dan juklak tata laksana (Pelayanan) yang diterbitkan;

j. Jumlah Publikasi dan pelayanan informasi kepada maysarakat yang diselesaikan;

k. Jumlah laporan keuangan dan BMN secara akuntabel dan tepat waktu;

l. Pelayanan Penatausahaan, pengelolaan perlengkapan dan rumah tangga yang dilaksanakan secara akuntabel dan tepat waktu.

(35)

Bab 5

PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2013

CAPAIAN KINERJA

A. Pemantauan Kapal Perikanan

Dari kegiatan pemantauan kapal perikanan dengan menggunakan Vessel Monitoring System (VMS), diperoleh data kinerja transmitter VMS on-line dari tahun 2010 s/d 2013 sebagai berikut :

Tabel 5.1

Kinerja Transmitter VMS on-line Tahun 2013 TAHUN TRANSMITTER JUMLAH

VMS DIPASANG JUMLAH TRANSMITTER VMS TERINTEGRASI JUMLAH TRANSMITTER VMS YANG AKTIF PERSENTASE KEAKTIVAN TRANSMITTER VMS 2010 3.835 2.756 1.616 58,64 % 2011 4.201 2.738 2.289 52,46 % 2012 2.800 2.800 1.571 56,12 % 2013 3.758 3.758 1.792 47,68 %

Keterangan: Penyebab ketidakaktifan transmitter pada Kapal Perikanan, yaitu : - Kapal dalam perbaikan tahunan (docking)

(36)

Berdasarkan hasil analisis pergerakan operasional kapal perikanan yang telah memasang dan mengaktifkan transmitter VMS pada tahun 2013, diperoleh data indikasi pelanggaran operasional kapal-kapal perikanan seperti yang disajikan pada Tabel 5.2.

Tabel 5.2

Rekapitulasi Hasil Pemantauan Menggunakan VMS Tahun 2013

NO INDIKASI PELANGGARAN JUMLAH

1 Transhipment 26

2 Territorial 78

3 Transhipment dan Territorial 2

4 Membawa hasil tangkapan langsung ke luar negeri 4

5 Melanggar Fishing Ground 122

6 Tidak masuk pelabuhan check point 7

Total 229

Terhadap perusahaan/pemilik kapal perikanan yang tidak mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan tentang Penyelenggaraan Sistem Pemantauan Kapal Perikanan, dilakukan tindakan dengan memberikan Peringatan-I, Peringatan-II, dan Peringatan-III. Selanjutnya, apabila peringatan-peringatan tersebut tidak diindahkan, Ditjen. PSDKP menyampaikan Rekomendasi Pencabutan Ijin Penangkapan Ikan (SIPI) kepada Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap.

B. Pengembangan Infrastruktur Pengawasan

1. Pembangunan Kapal Pengawas

Keberadaan kapal pengawas merupakan amanat Undang-Undang No. 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Kapal tersebut berfungsi melaksanakan pengawasan dan penegakan hukum di bidang perikanan dalam Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia (WPP-NRI).

Sampai dengan akhir tahun 2013 Ditjen. PSDKP telah memiliki 27 unit Kapal Pengawas Perikanan dengan berbagai ukuran. Khusus tahun 2013, KKP telah membangun 1 (satu) unit Kapal Pengawas Perikanan ukuran

(37)

30 m terbuat dari alumunium dan 1 (satu) unit berukuran 42 m terbuat dari baja. Pendanaan pembangunan kedua kapal tersebut bersumber dari APBN.

Untuk meningkatkan kinerja pengawasan di laut, selain dari APBN, Ditjen. PSDKP mengupayakan pembangunan Kapal Pengawas Perikanan melalui proyek Sistem Kapal Inspeksi Perikanan Indonesia (SKIPI) yang pendanaannya bersumber dari pinjaman hibah luar negeri (PHLN). Pada bulan November 2013, telah diresmikan peletakan lunas kapal (keel laying) sebagai tanda dimulainya pekerjaan pembangunan 4 (empat) unit kapal SKIPI ukuran 60 meter terbuat dari baja yang direncanakan selesai pada tahun 2015.

2. Pembangunan Speedboat Pengawasan

Untuk mendukung pelaksanaan operasional pengawasan SDKP di daerah, pada tahun 2013 KKP telah membangun Speedboat Pengawasan ukuran 12 m sebanyak 10 unit untuk dialokasikan pada Dinas Kelautan dan Perikanan dan Satuan Kerja Pengawasan SDKP. Secara keseluruhan sampai dengan tahun 2013, jumlah Speedboat Pengawasan SDKP menjadi 86 [delapan puluh enam] unit. Rincian jumlah, jenis dan alokasi penempatan Speedboat Pengawasan SDKP tahun 2013 sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 5.3.

(38)

Tabel 5.3

Pembangunan Speedboat Pengawasan SDKP Tahun 2013

NO JENIS SPEEDBOAT UKURAN (meter) PENEMPATAN

1 Napoleon 19

(bahan FRP, in board engine) 12 Diskanlut Kab. Batubara 2 Napoleon 20

(bahan FRP, in board engine) 12 Diskanlut Prov. NTT 3 Napoleon 21

(bahan FRP, in board engine) 12 Diskanlut Prov. Jambi 4 Napoleon 22

(bahan FRP, in board engine) 12 Diskanlut Diskanlut Kab. Nias Selatan 5 Napoleon 23

(bahan FRP, in board engine) 12 Diskanlut Kab. Banggai 6 Napoleon 24

(bahan FRP, in board engine) 12 Diskanlut Kab. Badung 7 Napoleon 25

(bahan FRP, in board engine) 12 Satker PSDKP Labuhan Lombok 8 Napoleon 26

(bahan FRP, in board engine) 12 Satker PSDKP Batam 9 Napoleon 27

(bahan FRP, in board engine) 12 Satker PSDKP Tarempa 10 Napoleon 28

(bahan FRP, in board engine) 12 Satker PSDKP Lampulo

Pada tahun 2014, melalui APBN Ditjen. PSDKP telah merencanakan pembangunan 3 [tiga] unit speedboat pengawasan berukuran 8-12 meter di lokasi Satker Bungus, Satker Bacan, dan DKP Kabupaten Pesisir Selatan.

3. Pembangunan Prasarana Pengawasan SDKP

Melengkapi prasarana yang telah ada hingga akhir tahun 2012, pada tahun 2013 Ditjen. PSDKP membangun sejumlah prasarana pengawasan sebagai berikut:

(39)

Tabel 5.4

Pembangunan Prasarana Pengawasan SDKP Tahun 2013 NO UPT PENGAWASAN SDKP PEMBANGUNAN PRASARANA PENGAWASAN

1 Pangkalan Pengawasan

SDKP Jakarta -- Tahap II Kantor Pangkalan PSDKP Jakarta Kantor Satker PSDKP Probolinggo

- Gudang Barang Bukti Satker PSDKP Brondong

2 Pangkalan Pengawasan

SDKP Bitung -- Renovasi Mess ABK Satker PSDKP Gorontalo Ruang Perlengkapan

- Bangunan Pembinaan Mental dan Rohani ABK & Para Pegawai Pangkalan PSDKP Bitung

- Pos PSDKP di Bau bau dan Wakatobi 3 Stasiun Pengawasan SDKP

Pontianak - Kantor dan Gudang Barang Bukti di Satker PSDKP Batam

- Mess Operator Pos PSDKP Entikong

- Kantor Satker PSDKP Moro

- Jalan Lingkungan Satker PSDKP Tarempa dan Pos PSDKP Entikong

4 Stasiun Pengawasan SDKP

Belawan -- Bangunan Perwira Kantor Pelayanan Terpadu

- Penampungan Sementara ABK Non Yustisia

- Mess Operator Satker PSDKP Tanjungpandan

5 Stasiun Pengawasan SDKP

Tual -- Pagar dan Drainase Stasiun PSDKP Tual Pagar Satker PSDKP Fakfak 4. Pengembangan Integrated Surveillance System [ISS]

ISS merupakan sistem pengawasan yang dilakukan secara terintegrasi menggunakan peralatan pemantauan berbasis satelit dan radar, termasuk pengawasan menggunakan kapal udara atau airborne surveillance. Pada prinsipnya, ISS dimaksudkan untuk mengoptimalkan kerjasama pengawasan antar aparat penegak hukum di laut [BAKORKAMLA, TNI AL, TNI AU, POLRI, BEA Cukai, Perhubungan Laut] melalui pemanfaatan moda pengawasan yang dimiliki oleh masing-masing instansi, agar pengawasan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien dan lebih terkoordinasi.

(40)

Dalam rangka pengembangan ISS, sampai dengan tahun 2013 telah dibentuk POKJA ISS, Grand Design dan Blue Print ISS. Selanjutnya dalam rangka implementasi ISS telah dirumuskan 3 (tiga) alternatif, yaitu : - Jangka Pendek: Pertukaran data hasil pemantauan masing-masing

instansi;

- Jangka Menengah: Pembentukan pusat data (data centre) yang diawaki admin masing-masing instansi;

- Jangka Panjang: Peeburan tugas dan fungsi.

C. Pengawasan Sumber Daya Perikanan

1. Bidang Perikanan Tangkap

Pengawasan kapal perikanan di pelabuhan dilakukan melalui instrumen pengawasan kapal perikanan seperti HPK-SLO dan Buku Lapor Pangkalan. HPK-SLO digunakan sebagai instrumen pengawasan untuk menge-tahui kelengkapan persyaratan administratif dan kelaikan teknis kapal perikanan, sedangkan Buku Lapor Pangkalan merupakan instrumen pengawasan yang digunakan untuk mengetahui ketaatan berpangkalan kapal perikanan.

Tingkat ketaatan kapal perikanan di wilayah Barat dan Timur selama kurun waktu 2010-2013 dapat dilihat pada Tabel berikut :

Tabel 5.5

Rekapitulasi Tingkat Ketaatan Kapal Perikanan Tahun 2010-2013 NO LOKASI TINGKAT KETAATAN KAPAL PERIKANAN (%)

2010 2011 2012 2013

1. Wilayah Barat 73,17% 82,00% 86,00% 99%

2. Wilayah Timur 81,54% 99,29% 99,80% 99,8%

Berdasarkan Tabel di atas, dapat dilihat bahwa pada tahun 2013, terdapat peningkatan ketaatan kapal perikanan layak operasi dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.

2. Bidang Pengolahan Hasil Perikanan

Pelaksanaan Kegiatan Pengawasan Pengolahan, Pengangkutan dan Pemasaran Hasil Perikanan SDKP selama 2013 diuraikan sebagai berikut:

(41)

a. Kegiatan Evaluasi Hasil Verifikasi Pengawasan Usaha Pengolah-an, Pengangkutan dan Pemasaran Ikan.

Kegiatan verifikasi terhadap Unit Pengolahan Ikan baik skala Micro, Kecil, Menengah dan Besar dilakukan dengan cara memeriksa kesesuaian dokumen yang dimiliki Unit Pengolah Ikan (UPI) berupa SIUP, SKP dan HACCP dengan kondisi existing serta untuk memastikan terselenggaranya Pengolahan Ikan sesuai dengan Sistem Jaminan Mutu dan Kemanan Hasil Perikanan.

Pada tahun 2013, telah dilakukan verifikasi dan pengawasan terhadap 34 Unit usaha pengolahan di 8 Lokasi (Tegal, Tual, Karawang, Banten, Makassar, Sorong, Cirebon dan Palabuhan Ratu) sebagai salah satu upaya mendukung kebijakan Industrialisasi Perikanan. Dari hasil verifikasi tersebut masih ditemukan pelanggaran ketidaksesuaian dokumen yang dilakukan oleh UPI, sehingga perlu adanya peningkatan koordinasi antar unit Eselon I lingkup KKP dan instansi terkait lainnya.

b. Kegiatan Identifikasi dan Verifikasi Ekspor Impor Hasil Perikanan.

Pengendalian kegiatan importasi ikan diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor 15 tahun 2011 tentang Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan yang Masuk ke dalam Wilayah Negara Republik Indonesia.

Pada tahun 2013 pengawasan terhadap distribusi keluar masuk ikan dan produk perikanan dilaksanakan di 5 (lima) lokasi, yaitu: Medan, Jakarta, Surabaya, Makasar dan Entikong. Pengawasan tersebut dilakukan melalui kerjasama dengan unit Eselon I KKP (Badan Karantina Ikan dan Pengendalian Mutu Hasil Perikanan (BKIPM-HP), serta instansi terkait lainnya (Direktorat Jenderal Bea dan Cukai-Kementerian Keuangan).

c. Pengawasan Usaha Pengolahan Ikan Skala Kecil.

Pada tahun 2013, telah dilakukan pengawasan terhadap usaha pengolahan skala kecil di 10 lokasi , yaitu: Tegal, Palabuhan Ratu, Pati, Cirebon, Kendal, Surabaya, Karawang, Bali, Gresik dan Banten). Hasil pengujian pada sampel produk olahan yang dilakukan di

(42)

dan Kelautan (BPMPHPK) Jakarta, masih ditemukan adanya sampel yang positif mengandung formalin, yaitu pada sampel yang berasal dari Tegal. Terhadap temuan tersebut dilakukan koordinasi dengan Dinas Kelautan dan Perikanan serta Penegak Hukum setempat untuk selanjutnya dilakukan upaya hukum sesuai aturan yang berlaku. 3. Bidang Pengawasan Usaha Budidaya

Pengawasan usaha budidaya ikan bertujuan untuk memastikan bahwa usaha budidaya perikanan sesuai dengan ketentuan peraturan di bidang usaha budidaya ikan. Selama tahun 2013, kegiatan pengawasan usaha budidaya ikan yang telah dilakukan, antara lain:

a. Pembinaan Teknis Pengawasan Usaha Budidaya di 12 lokasi yang berada di Provinsi Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Banten, Papua Barat, Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat;

b. Verifikasi dan pengawasan terhadap 496 unit usaha budidaya; c. Evaluasi hasil identifikasi dan verifikasi usaha budidaya di 15 lokasi

yang berada di Provinsi Lampung, NTB, Kalimantan Timur, Papua Barat, NTT Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bangka Belitung, dan Sumatera Utara.

d. Uji Petik Pengawasan Peredaran Obat dan pakan ikan lanjutan di 14 lokasi yang berada di Provinsi NTB, Sumatera Selatan, Jambi, Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Sulawesi Tenggara.

e. Sosialisasi dan Implementasi pengawasan usaha budidaya di lokasi industrialisasi sebanyak 3 (tiga) lokasi, yaitu : Kab. Takalar-Sulawesi Selatan, Kab. Banjar-Kalimantan Selatan, Brondong – Jawa Timur.

(43)

Hasil pengawasan terhadap usaha pembudidayaan ikan ditemukan be-berapa hal yaitu: Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota belum semuanya memiliki peraturan daerah tentang Perizinan usaha pembudidayaan ikan, sebagian pelaku usaha budidaya belum memahami peraturan per-undang-undangan tentang pengawasan usaha budidaya ikan. Terkait dengan hal ini, telah dilakukan :

a. Pembinaan usaha perikanan budidaya;

b. Koordinasi dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi/ Kabupaten/Kota untuk segera menyusun Perda tentang perizinan usaha pembudidayaan ikan dengan mengacu pada peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. PER.12/MEN/2007 tentang Perizinan Usaha Pembudidayaan Ikan;

c. Sosialisasi dan implementasi pengawasan usaha budidaya di daerah industrialisasi dan minapolitan;

d. Pengawasan melalui uji petik terhadap pelaku usaha bidang pakan dan obat ikan.

4. Pembinaan Pokmaswas

Untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengawasan SDKP, Ditjen. PSDKP telah melakukan fasilitasi pembentukan Kelompok Ma-syarakat Pengawas SDKP [Pokmaswas], dan melakukan pembinaan (so-sialisasi dan bimbingan teknis). Selama tahun 2013 telah dilakukan pem-binaan secara intensif terhadap 1.125 Pokmaswas dari 2.195 Pokmaswas yang telah terbentuk.

Permasalahan dalam kegiatan pembinaan Pokmaswas, antara lain: ter-batasnya sarana dan prasarana pengawasan yang dimiliki Pokmaswas (sarana transportasi pemantauan, komunikasi, dan dokumentasi), belum seluruh Pokmaswas yang dibentuk berperan aktif dalam pengawasan SDKP, dan laporan Pokmaswas tentang pelanggaran di bidang perikanan belum seluruhnya dapat ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum. Terkait permasalahan tersebut, telah dilakukan koordinasi dengan Pemerintah Daerah dengan memberikan bantuan sarana prasarana pengawasan untuk Pokmaswas, penguatan koordinasi dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam pembinaan Pokmaswas, serta penguatan koordinasi dengan instansi terkait untuk

(44)

D. Pengawasan Sumber Daya Kelautan

Selain melakukan pengawasan sumber daya perikanan, Ditjen. PSDKP juga melakukan pengawasan terhadap aktifitas pemanfaatan sumber daya kelautan. Pengawasan yang dilakukan meliputi: 1) Pengawasan Ekosistem Perairan dan Kawasan Konservasi; 2) Pengawasan Pencemaran Perairan; 3) Pengawasan Pemanfaatan Kawasan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil; dan 4) Pengawasan Jasa Kelautan dan Sumber Daya Non Hayati.

Pada tahun 2013, pengawasan sumber daya kelautan dilakukan pada 63 lokasi dengan rincian pada tabel berikut.

Tabel 5.6

Hasil Pengawasan Sumber Daya Kelautan Tahun 2013

NO HASIL PEMERIKSAAN LOKASI

1 Pengawasan Pencemaran Perairan di 15 lokasi

Banyuwangi, Surabaya, Cilacap, Juwana, Pekalongan, Batang, Cirebon, Lampung, Jambi, DKI Jakarta, Banjarmasin, Bitung, Makassar, Benoa, Nusa Tenggara Barat 2 Pengawasan Ekosistem Perairan

dan Kawasan Konservasi di 18 lokasi

Tanjung Pinang, Sungailiat, Banjarmasin, Tanjung Balai Karimun, Karangsong, Kejawanan, Surabaya, Tanjung Pandan, Ternate, Sorong, Banggai Kepulauan, Gorontalo, Pekalongan, Juwana, Makassar, Batang, Kep. Selayar, Tual 3 Pengawasan Pesisir dan

Pulau-pulau Kecil di 15 lokasi

Juwana, Tanjung Pandan, Tanjung Balai Karimun, Kepulauan Seribu, Bitung, Kotabaru, Kejawanan, Benoa, Palabuhan Ratu, Selayar, Ranai Natuna, Ternate, Surabaya, Tanjung Pinang, Gorontalo 4 Pengawasan Jasa Kelautan dan

Sumber Daya Non Hayati di 15 lokasi

Batam, Tanjung Balai Karimun, Tanjung Pandan, Sungailiat, Karanantu, Juwana, Surabaya, Makassar, Ternate, Kepulauan Seribu, Tanjung Pinang, Bawean, Balikpapan, Batang, Bitung

E. Operasi Kapal Pengawas

Gelar Operasi Rutin Pengawasan SDKP di Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia (WPP-RI) dilakukan dengan mengerahkan 27 unit Kapal Pengawas

(45)

SDKP. Operasi kapal pengawas mencakup 2 (dua) wilayah pengawasan laut yaitu :

1. WPP-RI Wilayah Barat yang terdiri dari : WPP 711 (meliputi Selat Karimata, Laut Natuna dan Laut China Selatan); WPP 712 (meliputi Laut Jawa); WPP 571 (meliputi Selat Malaka dan Laut Andaman); dan

2. WPP_RI Wilayah Timur yang terdiri dari: WPP-RI 713 (Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores dan Laut Bali); WPP-RI 714 (Teluk Tolo dan Laut Banda); WPP-RI 715 (Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram dan Teluk Berau); WPP-RI 716 (Laut Sulawesi dan sebelah Utara Pulau Halmahera); WPP-RI 717 (Teluk Cendrawasih dan Samudra Pasifik); dan WPP-RI 718 (Laut Aru, Arafuru dan Laut Timor bagian Timur).

Daerah yang dijadikan pangkalan aju untuk wilayah Barat adalah di Belawan, Jakarta, Pontianak, Bangka, Batam, Pangkal Pinang, Tanjung Pinang dan Dumai. Sedangkan untuk wilayah timur adalah di Tual, Bitung, Tobelo, Sorong, Luwuk dan Ternate. Lokasi-lokasi pangkalan aju tersebut dipilih karena posisinya yang strategis karena berada dekat dengan WPP yang rawan terhadap kegiatan illegal fishing dan kemudahan akses untuk memperoleh perbekalan, pengisian bahan bakar dan fasilitas tambat labuh kapal.

Selama tahun 2013, operasi kapal pengawas telah berhasil memeriksa sebanyak 3.871 kapal perikanan yang terdiri dari 47 Kapal Ikan Asing (KIA) dan 3.824 Kapal Ikan Indonesia (KII). Dari jumlah tersebut, telah ditangkap sejumlah 68 kapal perikanan yang

diduga melakukan tindak pelanggaran bidang perikanan yang terdiri dari 24 unit KII dan 44 unit KIA. Kapal ikan asing yang ditangkap tersebut berasal dari Malaysia, Philiphina, Thailand dan Vietnam. Jenis pelanggaran yang dilakukan oleh kapal-kapal perikanan tersebut antara lain: menggunakan alat tangkap terlarang, tidak memiliki dokumen/dokumen tidak lengkap, melanggar wilayah penangkapan yang telah ditentukan dalam SIUP (Fishing Ground tidak sesuai), dan pencurian ikan khususnya oleh KIA.

(46)

Selain operasi mandiri yang dilakukan secara rutin, pada tahun 2013 juga telah dilaksanakan:

1. Patroli Terkoordinasi (Patkor) Ausindo dengan Australia dilaksanakan 3 (tiga) kali di perbatasan ZEE Indonesia dan Australia dengan hasil pemeriksaan kapal perikanan sebanyak 54 KII, sedangkan patkor Malindo dengan Malaysia dilaksanakan 2 (dua) kali, dan telah berhasil melakukan pemeriksaan kapal perikanan terhadap 10 KII,

2. Operasi bersama dengan Bakorkamla dalam Operasi Gurita : 6 (enam) kali dan Operasi OBST : 2 (dua) kali dengan kapal perikanan yang diperiksa sebanyak 190 KII dan 6 KIA. Dari kapal-kapal perikanan yang diperiksa tersebut, sebanyak 6 KIA di tangkap karena terindikasi melakukan pelanggaran.

Tabel 5.7

Hasil Operasi Kapal Pengawas Tahun 2005-2013

TAHUN DIPERIKSA DI TANGKAP (Kapal)

(unit kapal) KII KIA KII+KIA

2005 344 91 24 115 2006 1.447 83 49 132 2007 2.207 95 88 183 2008 2.178 119 124 243 2009 3.961 78 125 203 2010 2.253 24 159 183 2011 3.348 31 75 106 2012 4.326 42 70 112 2013 3.871 24 44 68 JUMLAH 23.937 587 761 1.345

F. Penanganan Pelanggaran

1. Penanganan Kasus Tindak Pidana Perikanan

Selama tahun 2013 dari 84 (delapan puluh empat) kasus penanganan tindak pidana perikanan, sebanyak 18 kasus tidak diproses pidana hanya dikenakan sanksi administrasi berupa surat peringatan, 62 kasus diproses

Referensi

Dokumen terkait

Sebagaimana diungkap dalam sejumlah penelitian terdahulu (Lou et al., 2004) menyimpulkan bahwa layanan kesehatan reproduktif dan pendidikan seks memberikan efek positif untuk

Sebab, pada percobaan yang dilakukan pada penentuan orde reaksi dan tetapan laju reaksi dari reaksi penyabunan etil asetat dengan menggunakan metoda titrasi ialah

berdasarkan angka density 15 C yang telah di peroleh dengan menggunakan tabel 52 ASTM IP D 1250 pada setiap tangki.  Menghitung Volume Barrel

Penelitian ini bertujuan untuk membangun sistem yang dapat memberikan rekomendasi penempatan calon pegawai berdasarkan kriteria yang didapat dari hasil uji psikotes

Hanya saja, pembatasan waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum hari pemungutan suara tersebut harus dikecualikan bagi pemilih yang terdaftar sebagai pemilih yang

Sistem struktur pada bangunan café yaitu dengan sistem bangunan sederhana yang memiliki bentang tidak terlalu lebar sama halnya dengan sistem struktur dan kontruksi pada

Pada umur 3 minggu setelah sub kultur, penambahan beberapa macam Auksin dan sitokinin ke dalam media MS sangat berpengaruh pada jumlah tunas yang terbentuk tetapi tidak

Jabatan Kesihatan Negeri Sarawak telah mengisytiharkan lima (5) kluster tamat setelah tiada kes baharu dikesan atau dilaporkan dalam tempoh 28 hari melibatkan kluster ini