• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMERINTAH KABUPATEN KARANGASEM. Bab.I Pendahuluan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMERINTAH KABUPATEN KARANGASEM. Bab.I Pendahuluan"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

1

LAPORAN EHRA – POKJA SANITASI KABUPATEN KARANGASEM TAHUN 2015

Bab.I

Pendahuluan

1.1.Latar Belakang

EHRA (Environmental Health Risk Assesment) atau Penilaian Resiko Kesehatan

Lingkungan merupakan pengamatan tentang perilaku rumah tangga dalam penggunaan sarana sanitasi dan perilaku yang beresiko terhadap kesehatan lingkungan. Sarana sanitasi yang diteliti mencakup, sumber air (air minum dan kelangkaan air), layanan pembuangan sampah, jamban, layanan pembuangan limbah, kondisi jalan dan drainase. Pada aspek perilaku, dipelajari hal-hal yang terkait dengan hieginitas dan sanitasi seperti perilaku cuci tangan pakai sabun, pengelolaan sampah, buang air besar dan pembuangan kotoran anak, cara mendapatkan informasi serta pengalaman banjir. Data yang dihasilkan dapat dimanfaatkan untuk pengembangan program sanitasi termasuk advokasi di kabupaten/kota sampai dengan kelurahan. Data yang dikumpulkan dari studi EHRA akan digunakan Pokja Kabupaten/Kota sebagai salah satu bahan untuk menyusun Buku Putih, penetapan area beresiko dan Strategi Sanitasi Kabupaten/Kota (SKK).

Kabupaten Karangasem sudah pernah melakukan studi EHRA pada Tahun 2011 dengan area studi mencakup 16 desa/kelurahan. Tahun 2014, Studi EHRA dilakukan kembali untuk mendukung penyusunan Pemuktahiran Strategi Sanitasi Kabupaten Karangasem. Studi EHRA yang dilakukan Tahun 2014 ini mengambil sample 39 desa/kelurahan pada 8 wilayah kecamatan di Kabupaten Karangasem

1.2.Tujuan dan Manfaat

Studi EHRA bertujuan untuk mengumpulkan data primer untuk mengetahui:

1. Gambaran kondisi fasilitas sanitasi dan perilaku masyarakat yang beresiko

terhadap kesehatan lingkungan;

2. Informasi dasar yang valid dalam penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan;

3. Memberikan advokasi kepada masyarakat akan pentingnya layanan sanitasi.

Manfaat dilakukannya studi EHRA yaitu sebagai salah satu bahan penyusunan Buku Putih Sanitasi dan Strategi Sanitasi Kabupaten/Kota (SSK) atau Dokumen Pemuktahiran Strategi Sanitasi Kabupaten/Kota.

(2)

2

LAPORAN EHRA – POKJA SANITASI KABUPATEN KARANGASEM TAHUN 2015 1.3.Waktu Pelaksanaan Studi EHRA

Pelaksanaan Studi EHRA dibagi menjadi 5 kegiatan yaitu:

1. Persiapan Studi/Studi EHRA

2. Penentuan Area Studi

3. Pelatihan Supervisor, Enumerator dan Petugas Entri Data

4. Pelaksanaan Studi EHRA

5. Pengolahan, Analisis Data dan Penulisan Laporan.

Pelaksanaan survey EHRA dimulai bulan September S/D Oktober 2014, setelah sebelumnya dilakukan pelatihan terhadap tenaga enumerator selama 1 hari.

Pelaksanaan pengumpulan data lapangan dan hasil EHRA dipimpin dan dikelola langsung oleh Kelompok Kerja (Pokja) Sanitasi Kabupaten Karangasem. Data EHRA diharapkan menjadi bahan untuk mengembangkan Buku Putih Sanitasi Kabupaten Karangasem dan juga menjadi masukan untuk mengembangkan strategi sanitasi dan program-program sanitasi Kabupaten.

Pelaksanaan Studi EHRA banyak melibatkan kelompok perempuan sebagai responden, karena ibu rumah tangga yang paling memahami kondisi sanitasi dalam lingkungan rumahnya. Dalam pengumpulan data EHRA, menggunakan tenaga kader atau staff di Kelurahan/Kedesaan sebagai tenaga enumeratornya. Penggunaan tenaga Kader atau staff desa umumnya memahami wilayah kelurahan/desa sehingga mempermudah mencari rumah yang dipilih secara acak, disamping itu staff kedesaan juga sudah terbiasa melakukan survey (wawancara) sehingga tidak sulit dalam pelaksanaan survey di lapangan.

(3)

3

LAPORAN EHRA – POKJA SANITASI KABUPATEN KARANGASEM TAHUN 2015

Bab.II

Metodologi dan

Langkah Studi EHRA

2.1. Penentuan Kebijakan Sample Pokja Sanitasi Kabupaten

Sampel adalah bagian dari populasi, dimana anggota sampel adalah anggota yang dipilih dari populasi. Oleh karena itu pengambilan sampel dilakukan di daerah populasi yang telah ditetapkan sebagai target area studi.

Dalam menetapkan desa/kelurahan sebagai area studi EHRA, maka Pokja Sanitasi Kabupaten Karangasem mengambil kebijakan berdasarkan kemampuan anggaran pokja sanitasi dan waktu yang tersedia yaitu dengan mengambil sebagian dari desa/kelurahan karena dana yang tersedia dan waktu pelaksanaan terbatas dan jumlah desa/kelurahan cukup banyak yaitu 78 desa/kelurahan. Area studi yang diambil yaitu sebanyak 39 desa/kelurahan sehingga jumlah responden menjadi 1.560 responden/sampel.

2.2. Penentuan Strata Desa/Kelurahan

Desa/Kelurahan Area Studi dalam populasi mempunyai karakteristik geografi dan demografi yang sangat variatif (heterogen); agar keanekaragaman karakteristik tersebut bermakna bagi analisa studinya dan agar tidak terambil hanya dari kelompok tertentu saja maka kepada desa/kelurahan area studi harus dilakukan stratifikasi terlebih dulu sebelum

diambil sampelnya secara random (Stratified Random Sampling).

Stratifikasi Desa/Kelurahan dalam studi EHRA dimaksudkan untuk mengklasifikasikan desa/kelurahan sesuai dengan strata/tingkatan risiko kesehatan lingkungan dari faktor geografi dan demografi. Penetapan Strata dilakukan berdasarkan 4 (empat) kriteria utama yang sudah ditetapkan oleh Program PPSP dan wajib digunakan oleh semua Pokja Sanitasi Kabupaten/Kota dalam melakukan studi EHRA. Kriteria tersebut yaitu kepadatan penduduk, angka kemiskinan, daerah/wilayah yang dialiri sungai/saluran drainase/saluran irigasi, dan daerah terkena banjir/genangan. Cara melakukan stratifikasi desa/kelurahan yaitu:

 bila data dalam satu desa/kelurahan tidak terdapat 4 (empat) kriteria utama

(4)

4

LAPORAN EHRA – POKJA SANITASI KABUPATEN KARANGASEM TAHUN 2015

 bila data dalam satu desa/kelurahan terdapat 1 (satu) kriteria utama stratifikasi maka desa/kelurahan tersebut termasuk strata 1 (satu);

 bila data dalam satu desa/kelurahan terdapat 2 (dua) kriteria utama stratifikasi maka desa/kelurahan tersebut termasuk strata 2 (dua);

 bila data dalam satu desa/kelurahan terdapat 3 (tiga) kriteria utama stratifikasi maka desa/kelurahan tersebut termasuk strata 3 (tiga);

 bila data dalam satu desa/kelurahan terdapat 4 (empat) kriteria utama stratifikasi

maka desa/kelurahan tersebut termasuk strata 4 (empat).

Tabel berikut merupakan hasil stratifikasi Desa/Kelurahan di tiap Kecamatan.

Tabel 2.1

Stratifikasi Desa/Kelurahan di Kecamatan Karangasem

No. KEC/ Desa/Kel.

kriteria Strata Desa/Kelurahan

Strata Desa/Kelurahan

Padat Miskin DAS Banjir

1 Bugbug + + + + 4 2 Pertima + - + + 3 3 Subagan + + + - 3 4 Padangkerta + + + + 4 5 Karangasem + + + + 4 6 Tumbu + - + + 3 7 Tegallinggah + - + + 3 8 Bukit + + + - 3 9 Seraya Barat + + + - 3 10 Seraya + + + - 3 11 Seraya Timur + + + - 3

Sumber: Hasil Perhitungan, 2015

Tabel 2.2

Stratifikasi Desa/Kelurahan di Kecamatan Bebandem

No. KEC/ Desa/Kel.

kriteria Strata Desa/Kelurahan

Strata Desa/Kelurahan

Padat Miskin DAS Banjir

1 Sibetan + + + + 4 2 Bebandem + + + - 3 3 Bungaya + - + + 3 4 Bungaya Kangin + + + + 4 5 Budakeling + - + - 2 6 Bhuana Giri - + + - 2 7 Jungutan - + + - 2 8 Macang + - - - 1

(5)

5

LAPORAN EHRA – POKJA SANITASI KABUPATEN KARANGASEM TAHUN 2015

Tabel 2.3

Stratifikasi Desa/Kelurahan di Kecamatan Selat

No. KEC/ Desa/Kel.

kriteria Strata Desa/Kelurahan

Strata Desa/Kelurahan

Padat Miskin DAS Banjir

1 Muncan + + + - 3 2 Peringsari + + + + 4 3 Selat + - + + 3 4 Duda + + + - 3 5 Duda Timur + + + - 3 6 Duda Utara + + + - 3 7 Sebudi - + + - 2 8 Amerta Bhuana + - + + 3

Sumber: Hasil Perhitungan, 2015

Tabel 2.4

Stratifikasi Desa/Kelurahan di Kecamatan Sidemen

No. KEC/ Desa/Kel.

kriteria Strata Desa/Kelurahan

Strata Desa/Kelurahan

Padat Miskin DAS Banjir

1 Tangkup + - + - 2 2 Talibeng + - + + 3 3 Telaga Tawang + - + - 2 4 Sidemen + - + - 3 5 Sinduwati + - + + 3 6 Sangkan Gunung + + + - 3 7 Loka Sari + - + - 2 8 Kerta Buana + - + - 2

9 Tri Eka Buana - - + - 1

10 Wisma Kerta + - + - 2

Sumber: Hasil Perhitungan, 2015

Tabel 2.5

Stratifikasi Desa/Kelurahan di Kecamatan Rendang

No. KEC/ Desa/Kel.

kriteria Strata Desa/Kelurahan

Strata Desa/Kelurahan

Padat Miskin DAS Banjir

1 Pesaban + - - + 2 2 Nongan + - - + 2 3 Rendang + - - + 2 4 Menanga - - + + 2 5 Besakih - - + - 1 6 Pempatan - + + - 2

(6)

6

LAPORAN EHRA – POKJA SANITASI KABUPATEN KARANGASEM TAHUN 2015

Tabel 2.6

Stratifikasi Desa/Kelurahan di Kecamatan Manggis

No. KEC/ Desa/Kel.

kriteria Strata Desa/Kelurahan

Strata Desa/Kelurahan

Padat Miskin DAS Banjir

1 Antiga + - + - 2 2 Gegelang + - + - 1 3 Padangbai + - - + 2 4 Ulakan + - + + 3 5 Manggis + - + + 3 6 Selumbung + + - - 2 7 Ngis + + - - 2 8 Nyuh Tebel + - - + 2 9 Tenganan - - + - 1 10 Antiga Kelod + - - - 1 11 Sengkidu + - - + 2 12 Pesedahan + - - + 2

Sumber: Hasil Perhitungan, 2015

Tabel 2.7

Stratifikasi Desa/Kelurahan di Kecamatan Abang

No. KEC/ Desa/Kel.

kriteria Strata Desa/Kelurahan

Strata Desa/Kelurahan

Padat Miskin DAS Banjir

1 Ababi + + + - 3 2 Tiyingtali + - + + 3 3 Abang + + + + 4 4 Pidpid + + + - 3 5 Nawakerti + + + - 3 6 Kesimpar + - + - 2 7 Tista + + + - 3 8 Kerta Mandala + - + + 3 9 Culik + - + + 3 10 Datah - + + - 2 11 Labasari + - + + 3 12 Purwakerti + + + + 4 13 Bunutan + + + + 3 14 Giri Mas + + + - 3

(7)

7

LAPORAN EHRA – POKJA SANITASI KABUPATEN KARANGASEM TAHUN 2015

Tabel 2.8

Stratifikasi Desa/Kelurahan di Kecamatan Kubu

No. KEC/ Desa/Kel.

kriteria Strata Desa/Kelurahan

Strata Desa/Kelurahan

Padat Miskin DAS Banjir

1 Ban - + + + 3 2 Dukuh - - + + 2 3 Tulamben - + + + 3 4 Kubu - - + + 2 5 Baturinggit - - + + 2 6 Sukadana - + + + 3 7 Tianyar 1 + + + 4 8 Tianyar Tengah 1 + + + 4 9 Tianyar Barat 1 + + + 4

Sumber: Hasil Perhitungan, 2015

Hasil stratifikasi desa/kelurahan yang dilakukan di Kabupaten Karangasem dari 78

Desa/Kelurahan menghasilkan 4 jenis strata yaitu Strata 1 sebanyak 6 desa, strata 2

sebanyak 26 desa/kelurahan, strata 3 sebanyak 35 desa/kelurahan, dan strata 4 sebanyak

11 desa/kelurahan di Kabupaten Karangasem

2.3 Penentuan Jumlah Desa/Kelurahan Target Area Studi

Proses pemilihan Desa/Kelurahan sebagai target area studi, pada dasarnya dilakukan dengan teknik random atau acak dimana semua Desa/Kelurahan mempunyai peluang yang

sama untuk dijadikan Desa/Kelurahan Target Area Studi EHRA

.

Dalam menentukan jumlah desa/kelurahan target area studi, maka Pokja Sanitasi menentukan berdasarkan kemampuan dari anggaran Pokja Sanitasi yaitu sebanyak 40 desa/kelurahan. Sehingga jumlah desa/kelurahan yang diambil sebagai area studi EHRA yaitu 40 desa/kelurahan, dimana dari 4 strata yang dihasilkan dari proses stratifikasi akan diambil secara acak setiap strata.

Perhitungan jumlah desa target area studi tiap strata didasarkan atas proporsi desa/kelurahan dengan komposisi strata desa/kelurahan hasil stratifikasi. Hasil perhitungan jumlah desa target area studi tiap strata yang dilakukan di Kabupaten Karangasem di ambil 50 % dari jumlah desa yaitu sebagai berikut:

1. Terdapat 6 desa Strata 1 dari total 78 desa/kelurahan di Kabupaten Karangasem

(8)

8

LAPORAN EHRA – POKJA SANITASI KABUPATEN KARANGASEM TAHUN 2015

yang akan diambil dari Strata 1 yaitu 7,69% dari 39 target area studi yaitu 3 desa/kelurahan.

2. Terdapat 26 desa Strata 2 dari total 78 desa/kelurahan di Kabupaten

Karangasem sehingga persentase dari strata 2 yaitu 33,33%, maka jumlah desa/kelurahan yang akan diambil dari Strata 2 yaitu 33,33% dari 39 target area studi yaitu 13 desa/kelurahan.

3. Terdapat 35 desa Strata 3 dari total 78 desa/kelurahan di Kabupaten

Karangasem sehingga persentase dari strata 3 yaitu 44,87%, maka jumlah desa/kelurahan yang akan diambil dari Strata 3 yaitu 44,87% dari 39 target area studi yaitu 17 desa/kelurahan.

4. Terdapat 11 desa Strata 4 dari total 78 desa/kelurahan di Kabupaten

Karangasem sehingga persentase dari strata 4 yaitu 14,10%, maka jumlah desa/kelurahan yang akan diambil dari Strata 3 yaitu 14,10% dari 39 target area studi yaitu 6 desa/kelurahan.

Untuk strata 0 tidak ada di Kabupaten Karangasem sehingga tidak ada area studi pada strata tersebut.

Setelah dihitung jumlah desa target area studi setiap strata, maka dilanjutkan dengan pemilihan desa target area studi secara random dengan range pengambilan area studi tiap strata menggunakan interval 4 sampai tercapai jumlah desa target area studi sesuai perhitungan jumlah desa target area studi di setiap stratanya.

Tabel 2.10 Penentuan Area Studi Strata

Desa/Kel

Jumlah dan Persentase Desa

tiap Strata

Jumlah desa yang diambil sebagai Desa target area

studi Range Pengambilan Area Studi Jumlah % Jumlah % Strata 0 0 0,00 0 0,00 Strata 1 6 7,69 3 50 4 Strata 2 26 33,33 13 50 4 Strata 3 35 44,87 17 50 4 Strata 4 11 14,10 6 50 4 Jumlah 78 100,00 39 100,00

(9)

9

LAPORAN EHRA – POKJA SANITASI KABUPATEN KARANGASEM TAHUN 2015 2.4. Penentuan RT dan responden di lokasi di Area Studi

Di wilayah Kabupaten Karangasem, untuk Rukun Tetangga (RT) dipakai Banjar/Dusun untuk Desa sedangkan untuk Kelurahan dipakai Lingkungan. Banjar/Dusun/Lingkungan dan Rumah Responden dipilih dengan menggunakan cara acak (random sampling). Hal ini bertujuan agar seluruh Banjar/Dusun/Lingkungan memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih sebagai Banjar/Dusun/Lingkungan Area Studi dan rumah di Banjar/Dusun/Lingkungan Area Studi memiliki kesempatan yang sama sebagai sampel. Artinya, penentuan Banjar/Dusun/Lingkungan & rumah tangga responden bukan bersumber dari preferensi enumerator/supervisor ataupun keinginan responden itu sendiri. Masing-masing desa/kelurahan terdiri atas beberapa Banjar/Dusun/Lingkungan antara 5 sampai 10 dusun/banjar dan masing-masing dipilih secara acak dan merata sehingga semua wilayah dusun/banjar/lingkungan menjadi sampel area studi.

Penentuan responden juga dilakukan dengan terlebih dahulu berkoordinasi dengan

Kepala Desa atau Lurah setempat. Ukuran populasi sebesar 29.995 rumah tangga, CL

(Confidence Level) sebesar 95%, Cl (Confience Interval) sebesar 3,5% didapat ukuran sampel sebesar 568/1247 rumah tangga. Area studi mencakup 8 Kecamatan dan 78 Desa/Kelurahan yaitu Kecamatan Karangasem mencakup 11 Desa/Kelurahan, Kecamatan Bebandem mencakup 8 Desa, Kecamatan Selat mencakup 8 Desa dan Kecamatan Sidemen mencakup 10 Desa, Kecamatan Rendang mencakup 6 desa, Kecamatan Manggis mencakup 12 desa, Kecamatan Abang mencakup 14 desa, dan Kecamatan Kubu mencakup 9 desa.

Rumah tangga diambil secara acak (random) dimana setiap Kelurahan/Desa diambil 50 rumah tangga. Untuk menentukan rumah tangga yang dipilih maka sebelumnya dilakukan pertemuan dan koordinasi dengan Kepala Desa/Lurah yang Desa/Kelurahannya masuk dalam Studi EHRA. Selanjutnya Kepala Desa/Lurah yang merekomendasikan petugas untuk melakukan survey study EHRA.

Rumah tangga merupakan unit analisis dalam EHRA, sementara yang menjadi responden adalah kepala keluarga atau anggota keluarga dengan umur di atas 17 tahun. Panduan wawancara dan pengamatan dibuat terstruktur dan dirancang untuk dapat diselesaikan dalam waktu 30-45 menit. Untuk mengikuti standar etika, informed consent

wajib dibacakan oleh enumerator sehingga responden memahami betul hak-haknya dan wajib memutuskan keikutsertaan dengan sukarela dan sadar.

(10)

10

LAPORAN EHRA – POKJA SANITASI KABUPATEN KARANGASEM TAHUN 2015

2.5. Karakteristik Enumerator dan Supervisor serta wilayah Tugasnya

Pemilihan supervisor dan enumerator untuk pelaksanaan Studi EHRA sepenuhnya merupakan kewenangan Tim Studi EHRA. Pewawancara dan pelaku pengamatan dalam EHRA adalah kader atau staff desa yang dipilih dan disepakati oleh Pokja Sanitasi Kabupaten Karangasem. Sebelum turun ke lapangan, para kader diwajibkan mengikuti pelatihan enumerator selama 1 (satu) hari berturut-turut. Materi pelatihan mencakup pengantar Program PPSP (Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman), pengantar dan pemahaman tentang instrumen EHRA, dasar-dasar wawancara dan pengamatan, latar belakang konseptual dan praktis tentang indikator-indikator, uji coba lapangan, dan diskusi perbaikan instrumen. Hal-hal yang perlu diperhatikan seorang enumerator pada saat melakukan wawancara antara lain:

a. Memperkenalkan dirinya dengan sopan

b. Memberikan informasi tentang tujuan dan manfaat studi

c. Meminta izin untuk wawancara

d. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan tanpa memberikan jawaban

e. Menunggu responden untuk menjawab tanpa memberikan jawaban sendiri

f. Mengetahui kapan harus membacakan pilihan untuk pertanyaan dengan pilihan

jawaban kode angka (pilihan tunggal) dan ketika catatan hanya satu jawaban.

g. Mengetahui kapan harus membacakan jawaban dan kapan tidak (bila kalimat

tercetak tebal dan bila kalimat tercetak normal).

h. Memeriksa apakah semua jawaban dalam kuesioner telah lengkap sesuai dengan

alur logika pengisian kuesioner.

Tenaga supervisor yang digunakan dalam pelaksanaan Studi EHRA menggunakan tenaga tim pokja sanitasi, dengan perincian tiap supervisor mengkoordinasikan 3 desa/kelurahan. Tugas utama Supervisor Studi EHRA selama pelaksanaan studi adalah:

a. Menjamin proses pelaksanaan studi sesuai dengan kaidah dan metoda pelaksanaan

Studi EHRA yang telah ditentukan

b. Menjalankan arahan dari koordinator kecamatan dan Pokja Kabupaten/Kota

c. Mengkoordinasikan pekerjaan enumerator

d. Memonitor pelaksanaan studi EHRA di lapangan

e. Melakukan pengecekan/ pemeriksaan hasil pengisian kuesioner oleh Enumerator

f. Melakukan spot check sejumlah 5% dari total responden

g. Membuat laporan harian dan rekap harian untuk disampaikan kepada Koordinator

(11)

11

LAPORAN EHRA – POKJA SANITASI KABUPATEN KARANGASEM TAHUN 2015

Bab.III

Hasil Studi EHRA

3.1.Informasi Responden

Sampel adalah bagian dari populasi, dimana anggota sampel adalah anggota yang

dipilih dari populasi. Jumlah responden Studi EHRA sebanyak 1.560 responden yang

tersebar di 8 kecamatan dengan sebaran yaitu sebanyak 120 responden pada strata 1,

sebanyak 520 responden pada strata 2,sebanyak 680 responden pada strata 3 dan

sebanyak 240 responden pada strata 4

Informasi responden berkaitan dengan identitas responden seperti umur, status

rumah, pendidikan, informasi mengenai surat keterangan tidak mampu (SKTM), kartu

asuransi kesehatan bagi keluarga miskin, kepemilikan anak dan jumlah anak yang tinggal

dalam 1 rumah.

Responden dalam studi EHRA adalah ibu atau perempuan yang telah menikah atau

cerai atau janda yang berusia 18 – 65 tahun. Batas usia, khususnya batas-batas

diperlakukan secara fleksibel. Penilaian kader sebagai enumerator banyak menentukan.

Bila usia calon responden sedikit melebihi batas-atas (65 tahun), namun responden terlihat

dan terdengar masih cakap untuk merespon pertanyaan-pertanyaan dari pewawancara,

maka calon responden itu dipertimbangkan masuk dalam daftar prioritas responden.

Sebaliknya, meskipun usia responden belum mencapai 60 tahun, namun bila performa

komunikasinya kurang memadai, maka ibu itu dapat dikeluarkan dari daftar calon

responden.

Seperti dipaparkan dalam bagian metodologi, responden dalam studi EHRA

adalah kepala keluarga dan anggota keluarga diatas umur 17 tahun. Penilaian kader sebagai enumerator banyak menentukan. Bila usia calon responden sedikit melebihi batas-atas (60 tahun), namun responden terlihat dan terdengar masih cakap untuk merespon pertanyaan-pertanyaan dari pewawancara, maka calon responden itu dipertimbangkan masuk dalam daftar prioritas responden. Sebaliknya, meskipun usia responden belum mencapai 60 tahun, namun bila performa komunikasinya kurang memadai, maka ibu itu dapat dikeluarkan dari daftar calon responden.

Responden yang terpilih untuk studi EHRA di Kabupaten Karangasem, rata-rata

memiliki umur 18 sampai dengan 65 tahun. Dari sisi aspek usia, kebanyakan adalah Ibu

(12)

12

LAPORAN EHRA – POKJA SANITASI KABUPATEN KARANGASEM TAHUN 2015

yang berusia lebih dari 45 tahun sekitar 36,30% dari total responden. Sekitar 14,60%

berada di usia 41-45 tahun, 18,40% pada usia 36 – 40 tahun. Sementara, mereka yang

berada di rentang 31 - 35 tahun mencakup sekitar 14,70% ,pada rentang 26-30 tahun

mencakup sekitar 11,60%. Proporsi yang paling kecil adalah yang berusia paling muda,

yakni pada rentang umur kurang dari atau sama dengan rentang umur 21-25 tahun dan 20

tahun yaitu masing-masing yaitu sebanyak 3,90% dan 0,60%.

Kepemilikan rumah dapat dikaitkan dengan potensi rasa memiliki (sense of

ownership) pada lingkungan rumahnya. Mereka yang memiliki rumah yang dihuninya cenderung memiliki rasa memiliki yang lebih besar. Karenanya, secara hipotetif untuk Kabupaten Karangasem dapat disimpulkan kebanyakan rumah tangga cenderung memiliki potensi rasa memiliki terhadap lingkungannya yang cukup besar. Hal ini terlihat dari fakta bahwa rumah yang dimiliki oleh penghuninya jauh lebih besar (1047 rumah tangga) dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki rumah yang ditempatinya. Terkait dengan status rumah yang ditempati responden, survey EHRA menjumpai sebagian besar atau sekitar 84,00% dari total populasi menyatakan bahwa rumah yang ditempati adalah rumah yang dimiliki sendiri. Hanya sekitar 11,90% yang melaporkan rumahnya adalah rumah milik orang tua. Sedangkan sisanya yaitu sekitar 2,80% berbagi dengan keluarga lain, sekitar 0,50% dan 0,20% menyatakan bahwa rumah yang ditempati adalah rumah sewa dan kontrak. Hanya sekitar 0,30% responden yang memilih pilihan lainnya.

Latar belakang pendidikan responden dapat dikaitkan dengan pengetahuan yang dimilikinya dalam menjaga kesehatan dan lingkungan. Mereka yang mempunyai latar belakang pendidikan yang lebih tinggi dapat diasumsikan memiliki pengetahuan yang luas terkait kesehatan lingkungan. Terkait dengan latar belakang pendidikan responden, Studi EHRA menunjukkan sebagian besar latar belakang pendidikan responden yaitu lulusan SD sebanyak 41,10% dan sebagian kecil sebesar 4,0% memiliki latar belakang pendidikan SMK dan Universitas/Akademi (2,30%). Sisanya sekitar 13,60% memiliki latar belakang pendidikan SMP dan sekitar 17,80% memiliki latar belakang pendidikan SMA.

Kepemilikan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) berkaitan dengan kondisi perekonomian responden. SKTM atau sejenisnya adalah semua surat keterangan yang dikeluarkan oleh Desa/Kelurahan/Setingkat yang menyatakan bahwa responden atau satu KK responden termasuk dalam kategori keluarga tidak mampu. Dilihat dari kepemilikan surat keterangan tidak mampu (SKTM), maka sebagian besar responden tidak memiliki surat tersebut (64,00%) dan sisanya sebanyak 36,00% responden memiliki SKTM.

(13)

13

LAPORAN EHRA – POKJA SANITASI KABUPATEN KARANGASEM TAHUN 2015

Kartu Jamkesda adalah semua jenis Kartu atau Surat Keterangan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah (Kabupaten/Kota/Provinsi) yang menyatakan bahwa nama pemilik kartu atau pemilik surat keterangan beserta keluarganya dijamin akan mendapatkan pengobatan sampai dengan tingkat pelayanan tertentu dari Pemerintah Daerah bila sakit. Dikaitkan dengan kepemilikan kartu asuransi kesehatan maka sebanyak 72,00% tidak memiliki dan sisanya sebanyak 28,00% memiliki kartu asuransi kesehatan.

Studi EHRA juga mengidentifikasi keberadaan anak dan balita di sebuah rumah tangga. Keberadaan balita menjadi penting sebab dibandingkan kelompok lain, balita adalah segmen populasi yang paling rentan terhadap penyakit-penyakit yang terkait dengan sanitasi. Karena itu, sebaran balita dapat memberi gambaran tentang kerentanan wilayah tertentu. Dari studi EHRA dijumpai bahwa sebagian besar responden atau sebesar 87,20% memiliki anak dan sisanya 12,80% tidak memiliki anak.

Dari sisi persentase anak laki-laki yang tinggal di rumah, sebagian besar responden menjawab tidak memiliki anak (kode 0) yang berusia kurang dari 2 tahun dengan persentase 94,90% dari total responden. Untuk variabel berikutnya sebagian besar responden menjawab tidak memiliki anak yang berusia 2-5 tahun dengan persentase 86,50%. Sementara itu mengenai anak umur 6-12 tahun, sebagian besar responden menjawab tidak memiliki anak dengan persentase 74,90%. Sedangkan untuk variabel anak usia lebih dari 12 tahun sebagian besar responden menjawab tidak memiliki anak dengan persentase 54,10%. Jika dilihat dari total keselurahan anak laki-laki yang tinggal di rumah maka persentase tertinggi pada responden yang menjawab memiliki anak 1 (kode 1,00) dengan persentase 45,20%, kemudian responden yang menjawab tidak memiliki anak (kode 0,00) dengan persentase 26,60%, sedangkan responden yang memiliki anak 2 (kode 2,00) dengan persentase 20,00%, responden yang menjawab memiliki anak 3 (kode 3,00) dengan persentase 5,20%, responden yang memiliki anak 4 (kode 4,00) dengan prosentase 2,10% serta responden yang menjawab memiliki anak 5 dan 6 (kode 5,00 dan 6,00) dengan nilai masing – masing yaitu 0,60% dan 0,20%..

Berdasarkan jumlah anak perempuan yang tinggal di rumah diperoleh data sebagai berikut yaitu sebagian responden menjawab tidak memiliki anak (kode 0) untuk umur kurang dari 2 tahun dengan persentase 96,90%. Kemudian umur 2-5 tahun, sebagian responden menjawab tidak memiliki anak dengan persentase 89,40%. Sementara untuk anak umur 6-12 tahun sebagian responden menjawab tidak memiliki anak dengan persentase 79,50%. Sedangkan usia lebih dari 12 tahun sebagian responden menjawab tidak memiliki anak dengan persentase 63,00%. Secara keseluruhan persentase anak

(14)

14

LAPORAN EHRA – POKJA SANITASI KABUPATEN KARANGASEM TAHUN 2015

perempuan yang tinggal di rumah maka persentase tertinggi pada responden yang menjawab tidak memiliki anak 0 (kode 1,00) dengan nilai 42,70%, kemudian responden yang menjawab memiliki anak 1 (kode 1,00) dengan nilai 36,30%, sedangkan responden yang menjawab memiliki anak 2 (kode 2,00) dengan nilai 14,00%, untuk responden yang menjawab memiliki anak 3 (kode 3,00) dengan nilai 5,10%, sementara responden yang menjawab memiliki anak 4 (kode 4,00) dengan nilai 1,70% serta responden yang menjawab memiliki anak 5 dan 6 (kode 5,00 dan 6,00) dengan nilai masing – masing yaitu 0,20% dan 0,10%. Jika dilihat dari persentase keseluruhan anak yang tinggal di rumah maka diperoleh data yaitu persentase tertinggi pada responden yang menjawab memiliki anak 2 dengan nilai 34,30%, kemudian persentase responden yang menjawab memiliki anak 1 dengan nilai 23,60%, persentase responden yang menjawab memiliki anak 3 dengan nilai 14,90%, persentase responden yang menjawab tidak memiliki anak dengan nilai 14,20%, persentase responden yang menjawab memiliki anak 4 dengan nilai 5,50%, persentase responden yang menjawab memiliki anak 5 dengan nilai 4,30% dan persentase responden yang menjawab memiliki anak 6 dengan nilai 1,80%.

Tabel 3.1Informasi Responden

Strata Desa/Kelurahan Total

0 1 2 3 4 11 12 n % n % n % n % n % n % Kelompok Umur Responden <= 20 tahun 0 ,0 1 ,8 2 ,5 4 ,7 0 ,0 7 ,6 21 - 25 tahun 1 2,7 8 6,3 9 2,3 28 4,9 2 2,2 48 3,9 26 - 30 tahun 5 13,5 19 14,8 30 7,5 86 15,1 2 2,2 142 11,6 31 - 35 tahun 3 8,1 27 21,1 73 18,3 69 12,1 8 8,6 180 14,7 36 - 40 tahun 8 21,6 22 17,2 67 16,8 111 19,5 17 18,3 225 18,4 41 - 45 tahun 2 5,4 19 14,8 64 16,0 73 12,9 21 22,6 179 14,6 > 45 tahun 18 48,6 32 25,0 155 38,8 197 34,7 43 46,2 445 36,3 B2. Apa status

dari rumah yang anda tempati saat ini? Milik sendiri 38 100,0 82 64,1 300 72,1 535 93,5 92 98,9 1047 84,0 Rumah dinas 0 ,0 0 ,0 2 ,5 1 ,2 1 1,1 4 ,3 Berbagi dengan keluarga lain 0 ,0 1 ,8 31 7,5 3 ,5 0 ,0 35 2,8 Sewa 0 ,0 4 3,1 2 ,5 0 ,0 0 ,0 6 ,5 Kontrak 0 ,0 0 ,0 2 ,5 0 ,0 0 ,0 2 ,2

Milik orang tua 0 ,0 41 32,0 79 19,0 29 5,1 0 ,0 149 11,9

Lainnya 0 ,0 0 ,0 0 ,0 4 ,7 0 ,0 4 ,3 B3. Apa pendidikan terakhir anda? Tidak sekolah formal 8 21,1 23 18,0 82 19,7 142 24,8 53 57,0 308 24,7 SD 18 47,4 69 53,9 180 43,3 216 37,8 30 32,3 513 41,1 SMP 6 15,8 16 12,5 47 11,3 96 16,8 5 5,4 170 13,6 SMA 6 15,8 20 15,6 91 21,9 100 17,5 5 5,4 222 17,8

(15)

15

LAPORAN EHRA – POKJA SANITASI KABUPATEN KARANGASEM TAHUN 2015

SMK 0 ,0 0 ,0 2 ,5 3 ,5 0 ,0 5 ,4 Universitas/Akad emi 0 ,0 0 ,0 14 3,4 15 2,6 0 ,0 29 2,3 B4. Apakah ibu mmpunyai Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dari desa/kelurahan? Ya 8 21,1 26 20,3 202 48,6 186 32,5 27 29,0 449 36,0 Tidak 30 78,9 10 2 79,7 214 51,4 386 67,5 66 71,0 798 64,0 B5. Apakah ibu punya Kartu Asuransi Kesehatan bagi Keluarga Miskin (ASKESKIN)? Ya 6 15,8 54 42,2 136 32,7 143 25,0 10 10,8 349 28,0 Tidak 32 84,2 74 57,8 280 67,3 429 75,0 83 89,2 898 72,0 B6. Apakah ibu mempunyai anak? Ya 32 84,2 11 5 89,8 385 92,5 485 84,8 71 76,3 1088 87,2 Tidak 6 15,8 13 10,2 31 7,5 87 15,2 22 23,7 159 12,8

3.2. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga

Dalam subsektor persampahan, EHRA mempelajari sejumlah hal pokok, yakni: kondisi sampah di lingkungan rumah, cara pengelolaan sampah rumah tangga, praktek pemilahan sampah, ketepatan pengangkutan sampah bagi rumah tangga yang menerima layanan pengangkutan sampah, penggunaan wadah sampah sementara di rumah serta praktek daur ulang dan penggunaan kembali.

Kondisi sampah di lingkungan tempat tinggal responden menggambarkan kebersihan rumah tangga dan lingkungannya dari keberadaan sampah. Hampir sebagian besar kondisi sampah di lingkungan tempat tinggal responden yaitu bersih dan sedikit sampah. Beberapa responden menjawab bahwa kondisi sampah di lingkungan tempat tinggalnya yaitu banyak sampah berserakan atau bertumpuk di sekitar lingkungan (37,90%), banyak nyamuk (24,10%), banyak lalat di sekitar tumpukan sampah (16,60%) , banyak tikus berkeliaran (16,30%), lainnya (11,40%), , banyak kucing dan anjing mendatangi tumpukan sampah (10,90%), ada anak-anak yang bermain di sekitarnya (10,40%), terdapat bau busuk yang menganggu (9,80%)dan menyumbat saluran drainase (8,70%).

Cara utama pengelolaan sampah di tingkat rumah tangga diidentifikasi melalui jawaban verbal yang disampaikan responden. Dalam kuesioner tersedia 10 (sepuluh) opsi jawaban. Sepuluh opsi itu dikategorikan dalam 2 (dua) kelompok besar yaitu penerima layanan sampah dan non penerima layanan sampah. Sebagian besar responden menjawab bahwa cara pengelolaan sampah dengan cara membuang sampah dengan dibuang ke lahan kosong/kebun/hutan dan dibiarkan membusuk sebesar 49,40%, terbanyak terdapat pada Strata 3 dan Strata 4 yaitu masing-masing sebesar 51,50 % dan 64,50% dan terkecil

(16)

16

LAPORAN EHRA – POKJA SANITASI KABUPATEN KARANGASEM TAHUN 2015

terdapat pada Strata 1 sebesar 37,20%. Kelompok kedua yang cukup besar adalah mereka yang cara pengelolaan sampah dengan cara dibakar sebesar 31,9%, terbanyak terdapat di Strata 1 sebesar 57,00%, Strata 3 dan Strata 4 masing-masing sebesar 30,10% dan dan sebagian kecil tedapat pada Strata 2 sebesar 26,60%. Sementara kelompok yang mengelola sampah dengan cara dikumpulkan dan dibuang ke TPS sebesar 11,30% yang tersebar pada Strata 2 sebesar 18,40%, Strata 3 sebesar 9,50%, strata 1 sebesar 4,10% dan strata 4 sebesar 3,20%. Sedangkan kelompok yang membuang sampah ke sungai/kali/laut/danau sebesar 4,10% yaitu tersebar pada pada strata 3 sebanyak 5,10%; pada strata 2 sebanyak 4,80% dan strata 1 sebanyak 1,70% pada. Kelompok yang sampahnya dibuang ke lubang dan ditutup dengan tanah sebesar 1,30%, kelompok membuang sampahnya ke dalam lubang tetapi tidak ditutup dengan tanah sebesar 0,60%,kelompok yang sampahnya dikumpulkan oleh kolektor informal yang mendaur ulang sebesar 0,60%, sampah dibiarkan saja sampai membusuk sebesar 0,20%, lain-lain dan tidak tahu masing-masing sebesar 0,20% dan 0,30%.

Jika dilihat dalam 2 kategori bahwa kelompok penerima layanan sampah sebesar 11,80% tersebar pada Strata 2 sebesar 18,80%, strata 3 sebesar 10,40%,strata 1 dan strata 4 masing-masing sebesar 4,10 % dan 3,20%. Sedangkan kelompok non penerima layanan sampah sebesar 88,20% dimana tersebar di Strata4 sebesar 96,80%, strata 1 sebesar 95,90%, Strata 3 sebesar 89,60% dan Strata 2 sebesar 81,20%. Lebih jelasnya

dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1

(17)

17

LAPORAN EHRA – POKJA SANITASI KABUPATEN KARANGASEM TAHUN 2015

Seperti diketahui secara luas, rumah tangga sebetulnya dapat ikut berperan dalam mengurangi volume sampah dengan berbagai cara. Contoh yang cukup populer adalah dengan melakukan pemilahan dan memanfaatkan kembali atau mengolah sampah-sampah tertentu. Terkait dengan ini, EHRA di Kabupaten Karangasem mencoba mengetahui praktek pemilahan di rumah tangga. Dari EHRA diperoleh gambaran bahwa sebagian besar rumah tangga tidak melakukan pemilahan sampah yaitu sebesar 75,80%, yang tersebar 94,40% pada strata 4, 61,50% pada strata 1 dan 59,00% pada strata 2. Sementara sisanya sekitar 24,10% sudah melakukan pemilahan sampah dimana sebagian besar terdapat pada strata 2 sebesar 41,00%, strata 1 sebesar 38,50%, strata 3 sebesar 10,30% dan strata 4 sebesar 5,60%.

Dari proporsi yang melakukan pemilahan sampah, sekitar 37,50% melakukan pemilahan sampah besi/logam, 33,30 % melakukan pemilahan sampah plastik. Sementara sekitar 28,60% melakukan pemilahan sampah yang terbuat dari bahan organik atau sampah basah dan sampah yang terbuat dari gelas/kaca, dan sekitar 14,30% melakukan pemilahan sampah dari kertas.

Masih sedikitnya rumah tangga di Kabupaten Karangasem yang berpartisipasi dalam pengelolaan sampah di tingkat rumah tangga juga tertangkap selama pengamatan di rumah. Hanya sekitar 3,20% rumah tangga di Kabupaten Karangasem yang diamati tengah membuat kompos dari sampah basahnya dan 80,50% kompos tersebut sudah dimanfaatkan untuk pupuk tanaman hias dan pupuk tanaman buah masing-masing sebesar 57,60% dan 51,50%. Dengan kata lain, mayoritas rumah tangga (96,80%) di Kabupaten Karangasem masih membuang sampah rumah tangga begitu saja tanpa mempertimbangkan potensi-potensi ekonomi dengan memanfaatkan kembali sampah, misalnya sebagai bahan kompos yang dapat digunakan sebagai pupuk tanaman.

Lebih jelasnya perilaku praktik pemilahan sampah oleh rumah tangga di Kabupaten

(18)

18

LAPORAN EHRA – POKJA SANITASI KABUPATEN KARANGASEM TAHUN 2015 Gambar 3.2

Grafik Perilaku Praktik Pemilahan Sampah oleh Rumah Tangga di Kabupaten Karangasem Tahun 2015

Jika dilihat dari wadah/tempat yang dipakai untuk mengumpulkan sampah di dapur maka secara umum, rumah tangga yang mewadahi sampahnya dengan keranjang sampah sampah terbuka merupakan yang terbanyak yaitu sebesar 49,60%, tidak ada 26,00%, disusul dengan penggunaan kantong plastik terbuka sebesar 17,00%. Sisanya sebesar 14,00% menggunakan keranjang sampah tertutup, kantong plastik tertutup10,00% menggunakan wadah dari, lainnya sebesar 5,50%.

Identifikasi area beresiko persampahan dikaitkan dengan 2 (dua) kategori besar pengelolaan sampah yaitu penerima layanan sampah dan non penerima layanan sampah. Variabel yang ditetapkan dalam penentuan area beresiko persampahan yaitu pengelolaan sampah, frekuensi pengangkutan sampah, ketepatan waktu pengangkutan sampah dan pengolahan sampah setempat. Dilihat dari pengelolaan sampah sebagian besar termasuk dalam kategori tidak memadai (88,20%) dimana sebanyak 96,80% berada pada Strata 4; 95,90% pada strata 1, 89,60% pada strata 3 dan 81,20% pada strata 2. Sisanya hanya sebesar 11,80% termasuk kategori memadai dimana tersebar pada strata 1 sebesar 4,10%, strata 2 sebesar 18,80%, strata 3 sebesar 10,40% dan 3,20% pada strata 4.

Bagi yang mendapatkan layanan, maka frekuensi pengangkutan yang paling umum diterima adalah beberapa kali dalam seminggu (44,40%) dan setiap hari (22,20%). Sekitar 22,20% rumah tangga melaporkan sampahnya tidak pernah diangkut oleh petugas. Sehingga termasuk dalam kategori memadai sebesar 66,70% yang tersebar pada strata 2

(19)

19

LAPORAN EHRA – POKJA SANITASI KABUPATEN KARANGASEM TAHUN 2015

dan 3 masing-masing sebesar 66,70%. Sedangkan yang termasuk kategori tidak memadai sebesar 33,30% hanya terdapat pada strata 2 dan 3 masing-masing sebesar 33,30%.

Bila rumah tangga diminta menilai ketepatan waktu pengangkutan sampah, maka kebanyakan menilainya cukup positif. Sekitar 55,60% menilai layanan yang mereka terima selalu tepat waktu, yang tersebar hanya pada strata 2 sebesar 66,70 %, strata 3 sebesar 50,00%.

Sementara, proporsi rumah tangga yang melaporkan merasa puas dengan layanan pengangkutan sampah yang mereka terima terlihat cukup banyak. Sekitar 55,60% dari total rumah tangga menilai layanan pengangkutan sampah yang mereka terima dalam kategori tidak tepat waktu sebesar 55,60%, dan sisanya termasuk dalam kategori tidak tepat waktu yaitu sebesar 44,40% yang tersebar pada strata 2 dan strata3 masing-masing sebesar 33,30 % dan 50,00%.

Jika dilhat dari pengolahan sampah setempat maka sebesar 82,70% termasuk dalam kategori tidak melakukan pengolahan sampah yang tersebar pada strata 1 sebesar 76,60%, strata 2 sebesar 69,00%, strata 3 sebesar 91,10% dan strata 4 sebesar 94,60%. Sedangkan yang melakukan pengolahan sampah sebesar 17,30% yang tersebar pada strata 1 sebesar 23,40%, strata 2 sebesar 31,00%,strata 3 sebesar 8,90% dan strata 4 sebesar 5,40%.

Lebih jelasnya area beresiko persampahan dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Area beresiko Persampahan berdasarkan Hasil Studi EHRA

Strata Desa/Kelurahan Total Variabel Kategori 1 2 3 4 n % n % n % n % n % Pengelolaan sampah Tidak memadai 116 95,9 336 81,2 510 89,6 90 96,8 1088 88,2 Ya, memadai 5 4,1 78 18,8 59 10,4 3 3,2 146 11,8 Frekuensi pengangkutan sampah Tidak memadai 0 0,0 1 33,3 2 33,3 0 0,0 3 33,3 Ya, memadai 0 0,0 2 66,7 4 66,7 0 0,0 6 66,7 Ketepatan waktu pengangkutan sampah Tidak tepat waktu 0 0,0 1 33,3 3 50,0 0 0,0 4 44,4 Ya, tepat waktu 0 0,0 2 66,7 3 50,0 0 0,0 5 55,6 Pengolahan sampah setempat Tidak diolah 98 76,6 287 69,0 521 91,1 88 94,6 1031 82,7 Ya, diolah 30 23,4 129 31,0 51 8,9 5 5,4 216 17,3

(20)

20

LAPORAN EHRA – POKJA SANITASI KABUPATEN KARANGASEM TAHUN 2015

3.3. Pembuangan air kotor/limbah tinja manusia dan lumpur tinja

Dalam subsektor air limbah, EHRA mempelajari sejumlah hal pokok, yakni: keberadaan jamban, saluran akhir pembuangan tinja, kualitas tangki septik yang dimiliki, praktek pembuangan kotoran anak balita di rumah responden yang di rumahnya ada balita dan jumlah KK yang memiliki saluran pengelolaan air limbah.

Untuk jenis jamban, EHRA membaginya ke dalam 5 opsi, yakni kloset jongkok leher angsa, kloset duduk leher angsa, plengsengan, cemplung dan tidak punya kloset. Lebih jauh tentang kondisi jamban, Studi EHRA melakukan sejumlah pengamatan pada bangunan jamban/WC yang ada di rumah tangga. Ada sejumlah aspek/fasilitas yang diamati oleh tenaga enumerator, misalnya tipe jamban/WC, ketersediaan air, sabun, terlihat atau tidaknya jentik nyamuk dalam bak air/ember serta saluran pembuangan dari kloset. Tenaga enumerator yang berpartisipasi dalam EHRA juga mengamati aspek-aspek yang terkait dengan kebersihan jamban dengan melihat apakah lantai dan dinding jamban/wc bebas dari tinja, bekas tisu yang ada tinja atau bekas pembalut? Selain itu, tenaga enumerator juga mengamati apakah ada kecoa atau lalat beterbangan di jamban di sekitar jamban serta mengamati keberadaan alat penyiram/gayung di sekitar jamban.

Survey EHRA melaporkan bahwa prosentase tempat buang air besar (BAB) di Kabupaten Karangasem yang paling banyak digunakan oleh rumah tangga adalah jamban pribadi, proporsinya adalah sekitar 66,30%, dengan tipe kloset jongkok leher angsa yang paling banyak dimiliki responden (65,70%). Sementara fasilitas BAB lainnya yang digunakan responden yaitu MCK/WC Umum sebesar 3,80%, WC Helikopter sebesar 0,5%, ke sungai/pantai/laut sebesar 7,30%, ke kebun/pekarangan sebesar 20,90%, ke selokan/parit/got sebesar 4,80%, ke lubang galian sebesar 0,60%, lainnya sebesar 3,00%

(21)

21

LAPORAN EHRA – POKJA SANITASI KABUPATEN KARANGASEM TAHUN 2015 Gambar 3.3

Grafik Persentase Tempat Buang Air Besar

Terkait dengan tempat penyaluran buangan akhir tinja, dari hasil wawancara diperoleh sekitar 998 rumah tangga atau sebesar 46,30% di Kabupaten Karangasem yang melaporakan menggunakan tangki septik. Sisanya sebesar 0,5% melaporkan saluran pembuangan akhir tinja melalui pipa sewer sebesar 0,30% melalui cubluk/lubang tanah sebesar 16,40% langsung ke drainase sebesar 1,00% disalurkan langsung ke sungai/danau/pantai sebesar 0,30% disalurkan ke kebun/tanah lapang dan sebesar 1,00% dan sebesar 34,70 menjawab tidak mengetahui tempat penyaluran buangan akhir tinja.

Lebih jelasnya tempat penyaluran akhir tinja dapat dilihat pada Gambar 3.4.

-

Gambar 3.4

Grafik Tempat Penyaluran Akhir Tinja

Terkait dengan kualitas atau keamanan tangki septik yang digunakan rumah tangga Survey EHRA menindaklanjuti dengan pertanyaan terkait waktu terakhir pengurasan tangki septik. Sebagian besar responden melaporkan bahwa tangki septik yang dimiliki tidak pernah dikosongkan/dikuras, proporsinya sekitar 79,30% yang terbanyak dijumpai pada Strata 1 dan Strata 4 masing-masing sebesar 96,90% dan 100,00%, sedangkan pada strata 2 dan 3 masing-masing sebesar 68,60% dan 85,80%. Sementara yang lainnya menjawab bahwa waktu terakhir pengurasan tangki septik dilakukan 0-12 bulan sebesar 0,70%, 1-5 tahun sebesar 0,50%, lebih dari 5-10 tahun yang

(22)

22

LAPORAN EHRA – POKJA SANITASI KABUPATEN KARANGASEM TAHUN 2015

lalu sebesar 1,00%, lebih dari 10 tahun sebesar 1,40%, dan sebesar 17,00% menjawab

tidak tahu. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.5.

Gambar 3.5

Grafik Waktu Terakhir Pengurasan Tanki Septik

Resiko lingkungan juga dapat meningkat akibat pembuangan isi tinja yang tidak tepat, seperti membuang kotoran ke sungai atau lahan di rumah yang tidak diolah lebih lanjut. Sebelum melihat tempat-tempat pembuangan tinja yang telah dikumpulkan di septik tank, EHRA terlebih dahulu mengidentifikasi cara pengurasan/pengosongan tangki septik. Seperti dapat dilihat pada diagram di atas, dari mereka yang melaporkan pernah mengosongkan tangki septik, mayoritas meminta jasa layanan pengosongan sedot tangki/truk tinja, yakni sekitar 36,9% dimana terbesar dijumpai pada Strata 2 dan Strata 1 masing-masing sebesar 53,8% dan 45,5%, dan pada strata 3 hanya sebesar 18,4%. Sementara, proporsi yang melaporkan tidak tahu ternyata cukup besar, yakni sebesar 90,80%, dimana yang terbanyak dijumpai pada strata 2 sebesar 95,20%. Sementara rumah tangga yang mengosongkan tangki septiknya dengan layanan sedot tinja yakni sebesar 4,20% dan sisanya hanya 5,00% melaporkan membayar tukang untuk menguras tangki septik yang dimilikinya. Hal lain yang dipelajari EHRA adalah tempat pembuangan isi tangki septik. Sebagian besar responden menjawab tidak tahu (92,40%) tempat pembuangan lumpur tinja pada tangki septik yang dikosongkan. Sementara sebesar 2,50% melaporkan membuang ke sungai, sebesar 2,50% melaporkan dikubur di halaman, sebesar 1,70% menjawab dikubur di tanah orang lain, dan sisanya menjawab lainnya sebesar 0,80%.

(23)

23

LAPORAN EHRA – POKJA SANITASI KABUPATEN KARANGASEM TAHUN 2015

Lebih jelasnya tentang praktik pengurasan tangki septik dapat dilihat pada Gambar 3.6.

Gambar 3.6

Grafik Praktik Pengurasan Tanki Septik

Untuk melihat kualitas tangki septik yang dimiliki responden apakah termasuk dalam suspek aman atau tidak aman dapat dilhat dari pertanyaan kapan tangki septik dibangun serta waktu terakhir pengurasan.

Kriteria suspek aman adalah sebagi berikut:

1. Dibangun kurang dari lima tahun lalu

2. Dibangun lebih dari lima tahun lalu dan pernah dikuras/dikosongkan kurang dari lima

tahun lalu

Kriteria suspek tidak aman adalah sebagai berikut:

1. Dibangun lebih dari lima tahun lalu dan tidak pernah dikuras

2. Dibangun lebih dari lima tahun lalu dan pernah dikuras lebih dari lima tahun lalu

Dari penelusuran menggunakan rentang waktu pengosongan diperoleh bahwa dari 1247 rumah tangga yang dijadikan sampel Survey EHRA yang melaporkan memiliki akses septiktank yang termasuk dalam suspek aman sebanyak 873 rumah tangga atau sebesar 70,00% dengan sebaran pada strata 1 sebesar 88,30%, strata 2 sebesar 58,90%, pada strata 3 sebesar 67,50% dan pada strata 4 sebesar 98,90%. Hal ini berarti bahwa masih lebih besar jumlah rumah tangga yang memiliki akses pada tangki septik suspek aman dari pada yang tidak aman yaitu sekitar 374 rumah tangga atau 1,10%. Lebih jelasnya untuk tangki septik supsek aman dan tidak aman per Strata di Kabupaten Karangasem dapat

(24)

24

LAPORAN EHRA – POKJA SANITASI KABUPATEN KARANGASEM TAHUN 2015 Gambar 3.7

Grafik Persentase Tanki Septik Suspek Aman dan Tidak Aman.

Tingkat resiko lingkungan juga bisa dilihat dari praktek pembuangan kotoran anak balita yang ada di rumah responden. Dari survey EHRA diperoleh bahwa tinja anak balita sebagian besar dibuang ke jamban/WC sebesar 187 rumah tangga atau sebesar 15,00%. Jumlah yang cukup besar yaitu sebesar 912 rumah tangga atau sekitar 73,10% menjawab tidak tahu kemana tinja anak balita dibuang. Sisanya adalah sebesar 1,80% tinja anak balita dibuang ke tempat sampah, sebesar 7,20% membuang ke kebun/pekarangan/jalan, sebesar 2,40% membuang ke sungai/selokan/parit dan sebesar 0,40% menjawab lainnya seperti meminjam WC.

Selain membahas tentang pembuangan limbah tinja (black water) dalam surey

EHRA juga dibahas tentang pembuangan air limbah selain tinja (grey water). Terkait dengan kepemilikan sarana pembuangan air limbah selain tinja, Survey EHRA menjumpai bahwa sebesar 325 rumah tangga atau 28,90% yang memiliki saluran pengelolaan air limbah, dimana sebagian besar terdapat pada Strata1, Strata 2 dan Strata 3 yaitu masing-masing sebesar 34,50%, 26,40 dan 65,40%, dan terkecil berada pada strata 4 sebesar 1,10%.

Terkait tempat pembuangan air limbah selain tinja yang berasal dari dapur, kamar mandi, tempat cuci pakaian dan wastafel terdapat beberapa opsi tempat pembuangan air bekas/air limbah selain tinja diantaranya disalurkan ke sungai,empang/kolam, selokan; ke jalan,halaman, kebun; saluran terbuka; saluran tertutup, lubang galian; pipa saluran pembuangan kotoran; pipa IPAL sanimas dan tidak tahu.

(25)

25

LAPORAN EHRA – POKJA SANITASI KABUPATEN KARANGASEM TAHUN 2015

Berdasarkah hasil survey EHRA diketahui bahwa air limbah selain tinja yang dibuang ke sungai, kolam, selokan sebesar 17,30% untuk air limbah yang berasal dari dapur, yang berasal dari kamar mandi sebesar 15,70%, yang berasal dari tempat cuci pakaian sebesar 17,00% dan yang berasal dari wastafel sebesar 13,20%.

Sementara yang disalurkan ke jalan atau halaman sebesar 35,10% berasal dari air limbah dapur, 32,30% berasal dari air limbah kamar mandi, 33,00% berasal dari air limbah tempat cuci pakaian, 19,40% berasal dari air limbah wastafel.

Untuk yang dibuang ke saluran terbuka sebesar 21,80% berasal dari air limbah dapur, 23,00% berasal dari air limbah kamar mandi, 21,80% berasal dari tempat cuci pakaian dan 19,90% berasal dari wastafel.

Sedangkan yang dibuang ke saluran tertutup sebesar 22,40% berasal dari air limbah dapur, 22,60% berasal dari air limbah kamar mandi, 22,90% berasal dari air limbah tempat cuci, 21,90% berasal dari air limbah wastafel.

Untuk limbah yang dibuang ke lubang galian sebesar 3,00% berasal dari air limbah dapur, 4,60% berasal dari air limbah kamar mandi, 4,00% berasal dari tempat cuci pakaian dan 2,70% berasal dari wastafel.

Limbah yang dibuang ke pipa saluran pembuangan sebesar 5,90% berasal dari air limbah dapur, sebesar 6,20% berasal dari air limbah kamar mandi, 6,40% berasal dari air limbah tempat cuci pakaian dan 5,90% berasal dari air limbah wastafel.

Untuk yang menyalurkan ke IPAL sanimas yaitu masing-masing sebesar 0,80% berasal air limbah dapur, 0,50% dari limbah kamar mandi dan tempat cuci pakaian dan air limbah yang berasal dari wastafel tidak ada.

Penentuan area beresiko untuk air limbah didasarkan pada beberapa variabel seperti kualitas tangki septik, pencemaran karena pembuangan isi tangki septik dan pencemaran karena saluran pembuangan air limbah.

Kualitas tangki septik sudah dibahas sebelumnya dimana sebesar 70,00% termasuk dalam kategori tangki septik suspek aman. Untuk pencemaran karena pembuangan isi tangki septik dikaitkan dengan tempat pembuangan lumpur tinja pada tangki septik yang dikosongkan, dimana untuk pembuangan ke areal terbuka/lingkungan dikategorikan sebagai media tidak aman sehingga berdampak besar menimbulkan pencemaran. Sebesar 95,80% pembuangan isi tangki septik termasuk dalam kategori tidak aman sehingga dapat menimbulkan pencemaran. Hanya 4,20% termasuk dalam kategori yang aman. Terkait dengan pencemaran karena saluran pembuangan air limbah (SPAL) dimana dari survey EHRA hanya sebesar 28,90% yang memiliki saluran pengelolaan air limbah dan diketahui yang membuang air limbah ke media yang tidak aman sehingga berpotensi menimbulkan

(26)

26

LAPORAN EHRA – POKJA SANITASI KABUPATEN KARANGASEM TAHUN 2015

pencemaran sebesar 67,30%, sedangkan yang termasuk dalam kategori aman sebesar 32,70%.

Lebih jelasnya area beresiko air limbah domestik berdasarkan hasil Survey EHRA dapat dilihat pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3

Area Berisiko Air Limbah Domestik Berdasarkan Hasil Studi EHRA Variabel Kategori

Strata Desa/Kelurahan Total

1 2 3 4

n % n % n % n % n %

Tangki septik

suspek aman Tidak aman Suspek aman 113 15 11,7 88,3 171 245 58,9 41,1 386 186 67,5 32,5 92 1 98,9 1,1 873 374 30,0 70,0 Pencemaran karena pembuangan isi tangki septik Tidak, aman 0 0 81 97,6 32 94,1 0 0 114 95,8 Ya, aman 1 100 2 2,4 2 5,9 0 0 5 4,2 Pencemaran

karena SPAL Tidak aman Ya, aman 108 20 84,4 15,6 210 206 49,5 50,5 145 427 25,3 74,7 33 60 35,5 64,5 408 839 67,3 32,7

Sumber: Hasil Studi EHRA, Tahun 2015

3.1 Drainase lingkungan/selokan sekitar rumah dan banjir

Kabupaten Karangasem yang terletak di ujung timur Pulau Bali topografinya sangat beragam, yaitu terdiri dari dataran rendah, perbukitan dan pegunungan dengan puncak tertingg Gunung Agung. Sebagian besar wilayah Kabupaten Karangasem merupakan daerah pegunungan dan berbukit-bukit membentang dari bagian barat sampai ke timur, sedangkan di bagian utara yakni sepanjang pantai merupakan dataran rendah. Wilayah yang termasuk dalam Strata 1, Strata 2 Strata 3 dan Strata 4 terletak dalam topografi yang beragam.

Saluran air/drainase merupakan objek yang perlu diperhatikan EHRA karena saluran air yang tidak memadai beresiko memunculkan berbagai penyakit. Dalam masalah saluran air, EHRA meminta tenaga enumerator mengamati keberadaan saluran air di sekitar rumah terpilih. Saluran yang dimaksud adalah yang digunakan untuk membuang air bekas

penggunaan rumah tangga (grey water). Bila ada, enumerator juga mengamati dari dekat

apakah air di saluran itu mengalir dan melihat apakah saluran air bersih dari sampah. Saluran air yang memadai ditandai dengan aliran air yang lancar dan tidak adanya tumpukan sampah di dalamnya.

Hasil pengamatan tenaga enumerator di Kabupaten Karangasem menunjukkan lebih

(27)

27

LAPORAN EHRA – POKJA SANITASI KABUPATEN KARANGASEM TAHUN 2015

pada saluran air di depan atau di sekitar rumahnya. Sementara, sekitar 49,60% rumah tangga teramati tidak memiliki akses pada saluran air limbah.

Drainase lingkungan salah satunya berkaitan dengan banjir. Kebanjiran yang didefinisikan secara sederhana yakni datangnya air ke lingkungan atau ke dalam rumah yang tengah disurvey. Air yang datang bisa berasal dari manapun termasuk luapan sungai, laut ataupun air hujan. Besarnya banjir tidak dibatasi. Artinya, air bisa setinggi dada ataupun lebih rendah dari tinggi tumit orang dewasa.

Studi EHRA di Kabupaten Karangasem menemukan bahwa proporsi rumah tangga yang melaporkan pernah mengalami banjir sangat kecil yaitu hanya sekitar 0,90% melaporkan banjir terjadi beberapa kali dalam setahun, sekitar 1,20% melaporkan banjir terjadi sekali dalam setahun, sekitar 0,80% melaporkan banjir terjadi sekali atau beberapa dalam sebulan dan sisanya sekitar 1,80% melaporkan tidak tahu. Proporsi terbesar, sekitar 95,30% rumah tangga, melaporkan tidak pernah mengalami banjir, dimana sebagian besar terdapat di Strata 4 dan Strata 1 masing-masing sebesar 100,00% dan 99,20% dan pada Strata 2 sebesar 93,00% dan strata 3 sebesar 95,30% melaporkan tidak pernah

mengalami banjir. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Grafik 3.8.

Gambar 3.8

Grafik Persentase Rumah Tangga yang Pernah Mengalami Banjir

Dari wawancara pun ditemukan bahwa bagi kebanyakan rumah tangga yang pernah mengalami banjir secara tidak rutin dalam kurun waktu tertentu lebih besar proporsinya dari rumah tangga dengan kejadian banjir berlangsung rutin, yaitu masing-masing sekitar 87,90% dan 12,10%. Rumah tangga yang mengalami banjir rutin sebagian besar terdapat pada Strata 2 yaitu sebesar 20,70%, serta hanya sekitar 2,30% pada Strata 3. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Grafik 3.9.

(28)

28

LAPORAN EHRA – POKJA SANITASI KABUPATEN KARANGASEM TAHUN 2015 Gambar 3.9

Grafik Persentase Rumah Tangga yang Mengalami Banjir Rutin

Hanya sedikit rumah tangga yang mengalami banjir dalam waktu cukup lama. Seperti terbaca pada diagram di atas, sekitar 12,10% rumah tangga yang mengalami banjir secara rutin, mengalaminya dalam waktu kurang dari sehari. Proporsi lamanya air menggenang pada saat banjir, yang paling banyak adalah rumah tangga yang mengalami banjir kurang dari sejam (66,7%) dan antara 1 sampai 3 jam (33,3%). Kemudian pada saat terjadi banjir sebagian besar(94,8%) menyatakan tidak sampai memasuki rumah dan yang menyatakan sampai memasuki rumah 5,2%, serta tidak pernah kamar mandi/Wcnya terendam. Ketinggian air pada saat terjadi banjir mencapai ketinggian setumit orang dewasa sebanyak 33,3% terjadi pada strata 2 dan yang selutut orang dewasa 66,7%

terjadi pada strata 3. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Grafik

3.10.

Gambar 3.10

(29)

29

LAPORAN EHRA – POKJA SANITASI KABUPATEN KARANGASEM TAHUN 2015

Bila saluran drainase kurang sempurna dan terpelihara, cenderung akan menyebabkan terjadinya genangan air. Dari hasil pengamatan lokasi genangan air yang terjadi disekitar rumah sebagian besar di dekat dapur sebesar 30,00%, kemudian di dekat kamar mandi sebesar 25,00% dan di halaman rumah 12,50%. Sedangkan di dekat bak penampungan sebesar 7,50% dan lainnya 2,50%. Genangan yang terjadi sebagian besar dari air limbah dapur sebesar 25,00%, air limbah kamar mandi sebesar 12,50%; sedangkan dari air hujan

hanya 5,00%. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Grafik 3.11.

Gambar 3.11

Grafik Lokasi Genangan Di Sekitar Rumah

Dari hasil pengamatan untuk kepemilikan Sarana Pengolahan Air Limbah (SPAL) di Kabupaten Karangasem sebagian besar ( 71,10%) masyarakat belum memiliki dan yang sudah memiliki baru sekitar 28,90%. Presentase kepemilikan SPAL di Kabupaten

Karangasem disajikan pada Gambar Grafik 3.12

Gambar 3.12

(30)

30

LAPORAN EHRA – POKJA SANITASI KABUPATEN KARANGASEM TAHUN 2015

Dengan sedikitnya kepemilikan SPAL dari setiap rumah tangga cenderung akan berakibat menimbulkan genangan air di sekitar rumah. Akibat tidak memiliki SPAL rumah tangga genangan terbesar terjadi pada strata 2 sebesar 4,80%, pada strata 3 sebesar 3,10%, pada strata 4 sebesar 1,10% dan strata 1 sebesar 0,80%. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Grafik 3.13.

Gambar 3.13

Grafik Akibat Tidak Memiliki SPAL Rumah Tangga (Berdasarkan tabel hasil pengamatan)

Dari hasil pengamatan terhadap SPAL yang ada, sebagian besar dapat berfungsi yaitu sebesar 50,80% dan yang tidak berfungsi 2,20%. Sedangkan yang tidak ada saluran 45,10%, yang tidak dapat dipakai 1,80%. Berdasarkan strata, SPAL yang berfungsi paling besar pada strata 2 yaitu sebesar 65,90%, strata 1 sebesar 47,70%, strata 3 sebesar

46,30% dan strata 4 26,90%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Grafik 3.14.

Gambar 3.14

Grafik Persentase SPAL yang Berfungsi (Berdasarkan tabel hasil pengamatan)

Pencemaran yang terjadi akibat SPAL yang tidak berfungsi berdasarkan strata, prosentase terbesar terjadi pada strara 2 dengan prosentase pencemaran sebesar 49,50%, kemudian disusul strata 4 sebesar 35,50%, strata 3 sebesar 25,30% dan strata 1 sebesar 15,60%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Grafik 3.15.

(31)

31

LAPORAN EHRA – POKJA SANITASI KABUPATEN KARANGASEM TAHUN 2015 Gambar 3.15

Grafik Pencemaran SPAL (Berdasarkan tabel hasil pengamatan)

Terkait dengan adanya genangan air dimana dari hasil survey EHRA hanya sebesar 7,80% adanya genangan air yang berpotensi menimbulkan pencemaran sebesar 67,30%, sedangkan yang termasuk dalam kategori aman sebesar 32,70%. Genangan air terbesar terjadi pada strata 2 sebesar 11,50%. Sedangkan pada strata 3 sebesar 7,90% dan pada stara 1 dan 4 masing-masing 1,60% dan 1,10%.

Lebih jelasnya area beresiko gengangan air berdasarkan hasil Survey EHRA dapat dilihat

pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4

Area Berisiko Genangan Air Berdasarkan Hasil Studi EHRA

Variabel Kategori

Strata Desa/Kelurahan Total

1 2 3 4

n % n % n % n % N %

Adanya genangan air

Ada genangan air

(banjir) 2 1,6 48 11,5 45 7,9 1 1,1 97 7,8

Tidak ada

genangan air 126 98,4 368 88,5 527 92,1 92 98,9 1150 92,2

3.5. Pengelolaan Air minum Rumah Tangga.

Pengelolaan air merupakan pemanfaatan air untuk kehidupan sehari – hari. Karena air merupakan kebutuhan yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia itu sendiri. Ada ungkapan mengatakan bahwa ”lebih baik tidak makan daripada tidak minum air”.

(32)

32

LAPORAN EHRA – POKJA SANITASI KABUPATEN KARANGASEM TAHUN 2015

Didalam tubuh air merupakan cairan yang diperuntukkan bagi metabolisme sekaligus sebagai pengganti cairan tubuh yang dikeluarkan melalui berbagai macam aktivitas. Ada berbagai macam cara pengelolaan air yang merupakan indikator dalam kuesioner ini.

Diantaranya yaitu mengenai pengelolaan air minum, masak, mencuci & gosok gigi yang aman dan higiene yang meliputi beberapa item antara lain Air botol kemasan, Air isi ulang, Air Ledeng dari PDAM, Air hidran umum – PDAM, Air kran umum -PDAM/PAMSIMAS, Air kran umum HIPPAM, Air sumur pompa tangan, Air sumur gali terlindungi, Air sumur gali tidak terlindungi, Mata air terlindungi, Mata air tidak terlindungi, Air hujan, Air dari sungai serta Air dari waduk/danau. Yang kesemua item tersebut ditanya kepada responden mengenai pemanfaatan serta penggunaannya untuk berbagai macam keperluan diantaranya yaitu untuk minum, masak, cuci piring dan gelas, cuci pakaian serta gosok gigi.

Dari hasil study EHRA yang dilakukan bahwa sumber air untuk kebutuhan sehari-hari sebagian besar berasal dari air ledeng PDAM yakni untuk masak sebesar 43,50%, untuk cuci piring dan gelas 43,30%, untuk cuci pakaian 42,30%, untuk minum 40,70%. Selanjujtnya dari Mata air terlindungi yang dipergunakan untuk minum 14,10%, untuk masak 13,80%, untuk cuci piring/gelas dan gosok gigi sebesar 13,60%, untuk cuci pakaian 13,50%. Penggunaan air hujan masih cukup banyak dipakai untuk keperluan sehari-hari digunakan untuk cuci pakaian 12,80%, untuk cuci piring/gelas 12,50%, untuk gosok gigi 12,40%, untuk masak 12,2% dan untuk minum 11,80%. Sumber air dari Kran Umum-PDAM/Proyek terbesar dipergunakan untuk keperluan cuci piring/gelas sebesar 10,90%, untuk gosok gigi 10,80%, untuk masak sebesar 10,70%, untuk minum sebesar 10,30% dan untuk cuci pakaian sebesar 9,70%. Air dari sumur gali terlindungi paling banyak dipergunakan untuk cuci pakaian 10,10%, untuk masak dan cuci piring/gelas masing-masing 10,00%, untuk minum dan gosok gigi masing-masing 9,00%. Penggunaan mata air tidak terlindungi terbanyak dipergunakan untuk keperluan minum sebanyak 4,30%, untuk masak dan cuci piring/gelas masing-masing 3,60%, untuk minum dan gosok gigi masing-masing 3,40%. Penggunaan air yang bersumber dari sumur pompa tangan, terbanyak dipakai untuk keperluan minum dan cuci piring/gelas masing-masing 3,40%, untuk masak,cuci pakaian dan gosok gigi masingmasing 3,30%. Air dari sumur gali tidak terlindungi paling banyak dipergunakan untuk minum 2,50%, untuk masak dan cuci piring/gelas masing-masing 2,30%, untuk cuci pakaian dan gosok gigi masing-masing 2,20%. Pemakaian air dari sungai terbanyak dipergunakan untuk keperluan cuci pakaian 4,30%, untuk cuci piring/gelas gosok gigi masing-masing 2,20%, untuk masak 2,10% dan untuk minum 1,90%. Penggunaan air bersumber dari air isi ulang terbanyak dipergunakan

(33)

33

LAPORAN EHRA – POKJA SANITASI KABUPATEN KARANGASEM TAHUN 2015

untuk keperluan minum 6,70%, untuk masak 0,80%, untukcuci piring/gelas, gosok gigi dan cuci pakaian masing-masing 0,60%. Penggunaan air bersumber dari air botol kemasan terbanyak dipergunakan untuk keperluan minum 2,50%, untuk masak, cuci piring/gelas, gosok gigi dan cuci pakaian masing-masing 0,20%. Air yang bersumber dari air hidran umum-PDAM dipergunakan untuk keperluan masak, cuci piring/gelas dan gosok gigi masing-masing 1,90%, untuk minum 1,80%, untuk cuci pakaian 1,20%. Pemakaian air dari sumber lainnya dipergunakan untuk keperluan masak,cuci piring/gelas dan gosok gigi masing-masing 2,10% sedangkan untuk minum sebanyak 2,00%. Penggunaan air yang bersumber dari waduk/danau untuk keperluan sehari-hari tidak ada (0,00%). Untuk lebih

jelasnya dapat dilihat pada Grafik 3.16.

Gambar 3.16.

Grafik Akses Terhadap Air Bersih

Bila dilihat dari kebutuhan untuk memenuhi air minum dan memasak saja, prosentase terbesar masih bersumber dari air ledeng PDAM yaitu untuk memasak 43,50% dan minum 40,50%. Kemudian dari Mata Air terlindungi untuk masak 13,80% dan minum 14,10%, dari Air Hujan untuk masak 12,20% dan untuk minum 11,80%, dari Air Kran

(34)

34

LAPORAN EHRA – POKJA SANITASI KABUPATEN KARANGASEM TAHUN 2015

Umum PDAM untuk masak 10,70% dan untuk minum 10,30%; dari Sumur gali terlindung untuk masak 10,00% dan untuk minum 9,90%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada

gambar Grafik 3.17.

Gambar 3.17.

Grafik Sumber Air Minum dan Memasak

Terkait dengan variabel kesulitan mendapatkan air untuk kebutuhan sehari-hari sebagian besar responden menyatakan tidak pernah yaitu sebesar 47,50%, yang mengalami kesulitan satu sampai beberapa hari sebanyak 25,50%, yang mengalami kesulitan beberapa jam saja sebanyak 15,30%, yang mengalami kesulitan lebih dari seminggu sebanyak 9,00%, yang mengalami kesulitan selama seminggu dan tidak tahu masing-masing 1,50% dan 1,20%. Kesulitan yang terbesar mendapatkan air adalah kurun waktu selama satu sampai beberapa hari sebanyak 25,50%, terjadi pada strata 2 sebanyak 28,80%, pada strata 3 sebanyak 24,30%, pada strata 1 sebanyak 21,90% dan terkecil pada strata 4 sebesar 2,20%. Kesulitan mendapatkan air selanjutnya adalah kurun waktu lebih dari seminggu sebanyak 9,00%, terjadi pada strata 2 sebanyak 10,10%, pada strata 3 sebanyak 10,50%, pada strata 1 sebanyak 4,70% dan terkecil pada strata 4 sebesar 3,20%.

(35)

35

LAPORAN EHRA – POKJA SANITASI KABUPATEN KARANGASEM TAHUN 2015

Selanjutnya mengenai kualitas air yang digunakan saat ini sebagian besar menyatakan puas sebanyak 81,70% dan terbesar pada strata 4 sebesar 87,10%, pada strata 2 sebesar 83,20%, pada strata 1 sebesar 80,50% dan pada strata 3 sebesar 80,40%. Untuk menjamin kualitas air secara teknis jarak sumber air ke tempat penampungan/pembuangan tinja lebih dari 10 meter. Dari hasil studi yang dilakukan terdapat sebanyak 16,50% yang berjarak lebih dari 10 meter, yang kurang dari 10 meter sebanyak 9,80% dan yang tidak tahu sebanyak 35,80%. Selanjutnya untuk memenuhi syarat hygienes, sebagian besar responden mengolah air sebelum digunakan yaitu sebesar 69,80% dan sisanya yang tidak mengolah sebanyak 30,20%. Adapun cara pengolahan air kebanyakan dengan cara direbus (97,10%), menggunakan filter 1,50%, ditambahkan kaporit 0,80%, lainnya dan tidak tahu masing-masing 0,30% dan 0,20%. Setelah air diolah kebanyakan responden menyatakan menyimpan dalam teko/ketel/ceret 44,10%, dalam panci terttutup 27,70%, dalam botol/termos 17,00%, dalam galon isi ulang 4,00%,dalam panci terbuka 2,90%. Yang tidak menyimpan sebanyak 1,80%, lainnya 1,4)% dan tidak tahu 1,10%.

Kemudian terkait dengan cara mengambil air dari tempat penyimpanan air dan penggunaan alat untuk mengambil air yang akan digunakan untuk keperluan minum, masak, cuci piring dan gelas serta gosok gigi, sebagian besar menggunakan gayung sebanyak 76,20%, dengan menggunakan gelas sebanyak 14,60%. Ada yang langsung dari dispenser sebanyak 4,40% dan lainnya 3,70% serta tidak tahu 1,10%.

Berdasarkan hasil studi EHRA bahwa kondisi sumber air yang dipergunakan sebagian besar atau sebesar 80,00% sumber air terlindungi, sehingga aman dari pencemaran dan hanya 20,00% yang tidak terlindungi sehingga beresiko akan terjadinya pencemaran. Terhadap penggunaan sumber air yang tidak terlindungi sebagian besar masih dalam kondisi aman yaitu sebesar 76,50% dan yang tidak aman sebesar 23,50%. Mengenai kelangkaan air sebagian besar atau sebanyak 62,80% tidak mengalami dan yang mengalami sebanyak 37,20%. Lebih jelasnya area beresiko air limbah domestik

Gambar

Tabel berikut merupakan hasil stratifikasi Desa/Kelurahan di tiap Kecamatan. Tabel 2.1
Tabel 2.10  Penentuan Area Studi  Strata
Tabel 3.1Informasi Responden
Tabel 3.2 Area beresiko Persampahan berdasarkan Hasil Studi EHRA
+4

Referensi

Dokumen terkait

MESKIPUN KLIEN TELAH MENJALANI TERAPI DETOKSIFIKASI, SERINGKALI PERILAKU MALADAPTIF TADI BELUM HILANG, KEINGINAN UNTUK MENGGUNAKAN NAPZA KEMBALI ATAU CRAVING MASIH SERING MUNCUL,

Dalam pembelajaran menggunakan software Autocad ini disampaikan beberapa bahan ajar yang sebelumnya telah di ajarkan diantaranya adalah, mata pelajaran sambungan

Dan semakin menunjukkan bahwa dalam hal penangguhan upah, DiJjen Binawas KetenagakeJjaan lebih memihak kepada pengusaha, hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya

Dalam lingkungan kerja yang seperti ini para karyawan merasa tidak enak dan tidak aman dalam bekerja, sehingga produktivitas dan efisiensi kerja akan menurun, ini

Untuk menguji hipotesis pertama hingga ketiga peneliti menggunakan uji t, uji t menggambarkan pengaruh suatu independen kepada variabel dependen dengan dianggap

Jaminan sosial yang diberikan kepada lansia yaitu jaminan dan perlindungan sosial bagi lanjut usia terlantar diwujudkan dengan pemberian bantuan untuk

Transport PP peserta Kabupaten dalam rangka Konsultasi Sistem Aplikasi E-Logistik di Provinsi ; 2 org x 1 hr (DAK NON FISIK). 2 oh x 50.000,00

KEDUA : Indikator Kinerja Utama sebagaimana dimaksud pada Diktum KESATU, merupakan acuan ukuran kinerja yang digunakan oleh Badan Penanggulangan Bencana