• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH LATIHAN ROM TERHADAP DERAJAT RENTANG GERAK SENDI PASIEN STROKE DI RUANG RAWAT INAP RSUD DR. SOEDIRAN MANGUN SOEMARSO WONOGIRI ARTIKEL ILMIAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH LATIHAN ROM TERHADAP DERAJAT RENTANG GERAK SENDI PASIEN STROKE DI RUANG RAWAT INAP RSUD DR. SOEDIRAN MANGUN SOEMARSO WONOGIRI ARTIKEL ILMIAH"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH LATIHAN ROM TERHADAP DERAJAT RENTANG GERAK SENDI PASIEN STROKE DI RUANG RAWAT INAP

RSUD DR. SOEDIRAN MANGUN SOEMARSO WONOGIRI

ARTIKEL ILMIAH

Oleh :

MIFTAHUL CILLIA ULI SABANA NIM. S12.026

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA

SURAKARTA 2016

(2)

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2016

Pengaruh latihan ROM terhadap Derajat Rentang Gerak Sendi Pasien Stroke di Ruang Rawat Inap RSUD dr. Soediran Mangun Soemarso

Wonogiri 1)

Miftahul Cillia Uli Sabana2)Aria Nurahman H.K3) Galih Setia Adi 1)

Mahasiswa Program Studi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta 2,3)

Dosen Program Studi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta

Abstrak

Penderita stroke yang mengalami paralisis dan tidak segera mendapatkan penanganan yang tepat akan berdampak timbulnya kontraktur. Kontraktur dapat menyebabkan terjadinya gangguan mobilisasi. Pemberian latihan ROM diharapkan dapat membantu pasien stroke dalam peningkatan derajat gerak sendi. Tujuan penelitian adalah mengetahui pengaruh latihan ROM terhadap derajat rentang gerak sendi pasien stroke di ruang rawat inap RSUD dr. Soediran Mangun Soemarso Wonogiri.

Desain penelitian menggunakan pre and post test one group design. Populasi penelitian ini adalah pasien stroke yang dirawat inap dan pertama kali dirawat, dengan teknik sampling menggunakan Purposive Sampling diperoleh 16 orang sebagai sampel penelitian. Instrument penelitian lembar observasi. Analisis data menggunaka uji Wilcoxon.

Hasil penelitian diketahui pre test rentang gerak sendi responden sebagian besar dengan kategori tidak sama seakali mempunyai kemampuan melakuan rentang gerak sendi sebesar (87.5%) dan melakukukan rentang gerak sendi dengan kategori sebagian sebesar (12,5%). Hasil post test menunjukkan responden sebagain besar dengan kategori melakukukan rentang gerak sendi dengan kategori sebagian sebesar (81,3%) dan dengan kategori tidak sama seakali mempunyai kemampuan melakuan rentang gerak sendi sebesar (18,8%). Hasil uji Wilcoxon diketahui nilai p=0,001. Kesimpulan penelitian adalah ada pengaruh pengaruh latihan ROM terhadap derajat rentang gerak sendi pasien stroke di ruang rawat inap RSUD Dr. Soediran Mangun Soemarso,Wonogiri.

Kata kunci :Latihan ROM, derajat rentang gerak sendi, stroke Daftar pustaka : 89(2000-2015)

(3)

The Effect of ROM Exercise on Range of Motion of Patients with Stroke in Inpatient Room at Regional Public Hospital (RSUD) of dr. Soediran Mangun Soemarso in

Wonogiri Abstract

A stroke sufferer with paralysis who does not receive immediate proper treatment can be followed by contracture. Contracture may cause problems in mobility. ROM exercise is expected to help patients with stroke improve their motion range. This study aims at investigating ROM exercise on motion range of patients with stroke in inpatient room at Regional Public Hospital (RSUD) of dr. Soediran Mangn Soemarso, Wonogiri.

This study applied one-group pretest and posttest design. The populations were patients with stroke who were hospitalized and were hospilatlized at the first time. A total of 16 people were taken as samples using purposive sampling technique. The research instrument was observation sheet. Data were later analyzed using Wilcoxon test.

The results of pretest indicate that respondents without category have the ability to perform 87.5% range of motion and respondents with category have the ability to perform 12.5% range of motion. The results of posttest demonstrate that respondents with category have the ability to perform 81.3% range of motion and respondents without category have the ability to perform 18.8% range of motion. Wilcoxon test results in the p value of 0.001. In conclusion, ROM exercise puts an effect on range of motion of patients with stroke in inpatient room at Regional Public Hospital (RSUD) of dr. Soediran Mangun Soemarso, Wonogiri.

Keywords : ROM exercise, motion range, stroke Bibliography : 89(2000-2015)

(4)

1

A.PENDAHULUAN

Stroke adalah penyebab kematian tertinggi di wilayah perkotaan yang jumlahnya mencapai 15,9 persen dari proporsi yang merupakan penyebab kematian di Indonesia (Depkes, 2008). Menurut laporan terbaru, 780.000 orang Amerika mengalami stroke baru atau berulang setiap tahun, rata-rata satu kematian setiap 40 detik. Data awal dari tahun 2005 menunjukkan bahwa stroke berkontribusi sekitar 1 dari setiap 17 kematian di Amerika Serikat. Di Indonesia sendiri stroke menempati urutan ketiga penyebab kematian setelah penyakit jantung dan kanker, dari data yang didapat di data nasional angka kematian yang diakibatkan oleh penyakit stroke sebesar 15,4% (Lumbantobing, 2007). Angka kejadian stroke pada daerah jawa tengah sendiri juga mengalami peningkatan yang sangat drastis dari tahun 2012 sampai tahun 2013 hampir (6%).

Pencegahan dan pengobatan yang tepat pada penderita stroke merupakan hal yang begitu penting. Salah satu bentuk rehabilitasi awal pada penderita stroke adalah dengan memberikan mobilisasi atau mengajarkan gerakan aktif maupun pasif untuk mempertahankan kekuatan otot.

Hasil studi pendahuluan di RSUD Dr. Soediran Mangun Soemarso

Wonogiri pada 1 tahun terakhir 2015 kasus stroke sebanyak, stroke hemoragik 274 orang dan stroke non hemoragik 624 orang, jadi rata-ratanya 75 orang tiap bulan. Berdasarkan studi pendahuluan hasil wawancara dari salah satu perawat menyatakan melakukan perubahan posisi dilakuakan setiap hari, menjadi resiko dan menjadi kewajiban. Tetapi banyaknya tindakan dan pasien yang di rawat, perubahan posisi kadang di laksanakan oleh keluarga dan mahasiswa praktikan. Namun pada kenyataanya berdasarkan studi pendahuluan hasil wawancara dari pasien sendiri perawat dalam hal melatih otot hanya memberikan perlakuan sekali saja selama di rawat dan selanjutnya hanya diberikan terapi obat saja.

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Pengaruh Latihan ROM Terhadap Derajat Rentang Gerak Sendi Pasien Stroke Di Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Soediran Mangun Soemarso Wonogiri.

B. METODOLOGI PENELITIAN 1. Jenis penelitian dan Rancangan

Penelitian

Jenis penelitian ini yaitu penelitian kuantitatif. rancangan penelitian pre eksperiment. Desain penelitian ini menggunakan one group pre and post test design.

(5)

2

2. Populasi dan Sempel

Populasi penelitian ini adalah semua pasien yang terkena stroke. Jumlah pasien selama 1 tahun terakhir 2015 sebanyak 898 orang, jadi rata-ratanya 75 orang/bulan. besar sempel dalam penelitian adalah 16 responden dengan kriteria inklusi sampel adalah pasien stroke yang rawat inap, bersedia menjadi responden, pasien kooperatif. Kriteria eksklusi penelitian adalah Pasien yang rawat inap > 2 hari perawatan, mengalami penurunan kesadaran, mengalami rawat inap sebelumnya, mengalami gangguan penglihatan dan berusia > 70 tahun. 3. Teknik sampling

Tehnik pengumpulan sampel menggunakan Purposive Sampling 4. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat Penelitian dilakukan di ruang rawat inap RSUD Dr. Soediran Mangun Soemarso Wonogiri selama periode Mei-Juni 2016. Instrumen yang digunakan adalah lembar observasi Range of Joint Motion Evaluation Chart Analisa Bevariate menggunakan uji wilcoxon.

5. Instrumen Pengumpulan Data Instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data adalah lembar observasi Range of Joint Motion

Evaluation Chart,derajat rentang

gerak sendi dan lembar obsevasi

sebelum dan sesudah latihan ROM. Analisa bivariate menggunakan Uji Wilcoxon dengan tinggkat kepercayaan 95%/ α = 5% p value (0,05). C.HASIL PENELITIAN 1. Analisis Univariat 1.1 Karakteristik Responden 1.1.1 Umur responden

Tabel 1. Distribusi Karakteristik responden berdasarkan umur di ruang rawat inap RSUD Dr. Soediran Mangun Soemarso Wonogiri periode Mei - Juni 2016 (n = 16)

Min Maks Mean SD Umur

(tahun) 47 65 53.12 4.99

Tabel 1 Uji normalitas umur responden menggunakan Saphiro Wilk. Dari hasil uji normalitas didapatkan nilai 0,269 dan data tersebut terdistribusi normal sehingga rerata umur responden adalah 53,12 tahun.

1.1.2 Jenis kelamin

Tabel.2 Distribusi Karakteristik responden berdasarkan umur di ruang rawat inap RSUD Dr. Soediran Mangun Soemarso Wonogiri periode Mei - Juni 2016 (n = 16)

(6)

3

Jenis kelamin f %

Laki -laki 12 75.0 Perempuan 4 25.0 Jumlah 16 100

Tabel 2 menunjukkan mayoritas responden penelitian adalah laki-laki yaitu sebesar 75,0%.

1.2 Rentang gerak sendi sebelum latihan ROM

Tabel 3. Distribusi Karakteristik responden berdasarkan rentang gerak sendi sebelum latihan ROM di ruang rawat inap RSUD Dr. Soediran Mangun Soemarso Wonogiri periode Mei - Juni 2016 (n = 16)

sebelum latihan ROM

Pre test

f %

Tidak sama sekali 14 87.5

Sebagian 2 12.5

Jumlah 16 100.0

Tabel 3 diketahui mayoritas responden sebelum diberikan latihan ROM dengan kategori tidak sama sekali sebesar 87.5% dan responden paling sedikit dengan kategori sebagian sebanyak 12.5%.

1.3 Rentang gerak sendi sesudah latihan ROM

Tabel 4. Distribusi Karakteristik responden berdasarkan rentang gerak sendi sesudah latihan ROM di ruang rawat inap RSUD Dr. Soediran Mangun

Soemarso Wonogiri periode Mei - Juni 2016 (n = 16)

Sesudah latihan ROM

Post test

f %

Tidak sama sekali 3 18.8 Sebagian 13 81.3

Jumlah 16 100.0

Tabel 4 diketahui mayoritas responden setelah diberikan latihan ROM dengan kategori sebagian sebanyak 81.3%. dan responden paling sedikit dengan kategori tidak sama sekali sebesar 18.8%.

2. Analisa Bivariat

Pengaruh latihan ROM terhadap rentang gerak sendi pasien stroke sebelum dan sesudah diberikan latihan ROM

Tabel 5. Pengaruh latihan ROM terhadap rentang gerak sendi pada kelompok pelakuan di ruang rawat inap RSUD Dr. Soediran Mangun Soemarso Wonogiri periode Mei - Juni 2016 (n = 16)

Variabel Z P

latihan ROM -3.317 0.001

Berdasarkan tabel 5. Hasil uji Wilcoxon diketahui nilai Z = -3.317 < -1.96 p=0.001< α = 0.05, sehingga disimpulkan ada Pengaruh latihan ROM dengan caring terhadap rentang gerak sendi pasien stroke sebelum dan sesudah

(7)

4

diberikan latihan ROM di ruang rawat inap RSUD Dr. Soediran Mangun Soemarso Wonogiri periode Mei - Juni 2016.

Berdasarkan hasil analisis statitik pada uji Wilcoxon terdapat peningkatan nilai pre test ke post test gerak sendi dengan kategori sebagian sebanyak 13 responden dan penurunan derajat rentang gerak sendi dengan kategori tidak sama sekali sebanyak 3 responden.

D.PEMBAHASAN 1. Analisa Univariate 1.1Karakteristik Responden 1.1.1 Umur

Diketahui rata-rata umur responden adalah 53.12 tahun dengan usia termuda 47 tahun dan tertua 65 tahun. Penggunaan rata-rata umur berdsarakan Uji normalitas pada umur responden menggunakan Saphiro Wilk berdasarkan jumlah responden <50 orang. Hasil uji normalitas didapatkan nilai 0,269 artinya data tersebut terdistribusi normal.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kristiyawati, Irawaty & Hariyat (2009) dengan judul “Faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian stroke di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang, didapatkan hasil sebanyak 72,9% pasien stroke dengan berusia > 55 tahun mengalami Sumbatan aliran di arteria karotis interna sering merupakan

penyebab stroke pada orang berusia lanjut yang sering mengalami pembentukan plak aterosklerotik di pembuluh darah sehingga terjadi penyempitan atau stenosis.

Usia semakin tua semakin besar pula risiko terkena stroke. Hal ini berkaitan dengan proses degenerasi (penuaan) yang terjadi secara alamiah. Pada orang-orang lanjut usia, pembuluh darah lebih kaku karena adanya plak, namun tidak berarti bahwa stroke hanya terjadi pada orang lanjut usia karena stroke dapat menyerang semua kelompok umur. Umur merupakan salah satu resiko utama stroke, insiden stroke meningkat hampir 2 kali lipat setelah umur 55 tahun (Nasution, 2007)

Kerentangan terhadap penyakit stroke sangat dipengaruhi oleh bertambahnya usia. Menurut Lumbantobing (2006), bahwa angka kejadian stroke meningkat dengan bertambahnya usia. Makin tinggi usia, makin banyak kemungkinannya untuk mendapatlanstroke. Berdasarkan penelitian Sofyan (2012) yang meneliti mengenai hubungan umur, jenis kelamin, dan hipertensi dengan kejadian stroke di rawat inap di Ruang Teratai RSU Provinsi Sulawesi Tenggara diketahui dari 77 responden, 67,5% berumur di atas 55 tahun.

(8)

5

1.1.2 Jenis Kelamin

Hasil dari penelitian yang dilakukan di RSUD Wonogiri diketahui kelompok perlakuan sebanyak 75,0%. Mayoritas laki-laki memiliki risiko lebih besar untuk terkena stroke dibanding perempuan. Hal ini mungkin terkait bahwa laki-laki cenderung merokok, rokok dapat merusak lapisan dari pembuluh darah tubuh. Hal ini sejalan dengan data WHO (2010) bahwa insidensi stroke lebih tinggi pada laki-laki.

Diperkirakan bahwa insiden stroke pada perempuan lebih rendah dibandingkan laki-laki. Hal ini dikarenakan perempuan memiliki hormon esterogen yang berperan dalam mempertahankan kekebalan tubuh sampai menopause dan sebagai proteksi atau pelindung pada proses aterosklerosis. Sedangkan, pada laki-laki terdapat hormon testosteron, dimana hormon ini dapat meningkatkan kadar LDL, apabila kadar LDL tinggi maka dapat meningkatkan kadar kolesterol dalam darah yang merupakan faktor resiko terjadinya penyakit degeneratif seperti stroke (Bull, 2007).

Menurut kejadian ada banyaknya pasien stroke ini juga dapat dipengaruhi oleh faktor penguat terjadinya stroke pada pasien laki-laki. Kebiasaan merokok menjadi salah satu penyebab terjadinya

stroke. Menurut Feign (2008) merokok meningkatkan risiko stroke empat kali lipat. Merokok dapat meningkatkan konsentrasi fibrinogen, peningkatan ini akan mempermudah terjadinya penebalan dinding pembuluh darah juga peningkatan viskositas darah. Rokok dapat merangsang proses arterosklerosis karena efek langsung karbon monoksida pada dinding arteri, kemudian nikotin dapat menyebabkan mobilisasi katokolamin juga menyebabkan kerusakan endotel arteri (Rasyid, 2007).

Berdasarkan pendapat Damry (2012, hal 8 bahwa laki-laki lebih rentan terkena penyakit stroke dibandingkan dengan perempuan,hal ini berhubungan dengan faktor-faktor pemeicu lainnya yang lebih banyak dilakukan oleh laki-laki dibanding dengan perempuan misalnya mengkonsumsi alkohol, merokok dan sebagainya.Kebiasaan merokok beresiko terkena stroke disebabkan karena efek zat kimia yang terdapat pada rokok (tar,CO,nikotin, plonium, dll) dapat menyebabkan peninggkatan konsentrasi fibrinogen, hematokrit, dan menurunkan aktifitas frinolitik dan aliran darah serebral sehingga menyebabkan vasokontriksi dan mempercepat terjadinya plak asteroklerosis.

Berdasarkan hasil peneltian diketahui bahwa banyak responden

(9)

laki-6

laki yang menjadi pasien stroke yang dirawat inap di RSUD Dr. Soediran Mangun Soemarso Wonogiri adalah pasien perlu mendapatkan perawatan seperti pemberian latihan ROM.

1.2 Derajat rentang gerak sendi sebelum latihan ROM

Berdasarkan hasil penelitian mengenai derajat rentang gerak sendi respondensebelum diberikan latihan ROM dengan kategori tidak sama sekali mempunyai kemampuan melakukan rentang gerak sendi diketahui 14 responden dan melakukan rentang gerak sendi dengan kategori sebagian sebanyak 2 responden. Stroke mengalami gangguan fungsional salah satunya kelamahan fisik yang berunjung mengalami kelumpuhan separo tubuh dan sampai juga seluruh bagian tubuh. Berkurangnya kontraksi otot disebabkan karena karberkurangnya suplai darah ke otak belakang dan otak tengah, sehingga dapat menghambat hantaran jaras-jaras utama antara otak dan medula spinalis(Scbachter and Cramer, 2006).

Berdasarkan Teori Auryn (2007) stroke dapat menyebabkan terjadinya kelemahan (hemiparesis) atau kelumpuhan (hemiplegia) pada salah satu sisi tubuh atau hanya tangan atau kaki, tonus otot yang abnormal, gangguan lapang pandang, sisi yang lumpuh akibat

stroke, gangguan presepsi, status mental yang terganggu, depresi, masalah – masalah emosional, masalah komunikasi (apasia dan disatria), dan gangguan keseimbangan atau koordinasi (kesulitan duduk, berdiri atau berjalan).

Menurut penelitian Djafar (2014) menunjukkan sebelum dilakukan latihan ROM pasif dengan skala kekuatan otot lengan pasien stroke non hemoragik di RSUD. Prof. Dr. H. Aloe Saboe Gorontalo yaitu 0, 1, dan 2. Menurut penelitian Djafar (2014), sebelum di lakukan latihan ROM pasif dengan skala kekuatan otot 0 yang artinya (otot tak mampu bergerak/lumpuh total), 1 (ada sedikit kontraktilitas tanpa adanya gerakan sendi.) dan 2 (buruk, rentang gerak komplit dengan batasan gravitas.), jadi sebelum dilakukan ROM klien memiliki kekuatan otot yang buruk.

Hasil penelitian di RSUD Dr. Soediran Mangun Soemarso Wonogiri menunjukkan sebelum diberikan latihan ROM diperoleh data bahwa responden tidak dapat melakukan gerakan fleksi maupun ekstensi pada kaki ataupun pada tangan. Hal ini mencerminkan pentingya pemberian latihan ROM secara berkala pada pasien stroke.

Berdasarkan hasil penelitian diatas mayoritas dengan kategori tidak sama seakali mempunyai kemampuan melakuan rentang gerak sendi sebesar

(10)

7

87.5%dan melakuan rentang gerak sendi dengan kategori sebagian 12,5%. Menurut teori Guyton & Hall (2008) pada penderita stroke menyebabkan gangguan aktifitas, salah satunya diakibatkan oleh menurunnya kekuatan otot ekstremitas sebagai akibat dari adanya lesi di korteks motorik. Kondisi ini dapat menyebabkan terjadinya penurunan kekuatan otot yang dapat mengakibatkan ketidak mampuan pada otot ekstremitas secara umum, penurunan fleksibilitas dan kekakuan sendi yang dapat mengakibatka nkontraktur sehingga pada akhirnya pasien akan mengalami keterbatasan/disability terutama dalam melakukan activities of daily living (ADL). Penelitian Prok (2016) menyebutkan pasien stroke yang mengalami kelemahan pada satu sisi anggota tubuh disebabkan oleh karena penurunan tonus otot, sehingga tidak mampu menggerakkan tubuhnya (imobilisasi).

1.3 Derajat rentang gerak sendi sesudah latihan ROM

Berdasarkan hasil penelitian responden sesudah diberikan latihan ROM dengan kategori sebagian melakukan rentang gerak sendi sebanyak 13 responden, dan dengan kategori tidak sama sekali mempunyai kemampuan

melakukan rentang gerak sendi diketahui sebanyak 3 responden. Pasien stroke tidakmendapatkan penanganan yang maksimal maka akan terjadi kecacatan atau kelemahan fisik seperti hemiparese, maka dari itu seseorang dengan penyakit stroke juga harus mendapatkan terapi yang bermanfaat untuk melemaskan otot sendi yang kaku.

Berdasarkan uraian diatas pentingnya terapi latihan ROM dilakukan untuk mengurangi cedera cerebral lanjut, salah satu program rehabilitasi yang dapat diberikan pada pasien stroke yaitu mobilisasi persendian dengan latihan Range Of Motion (Levine, 2008). Potter & Perry (2005) Range Of Motion adalah latihan yang dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan menggerakkan persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot. Pemberian latihan ROM aktif pada respon dengan cara perawat melatih ROM, dan membimbing klien dalam melakukan pergerakan sendi secara mandiri sesuai dengan rentang gerak.

Jenis gerakan ROM yang dilakukan adalah fleksi yaitu gerakan melipat sendi dari keadaan lurus. Contohnya : fleksi lengan bawah, fleksi jari. Berdasarkan hasil penelitian bahwa responden yang dapat melakukan gerakan

(11)

8

namun masih terbatas, maka diberikan nilai 2 yang berarti mampu melakukan gerakan sebagian, dan responden yang tidak dapat melakukan gerakan sama sekali diberikan nilai 1. Menurut penelitian Astrid (2011) menjelaskan terjadi peningkatan kekuatan otot setelah melakukan latihan ROM dari rata-rata 2,49 menjadi 4,2 pasien stroke di ruang perawatan dewasa RS St. Carolus Jakarta.

Berdasarkan teori Ralph (2013) tujuan pemberian latihan ROM adalah peningkatkan atau mempertahankan fleksibilitas dan kekuatan otot, mempertahankan fungsi jantung dan pernapasan, mencegah kontraktur dan kekakuan pada sendi. Manfaat dari latihan ROM adalah menentukan nilai kemampuan sendi tulang dan otot dalam melakukan pergerakan, memperbaiki tonus otot, memperbaiki tolernsi otot untuk latihan, mencegah terjadinya kekakuan sendi, memperlancar sirkulasi darah. Menurut hasil penelitian Chaidir (2014) menunjukkan kekuatan otot pada kelompok kontrol pada hari keenm(H-6) terjadi perubahan otot dimana responden dengan kekuatan otot 2 dan 3 mempunyai jumlah yang sama yaitu sebanyak 3 responden (37,5%), dan untuk kekuatan otot 4 berjumlah 2 responden (25%) pada pasien pasien stroke non hemoragi di ruang Rawat Stroke RSSN Bukittinggi.

2. Analisa Bivariate

2.1Pengaruh latihan ROM terhadap rentang gerak sendi pasien stroke di ruang rawat inap RSUD Dr. Soediran Mangun Soemarso Wonogiri

Berdasarkan Hasil penelitian diperoleh nilai Z = -3.317 < -1.96 p=0.001 ( p<0.05) disimpulkan ada pengaruh latihan ROM terhadap rentang gerak sendi pasien strokedi ruang rawat inap RSUD Dr. Soediran Mangun Soemarso Wonogiri. Pada awalnya stroke diakibatkan karena tersumbatnya aliran darah ke otak dan mengakibatkan kelamahan pada separo tubuh ataupun kekauan sendi khususnya anggota gerak sehingga pasien dengan stroke memerlukan adanya terapi yaitu salah satu terapi ROM (Range Of Motion) yang berfungsi melemaskan sendi- sendi yang kaku dikarenakan latihan ROM.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Ririn Purwanti & Wahyu Purwaningsih (2013) yang menyebutkan ada pengaruh yang bermakna terhadap kekuatan otot pada pasien post operasi fraktur humerus sebelum dan sesudah latihan range of motion (ROM) aktif. Latihan ROM merupakan salah satu bentuk latihan dalam proses rehabilitasi yang dinilai masih cukup efektif untuk mencegah terjadinya kecacatan pada pasien dengan stroke. Latihan ini adalah

(12)

9

salah satu bentuk intervensi fundamental perawat yang dapat dilakukan untuk keberhasilan regimen terapeutik bagi pasien dan dalam upaya pencegahan terjadinya kondisi cacat permanen pada pasien paska perawatan di rumah sakit sehingga dapat menurunkan tingkat ketergantungan pasien pada keluarga.

Lewis (2007) mengemukakan bahwa sebaiknya latihan pada pasien stroke dilakukan beberapa kali dalam sehari untuk mencegah komplikasi. Semakin dini proses rehabilitasi dimulai maka kemungkinan pasien mengalami defisit kemampuan akan semakin kecil (National Stroke Association, 2009). Berdasarkan penelitian yang dilakukan latihan ROM sebanyak 2 kali sehari dalam waktu pagi dan sore hari. Hasil Penelitian didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh (Puspawati, 2010) di RSD Kalisat Jember pada pasien stroke iskemik, hasil menunjukkan bahwa intervensi dengan ROM aktif dua kali sehari lebih efektif dibandingkan dengan ROM satu kali sehari.

Berdasarkan hasil analisis statitik pada uji Wilcoxon terdapat peningkatan rentang gerak sendi dari pre test ke post test dengan kategori sebagian terdapat 13 responden sebanyak 81,3%. Berdasarkan uraian diatas, latihan ROM aktif dan pasif dapat meningkatkan mobilitas sendi sehingga mencegah terjadinya berbagai

komplikasi. Peningkatan rentang gerak sendi dapat mengaktifkan gerak volunter yaitu gerak volunter terjadi adanya transfer impuls elektrik dan girus presentralis kekorda spinalis melalui nurotransmiter yang mencapai otot dan menstimulasi otot sehingga menyebabkan pergerakan. Responden melakukan latihan terus menerus akan terjadi perubahan fisiologis dalam system tubuhnya seperti menurunkan tekanan darah, memperbaiki tonus otot, meningkatkan mobilisasi sendi dan meningkatkan masa otot. Perubahan fisiologis tersebut sangat dibutuhkan oleh pasien stroke untuk mencegah terjadinya serangan stroke ulang dan mengurangi kontraktur.

Menurut penelitian dari Reny Chaidir 2012, 6 hari melakukan latihan ROM dengan bola karet dan terjadi peningkatan nilai kekuatan otot. Dengan gerakan berulangkali dan terfokus dapat membangun koneksi neuron yang masih aktif adalah dasar pemulihan pada stroke.Menurut penelitian (Wirawan, 2009) lama latihan tergantung stamina pasien, terapi yang baik adalah latihan yang tidak melelahkan durasi tidak terlalu lama (umumnyasekitar 45-60 menit) namun dengan pengulangan sesering mungkin.

Secara konsep, mekanisme kontraksi dapat meningkatkan otot polos

(13)

10

pada ekstremitas. Latihan ROM dapat menimbulkan rangsangan sehingga meningkatkan aktivasi dari kimiawi, neuromuskuler dan muskuler. Otot polos pada ekstremitas mengandung filamen aktin dan myosin yang mempunyai sifat kimiawi dan berinteraksi antara satu dan lainnya. Proses interaksi diaktifkan olehion kasium, dan adeno triphospat (ATP), selanjutnya dipecah menjadi adenodi fosfat (ADP) untuk memberikan energi bagi kontraksi otot ekstremitas (Wiwit, 2010).

Terjadinya peningkatan kekuatan otot dapat mengaktifkan gerakan volunter, dimana gerakan volunter terjadi adanya transfer impuls elektrik dari girus presentalis ke korda spinalis melalui neurotransmiter yang mencapai ke otot danmenstimulasi otot sehingga menyebabkan pergerakan. Hal ini menunjukkanadanya perbaikan dari kerusakan girus presentalis akibat iskemik otak (Perry &Potter, 2005). (Mawarti, 2012) menjelaskan adanya pengaruh latihan rom pasif terhadap peningkatan kekuatan otot pada pasien stroke dengan hemiparase.

Berdasarkan hasil penelitian bahwa dengan pemberian latihan ROM latihan gerak sendi dapat dilakukan secara bertahap, meskipun responden masih sangat kesulitan untuk menggerakan anggota tubuh seperti kaki maupun

tangan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pentingnya latihan ROM pada pasien stroke. Menurut penelitian Fibrina (2011) menjelaskan terdapat pengaruh latihan ROM aktiif-asistif sperical grip terhadap peningkatan kekuatan otot ektremitas atas pada pasien stroke di RSUD Tungurejo Semarang.

E. SIMPULAN DAN SARAN a. Simpulan

1. Karakteristik usia responden adalah 53.12 dan kelompok kontrol rata-rata Sebagian besar responden berjenis kelamin laki-lakisebanyak 75,0%. 2. Rentang gerak sendi di di ruang rawat

Inap RSUD dr. Soediran Mangun Soemarso Wonogirisebelum diberikan latihan ROM dengan kategori tidak sama sekali sebanyak (87,5%) dan dengan kategori sebagian sebanyak (12,5%).

3. Rentang gerak sendi di di ruang rawat Inap RSUD dr. Soediran Mangun Soemarso Wonogirisesudah diberikan latihan ROM dengan kategori tidak sama sekali sebanyak (18,8%) dan dengan kategori sebagian sebanyak (81,3%).

4. Terdapat pengaruh latihan ROM terhadap derajat rentang gerak sendi pasien stroke di ruang rawat inap RSUD Dr. Soediran Mangun

(14)

11

Soemarso Wonogiri dengan nilai (P=0,001)

b. Saran

1. Bagi Rumah Sakit

Dari hasil penelitian latihan ROM dapat diaplikasikan dalam praktek keperawatan minimal 2 kali sehari karena sangat efektif bagi pemulihan pasien stroke untuk mengoptimalkan kekakuan sendi-sendi.

2. Bagi Perawat

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya pengaruh latihan ROM terhadap rentang gerak sendi pasien stroke, oleh karena itu perlu perawat untuk memberikan latihan ROM secara berkesinambungan sehingga diharapkan pasien stroke dapat mendiri melakukan latihan rentang gerak sendi.

3. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk menambah pengetahuan dan membantu dalam menentukan intervensi pada penderita stroke 4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar bagi peneliti selanjutnya dan dapat dijadikan rujukan untuk melakukan penelitian sejenis dengan intervensi yang berbeda.

5. Bagi peneliti

Bagi peneliti sendiri hasil penelitian ini dapat menambah ilmu pengetahuan dan wawasan tentang penyakit stroke dan penanganannya serta dapat menjadi pengalaman yang sangat berharga.

DAFTAR PUSTAKA

Astrid, M (20111)Pengaruh latihan range of motion (ROM) terhadap kekuatan otot, luas gerak sendi dan kemampuan fungsional pasien stroke di RS Sint Carolus Jakarta.

Jurnal keperawatan dan

Kebidanan (JIKK) Vol. I no. 4 Juni 2011.

Auryn, V (2007). Mengenal dan Memahami Stroke. Yogyakarta: Katahati.

Azwar, S. (2007).MetodePenelitian. Yogyakarta: PustakaPelajar.

Bull E., Morrel J., 2007. Simple Guide: Penangan Peyakit dan Kolesterol. Jakarta: Erlangga

Chaidir R. (2014).Pengaruh latihan

Range of Motion pada Ekstremitas

Atas dengan Bola Karet terhadap Kekuatan Otot Pasien Stroke Non Hemoragi di Ruang Rawat Stroke RSSN Bukittinggi Tahun 2012 Jurnal Afiyah. Vol. I, no. I, Bulan Januari, Tahun 2014.

Departemen Kesehatan RI. (2008). Riset Kesehatan Dasar 2007. Jakarta. Djafar S A (2014) Pengaruh Latihan

(15)

12

Otot Pada Pasien Stroke Non Hemoragik di RSUD. Prof. Dr. H. Aloe Saboe Gorontalo artikel FIK Universitas Negeri Gorontalo

Farizal, (2011),dikutip dari jurnal Aisyah Muhrini Sofyan :Hubungan Umur, Jenis Kelamin, dan Hipertensi dengan Kejadian Stroke.

Feign (2008) Stroke: Panduan bergambar tentang pencegahan dan pemulihan stroke. Cetakan ketiga. Alih bahasa: Brahm Udambara. Jakarta. PT Bhuana Ilmu popular.

Fibrina, (2011). Petunjuk Perawatan Pasien Pasca Stroke Di Rumah. Jakarta : FKUI.

Kristiyawati, Irawaty & Hariyat (2009) Faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian stroke di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang. Jurnal keperawatan dan Kebidanan (JIKK) Vol. I no. 1 Desember 2009.

Lewis. (2007). Medical Surgical Nursing : Assesment and Management Of

Clinical Problem, Mosby.

Philadelphia.

Listyo, A.P (2009). Stroke : Sekilas Tentang Definisi, Efek, Penyebab

dan Faktor Risiko. Medan:

Universitas Sumatera Utara.

Lumbantobing , S.M. (2007). Stroke: Bencana Peredaran Darah Di Otak, Jakarta Balai penerbit FKUI. Mawarti (2012). Pengaruh Latihan ROM

(Range Of Motion) Pasif Terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Pada

Pasien Stroke dengan Hemiparase. Journal Eduhealth.

Kabupaten Jember, volume 8. No.1, hal.

56-68.

Nasution, I.K. (2007). Perilaku merokok. Medan: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Potter, P.A & Perry, A,G. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: konsep proses dan praktik edisi 4 volume 2. Jakarta: EGC.

Prok W. (2016). Pengaruh latihan gerak aktif menggenggam bola pada pasien stroke diukur dengan handgrip dynamometer. Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 4, Nomor 1, Januari-April 2016.

Ralph (2013), Dikutip dari jurnal Ririn Purwanti, 2013: Pengaruh Latihan Range Of Motion (Rom) Aktif Terhadap Kekuatan Otot Pada Pasien Post Operasi Fraktur Humerus DiRsud Dr. Moewardi

Sebacter & Cramer. (2006). Dikutip Dari Mertha & Laksmi (2013) Pengaruh

Terapi Latihan Terhadap

Kemandirian Melakukan Aktifitas

Kehidupan Sehari-Hari Pasien

Stroke. Vol.10, hal 60-64.

Sofyan (2012) Hubungan Umur, Jenis Kelamin, dan hipertensi dengan kejadian Stroke. Jurnal Kedokteran. Program Pendidikan Dokter FK Universitas Halu Oelo Sulawasi Tenggara.

WHO. 2010, (dikutip dari jurnal Okti Sri Purwanti, 2011. Rehabilitasi Klien Pasca Stroke .

(16)

13

Wirawan, (2009). Rehabilitasi stroke pada pelayanan Primer di RS Riau. Wiwit, S.(2010). STROKE & penangannya. Jogjakarta: Katahati

Gambar

Tabel  2  menunjukkan  mayoritas  responden  penelitian  adalah  laki-laki  yaitu sebesar 75,0%

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian bisa di simpulkan bahwa jelas regulasi dan juga kenyamanan menjadi hal yang membuat para warga menjadi nasabah dari Bank Keliling tersebut yang

Berdasarkan pendapat para ahli, disimpulkan bahwa Prinsip pembelajaran adalah landasan berpikir, landasan berpijak, dan sumber motivasi agar proses belajar dan mengajar dapat

Media yang digunakan pun harus disesuaikan dengan bidang studi yang bersangkutan dan sesuai dengan pokok bahasan yang diajarkan sehingga akan membantu mempermudah

Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan hasil yang sesuai dengan hipotesis, penelitian , bahwa faktor resiko kejadian gizi kurang pada balita di desa gayaman

Dari fenomena tersebut, maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian den gan judul, “ PENGARUH WORD OF MOUTH DAN PERSEPSI KUALITASTERHADAP MINAT BELI SERTA

Dari kesimpulan yang ada selama 5 tahun berturut-turut mulai dari tahun 2000-2004 PT Aneka Tambang Tbk sudah dapat mengelola keuangan perusahaan dengan baik

Tidak seperti media tradisional yang berjalan dengan mementingkan Exposure (pembukaan) yang bearti suatu tampilan awal dari media yang membuat orang tertarik dan impression

pembudayaan.151 Dari paparan di atas serta hasil pengamatan dan wawancara peneliti dengan kepala sekolah, tenaga pengajar serta staf SD Muhammadiyah 03 Tumpang dan MI Ar-Rohmah