• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.1.1 Industri Kreatif dan Ekonomi Kreatif di Indonesia

Ekonomi kreatif merupakan bidang baru yang mulai muncul secara global pada tahun 1990-an dan berada di tahap keempat setelah era ekonomi pertanian, ekonomi industri, serta ekonomi informasi. Di Indonesia, ekonomi kreatif penting untuk dikembangkan karena perannya yang signifikan terhadap perekonomian, seperti kontribusi terhadap PDB (Produk Domestik Bruto), penciptaan lapangan kerja yang dapat meningkatkan penyerapan tenaga kerja, peningkatan devisa, dan dampak positifnya bagi sektor lain1. Menurut Presiden Joko Widodo, kontribusi ekonomi kreatif pada perekonomian Indonesia semakin nyata dengan nilai tambah yang meningkat setiap tahunnya. Pertumbuhan sektor ekonomi kreatif sendiri sekitar 5,67%, angka itu ada di atas pertumbuhan sektor listrik, gas, air bersih, pertambangan, peternakan, kehutanan, perikanan, serta jasa industri pengolahan2.

Diagram 1. Pemetaan Daya Saing Industri Kreatif

(http://program.indonesiakreatif.net/infographics/pemetaan-daya-saing-industri-kreatif/; diakses pada 10 Oktober 2015, 14.06 WIB)

1

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI, Ekonomi Kreatif: Kekuatan Baru Indonesia Menuju 2025 - Rencana Aksi Jangka Menengah, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI, 2014, hlm. 22.

2

Siti Sarifah Alia, “Presiden Minta Badan Ekonomi Kreatif Bekerja Cepat”, Viva News Teknologi (4 Agustus 2015), diakses dari http://teknologi.news.viva.co.id/news/read/656944-presiden-minta-badan-ekonomi-kreatif-bekerja-cepat pada 10 Oktober 2015, 14.35 WIB.

(2)

2 Berdasarkan studi pemetaan industri kreatif oleh Departemen Perdagangan Republik Indonesia tahun 2007, industri kreatif Indonesia terbagi menjadi 14 subsektor, yaitu periklanan, arsitektur, pasar barang seni, kerajinan, desain, mode, video dan fotografi, permainan interaktif, musik, seni pertunjukan, penerbitan dan percetakan, layanan komputer dan piranti lunak, televisi dan radio, serta penelitian dan pengembangan3. Belakangan, terjadi penambahan subsektor teknologi informasi ke dalam sektor industri kreatif yang dilakukan oleh Kementrian Pariwisata dan Ekonomi sehingga secara total terdapat 15 subsektor industri kreatif di Indonesia. Berbagai subsektor tersebut terus dikembangkan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) sesuai dengan perencanaan jangka panjang dan perencanaan jangka menengah.

Pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, kewenangan atas ekonomi kreatif telah sepenuhnya dialihkan pada lembaga pemerintah non-kementerian, yakni Badan Ekonomi Kreatif (BEKraf) yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri Pariwisata. Peralihan ini membuat perjuangan pemerintah di bidang industri kreatif akhir-akhir ini terlihat melambat karena BEKraf sendiri baru akan aktif bekerja pada bulan Maret 2016.

Diagram 2. Rata-Rata Kontribusi Subsektor Kreatif terhadap Industri Kreatif (2006-2010)

(http://news.indonesiakreatif.net/peran-ekonomi-kreatif-secara-nasional/; diakses pada 8 Oktober 2015)

3

Kelompok Kerja Indonesia Design Power, Studi Industri Kreatif Indonesia, Departemen Perdagangan RI, 2008, hlm. 4.

(3)

3 Dalam perencanaan jangka menengah yang kini mencapai tahap ke-3 (2015-2019), Kemenparekraf memiliki visi untuk menciptakan landasan yang kuat bagi pengembangan ekonomi kreatif Indonesia yang berdaya saing global. Visi tersebut akan dicapai dengan tiga misi utama4, yaitu: a. Meningkatkan ketersediaan sumber daya manusia (SDM) dan bahan

baku untuk pengembangan ekonomi kreatif;

b. Meningkatkan pertumbuhan dan daya saing industri;

c. Menciptakan lingkungan yang kondusif untuk pengembangan ekonomi kreatif yang berdaya saing lokal.

Sedangkan dalam konteks penciptaan nilai tambah kreatif yang terkait dengan industri kreatif, ekonomi kreatif masih dihadapkan pada beberapa tantangan besar5, yakni:

a. Wirausaha kreatif, yaitu masih relatif rendahnya tingkat profesionalisme, baik dari segi keterampilan maupun keahlian (skill), pengetahuan (knowledge), serta akses terhadap kesempatan bekerjasama dan berjejaring dengan pelaku kreatif lainnya, baik di tingkat lokal, nasional, maupun global;

b. Usaha kreatif, yaitu jumlah usaha kreatif di Indonesia yang relatif rendah jika dibandingkan dengan negara-negara dengan industri kreatif yang sudah berkembang, sehingga kuantitas dan kualitasnya harus terus ditingkatkan melalui upaya-upaya yang sistematis melalui pengembangan standard usaha, model bisnis, branding, serta fasilitas kolaborasi antar-industri kreatif maupun industri kreatif dengan industri lainnya yang memungkinkan terjadinya transfer pengetahuan dan pengalaman dalam membuat karya dan produk, yang dapat mempercepat peningkatan kapasitas dan kualitas usaha kreatif lokal;

c. Produk dan karya kreatif, meskipun keunikan dan kreativitas karya dan produk kreatif Indonesia telah diakui oleh pasar global,

awareness pasar mengenai produk dan karya kreatif Indonesia masih

4

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI, op.cit., hlm. xxvii. 5

(4)

4 rendah akibat rendahnya keberlanjutan produksi dan kemampuan untuk melakukan branding, mengembangkan kemasan dan keragaman, serta menghasilkan produk dan karya kreatif yang ramah lingkungan (eco-product).

1.1.2 Kota Kreatif di Indonesia

Konsep kota kreatif mulai diperbincangkan secara terbuka dalam ajang The 3rd Asia Europe Art Camp 2005 dan Konferensi Artepolis 2006 yang diselenggarakan di Bandung6. Kemudian pada tahun 2012 Kemenparekraf mengajukan lima kota kreatif di Indonesia, yakni Solo, Yogyakarta, Denpasar, Pekalongan, dan Bandung untuk diakui sebagai bagian dari UNESCO Creative City Network7. Kota-kota tersebut dianggap memiliki elemen yang membuat mereka layak untuk disebut sebagai kota kreatif, yakni ekonomi kreatif, komunitas (golongan/individu) kreatif, dan lingkungan kreatif8. Namun dalam kesempatan tersebut hanya kota Pekalongan yang berhasil memenuhi kriteria untuk menjadi bagian dari jaringan kota kreatif dunia di bagian Crafts and Folk Arts.

Gambar 1. Pawai Pembukaan Festival Kesenian Yogyakarta yang Melibatkan Berbagai Komunitas

(http://www.tribunnews.com/regional/2014/08/29/festival-kesenian-yogyakarta-dibuka-100-penari-angguk, diakses pada 23 November 2015, 06.07 WIB)

6

Satrio Widianto, “Melalui ICCC, Jejaring Kota Kreatif Indonesia Terus Dirajut”, Pikiran Rakyat Online (5 Oktober 2015) diakses dari

http://www.pikiran-rakyat.com/nasional/2015/10/05/344962/melalui-iccc-jejaring-kota-kreatif-indonesia-terus-dirajut pada 10 Oktober 2015, 15.53 WIB.

7

Tri Wahyuni, “Konferensi Kota Kreatif Pertama di Indonesia Diadakan di Solo”, CNN Indonesia (5 Oktober 2015) diakses dari http://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20151005191621-269-82979/konferensi-kota-kreatif-pertama-di-indonesia-diadakan-di-solo/ pada 10 Oktober 2015, 16.25 WIB.

8

(5)

5 Sebagai bagian dari strategi memajukan ekonomi kreatif Indonesia, tahun 2015 Badan Ekonomi Kreatif menelurkan sebuah konsep untuk membangun creative city atau kota kreatif. Konsep kota kreatif ini dirumuskan dalam Creative Cities Conference (CCC) yang diselenggarakan pada bulan April 2015 di Bandung dan kemudian dimatangkan dalam Indonesia Creative Cities Conference (ICCC) yang dilaksanakan untuk pertama kalinya di kota Solo. Indikator Kota Kreatif Indonesia9 tersebut adalah:

a. Welas asih: kota yang menjunjung keanekaragaman sosial budaya yang berpijak pada nilai silih asih, silih asah, dan silih asuh;

b. Inklusif: kota terbuka yang memuliakan nilai-nilai kemanusiaan serta menumbuhkembangkan semangat kebersamaan, solidaritas, dan perdamaian dunia;

c. Melindungi hak asasi manusia: kota yang membela segenap hak ekonomi, sosial, dan budaya masyarakatnya;

d. Memuliakan kreativitas masyarakatnya: kota yang memanfaatkan dan mengembangkan kecerdasan, kearifan lokal, ketrampilan, daya cipta, serta kemampuan nalar, ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai landasan penciptaan serta inovasi;

e. Tumbuh bersama lingkungan yang lestari, yang hidup selaras dengan dinamika lingkungan dan alam sekitar;

f. Memelihara kearifan sejarah sekaligus membangun semangat pembaruan untuk menciptakan masa depan yang lebih baik untuk seluruh rakyatnya;

g. Dikelola secara transparan, adil, dan jujur: kota yang mengedepankan nilai-nilai gotong royong dan kolaborasi, serta membuka akses dan partisipasi masyarakat untuk terlibat membangun kotanya;

9

“Konferensi Kota Kreatif Indonesia”, Solo Creative City Network, diakses dari

http://www.sccn.or.id/news/konferensi-kota-kreatif-indonesia.html pada 23 November 2015, 3.33 WIB.

(6)

6 h. Dapat memenuhi kebutuhan dasar masyarakat: kota yang selalu berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan, kebahagiaan, dan kualitas hidup masyarakatnya;

i. Memanfaatkan energi terbarukan: kota yang senantiasa berusaha untuk memenuhi kebutuhan energi secara bijak dan berkelanjutan; j. Mampu menyediakan fasilitas umum yang layak untuk masyarakat,

termasuk fasilitas yang ramah bagi kelompok masyarakat rentan dan berkebutuhan khusus.

Gagasan dan inisiatif mengembangkan kota kreatif menekankan pada proses penciptaan, inovasi, dan bakat individu. Menurut Menteri Pariwisata, Arief Yahya, penerapan kota kreatif di beberapa kota terbukti menjadi salah satu daya pikat terhadap pariwisata, serta penggerak perputaran ekonomi10. Konsep kota kreatif yang dibentuk oleh Badan Ekonomi Kreatif nantinya dibuat spesifik di setiap kota di Indonesia, namun untuk sementara setidaknya Bandung dan Yogyakarta siap dibangun sebagai pusat kota kreatif11.

1.1.3 Yogyakarta sebagai Kota Kreatif

Gambar 2. Perajin Menenun Benang untuk Dijadikan Berbagai Macam Kerajinan di Bantul, Yogyakarta

(http://www.antarafoto.com/bisnis/v1271748316/kerajinan-kain-lurik, diakses pada 23 November 2015, 05.40 WIB)

10

Satrio Widianto, “Melalui ICCC, Jejaring Kota Kreatif Indonesia Terus Dirajut”, Pikiran Rakyat Online (5 Oktober 2015) diakses dari

http://www.pikiran-rakyat.com/nasional/2015/10/05/344962/melalui-iccc-jejaring-kota-kreatif-indonesia-terus-dirajut pada 10 Oktober 2015, 15.53 WIB.

11

Bagus Prihantoro Nugroho, “Bandung dan Yogyakarta Bakal Jadi Pusat Kota Kreatif di RI”, Detik Finance (3 Maret 2015), diakses dari http://finance.detik.com/read/2015/03/03/154818/2848268/ 4/bandung-dan-yogyakarta-bakal-jadi-pusat-kota-kreatif-di-ri pada 30 September 2015.

(7)

7 Banyaknya institusi pendidikan di Yogyakarta yang menghasilkan insan terdidik, membuat kota ini disebut-sebut memiliki sumber daya manusia unggul dan prospektif. Pemikiran kreatif berjangka panjang bersirkulasi dalam arus yang deras di sini. Belum lagi jika dilihat dari potensi Yogyakarta dalam industri yang sedang berkembang pesat di Indonesia, yakni industri kreatif digital. Industri ini bertumbuh dengan sangat menjanjikan. Hal tersebut menarik minat para investor asing untuk menjadikan infrastruktur pendukung pariwisata dan ekonomi kreatif di Yogyakarta sebagai sasaran penanaman modal.

Diagram 3. Pertumbuhan Perusahaan Kreatif Digital di Yogyakarta (Hasil Sensus Industri Kreatif Digital Jogja 2014 oleh Jogja Digital Valley, diakses dari http://jogjadigitalvalley.com/infografik-industri-kreatif-digital-jogja-2014/ pada

30 September 2015)

Dalam keikutsertaannya pada seleksi Kota Kreatif UNESCO, Kota Yogyakarta didaftarkan di bawah kategori Kota Seni Budaya dan Kriya. Sebagai kota kreatif, Yogyakarta telah menunjukkan kemampuannya dalam menyelaraskan potensi lokal seni budaya dan kerajinan sebagai bagian dari budaya Jawa yang berkembang di tengah kehidupan bermasyarakatnya dengan cara memodifikasi teknik tradisional dengan cara kontemporer. Produk-produk kerajinan Yogyakarta tetap mempertahankan ciri khas tradisionalnya walaupun banyak yang kini dibuat dengan menggunakan teknik modern dan bahan baku terbarukan12.

Namun mengapa Yogyakarta kemudian tidak termasuk dalam jaringan Kota Kreatif UNESCO? Meskipun Yogyakarta telah dianggap

12

(8)

8 siap dan memenuhi indikator untuk menjadi pusat kota kreatif Indonesia oleh BEKraf, elemen pemerintahan kota Yogyakarta belum mendukung untuk terciptanya iklim kreatif yang inovatif dan produktif. Menurut Kepala Seksi Industri Logam dan Elektronik Disperindagkop UMKM DIY, database mengenai pelaku industri kreatif di Yogyakarta baru mulai dibuat pada tahun 201613. Industri kreatif juga masih belum masuk dalam perhitungan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) kota Yogyakarta. Padahal data lengkap berbagai aspek industri kreatif ini sangat penting untuk mendukung perkembangan ekonomi kreatif di Yogyakarta. Jika sumbangsih ekonomi kreatif terhadap PDRB Yogyakarta dapat dihitung, maka evaluasi kemampuan kota untuk menjadi kota kreatif dapat segera dilakukan.

Gambar 3. Aplikasi Kain Tradisional Lurik dalam Gaya Busana Masa Kini Karya Lulu Lutfi Labibi, Desainer Muda Asal Yogyakarta

(http://mithakomala.blogspot.co.id/2012/12/jakarta-fashion-week-2013-day-5-erasmus.html, diakses pada 23 November 2015, 05.49 WIB)

Dalam iklim kreatif yang optimal, anak muda di Yogyakarta sangatlah potensial untuk menciptakan inovasi-inovasi dalam industri kreatif. Aktivitas dan komunitas kreatif yang mayoritas beranggotakan anak muda memang banyak bertebaran di kota ini. Mereka terus diharapkan agar dapat menciptakan suatu inovasi dengan identitas Yogyakarta. Namun pengetahuan dan keterampilan dasar bagi penciptaan produk dengan ciri khas Yogyakarta masih dianggap

13

Tribunjogja.com, “Sultan Beri Peluang Industri Digital Kreatif”, Tribun Jogja (27 Agustus 2015), diakses dari http://jogja.tribunnews.com/2015/08/27/sultan-beri-peluang-industri-digital-kreatif pada 30 September 2015.

(9)

9 bersifat eksklusif dan kaku. Iklim kreatif yang ada saat ini cenderung mengekspos hasil dan menyembunyikan proses. Adanya sarana edukasi yang mendukung inovasi berkelanjutan bagi produk khas Yogyakarta berikut sarana eksperimen, produksi, dan promosinya dapat membuat iklim kreatif di kota ini semakin inovatif dan produktif.

1.2 Permasalahan

1.2.1 Permasalahan Umum

a. Banyaknya sumber daya manusia dan komunitas kreatif berkualitas di Yogyakarta tidak diikuti dengan adanya lingkungan terintegrasi beriklim kreatif untuk melahirkan ide-ide inovatif di tengah persaingan industri saat ini.

b. Minimnya fasilitas publik yang mendorong pertukaran ide melalui diskusi antar-pelaku kegiatan kreatif dari berbagai subsektor.

c. Minimnya fasilitas publik yang mendukung pembelajaran kreatif non-formal melalui interaksi antara profesional dengan amatir maupun awam.

1.2.2 Permasalahan Khusus

a. Mewujudkan tahapan berjenjang sebagai proses pencapaian kreativitas melalui unsur spasial dalam bangunan.

b. Menciptakan konsep perencanaan dan perancangan bangunan yang mendorong kreativitas melalui kolaborasi pengguna.

c. Menciptakan konsep perencanaan dan perancangan bangunan yang fleksibel dan memungkinkan untuk beradaptasi dengan kebutuhan kreatif pengguna.

d. Menciptakan konsep perencanaan dan perancangan bangunan yang mendukung kegiatan kreatif dari segi edukasi, promosi, eksperimen dan produksi.

(10)

10

1.3 Tujuan dan Sasaran Pembahasan

1.3.1 Tujuan

Merumuskan sebuah konsep perencanaan dan perancangan Ruang Kreatif Publik yang berperan sebagai sarana berkumpul, berinteraksi, dan bereksperimen serta mendukung fungsi edukasi, produksi, dan promosi yang mendorong terjadinya tahapan berjenjang dalam proses kreatif sehingga dapat diapresiasi sebagai tipologi bangunan baru yang turut mengembangkan iklim kreatif di kota Yogyakarta.

1.3.2 Sasaran

Mewujudkan konsep perencanaan dan perancangan Ruang Kreatif Publik sebagai lingkungan beriklim inovatif yang dapat diakses secara bebas oleh masyarakat, baik profesional, amatir, maupun awam, sebagai pembentuk mindset dan moodset kreatif yang merupakan modal utama dalam pengembangan ekonomi kreatif.

1.4 Ruang Lingkup Penulisan

Perumusan konsep perencanaan dan perancangan Ruang Kreatif Publik di Yogyakarta sebagai wadah kegiatan kreatif berupa diskusi, edukasi (lokakarya), promosi (pameran dan fungsi komersial), eksperimen, serta produksi dengan penekanan pada proses kreatif dan kaitannya dengan unsur spasial. Ruang Kreatif Publik ini akan berfokus pada subsektor kerajinan yang tidak terlepas dari peran subsektor lain sebagai pendukung terbentuknya kerajinan tersebut.

1.5 Metode Penulisan

1.5.1 Pengumpulan Data a. Studi literatur

Studi literatur dilakukan untuk mencari data mengenai standard bangunan kreatif publik (creative space/creative center), yakni kebutuhan ruang dan dimensinya, layout denah, bentuk, sirkulasi, dan zonasi yang dapat mendukung fungsi bangunan terkait dengan interaksi, inovasi, dan kreativitas.

(11)

11 b. Survey lapangan

Survey lapangan dilakukan terhadap tapak terpilih untuk mendapatkan data berupa foto dan skema terkait kondisi eksisting tapak dan lingkungan sekitar, serta pengaruh lingkungan sekitar terhadap tapak.

c. Studi kasus

Studi kasus dilakukan untuk mempelajari bangunan-bangunan serupa yang telah ada, kekurangan, dan kelebihannya, untuk kemudian digunakan sebagai komparasi terhadap rancangan.

1.5.2 Analisis

Analisis secara kualitatif dan kuantitatif terhadap data-data yang terkumpul melalui studi literatur, survey lapangan, dan studi kasus mengenai fasilitas yang dibutuhkan untuk Pusat Kreatif (Creative

Space/Creative Center) dan tipologi sejenis sebagai acuan dan standard

bagi perancangan Ruang Kreatif Publik. 1.5.3 Sintesis

Sintesis merupakan proses perwujudan hasil analisis data menjadi suatu konsep perancangan dengan pendekatan yang mendukung tujuan desain.

1.6 Sistematika Penulisan

BAB I: PENDAHULUAN

Berisi latar belakang permasalahan yang menunjukkan perlu adanya Ruang Kreatif Publik di Yogyakarta, fokus permasalahan, tujuan dan sasaran penulisan, lingkup pembahasan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

BAB II: TINJAUAN UMUM

Membahas hasil kajian pustaka dan hasil pengumpulan informasi mengenai kreativitas, proses dan kegiatan kreatif, industri kreatif khususnya subsektor kerajinan di Indonesia dan Yogyakarta. Dalam bab ini dibahas juga mengenai definisi Ruang Kreatif Publik, fasilitas yang ada di dalamnya, serta bangunan-bangunan pusat kreatif yang telah ada di Indonesia maupun

(12)

12 mancanegara sebagai komparasi dan preseden bagi Ruang Kreatif Publik yang akan didesain.

BAB III: RUMUSAN TIPOLOGIS RUANG KREATIF PUBLIK

Berisi paparan dan analisis mengenai definisi Ruang Kreatif Publik, fungsi dan tujuan, kegiatan di dalam Ruang Kreatif Publik, target pengguna, serta potensi pengelolaannya. Dibahas pula mengenai analisis fasilitas utama, fasilitas penunjang, serta estimasi besaran kebutuhan ruang dalam Ruang Kreatif Publik.

BAB IV: TINJAUAN TAPAK

Memaparkan tinjauan dan analisis lokasi tapak dan kondisi eksisting, serta analisis lingkungan sekitar tapak yang akan berpengaruh terhadap perancangan Ruang Kreatif Publik.

BAB V: GAGASAN TAHAPAN BERJENJANG DALAM PROSES KREATIF

Berisi paparan teori yang digunakan sebagai dasar dalam perumusan konsep perancangan Ruang Kreatif Publik dengan mengacu pada tujuan serta sasaran yang ingin dicapai.

BAB VI: KONSEP PERANCANGAN DAN PERENCANAAN

Pemaparan gambaran konsep perencanaan dan perancangan Ruang Kreatif Publik dan penerapannya dari segi keruangan, elemen spasial, serta konfigurasi ruang, baik dalam konsep makro, messo, maupun mikro.

1.7 Keaslian Penulisan

Berikut tersaji perbandingan dari berbagai laporan penelitian yang memiliki kata kunci „pusat kreatif‟ dan „kreativitas‟ sebagai bukti keaslian penulisan laporan penelitian ini.

Tabel 1. Daftar Perbandingan Judul Laporan Penelitian

No Judul Laporan Penulis Tipologi Pendekatan/

Penekanan

1. Youth Business Park

di Yogyakarta sebagai Pusat Bisnis Industri Kreatif dengan Pendekatan

Urbanscape

Sudarman, Riastika Adi

(13)

13

No Judul Laporan Penulis Tipologi Pendekatan/

Penekanan 2. Sanggar Kreativitas untuk Penyandang Disabilitas di Yogyakarta Ridwan, Arbi Surya Satria Sanggar Optimalisasi potensi budaya yogyakarta sebagai media edukasi 3. Pusat Kreativitas Anak di Yogyakarta Arifin, Andi Ainul

Mixed Use Kebutuhan anak

4. Sekolah Dasar: Ruang sebagai Media

Pengembangan Kreativitas Anak

Yasmine, Nina Sekolah Ruang sebagai media pengembangan kreativitas anak 5. Sanggar Musik di Kota Lama Semarang sebagai Fasilitas Hiburan dan Pengembangan Kreativitas Putranto, Iwan Widdi Sanggar - 6. Ruang Kreatif Publik di Yogyakarta dengan Penekanan pada Tahapan Berjenjang sebagai Proses Pencapaian Kreativitas Melalui Unsur Spasial Lareki, Brillian Kenya Ruang Kreatif Publik Tahapan berjenjang sebagai proses pencapaian kreativitas melalui unsur spasial

(E-Library Perpustakaan Departemen Teknik Arsitektur dan Perencanaan)

Dari daftar tersebut tidak ditemukan adanya laporan penelitian yang mengangkat tipologi ruang kreatif publik maupun penekanan pencapaian kreatif melalui unsur spasial.

Gambar

Diagram 1. Pemetaan Daya Saing Industri Kreatif
Diagram 2. Rata-Rata Kontribusi Subsektor Kreatif terhadap Industri Kreatif  (2006-2010)
Gambar 1. Pawai Pembukaan Festival Kesenian Yogyakarta yang Melibatkan  Berbagai Komunitas
Gambar 2. Perajin Menenun Benang untuk Dijadikan Berbagai Macam Kerajinan di  Bantul, Yogyakarta
+4

Referensi

Dokumen terkait

Penyusunan kurikulum Program Studi Teknologi Produksi dan Pengolahan Garam mengacu pada rambu-rambu yang tercantum pada SK Mendiknas No. Pada SK Mendiknas No.

Seperti pada daerah kardia, kelenjar pilorus disusun oleh sel-sel kuboidal yang berfungsi menghasil- kan mukus untuk melindungi mukosa usus dari asam lambung serta

Dengan hasil penelitian ini dapat dilihat keakuratan diagnostik potong beku, sitologi imprint intraoperasi, dan gambaran USG pada pasien dengan diagnosa tumor ovarium untuk

Sungai Siring (Tersebar) (Bankeu Provinsi APBP-P Tahun 2017) (Pembayaran Kewajiban Kepada Pihak Ketiga Tahun

Dalam rangka memberikan jaminan mutu atas pelaksanaan abdimas, dilakukan proses monitoring dan evaluasi oleh LPPM melalui staf PPM dan/atau key person dari jurusan yang

Pemodelan penyelesaian permasalahan penjadwalan ujian Program Studi S1 Sistem Mayor-Minor IPB menggunakan ASP efektif dan efisien untuk data per fakultas dengan mata

Pendekatan dapat diartikan sebagai metode ilmiah yang memberikan tekanan utama pada penjelasan konsep dasar yang kemudian dipergunakan sebagai sarana

Suku bunga efektif adalah suku bunga yang secara tepat mendiskontokan estimasi penerimaan atau pembayaran kas di masa datang (mencakup seluruh komisi dan bentuk