dibuat dari kuning telor; warna biru dari sejenis bunga; warna merah dari sejenis buah. Para pelukis itu membuat ikonnya sambil mendaraskan doa batin (kita tahu doa batin yang terkenal dari Gereja Timur adalah Doa Yesus, yang menjadi bagian integral dari hidup doa kita), supaya orang-orang yang akan berdoa dengan menggunakan ikon itu dapat menyelami dan menghayati misteri yang dilukiskan di situ. Setelah lukisan itu selesai, orang tidak memasangnya dengan memberi pigura atau bingkai, karena bingkai akan memberi batas pada lukisan itu, sedangkan misteri yang dilukiskan di situ adalah misteri-misteri yang tidak terbatas. Jadi lukisan itu juga harus
Andrei Rublev, seorang rahib dari Gereja Ortodox ritus Byzantin di Rusia, membuat ikon Allah Tritunggal
ini sekitar tahun 1410-1425. Sebelum dia sudah ada orang-orang lain yang membuat ikon Allah Tritunggal
untuk mengajarkan dogma tentang Allah Tritunggal yang sangat sulit dipahami oleh umat yang umumnya
tentang Allah yang satu tetapi tiga Pribadi itu, misalnya bidaah Arianisme. Mereka menemukan sebuah
gambaran tentang Allah Tritunggal dalam kisah biblis Abraham menjamu tiga orang tamu yang misterius (Kej
18: 1-22). Dalam ikon-ikon yang dibuat sebelumnya orang sering kali menampilkan juga Abraham dan Sara,
sebagai fokus dalam ikonnya. Detail-detail lain yang dia pandang tidak perlu dia buang, supaya tidak mengalihkan
perhatian orang dari fokus itu tadi. Beberapa gambaran yang masih dia pakai dari kisah Abraham itu diberi arti
yang baru, yaitu kemah Abraham menjadi rumah Allah, istana yang abadi; pohon tarbantin di Mamre menjadi
sekarang diletakkan di dalam piala yang ada di tengah-tengah meja. Dengan demikian darah anak lembu itu
diangkat menjadi bermakna Ekaristi, Darah Anak Domba Allah, Sang Penebus dunia.
Kejeniusan Andrei Rublev yang muncul dalam ikon Allah Tritunggal inilah yang menyebabkan ikon ini dipandang sebagai “ikon dari segala ikon”, karena memiliki nilai artistik yang paling indah dan nilai teologis yang paling mendalam dari antara semua ikon lainnya. Keindahannya pertama-tama terletak dalam kemampuan ikon ini untuk menggambarkan ke-tritunggal-an Allah: esa namun tritunggal; satu Allah namun tiga Pribadi; dan dalam ikon ini bisa kita lihat bahwa ketiga Pribadi Allah itu benar-benar setara dan satu dalam hakikat dan kodrat. Hal ini tampak dalam kasih, kedamaian, keteduhan, istirahat, dan keharmonisan yang terpancar dari ketiga Malaikat yang duduk pada satu meja dan berdialog itu. Tongkat yang ada di tangan masing-masing Malaikat itu menyatakan martabat raja. Jadi ketiganya setara dalam martabat sebagai raja. Sedangkan warna-warna yang lembut dari jubah ketiga Malaikat itu melukiskan bahwa mereka itu tidak mempunyai bobot, ringan, sehingga mampu menggambarkan bahwa ketiga Pribadi itu bukan makhluk dari materi (benda), melainkan Roh. Selain itu, di bagian tepi lukisan ini digunakan warna-warna yang makin terang dan tipis, untuk menyampaikan pesan bahwa misteri
sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya.
Maka sebagai ungkapan penghormatan dan penyembahan kepada Allah Tritunggal dan
misteri-Nya yang agung dan mulia itu dalam Ibadat Harian Gereja Ortodox didoakan doa Trisagion (artinya: kudus
tiga kali), yaitu doa para malaikat dan orang-orang kudus di surga di hadapan Allah, yang disebut dalam Kitab
Allah kudus, kudus dan kuat, kudus dan kekal, kasihani kami.
Allah kudus, kudus dan kuat, kudus dan kekal, kasihani kami.
Ya Tritunggal yang Mahakudus, kasihanilah kami. Tuhan, terimalah kurban silih atas dosa-dosa
kami ini. Guru, ampunilah segala kesalahan kami. Engkau yang kudus, lindungilah kami dan
Doa inilah yang juga merupakan kekuatan dari Ibadat Harian Putri Karmel dan CSE ini, karena
dengan menyembah kemaha-kudusan Allah Tritunggal dalam doa, kita akan senantiasa diingatkan
untuk selalu hidup di hadirat-Nya dan menimba segala rahmat dari-Nya, sehingga dapat ikut
dan Penebusan-Nya serta tugas perutusan yang terkandung di dalamnya (Sumber:
Evdokimov, Paul.
The Art of the Icon: theology
and beauty, Oakwood Publications, California, 1996 dan
Boguslawski, Alexander,