• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN TENTANG INSTITUSI POLITIK PERAN KONSTITUSI DAN SISTEM PEMILIHAN SERTA EKSEKUTIF, LEGISTATIF DAN YUDIKATIF

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN TENTANG INSTITUSI POLITIK PERAN KONSTITUSI DAN SISTEM PEMILIHAN SERTA EKSEKUTIF, LEGISTATIF DAN YUDIKATIF"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

i KAJIAN TENTANG INSTITUSI POLITIK “PERAN KONSTITUSI DAN

SISTEM PEMILIHAN SERTA EKSEKUTIF, LEGISTATIF DAN YUDIKATIF”

Dosen Pengampu: Isnaini Muallidin, S.IP., M.P.A.

Disusun Oleh:

Diah Wahyuningsih 20140520036 Irma Herlina 20140520030

Akbar 20140520140

Vikri Yordhanda 20140520289 Rido Argo Mukti 20140520098 Riyan Prayitno 20140520229

ILMU PEMERINTAHAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

(2)

ii KATA PENGATAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat, berkat, rahmat dan hidayahnya yang begitu melimpah bagi penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Kajian Tentang Institutisi Politik “Konstitusi Dan Sistem Pemilihan Serta Eksekutif, Legistatif Dan Yudikatif” tanpa ada halangan apapun.

Makalh ini disusun dengan maksud untuk memenuhi tugas kuliah Perbandingan Pemerintahan dengan Dosen pengampu Bapak Isnaini Muallidin, S.IP., M.P.A. Selama pengerjaan makalah ini kami mengalami beberapa hambatan, namun berkat dukungan dari banyak pihak kami dapat menyelesaikan dengan tepat waktu.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih terdapat beberapa kekurangan dan oleh karena itu kami tetap terbuka untuk menerima masukan, kritik, dan saran dari para pembaca dan khususnya Isnaini Muallidin, S.IP., M.P.A., agar nantinya kami dapat lebih baik lagi. Akhirnya kami sangat berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca dan menambah khasanah ilmu kepenulisan.

Yogyakarta, 19 Maret 2017

(3)

iii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan dan Manfaat ... 3

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Institusi Politik ... 4

2.2 Konstitusi dan Sistem Pemilihan ... 4

2.2 Eksekutif ... 9

2.3 Legislatif ... 13

2.4 Yudikatif ... 18

BAB III KESIMPULAN 3.1 Kesimpulan ... 25

(4)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jika menelaah teori hukum alam, bahwa manusia sejak dahulu selalu hidup bersama-sama dalam suatu kelompok (zoon politicon). Dalam kelompok manusia, mereka berjuang bersama-sama mempertahankan hidupnya mencari makan, melawan bahaya dan bencana serta melanjutkan keturunannya. Mereka berinteraksi, mengadakan hubungan sosial, dan bertempat tinggal sama maka inilah awal mula negara dan membutuhkan pemimpin, Kepada pemimpin diberikan kekuasaan-kekuasaan tertentu dan kelompok manusia diharuskan menaati peraturan-peraturan perintah pemimpinnya.

Dalam suatu negara, terdapat banyak fungsi. Dalam sejarah negara, ada tiga fungsi kekuasaan yang dikenal secara klasik dalam teori hukum maupun politik, yaitu fungsi legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Ini merupakan institusi yang menjalankan fungsi negara. Satu lembaga hanya boleh menjalankan satu fungsi, dan tidak boleh saling mencampuri urusan masing-masing dalam arti yang mutlak (sparation of power). Artinya jika tidak demikian, nama kebebasan akan terancam. Hal ini dapat dilihat bahwa hubungan antar cabang kekuasaan dan ketiganya bersifat sederajat dan saling mengendalikan satu sama lain sesuai dengan prinsip checks and balances (Syahpurti 2014).

Di sisi lain, perkembangan masyarakat, baik secara ekonomi, politik, dan sosial budaya, serta pengaruh globalisme dan lokalisme, menghendaki struktur organisasi negara lebih responsif terhadap tuntutan mereka serta lebih efektif dan efisien dalam melakukan pelayanan publik dan mencapai tujuan penyelenggaraan pemerintahan. Perkembangan tersebut berpengaruh terhadap struktur organisasi negara, termasuk bentuk-bentuk dan fungsi-fungsi lembaga negara.

Lembaga negara merupakan lembaga pemerintahan negara yang berkedudukan di pusat yang fungsi, tugas, dan kewenangannya diatur secara tegas dalam suatu Undang-undang suatu negara. Kemudian, setelah perkembangan zaman semakin maju, fungsi lembaga negara dibagi lagi menjadi banyak bagian. Pembagian ini meliputi fungsi kelompok (partai politik dan kelompok kepentingan) yang keduanya memiliki arti dan peran penting dalam negara.

(5)

Istilah politik sering dikaitkan dengan bermacam-macam kegiatan dalam sistem politik ataupun Negara yang menyangkut proses penentuan tujuan maupun dalam melaksanakan tujuan tersebut. Di samping itu juga menyangkut pengambilan keputusan (decisionmaking) tentang apakah yang menjadi tujuan sistem politik yang menyangkut seleksi antara beberapa alternatif serta penyusunan untuk membuat skala prioritas dalam menentukan tujuan-tujuan itu. Namun menurut Brendan O’Leary dari Syahpurti 2014 ilmu politik merupakan disiplin akademis, dikhususkan pada penggambaran, penjelasan, analisis dan penilaian yang sistematis mengenai politik dan kekuasaan.

Institusi politik atau yang lebih dikenal sebagai lembaga-lembaga politik merupakan kajian terhadap lembaga-lembaga politik khususnya peranan konstitusi, eksekutif, birokrasi, yudikatif, partai politik dan sistem pemilihan. Sebagian besar kademisi tertarik pada penelusuran asal-usul dan perkembangan lembaga-lembaga politik dan memberikan deskripsi-deskripsi fenomenologis; memetakan konsekuensi-konsekuensi formal dan prosedural dari institusi-institusi politik. Banyak para ahli politik kontemporer yang menghabiskan waktunya untuk memonitor, mengevaluasi, dan menghipotesiskan tentang asal-usul, perkembangan dan konsekuensi-konsekuensi lembaga-lemabag politik, seperti aturan-pluralitas sistem pemilihan atau organisasi-organisasi pemerintahan yang semu.

Dinamika institusi politik dalam bernegara sangat menarik untuk dikaji, karena lembaga-lembaga Negara merupakan pondasi penting untuk mengantar kepada hakikat tujuan bernegara. Seperti peranan konstitusi, eksekutif, birokrasi, yudikatif, partai politik dan sistem pemilihan. Fenomena institusi setiap Negara berbeda hal itu dipengaruhi oleh bentuk negara, bentuk pemerintahan dan jenis kekuasaan. Dari penjelasan diatas maka pada pembahasan akan dijelaskan fenomena peranan konstitusi, eksekutif, birokrasi, yudikatif, partai politik dan sistem pemilihan dalam lingkup kenegaraan.

B. Permasalahan

Beberapa permasalahan yang diangkat dari judul adalah sebagai berikut; 1. Apa pengertian dari institusi politik ?

(6)

3. Apa saja bagian-bagian dari lembaga negara legislatif, eksekutif, dan yudikatif?

C. Tujuan dan Manfaat

Tujuan, memberikan pengetahuan dan bentuk edukasi kepada masyarakat tentang arti penting dari peranan konstitusi, eksekutif, birokrasi, yudikatif, partai politik dan sistem pemilihan yang ada di negara, khususnya Indonesia. Sebagai bentuk pembelajaran, serta tujuan mengidentifikasi seberapa jauh peranan konstitusi, eksekutif, birokrasi, yudikatif, partai politik dan sistem pemilihan dalam mewujudkan tujuan bernegara. Manfaatnya, pengetahuan warga negara untuk memahami dan mencermati arti negara, jalannya suatu negara beserta konstitusi, eksekutif, birokrasi, yudikatif, partai politik dan sistem pemilihan.

(7)

BAB II ISI DAN PEMBAHASAN

A. Pengertian Institusi Politik

Konsep Institusi politik diartikan sama dengan lembaga negara, secara terminologis memiliki banyak istilah. Kepustakaan Inggris, sebutan lembaga negara menggunanakan istilah “political Institution”, sedangkan dalam kepustakaan Belanda dikenal dengan istilah “staat organen”. Sementara itu, bahasa Indonesia menggunakan istilah “lembaga negara, badan negara, atau organ negara”. Istilah institusi, dari bahasa Latin, instituere, artinya sesuatu yang diwujudkan. Maksudnya, institusi adalah kegiatan manusia yang berwujud.

Institusi politik merupakan bentuk dari proses-proses sosial yang mengatur susunan masyarakat. Ini menggambarkan bahwa kepentingan kumpulan manusia tertentu dijaga dan dipertahankan oleh mereka melalui proses penyertaan dan keterlibatan politik. Dalam sistem pemerintahan negara terdapat tiga institusi politik utama yaitu Legislatif, Eksekutif dan Kehakiman. Namun, fungsi beberpaa institusi politik lain juga memainkan peran dalam pemerintahan sebuah negara. Antara lain partai politik, birokrasi, dan kelompok kepentingan.

B. Konstitusi dan Sistem Pemilihan 1. Konstitusi

Kata “Konstitusi” berarti “pembentukan”, berasal dari kata kerja yaitu “constituer” (Perancis) atau membentuk. Yang dibentuk adalah negara, dengan demikian konstitusi mengandung makna awal (permulaan) dari segala peraturan perundang-undangan tentang negara. Belanda menggunakan istilah “Grondwet” yaitu berarti suatu undang-undang yang menjadi dasar (grond) dari segala hukum. Indonesia menggunakan istilah Grondwet menjadi Undang-undang Dasar. Sedangkan pengertian konstitusi menurut para ahli:

1. K.C. Wheare, konstitusi adalah keseluruhan sistem ketaatanegaraaan suatu negara yang berupa kumpulan peraturan yang membentuk mengatur /memerintah dalam pemerintahan suatu negara.

2. Herman heller, konstitusi mempunyai arti luas daripada UUD. Konstitusi tidak hanya bersifat yuridis tetapi juga sosiologis dan politis.

(8)

3. Lasalle, konstitusi adalah hubungan antara kekuasaaan yang terdapat di dalam masyarakat seperti golongan yang mempunyai kedudukan nyata di dalam masyarakat misalnya kepala negara angkatan perang, partai politik. Adapun tujuan dari konstitusi antara lain;

1. Membatasi kekuasaan penguasa agar tidak bertindak sewenang-wenang maksudnya tanpa membatasi kekuasaan penguasa, konstitusi tidak akan berjalan dengan baik dan bisa saja kekuasaan penguasa akan merajalela Dan bisa merugikan rakyat banyak.

2. Melindungi Ham maksudnya setiap penguasa berhak menghormati Ham orang lain dan hak memperoleh perlindungan hukum dalam hal melaksanakan haknya.

3. Pedoman penyelengaraan negara maksudnya tanpa adanya pedoman konstitusi negara kita tidak akan berdiri dengan kokoh.

Bila dilihat dari fungsinya, maka konstitusi dapat dibagi menjadi 2 yaitu : 1. Membagi kekuasaan dalam negara.

2. Membatasi kekuasaan pemerintah atau penguasa dalam negara.

Secara Vertikal yaitu pembagian kekuasaan menurut tingkatanya yang di maksud ialah pembagian kekuasaan antara beberapa tingkat pemerintahan. Carl J Friedrich memakai istilah pembagian kekuasaan secara territorial. Pembagian kekuasaan ini dengan jelas dapat kita saksikan kalau kita bandingkan antara negara kesatuan, negara federal, serta konfederasi. Di samping itu kita melihat bahwa konstitusi itu mengatur juga pembagian kekuasaan dalam negara. Macam-macam konstitusi tersebut adalah :

a. Konstitusi Unitaris. b. Konstitusi Federalistis. c. Konstitusi Konfederalistis

Secara Horizontal yaitu pembagian kekuasaan menurut fungsinya. Pembagian kekuasaan ini menunjukkan pula perbedaan antara fungsi-fungsi pemerintahan yang bersifat legislative, eksekutif dan yudikatif yang lebih dikenal sebagai Trias Politica. Fungsi konstitusi dapat dijelaskan sebagai berikut :

Di dalam negara-negara yang mendasarkan dirinya atas demokrasi konstitusional, maka konstitusi mempunyai fungsi yang khas yaitu membatasi

(9)

kekuasaan pemerintahan sedemikian rupa sehingga penyelenggaraan kekuasaan tidak bersifat sewenang-wenang. Dengan demikian di harapkan hak-hak warga negara akan lebih terlindung. Gagasan ini dinamakan konstitusionalisme.

2. Sistem Pemilihan

Pengaturan pemilihan umum di Indonesia sangat beragam, ada pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Gubernur, Bupati, Walikota, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi dan Kabupaten/Kota. Sebelum mengetahui lebih lanjut mengenai Pasal yang mengatur tentang Pemilihan Umum dalam Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen, ada baik mengetahui tentang Asas penyelenggaraan Pemilihan Umum di Indonesia yang juga diatur dalam Pasal 22E Ayat (1) yang berbunyi “Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali”. Mengenai penyelenggara Pemilihan umum diatur dalam Pasal 22E Ayat (5) yang berbunyi : “Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.”. Sedangkan mengenai Pasal-pasal yang mengatur tentang Pemilihan Umum dalam Undang-undang Dasar 1945 Amandemen diantaranya: I. Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden

Pasal 6 Ayat (1)

Calon Presiden dan calon Wakil Presiden harus seorang warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah mengkhianati negara, serta mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden.

Pasal 6 Ayat (2)

Syarat-syarat untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden diatur lebih lanjut dengan undang-undang.

Pasal 6A Ayat (1)

Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara

langsung oleh rakyat. Pasal 6A Ayat (2)

Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum.

(10)

Pasal 6A Ayat (3)

Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden. Pasal 6A Ayat (4)

Dalam hal tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih, dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara langsung dan pasangan yang memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden.

Pasal 6A Ayat (5)

Tata cara pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden lebih lanjut diatur dalam undang-undang.

Pasal 7

Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.

Pasal 8 Ayat (1)

Jika Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia digantikan oleh Wakil Presiden sampai habis masa jabatannya.

Pasal 8 Ayat (2)

Dalam hal terjadi kekosongan Wakil Presiden, selambat-lambatnya dalam waktu enam puluh hari, Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan sidang untuk memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diusulkan oleh Presiden. Pasal 8 Ayat (3)

Jika Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan, pelaksana tugas kepresidenan adalah Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pertahanan secara bersama-sama. Selambat-lambatnya tiga puluh hari setelah itu, Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan sidang untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden dari dua pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calon Presiden dan Wakil Presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya, sampai berakhir masa jabatannya.

Pasal 22E Ayat (2)

Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

(11)

Pasal 22E Ayat (6)

Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undang -undang.

II. Pemilihan Umum DPR Pasal 2 Ayat (1)

Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang.

Pasal 19 Ayat (1)

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dipilih melalui pemilihan umum. Pasal 22E Ayat (2)

Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Pasal 22E Ayat (3)

Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik.

Pasal 22E Ayat (6)

Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undang -undang.

III. Pemilihan Umum DPD Pasal 2 Ayat (1)

Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang.

Pasal 22C Ayat (1)

Anggota Dewan Perwakilan Daerah dipilih dari setiap provinsi melalui pemilihan umum

Pasal 22C Ayat (2)

Anggota Dewan Perwakilan Daerah dari setiap provinsi jumlahnya sama dan jumlah seluruh anggota Dewan Perwakilan Daerah itu tidak lebih dari sepertiga jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat.

Pasal 22E Ayat (2)

Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

(12)

Pasal 22E Ayat (4)

Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah adalah perseorangan.

Pasal 22E Ayat (6)

Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undang -undang.

C. Eksekutif

Tugas badan eksekutif menurut ajaran trias po litica yaitu melaksanakan kebijaksanaanya yang telah ditetapkan oleh badan legislatif serta menyelenggarakan undang-undang yang dibuat oleh badan legislatif. Menurut Harold J Laski, lembaga eksekutif adalah: “alat yang berkewajiban melaksanakan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan oleh badan pembuat Undang-Undang dan bekerja di bawah pengawasan badan pembuat Undang-Undang.” Di negara demokratis badan eksekutif biasanya terdiri dari kepala negara beserta menteri-menterinya. Eksekutif adalah pelaku utama kekuasaan negara. Pelakasana tugas eksekutif dilakukan oleh sebuah organ yang disebut kabinet.

Kekuasaan Presiden sebagai Kepala Eksekutif Presiden sebagai pemegang kekuasaan eksekutif mempunyai tugas melaksanakan undang - undang akan tetapi selain tugas melaksanakan undang- undang presiden juga memiliki berbagai kekuasaan dan wewenang dalam rangka mencapai tujuan negara. Ismail Suni mengemukakan bahwa kekuasaan umum eksekutif adalah berasal dari UUD yang antara lain :

a. Kekuasaan Administratif Presiden

Penyelenggaraan kekuasaan eksekutif dapat dibedakan antara kekuasaan penyelenggaraan pemerintahan yang bersifat umum dan pemerintahan yang bersifat khusus. Presiden sebagai Kekuasaan penyelenggaraan pemerintahan bersifat umum adalah kekuasaan menyelenggarakan administrasi negara. Sedangkan kekuasaan penyelenggaraan negara yang bersifat khusus adalah penyelenggaran tugas dan wewengan pemerintahan.

b. Kekuasaan Legislatif

Bertolak dari ajaran trias po litica Montesquie maka presiden mempunyai kekuasaan eksekutif yaitu menjalankan undang-undang. Kekuasaan legislatif

(13)

berada di tangan parlemen. UUD 1945 mempraktikkan ajaran trias politica tetapi tidak dalam arti separation of power akan tetapi dalam bentuk distribut in of power. Wewenang presiden dalam bidang legislatif yaitu pembentukan undang-undang, penetapan peraturan pemerintah (pp), dan penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu).

c. Kekuasaan Yudikatif

Kekuasaan presiden di bidang yudikatif adalah kekuasaan presiden memberikan grasi, abolisi, amnesti dan rehabilitasi. Kekuasaan ini sering juga disebut dengan kekuasaan preogratif presiden. Pascaamandemen UUD 1945 ketentuan pemberian grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi mengalami perubahan yang diatur dalam Pasal 14 UUD 1945 yang berbunyi:

1. Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan Mahkamah Agung

2. Presiden memberi Amnesti dan Abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR

Dengan adanya persyaratan bahwa presiden harus memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung dan DPR dalam pemberian grasi, rehabilitasi, amnesti dan abolisi maka proses check and balances dalam penyelenggaraan pemerintahan dapat berjalan baik.

d. Kekuasaan Militer

Pasal 10 UUD 1945 menentukan presiden memegang kekuasaan tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara. Dan Pasal 11 UUD 1945 menentukan bahwa presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain sebagaimana ditentukan dalam Pasal 11 UUD 1945. Pascaamandemen UUD 1945 ketentuan Pasal 11 dirubah menjadi tiga ayat, yakni ayat (1) Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain. Perang berakibat luas terhadap kehidupan rakyat. Kewenangan presiden untuk menyatakan perang harus dengan persetujuan DPR sebagai lembaga perwujudan kedaulatan rakyat yang benar-benar memberikan pertimbangan dari berbagai aspek kepada presiden tentang urgensi perang tersebut.

(14)

e. Kekuasaan Diplomatik

Dalam pasal 11 UUD 1945 ditentukan bahwa selain memiliki kewenangan menyatakan perang, presiden juga mempunyai kewenangan membuat perdamaian dan perjanjian internasional. Perjanjian-perjanjian yang tidak mempunyai dampak kepada APBN, politik dalam negeri dan politik luar negeri tidak perlu dilakukan dengan persetujuan DPR. Pasal 11 ayat (2) UUD 1945 pascaamandemen menentukan bahwa presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara dan mengharuskan perubahan atas persetujuan DPR. Pascaamndemen lahirlah UU No.24 Tahun 2000 tidak membedakan antara treaty dan agreement melainkan hanya perjanjian internasional. Dengan adanya persyaratan persetujuan dari DPR maka perjanjian yang dibuat presiden tidak atas kemauan sendiri. Perjanjian internasional yang dibuat dengan presiden dengan persetujuan DPR diharapkan dapat bermanfaat bagi bangsa dan peningkatan kesejahteraan rakyat.

f. Tugas dan Wewengan Presiden

Tugas dan wewenang pemerintahan dapat dikelompokkan dalam beberapa golongan yaitu:

1. Tugas dan wewenang administrasi di bidang keamanan dan ketertiban umum. Tugas utama pemerintahan adalah memelihara dan menjaga serta menegakkan ketertiban umum dan keamanan. Pembukaan UUD 1945 alinea keempat dengan tegas menyebutkan bahwa tujuan Indonesia merdeka adalah melindu ngi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.

2. Tugas dan wewenang menyelenggarakan tata usaha pemerintahan Tugas ketatausahaan dilaksanakan oleh Sekretaris Negara juga dilaksanakan oleh departemen -departemen dan badan-badan negara. Tugas ketatausahaan negara juga menyangkut pelayanan administrasi kepada masyarakat. 3. Tugas dan wewenang administrasi negara di bidang pelayanan umum

Tugas dan wewenang dalam pelayanan umum sering disebut dengan public service. Pelayanan umum meliputi penyediaan rumah sakit, jalan, pendidikan, panti sosial, subsidi, dan pemberian izin bidang usaha.

(15)

4. Tugas dan wewenang administrasi negara di bidang penyelenggaraan kesejahteraan umum

5. Pada alinea keempat UUD 1945 disebutkan bahwa yang menjadi tujuan Indonesia merdeka adalah untuk memajukan kesejahteraan umum. Pemerintah mempunyai tugas dan kewajiban untuk meningkatkan kesejahteraan umum dengan menetapkan kebijakan pembangunan di bidang ekonomi

Secara sederhana, tugas badan eksekutif meliputi pelaksanaan undang - undang yang telah ditetapkan oleh lembaga legislatif. Dalam perkembangan negara modern, wewenang badan eksekutif jauh lebih luas daripada hanya melaksanakan Undang - Undang Dasar, bahkan dalam negara modern badan eksekutif sudah mengganti badan legislatif sebagai pembuat kebijakan yang utama. Di luar dari konteks kekuasaan Presiden sebagai kepala pemerintahan sebagaimana disebutkan di atas, presiden juga memiliki kekuasaan sebagai kepala Negara yaitu:

1. Memegang kekuasaan tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Udara, dan Angkatan Laut.

2. Menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain dengan persetujuan DPR.

3. Dalam membuat perjanjian lainnya yang menimbulkan akibat luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara, dan / atau mengharuskan perubahan atau pembentukan UU harus dengan persetujuan DPR.

4. Menyatakan kondisi bahaya, Ketentuan dan akibat kondisi bahaya ditetapkan dengan UU.

5. Mengangkat Dutadan Konsul, Dalam mengangkat Duta, memperhatikan pertimbangan DPR.

6. Menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan DPR.

7. Memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung (MA).

(16)

8. Memberi abolisi dan amnesti dengan memperhatikan pertimbangan DPR.

9. Memberi gelar, tanda jasa dan lain-lain tanda kehormatan yang diatur dengan Hukum.

10. Membentuk dewan pertimbangan yang bertugas member nasehat dan pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutnya diatur dengan Undang -Undang.

11. Membahas Rancangan Undang-Undang untuk mendapatkan persetujuan bersama DPR.

12. Mengkonfirmasi Rancangan Undang-Undang yang telah disetujui bersama DPR untuk menjadi UU.

13. Dalam hal ihwal kegentingan memaksa, Presiden berhak menetapkan Peraturan Pemerintah sebagai pengganti UU.

14. Mengajukan RUU APBN untuk dibahas bersama DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD.

15. Meresmikan anggota Badan Pemeriksa Keuangan yang telah dipilih oleh DPR atas dasar pertimbangan DPD.

16. Menetapkan Calon Hakim Agung yang diusulkan Komisi Yudisial dan telah mendapat persetujuan DPR untuk menjadi Hakim Agung.

17. Mengangkat dan memberhentikan anggota Komisi Yudisial dengan persetujuan DPR.

18. Menetapkan dan mengajukan anggota hakim konstitusi.

D. Legislatif (Lembaga Perwakilan)

Konsep perwakilan tidak lahir bersamaan dengan dengan lahirnya ilmu politik. Pada masa Yunani kuno tidak dikenal konsep perwakilan politik. Istilah perwakilan baru dikenal pada masa Romawi kuno, meskipun tidak bermakna politik. Di dalam bahasa Romawi ‘representation’ berasal dari kata ‘represeanture’ yang dapat diartikan sebagai sekelompok orang yang mewakili orang lain. Konsep perwakilan paling tidak ada emapat hal. Pertama, adalah sekelompok orang yang mewakili, yang manifestasinya ke bentuk lembaga perwakilan, organisasi, gerakan, dan lembaga lain. Kedua, adanya kelompok yang

(17)

diwakili yang terdiri dari pendapat, kepentingan dan presfektif. Ketiga, adanya sekelompok yang diwakili dan terakhir konteks politik di man perwakilan itu berlangsung.

Konstruksi demokrasi di dalam politik indonesia adalah menggunakan demokrasi perwakilan. Sistem dimana masyarakat indoensia terlibat secara langsung dalam prose pemilihan. Oleh karena itu esensi penting dalam perwakilan adalah adanya sekelompok yang berperan besar untuk mewakilkan kepentingan-kepentingan kecil. Sebagai wakil harus bertindak sebagaiman yang dihendaki yang diwakili dan memiliki kemampuan independen dari keinginan yang terwakili.

Adanya proses seleksi para wakil rakyat baik secara politik teritorial dan fungsional yang duduk di lembaga perwakilan memiliki implikasi terhadap kosnstruksi perwakilan itu sendiri. Sistem bikameral adalah wujud institusional dari lembaga perwakilan atau parlemen sebuah negar yang terdiri dari dua kamar (Majelis). Majelis yang anggotanya dipilih dan mewakili rakyat yang berdasarkan jumlah penduduk secar generik disebut majelis pertama atau majelis rendah dan juga dikenal sebagi lembaga perwakilan. Majelis yang anggotanya dipilih atau diangkat dengan dasar lain (bukan jumlah penduduk) desebut majelis kedua atau majelis tinggi dan disebagian besar negara disebut sebagi Senat.

Sebagai pembanding, dapat dilihat sistem ketatanegaraan Amerika Serikat yang bikameral (dua kamar). Di negara tersebut kekuasaan legislatif ada di tangan Kongres yang terdiri atas dua kamar yaitu The House of Representatives dan Senates. Kongres terdiri atas The House of Representatives dan Senates. Anggota The House of Representatives terdiri atas wakil-wakil partai politik. Anggota Senates terdiri atas wakil-wakil negara bagian. Kongres tidak berdiri sebagai badan tersendiri oleh sebab ia hanya ada berkat gabungan antara anggota The House of Representatives dan Senates.

Hasil studi IDEA (Institute For Democracy and Electoral Asistance). Diindikasikan dari 54 negara di Dunia yang dianggap sebagai negara Demokrasi, sebanyak 32 negara memilih bikameral, sedangkan 22 negara memilih unikameral. Ini menunjukan di sebagian besar negara menganut paham demokrasi, beranggapan sistem bikameral lebih cocok. Dari 32 negara yang

(18)

memiliki sistem bikameral tersebut, 20 dia antaranya adalah negara kesatuan (Yusuf. 2013). Dengan demikian sistem bikameral tidak hanya berlaku di negar federal. Negara demokrasi dengan jumlah penduduk besar umumnya memiliki dua majelis.

Selanjutnya Spektrum negara-negara ASEAN. Tercatat dari 10 negara anggota ASEAN, diantaranya 7 negara menganut sistem demokrasi dan 3 (Brunei, Myanmar dan Vietnam) menganut paham yang berdeda. Dari 7 negara yang menganut sistem demokrasi tersebut, 5 negara menerapkan sistem parlemen bikameral, ayitu amsing masing Malaysia, Philipina, Kamboja, Thailand (sebelum kudeta militer) dan Indonesia. Kontrusksi bikameral mencerminkan pandangan bahwa terdapat dua perwakilan dalam lembaga legislatif di Indonesia yang terdiri dari:

a. Kamar I

Dewan Perwakilan Rakyat (seterusnya disingkat DPR) adalah suatu struktur legislatif yang punya kewenangan membentuk undang-undang. Dalam membentuk undang-undang tersebut, DPR harus melakukan pembahasan serta persetujuan bersama Presiden. Fungsi-fungsi yang melekat pada DPR adalah: (1) fungsi anggaran; (2) fungsi legislasi; dan (3) fungsi pengawasan. Hak selanjutnya diatur daam UU RI No. 27 Tahun 2009 Tentang Susunan dan Kedudukan (susduk) MPR, DPR, DPD dan DPRD. Dalam menjalankan fungsi-fungsi tersebut, setiap anggota DPR memiliki hak interpelasi, hak angket, hak menyatakan pendapat, hak mengajukan pertanyaan, hak menyampaikan usul, dan hak imunitas.

DPR merupakan sebuah lembaga yang menjalankan fungsi perwakilan politik (political representative) karena menurut Jimly Asshiddiqie fungsi legislatif berpusat di tangan DPR. Anggotanya terdiri atas wakil-wakil partai politik. Anggota DPR melihat segala masalah dari kacamata politik. Melalui lembaga ini, masyarakat di suatu negara diwakili kepentingan politiknya dalam tata kelola negara sehari-hari. Kualitas akomodasi kepentingan sebab itu bergantung pada kualitas anggota dewan yang dimiliki.

DPR memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan. Fungsi legislasi adalah fungsi membentuk undang-undang bersama dengan

(19)

Presiden. Fungsi anggaran adalah menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara bersama Presiden. Fungsi pengawasan adalah mengawasi jalannya pemberlakuan suatu undang-undang oleh DPR berikut aktivitas yang dijalankan Presiden. Selain itu, Hak DPR selaku Perseorangan meliputi (1) Hak Mengajukan RUU; (2) Hak mengajukan pertanyaan; (3) Hak menyampaikan usul dan pendapat; (4) Hak memilih dan dipilih; (5) Hak membela diri; (6) Hak imunitas; (7) Hak protokoler; dan, (8) Hak keuangan dan administratif. Untuk melaksanakan tugas dan wewenangnya, DPR membentuk Alat Kelengkapan DPR yang terdiri atas: (1) Pimpinan DPR; (2) Badan Musyawarah; (3) Komisi; (4) Badan Legislasi; (5) Panitia Anggaran; (6) Badan Urusan Rumah Tangga; (7) Badan Kerja Sama Antar-Parlemen; (8) Badan Kehormatan; dan (9) Panitia Khusus.

(20)

b. Kamar II

Dewan Perwakilan Daerah (selanjutnya disebut DPD) merupakan kamar kedua sebagai wakil daerah. Struktur legislatif yang relatif baru dalam sistem politik Indonesia. Anggota DPD dipilih dari setiap provinsi melalui pemilihan umum, dan jumlah anggota DPD di setiap provinsi adalah sama. Namun, Undang-undang Dasar 1945 mengatur bahwa jumlah total anggota DPD ini tidak boleh melebihi 1/3 (sepertiga) jumlah anggota DPR. DPD bersidang sedikitnya satu kali dalam setahun. Jimly Asshiddiqie menyatakan bahwa awalnya DPD dimaksudkan sebagai kamar kedua (second chamber, bicameral) Indonesia. Namun, ketentuan kamar kedua harus memenuhi persyaratan bikameralisme: Kedua kamar sama-sama punya otoritas menjalankan fungsi legislatif. DPD sama-sama sekali tidak punya kekuasaan legislatif. Pasal 22D UUD 1945 menyiratkan tidak ada satupun kekuasaan DPD untuk membuat UU, meskipun berhubungan dengan masalah daerah.

Sehubungan dengan fungsi di atas mengusulkan, ikut membahas, dan memberikan pertimbangan DPD juga punya hak untuk mengawasi pelaksanaan setiap undang-undang berkait masalah di atas. Namun, sebagai hasil pengawasan, DPD tidak dapat bertindak langsung oleh sebab mereka harus menyampaikan terlebih dahulu kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti. Dalam konteks pembuatan undang-undang, DPD amat bergantung kepada DPR.

Fungsi DPD adalah mengajukan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat-daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi daerah, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Selain mengajukan rancangan undang-undang dalam konteks yang telah disebut, DPD juga ikut serta dalam membahas rancangan undang-undang yang mereka ajukan ke DPR. Juga, DPD dapat memberikan pertimbangan kepada DPR atas rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara dan yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama. Kehadiran DPD memberi alternatif dan solusi atas polapenataan sistem politik yang sentralistik. Sesuai amanat pertama didirikannya DPD RI yaitu berkeinginan menjadi lembaga yang

(21)

mengakomodasikan daerah yang sejalan dengan otonomi daerah. Maka dari itu tugas dan wewenang DPD harus dijalankan sesuai UU RI No 7 Tahun 2009.

Dilain sisi anggota MPR adalah kolektivitas dari seluruh anggota DPR-RI ditambah seluruh anggota DPD. Hanya anggota DPR-RI dan DPD saja yang dipilih rakyat secara langsung. MPR merupakan struktur legislatif yang cuma berkedudukan di tingkat pusat. MPR bersidang sedikitnya 5 (lima) tahun sekali dan setiap keputusannya diambil dengan suara terbanyak. Tugas dan wewenang MPR digariskan oleh Pasal 2 UUD 1945 yang meliputi tiga hal yaitu: (1) Mengubah dan menetapkan Undang-undang Dasar; (2) Melantik Presiden dan Wakil Presiden; dan (3) Memberhentikan Presiden dan Wakil Presiden dalam masa jabatan menurut Undang-undang Dasar.

Fungsi MPR yang pertama dan ketiga bukanlah fungsi yang rutin dilakukan (jarang). Fungsi melantik Presiden dan Wakil Presiden pun sekadar seremonial, karena MPR sekadar melakukan upacara. Perlu diingat, yang memilih Presiden dan Wakil Presiden bukan lagi MPR, tetapi rakyat secara langsung. Sebab itu, MPR tidak dapat menghambat jalannya pelantikan dengan kuorum kehadiran anggota mereka apalagi jumlah suara yang setuju/tidak setuju pelantikan tersebut.

E. Yudikatif

Badan Yudikatif Indonesia berfungsi menyelenggarakan kekuasaan kehakiman. Di Indonesia, kini dikenal adanya tiga badang yang berkaitan dengan penyelenggaraan kekuasaan tersebut. Badan-badan itu adalah Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, dan Komisi Yudisial.

Kekuasaan Negara yang absolut (mutlak) yang menguasai seluruh bidang kehidupan negara sentalistik dalam satu kekuasaan akan melahirkan hasil yang tidak efektif dan efisien bahkan cenderung menyimpang dari konstitusi dan peraturan yang berlaku. Untuk itu kenyataan ini mendorong para filosof untuk mencari solusi mengenai upaya distribusi kekuasaan agar merata dan tidak menumpuk pada satu orang atau institusi kekuasaan saja. Pemikiran yang dilahirkan oleh para filosof tersebut adalah salah satunya berupa teori Trias

(22)

Politica. Teori ini menyatakan bahwa kekuasaan negara perlu dilakukan pemisahan dalam tiga bagian yaitu kekuasaan Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif.

Pemisahan ini ditujukan untuk menciptakan efekstivitas dan evisiensi serta transparansi pelaksanaan kekuasaan dalam negara sehingga tujuan nasional suatu negara dapat terwujud dengan maksimal. Khusus mengenai Yudikatif adalah fungsi untuk mengadili penyelewengan peraturan yang telah dibuat oleh Legislatif dan dilaksanakan oleh Eksekutif. Dalam sejarahnya, Indonesia telah mengalami rotasi pergantian kekuasaan. Ini ditandai dengan adanya masa kekuasaan yang dikenal dengan tiga masa, yaitu masa Orde Lama, masa Orde Baru, dan masa Orde Reformasi.

Disetiap masa memiliki ciri khas kekuasaan yang berbeda-beda. Dari perbedaan setiap masa, dapat dilihat cara dalam menerapkan kekuasaannya terhadap lembaga-lembaga yang terdapat pada masa itu. Kekuasaan Yudikatif mungkin juga berbeda perananya dalam setiap adanya tiga masa kekuasaan tersebut. Maka disini kami penulis menulis makalah dengan judul “ Fungsi Lembaga Yudikatif dalam Sistem Politik Indonesia Masa Orde Baru dan Reformasi”. Kami hanya mengambil dari dua masa terakhir.

1. Pengertian Badan Yudikatif

Badan Yudikatif adalah suatu badan yang memiliki sifat teknis-yuridis yang berfungsi mengadili penyelewengan pelaksanaan konstitusi dan peraturan perundang-undangan oleh institusi pemerintahan secara luas serta bersifat independent (bebas dari intervensi pemerintah) dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya (Rahman, 2007:215). Badan Yudikatif pada umumnya yang ada bahwa tiap negara hukum masih berpegang pada prinsip bebas dari campur tangan Badan Eksekutif. Tujuannya adalah agar Badan Yudikatif dapat berfungsi dengan baik demi penegakan hukum dan keadilan serta menjamin Hak Asasi Manusia. Pasal 10 Declaration of Human Rights, memandang kebebasan dan tidak memihaknya badan-badan pengadilan di dalam tiap-tiap negara sebagai sesuatu hal yang esensiil. Di beberapa negara jabatan Hakim di angkat untuk seumur hidup. Contoh, Amerika Serikat dan Indonesia.

(23)

2. Badan Yudikatif di Indonesia a. Mahkamah Agung

Mahkamah Agung Indonesia adalah peradilan yang menganut sistem kontinental. Dalam sistem tersebut, Mahkamah Agung merupakan pengadilan kasasi yang bertugas membina keseragaman dalam penerapan hukum dan menjaga agar semua hukum dan Undang-Undang di seluruh wilayah negara ditetapkan secara tepat dan adil serta memiliki sifat yang netral dari intervensi pemerintah (independent). Menurut UU No. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman tanggal 17 Desember 1970, antara lain dalam pasal 10 ayat 2 disebutkan bahwa Mahkamah Agung adalah Pengadilan Negara tertinggi dalam arti Mahkamah Agung sebagai badan pengadilan kasasi (terakhir) bagi putusan-putusan yang berasal dari Pengadilan-pengadilan lain yaitu yang meliputi keempat lingkungan peradilan yang masing-masing terdiri dari:

a. Peradilan Umum b. Peradilan Agama c. Peradilan Militer

d. Peradilan Tata Usaha Negara.

Bahkan Mahkamah Agung merupakan pengawas tertinggi atas perbuatan Hakim dari semua lingkungan peradilan. Sejak tahun 1970 tersebut Mahkamah Agung mempunyai organisasi, administrasi, dan keuangan sendiri. Mahkamah Agung menjalankan tugasnya dengan melakukan 5 fungsi yang sebenarnya sudah dimiliki sejak Hooggerechtshof, sebagai berikut :

a. Fungsi Peradilan b. Fungsi Pengawasan c. Fungsi Pengaturan d. Fungsi Memberi Nasihat e. Fungsi Administrasi

Fungsi Peradilan. Pertama, membina keseragaman dalam penerapan hukum melalui putusan kasasi dan peninjauan kembali. Kedua, memeriksa dan memutuskan perkara tingkat pertama dan terakhir semua sengketa tentang kewenangan mengadili, permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, sengketa akibat perampasan kapal asing dan muatannya

(24)

oleh kapal perang RI. Ketiga, memegang hak uji materiil, yaitu menguji ataupun menilai peraturan perundangan di bawah undang-undang apakah bertentangan dengan peraturan dari tingkat yang lebih tinggi.

Fungsi Pengawasan. Pertama, Mahkamah Agung adalah pengawas tertinggi terhadap jalannya peradilan di semua lingkungan peradilan. Kedua, Mahkamah Agung adalah pengawas pekerjaan pengadilan dan tingkah laku para Hakim dan perbuatan pejabat pengadilan dalam menjalankan tugas yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas pokok kekuasaan kehakiman, yaitu menerima, memeriksa, mengadili, dan menyelesaikan setiap perkara yang diajukan. Ketiga, Mahkamah Agung adalah pengawas Penasehat Hukum (Advokat) dan Notaris sepanjang yang menyangkut peradilan, sesuai Pasal 36 Undang-undang nomor 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung).

Fungsi Mengatur. Dalam fungsi ini, Mahkamah Agung mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan apabila terdapat hal-hal yang belum diatur dalam Undang-undang tentang Mahkamah Agung. Fungsi Nasehat. Pertama, Mahkamah Agung memberikan nasehat ataupun pertimbangan dalam bidang hukum kepada Lembaga Tinggi Negara lain. Kedua, Mahkamah Agung memberi nasehat kepada Presiden selaku Kepala Negara dalam rangka pemberian/penolakan Grasi dan Rehabilitasi.

Fungsi Administratif. Pertama, mengatur badan-badan Peradilan (Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer, dan Peradilan Tata Usaha Negara) sesuai pasal 11 ayat 1 Undang-undang nomor 35 tahun 1999. Kedua, mengatur tugas dan tanggung jawab, susunan organisasi dan tata kerja Kepaniteraan Pengadilan.

Saat ini, Mahkamah Agung memiliki sebuah sekretariat yang membawahi Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum, Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama, Direktorat Jenderal Badan Peradilan Tata Usaha Negara, Badan Pengawasan, Badan Penelitian dan Pelatihan dan Pendidikan, serta Badan Urusan Administrasi. Badan Peradilan Militer kini berada di bawah pengaturan Direktorat Jenderal Badan Peradilan Tata Usaha Negara.

Mahkamah Agung memiliki sebelas orang pimpinan yang masing-masing memegang tugas tertentu. Daftar tugas pimpinan tersebut tergambar melalui

(25)

jabatan yang diembannya yaitu: (1) Ketua; (2) wakil ketua bidang yudisial; (3) wakil ketua bidang non yudisial; (4) ketua muda urusan lingkungan peradilan militer/TNI; (5) ketua muda urusan lingkungan peradilan tata usaha negara; (6) ketua muda pidana Mahkamah Agung RI; (7) ketua muda pembinaan Mahkamah Agung RI; (8) ketua muda perdata niaga Mahkamah Agung RI; (9) ketua muda pidana khusus Mahkamah Agung RI, dan; (10) ketua muda perdata Mahkamah Agung RI. Selain para pimpinan, kini Mahkamah Agung memiliki 37 orang Hakim Agung sementara menurut Undang-undang Nomor 5 tahun 2004 Mahkamah Agung diperkenankan untuk memiliki Hakim Agung sebanyak-banyaknya enam puluh (60) orang.

b. Mahkamah Konstitusi

Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir (sifatnya final) atas pengujian undang-undang terhadap UUD 1945, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Mahkamah Konstitusi juga wajib memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden/Wapres diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa penkhianatan terhadap negara, korupsi, tindak penyuapan, tindak pidana berat atau perbuatan tercela. Atau, seputar Presiden/Wapres tidak lagi memenuhi syarat untuk melanjutkan jabatannya. Mahkamah Konstitusi hanya dapat memproses permintaan DPR untuk memecat Presiden dan atau Wakil Presiden jika terdapat dukungan sekurang-kuranya dua per tiga dari jumlah anggota DPR yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya dua per tiga dari jumlah anggota DPR. Susunan Mahkamah Konstitusi terdiri atas 9 orang anggota Hakim konstitusi yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Dari 9 orang tersebut, 1 orang menjabat Ketua sekaligus anggota, dan 1 orang menjabat wakil ketua merangkap anggota. Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi masing-masing menjabat selama 3 tahun.

Selama menjabat sebagai anggota Mahkamah Konstitusi, para Hakim tidak diperkenankan merangkap profesi sebagai pejabat negara, anggota partai

(26)

politik, pengusaha, advokat, ataupun pegawai negeri. Hakim Konstitusi diajukan 3 oleh Mahkamah Agung, 3 oleh DPR, dan 3 oleh Presiden. Seorang Hakim konstitusi menjabat selama 5 tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk 1 kali masa jabatan lagi.

Hingga kini, beberapa perkara telah diperiksa oleh Mahkamah Konstitusi. Perkara-perkara tersebut misalnya Pengujian Undang-undang Nomor 11 tahun 2008 tetang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan Pemohon Edy Cahyono, et.al. Perkara lainnya misalnya Pengujian Undang-undang Nomor 36 tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-undang nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Atau, yang bersangkutan dengan hasil pemilu seperti Permohonan Keberatan terhadap Penetapan Perhitungan Suara Hasil Pemilukada Kabupaten Belu Putaran II tahun 2008.

c. Komisi Yudisial

Komisi Yudisial tidak memiliki kekuasaan Yudikatif. Kendati Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 menempatkan pembahasan mengenai Komisi Yudisial pada Bab IX tentang Kekuasaan Kehakiman, tetapi komisi ini tidak memiliki kekuasaan kehakiman, dalam arti menegakkan hukum dan keadilan serta memutus perkara. Komisi Yudisial, sesuai pasal 24B UUD 1945, bersifat mandiri dan berwenang mengusulkan personalia Hakim berupa pengajuan calon Hakim Agung kepada DPR sehubungan dengan pengangkatan Hakim Agung. Komisi ini juga mempunyai wewenang dalam menjaga serta menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku Hakim. Dengan demikian, Komisi Yudisial lebih tepat dikategorikan sebagai Independent Body yang tugasnya mandiri dan hanya berkait dengan kekuasaan Yudikatif dalam penentuan personalia bukan fungsi yudikasi langsung. Peraturan mengenai Komisi Yudisial terdapat di dalam Undang-undang nomor 22 tahun 2004 tentang KomisiYudisial. Komisi Yudisial memiliki wewenang mengusulkan pengangkatan Hakim Agung kepada DPR dan menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku Hakim. Dalam melakukan tugasnya, Komisi Yudisial bekerja dengan cara:

(1) melakukan pendaftaran calon Hakim Agung; (2) melakukan seleksi terhadap calon Hakim Agung;

(27)

(3) menetapkan calon Hakim Agung,

(4) mengajukan calon Hakim Agung ke DPR.

Pada pihak lain, Mahkamah Agung, Pemerintah, dan masyarakat juga mengajukan calon Hakim Agung, tetapi harus melalui Komisi Yudisial. Dalam melakukan pengawasan terhadap Hakim Agung, Komisi Yudisial dapat menerima laporan masyarakat tentang perilaku Hakim, meminta laporan berkala kepada badan peradilan berkaitan dengan perilaku Hakim, melakukan pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran perilaku Hakim, memanggil dan meminta keterangan dari Hakim yang diduga melanggar kode etik perilaku Hakim, dan membuat laporan hasil pemeriksaan yang berupa rekomendasi dan disampaikan kepada Mahkamah Agung dan atau Mahkamah Konstitusi serta tindasannya disampaikan kepada Presiden dan DPR. Anggota Komisi Yudisial diangkat oleh Presiden dengan persetujuan DPR. Sebelum mengangkat, Presiden membentuk Panitia Seleksi Pemilihan Anggota Komisi Yudisial yang terdiri atas unsur pemerintah, praktisi hukum, akademisi hukum, dan anggota masyarakat. Seorang anggota Komisi Yudisial yang terpilih, bertugas selama 5 tahun dan dapat dipilih kembali untuk 1 periode. Selama melaksanakan tugasnya, anggota Komisi Yudisial tidak boleh merangkap pekerjaan sebagai pejabat negara lain, Hakim, advokat, notaris/PPAT, pengusaha/pengurus/karyawan BUMN atau BUMS, pegawai negeri, ataupun pengurus partai politik

(28)

BAB III KESIMPULAN

Dari pembahasan diatas maka dapat diambil kesimpulan antara lain;

1. Dalam sejarah negara, ada tiga fungsi kekuasaan yang dikenal secara klasik dalam teori hukum maupun politik, yaitu fungsi legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Ini merupakan institusi yang menjalankan fungsi negara. Satu lembaga hanya boleh menjalankan satu fungsi, dan tidak boleh saling mencampuri urusan masing-masing dalam arti yang mutlak (sparation of power).) yang keduanya memiliki arti dan peran penting dalam negara. 2. Konstitusi berarti pembentukan yang dibentuk adalah negara, dengan

demikian konstitusi mengandung makna awal (permulaan) dari segala peraturan perundang-undangan tentang negara. Tujuan dari konstitusi antara lain; 1) Membatasi kekuasaan penguasa agar tidak bertindak sewenang-wenang. 2) Melindungi Ham maksudnya setiap penguasa berhak menghormati Ham orang lain dan hak memperoleh perlindungan hukum dalam hal melaksanakan haknya. 3) Pedoman penyelengaraan negara maksudnya tanpa adanya pedoman konstitusi negara kita tidak akan berdiri dengan kokoh.

3. Tugas badan eksekutif menurut ajaran trias po litica yaitu melaksanakan kebijaksanaanya yang telah ditetapkan oleh badan legislatif serta menyelenggarakan undang-undang yang dibuat oleh badan legislatif. Kekuasaan Presiden sebagai Kepala Eksekutif Presiden sebagai pemegang kekuasaan eksekutif mempunyai tugas melaksanakan undang-undang akan tetapi selain tugas melaksanakan undang- undang presiden juga memiliki berbagai kekuasaan dan wewenang dalam rangka mencapai tujuan negara. 4. Konstruksi demokrasi di dalam politik indonesia adalah menggunakan

demokrasi perwakilan. Sistem dimana masyarakat indoensia terlibat secara langsung dalam prose pemilihan. Oleh karena itu esensi penting dalam perwakilan adalah adanya sekelompok yang berperan besar untuk mewakilkan kepentingan-kepentingan kecil. Sebagai wakil harus bertindak sebagaiman yang dihendaki yang diwakili dan memiliki kemampuan independen dari keinginan yang terwakili.

(29)

5. Badan Yudikatif Indonesia berfungsi menyelenggarakan kekuasaan kehakiman. Di Indonesia, kini dikenal adanya tiga badang yang berkaitan dengan penyelenggaraan kekuasaan tersebut. Badan-badan itu adalah Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, dan Komisi Yudisial. Mahkamah Agung Indonesia adalah peradilan yang menganut sistem kontinental.

(30)

DAFTAR PUSTAKA

Syaputri, Y. 2014. Negara dan Institusi Politik Indonesia. Diakses pada tanggal 20 Maret 2017.

Yusuf. M. 2013. Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia. Graha Ilmu. Yogyakarta.

Halida, A. (2009). Presidensil. Partai Politik Dan Parlemen (Suatu Hubungan Eksekutif Dan Legislatif Dalam Sistem Politik Pascaamandemen UUD 1945). Skripsi. FISIP. Ilmu Politik.

Basri, S. 2009. Badan Legislatif di Indonesia. Diakses pada tanggal 20 Maret 2017

Mansoer, M. T. (1977). Pembahasan Beberapa Aspek Tentang Kekuasaan-Kekuasaan Eksekutif Dan Legislatif Negara Indonesia. (Doctoral Dissertation, [Yogyakarta]: Universitas Gajah Mada).

Setya, R. (2016). Hubungan Kelembagaan Antara Eksekutif Dan Legislatif Dalam Proses Penyusunan Dan Penetapan APBD Kota Semarang Tahun 2016. Jurnal. Fisip. Departemen Politik Dan Pemerintahan.

Gambar

Gambar 1. Didang Kegiatan Komisi pada Badan Perwakilan

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Mardalis (2004:58) teknik purposive yaitu pengambilan sampel pada pertimbangan dan tujuan tertentu yang dilakukan dengan sengaja Adapun pihak yang diwawancara

AB, sebaiknya melakukan transaksi penjualan-pembelian dengan pengusaha kena pajak, pastikan bahwa setiap faktur pajak dapat dikreditkan, memanfaatkan fasilitas yang dibebaskan PPN

Metode Geolistrik merupakan suatu metode Geofisika yang dapat mendeskripsikan lapisan bawah permukaan bumi berdasarkan nilai resistivitas dari litologi batuan

kehilangan  kesempatan  mengolah  pengalaman  penderitaan  itu  sebagai  proses   pertumbuhan

Dengan semakin meningkatnya jumlah dan jenis transaksi yang dilakukan oleh perusahaan multinasional tentu akan semakin menyulitkan otoritas pajak suatu negara untuk

connection between family policies and the recruiting of fe- male faculty. Although a department may want diversity in its faculty ranks, a person’s dilemma of choosing a job where

Jika usulan produk pada produk list yang berstatus pembahasan ditekan dan divisi asal produk tersebut sama dengan divisi asal user maka user dapat melihat opini-opini yang

Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintahan (LAKIP) Dinas Pertanian, Perhutanan dan Perkebunan Kabupaten Gianyar merupakan media akuntabilitas yang digunakan