• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mohammad Natsir Peneliti PUSTEKDATA, Lapan ABSTRACT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Mohammad Natsir Peneliti PUSTEKDATA, Lapan ABSTRACT"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

31

ANALISIS HASIL PENGOLAHAN DATA PALSAR ORTHO DAERAH

KALIMANTAN MENGGUNAKAN PIRANTI LUNAK

GAMMA

(

THE ANALYSIS OF THE KALIMANTAN PALSAR DATA ORTHO

CORRECTION USING GAMMA SOFTWARE

)

Mohammad Natsir Peneliti PUSTEKDATA, Lapan e-mail: [email protected]

ABSTRACT

It has been processed the K and C initiative PALSAR ALOS strips of Kalimantan that consist of 22 path and 277 standard images (scene) by using Gamma software. The aim of K and C initiative among others to track the carbon deposits in entire the world. In the processing it is needed ancillary data such as meta data of the satellite, sensor and SRTM DEM. The meta data can be extracted from the PALSAR data, whilst the calibrated o is calculated in the radiometric calibration. The calibrated o and SRTM

DEM are needed to find coarse LUT and Simulated SAR very useful in fine geocoding to get fine LUT and Geometric Terrain Correction. The radar Geometric Terrain Corrected image is matched with ortho-rectified optical data.

Keywords: Radar, Back cross section, Polarization, ALOS

ABSTRAK

Telah dilakukan pengolahan lajur data PALSAR ALOS K and C Initiative Kalimantan yang terdiri atas 22 jalur dan 277 citra standar menggunakan perangkat lunak Gamma. Tujuan dari K and C initiative antara lain mengikuti kandungan karbon di seluruh dunia. Dalam proses itu diperlukan data bantu seperti meta data satelit, sensor dan DEM SRTM. Meta data dapat diperoleh dengan mengekstraksikan data PALSAR, sedangkan

o dihitung melalui proses kalibrasi radiometric. Nilai

o hasil

kalibrasi dan DEM SRTM diperlukan untuk mendapatkan LUT kasar dan SAR simulasi yang sangat berguna dalam memperoleh LUT halus dan koreksi geometric terrain atau geometric terrain correction. Data radar terkoreksi geometric terrain cocok dengan data optis yang terkoreksi ortho.

Kata Kunci: Radar, Tampang Hamburan Balik, Polarisasi, ALOS

1 PENDAHULUAN

Salah satu satelit pembawa sensor Synthetic Aperture Radar (SAR) adalah Advanced Land Observation Satellite (ALOS) yang diluncurkan oleh Jepang pada tanggal 24 Januari 2006 di JAXA’s Tanegashima Space Center Jepang menggunakan roket H-IIA. Satelit ini berbobot 4000 kg, didesain untuk dapat beroperasi selama 3 – 5 tahun. Satelit ini mengorbit pada ketinggian sekitar 700 km di atas permukaan bumi. Misi utama ALOS adalah mencari pemecahan

masalah ketahanan pangan (food security), kelangkaan sumber air, mitigasi bencana, dan konservasi keanekaragaman hayati (biodiversity). Dalam menjalankan misi itu ALOS membawa tiga sensor yaitu Panchromatic Remote Sensing Instrument for Stereo Mapping (PRISM), Advanced Visible and Near Infrared Radiometer (AVNIR-2) dan Phased Array type L-Band Synthetic Aperture Radar (PALSAR), yang masing-masing dirancang untuk pemetaan digital elevasi (ketinggian) yang dapat menghasilkan data ketinggian,

(2)

32

pengamatan lahan secara teliti dan untuk menghasilkan data SAR atau radar pada band-L.

Periode kunjungan ulang (re-visiting period) dari satelit ALOS adalah 46 hari, akan tetapi untuk kepentingan pemantauan bencana alam atau kondisi darurat, satelit ALOS mampu melakukan observasi dengan selang waktu 2 hari. PALSAR dioperasikan pada gelombang mikro dengan frekuensi band-L dengan sudut 35º off-nadir yang dapat menembus awan, dapat melakukan pengamatan siang maupun malam dalam kondisi cuaca buruk sekalipun. PALSAR mem-berikan data radar yang lebih baik dibanding radar satelit generasi sebelumnya.

PALSAR merupakan radar dengan moda polarisasi penuh, dengan antena yang dapat diprogram sehingga dapat memancarkan dan menerima gelombang terpolarisasi horisontal pula (HH), dapat memancarkan dan menerima gelombang terpolarisasi vertikal (VV), serta memancarkan gelombang terpolarisasi horisontal dan menerima gelombang terpolarisasi vertikal (HV) atau sebaliknya (VH). PALSAR juga dapat beroperasi dengan moda polarisasi tunggal berkas halus (fine beam single polarisation) (HH atau VV), polarisasi ganda (HH + HV

atau VV + VH), atau polarisasi penuh (HH + HV + VH + VV). Selain itu PALSAR juga beroperasi dengan moda ScanSAR, dengan polarisasi tunggal. Frekuensi tengah (center band) dari radar adalah 1270 MHz dengan lebar pita (bandwidth) 28 MHz dalam moda polarisasi tunggal berkas halus dan 14 MHz dalam moda polarisasi empat ganda dan moda ScanSAR. Sudut off-nadir bervariasi antara 9,9° dan 50,8° (mid-swath), berkaitan dengan variasi sudut datang antara 7,9° dan 60,0°. Dalam moda ScanSAR 5-berkas, rentang sudut datang dari 18,0° hingga 43,0°.

Dalam rangka Kyoto and Carbon Initiative ditetapkan bahwa untuk memprediksi penyerapan karbon dunia melalui hutan alam tropis, 20 institusi internasional telah menjadikan hutan tropis Amazon dan Indonesia sebagai proyek percontohan. Sebagai tindak lanjutnya, pemerintahan Belanda datang ke Indonesia dan mengadakan data SAR sebagai alternatif penghitungan luas hutan di Indonesia. Data SAR yang diperoleh adalah PALSAR ALOS dari Jepang. LAPAN mengolah data ini dengan bantuan Universitas Wegeningen Belanda, Gamma Software House, dan SARVision, menggunakan perangkat lunak Gamma.

Gambar 1-1: Akuisisi data PALSAR ALOS (www.eorc.jaxa.jp)



(3)

33

Tujuan pembahasan ini adalah membandingkan data radar terkoreksi Geometric Terrain cocok dengan data optis yang terkoreksi ortho. Sasarannya adalah diperolehnya citra PALSAR ALOS terkoreksi ortho dan terain.

2 PENGOLAHAN DATA PALSAR

Sebagian data SAR yang diterima dari JAXA meliputi data daerah Kalimantan yang diakuisisi tahun 2008, 2009 dan 2010 dengan jalur akuisisi antara lain seperti pada Gambar 2-1. Untuk meliput seluruh Kalimantan diperlukan 22 lintasan yang dibagi dalam 277 citra standar (Hoekman, 2012),

yang termasuk dalam peta Reference System for Planning (RSP) ALOS, yakni dari RSP410 sampai dengan RSP431.

Data yang diperoleh diakuisisi dengan moda fine-beam single-polarization (HH) dan moda fine-beam double-polarization (HH dan HV). Karakteristik data mentah seperti pada Tabel 2-1.

Tahapan pengolahan awal (Werner, 2012) meliputi estimasi angka keraguan Doppler (Doppler ambiguity number) dan titik berat (Centroid). Spektrum Doppler di pusat sapuan merupakan kelipatan frekuensi pengulangan pulsa/Pulse

Repetition Frequency (PRF) yang

diperlihatkan pada Gambar 2-2.

Gambar 2-1: Sebagian jalur akuisisi PALSAR (Hoekman, 2012) Tabel 2-1: KARAKTERISTIK DATA MENTAH PALSAR FINE BEAM

Polarisasi Dual pol HH+HV atau VV+VH Single pol HH atau VV

Range Bandwidth 28 MHz (single pol), 14 MHz (dual pol)

Chirp Bandwidth 2.8 micro second

Range Sample Rate (IQ) 32.000 MHz

Number of Range Sample/ echo 10304

Number of echoes 32421

Number of bits per sample 5

(4)

34

Estimasi angka keraguan Doppler ditentukan menggunakan algoritma frekuensi ketukan multi-look (Multi-look beat frequency, MLBF) yang digambarkan oleh Cumming dan Wong (2005). Pusat berat Doppler sebagai fungsi range diestimasikan menggunakan metode Cross

Correlation pada garis-garis yang

berdekatan (Gambar 2-2).

Sinyal kompleks Level-1 diproses

menggunakan Gamma MSP untuk menghasilkan citra single-look complex (SLC) dan multi-look intensity (MLI). Dalam moda fine-beam chirp, sinyal dipancarkan pada frekuensi 28 MHz dalam waktu 27 mikro detik (Werner, 2012). Data mentah juga membawa informasi parameter citra seperti Tabel 2-2.

Gambar 2-2: Spektrum Doppler di pusat sapuan kelipatan FRP SAR (Werner, 2012)

(5)

35

Tabel 2-2: PARAMETER CITRA SLC PALSAR FINE-BEAM HH KALIMANTAN RSP422

Range samples: 9344 Azimuth samples: Range_looks Azimuth_looks 18432 1 1

Slant-range pixel spacing: 4.684257 m Azimuth pixel spacing: 3.210105 m

Azimuth angle 90o

Incidence angle (center-swath) 38.8332 o

Near range 846.01431 km

Doppler centroid

(center-swath): -1871 Hz

Dalam rangka program K and C initiative, LAPAN memperoleh data dengan format SLC path oriented. Data ini kemudian diolah dengan perangkat lunak GAMMA yang terdiri atas 5 langkah yaitu: (i) impor data dan ekstraksi meta data, (ii) kalibrasi radiometrik, (iii) geocoding kasar, (iv) geocoding halus, dan (v) koreksi terain geometrik dan koreksi terrain radiometrik.

Langkah pertama menghasilkan data mentah digital dan parameter data PALSAR. Parameter itu digunakan untuk mengkalibrasi data PALSAR pada langkah ke-2, yaitu proses multilook yang mengubah nilai digital menjadi bernilai dB dan menghasilkan data yang sudah terkalibrasi ° dan °. Geocoding kasar (coarse geocoding) dilakukan dengan masukan data yang sudah dikalibrasi bersama-sama dengan data DEM SRTM 90m. Dalam proses ini dilakukan penghitungan sudut datang lokal (local incidence angle), ukuran pixel sebenarnya, penutup rebah ke depan dan bayangan (lay over and shadow mask), citra SAR simulasi dan daftar pencarian kasar atau Look Up Table (LUT) kasar, yang nantinya digunakan untuk mencocokkan citra SAR dengan citra SAR simulasi. Kemudian dilakukan transformasi dari pixel SAR ke koordinat peta.

Selanjutnya geocoding halus (fine geocoding) dilakukan dengan mencocok-kan data terkalibrasi dan simulasi SAR, dengan menggunakan LUT kasar, sehingga menghasilkan LUT halus. LUT halus yang dijadikan masukan dalam

proses Geometric Terrain Correction (GTC) bersama-sama dengan data terkalibrasi radiometrik. Secara teoritis, koreksi radiometrik adalah mengubah regangan slant range ke ground range dengan menghitung sudut datang i menggunakan persamaan berikut (Elachi, 1988)

S i i S i i R d R R d 2 cos 2 2 2

(2-1) Dengan Rs adalah jarak antara sensor dan pusat planet bumi yang diperoleh dari parameter orbit satelit; Ri menyatakan jarak antara permukaan bumi dan pusat planet yang biasanya diperoleh dari ketinggian permukaan rata-rata; dan di ialah jarak antara sensor dan pixel i. Nilai-nilai ini diperoleh langsung dari data yang belum dikoreksi.

Proses terakhir adalah Terrain Radiometric Correction (RTC) yang ber-tujuan agar perbedaan penerangan akibat permukaan terrain tidak mempengaruhi nilai digital obyek permukaan bumi. Citra diperoleh dengan cara mengalikan nilai digital citra dengan faktor yang mempunyai rumusan sebagai berikut:

tan tan   f (2-2) Dengan  adalah sudut datang gelombang dan  adalah kemiringan permukaan yang diperoleh dari proses terdahulu, sehingga tidak terlihat adanya kemiringan permukaan yang bergelombang lagi. Alur pengolahannya diperlihatkan pada Gambar 2-3.

(6)

Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara Vol. 8 No. 1 Maret 2013 :31-39

36

Gambar 2-3: Diagram alir pengolahan citra SAR Gamma (Verhoeven 2012)

Sebagai contoh instruksi dalam pengolahan data dengan input data PALSAR RSP422 dan DEM SRTM resolusi 50 adalah sebagai berikut:

Palsar_ortho

/data1/inputdata/PALSAR-KC/RSP422_SLT20090226FBS343HH0_W1130422001-02_001/master/ RSP422_SLT20090226FBS343HH0_W1130422001-02_001_HDR /data1/ inputdata/SRTM/srtm4_borneo.bin 50

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Jalur data PALSAR ALOS format path oriented sebagai masukan disajikan dalam Gambar 3-1 (a), hasil pengolahan GTC disajikan dalam Gambar 3-1 (b), dan lokasi pencitraan pada Gambar 3-1 (c).

Data masukan yang path oriented

belum mengenal sistem koordinat. Bentuknya matriks yang terdiri atas kolom dan baris saja. Data berkode RSP422_SLT20090226FBS343HH0_W113 0422001-02_001 dalam Gambar 3-1 memuat informasi permukaan bumi yang membentang dari laut Jawa,

Impor Data dan Ekstraksi

Metadata

Data

PALSAR

KALIBRASI

RADIOMETRIK

CITRA BINER MENTAH DATA BANTU (PARAMETER) o atau o TERKALIBRASI

GEOCODING KASAR

LUTKasar SAR Simulasi

GEOCODING HALUS

LUTHalus

KOREKSI TERRAIN GEOMETRIK

KOREKSI TERRAIN RADIOMETRIK

DEM SRTM

CITRA GEOCODED TERRAIN TERKOREKSI

(7)

37

Banjarmasin sampai dengan pantai utara Sabah. Secara geometrik data PALSAR yang path oriented belum memuat informasi posisi-lokasi. Dalam koreksi geometrik, dilakukan proses geocoding yaitu pemberian label posisi-lokasi, sehingga data PALSAR memuat informasi posisi lokasi. Akibatnya posisi gambarnya menjadi miring mengikuti data lokasi yang termuat tersebut.

Pada data path oriented, posisi Sabah berada persis di atas Banjarmasin dan setelah dikoreksi citra menjadi miring ke kiri, sehingga antara gambar dan posisi menjadi sesuai. Kecerahan data awal yang path oriented itu hanya merupakan data yang memuat nilai digital saja dan tidak mempunyai arti apa-apa. Namun, setelah dilakukan kalibrasi, maka nilai digital tersebut memberikan nilai tampang hamburan radar (radar cross section) o atau o

dalam dB. Setiap jenis obyek mempunyai

o berbeda sehingga memberikan

hamburan balik yang berbeda. Meskipun demikian, tampang hamburan radar itu bukan satu-satunya faktor yang mem-pengaruhi besar hamburan balik. Hal ini menimbulkan kesukaran dalam

menebak obyek sasaran hanya

berdasarkan tampang hamburan saja. Pembesaran (zoom) daerah yang ada dalam kotak merah disajikan dalam Gambar 3-2. Gunung yang tampak adalah Gunung Raya (2278m) di Kalimantan Tengah. Pada data awal penampakan gunung ini mengalami layover. Pemancaran gelombang radar dari kiri diperlihatkan dengan kecerahan puncak gunung di sebelah kiri atau arah barat dengan sangat terang dan membentuk bayangan di sebelah kanan berintensitas rendah (hitam). Pada umumnya relief permukaan yang tidak rata terlihat dari adanya kecerahan di sebelah kiri dan bayangan di sebelah kanan.

(a) (b) (c)

(8)

38

Agar dapat digunakan untuk keperluan lebih lanjut, semua bayangan yang menutupi sebagian permukaan citra harus hilang. Untuk itu dilakukan pemrosesan sehingga seolah-olah seluruh permukaan disinari oleh cahaya yang sama, dilakukan koreksi radiometrik dengan mengalikan semua nilai digital citra dengan faktor f yang diperoleh dari persamaan 2-2. Hasil pemrosesan GTC dan RTC masing-masing disajikan pada

Gambar 3-3(a) dan Gambar 3-3(b). Hasil GTC maupun RTC di atas kemudian di-overlay dengan citra Landsat ortho INCAS daerah Kalimantan Selatan dan ternyata cocok (match) dengan citra Landsat Ortho. Namun citra overlay tidak dapat ditampilkan di sini. Hasil seluruh pulau Kalimantan telah dijadikan satu mozaik oleh Dirk Hoekman (Hoekman, 2011) seperti Gambar 3-4.

Gambar 3-2: Pembesaran (zoom) bagian citra daerah gunung Raya (2278 m) di Provinsi Kalimantan Tengah

(a) (b)

(9)

39

Gambar 3-4: Mosaik citra seluruh pulau Kalimantan (Hoekman, 2012)

4 KESIMPULAN

Dengan perangkat lunak gamma dan tanpa citra hasil antara, dapat dilakukan pengolahan data PALSAR ALOS yang hasilnya sesuai dengan peta citra ortho. Masukan harus berupa data SAR dengan format path oriented dan memerlukan data sekunder DEM SRTM.

DAFTAR RUJUKAN

Cumming, I. G. dan F. H. Wong, 2005. Digital Signal Processing of Synthetic Aperture Radar Data Algorithms and Implementation, Artech House, Norwood, MA.

Elachi, C., 1988. Spaceborne Radar Remote

Sensing: Application and

Techniques, IEEE Geoscience and Remote Sensing Society, 345 East

47th Street, New York.

Hoekman, D., 2011. Introduction to Remote Sensing Physic and Radar,

Environmental Science-

Wegeningen University.

Hoekman, D., 2012. Radar Processing Resultsr, Presentasi. http://www.eorc.jaxa.jp/ALOS/en/kc_ mosaic/kc_mosaic.htm, Juli 2012 http://www.members.chello.nl/~r.sugar diman/html/GEO_example_geoco ding.html.

Verhoeven, R., 2011. Gamma Image

Processing Chain, SARVision,

Bahan Workshop SARVision, Universitas Wegeningen.

Werner, C., 2012. PALSAR Processing” http://www.opengis.co.jp/htm/ gamma/.

Gambar

Gambar 1-1: Akuisisi data PALSAR ALOS (www.eorc.jaxa.jp)
Tabel 2-1: KARAKTERISTIK DATA MENTAH PALSAR FINE BEAM  Polarisasi  Single pol HH atau VV
Gambar 2-3: Doppler vs jumlah Sample Slant Range (Werner, 2012)
Gambar 2-3: Diagram alir pengolahan citra SAR Gamma (Verhoeven 2012)
+3

Referensi

Dokumen terkait

Pada diagram sebaran (distribusi) kelompok umur pasien dengan periksaan (hasil memeriksa) anti HCV positif didapatkan jumlah pasien terbanyak yaitu pasien kelompok umur 21 −

Untuk mengetahui exercise Half Semont Manuver lebih baik dari exercise Brandt-doroff Manuver dalam menggurangi keluhan vertigo pada gangguan fungsi Vestibular Posterior

Foam chamber didesain untuk mengalirkan foam dari storage kemudian bercampur dengan air dimana terdapat lubang udara yang berfungsi sebagai pembentuk buih yang sebenarnya dalam

serratifolia pada beberapa jenis pelarut, sehingga dihasilkan ekstrak metanol lebih banyak dalam melarutkan senyawa metabolit sekunder dibandingkan ekstrak N-heksan.. Widawati

Fungsi manajemen adalah proses pembagian tugas berdasarkan keahlian, kemampuan, keterampilan serta kompetensi dalam melaksanakan kegiatan atau fungsi

Bahwa penderita cacat kejiwaan yang melakukan tindak pidana sesuai dengan Pasal 44 ayat (1) KUHP, tidaklah dipidana karena penderita cacat kejiwaan tidak mampu

Selain di kotak gali, semen purba ini juga sudah ditemukan pada tebing undak antara Teras-1 dan Teras-2, dan juga pada sampel inti bor dari kedalaman 1 sampai 15

Konsep manajemen diri sebenarnya tidak jauh berbeda dengan konsep manajemen dalam ilmu ekonomi, karena dalam konsep manajemen diri yang dalam penelitian komunikasi