• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 LANDASAN TEORI"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Supply Chain Management (Manajemen Rantai Pasok)

Rantai pasok adalah jaringan perusahaan-perusahaan yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir. Perusahaan-perusahaan tersebut biasanya termasuk supplier, pabrik, distributor, toko, atau ritel, serta perusahaan-perusahaan pendukung seperti perusahaan jasa logistik (Pujawan, 2005).

Pada suatu rantai pasok biasanya ada 3 macam aliran yang harus dikelola. Pertama adalah aliran barang yang mengalir dari hulu (upstream) ke hilir (downstream). Contohnya adalah bahan baku yang dikirim dari supplier ke pabrik. Setelah produk selesai diproduksi, mereka dikirim ke distributor, lalu ke pengecer atau ritel, kemudian ke pemakai akhir. Yang kedua adalah aliran uang dan sejenisnya yang mengalir dari hilir ke hulu. Yang ketiga adalah aliran informasi yang bisa terjadi dari hulu ke hilir ataupun sebaliknya.

Istilah Supply Chain Management (SCM) pertama kali dikemukakan oleh Oliver & Weber pada tahun 1982. Apabila rantai pasok adalah jaringan fisiknya, yakni perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam memasok bahan baku, memproduksi barang, maupun mengirimkan ke pemakai akhir, SCM adalah metode, alat, atau pendekatan pengelolaannya. Namun perlu

(2)

ditekankan bahwa SCM menghendaki pendekatan atau metode yang terintegrasi dengan kolaborasi. Manajemen rantai pasok tidak hanya berorientasi pada urusan internal sebuah perusahaan, tetapi juga urusan eksternal yang menyangkut hubungan dengan perusahaan-perusahaan partner.

SCM pada hakekatnya mencakup lingkup pekerjaan dan tanggung jawab yang luas. Baik akademis maupun praktisi menggolongkan mereka yang ada pada kegiatan pengelolaan material, aliran material, dan informasi adalah kegiatan-kegiatan inti SCM. Apabila kita mengacu pada sebuah perusahaan manufaktur, kegiatan-kegiatan utama yang masuk dalam klasifikasi SCM adalah:

1. Kegiatan merancang produk baru (product development), meliputi riset pasar, merancang produk baru, dan melibatkan supplier dalam perancangan produk baru.

2. Kegiatan mendapatkan bahan baku (procurement) yang meliputi memilih supplier, mengevaluasi kinerja supplier, melakukan pembelian bahan baku dan komponen, memonitor supply risk, membina dan memelihara hubungan dengan supplier.

3. Kegiatan merencanakan produksi dan persediaan (planning & control) meliputi demand planning, peramalan permintaan, perencanaan kapasitas, dan perencanaan produksi dan persediaan.

4. Kegiatan melakukan produksi (production), meliputi eksekusi produksi dan pengendalian kualitas.

(3)

5. Kegiatan melakukan pengiriman/distribusi (distribution) meliputi perencanaan jaringan distribusi, penjadwalan pengiriman, mencari dan memelihara hubungan dengan perusahaan jasa pengiriman, memonitor service level di tiap pusat distribusi.

Kelima klasifikasi tersebut biasanya tercermin dalam bentuk pembagian departemen atau divisi pada perusahaan manufaktur. Pembagian tersebut sering dinamakan functional division karena mereka dikelompokkan sesuai dengan fungsinya. Umumnya sebuah perusahaan manufaktur akan memiliki bagian pengembangan produk, bagian pembelian atau bagian pengadaan, bagian produksi, bagian perencanaan produksi, dan bagian distribusi atau pengiriman barang jadi. Marshal Fisher, seorang professor di Wharton School, the University of Pennsylvania, membuat klarifikasi kegiatan pada rantai pasok menjadi 2 yaitu :

1. Kegiatan mediasi pasar, bertujuan untuk mencari titik temu antara apa yang diinginkan oleh konsumen atau pelanggan dengan apa yang dibuat dan dikirim oleh rantai pasok.

2. Kegiatan fisik, yaitu kegiatan-kegiatan mendapatkan bahan baku, mengkonversi bahan baku dan komponen-komponen menjadi produk jadi, penyimpanan serta mengirimkan sampai ke tangan pelanggan.

(4)

Tabel 2.1 Dua Jenis Aktivitas pada SCM

Aktivitas fisik Aktivitas mediasi pasar • Sourcing (mencari bahan

baku) • Produksi • Penyimpanan material / produk • Distribusi / transportasi • Pengembalian produk (return) • Riset pasar • Pengembangan produk • Penetapan harga diskon • Pelayanan purna jual

Sumber : Supply Chain Management (I Nyoman Pujawan)

2.1.1 Tantangan dalam Mengelola Rantai Pasok

Mengelola rantai pasok bukanlah hal mudah. Dari gambaran tantang SCM, dapat dipahami bahwa rantai pasok melibatkan banyak pihak di dalam maupun di luar sebuah perusahaan serta menangani cakupan kegiatan yang sangat luas.

1. Kompleksitas struktur rantai pasok

Rantai pasok biasanya sangat kompleks, melibatkan banyak pihak di dalam maupun di luar perusahaan. Pihak-pihak tersebut sering kali memiliki kepentingan yang berbeda-beda, bahkan tidak jarang bertentangan antara yang satu dengan yang

(5)

lainnya. Kompleksitas rantai pasok juga dipengaruhi oleh perbedaan bahasa, zona waktu, dan budaya antara suatu perusahaan dengan perusahaan lain.

2. Ketidakpastian

Ketidakpastian merupakan sumber kesulitan pengelolaan suatu rantai pasok, ketidakpastian menimbulkan ketidakpercaya dirian terhadap rencana yang sudah dibuat. Sebagai akibatnya, perusahaan sering menciptakan persediaan pengaman di sepanjang rantai pasok. Pengaman ini bisa berupa safety stock, safety time, ataupun kapasitas produksi maupun transportasi.

Berdasarkan sumbernya, ada 3 klasifikasi utama ketidakpastian pada rantai pasok. Pertama adalah ketidakpastian permintaan, kedua, ketidakpastian dari supplier yang bisa berupa ketidakpastian pada lead time pengiriman, harga bahan baku, atau komponen ketidakpastian kualitas, serta kuantitas material yang dikirim. Ketiga adalah ketidakpastian internal yang bisa diakibatkan oleh kerusakan mesin, kinerja mesin yang tidak sempurna, ketidakhadiran tenaga kerja, serta ketidakpastian waktu maupun kualitas produksi.

(6)

2.2 Efek Bullwhip dalam Rantai Pasok

Information sharing merupakan masalah penting dalam pengelolaan rantai pasok (Pramkumar, 2000). Peramalan permintaan secara tradisional kurang tepat untuk pola permintaan dengan tingkat volatilitasinya yang tinggi dan permintaan yang tidak dapat diprediksi, sehingga perusahaan membutuhkan aliran informasi permintaan yang berasal dari hilir (enduser), yaitu akses pola perubahan permintaan yang semakin berfluktuasi karena tidak adanya data penjualan yang pasti dan lengkap.

Aliran informasi yang tidak lengkap dapat menimbulkan banyak masalah yang berdampak pada total biaya produksi, misalnya kemungkinan stock-out yang dapat menyebabkan rush-order, terjadinya kelebihan stock yang menyebabkan phantom-order. Masalah lain yang mungkin muncul akibat aliran informasi yang tidak akurat adalah biaya promosi penjualan dan biaya discount. Biaya ini muncul karena pada saat proses penyampaian barang ke konsumen akhir tidak tepat waktu, yang memungkinkan pelanggan tidak jadi membeli sehingga perusahaan harus menanggung lost sales.

Kondisi yang dijabarkan sebelumnya disebut sebagai bullwhip effect, yaitu peramalan jumlah permintaan yang terjadi akan semakin berfluktuasi jika sistem informasi dalam SCM yang buruk, artinya jika kondisi, manufaktur semakin ke hulu sehingga perusahaan tidak dapat men-supply kuantitas permintaan yang ada, Bullwhip effect identik dengan terjadinya distorsi informasi permintaan dari rantai bawah/ hilir/ enduser ke rantai di

(7)

atasnya, sehingga kuantitas permintaan sering tidak dapat terpenuhi secara maksimal (artinya tidak tepat kuantitasnya dan waktunya).

Sumber : google.com

Gambar 2.1 Ilustrasi Mengenai Bullwhip Effect

2.2.1 Faktor-Faktor Penyebab Timbulnya Bullwhip Effect

Terdapat empat faktor penyebab timbulnya Bullwhip effect, meliputi: (Schroeder, 2000) :

1. Peramalan permintaan yang kurang tepat, karena proses Information sharing tidak tepat. Solusi peramalan dapat dilakukan dengan menggunakan smoothing method dari data histori keseluruhan penjualan yang ada.

(8)

3. Fluktuasi harga, dapat memicu timbulnya Bullwhip effect karena jika ada discount rush demand dan akan menyebabkan rush order material, artinya menyelesaikan pemenuhan permintaan yang meningkat menimbulkan masalah pada rantai lain karena rush order material menjadi meningkat, kemungkinan biaya pesan menjadi tinggi, begitu pula sebaliknya.

4. Rationing, artinya jika permintaan melebihi supply yang ada maka permintaan tersebut akan dijatah dengan menggunakan perbandingan yang sama atas ordernya.

Menurut Simchi – Levi (2004) penyebab utama terjadinya Bullwhip effect ada lima, yaitu :

1. Demand Forecasting

Tambahan pemesanan mengakibatkan peramalan permintaan lebih tinggi. Solusi yang mungkin adalah dengan menyediakan data tentang permintaan konsumen secara langsung untuk perusahaan up stream yang lebih jauh pada rantai pasok.

2. Lead Time.

Lead Time didefinisikan sebagai lamanya waktu tiba pesanan yang diterima oleh retailer. Lead Time dapat menambah Bullwhip effect dengan menambah peningkatan variabilitas pada peramalan

(9)

permintaan, meliputi : panjang lead time , besarnya kebutuhan dan tingkat persediaan.

3. Batch Ordering

Merupakan saat manufaktur mengamati besarnya pesanan, diikuti beberapa periode tanpa pesanan, diikuti pesanan lain dan seterusnya, kemudian manufaktur melihat penyimpangan dan variabel tertinggi dari pesanan.

4. Supply Shortages.

Jika permintaan melebihi supply yang ada, maka permintaan tersebut akan di jatah dengan perbandingan yang sama dengan jumlah produk yang mereka pesan. Untuk mengatasi ini maka konsumen akan melebihkan permintaan yang mereka pesan. Jika permintaan berkurang maka terjadilah pembatalan pesanan yang sring disebut dengan istilah phantom order.

5. Price Variation

Merupakan penyebab terakhir adalah frekuensi variasi biaya keseluruhan pada rantai pasok. Contoh: banyak retailer mengeluarkan biaya tinggi untuk promosi.

Dihadapkan pada permasalahan Bullwhip effect yang tidak mungkin dapat dihindari oleh perusahaan, perusahaan yang tergabung dalam suatu rantai pasok dapat saling berbagi informasi tentang data

(10)

penjualan yang nyata, data pemesanan, dan data penggunaan kapasitas pabrik dan jadwal pengiriman. Melalui kolaborasi dan proses saling berbagi informasi antara peramalan pabrik dengan pemasok akan menghasilkan peramalan yang lebih tepat untuk kuantitas yang diminta konsumen.

Dalam mendesain suatu rantai pasok, langkah awal yang harus dilakukan adalah mengidentifikasi produk yang diproduksi, apakah perusahan akan memfokuskan pada menghasilkan produk-produk fungsional atau produk inovatif. Karakteristik kedua produk tersebut berbeda, sehingga memerlukan SCM yang berfokus pada efisiensi atau fokus pada responsifitas. Produk fungsional merupakan produk yang pada dasarnya untuk memenuhi kebutuhan sehingga produk tersebut tidak perlu banyak variasi, permintaan relatif stabil dan dapat diprediksi serta siklus hidup produk relatif lebih panjang. Sebaliknya produk inovatif merupakan produk yang didesain selalu berkembang dan menyesuaikan perubahan permintaan atau selera konsumen.

Dalam mendesain SCM untuk produk inovatif harus mempertimbangkan respon atau kecepatan untuk merespon karena produk inovatif mempunyai siklus hidup yang lebih pendek, variasi produk yang tinggi, permintaan produk yang tidak pasti tetapi kontribusi pada laba lebih tinggi dan desain produk yang cocok untuk produk inovatif adalah produk modul.

(11)

Produk-produk fungsional cenderung memiliki tingkat kompetisi yang lebih tajam sehingga profit margin menjadi rendah dengan jumlah variasi produk yang lebih sedikit, lead time lebih tinggi dan pengiriman tidak terlalu cepat. Untuk produk fungsional, penekanan dalam mendesain lantai pasokan harus menekankan pada efisiensi, proses yang efisien dengan menggunakan persediaan yang lebih tinggi serta biaya rantai pasok yang lebih murah.

Industri untuk jenis produk inovatif yang mempunyai siklus hidup produk yang cukup pendek perlu mengadopsi desain produk modul. Dalam proses produksi produk modul dibuat terlebih dahulu, dan produk tersebut dapat menjadi komponen produk lain, dapat dipakai pada sekelompok produk ataupun produk lain yang tidak sekelompok. Sehingga standarisasi komponen untuk dapat dipertukarkan sangat diperlukan. Produk modul melibatkan lintas fungsi dan merupakan proses antar organisasi dimana pemesanan dan produksi modul dapat dikoordinasi untuk menyesuaikan dengan permintaan konsumen.

2.2.2 Mengurangi Bullwhip Effect

Pengurangan bullwhip effect bisa dilakukan apabila penyebabnya dimengerti dengan baik oleh pihak-pihak pada rantai

(12)

pasok. Beberapa pendekatan yang diyakini bisa mengurangi bullwhip effect adalah:

1. Information sharing; informasi yang tidak transparan mengakibatkan banyak pihak pada rantai pasok melakukan kegiatan atas dasar ramalan atau tebakan yang tidak akurat. Ritel atau toko sering kali tidak membagi informasi penjualan dengan pusat distribusi dan pabrik. Akibatnya pabrik hanya mengetahui pola permintaan berdasarkan order yang diterima dari pusat distribusi dan pusat distribusi.

2. Memperpendek atau mengubah struktur rantai pasok; semakin panjang dan kompleks struktur suatu rantai pasok, semakin besar kemungkinan terjadi distorsi informasi, oleh karena itu cara yang baik untuk mengurangi bullwhip effect adalah dengan mengubah struktur rantai pasok sehingga menjadi lebih pendek atau memungkinkan terjadinya pertukaran informasi dengan lebih lancar.

3. Pengurangan ongkos-ongkos tetap: ada banyak hal yang bisa dilakukan untuk memungkinkan kegiatan produksi maupun kegiatan pengiriman dilakukan dengan ukuran batch yang lebih kecil. Pertama adalah dengan mengurangi waktu setup produksi. Untuk kegiatan pengadaan, ukuran lot pemesanan dikurangi dengan mengeliminasi kegiatan-kegiatan administrasi yang

(13)

berlebihan dan memakan waktu. Inovasi pada manajemen transportasi dan distribusi banyak membantu pengurangan bullwhip effect.

4. Menciptakan stabilitas harga dengan cara pemberian potongan harga oleh penyalur-penyalur ke toko-toko atau ritel bisa mengakibatkan reaksi forward buying yang sebetulnya tidak berpengaruh pada permintaan dari pelanggan akhir. Untuk menghindari reaksi forward buying, frekuensi dan intensitas kegiatan promosi parsial seperti ini harus dikurangi dan lebih diarahkan ke pengurangan harga secara kontinu, sehingga bisa menciptakan every day low price (EDLP).

5. Pemendekan lead time; lead time bisa diperpendek dengan mengubah struktur / konfigurasi rantai pasok (misalnya dengan menggunakan pemasok lokal), mengubah mode transportasi, atau dengan cara-cara inovatif seperti cross-docking dan perbaikan manajemen order.

2.3 Fill Rate

Fill rate adalah persentase jumlah item yang tersedia ketika diminta oleh pelanggan. Jadi fill rate 97% berarti ada kemungkinan 3% dari item yang diminta oleh pelanggan tidak tersedia. Akibatnya pelanggan harus menunggu

(14)

beberapa lama atau pindah ke tempat lain untuk mendapatkannya (Pujawan, 2005).

2.4 Peramalan

Peramalan (Handoko,2000) adalah suatu usaha untuk meramalkan keadaan di masa mendatang melalui pengujian keadaan di masa lalu. Pengertian lainnya adalah proses untuk memperkirakan berapa kebutuhan di masa yang akan datang yang meliputi kebutuhan dalam ukuran kuantitas, kualitas, waktu dan lokasi yang dibutuhkan dalam rangka memenuhi permintaan barang ataupun jasa. Salah satu jenis peramalan adalah peramalan permintaan. Peramalan permintaan merupakan tingkat permintaan produk–produk yang diharapkan akan terealisasi untuk jangka waktu tertentu pada masa yang akan datang (Nasution, 2005). Esensi dari peramalan adalah perkiraan peristiwa-peristiwa diwaktu yang akan datang atas dasar pola-pola di waktu yang lalu dan penggunaan kebijakan terhadap proyeksi-proyeksi dengan pola-pola di waktu yang lalu.

Dalam fungsi peramalan tidak hanya termasuk di dalamnya teknik khusus dan model, tetapi juga termasuk input dan output dari subyek peramalan. Pengembangan fungsi peramalan dibutuhkan untuk mengidentifikasi output, karena spesifikasi output dapat menyederhanakan pemilihan model peramalan, tetapi fungsi peramalan tidak lengkap tanpa mempertimbangkan input (Yamit, 2005).

(15)

2.4.1 Karakteristik Peramalan yang Baik

Peramalan yang baik mempunyai beberapa kriteria yang penting, antara lain akurasi, biaya, dan kemudahan. Penjelasan dari kriteria–kriteria tersebut adalah sebagai berikut:

• Akurasi

Akurasi dari suatu hasil peramalan diukur dengan kebiasan dan kekonsistensian peramalan. Hasil peramalan dikatakan bias bila peramalan tersebut terlalu tinggi atau terlalu rendah dibandingkan dengan kenyataan yang sebenarnya terjadi. Hasil peramalan dikatakan konsisten bila besarnya kesalahan peramalan relatif kecil.

Buffa menjelaskan bahwa metode yang lebih canggih tidak menjamin dihasilkannya hasil yang lebih akurat ketimbang metode yang lebih sederhana, lebih mudah diterapkan, dan lebih murah. Berikut ini merupakan temuan – temuan yang berhubungan dengan pemilihan metode peramalan dan akurasi hasil peramalan :

9 Akurasi peramalan meningkat jika ramalan dari lebih banyak metode dikombinasikan untuk menghasilkan ramalan akhir; tetapi dampak marjinal dari penambahan satu metode berkurang dengan semakin banyaknya jumlah metode yang digunakan.

(16)

9 Resiko kesalahan yang lebih besar dalam peramalan yang mungkin disebabkan oleh pemilihan metode yang keliru, resiko kesalahan akan berkurang jika hasil dari dua atau lebih metode dikombinasikan.

9 Variabilitas dalam akurasi ramalan diantara berbagai kombinasi metode peramalan berkurang dengan makin banyaknya metode yang digunakan (Buffa, 2000).

• Biaya

Biaya yang diperlukan untuk pembuatan suatu peramalan tergantung dari jumlah item yang diramalkan, lamanya periode peramalan, dan metode peramalan yang dipakai.

• Kemudahan

Penggunaan metode peramalan yang sederhana, mudah dibuat, dan mudah diaplikasikan akan memberikan keuntungan bagi perusahaan.

Dalam membuat peramalan atau menerapkan hasil peramalan, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan, yaitu :

• Peramalan pasti mengandung kesalahan, artinya peramal hanya bisa mengurangi ketidakpastian yang akan terjadi tetapi tidak dapat menghilangkan ketidakpastian tersebut.

(17)

• Peramalan seharusnya memberikan informasi mengenai berapa ukuran kesalahan.

• Peramalan jangka pendek lebih akurat dibandingkan dengan peramalan jangka panjang.

Terdapat beberapa peraturan yang harus diperhatikan sebelum melakukan peramalan, yaitu (Gazpers, 2000) :

• Tidak boleh meramalkan produk–produk yang tergolong ke dalam dependent demand.

Produk–produk yang tergolong dalam dependent demand harus direncanakan atau dihitung. Peramalan hanya boleh dilakukan pada produk–produk yang tergolong kedalam independent demand.

• Penentuan horizon peramalan berdasarkan kondisi aktual sistem manufaktur dan tujuan dari peramalan.

Semakin jauh periode dimasa mendatang yang diramalkan dengan asumsi faktor–faktor lain, hasil ramalan akan semakin kurang akurat.

• Disamping berdasarkan waktu, peramalan juga dapat dilakukan berdasarkan lokasi geografis, kelompok produk, yang dikenal sebagai peramalan berdasarkan dimensi agregasi dan disagregasi.

(18)

Peramalan pada tingkat agregasi yang lebih tinggi akan lebih akurat dibandingkan peramalan pada tingkat agregasi yang lebih rendah atau pada tingkat disagregasi.

2.4.2 Metode Peramalan

Salah satu cara untuk mengklasifikasikan permasalahan pada peramalan adalah mempertimbangkan skala waktu peramalannya yaitu seberapa jauh rentang waktu data yang ada untuk diramalkan.

Berdasarkan horison dari waktu peramalan, peramalan dikelompokkan menjadi :

1. Peramalan jangka pendek

Jangka waktunya mencapai satu tahun tetapi umumnya kurang dari tiga bulan. Digunakan untuk merencanakan pembelian, penjadwalan kerja, jumlah tenaga kerja, penugasan, dan tingkat produksi.

2. Peramalan jangka menengah

Peramalan jangka menengah biasanya berjangka tiga bulan hingga tiga tahun. Peramalan ini sangat bermanfaat dalam perencanaan penjualan, perencanaan dan penganggaran produksi, penganggaran kas, dan menganalisis berbagai rencana operasi.

(19)

3. Peramalan jangka panjang

Jangka waktunya biasanya tiga tahun atau lebih; digunakan dalam merencanakan produk baru, pengeluaran modal, lokasi fasilitas, atau ekspansi, dan penelitian serta pengembangan.

Tabel berikut ini menunjukkan tipe-tipe keputusan berdasarkan jangka waktu peramalannya.

Tabel 2.2 Rentang Waktu dalam Peramalan Rentang Waktu Tipe Keputusan Contoh

Jangka Pendek

( 3 – 6 bulan) Operasional Perencanaan produksi, distribusi Jangka Menengah

( 2 tahun)

Taktis Penyewaan lokasi dan peralatan

Jangka Panjang (Lebih dari 2 tahun)

Strategis

Penelitian dan pengembangan untuk akuisisi dan merger, pembuatan produk baru Sumber : Manajemen Persediaan (Zulian Yamit)

(20)

Selain itu, didasarkan dari karakteristik dalam menentukan suatu peramalan, peramalan terbagi atas :

• Metode Kualitatif

Pada metode ini tidak ada model matematik, biasanya karena data yang ada tidak cukup representatif untuk meramalkan masa yang akan datang (long term forecasting). Peramalan kualitatif menggunakan pertimbangan pendapat-pendapat para pakar yang ahli atau expert di bidangnya. Adapun kelebihan dari metode ini adalah biaya yang dikeluarkan sangat murah (tanpa data) dan cepat diperoleh. Sementara kekurangannya yaitu bersifat subyektif sehingga seringkali dikatakan kurang ilmiah.

Salah satu pendekatan peramalan dalam metode ini adalah teknik Delphi, dimana menggabungkan dan merata-ratakan pendapat para pakar dalam suatu forum yang dibentuk untuk memberikan estimasi suatu hasil permasalahan di masa yang akan datang. Misalnya: berapa estimasi pelanggan yang dapat diperoleh dengan realisasi teknologi 3G.

• Metode Kuantitatif

Prosedur peramalan yang mengikuti aturan matematis dan statistik dalam menunjukan hubungan antara permintaan dengan

(21)

satu atau lebih variabel yang mempengaruhinya. Ada 2 metode yaitu metode analisa time series dan metode asosiatif (regresi). 9 Model Time Series Analysis (Deret Waktu)

Memasang suatu garis trend yang representatif dengan data-data masa lalu (historis) berdasarkan kecenderungan data-datanya dan memproyeksikan data tersebut ke masa yang akan datang. Untuk peramalan dengan metode analisa time series terdapat empat pola data, antara lain :

1. Pola trend

Mengalami pergerakan sedikit demi sedikit dan memiliki kecenderungan untuk terus meningkat ataupun sebaliknya,yaitu menurun.

Sumber : google.com

Gambar 2.2 Pola Trend

(22)

Pola permintaan akan suatu produk yang mengalami perulangan dalam kurun waktu tertentu, bisa dalam hari, minggu, bulan, ataupun tahunan.

Sumber : google.com

Gambar 2.3 Pola Siklus

3. Pola musiman / season (S)

Pola dalam data yang umumnya terjadi setiap beberapa periode (tahun). Pola ini biasanya disebabkan oleh faktor cuaca, musim libur, hari raya keagamaan yang berulang tiap tahunnya.

Sumber : google.com

Gambar 2.4 Pola Musiman 4. Pola variasi acak / random (R)

(23)

Merupakan pola khusus dalam data yang disebebkan oleh peluang dan situasi yang tidak biasa. Variasi acak ini tidak memiliki pola kecenderungan yang khusus dan sangat sulit untuk diprediksi.

Sumber : google.com

Gambar 2.5 Pola Variasi Acak

Terdapat beberapa metode peramalan yang umum digunakan dalam peramalan kuantitatif dengan metode analisa time series dan metode asosiatif. Metode-metode tersebut anatara lain :

1. Double Exponential Smoothing – 1 dan 2 parameter Brown

Dasar pemikiran dari pemulusan eksponensial linier dari Brown adalah serupa dengan rata–rata bergerak linier. Metode penghalusan eksponensial merupakan teknik peramalan rata-rata bergerak dengan pembobotan dimana data diberi bobot oleh sebuah fungsi eksponensial.

Konstanta penghalusan (α) merupakan fungsi eksponensial yang menjadi faktor pembobotan yang digunakan dalam

(24)

peramalan ini. Pemberian nilai α dipilih berdasarkan keadaan dari permintaan. Saat permintaan rata-rata cenderung berubah, nilai α yang tinggi dapat dipilih dan saat pemintaan cenderung stabil, maka nilai α yang dipilih adalan nilai yang rendah. Besar nilai yang digunakan untuk α berkisar dari 0 sampai dengan 1. Metode ini pun juga memiliki kelemahan yang sama dengan metode rata-rata bergerak, yaitu teknik ini tidak dapat memberikan respons yang baik terhadap adanya trend.

( ) m b a F ) S (S 1 b S S 2 a )S (1 S S )S (1 X S t t m t t " ' t " ' t ) 1 ( ' ' " 1 -t t ' ⋅ + = − α − α = − ⋅ = α − + ⋅ α = α − + ⋅ α = + − t t t t t t t

dengan inisialisasi awal : S' =S" =X1

t t

2. Metode Asosiatif (Regresi)

Merupakan model matematis garis lurus yang menjelaskan hubungan fungsional antara variabel bebas dan variabel dependen yang memungkinkan kita meramalkan nilai–nilai variabel tak bebas dari nilai–nilai peubah bebas.

Pendekatan peramalan ini lebih berdaya guna dibandingkan dengan metode time series yang telah dibahas sebelumnya karena

(25)

pada regresi, pertimbangan dapat dilakukan pada beberapa variabel yang memiliki hubungan dengan dengan nilai yang diramalkan. Metode ini cocok digunakan untuk peramalan terhadap permintaan yang memiliki pola trend.

( )

∑ ∑ ∑

− − = 2 2 t t n y t ty n b t b y a= −

dimana : y = nilai peramalan a = konstanta y b = nilai kemiringan n = jumlah data

t = indeks penunjuk waktu (dimulai dari 1 dan terus berlanjut untuk periode yang diramalkan)

3. Metode Holt- Winters

Metode Holt-Winters digunakan untuk memodelkan data dengan pola musiman, baik mengandung trend maupun tidak. Metode Holt- Winters memberikan tiga pembobotan dalam prediksinya, yaitu α, β,dan γ yang bernilai antara 0 dan 1. Pembobotan α memberikan pembobotan pada nilai ramalan, β memberikan pembobotan pada slope, dan γ memberikan

(26)

pembobotan pada efek musiman. Metode Holt- Winters mempunyai dua bentuk model. Bila besarnya efek musiman konstan dari waktu ke waktu, maka bentuk model yang dipakai adalah Additive Seasonality. Sedangkan bila besarnya efek musiman berubah dari waktu ke waktu, maka bentuk model yang dipakai adalah Multiplicative Seasonality.

Dalam metode peramalan, kekuatan dari setiap model peramalan dan ketepatan dari peramalan tersebut dapat diukur dengan menggunakan beberapa metode, antara lain :

1. Mean Absolute Error atau Mean Absolute Deviation (MAE / MAD)

Merupakan ukuran kesalahan peramalan keseluruhan untuk sebuah model peramalan. Nilai ini dihitung dengan mengambil jumlah nilai absolut dari tiap kesalahan dan dibagi dengan jumlah periode data.

2. Mean Square Error (MSE)

Merupakan rata-rata dari selisih kuadrat dari nilai yang diramalkan dengan yang diamati.

(27)

MAPE dihitung berdasarkan rata-rata diferensiasi absolut antara nilai yang diramal dan aktual dan dinyatakan sebagai persentase dari nilai aktual. MAPE digunakan untuk menghindari munculnya nilai kesalahan yang terlalu besar seperti yang dapat terjadi pada penggunaan MSE atau MAD yang besarnya tergantung kepada besarnya unsur yang diramal. Biasanya dalam perhitungan peramalan, perhitungan MAPE lebih ditekankan dan lebih diprioritaskan untuk mengetahui hasil akhirnya.

2.5 Persediaan

Persediaan adalah istilah umum yang menunjukkan segala sesuatu atau sumber daya organisasi yang disimpan dalam antisipasinya terhadap pemenuhan permintaan (Handoko, 2000). Pengendalian persediaan merupakan fungsi manajerial yang sangat penting karena banyak perusahaan melibatkan investasi terbesar pada persediaan.

Sistem persediaan adalah serangkaian kebijaksanaan dan pengendalian yang memonitor tingkat persediaan dan menentukan tingkat persediaan yang harus dijaga, kapan persediaan harus diisi, dan berapa besar pesanan yang harus dilakukan. Sistem ini bertujuan menetapkan dan menjamin tersedianya sumber daya yang tepat, dalam kuantitas yang tepat pada waktu yang tepat,

(28)

• Persediaan bahan mentah (raw materials) adalah persediaan barang-barang berwujud seperti baja, kayu, dan komponen lainnya yang digunakan dalam proses produksi. Bahan mentah diperoleh dari sumber-sumber alam atau dibeli dari para supplier dan atau dibuat sendiri oleh perusahaan untuk digunakan dalam proses produksi.

• Persediaan komponen-komponen rakitan (purchased parts / components) adalah persediaan barang-barang yang terdiri dari komponenn yang diperoleh dari perusahaan lain, dimana secara langsung dapat dirakit menjadi suatu produk.

• Persediaan bahan pembantu atau penolong (supplies) adalah persediaan barang yang diperlukan dalam proses produksi, tetapi tidak merupakan bagian dari komponen barang jadi.

• Persediaan barang dalam proses (work-in-process) adalah persediaan barang-barang yang memerlukan keluaran dari tiap-tiap bagian dalam proses produksi atau yang telah diolah menjadi suatu bentuk, tetapi masih diproses lebih lanjut menjadi barang jadi.

• Persediaan barang jadi (finished goods) adalah persediaan barang yang telah selesai diproses atau diolah dalam pabrik dan siap untuk dijual atau dikirim kepada pelanggan.

(29)

• Pipeline / transit inventory, persediaan ini muncul karena lead time pengiriman dari satu tempat ke tempat lain. Barang yang tersimpan di truk sewaktu proses pengiriman adalah salah satu contohnya. Persediaan ini akan banyak kalau jarak dan waktu pengiriman panjang. Jadi persediaan ini bisa dikurangi dengan mempercepat pengiriman misalnya dengan mengubah alat atau mode transportasi atau dengan mencari pemasok yang lokasinya lebih dekat.

• Cycle stock, adalah persediaan akibat motif memenuhi skala ekonomi seperti yang didiskusikan di atas. Persediaan ini punya siklus tertentu. Pada saat pengiriman jumlahnya banyak, kemudian sedikit demi sedikit berkurang akibat dipakai atau dijual sampai akhirnya habis, kemudian mulai dengan siklus baru lagi.

• Safety stock, adalah sebagai perlindungan terhadap ketidakpastian permintaan maupun pasokan. Perusahaan biasanya menyimpan lebih banyak dari yang dibutuhkan selama satu periode tertentu supaya kebutuhan yang lebih banyak bisa dipenuhi tanpa harus menunggu.

• Anticipation stock, adalah persediaan yang dibutuhkan untuk mengantisipasi kenaikan permintaan akibat sifat musiman dari permintaan terhadap suatu produk

(30)

2.5.1 Model Persediaan untuk Permintaan Musiman

Untuk item-item dengan permintaan musiman, isu yang mendasar adalah mencari keseimbangan antara ongkos kelebihan dengan ongkos kekurangan produk selama suatu musim penjualan. Produk-produk yang permintaannya bersifat musiman akan beresiko tinggi bila tidak habis pada musim jualnya. Resiko ini bisa berupa tidak terjual sama sekali karena melewati masa kadaluarsa (seperti makanan, minuman, sayur segar, daging, surat kabar, dan majalah) atau harus didiskon sampai di bawah harga pabrik pada akhir musim jualnya (seperti garmen dan kamera digital).

Keputusan persediaan yang harus diambil pada jenis barang seperti ini adalah banyaknya barang yang harus dipesan untuk memenuhi permintaan suatu musim jual. Musim jual untuk tiap komoditi atau barang tentu berbeda-beda.

Co = ongkos kelebihan satu unit Cu = ongkos kekurangan satu unit c = harga beli dari pabrik (supplier) p = harga jual normal

s = harga jual diskon Co = c + s

(31)

Perusahaan punya tujuan untuk memaksimumkan keuntungan. Keuntungan perusahaan besarnya (p-c)Q kalau Q < D dimana Q adalah ukuran pesanan dan D adalah permintaan selama musim jual. Kalau Q > D maka besarnya keuntungan adalah (p-s)D + (s-c)Q. Secara umum keuntungan perusahaan bisa dirumuskan sebagai berikut :

P(b) = Co Min (Q,D) = max (0, [Q-D]Cu)

Apabila permintaan selama musim jual diketahui berdistibusi normal dengan rata-rata d dan standar deviasi Sd maka besarnya permintaan yang optimal adalah :

Q = d + Z(SL*) x Sd

,dimana SL* adalah service level yang optimal. Jadi Z(SL*) adalah niai invers distribusi normal standar yang berkorelasi dengan probabilitas SL*. Besarnya SL* inilah yang pertama harus ditentukan agar Q yang optimal bisa dihitung. Nilai SL* merupakan trade off antara ongkos kelebihan (Co) dengan ongkos kekurangan (Cu). Apabila Co sama dengan Cu maka keputusan yang terbaik adalah memesan pada nilai rata-rata (d) yang berarti berkorespondensi dengan service level 50%. Apabila Cu lebih besar dari Co maka ekspektasi keuntungan akan lebih besar kalau perusahaan memesan lebih dari nilai rata-rata. Ini berarti bahwa SL* akan semakin besar kalau Cu/Co

(32)

semakin besar nilainya. Dengan manipulasi matematis, nilai SL* bisa dihitung sebagai berikut :

SL* : Cu/(Cu+Co)

Model untuk menentukan ukuran pesanan yang dijabarkan di atas hanya berdasarkan informasi yang dimiliki oleh ritel. Pabrik tidak dilibatkan dalam menentukan ukuran pesanan, melainkan hanya pasif merespon pesanan dari ritel.

Pada model yang ada, ongkos kekurangan maupun kelebihan persediaan hanya dilihat dari sudut pandang ritel. Seandainya kedua belah pihak membagi informasi secara transparan tentang struktur ongkos mereka maka ongkos kekurangan dan ongkos kelebihan persediaan bisa ditentukan dari sudut pandang sistem. Misalkan pabrik mengeluarkan ongkos sebesar v untuk memproduksi dan memasok satu unit celana seperti diperlihatkan pada gambar .

Sumber : Supply Chain Management (I Nyoman Pujawan)

Gambar 2.6 Struktur Ongkos Pabrik dan Retail

PABRIK RETAIL

V

S p c

(33)

Dari sudut rantai pasok (pabrik dan retail), kelebihan satu unit celana akan mengakibatkan kerugian sebesar v – s. Sedangkan untuk setiap satu unit yang terjual dengan harga normal, rantai pasok akan mendapatkan keuntungan sebesar p – v. Dengan demikian maka Co = v-s dan Cu = p-v. Dengan informasi yang baru ini mereka bisa menentukan service level yang optimal dengan menggunakan formula SL* di atas, yaitu SL* : Cu/(Cu+Co). Penentuan ukuran pesanan yang optimal bagi kedua belah pihak juga mengikuti prosedur yang sama seperti diatas.

Tentunya harus ada pembagian keuntungan yang adil diantara kedua belah pihak. Pabrik mungkin bisa menurunkan harga jual per unit atau bersedia berbagi keuntungan maupun kerugian secara bersama. Ini adalah konsep yang sangat mendasar dalam manajemen rantai pasok. Berbagai mekanisme pembagian keuntungan bisa diterapkan diantara pabrik dan retail.

Berdasarkan contoh di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa semakin luas kita melihat sistem, semakin optimal keputusan bisa dibuat. Manajemen rantai pasok menganjurkan pihak-pihak pada suatu rantai pasok untuk membagi informasi dan mengambil keputusan secara kolaboratif. Contoh sederhana di atas membuktikan bahwa secara matematis dua hal tersebut menguntungkan bagi sistem secara

(34)

keseluruhan. Namun tentu saja dalam prakteknya banyak hal-hal yang bisa membatasi terjadinya praktek kolaborasi pada rantai pasok.

Gambar

Tabel 2.1  Dua Jenis Aktivitas pada SCM
Gambar 2.1 Ilustrasi Mengenai Bullwhip Effect
Tabel berikut ini menunjukkan tipe-tipe keputusan berdasarkan  jangka waktu peramalannya
Gambar 2.6 Struktur Ongkos Pabrik dan Retail

Referensi

Dokumen terkait

Contoh Kasus : Pengguna ingin menampilkan Grafik Indeks Kerentanan Kekeringan pada Desa Mahuan untuk tahun 2017.  Pengguna membuka

Sedangkan Menurut Osaki (2000) bahwa unsur kualitas dalam sekolah dibedakan menjadi 4, yaitu: pertama, dukungan lingkungan luar, berisi tentang sistem pendidikan, orang tua

Ketika pengguna berhasil melakukan login maka Administrator akan diarahkan ke halaman Dashboard yang berisi Arsen Kusuma Indonesia Inventory Management System, menu data

Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan komposisi media cair Azotobacter berbasis molase dengan penambahan asam amino sisteina dan serina untuk menginduksi pertumbuhan

Poltak Sihombing, M.Kom selaku Ketua Program Studi S1 Ilmu Komputer Universitas Sumatera Utara dan Dosen pembimbing I yang telah memberikan kritik dan saran

penelitian yang telah dilakukan dalam novel Cinta di Ujung Sajadah karya Asma Nadia mengenai feminisme marxis lebih jelas diuraikan sebagai berikut:.. Mama Alia melirik Cinta

Alas dasar pertimbangan tersebut di alas, maka perlu disahkan Peraturan Daerah Kabupaten Batang tentang Pembentukan Lembaga Kemasyarakatan di Desa sebagai salah

Aset keuangan (atau mana yang lebih tepat bagian dari aset keuangan atau bagian dari kelompok aset keuangan serupa) dihentikan pengakuannya pada saat: (1) hak untuk menerima arus