• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN NILAI PROTHROMBIN TIME DAN ALBUMIN DENGAN STAGING PASIEN SIROSIS HEPATIS DI RSUP DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR PERIODE JANUARI DESEMBER

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN NILAI PROTHROMBIN TIME DAN ALBUMIN DENGAN STAGING PASIEN SIROSIS HEPATIS DI RSUP DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR PERIODE JANUARI DESEMBER"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI 2017

HUBUNGAN NILAI PROTHROMBIN TIME DAN ALBUMIN DENGAN STAGING PASIEN SIROSIS HEPATIS DI RSUP DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR PERIODE JANUARI – DESEMBER 2016

OLEH : Novia Wira Tungadi

C11114099

PEMBIMBING :

Prof. dr. Mansyur Arif, Ph.D, Sp.PK(K)

DISUSUN SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK MENYELESAIKAN STUDI PADA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

(2)

ii

SUDIROHUSODO MAKASSAR PERIODE JANUARI – DESEMBER 2016

Diajukan Kepada Universitas Hasanuddin Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Kedokteran

Novia Wira Tungadi C11114099

Pembimbing:

Prof. dr. Mansyur Arif, Ph.D, Sp.PK(K)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR 2017

(3)

iii

HALAMAN PENGESAHAN

Telah disetujui untuk dibacakan pada seminar akhir di Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran UNHAS dengan judul:

―Hubungan Nilai Prothrombin Time dan Albumin dengan Staging Pasien Sirosis Hepatis di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode Januari –

Desember 2016‖

Hari, Tanggal : Rabu, 06 Desember 2017 Waktu : 10.00 WITA - Selesai

Tempat : Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran UNHAS

Makassar, 06 Desember 2017

(Prof. dr. Mansyur Arif, Ph.D, Sp.PK(K)) NIP. 19641104199002 1001

(4)

iv Skripsi ini diajukan oleh :

Nama : Novia Wira Tungadi

NIM : C111 14 099

Fakultas/Program Studi : Kedokteran/Pendidikan Dokter

Judul Skripsi : Hubungan Nilai Prothrombin Time dan Albumin dengan Staging Pasien Sirosis Hepatis di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode Januari – Desember 2016 Telah berhasil dipertahankan di hadapan dewan penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar sarjana kedokteran pada Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

DEWAN PENGUJI

Pembimbing : (Prof. dr. Mansyur Arif, Ph.D, Sp.PK(K))

(...) Penguji 1 : dr. Uleng Bahrun, Sp.PK(K)., Ph.D

(...) Penguji 2 : dr. Darwati Muhadi, Sp.PK(K)

(...)

Ditetapkan di : Makassar

(5)

v

BAGIAN PATOLOGI KLINIK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN 2017

TELAH DISETUJUI UNTUK DICETAK DAN DIPERBANYAK

Judul Skripsi :

―Hubungan Nilai Prothrombin Time dan Albumin dengan Staging Pasien Sirosis Hepatis di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode Januari –

Desember 2016‖

Makassar, 06 Desember 2017

(Prof. dr. Mansyur Arif, Ph.D, Sp.PK(K)) NIP. 19641104199002 1001

(6)

vi

rahmat, karunia, serta izin-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat penyelesaian pendidikan Sarjana (S1) Kedokteran Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Dengan bekal ilmu pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh dalam masa perkuliahan, serta arahan dan bimbingan dari dosen pembimbing, maka skripsi yang berjudul ―Hubungan Nilai Prothrombin Time dan Albumin dengan Staging Pasien Sirosis Hepatis di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode Januari – Desember 2016‖ dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini masih banyak kekurangan, namun penulis berusaha semaksimal mungkin untuk melakukan yang terbaik dalam menyelesaikan skripsi ini dan berharap semoga apa yang telah ditulis dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak orang.

Selesainya penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bimbingan, kerja sama, dukungan serta bantuan dari berbagai pihak. Dengan penuh kerendahan hati, penulis ingin mengucapkan segenap rasa terima kasih yang tulus dan ikhlas kepada yang penulis hormati dan sayangi:

1. Prof. dr. Mansyur Arif, Ph.D, Sp.PK(K) selaku pembimbing penyusunan skripsi, atas kesediaan, keikhlasan, dan kesabaran meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis mulai dari penyusunan proposal hingga pada penyusunan skripsi ini.

(7)

vii

2. Koordinator dan seluruh staf dosen / pengajar mata kuliah Skripsi dari Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama penyusunan skripsi ini.

3. Pimpinan, seluruh dosen / pengajar, dan seluruh karyawan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan, motivasi, bimbingan, dan bantuan selama masa pendidikan preklinik hingga penyusunan skripsi ini.

4. Pihak RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo serta segenap karyawan di bagian rekam medik yang telah banyak membantu dalm pelaksanaan penelitian ini. 5. Orang tua penulis tercinta, Sugianto Wijaya dan Emmy Tungadi serta sahabat

dekat penulis yang telah banyak member dukungan, doa, moril, dan materil selama penyusunan skripsi ini.

6. Badan Khusus Medical Youth Research Club (MYRC) yang sebelumnya telah memberikan banyak pelatihan dan pengalaman terkait penyusunan karya ilmiah yang sangat bermanfaat bagi penulis.

7. Teman sejawat seperjuangan angkatan 2014 ―Neutrof14vine‖ penulis di Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin yang telah memberikan bantuan dan dukungan serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis selama penyusunan skripsi ini.

Semoga segala bantuan, dukungan dan bimbingan yang telah diberikan kepada penulis bernilai pahala di sisi Tuhan Yang Maha Esa. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih sangat jauh dari kata sempurna, mulai dari tahap persiapan hingga

(8)

viii

Akhir kata, semoga apa yang telah penulis lakukan ini dapat bermanfaat bagi banyak orang dan mendapat pahala di sisi Tuhan Yang Maha Esa.

Makassar, 06 Desember 2017

(9)

ix

SKRIPSI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN DESEMBER 2017 Novia Wira Tungadi

Prof. dr. Mansyur Arif, Ph.D, Sp.PK(K)

Hubungan Nilai Prothrombin Time dan Albumin dengan Staging Pasien Sirosis Hepatis di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode Januari – Desember 2016

ABSTRAK

Latar Belakang : Sirosis hepatis adalah kondisi dimana hepar secara perlahan mengalami penurunan fungsi dan tidak dapat berfungsi secara dan adanya jaringan parut yang menggantikan jaringan hepar yang sehat dan menghalangi sebagian aliran darah melalui hepar. Dari hasil survei CDC tahun 2014, sirosis sendiri merupakan salah satu dari 15 penyebab kematian tertinggi di dunia. Sirosis hepatis menempati peringkat 12 dengan total kematian 12%. Sirosis hepatis secara umum dibagi menjadi dua yaitu yang terkompensasi atau fase asimptomatik dan yang tidak terkompensasi akibat perkembangan disfungsi hati. Digunakan 5 pembagian stadium klinis dari sirosis hepatis yakni: stadium 1 yang dikarakteristikkan dengan tidak adanya varises esophagus pada sirosis yang terkompensasi; stadium 2 adalah stadium sirosis hepatis terkompensasi dengan varises esophagus; stadium 3 adalah pada sirosis hepatis yang tidak terkompensasi dengan gejala perdarahan pencernaan bagian atas tanpa gejala lainnya; stadium 4 dikarakteristikkan dengan adanya asites, kuning, atau ensefalopati; dan stadium 5 apabila adanya lebih dari 1 gejala tidak terkompensasi dari stadium 4. Pemeriksaan lab dapat dilakukan untuk menilai abnormalitas fungsi hepar. Yang dinilai dalam penelitian ini adalah fungsi hepar dalam transport dan metabolisme protein berupa albumin, serta kemampuan produksi faktor koagulasi melalui nilai PT (prothrombin time).

Tujuan :Untuk mengetahui hubungan nilai prothrombin time dan albumin dengan staging pasien sirosis hepatis di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar periode Januari – Desember 2016.

Metode :Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan rancangan penelitian cross sectional. Pengambilan sampel dilakukan secara total sampling dengan total 94 sampel. Analisis data menggunakan uji Spearman dengan p value <0,05 untuk hubungan tes PT dan albumin terhadap Staging sirosis hepatis. Penelitian ini dilakukan di bagian Rekam Medik RSUP Wahidin Sudirohusodo Makassar. Penelitian ini dilakukan dalam waktu 3 bulan dari September – November 2017.

(10)

x

dekompensata. Terdapat hubungan antara PT (p=0,000), albumin (p=0,002) dengan Staging sirosis hepatis, dan tidak terdapat hubungan antara globulin (p=0,998) dengan Staging sirosis hepatis.

Kesimpulan :Terdapat hubungan yang bermakna antara hasil Prothrombin time dan albumin terhadap Staging pasien sirosis hepatis di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar periode Januari – Desember 2016.

(11)

xi

THESIS FACULTY OF MEDICINE HASANUDDIN UNIVERSITY DECEMBER 2017 Novia Wira Tungadi

Prof. dr. Mansyur Arif, Ph.D, Sp.PK(K)

Relationship of Prothrombin Time and Albumin Result with With Staging of Patient Hepatic Cirrhosis in RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Period of January – December 2016

ABSTRACT

Background: Hepatic cirrhosis is a condition in which the liver gradually can function and can not function and healthy tissue. From the results of the 2014 CDC survey, cirrhosis itself is one of the 15 highest causes of death in the world. Hepatic cirrhosis ranked 12th with a total death of 12%. Hepatic cirrhosis is generally divided into two compensated or asymptomatic and uncompensated phases due to the development of liver dysfunction. Blood 5 clinical staging of hepatic cirrhosis: stage 1 characterized by the absence of esophageal varices in compensated cirrhosis; stage 2 is a cirrhotic stage of hepatic compensated with esophageal varices; stage 3 is in cirrhosis of the hepatic which is not compensated for symptoms of upper gastrointestinal bleeding without any other symptoms; stage 4 is characterized by the presence of ascites, yellow, or encephalopathy; and stage 5 progresses further from 1 uncompensated phenomenon from stage 4. Laboratory tests may be performed to assess abnormalities of liver function. The assessing in this study was liver function in transport and protein metabolism in albumin, as well as production ability of coagulation factor through PT (prothrombin time).

Objective: To know the relationship of the results of prothrombin time and albumin in staging of cirrhotic hepatic patients in RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar period January - December 2016.

Method: This was an observational analytic study with cross sectional study design. Sampling was done in total sampling with a total of 94 samples. Data analysis using Spearman test with p value <0,05 for relation of PT test and albumin to staging of cirrhosis of hepatis. This research was conducted at the Medical Record of RSUP Wahidin Sudirohusodo Makassar. The study was conducted within 3 months from September to November 2017.

Results: The results showed that of the 94 samples, 8 samples were in Stage 1 compensated, 4 samples of Stage 2 compensated, 1 stage 3 decompensated sample, 24 samples on Stage 4 decompensata, and 57 samples on Stage 5 decompensata. There was a relationship between PT (p = 0,000), albumin (p = 0.002) with hepatic cirrhosis staging.

(12)

xii

(13)

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... ... .... i

HALAMAN JUDUL ... ... .... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... .... iii

HALAMAN PERSETUJUAN CETAK ... .... v

KATA PENGANTAR ... ... .... vi

ABSTRAK ... ... .... ix

DAFTAR ISI ... ... .... xiii

DAFTAR TABEL ... ... .... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... ... .... xvii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan ... .... 1

1.2. Rumusan Masalah ... ... .... 4

1.1 . Tujuan Penelitian ... ... .... 4

1.2 . Manfaat Penelitian ... ... .... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 . Sirosis Hepatis ... ... .... 6

2.2 . Pemeriksaan Lab untuk Sirosis Hepatis ... .... 17

BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 . Dasar Pemikiran Variabel yang Diteliti ... .... 22

3.2 . Kerangka Teori dan Kerangka Konsep ... .... 23

(14)

xiv BAB 4 METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian ... .... 26

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... .... 26

4.3. Variabel Penelitian ... .... 26

4.4. Populasi dan Sampel Penelitian ... .... 27

4.5. Kriteria Sampel ... .... 27

4.6. Instrumen Penelitian ... .... 27

4.7. Prosedur Penelitian ... .... 28

4.8. Cara Pengumpulan Data ... .... 29

4.9. Pengolahan dan Penyajian Data ... .... 29

4.10. Etika Penelitian ... .... 30

BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1 . Analisis Univariat ... .... 31

5.2 . Analisis Bivariat ... .... 35

BAB 6 PEMBAHASAN 6.1. Distribusi Sampel Berdasarkan Stadium Sirosis Hepatis ... .... 38

6.2. Distribusi Sampel Berdasarkan Usia ... .... 39

6.3. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin ... .... 40

6.4. Distribusi Sampel Berdasarkan Nilai Protrombin Time ... .... 41

(15)

xv

6.6. Hubungan Antara Nilai PT dengan Staging Sirosis Hepatis ... .... 42 6.7. Hubungan Antara Nilai Albumin dengan Staging Sirosis Hepatis ... .... 43 BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan ... .... 45 7.2. Saran ... .... 45 DAFTAR PUSTAKA ... 47

(16)

xvi Tabel 2.2 ... 20 Tabel 5.1 ... 32 Tabel 5.2 ... 33 Tabel 5.3 ... 33 Tabel 5.4 ... 34 Tabel 5.5 ... 35 Tabel 5.6 ... 35 Tabel 5.7 ... 37

(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

1. Tabel Data Penelitian ... ... 50

2. Surat Permohonan Izin Penelitian ... ... 53

3. Surat Permohonan Rekomendasi Etik ... ... 54

4. Surat Rekomendasi Persetujuan Etik ... ... 55

5. Surat Keterangan Selesai Penelitian ... ... 56

6. Lembar Persetujuan Judul ... ... 57

7. Lembar Persetujuan Proposal ... ... 58

8. Lembar Persetujuan Hasil ... ... 59

9... Lembar Pernyataan Anti Plagiarisme ...60

(18)

1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Sirosis hepatis adalah kondisi dimana hepar secara perlahan mengalami penurunan fungsi dan tidak dapat berfungsi secara dan adanya jaringan parut yang menggantikan jaringan hepar yang sehat dan menghalangi sebagian aliran darah melalui hepar (National Digestive Diseases Information Clearinghouse, 2014). Sirosis adalah keadaan disorganisasi difus dari struktur hati akibat nodul regeneratif yang dikelilingi dengan jaringan fibrosis. Istilah sirosis diberikan oleh Laence tahun 1819, yang berasal dari Khirros yang berarti kuning oranye akibat perubahan warna pada nodul-nodul yang terbentuk. (Sutadi S.M, 2003).

Dari hasil survei CDC tahun 2014, sirosis sendiri merupakan salah satu dari 15 penyebab kematian tertinggi di dunia. Sirosis hepatis menempati peringkat 12 dengan total kematian 12%. Ini mengalami peningkatan 0.5% dari hasil survey tahun 2013 yang memiliki hasil 11.5% (Kochanek K.D et al, 2014). Penyakit liver sendiri dianggap sebagai penyebab kedua mortalitas diantara semua penyakit digestif di Amerika Serikat (Everhart JR et al, 2009). Untuk data di Asia Tenggara belum ada yang signifikan, tetapi lebih dari 70% penduduknya terinfeksi virus Hepatitis B dan sekitar 20% berkembang menjadi sirosis hati (Cahyono, 2010).

Penyebab sirosis hepatis adalah akibat perlukaan kronis dalam waktu yang lama. Banyak etiologi yang mendasari terjadinya sirosis hepatis dan berbeda tiap pasien. Etiologi tiap pasien biasanya dapat diidentifikasi melalui evaluasi riwayat

(19)

2

pasien melalui rekam medik dan hasil tes. Penyakit hepar akibat alkohol dan hepatitis C adalah penyebab tersering pada daerah Barat, dan hepatitis B merupakan penyebab terbanyak pada sebagian besar Asia, dan sub-Sahara Afrika (Schuppan Detlef et al, 2008).

Sirosis hepatis secara umum dibagi menjadi dua yaitu yang terkompensasi atau fase asimptomatik dan yang tidak terkompensasi akibat perkembangan disfungsi hati. Sirosis hepatis yang terkompensasi memiliki tekanan portal yang normal atau masih dibawah ambang batas hipertensi portal secara klinis, atau adanya varises esophagus. Sementara fase yang tidak terkompensasi dikarakteristikkan dengan adanya gejala seperti asites, hipertensi portal, perdarahan gastrointestinal, ensefalopati atau adanya kuning. Sirosis yang tidak terkompensasi juga dapat berkembang menjadi komplikasi sistem lain yaitu perdarahan, kerusakan ginjal, sepsis, dan terbentuknya kanker. Dari penelitian retrospektif Gennaro, diperoleh 5 pembagian stadium klinis dari sirosis hepatis yakni: stadium 1 yang dikarakteristikkan dengan tidak adanya varises esophagus pada sirosis yang terkompensasi; stadium 2 adalah stadium sirosis hepatis terkompensasi dengan varises esophagus; stadium 3 adalah pada sirosis hepatis yang tidak terkompensasi dengan gejala perdarahan pencernaan bagian atas tanpa gejala lainnya; stadium 4 dikarakteristikkan dengan adanya asites, kuning, atau ensefalopati; dan stadium 5 apabila adanya lebih dari 1 gejala tidak terkompensasi dari stadium 4 yang menandakan disfungsi hepar lebih jauh (De Franchis, R et al, 2014).

(20)

Sirosis hepatis dapat didiagnosa melalui riwayat medik pasien dan riwayat penyakit keluarga, pemeriksaan fisik, pemeriksaan darah (nilai), modal radiologi, dan biopsy hati. Pemeriksaan lab yang umum dilakukan ketika pasien dicurigai memiliki abnormalitas fungsi hepar adalah hitung darah lengkap dengan platelet, protrombin time, nilai seperti enzim aspartat transaminae (AST), alanin transaminase (ALT), alkaline fosfatase, g-glutamyltransferase, bilirubin serum total, direct, dan indirect serta serum albumin. Pemeriksaan ini dapat memberikan gambaran level enzim hepar yang abnormal, atau kelainan jumlah sel darah sehingga membantu memberikan gambaran penyebab dan diagnosis sirosis (National Digestive Diseases Information Clearinghouse, 2014). Tetapi, pemeriksaan serologis ini tidak dapat mendiagnosis sirosis secara akurat. Terkadang tes fungsi liver tidak berhubungan langsung dengan fungsi hepar sehingga tidak menggambarkan stadium penyakitnya atau memang bukan berasal dari masalah hepar, tetapi gambaran abnormal ini dapat membuat klinisi mempertimbangkan kemungkinan penyakit hepar tertentu. Gold standard untuk mendiagnosis sirosis hati adalah melalui biopsy, tetapi biopsy hanya dilakukan setelah pemeriksaan noninvasive lainnya yang tidak membuahkan hasil konfirmasi dari diagnosis sirosis (Heidelbaugh J.J et al, 2006). Selain itu, biopsy tidak diperlukan apabila secara klinis, atau pemeriksaan tidak invasive lain seperti pemeriksaan laboratorium atau radiologi telah menunjukkan kecenderungan sirosis hati. Meskipun kecil resikonya, tetapi biopsy dapat menyebabkan perdarahan dan kematian yang berakibat fatal.

(21)

4

Berdasarkan uraian diatas, peneliti selaku mahasiswa kedokteran ingin melakukan penelitian berjudul “Hubungan Nilai Prothrombin Time dan Albumin dengan Staging Pasien Sirosis Hepatis di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode Januari – Desember 2016” untuk mengetahui bagaimana gambaran dari hasil laboratorium pasien sirosis hepatis, agar terlihat apakah ada perbedaan bermakna yang dapat menjadi penanda dalam diagnosis setiap stadium sirosis hepatis. Selain itu, masih kurangnya penelitian yang mengkaji mengenai masalah tersebut, khususnya di Makassar membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas dirumuskan suatu masalah yaitu apakah terdapat Hubungan Nilai Prothrombin Time dan Albumin dengan Staging Pasien Sirosis Hepatis di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode Januari – Desember 2016?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat hubungan nilai prothrombin time dan albumin dengan staging pasien sirosis hepatis di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar periode Januari – Desember 2016.

(22)

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Bagi pelaksana medis, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan informasi dalam memberikan kemudahan dalam mendiagnosis staging sirosis hepatis berdasarkan hasil pemerikaan fungsi hati..

2. Bagi peneliti dan ilmu pengetahuan, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi mengenai gambaran hasil pemeriksaan prothrombin time dan albumin pada staging pasien sirosis hepatis yang juga dapat menjadi perbandingan bagi peneliti-peneliti selanjutnya untuk pengembangan penelitian berikutnya.

3. Bagi peneliti sendiri, sebagai bahan masukan dan pembelajaran yang bermanfaat terutama untuk perkembangan keilmuan peneliti.

(23)

6 BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sirosis Hepatis

2.1.1 Pengertian

Sirosis hepatis adalah suatu kondisi dimana hepar mengalami penurunan secara perlahan dan tidak dapat berfungsi secara normal akibat perlukaan kronik dalam jangka waktu panjang. Jaringan hepar yang sehat digantikan oleh jaringan ikat dan menghalangi sebagian aliran darah menuju ke hepar (National Digestive Diseases Information Clearinghouse, 2014). Sirosis hepatis merupakan keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif dan memberikan tanda yakni pembentukan nodul regenerative akibat nekrosis hepatoseluler, kolapsnya jaringan penunjang retikulin disertai dengan deposit jaringan ikat, serta gangguan jaringan vaskular. Sirosis hati memberikan tanda berupa terjadinya proses radang, nekrosis sel hati, usaha regenerasi, dan usaha membentuk pertambahan jaringan ikat difus (fibrosis) dengan terbentuknya nodul yang mengganggu susunan lobulus hati serta disebut irreversibel (Bimantara N.G, 2014). Pembentukan jaringan ikat, modul, dan abnormalitas aliran darah vaskular yang masuk dan yang keluar melalui arteri-vena porta, arteri-vena hepatica, ataupun pintasan vena porta-vena hepatica menyebabkan hepar mengalami kekurangan perfusi darah dan komplikasi lainnya yang serius.

(24)

2.1.2 Epidemiologi

Berdasarkan CDC tahun 2014, sirosis hepatis merupakan salah satu dari 15 penyebab kematian tertinggi di dunia yaitu peringkat 12 dengan kematian 12%. Sirosis merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas yang terus meningkat pada Negara yang sedang berkembang, dengan menyebabkan 1.03 juta kematian seluruh dunia setiap tahunnya, 170.000 per tahun di eropa dan 33.539 per tahunnya di Amerika Serikat. Sirosis juga merupakan indikasi untuk 5500 proses transplantasi hepar setiap tahunnya di Eropa. (Tsochatzis E.A et al, 2014). Kematian akibat sirosis hepatis terus meningkat dari 676.000 pada tahun 1980 menjadi lebih dari 1 juta kematian pada tahun 2010. Mortalitas dari sirosis hepar pada Negara di daerah Asia pun terus meningkat. (Mokdad A et al, 2014). Untuk di Indonesia sendiri lebih tepatnya, belum ditemukan hasil signifikan dari kurangnya penelitian dan pendataan, tetapi merupakan penyebab kematian terbesar ketiga pada penderita yang berusia 45-46 tahun setelah penyakit kardiovaskular dan kanker. Penderita sirosis hepatis lebih banyak merupakan laki-laki, dan umur rata-rata penderita adalah 30 - 59 tahun, dengan usia puncak sekitar 40 – 49 tahun. Penyebab sirosis hepatis paling banyak disebabkan oleh penyakit hati alkoholik, dan non alkoholik seperti hepatitis B (HBV) dan C (HCV). Angka kejadian hepatitis B di Indonesia adalah sekitar 21,2% - 46,9% dan hepatitis C berkisar 38,7% - 73,9% (Setiati S et al, 2014)

(25)

8

2.1.3 Etiologi

Tabel 2.1 Penyebab sirosis hepatis Penyakit hati alkoholik

Hepatitis C kronik

Hepatitis B kronik dengan/atau tanpa hepatitis D

Steatohepatitis non-alkoholik (NASH), hepatitis yang dikaitkan dengan DM, malnutrisi protein, obesitas, penyakit arteri koroner, pemakaian obat kortikosteroid.

Sirosis bilier primer Hepatitis autoimun Hemokromatosis herediter Penyakit Wilson Defisiensi Alpha-1-antitrypsin Sirosis kardiak Galaktosemia Fibrosis kistik

Hepatotoksik akibat obat atau toksin Infeksi parasit tertentu (Schistomiosis)

(26)

Penyebab sirosis hepatis yang paling sering adalah hepatitis C kronik, hepatitis B kronik dan penyakit hepar akibat alcohol dan non alcohol seperti non-alkoholik fatty liver disease (NAFLD) dan non-alkoholik steatohepatitis (NASH). Sementara penyebab sirosis hepatis yang lainnya adalah seperti hepatitis autoimun, penyakit yang merusak kerja, menghilangkan fungsi atau menghalangi aliran dari empedu, penyakit turunan yang mempengaruhi fungsi hepar seperti penyakit Wilson, hemokromatosis herediter, dan infeksi jarang pada hepar seperti infeksi hepatitis D yang hanya terjadi pada pasien yang telah terlebih dahulu terinfeksi hepatitis B, serta penyebab-penyebab lainnya seperti reaksi terhadap obat tertentu, paparan lama terhadap suatu bahan kimiawi yang bersifat toksik, infeksi parasit, kongesti hepat akibat kegagalan jantung kronis, trauma pada hepar, dan perlukaan lain yang dapat penyebabkan perlukaan kronik. (National Digestive Diseases Information Clearinghouse, 2014)

2.1.4 Patofisiologi

Sirosis hepatis terjadi akibat transisi penyakit liver kronik dalam waktu yang panjang melibatkan inflamasi, aktivasi sel stellata hepatic dengan fibrogenesis, angiogenesis, dan lesi parenkim oleh oklusi vascular. Proses-proses ini menyebabkan perubahan mikrovaskular hepar, remodeling sinusoidal (deposisi matriks ekstraseluler dari sel stellata yang aktif berproliferasi), formasi pembuluh darah intrahepatik (akibat angiogenesis dan hilangnya sel parenkim), dan disfungsi endotelial hepatik. Disfungsi endotel ini diakibatkan oleh kurangnya pelepasan insufisien dari nitrit oksida oleh karena

(27)

10

rendahnya aktivitas endotel nitrit oksida sintetase, kurangnya kofaktor, dan tingginya konsentrasi vasokontriktor endogen (seperti stimulasi adrenergic, thromboxan A2, aktivasi sistem rennin-angiotensin, hormone antidiuretik, dan endotelin).

Peningkatan resistensi terhadap aliran darah portal menyebabkan peningkatan tekanan darah portal, resisten vaskular total, dan abnormalitas fungsional yang menyebabkan disfungsi endotel lebih lanjut dan peningkatan tonus vaskular hepar. Vasodilatasi aliran darah limpa juga terjadi dan menyebabkan peningkatan aliran darah ke sistem vena portal yang menyebabkan terjadinya respon adaptif sehingga terjadi perubahan haemodinamik intrahepatik yang terjadi pada sirosis. Pada fase lebih lanjut, hal ini menyebabkan asites dan sindroma hepatorenal, sindroma hepatopulmo, hipertensi hepatopulmo, pembentukan dan pembesaran varises (yang akan menjadi perdarahan dengan dipengaruhi oleh faktor angiogenesis dan faktor pertumbuhan endotel vaskuler), dilatasi mukosa gaster yang menyebabkan hipertensi portal gastropati. Kemudian, penutupan aliran darah portal ke sirkulasi sistemik akibat perdarahan tersebut akan mengakibatkan gangguan perdarahan kolateral portosistemik sehingga menyebabkan hepatik ensefalopati, dan akhirnya akan menyebabkan gagalnya fungsi hepar. (Tsochatzis E.A et al, 2014)

(28)

2.1.5 Klasifikasi dan Manifestasi Klinis

Secara klinis atau fungsional sirosis hepatis dibagi menjadi dua yaitu, sirosis hati kompensata dan sirosis hati dekompensata.

Sirosis hati kompensata adalah stadium awal, dimana tubuh masih mampu mengkompensasi kerusakan yang terjadi. Biasa juga disebut sebagai laten sirosis hepatis. Sirosis ini seringkali muncul tanpa gejala dan biasanya ditemukan sewaktu pasien kebetulan melakukan pemeriksaan kesehatan rutin, atau pemeriksaan skrining. Gejala-gejala awal seperti perasaan mudah lelah, letih, lesu, lemas, nafsu makan berkurang, perut kembung, mual, berat badan menurun. Pada laki-laki biasanya muncul gejala impoten, testis mengecil, dada membesar (gynecomastia), sampai hilangnya nafsu seks.

Sirosis hati yang sudah tidak dapat dikompensasi lagi kerusakannya oleh tubuh, disebut sirosis hati dekompensata. Gejala-gejala sebelumnya akan menjadi lebih menonjol, seperti kegagalan fungsi hati, dan hipertensi porta. Gejala lain yang terjadi seperti demam yang tidak terlalu tinggi, gangguan tidur, kerontokan rambut badan, gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus, urin berwarna seperti teh pekat, feses berwarna seperti aspal atau dempul, hematemesis, melena, serta gangguan mental seperti mudah lupa, sulit konsentrasi, kebingungan, agitasi , bahkan mempengaruhi kesadaran seperti koma, atau kehilangan kesadaran apabila sampai pada ensefalopati hepatic (Saskara P. M.A et al, 2013). Selain itu, sirosis hati dapat memberikan tanda seperti spider angioma atau spider nevi,

(29)

12

eritema palmar, adanya perubahan pada kuku, caput medusa, osteoartopati hipertrofi, kontraktur duputyren, perubahan ukuran hati, splenomegali, asterixis/flapping tremor (Setiati S et al, 2014).

2.1.6 Staging Sirosis Hepatis

Sirosis hepatis kompensata dan dekompensata dari dulu telah dianggap sebagai dua bentuk manifestasi yang berbeda berdasarkan perbedaan dari perjalanan klinis, angka bertahan hidup, indikator prognostik, serta penyebab kematian. Konsep ini memberikan gambaran untuk melakukan studi tentang perjalanan klinik sirosis hepatis sehingga oleh D‘Amico G et al pada tahun 2010 memodifikasi dan menetapkan 5-sistem staging sirosis hepatis. 2 Stage awal berada dalam kelompok sirosis hepatis yang masih terkompensasi dan 3 selanjutnya berada pada sirosis hati dekompensata.

Stage 1 dan 2 merupakan Stage pada pasien sirosis hepatis kompensata. Sirosis hepatis dalam Stage 1 ini dikarakteristikkan dengan tidak adanya gejala varises esophagus. Pasien pada Stage ini memiliki mortalitas hanya 1.5%, dan memiliki resiko 6.2% menjadi sirosis dekompensata dan Stage selanjutnya pada tahun pertama. Pasien Stage 2 sirosis hepatis dikarakteristikkan dengan adanya varises esophagus dan memiliki mortalitas 2%, dan memiliki resiko 12.2% menjadi sirosis dekompensata dan Stage selanjutnya pada tahun pertama.

(30)

Stage 3, 4, dan 5 merupakan Stage pada pasien sirosis hepatis dekompensata. Pada Stage 3, gambaran klinis pasien adalah adanya perdarahan saluran cerna atas, tanpa adanya gejala dekompensasi lainnya. Pada Stage 3, angka mortalitas dalam 1 tahun pertama adalah 10%, dan 21% menjadi stadium selanjutnya dengan gambaran adanya asites. Stage 4 memberikan gambaran asites, ikterus, atau ensefalopati tetapi tidak ada perdarahan, dengan angka mortalitas tahun 1 yaitu 21%. Stadium 5 adalah stadium akhir yang memberikan gambaran lebih dari satu kejadian dekompensasi disertai dengan adanya perdarahan yang mengindikasikan adanya disfungsi hepar yang lebih jauh dibandingkan Stage sebelumnya. Angka mortalitas tahun pertama pada Stage ini adalah 27%, dan sekitar 87% pasien meninggal dalam 5 tahun, akibat mengalami banyak gejala lainnya. (De Franchis, R et al, 2014)

2.1.7 Komplikasi

Komplikasi yang terjadi pada penderita sirosis hepatis, disebabkan oleh kegagalan fungsi hati dan umumnya seperti :

1. Hipertensi portal

Adalah suatu sindroma klinis yang terjadi bila terjadi perbedaan tekanan antara vena porta dan vena cava inferior diatas 10 sampai 12 mmHg. Hipertensi portal sendiri terjadi akibat peningkatan resistensi intrahepatik terhadap aliran darah porta akibat terbentuknya nodul degeneratif, serta akibat peningkatan aliran darah limpa akibat vasodilatasi pembuluh darah limpa.

(31)

14

2. Asites

Asites pada penderita sirosis hepatis dapat disebabkan oleh karena komplikasi lain seperti hipertensi portal, atau akibat disfungsi intrahepatik sendiri yaitu penurunan fungsi sintetis pada hati yang menyebabkan hipoalbuminemia, dan juga dapat diakibatkan oleh disfungsi ginjal yang menyebabkan akumulasi cairan dalam rongga peritoneum.

3. Varises gastroesofagus

Varises esophagus terdapat hampir pada 50% pasien sirosis hepatis, dan biasanya memberikan gambaran derajat keparahan sirosis hepatis. Pecahnya varises esophagus dapat menyebabkan perdarahan massif yang fatal.

4. Peritonitis bakteri spontan (PBS)

Peritonitis bakteri spontan merupakan komplikasi yaitu akibat infeksi cairan asites tanpa adanya bukti infeksi sekunder intraabdominal. PBS timbul pada pasien dengan cairan asites yang kandungan proteinnya rendah. PBS ini disebabkan oleh bakteri seperti Escherichia coli, Klebsiella sp, dan organisme enterik gram negatif lainnya, tetapi dapat juga ditemukan bakteri gram positif lain seperti Streptococcus viridians, Streptococcus pneumonia, Staphylococcus amerius.

(32)

5. Ensefalopati hepatikum

Sekitar 28% pasien sirosis hepatis mengalami komplikasi ensefalopati hepatikum ini. Ensefalopati hepatikum merupakan suatu kelainan neuropsikiatri akibat gangguan metabolisme energy pada otak dan peningkatan permeabilitas sawar darah otak. Peningkatan permeabilitas ini memungkinkan masuknya neurotoksin ke dalam otak. Neurotoksin tersebut seperti asam lemak rantai pendek, neurotransmitter (tyramine, octopamine, beta-phenylethanolamine), ammonia, dan gamma-aminobutyric acid (GABA). Terutama paling sering disebabkan oleh hiperammonia akibat penurunan hepatic uptake akibat permasalahan vaskular portal intrahepatik yang menurunkan sintesis urea dan glutamik. 6. Sindrom hepatorenal

Sindrom hepatorenal merupakan gangguan fungsi ginjal yang murni disebabkan akibat gangguan vaskular hepar yang berhubungan dengan ginjal. Sindrom ini sering ditemukan pada pasien sirosis hati pada tahap lanjut. Sindrom ini terbagi menjadi 2 tipe. Tipe 1 ditandai dengan gangguan progresif fungsi ginjal dan penurunan klirens kreatinin secara bermakna dalam 1-2 minggu. Tipe 2 ditandai dengan peningkatan serum kreatinin dan penurunan filtrasi glomerulus. Prognosis tipe 2 lebih baik dibanding tipe 1.

(33)

16

7. Sindrom hepatopulmonal

Sindrom ini dapat menimbulkan hidrotoraks dan hipertensi portopulmonal. Komplikasi ini ditemukan pada tahap lanjut dimana terjadi perdarahan saluran cerna akibat pecahnya varises esophagus, dan adanya gastropati hipertensi porta.

2.1.8 Diagnosis

Menurut algoritme oleh Joel J H et al pada tahun 2006, metode diagnosis sirosis hepatis yaitu melalui anamnesis riwayat pasien, pemeriksaan fisis, kemudian pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium dan radiologi, serta biopsi.

Melalui riwayat pasien dengan tanda dan gejala sirosis hepatis atau memiliki faktor resiko seperti pengguna alkohol, resiko infeksi kronik hepatitis, obesitas. Diperlukan penemuan konsisten pada pemeriksaan fisik dari gejala dan tanda sirosis hepatis atau penyakit liver kronik lainnya. Setelah itu, perlu dilakukan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium yang akan dibahas pada poin dibawah, untuk melihat adanya abnormalitas dari fungsi hepar itu sendiri. Pemeriksaan radiologi diperlukan untuk melihat modal imaging atau bentuk dari organ yang terkena tersebut. Biasanya digunakan ultrasonografi (USG) abdominal dengan Doppler. USG abdomen dengan Doppler ini metode yang tidak invasive dan merupakan modalitas yang sangat baik untuk menilai penampakan hepar dan aliran darah pada vena hepatica pasien yang diduga mengalami sirosis, dan juga harganya tidak mahal. Kita

(34)

dapat menemukan pembentukan nodul, iregularitas, peningkatan bayangan, dan adanya atrofi, dan kadang terlihat asites. Modalitas radioimaging yang lebih maju yaitu seperti penggunaan CT Scan dan MRI. CT dan MRI secara umum tidak dapat memperlihatkan morfologi yang terjadi pada Stage awal, tetapi dapat memberikan gambaran nodul dan atrofi lobaris, perubahan hipertrofi, serta asites dan varises pada Stage lebih lanjut. CT dan MRI lebih sering digunakan dalam membedakan nodul dengan hepatoselular karsinoma.

Biopsi hepar adalah tahap terakhir yang perlu dipertimbangkan setelah pemeriksaan serologic dan non invasive lainnya telah dilakukan dengan maksimal, tetapi gagal mengkonfirmasi diagnosis. Hal ini diakibatkan oleh adanya resiko yang dapat berakibat fatal misalnya perdarahan dan kematian. Oleh sebab itu, biopsi hati tidak diperlukan apabila secara klinis dan melalui pemeriksaan penunjang lainnya telah dapat dibuktikan diagnosis sirosis hepatis.

2.2. Pemeriksaan Lab untuk Sirosis Hepatis

Klasifikasi pemeriksaan laboratorium yang dapat digunakan untuk memeriksa fungsi hati adalah:

1. Tes untuk kemampuan dan kapasitas hepar dalam transport dan metabolisme protein, seperti : total serum protein, albumin, globulin, elektroforesis serum protein, pertanda neoplasma pada hepar (alfa-fetoprotein, karsinoembrionik antigen). Albumin, globulin yang menurun dapat memperlihatkan tingkat keparahan penyakit hepar.

(35)

18

2. Tes untuk melihat serum protein lain yang diproduksi oleh hepar, seperti : faktor koagulasi (hepar membentuk 6 faktor koagulase: fibrinogen, II/prothrombin, V, VII, dan X). Pada permasalahan kemampuan hepar untuk membentuk faktor koagulasi dapat menghasilkan abnormalitas pembekuan darah sehingga pemanjangan waktu protrombin dapat ditemukan.

3. Tes untuk melihat metabolisme bilirubin, seperti total serum bilirubin, bilirubin terkonjugasi, urobilinogen, stercobilinogen. Pada kegagalan mekanisme hepatosit, akan terjadi peningkatan level bilirubin.

4. Tes serum enzim yang mendeteksi nekrosis dari hepatoselular, yakni aminotransferase. Enzim-enzim ini adalah aspartat aminotransferase (AST)/ serum glutamate oksaloasetat transaminase (SGOT) dan alanin aminotransferase (ALT)/ serum glutamate piruvat transaminase (SGPT). ALT secara primer terlokalisasi pada sel hepar, tetapi AST selain di hepar, dapat memberikan gambaran kerusakan dari berbagai jaringan seperti jantung, otot skelet, ginjal, otak, dan hepar. Peningkatan serum AST dan ALT terjadi dan relevan hampir pada semua penyakit hepar, dan mungkin dapat memberikan gambaran tingkat nekrosis hepatoselular yang terjadi. Selain itu ada juga enzim lain yang dapat mendeteksi nekrosis hepatoseluar dan juga kolestasis yaitu alkali fosfatase (ALP), g glutamyl transpeptidase, 5‘-nukleotidase, monoamine oksidase, B-prolin hidroksilase. Peningkatan ALP dan g glutamyl transpeptidase terjadi

(36)

pada pasien yang terjadi penyakit hepar dengan kolestasis atau karsinoma hepatik.5‘-nukleotidase juga berada pada organ lain seperti usus, otak, jantung, pembuluh darah, dan pankreas. Peningkatan 5‘-nukleotidase

biasanya berasal dari hepatobilier apabila bukan dari jaringan lain dan peningkatannya berhubungan dengan peningkatan ALP.

Salah satu nilai yang perlu diperhatikan yaitu rasio De Ritis, yang dijabarkan oleh Fernando De Ritis pada tahun 1957. Rasio De Ritis adalah rasio dari aktivitas serum AST dan ALT yang menggambarkan fungsi hati melalui pelepasannya saat terjadi kerusakan atau kematian sel hepar ke aliran darah. Rasio De Ritis berfungsi untuk menilai apakah penyakit hepar tersebut merupakan kronik seperti hepatitis viral kronik atau hepatitis alkoholik dan non-alkoholik fatty liver disease (NAFLD) dengan memberikan gambaran peningkatan rasio AST/ALT. peningkatan ini dapat memprediksi komplikasi jangka panjang seperti fibrosis dan sirosis (Botros M et al, 2013). Pada hepatitis alkoholik, AST biasanya lebih tinggi dari ALT, dengan rasio AST/ALT mencapai 2:1. Pada hepatitis viral akut, ALT biasanya lebih tinggi dari AST. Rasio AST/ALT yang tinggi (>1,5) pada hepatitis viral akut dapat mengindikasikan terjadinya hepatitis fulminans. Sementara rasio AST/ALT yang lebih besar dari 1.0 pada penyakit hati kronik dapat mengindikasikan fibrosis lanjut (Kasarala G et al, 2016).

(37)

20

5. Abnormalitas haematologi pada pasien sirosis hepatis. Fungsi hepar sebagai sintesis dari komponen-komponen penting pembentuk sel-sel darah seperti thrombopoietin, erythropoietin, faktor-faktor yang menstimulasi sel darah putih, menyebabkan perlunya pemeriksaan eritrosit, trombosit, leukosit dan neutrofil (Qamar A.A et al, 2009). Pasien biasanya mengalami penurunan dari nilai normal akibat gangguan sintesis hepar atau akibat hipersplenisme. Pasien juga dapat mengalami anemia (makrositik, normositik, dan mikrositik). Dapat juga dilihat elektrolit darah seperti natrium yang mengalami penurunan akibat peningkatan ADH dan aldosteron.

Tabel 2.2 Tes Laboratorium pada Sirosis Hepatis

Jenis Pemeriksaan Hasil

Albumin (3,5-5,5g/dl) Menurun akibat penurunan sintesis Globulin (2-3g/dl) Meningkat terutama Ig G

Bilirubin (0-1mg/dl) Meningkat akibat penurunan klirens hepar, prediksi mortalitas

Aminotransferase ALT 10-55 U/L AST 10-40 U/L

Terjadi peningkatan. ALP lebih spesifik untuk nekrosis hepatosit. AST untuk skeletal, jantung, otot, ginjal, otak. AST/ALT > 2 : penyakit kronik hepar AST/ALT<1 : perlukaan/penyakit akut Alkali fosfatase (ALP) Terjadi peningkatan ringan

(38)

45-115 U/L

glutamyl transpeptidase

0-30 U/L

Peningkatan korelasi dengan ALP. Spesifik meningkat dengan tinggi pada pengguna alkohol.

5‘-nukleotidase 0-11 U/L

Peningkatan korelasi dengan ALP.

Waktu prothrombin (PT) 10-14 detik

Terjadi peningkatan waktu, diakibatkan oleh penurunan produksi faktor V/VII dari hati.

International normalized ratio (INR)

0.9-1.2

Berkorelasi dengan waktu prothrombin. Biasa dilakukan sebagai tes PT/INR

Trombosit Menurun (akibat hipersplenism) Leukosit dan neutrofil Menurun (akibat hipersplenism)

Natrium Menurun

Rasio De Ritis Penyakit hepar kronik rasio AST lebih tinggi dari ALT (kemungkinan

komplikasi jangka panjang sirosis) Penyakit hepar akut rasio ALT lebih tinggi dari AST

(39)

22 BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL HIPOTESIS PENELITIAN 3.1. Dasar Pemikiran Variabel yang Diteliti

Sirosis hepatis adalah merupakan suatu penyakit yang dapat dikatakan sebagai manifestasi tahap akhir dari proses pejalanan kronik dari penyakit yang menyerang hepar. Sirosis hepatis sendiri merupakan salah satu penyebab kematian, tetapi sirosis hepatis sendiri masih dapat diberikan penanganan yang tepat dalam perjalanan penyakitnya sesuai dengan etiologi untuk memperoleh hasil manajemen yang lebih baik. Untuk memperoleh hasil penanganan yang baik, tentu diperlukan pengetahuan modalitas dalam mengakses Stage sirosis hepatis agar diketahui pengobatan serta antisipasi yang dapat dilakukan agar memperoleh prognosis yang lebih baik.

Dari hasil paparan diatas, perlunya modalitas yang dapat memberikan kepastian dalam diagnosis staging. Dari gejala klinis yang tampil, akan dikelompokkan menjadi Stage kompensata dan dekompensata terlebih dahulu, dan apabila informasi dari rekam medik memadai, akan diklasifikasikan lebih lanjut berdasarkan 5 Stage menurut G D Amico, dan kemudia melalui modalitas pemeriksaan lab ini dapat dikorelasikan dengan setiap Stage keparahan sirosis hepatis, dan dilihat modalitas pemeriksaan apakah yang spesifik meningkat pada setiap Stage.

(40)

3.2. Kerangka Teori dan Kerangka Konsep 3.2.1 Kerangka Teori Gangguan kapasitas transport dan metabolisme protein Gangguan pembuatan faktor koagulasi Gangguan metabolisme bilirubin Gangguan serum enzim akibat nekrosis hepatoselular Gangguan hematologi Gangguan fungsi hati Etiologi

Akut (contoh: hepatitis viral akut)

Kronik (contoh: NAFLD, hepatitis alkoholik)

Sirosis Hepatis

Kompensata Dekompensata

Stage 1: Tidak ada gejala varises esofagus

Stage 2: Ada gejala varises

esofagus

Stage 3: Ada perdarahan saluran cerna atas,

tanpa gejala dekompensasi lain Stage 4: Ada kejadian dekompensasi (gambaran asites, ikterus, atau ensefalopati), tanpa ada perdarahan Stage 5: Lebih dari satu

kejadian dekompensasi

(41)

24

3.2.2 Kerangka Konsep

Variabel independen Variabel dependen

3.3. Definisi Operasional

Adapun definisi operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Sirosis hepatis adalah suatu kondisi dimana hepar mengalami penurunan

fungsi hati secara perlahan dan tidak dapat berfungsi secara normal akibat perlukaan kronik dalam jangka waktu panjang, yang telah didiagnosis berdasarkan gejala klinik, anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang lainnya pada rekam medik pasien.

2. Pemeriksaan prothrombin time dan albumin adalah pemeriksaan penunjang laboratorium yang berisi tes-tes yang dilakukan dan tersimpan pada rekam medik pasien yang dapat menggambarkan kondisi penurunan fungsi hepar transport dan metabolisme protein yaitu nilai albumin dan pembuatan faktor koagulasi pasien sirosis hepatis tersebut melalui prothrombin time.

Staging Sirosis Gangguan fungsi hati:

(42)

3.4. Kriteria Objektif

Melihat ada tidaknya hubungan gambaran nilai prothrombin dan albumin pada setiap Stage sirosis hepatis, dinyatakan:

1. Terdapat hubungan (+), apabila pada setiap Stage atau peningkatan Stage sirosis hepatis juga terdapat gambaran hasil prothrombin time dan albumin yang spesifik atau lebih berat dibanding Stage sebelumnya. 2. Tidak terdapat hubungan (-), apabila pada setiap Stage atau peningkatan

Stage sirosis hepatis tidak ditemukan gambaran prothrombin time dan albumin yang spesifik atau yang lebih berat dibanding Stage sebelumnya. 3.5. Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini adalah adanya hubungan antara setiap Stage atau peningkatan Stage sirosis hepatis dengan gambaran prothrombin time dan albumin yang spesifik atau lebih berat dibanding Stage sebelumnya.

(43)

26 BAB 4

METODE PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain observasional analitik dengan menggunakan metode pendekatan cross sectional. Penelitian cross sectional merupakan penelitian seksional silang dengan variabel sebab atau resiko dan akibat pada objek penelitian dikumpulkan secara simultan, sesaat atau satu kali saja dalam satu kali waktu (dalam waktu yang bersamaan), dan pada studi ini tidak ada follow up.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di bagian Rekam Medik RSUP Wahidin Sudirohusodo Makassar. Penelitian ini dilakukan dalam waktu 3 bulan dari September – November 2017.

4.3 Variabel Penelitian

4.3.1 Variabel Independen/Bebas

Variabel dependen pada penelitian ini adalah Stage penyakit sirosis hepatis.

4.3.2 Variabel Dependen/Terikat

Variabel independen pada penelitian ini adalah gambaran prothrombin time dan albumin yang terdapat pada rekam medik pasien.

(44)

4.4 Populasi dan Sampel 4.4.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian. Populasi penelitian ini adalah data seluruh pasien sirosis hepatis yang dirawat di RSUP Wahidin Sudirohusodo Makassar terhitung sejak Januari – Desember 2016

4.4.2 Sampel

Sampel penelitian adalah sebagian dari keseluruhan obyek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi. Sampel pada penelitian ini adalah data pasien sirosis hepatis yang dirawat di RSUP Wahidin Sudirohusodo Makassar yang memenuhi kriteria inklusi.

4.4.3 Teknik Sampling

Cara pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan total sampling.

4.5 Kriteria Sampel 4.5.1 Kriteria Inklusi

a. Data rekam medik pasien sirosis hepatis yang dirawat di RSUP Wahidin Sudirohusodo Makassar periode Januari 2016 – Desember 2016

b. Rekam medik memiliki gejala klinis yang dapat diklasifikasikan dalam Stage sirosis hepatis, dan adanya hasil prothrombin time dan albumin. 4.6 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah rekam medik, alat tulis, komputer, dan program komputer untuk mengolah data.

(45)

28

4.7 Prosedur Penelitian 4.7.1 Tahap Persiapan

Pada tahap persiapan penelitian, dilakukan kegiatan sebagai berikut: 1. Peneliti menyusun proposal penelitian

2. Peneliti mengajukan proposal kepada pembimbing

3. Peneliti mengusulkan perizinan berupa etik penelitian dan perizinan pengambilan sampel penelitian di lokasi pengambilan sampel.

4. Peneliti mempersiapkan instrumen penelitian untuk pengambilan sampel penelitian.

5. Peneliti mempersiapkan alat dan bahan yang akan digunakan dalam analisis sampel penelitian.

4.7.2 Tahap Pelaksanaan

1. Peneliti mengumpulkan data yang diperlukan dari sampel data yang berupa data sekunder yang diperoleh melalui rekam medik.

2. Peneliti mengelompokkan menjadi Stage kompensata dan dekompensata 3. Apabila informasi memadai, peneliti melanjutkan mengelompokkan

menjadi 5 Stage menurut G D‘ Amico sesuai dengan gejala klinis.

4. Peneliti menuliskan dan mengurutkan hasil gambaran prothrombin time dan albumin setiap pasien yang sudah dibagi pada setiap Stage berdasarkan hasil pengumpulan data.

(46)

4.7.3 Tahap Pelaporan

Pada tahap pelaporan penelitian, dilakukan kegiatan sebagai berikut : 1. Peneliti mengumpulkan data hasil pemeriksaan

2. Peneliti melakukan pengolahan dan penyajian data hasil penelitian

3. Peneliti melakukan evaluasi dan pembahasan hasil data penelitian bersama pembimbing.

4. Penulis melakukan penarikan kesimpulan dan saran dari penelitian 5. Peneliti menyusun laporan penelitian

6. Peneliti mencetak hasil penelitian 7. Peneliti membuat publikasi penelitian 4.8 Cara Pengumpulan Data

Berdasarkan cara memperoleh data, jenis data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari rekam medik pasien sirosis hepatis di RSUP Wahidin Sudirohusodo Makassar periode Januari 2016 – Desember 2016.

4.9 Pengolahan dan Penyajian Data 4.9.1 Pengolahan Data

Pengolahan data pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan bantuan komputer memakai program Microsoft Excel dan SPSS.

4.9.2 Penyajian Data

Data yang ada disajikan dalam bentuk tabel disertai penjelasan serta disusun dan dikelompokkan sesuai dengan tujuan penelitian.

(47)

30

4.10 Etika Penelitian

1. Sebelum melakukan penelitian maka peneliti akan melakukan pengajuan rekomendasi etik.

2. Setelah pengajuan rekomendasi etik peneliti telah disetujui, peneliti harus mengurus perizinan, serta prosedur dari masing-masing instansi tempat penelitian akan dilaksanakan.

3. Setiap subjek akan dijamin kerahasiaannya atas data yang diperoleh dari hasil tes dengan tidak menuliskan nama pasien, tetapi hanya berupa inisial.

4. Setiap hasil pengambilan data yang dilakukan peneliti harus sesuai dengan dasar etik yang berlaku.

(48)

31 BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN

Bab ini menguraikan data hasil penelitian dan analisis hasil penelitian yang diperoleh dari hasil pengumpulan data berupa data sekunder (rekam medik) terhadap penderita sirosis hepatis RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar tahun 2016. Pengumpulan data tersebut dilakukan dalam waktu 1 bulan yakni bulan Oktober 2017 dan jumlah sampel yang diperoleh adalah 94 yang memenuhi kriteria inklusi. Data yang diperoleh diolah menggunakan Microsoft Excel dan SPSS. Penyajian data penelitian ini meliputi hasil analisis univariat dan bivariat. Hasil analisis univariat adalah deskripsi karakteristik penderita (stadium sirosis hepatis terbanyak yang dialami penderita, jenis kelamin, usia, nilai PT, albumin). Hasil analisis bivariat adalah data dianalisis menggunakan metode Spearman, yaitu metode statistic yang digunakan untuk melihat kemaknaan dan hubungan antara masing-masing variabel (gambaran nilai prothrombin time dan albumin pada staging pasien sirosis hepatis di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar periode Januari – Desember 2016) 5.1 Analisis Univariat

5.1.1. Karakteristik Individu a. Stadium Sirosis Hepatis

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari total 94 sampel, terdapat 8 orang (8.5%) merupakan stadium kompensata Stage 1, 4 orang stadium kompensata Stage 2 (4.3%), 1 orang stadium dekompensata Stage 3 (1.1%), 24

(49)

32

orang stadium dekompensata Stage 4 (25.5%), dan 57 orang pada stadium dekompensata Stage 5 (60.6%). Data ini dapat dilihat pada Tabel 5.1. berikut. Tabel 5.1 : Distribusi menurut staging penderita sirosis hepatis di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar tahun 2016

Staging Jumlah Persentase

Kompensata Stage 1 Kompensata Stage 2 Dekompensata Stage 3 Dekompensata Stage 4 Dekompensata Stage 5 8 4 1 24 57 8.5% 4.3% 1.1% 25.5% 60.6% Total 94 100%

Sumber: Data Primer b. Usia

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari total 94 sampel, terdapat 1 orang pada kelompok usia <30 tahun (1.1%), 8 orang pada kelompok usia 30-40 tahun (8.5%), 26 orang pada kelompok usia 41-50 tahun (27.7%), 36 orang pada kelompok usia 51-60tahun (38.3%), 16 orang pada kelompok usia 61-70tahun (17%), dan 7 orang pada kelompok usia >70 tahun (7.4%). Data ini dapat dilihat pada Tabel 5.2. berikut.

(50)

Tabel 5.2 : Distribusi usia penderita sirosis hepatis di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar tahun 2016

Kelompok umur Jumlah Persentase

<30tahun 30-40tahun 41-50tahun 51-60tahun 61-70tahun >70tahun 1 8 26 36 16 7 1.1% 8.5% 27.7% 38.3% 17% 7.4% Total 94 100%

Sumber: Data Primer c. Jenis kelamin

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari total 94 sampel, 70 orang diantaranya berjenis kelamin laki-laki (74.5%), dan 24 orang lainnya berjenis kelamin perempuan (25.5%). ini dapat dilihat pada Tabel 5.3. berikut.

Tabel 5.3 : Distribusi menurut jenis kelamin penderita sirosis hepatis di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar tahun 2016

Jenis kelamin Jumlah Persentase

Laki-laki Perempuan 70 24 74.5% 25.5% Total 94 100%

(51)

34

d. Nilai PT

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 94 total sampel, terdapat 1 orang dengan PT kurang dari 9.9 detik (1.1%), 37 orang dengan PT 10 sampai 14 detik (39.4%), dan 56 orang dengan PT lebih dari 14 detik (59.6%). Data hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.4 berikut.

Tabel 5.4 : Distribusi nilai PT penderita sirosis hepatis di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar tahun 2016

Nilai PT Jumlah Persentase

<9.9 detik 10 – 14 detik >14 detik 1 37 56 1.1% 39.4% 59.6% Total 94 100%

Sumber: Data Primer

e. Nilai Albumin

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 94 total sampel, terdapat 92 orang dengan albumin kurang dari 3.49gr/dl, dam 2 orang dengan albumin lebih dari 5.01gr/dl (2.1%). Data hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.5 berikut.

(52)

Tabel 5.5 : Distribusi nilai albumin penderita sirosis hepatis di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar tahun 2016

Nilai Albumin Jumlah Persentase

<3.49gr/dl 3.5 – 5 gr/dl >5.01 gr/dl 92 2 0 97.9% 2.1% 0% Total 94 100%

Sumber: Data Primer 5.2 Analisis Bivariat

5.2.1 Hubungan antara Nilai Prothrombin dengan Staging Sirosis Hepatis Hasil analisa statistik secara komputerisasi menggunakan uji korelasi Spearman diperoleh hubungan yang bermakna antara nilai prothrombin time dengan staging pada sirosis hepatis. Dimana nilai p value <0,05, yaitu 0,000. Data ini dapat dilihat pada Tabel 5.6 berikut.

Tabel 5.6 : Distribusi sampel menurut Stage sirosis hepatis dan kelompok hasil Prothrombin time di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar tahun 2016

Stage Sirosis Hepatis

Nilai rata-rata PT Kelompok PT Total p value <9,9 detik 10 – 14 detik >14 detik

n % n % n % N % Kompensata Stage 1 Kompensata Stage 2 Dekompensata Stage 3 Dekompensata Stage 4 Dekompensata Stage 5 12.3375 12.225 15 14.229 18.764 0 0 0 1 0 0% 0% 0% 4,2% 0% 6 3 0 14 14 75% 75% 0% 58,3% 24,6% 2 1 1 9 43 25% 25% 100% 37,5% 75,4% 8 4 1 24 57 100% 100% 100% 100% 100% 0,000 Total 1 1,1% 37 39,4% 56 59,6% 94 100%

(53)

36

Berdasarkan tabel di atas, pada 8 orang sampel dengan Stage 1 kompensata, 6 orang memiliki nilai PT 10-14 detik dan 2 orang lainnya memiliki nilai PT lebih dari 14 detik. Pada stage 1 kompensata ini, nilai PT rata-rata yang diperoleh dari 8 sampel adalah 12.3375. Pada Stage 2 kompensata, terdapat 4 orang sampel dengan 3 orang memiliki nilai PT 10-14 detik dan 1 orang lainnya lebih dari 14 detik, pada stage 2 kompensata ini, rata-rata nilai PT dari 4 orang sampel adalah 12,225. Pada Stage 3 dekompensata, terdapat 1 orang dengan nilai PT lebih dari 14 detik dan nilai rata-rata adalah 15. Pada Stage 4 dekompensata, terdapat 24 sampel dengan 1 sampel memiliki nilai PT kurang dari 9,9 detik, 14 sampel memiliki nilai PT 10-14 detik, dan 9 sampel memiliki nilai PT lebih dari 14 detik, sehingga rata-rata dari 24 orang sampel pada Stage 4 dekompensata adalah 14,229. Pada Stage 5 dekompensata, terdapat total 57 sampel dengan 14 sampel memiliki nilai PT 10-14 detik, dan 43 sampel memiliki nilai PT lebih dari 14 detik, sehingga nilai rata-rata dari 57 sampel Stage 5 dekompensata adalah 18.764.

5.2.2 Hubungan antara Nilai Albumin dengan Staging Sirosis Hepatis

Hasil analisa statistik secara komputerisasi menggunakan uji korelasi Spearman diperoleh hubungan yang bermakna antara nilai albumin dengan staging pada sirosis hepatis. Dimana nilai p value <0,05, yaitu 0,002. Data ini dapat dilihat pada Tabel 5.7 berikut.

(54)

Tabel 5.7 : Distribusi sampel menurut Stage sirosis hepatis dan kelompok hasil Albumin di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar tahun 2016

Stage Sirosis Hepatis

Nilai rata-rata albumin Kelompok Albumin Total p value <3,49 gr/dl 3,5 – 5gr/dl >5.01 gr/dl n % N % n % N % Kompensata Stage 1 Kompensata Stage 2 Dekompensata Stage 3 Dekompensata Stage 4 Dekompensata Stage 5 2.9 2.95 2.8 2.4375 2.305 6 4 1 24 57 75% 100% 100% 100% 100% 2 0 0 0 0 25% 0% 0% 0% 0% 0 0 0 0 0 0% 0% 0% 0% 0% 8 4 1 24 57 100% 100% 100% 100% 100% 0,002 Total 92 97.9% 2 2.1% 0 0% 94 100%

Sumber: Data Primer

Berdasarkan tabel di atas, pada Stage 1 kompensata terdapat 8 orang sampel dimana diperoleh 6 orang sampel dengan nilai albumin kurang dari 3,4 gr/dl dan 2 orang sampel dengan nilai albumin 3,5 – 5 gr/dl, sehingga rata-rata dari 8 orang sampel pada Stage 1 kompensata adalah 2,9. Pada Stage 2 kompensata diperoleh 4 sampel dengan nilai albumin kurang dari 3,4 gr/dl, sehingga diperoleh rata-rata yaitu 2,95. Pada Stage 3 dekompensata, diperoleh 1 sampel dengan nilai albumin kurang dari 3,4gr/dl, dan rata-ratanya adalah 2,8. Pada Stage 4 dekompensata, diperoleh 24 sampel dengan nilai albumin kurang dari 3,4gr/dl, dengan nilai rata-rata dari 24 sampel ini adalah 2,4375. Dan pada Stage 5 dekompensata, diperoleh 57 sampel dengan nilai albumin kurang dari 3,4gr/dl, dengan nilai rata-rata 57 sampel Stage 5 dekompensata ini adalah 2,305.

(55)

38 BAB 6 PEMBAHASAN

Pada penelitian ini diperoleh 94 sampel penelitian yang memenuhi kriteria inklusi, merupakan data sekunder yang didapatkan melalui rekam medik. Sampel terdiri dari 70 orang laki-laki dan 24 orang perempuan dengan rentang usia 27- 86 tahun. Untuk mencari hubungan antar variabel, kemudian di analisis dengan bantuan software SPSS versi 18 dengan metode Spearman.

6.1 Distribusi Sampel Berdasarkan Stadium Sirosis Hepatis

Pada penelitian ini dari total 94 sampel, ditemukan terdapat 8 orang (8.5%) yang digolongkan sebagai stadium kompensata Stage 1, 4 orang (4.3%) pada stadium kompensata Stage 2, 1 orang (1.1%) stadium dekompensata Stage 3, 24 orang (25.5%) pada stadium dekompensata Stage 4, dan 57 orang (60.6%) pada dekompensata Stage 5.

Sirosis hepatis memiliki prognosis yang bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor, meliputi etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain yang menyertai. Prognosis sirosis hati dapat diukur dengan kriteria Child-Turcotte-Pugh. Semakin besar skor yang dihasilkan, menggambarkan derajat keparahan. Semakin berat stadium yang dialami pasien, maka prognosis juga menjadi semakin buruk (NMT Marselina et al, 2014). RSUP Dr, Wahidin Sudirohusodo adalah rumah sakit kelas A (Website RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo, 2015) dimana menurut Permenkes nomor 56 tahun 2014, rumah sakit kelas A memiliki kewajiban dimana perlunya ada pelayanan medik yang paling memadai sehingga merupakan pusat

(56)

rujukan. Sehingga karena sampel dikumpulkan di rumah sakit kelas A yakni RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo, sehingga banyak sampel merupakan sampel dengan stadium yang berat. (Permenkes No 56, 2014).

6.2 Distribusi Sampel Berdasarkan Usia

Pada penelitian ini dari total 94 sampel, terdapat 1 orang pada kelompok usia <30 tahun (1.1%), 8 orang pada kelompok usia 30-40 tahun (8.5%), 26 orang pada kelompok usia 41-50 tahun (27.7%), 36 orang pada kelompok usia 51-60tahun (38.3%), 16 orang pada kelompok usia 61-70tahun (17%), dan 7 orang pada kelompok usia >70 tahun (7.4%). Pada penelitian ini, frekuensi tertinggi berada pada usia 51-60 tahun.

Berdasarkan penelitian Angela Lovena pada tahun 2017 yang berjudul Karakteristik Pasien Sirosis Hepatis di RSUP Dr. M. Djamil Padang, ditemukan juga kelompok usia terbanyak adalah 50-59 tahun (31.03%). (Angela Lovena et al, 2017). Pada penelitian Estahayati Sitompul pada tahun 2014 juga mendapatkan kelompok usia terbanyak paling banyak pada kelompok usia 50-59 tahun. Proporsi penderita sirosis hepatis ini lebih sering pada kelompok usia 50 – 59 tahun karena akibat perilaku mengkonsumsi alkohol atau faktor etiologi lain yang terjadi dalam jangka waktu yang lama. Sirosis hepatis merupakan penyakit yang bersifat laten sehingga sering dijumpai seiring bertambahnya usia dan perubahan patologis yang terjadi berkembang lambat sampai timbulnya gejala. (Estahayati Sitompul et al, 2014).

(57)

40

6.3 Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin

Pada penelitian ini dari total 94 sampel, terdapat 70 orang diantaranya berjenis kelamin laki-laki (74.5%), dan 24 orang lainnya berjenis kelamin perempuan (25.5%). Pada penelitian ini, frekuensi tertinggi terjadi sirosis hepatis adalah pada jenis kelamin laki-laki.

Berdasarkan penelitian Angela Lovena pada tahun 2017 yang berjudul Karakteristik Pasien Sirosis Hepatis di RSUP Dr. M. Djamil Padang, ditemukan jenis kelamin terbanyak adalah laki-laki yaitu sekitar 65.8%. (Angela Lovena et al, 2017). Penelitian Daulay pada tahun 2012 mendapatkan penderita sirosis hepatis lebih banyak berjenis kelamin laki-laki dengan sebanyak 65.4%.. Penelitian Penelitian Patasik pada tahun 2015 juga mendapatkan penderita laki-laki sirosis hepatis sebesar 62.7%. Penelitian Tambunan pada tahun 2013 mendapatkan hasil tidak jauh berbeda yaitu laki-laki sebanyak 69.6%, dan penelitian Marselina pada tahun 2014 mendapatkan penderita laki-laki sebanyak 67.7%. Pada penelitian Estahayati Sitompul pada tahun 2014 juga mendapatkan jenis kelamin terbanyak adalah laki-laki sekitar 62.8%. Jenis kelamin diperkirakan memiliki peranan pada terjadinya sirosis hepatis karena laki-laki mempunyai lingkungan sosial dan gaya hidup yang berbeda dari perempuan, secara umum menyebabkan laki-laki memiliki peluang lebih besar untuk berkontak dengan virus hepatisis dan mengkonsumsi alkohol serta faktor etiologi sirosis hepatis lainnya. (Estahayati Sitompul et al, 2014).

(58)

6.4 Distribusi Sampel Berdasarkan Nilai PT

Pada penelitian ini dari total 94 sampel, terdapat 1 orang dengan PT kurang dari 9.9 detik (1.1%), 37 orang dengan PT 10 sampai 14 detik (39.4%), dan 56 orang dengan PT lebih dari 14 detik (59.6%). Dari hasil penelitian ini, ditemukan bahwa 59.6% mengalami peningkatan nilai PT.

Hasil yang diperoleh ini juga sesuai dengan hasil yang diperoleh oleh penelitian Garry G S et al pada tahun 2016 yang memperoleh sampel sebanyak 86.7% mengalami peningkatan waktu protrombin. Hasil ini juga sesuai temuan yang didapat oleh Reksodiputro yang menemukan kelainan hemostasis ini sebanyak 78.57% dari pasien sirosis hati yang ditelitinya (Garry G S et al, 2016). Pada penelitian ini ditemukan terjadi peningkatan nilai rata-rata dari PT pada setiap staging, khususnya terlihat pada staging 4 dan 5. Namun, pada staging 2 dan 3, peningkatannya kurang dapat dievaluasi karena jumlah sampel yang tidak tersebar merata.

6.5 Distribusi Sampel Berdasarkan Nilai Albumin

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 94 total sampel, terdapat 92 orang (97.9%) dengan albumin kurang dari 3.49gr/dl, dan 2 orang dengan albumin lebih dari 5.01gr/dl (2.1%). Sehingga hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa lebih dari 90% sampel mengalami hipoalbuminemia.

Hasil yang diperoleh ini sesuai dengan hasil yang diperoleh penelitian Budiyasa et al pada tahun 2011 yang mendapatkan sebanyak 91.8% pasien dengan kadar albumin kurang dari 3gr/dl. Angela Lovena pada tahun 2017 yang

(59)

42

mendapatkan sebanyak 71.4% penderita juga mendapatkan kadar albumin kurang dari 3gr/dl (Angela Lovena et al, 2017). Pada penelitian ini ditemukan terjadi penurunan nilai rata-rata dari albumin pada setiap staging, khususnya terlihat pada staging 4 dan 5. Namun, pada staging 2 dan 3, peningkatannya kurang dapat dievaluasi karena jumlah sampel yang tidak tersebar merata.

6.6 Hubungan antara Nilai Prothrombin time dengan Staging Sirosis Hepatis Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara nilai PT dengan staging sirosis hepatis. Dimana nilai p value < 0,05, yaitu 0,000 dan besar r = 0.523. Arah hubungan ini meningkat berbanding lurus antara peningkatan nilai PT dan peningkatan staging sirosis hepatis.

Dari penelitian ini diketahui bahwa hasil yang didapatkan bahwa semakin meningkat staging, maka terlihat bahwa nilai prothrombin time semakin memanjang. Pemeriksaan PT yang termasuk dalam pemeriksaan hemostasis masuk ke dalam pemeriksaan fungsi sintesis hati karena hampir semua faktor koagulasi disintesis di hati kecuali faktor VII. PT menilai faktor I, II, V, VII, IX, dan X, sehingga pemeriksaan PT sensitive untuk melihat fungsi sintesis hati. Sintesis faktor koagulasi oleh hati berkurang sehingga PT memanjang. (Azma Rosida, 2016). Dengan demikian, penelitian ini menemukan bahwa angka kejadian gangguan hemostasis pada pasien sirosis hati cukup besar sesuai dengan stagingnya. Kerusakan sel-sel hati pada penderita sirosis hati tentu akan mengganggu pembentukan faktor-faktor pembekuan tersebut. Pada pasien sirosis hati dekompensata yang dilakukan pemeriksaan waktu protrombin, maka akan didapati pemanjangan waktu protrombin

Gambar

Tabel 2.1 Penyebab sirosis hepatis   Penyakit hati alkoholik
Tabel 2.2 Tes Laboratorium pada Sirosis Hepatis

Referensi

Dokumen terkait

Jenis Kelamin Keadaan tunuh penderita yang membedakan manusia secara fisik Data Rekam Medis Rekam Medis Laki-laki Perempuan Nominal Stadium Keluhan Utama Gejala Klinis

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif, yang dilakukan secara retrospektif dengan menggunakan data sekunder dari catatan rekam medis pasien psoriasis yang datang berobat ke

Sedangkan penderita demam berdarah dengue berjenis kelamin perempuan berdasarkan kelompok umur yang tertinggi adalah kelompok umur 19- 49 tahun sebanyak 33 orang (35,1%)

Setelah melalui analisis pengolahan data diperoleh hasil bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara skor child pugh dengan komplikasi pada pasien sirosis hati di RSUP

Kesimpulan: Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas pasien memiliki karakteristik berjenis kelamin laki-laki, pada kelompok usia 26-45 tahun, tidak bekerja,

Hasil yang serupa juga pada uji korelasi gambaran USG permukaan hati tidak rata dengan fibrosis skor 14 sampel pasien dengan diagnosis sirosis menunjukan koefisien korelasi

Berdasarkan penelitian mengenai psoriasis yang dilakukan secara deskriptif retrospektif dengan mengambil data dari rekam medis pasien dan buku register di

BAB 6 PEMBAHASAN Hasil penelitian yang telah diperoleh berasal dari 66 data rekam medik pasien yang terdiagnosis tuberculosis paru berdasarkan pemeriksaan foto thorax X-Ray di bagian