• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN KONSUMSI IKAN DENGAN PRESTASI BELAJAR ANAK DI SEKOLAH DASAR SWASTA BRIGJEND KATAMSO II KECAMATAN MEDAN MARELAN KOTA MEDAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN KONSUMSI IKAN DENGAN PRESTASI BELAJAR ANAK DI SEKOLAH DASAR SWASTA BRIGJEND KATAMSO II KECAMATAN MEDAN MARELAN KOTA MEDAN"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1 HUBUNGAN KONSUMSI IKAN DENGAN PRESTASI BELAJAR ANAK DI SEKOLAH

DASAR SWASTA BRIGJEND KATAMSO II KECAMATAN MEDAN MARELAN KOTA MEDAN

(The Relationship of Fish Consumption and Student Learning Achievement in Brigjend Katamso II Elementary School Medan Marelan Subdistrict Medan City)

Mentari Christ Riyandini¹, Etti Sudaryati², Albiner Siagian3 ¹Alumni Mahasiswa Gizi Kesehatan Masyarakat, FKM USU 2,3

Staf Pengajar Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat, FKM USU ABSTRACT

Fish is a source of animal protein that has the advantage is high content of essential fatty acid to help the formation of brain cells in improving the academic achievement of school-age children. In 2013, the average fish consumption rate of the population of Indonesia is still at 35,14 kgs/capita/year.

This study aims to determine the relationship of fish consumption withlearning achievement in elementary school children of Brigjend Katamso II with a cross-sectional study design and was conducted in November 2013 - August 2014. The study population was all elementary students and samples were taken 68 students with proportional stratified random sampling. Primary data is the identity of respondents, fish consumption, weight and height of children. Secondary data is a general overview of the school and students grades monthly during the second semester of school year 2013/2014.

The results showed that the type of fish consumed are marine fish and dairy (48,5%). Sufficient amount of fish consumption (69,1%) with an average of 12,6 g/day. The frequency of fish consumption occasionally (39,7 %) with an average of 4,55 times/week. Learning achievement is very good (57,4%) with an average of 82,67. There is a significant relationship between the amount of fish consumption and learning achievement (p=0,036) and the frequency of fish consumption and learning achievement (p=0,012).

Suggested children's fish consumption should be increased quantity and frequency. Learning achievement needs to be maintained. The school is expected to cooperate with the government and deliver nutritional information through the school bulletin.

Keywords: Fish Consumption, Learning Achievement

PENDAHULUAN

Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) telah menetapkan bahwa tujuan pembangunan nasional mengarah kepada peningkatan kualitas sumber daya manusia. Kualitas manusia Indonesia di masa yang akan datang harus lebih baik dari sekarang. Kualitas manusia dapat ditinjau dari berbagai segi, yaitu segi sosial, ekonomi, pendidikan, lingkungan, kesehatan, dan lain-lain. Dari aspek gizi, kualitas manusia diartikan dalam dua hal pokok, yaitu: kecerdasan otak atau kemampuan intelektual dan kemampuan fisik atau produktivitas kerja (Supariasa, 2001).

Pertumbuhan masa kanak-kanak (growth spurt I, umur 1-9 tahun) berlangsung dengan kecepatan lebih lambat daripada pertumbuhan bayi, tetapi kegiatan fisiknya meningkat. Oleh karena itu, dengan perimbangan terhadap besarnya tubuh, kebutuhan zat gizi tetap tinggi. Menyediakan pangan yang mengandung protein, kapur dan fosfor sangat penting (Baliwati & Retnaningsih, 2004).

Indonesia dikenal sebagai Negara Bahari dimana wilayah lautnya mencakup tiga perempat luas Indonesia atau 5,8 juta km2 dengan garis pantai terpanjang di dunia sebesar 81.000 km, sedangkan luas

(2)

2 daratannya hanya 1,9 juta km2. Perairan laut

Indonesia memiliki sekitar 3.000 jenis ikan (Bahar, 2006). Dengan potensi wilayah laut yang sangat luas dan kekayaan sumber daya alam yang dimiliki Indonesia, sesungguhnya kelautan merupakan sektor yang mempunyai keunggulan komparatif dalam kiprah pembangunan nasional (Iriyandi, 2013).

Rata-rata tingkat konsumsi ikan penduduk Indonesia pada tahun 2013 naik menjadi 35,14 kg/kapita/tahun dari sebelumnya 33,89 kg/kapita/tahun di 2012, 32,35 kg/kapita/tahun di 2011 dan 30,48 kg/kapita/tahun di 2010. Hingga tahun 2014, tingkat konsumsi ikan penduduk Indonesia ditargetkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan sebesar 38 kg/kapita/tahun, melihat perkembangannya terus meningkat sejak 2010 sebesar 5,33% per tahun (Ditjen P2HP KKP, 2014). Masih rendahnya tingkat konsumsi ikan perkapita di Indonesia antara lain karena kurangnya pemahaman manfaat mengkonsumsi ikan, kurangnya daya beli ikan dan masih mahalnya harga ikan bagi sebagian masyarakat yang mengkonsumsi ikan dan anggapan bahwa makan ikan menyebabkan kecacingan (Zulaihah & Widajanti, 2006).

Padahal jika dikaji lebih lanjut, produk perikanan memiliki keunggulan yang tidak dimiliki oleh produk hewani/ternak lainnya, seperti: (1) variasi produk perikanan sangat banyak sehingga konsumen tidak akan pernah bosan (sesungguhnya) dengan mengkonsumsi hasil perikanan, (2) harga produk perikanan relatif lebih murah dibandingkan dengan produk peternakan seperti daging ayam, daging kambing, atau daging sapi, (3) dapat memenuhi kebutuhan protein hewani (Bahar, 2006). Protein ikan menyediakan lebih kurang 2/3 dari kebutuhan protein hewani yang diperlukan oleh manusia dan kandungan protein ikan relatif besar yaitu antara 15 – 25 % per 100 gram daging ikan. Disamping menyediakan protein hewani yang relatif tinggi, ikan juga mengandung lemak (minyak ikan) antara 0,2 – 24 % terutama asam lemak esensial termasuk omega-3 (yang masuk dalam kelompok omega-3 adalah asam linolenat, Eicosa Pentaenoic Acid (EPA), dan Docosa Heksaenoic Acid (DHA). Ketiganya ini disebut asam lemak esensial karena sangat

penting bagi pertumbuhan normal tubuh dan karena asam lemak esensial tidak dapat dibentuk di dalam tubuh maka harus dipenuhi dari diet. Ikan dengan kandungan omega-3 yang relatif tinggi seperti ikan salmon, gindara (cod), tuna, sardin, tenggiri (makarel)). Asam lemak esensial sangat diperlukan dalam pembentukan sel-sel otak untuk meningkatkan tingkat intelegensia (Danuri dalam Zulaihah & Widajanti, 2006).

Berdasarkan observasi dan wawancara, didapatkan hasil bahwa SD Brigjend Katamso II adalah salah satu perguruan nasional yang baru diresmikan pada tahun 2012 dan terletak di kawasan utara Kota Medan yang berada tidak begitu jauh dari daerah penangkapan ikan dan dekat dengan pasar tradisional dimana ketersediaan ikan baik ikan laut maupun ikan air tawar selalu terjamin. Hasil wawancara dengan salah satu guru juga mengatakan, sekolah ini dilengkapi dengan fasilitas penyelenggaraan makanan dengan menu vegetarian.

Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan konsumsi ikan dengan prestasi belajar anak di Sekolah Dasar Brigjend Katamso II. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan konsumsi ikan dengan prestasi belajar anak di Sekolah Dasar Brigjend Katamso II.

Manfaat dari penelitian ini yaitu sebagai bahan informasi untuk menambah pengetahuan bagi peneliti, sebagai bahan informasi bagi pihak sekolah dan orang tua siswa SD Brigjend Katamso II serta masyarakat Kecamatan Medan Marelan tentang konsumsi ikan sebagai modal awal pendukung pertumbuhan dan perkembangan otak anaknya yang akan berdampak pada prestasi belajar anak sebagai jembatan ke masa depan si anak kelak, sebagai bahan informasi dan dasar untuk pengembangan teori dan penelitian selanjutnya tentang hubungan konsumsi ikan dengan prestasi belajar anak usia sekolah.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian survei dengan desain cross-sectional (potong lintang). Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa

(3)

3 SD Brigjend Katamso II Medan dari kelas I

hingga kelas III berjumlah 229 siswa yang terdiri dari 102 orang siswa kelas I, 98 orang siswa kelas II dan 29 orang siswa kelas III. Sampel sebanyak 68 orang dipilih menggunakan teknik proportional stratified random sampling. Data primer yang dikumpulkan meliputi identitas responden, konsumsi ikan (menggunakan formulir Food Recall 24 jam (selama dua hari tidak berurutan) dan FFQ), berat badan dan tinggi badan anak. Data sekunder meliputi gambaran umum sekolah dan rapor bulanan selama semester genap T.A 2013/2014. Analisis data dilakukan dengan uji univariat dan chi-square.

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Sekolah Dasar Swasta Brigjend Katamso II berada di bawah naungan Yayasan Perguruan Nasional Brigjend Katamso II dan beralamat di Jl. Marelan Raya, Pasar III Lk. XII Kelurahan Rengas Pulau, Kecamatan Medan Marelan, Kota Medan, sesuai dengan Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Kota Medan Nomor 420/11066.PPMP/2012, pada tanggal 11

Oktober 2012 tentang Izin

Pendirian/Operasional Sekolah Swasta. Nomor Statistik Sekolah (NSS) adalah 104076011028. Visi Perguruan Nasional Brigjend Katamso II adalah mencerdaskan dan membangun karakter bangsa, dan misi Perguruan Nasional Brigjend Katamso harus menjadi sekolah unggulan/kelas utama dengan ciri khas pendidikan nilai-nilai kemanusiaan/budi pekerti, mendidik dan menghasilkan anak didik yang cakap intelek, stabil emosi, teguh moral, dan peka intuisi spiritual sehingga tercapai keunggulan kemanusiaan (human excellence).

Gambaran Identitas Responden

Sebagian besar responden berjenis kelamin laki-laki sebanyak 52,94%. Kisaran umur dalam penelitian ini adalah 5 tahun sampai dengan 9 tahun dan sebagian besar berada pada kategori umur 7-9 tahun sebanyak 72,10%. Sebagian besar memeluk agama Islam sebesar 77,94%. Pekerjaan ayah sebagai karyawan sebesar 42,65%. Pekerjaan

ibu sebagai ibu rumah tangga sebesar 73,53%. Sekitar 85,29% anak tidak memiliki riwayat alergi terhadap ikan, hal ini tentunya dapat mendukung tingkat konsumsi ikan. Gambaran identitas responden selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Umur, Agama, Pekerjaan Ayah, Pekerjaan Ibu dan Riwayat Alergi di SD Brigjend Katamso II Identitas Responden N % Jenis Kelamin - Laki-laki 36 52,94 - Perempuan 32 47,06 Umur - 5-6 Tahun 19 27,90 - 7-9 Tahun 49 72,10 Agama - Islam 53 77,94 - Kristen 9 13,24 - Katolik 3 4,41 - Buddha 2 2,94 - Hindu 1 1,47 Pekerjaan Ayah - PNS 12 17,65 - Karyawan 29 42,65 - Wiraswasta 24 35,29 - Lain-lain 3 4,41 Pekerjaan Ibu - PNS 11 16,18 - Karyawan 3 4,41 - Wiraswasta 4 5,88 - Ibu Rumah Tangga 50 73,53 Riwayat Alergi

- Ya 10 14,71

- Tidak 58 85,29

Total 68 100,00

Gambaran Konsumsi Ikan

Distribusi responden terbanyak pada kategori jenis ikan yang dikonsumsi adalah ikan laut dan olahannya yakni sebesar 48,5%, jumlah konsumsi protein ikan berada pada kategori cukup yakni sebesar 69,1% dengan rata-rata 12,6 gr/hari,dan frekuensi konsumsi ikan berada pada kategori kadang-kadang yakni sebesar 39,7%. Gambaran konsumsi ikan selengkapnya terdapat pada Tabel 2

(4)

4 Tabel 2. Distribusi Responden

Berdasarkan Konsumsi Ikan di SD Brigjend Katamso II

Konsumsi Ikan N %

Jenis Ikan

- Ikan laut dan olahannya

33 48,5

- Ikan air tawar dan olahannya 10 14,7 - Keduanya 24 35,3 - Tidak keduanya 1 1,5 Jumlah Ikan - Cukup 47 69,1 - Kurang 21 30,9 Frekuensi Konsumsi Ikan - Sering 15 22,1 - Kadang-kadang 27 39,7 - Jarang 26 38,2 Sebanyak 48,5% anak-anak SD Brigjend Katamso mengonsumsi jenis ikan laut dan olahannya. Ikan laut yang dikonsumsi terbanyak adalah teri sebesar 22,06%, ikan air tawar yang dikonsumsi terbanyak adalah lele sebesar 19,12%. Teri merupakan ikan laut yang lebih disukai oleh anak-anak karena rasanya yang gurih dan tidak berduri. Ikan juga merupakan sumber kalsium,terutama pada ikan teri (Murdiati, 2013). Pada umumnya orang masih ragu dan bahkan jijik mengkonsumsi ikan lele karena mungkin pernah mendengar atau menyaksikan sendiri bagaimana keadaan ikan lele dipelihara di tambak-tambak, yang diberi makan seadanya bahkan kotoran manusia. Namun, lain halnya dengan anak-anak di SD Brigjend Katamso ini, anak-anak sering mengonsumsi ikan lele karena sudah dibiasakan oleh ibunya untuk mengonsumsi ikan lele sejak balita dan anak-anak menyukai rasanya yang gurih apabila digoreng kering.

Kebiasaan pemberian makanan berbahan dasar ikan oleh ibu yang diawali sejak anak masih balita ini menjadi faktor penting dalam mendukung peningkatan konsumsi ikan. Sependapat dengan Khomsan (2002) yang menyatakan kebiasaan makan ikan sebagai produk bergizi harus diperkenalkan sejak dini terhadap anak-anak.

Distribusi jenis ikan yang dikonsumsi selengkapnya terdapat dalam Tabel 3.

Tabel 3. Distribusi Jenis Ikan yang Dikonsumsi oleh Anak-Anak di SD Brigjend Katamso II

Jenis Ikan Jumlah Persentase

(%) A. Ikan Laut 1. Teri 17 25,00 2. Udang 14 20,59 3. Sardin 10 14,71 4. Kembung 10 14,71 5. Tongkol 10 14,71 6. Kakap 6 8,82 7. Cumi-Cumi 5 7,35 8. Selar 4 5,88 9. Bawal 4 5,88 10. Pari 3 4,41 11. Kerang 3 4,41 12. Kepiting 1 1,47

B. Ikan Air Tawar

13. Lele 13 19,12 14. Nila 8 11,76 15. Gurame 5 7,35 16. Mas 3 4,41 17. Gabus 3 4,41 18. Mujair 2 2,94 19. Belut 2 2,94

C. Hasil Olahan Ikan

20. Ikan Asin 4 5,88

21. Bakso Ikan 3 4,41

22. Kembung Pindang 1 1,47

23. Terasi 1 1,47

Sumbangan protein yang bersumber dari ikan saja diharapkan dapat memenuhi 60 % dari angka kecukupan protein. Sumbangan konsumsi ikan terhadap angka kecukupan protein berada pada kategori kurang (< 60 %) yaitu sebesar 97,1% dengan rata-rata 27,18%. Jumlah ikan yang dikonsumsi oleh anak-anak SD Brigjend Katamso II berada pada kategori cukup yaitu sebesar 69,1 % dengan rata-rata jumlah protein ikan adalah 12,6 gram/hari. Menurut Riskesdas (2010), rata-rata sumbangan protein dari ikan terhadap angka kecukupan protein pada anak-anak usia 0-9 tahun adalah 7,5 gram/hari atau sebesar 26,8%. Sumbangan konsumsi ikan terhadap angka kecukupan protein pada anak-anak SD Brigjend Katamso II masih tergolong kurang dengan rata-rata 27,18%. Padahal hasil Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2004) merekomendasikan konsumsi protein hewani memberikan sumbangan sebesar 20% dari

(5)

5 angka kecukupan protein, dan dari angka

tersebut ikan diharapkan memberikan sumbangan yang paling besar yaitu sebesar 60%. Sumbangan protein ikan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Distribusi Responden Berdasarkan Sumbangan Protein Ikan di SD Brigjend Katamso II Sumbangan Protein Ikan N % Cukup 2 2,9 Kurang 66 97,1 Total 68 100,0 Sebanyak 39,7% anak-anak SD Brigjend Katamso II berada pada kategori frekuensi konsumsi ikan kadang-kadang (4-6 kali/minggu), hanya sedikit selisihnya dibandingkan yang berada pada kategori jarang (38,2%). Hal ini sangat baik karena menurut Bahar (2006) mengonsumsi daging ikan minimal 2 kali/minggu sangat dianjurkan karena baik untuk kesehatan. Apabila dibandingkan dengan ikan, anak-anak lebih memilih mengonsumsi sumber protein hewani dari ayam dan telur setiap harinya. Alasan yang dikemukakan oleh para ibu sebagian besar adalah karena anak kurang menyukai bau amis dari ikan. Hal inilah yang menyebabkan masih hanya sekitar 22,1% anak-anak yang frekuensi konsumsi ikannya tergolong sering. Padahal menurut Saparinto (2006) jika bahan makanan dari ikan diolah dengan bumbu yang sesuai dengan teknik pemasakan yang tepat dan disajikan secara kreatif, dapat menggugah selera makan anak-anak.

Gambaran Prestasi Belajar

Berdasarkan perolehan data sekunder SD Brigjend Katamso II, maka diperoleh data prestasi belajar seperti pada tabel berikut ini.

Tabel 5. Distribusi Responden Berdasarkan Prestasi Belajar di SD Brigjend Katamso II Prestasi Belajar N % Sangat Baik 39 57,4 Baik 27 39,7 Cukup 2 2,9 Total 68 100,0

Tabel 5 diatas menunjukkan bahwa prestasi belajar anak tergolong sangat baik yakni sebesar 57,4%. Nilai rata-rata prestasi belajar sebesar 82,67 didapat berdasarkan rata-rata jumlah nilai rapor bulanan selama semester genap T.A 2013/2014 SD Brigjend Katamso II dari kelas I hingga kelas III meliputi mata pelajaran Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, Seni Budaya, Pendidikan Jasmani, Bahasa Mandarin, Bahasa Inggris, Teknologi Informasi dan Komunikasi, serta Sempoa. Berdasarkan penilaian prestasi belajar, sebagian besar anak SD Brigjend Katamso II memiliki prestasi belajar yang sangat baik (nilai 80-100) yaitu sebesar 57,4% dengan nilai rata-rata 82,67. Menurut Opit dan Thanthowi dalam Priyatno (2001), faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya prestasi belajar secara langsung dan tidak langsung adalah faktor internal (meliputi aspek fisik, gizi dan kesehatan, minat, motivasi, konsentrasi, keingintahuan, kepercayaan diri, serta intelegensi), dan faktor eksternal (meliputi lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat).

Gambaran Status Gizi

Berdasarkan hasil pengukuran langsung terhadap berat badan dan tinggi badan anak di SD Brigjend Katamso II, maka diperoleh data status gizi yang terdapat pada Tabel 6.

(6)

6 Tabel 6. Distribusi Responden

Berdasarkan Status Gizi di SD Brigjend Katamso II Status Gizi N % Gizi lebih 14 20,6 Normal 49 72,0 Gizi kurang 5 7,4 Total 68 100,0

Tabel 6 diatas menunjukkan bahwa anak-anak berada pada kategori status gizinormal yakni sebesar 72,0%. Rata-rata z-score dengan indeks antropometri IMT/U anak adalah -0,16 SD. Menurut WHO (2007) IMT/U merupakan indikator yang paling baik untuk menggambarkan keadaan status gizi masa lalu dan masa kini karena berat badan memiliki hubungan linear dengan tinggi badan, dalam keadaan normal perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa status gizi yang diukur berdasarkan indikator IMT/U merupakan refleksi asupan energi secara keseluruhan yang berasal dari pangan sumber karbohidrat, lemak dan protein. Anak-anak dengan status gizi normal tidak mudah terkena penyakit infeksi, proses pertumbuhan dan perkembangan berjalan baik, dan memudahkan dalam menerima pendidikan dan pengetahuan.

Hubungan Konsumsi Ikan dengan Prestasi Belajar

Hasil analisis hubungan konsumsi ikan (jenis, jumlah dan frekuensi) dengan prestasi belajar anak di SD Brigjend Katamso II diuraikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Hubungan Konsumsi Ikan dengan Prestasi Belajar di Sekolah Dasar Brigjend Katamso II No. Konsumsi Ikan Prestasi Belajar Jumlah (p.) Sangat

Baik Baik Cukup n % n % n % n % Jenis Ikan 1. Ikan laut dan olahannya 18 54,5 13 39,4 2 6,1 33 100,0 0,243 2. Ikan air tawar dan olahannya 3 30 7 70,0 0 0 10 100,0 3. Keduanya 17 70,8 7 29,2 0 0 24 100,0 4. Tidak keduanya 1 100,0 0 0 0 0 1 100,0 Jumlah Ikan 1. Cukup 31 66,0 14 29,8 2 4,2 47 100,0 0,036 2. Kurang 8 38,1 13 61,9 0 0 21 100,0

Frekuensi Konsumsi Ikan

1. Sering 13 86,7 2 13,3 0 0 15 100,0 0,012 2.

Kadang-kadang 17 63,0 10 37,0 0 0 27 100,0 3. Jarang 9 34,6 15 57,7 2 7,7 26 100,0

Tabel 7 diatas menunjukkan bahwa sebanyak 54,5% dari anak-anak yang mengonsumsi jenis ikan laut dan olahannya memiliki prestasi belajar yang sangat baik (80-100). Selain itu, sebanyak 70% dari anak-anak yang mengonsumsi jenis ikan air tawar dan olahannya juga memiliki prestasi belajar yang baik (70-79). Sebagian besar anak-anak yang mengonsumsi kedua jenis ikan dan olahannya (70,8%) memiliki prestasi belajar yang sangat baik, tetapi 100% dari anak yang tidak mengonsumsi kedua jenis ikan tetap memiliki prestasi belajar yang sangat baik. Hasil uji statistik hubungan jenis ikan dengan prestasi belajar diperoleh p=0,243 > 0,05, maka H0 diterima, artinya terbukti secara signifikan tidak ada hubungan antara jenis ikan dan prestasi belajar.

Hal tersebut didukung oleh teori bahwa habitat ikan mempengaruhi kandungan gizi ikan. Jenis ikan laut memiliki kadar omega-3, vitamin dan mineral yang tinggi, sebaliknya ikan air tawar tinggi akan karbohidrat dan asam lemak omega-6, kedua jenis ikan tersebut merupakan sumber zat gizi yang bermutu dan disarankan secara bergantian mengonsumsi kedua jenis ikan tersebut agar

(7)

7 saling melengkapi kekurangan zat gizi lainnya

yang mencukupi kebutuhan gizi agar tercapai prestasi belajar yang optimal (Harli dalam Meliala, 2009).

Sebanyak 66,0% dari anak-anak yang jumlah konsumsi protein ikan tergolong cukup memiliki prestasi belajar yang sangat baik, sedangkan 61,9% dari anak-anak dengan jumlah konsumsi protein ikan tergolong kurang memiliki prestasi belajar baik. Hasil uji statistik hubungan jumlah konsumsi protein ikan dengan prestasi belajar diperoleh p=0,036 < 0,05, maka H0 ditolak, artinya terbukti secara signifikan ada hubungan antara jumlah ikan dan prestasi belajar.

Jumlah ikan yang dikonsumsi akan menyumbangkan zat-zat gizi seperti protein, asam lemak, vitamin dan mineral yang mencukupi kebutuhan gizi anak. Kecukupan protein dan asam lemak omega-3 inilah yang menjadi keunggulan ikan sebagai pendukung pencapaian prestasi belajar optimal bagi anak usia sekolah. Protein ikan mengandung semua asam amino esensial penting seperti halnya produk susu, telur dan daging yang memiliki nilai gizi yang sangat tinggi. Kandungan asam lemak tidak jenuh pada lemak ikan air tawar (± 70%) sedikit lebih rendah dari ikan laut (± 80%). Salah satu manfaat mengonsumsi produk ikan (yang kaya omega-3: asam linolenat, EPA, dan DHA) adalah menjaga kesehatan otak, selain manfaat lainnya yaitu menjaga kesehatan jantung, persendian, dan ginjal, menjaga keseimbangan emosional (mood), kekuatan dan stamina serta menstabilkan sistem kekebalan tubuh (Bahar, 2006).

Berdasarkan penilaian prestasi belajar menurut frekuensi konsumsi ikan sebanyak 86,7% dari anak-anak dengan frekuensi konsumsi ikan yang tergolong sering memiliki prestasi belajar sangat baik. Sekitar 63,0% dari anak-anak dengan frekuensi konsumsi ikan yang tergolong kadang-kadang juga memiliki prestasi belajar sangat baik. Akan tetapi, 57,7% anak-anak dengan frekuensi konsumsi ikan tergolong jarang memiliki prestasi belajar yang baik. Hasil uji statistik hubungan frekuensi konsumsi ikan dengan prestasi belajar diperoleh p=0,012 < 0,05, maka H0 ditolak, artinya terbukti secara

signifikan ada hubungan antara frekuensi konsumsi ikan dan prestasi belajar.

Hal ini didukung oleh teori bahwa ikan dapat meningkatkan kecerdasan anak dan meningkatkan kemampuan akademik (Pandit dalam Meliala, 2009). Konsumsi ikan minimal 2-3 kali dalam sehari efeknya dapat mencegah penyakit, menjadi cerdas dan sehat (Siswono dalam Meliala, 2009).

Hubungan Konsumsi Ikan dengan Status Gizi

Hasil analisis hubungan konsumsi ikan (jenis, jumlah dan frekuensi) dengan status gizi di SD Brigjend Katamso II diuraikan pada Tabel 4.8.

Tabel 4.8. Hubungan Konsumsi Ikan dengan Status Gizi di Sekolah Dasar Brigjend Katamso II No. Konsumsi Ikan Status Gizi Jumlah (p.) Gizi Lebih Normal Gizi Kurang n % n % n % n % Jenis Ikan 1. Ikan laut dan olahannya 7 21,2 24 72,7 2 6,1 33 100,0 0,184 2. Ikan air tawar dan olahannya 0 0 8 80,0 2 20,0 10 100,0 3. Keduanya 6 25,0 17 70,8 1 4,2 24 100,0 4. Tidak keduanya 1 100,0 0 0 0 0 1 100,0 Jumlah Ikan 1. Cukup 10 21,3 33 70,2 4 8,5 47 100,0 0,825 2. Kurang 4 19,0 16 76,2 1 4,8 21 100,0

Frekuensi Konsumsi Ikan

1. Sering 5 33,3 8 53,3 2 13,3 15 100,0 0,163 2.

Kadang-kadang 6 22,2 21 77,8 0 0 27 100,0 3. Jarang 3 11,5 20 76,9 3 11,5 26 100,0

Tabel 8 diatas menunjukkan bahwa 72,7% dari anak-anak yang mengonsumsi jenis ikan laut dan olahannya, 80% anak yang mengonsumsi jenis ikan air tawar dan olahannya juga, 70,8% anak yang mengonsumsi kedua jenis ikan sama-sama berada pada status gizi normal. Akan tetapi, 100% anak yang tidak mengonsumsi kedua jenis ikan berada pada status gizi lebih. Hasil uji statistik hubungan jenis ikan dengan status gizi diperoleh p=0,184 > 0,05, maka H0

(8)

8 diterima, artinya tidak ada hubungan antara

jenis ikan dan status gizi. Jenis ikan yang dikonsumsi tidak memiliki hubungan dengan status gizi karena data hasil survei konsumsi tidak lengkap, hanya dari sumber ikan saja, padahal seseorang untuk mencapai status gizi yang baik harus mengonsumsi makanan yang lengkap (Zulaihah & Widajanti, 2006).

Sebanyak 70,2% dari anak-anak dengan jumlah konsumsi protein cukup dan 76,2% anak-anak dengan jumlah protein kurang sama-sama memiliki status gizi normal. Hasil uji statistik hubungan jumlah konsumsi ikan dengan status gizi diperoleh p=0,825 > 0,05, maka H0 diterima, artinya tidak ada hubungan antara jumlah ikan dan status gizi.

Hal ini disebabkan karena status gizi seseorang terbentuk dari apa yang dikonsumsi dalam waktu yang cukup lama, sehingga jumlah konsumsi ikan yang di recall selama dua hari belum bisa menggambarkan status gizinya saat ini. Berdasarkan teori Almatsier bahwa kebiasaan makan (ikan) tidak mempengaruhi status gizi secara langsung, tetapi mempengaruhi utilisasi makanan terlebih dahulu yang meliputi pencernaan dan penyerapan serta metabolisme zat gizi (Almatsier, 2001).

Sebanyak 53,3% anak-anak dengan frekuensi konsumsi ikan sering, 77,8% anak-anak dengan frekuensi konsumsi ikan kadang-kadang, dan 76,9% anak-anak dengan frekuensi konsumsi ikan jarang sama-sama berada pada status gizi normal. Hasil uji statistik hubungan frekuensi konsumsi ikan dengan prestasi belajar diperoleh p=0,163 > 0,05, maka H0 diterima, artinya tidak ada hubungan antara frekuensi konsumsi ikan dan status gizi. Dapat disimpulkan bahwa konsumsi ikan jika dilihat dari segi jenis, jumlah dan frekuensi masing-masing tidak memiliki hubungan dengan status gizi.

Kebiasaan makan ikan yang baik umumnya dapat membentuk status gizi yang baik dan demikian pula sebaliknya, karena ikan mempunyai nilai tambah yaitu tinggi EPA dan DHA yang bisa mengatasi masalah gizi kurang (Pudjadi & Karyadi dalam Zulaihah & Widajanti, 2006). Apabila dihubungkan dengan hasil penelitian, teori tersebut tidak sesuai karena anak dengan frekuensi makan ikan

sering/kadang-kadang/jarang sama-sama berada pada status gizi normal.

Hubungan Status Gizi dengan Prestasi Belajar

Hasil analisis hubungan status gizi dengan prestasi belajar anak-anak di SD Brigjend Katamso II diuraikan pada Tabel 9. Tabel 9. Hubungan Status Gizi dengan Prestasi Belajar di Sekolah Dasar Brigjend Katamso II Status Gizi Prestasi Belajar Jumlah (p.) Sangat

Baik Baik Cukup

n % n % n % n % Gizi Lebih 11 78,6 3 21,4 0 0 14 100,0 0,055 Normal 25 51,0 23 46,9 1 2,0 29 100,0 Gizi Kurang 3 60,0 1 20,0 1 20,0 5 100,0 Tabel 9 diatas menunjukkan bahwa 78,6% anak-anak yang berada pada status gizi lebih, 51,0% anak-anak yang berada pada status gizi normal, dan 60,0% anak-anak yang berada pada status gizi kurang sama-sama memiliki prestasi belajar yang sangat baik. Hasil uji statistik hubungan status gizi dengan prestasi belajar diperoleh p=0,055 > 0,05, maka H0 diterima. Hal ini berarti tidak ada hubungan antara status gizi dengan prestasi belajar.

Hal ini diasumsikan karena prestasi belajar tidak hanya dipengaruhi oleh faktor status gizi saja akan tetapi dapat dipengaruhi faktor internal lainnya seperti aspek fisik, minat, motivasi, konsentrasi, keingintahuan, kepercayaan diri, dan intelegensi, serta faktor eksternal seperti lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan teori Djamarah (2008) yang menyatakan status gizi yang normal akan meningkatkan prestasi belajar dan sebaliknya kesehatan yang kurang baik karena kurang gizi akan menjadi penyebab terjadinya kesulitan belajar pada anak didik.

KESIMPULAN

1. Konsumsi ikan meliputi jenis, jumlah dan frekuensi konsumsi ikan. Jenis ikan yang dikonsumsi anak-anak SD Brigjend

(9)

9 Katamso II adalah ikan laut dan olahannya

dengan jenis ikan yang terbanyak dikonsumsi adalah teri, lele dan ikan asin. Jumlah konsumsi protein ikan anak-anak SD Brigjend Katamso II termasuk dalam kategori cukup dengan rata-rata 12,6 gram/hari. Sumbangan konsumsi ikan terhadap angka kecukupan protein berada pada kategori kurang dengan rata-rata 27,18%. Frekuensi konsumsi ikan anak-anak SD Brigjend Katamso II tergolong kadang-kadang dengan rata-rata 4,55 kali/minggu.

2. Prestasi belajar anak-anak SD Brigjend Katamso II tergolong sangat baik dengan rata-rata nilai rapor 82,67.

3. Status gizi anak-anak SD Brigjend Katamso II berada pada kategori normal yaitu dengan ratarata zscore IMT/U -0,16 SD.

4. Ada hubungan yang signifikan antara jumlah dan frekuensi konsumsi ikan dengan prestasi belajar.

5. Tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis ikan dengan prestasi belajar, konsumsi ikan dengan status gizi, dan status gizi dengan prestasi belajar.

SARAN

1. Konsumsi ikan anak-anak di SD Brigjend Katamso II perlu ditingkatkan terutama dari segi jumlah dan frekuensi, dengan cara pemasakan yang tepat dan variatif agar menggugah selera makan ikan anak-anak.

2. Prestasi belajar anak-anak di SD Brigjend Katamso II yang sudah sangat baik perlu dipertahankan.

3. Status gizi anak-anak di SD Brigjend Katamso II yang tergolong normal perlu dipertahankan agar tidak menjadi gizi lebih atau gizi kurang.

4. Pihak sekolah diharapkan dapat bekerja sama dengan pemerintah, baik puskesmas maupun Dinas Pertanian dan Kelautan Kota Medan dalam mendukung program Gerakan Makan Ikan serta dapat menyampaikan informasi gizi mengenai hubungan konsumsi ikan dengan prestasi belajar anak menggunakan media majalah dinding sekolah.

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Badan Penelitian dan Pengembangan

Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. 2010. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010. Jakarta.

Bahar, B. 2006. Panduan Praktis Memilih dan Menangani Produk Perikanan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Baliwati, Y.F, Khomsan, A dan Dwiriani,C.M. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta: Penebar Swadaya.

Djamarah, S.B. 2008. Psikologi Belajar. Banjarmasin: Rineka Cipta.

Iriyandi, B. 2013. Analisis Karakteristik Nelayan dan Pengaruhnya Terhadap Pendapatan Nelayan di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan Kota Medan [Tesis]. Medan: Fakultas Pertanian USU.

Khomsan, A. 2002. Peranan Pangan dan Gizi untuk Kualitas Hidup. Jakarta: Gramedia Widiasarana.

Meliala, E.R.S. 2009. Konsumsi Ikan dan Kontribusinya terhadap Kebutuhan Protein pada Keluarga Nelayan di Lingkungan IX Kelurahan Labuhan Deli Kecamatan Medan Marelan [Skripsi]. FKM USU.

Murdiati, A dan Amaliah. 2013. Panduan Penyiapan Pangan Sehat untuk Semua. Edisi kedua. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group

Priyatno, D. 2001. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Serta Pengetahuan Tentang Profesi Ahli Gizi dari Mahasiswa Akademi Gizi Depkes Semarang [Skripsi]. IPB

Saparinto, C. 2006. Gizi dan Aneka Masakan dari Bahan Ikan. Semarang: Dahara Prize.

Supariasa, I.D.N; Bakri, B; Fajar, I. 2001.Penilaian Status Gizi. Jakarta:EGC

WHO. 2007. The WHO Child Growth Standards.

Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi. 2004. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

(10)

10 Zulaihah, S dan Widajanti, L. 2006.

Hubungan Kecukupan Asam Eikosapentanoat (EPA), Asam Dokosaheksanoat (DHA) Ikan dan Status Gizi dengan Prestasi Belajar Siswa. Jurnal Gizi Indonesia Volume 1 Nomor 2 Hal.15-25.

Referensi

Dokumen terkait

Maka dalam penelitian ini, penulis ingin mengetahui apakah foto dapat mempunyai peran yang kuat untuk membentuk sebuah citra positif dalam suatu daerah tertentu,

2) Pada tataran akomodasi mahasiswa meyakini nilai-nilai yang terkandung dalam pernikahan dan berkeluarga sebagai upaya untuk menciptakan masyarakat yang bermartabat.

Hasil analisa statistik krim sari tomat dengan blanko memiliki perbedaan yang signifikan (p ≤ 0,05), dimana krim sari tomat mampu memberikan efek sebagai anti-aging dengan

UNIVERSITAS BHAYANGKARA JAKARTA RAYA 2016.. Suzuki Indomobil Motor merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur yang memiliki spesialisasi di

Jumlah minyak atau lemak yang digunakan dalam proses pembuatan sabun harus dibatasi karena berbagai alasan, seperti: kelayakan ekonomi, spesifikasi produk (sabun

dalam Membentuk Perilaku Islami Siswa Melalui Komunikasi Interpersonal. di SMP Terpadu Al- Anwar Durenan Trenggalek” akan penulis

Berdasarkan hasil pembahasan pada lima dimensi kualitas pelayanan, maka dapat disimpulkan bahwa dimensi yang memerlukan prioritas penangan sesuai dengan tingkat kepuasan

Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah perlakuan KBE merupakan kombinasi yang paling baik dalam menurunkan intensitas off-odor daging itik, dan secara