• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS KONSELING KELOMPOK SEBAGAI METODE PENDAMPINGAN ANAK USIA SEKOLAH DASAR DI PANTI ASUHAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EFEKTIVITAS KONSELING KELOMPOK SEBAGAI METODE PENDAMPINGAN ANAK USIA SEKOLAH DASAR DI PANTI ASUHAN"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIVITAS KONSELING KELOMPOK SEBAGAI METODE PENDAMPINGAN ANAK USIA SEKOLAH DASAR DI PANTI ASUHAN

Wahyuni Kristinawati

Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana e-mail: inuy@yahoo.com

PENDAHULUAN Latar Belakang

Berbagai alasan dan latar belakang menyebabkan anak harus tinggal di panti asuhan: kemiskinan, penolakan atau perceraian orang tua, bencana alam, atau faktor-faktor lain. Tidak ada satupun dari alasan-alasan itu yang menunjukkan bahwa tinggal di panti asuhan adalah pilihan bagi anak, hingga akhirnya anak terpaksa menghadapi situasi yang tidak bisa dihindarinya.

Sebagai tempat di mana sejumlah besar anak dengan berbagai latar belakang diasuh, berbagai keterbatasan fasilitas panti sangatlah mungkin ditemukan, tidak hanya secara fisik, tetapi juga dalam hal perhatian, afeksi, kesempatan mengekspresikan diri, dan lain-lain. Padahal tidak hanya pemenuhan kebutuhan fisik dan materi, setiap anak juga membutuhkan dukungan untuk menjadi pribadi yang kuat dan tangguh untuk menghadapi keterbatasan kehidupan di panti. Ironisnya perkembangan terakhir menunjukkan bahwa jumlah anak-anak yang terlantar semakin meningkat, sementara hanya sebagian kecil dari mereka yang mampu ditampung di panti asuhan. Realitas juga menunjukkan bahwa mereka yang beruntung untuk diasuh di panti asuhan tetap menunjukkan perkembangan kepribadian dan penyesuaian sosial yang kurang memuaskan.

Anak membutuhkan lingkungan dengan suasana positif yang bersifat terapeutik yang membantu mereka menyelesaikan masa lalu yang buruk dan bersiap menghadapi masa depan yang penuh tantangan. Namun demikian, banyak anak yang tinggal di panti asuhan tidak mendapatkan lingkungan yang sehat bagi perkembangan psikologisnya.. Pendampingan bagi mereka diharapkan mampu menjawab kebutuhan-kebutuhan

(2)

psikologis anak panti asuhan agar mereka mendapatkan perlakuan yang sesuai bagi perkembangan fisik maupun psikologis dan sosial. Dengan demikian mereka relatif lebih mampu hidup mandiri di tengah-tengah masyarakat luas terutama setelah mereka harus melampaui pasca terminasi (harus keluar dari lingkungan panti asuhan setelah mampu hidup mandiri/setamat SMU). Salah satu bentuk pendampingan yang dapat dipilih untuk dilakukan adalah konseling kelompok. Bentuk konseling ini memiliki beberapa keuntungan dibandingkan konseling individual, antara lain: (a) efisiensi waktu (b) meningkatkan peran konselee karena sesama anggota kelompok dapat saling memberi saran dan feed back (c) komitmen konselee untuk mengubah diri memungkinkan pantauan dari konselee yang lain.

Tinjauan Pustaka

Pada bagian berikut akan diuraikan tinjauan teoritis secara singkat terkait tema yang akan dibicarakan lebih mendalam.

Perkembangan Anak Usia Sekolah Dasar. Secara fisik kebutuhan anak usia SD adalah gizi kesempatan olah gerak. Dengan gizi dan kesempatan pendidikan yang memadai, anak dapat berkembang dengan memadai secara kognitif tetapi harapan orang dewasa (guru,orang tua) memberi pengaruh yang cukup besar terhadap prestasi belajar (Papalia, Olds, dan Feldman, 2004). Dalam relasi anak dengan teman sebaya, anak membentuk kelompok dengan teman yang memiliki usia dan status sosioekonomi yang setara karena berpengaruh pada minat dan tingat ketrampilan. Anak laki-laki cederung bermain dengan anak laki-laki dan sebaliknya (Hartup dalam Papalia, Olds, dan Feldman, 2004). Pada usia ini persahabatan merupakan ha penting karena anak dapat belajar kerja sama dan komunikasi, belajar tentang diri sendiri dan orang. Anak yang nyaman dengan dirinya sendiri lebih mudah bersahabat dengan orang lain (Necomb dan Bugwell dalam Papalia, Olds, dan Feldman, 2004). Menurut Coei dan Dodges (dalam Papalia, Olds, dan Feldman, 2004) agresivitas cenderung menurun pada usia ini dan berubah bentuk dari hostile

aggression menjadi agresi instrumental.

Konseling Kelompok. Konseling kelompok adalah konseling yang melibatkan sejumlah kecil individu, umumnya 6-10 orang yang secara periodik bertemu bersama-sama dengan satu atau lebih konselor untuk membicarakan perjuangan dan permasalahan yang

(3)

dihadapi. Ketika seseorang bergabung dalam kelompok dan berinteraksi secara bebas, mereka cenderung membawa permasalahan kepada kelompok dan akan memperoleh dukungan dan bantuan dari sesama anggota kelompok yang lain (http:// www.nsu.edu/counseling center/services/group counseling.html).

Konseling kelompok dapat menjadi salah satu metode pendampingan bagi anak panti asuhan. Tujuan utama konseling kelompok adalah mencapai perubahan, yaitu cara baru daam menjadi diri sendiri, berelasi, dan berinteraksi dengan orang lain. Tujuan individual dalam terapi konseling kelompok dapat bervariasi tetapi semuanya bermuara pada harapan untuk berubah kea rah yang lebih baik (Conyne dalam Posthuma, 2002). Di dalam kelompok anak dapat:

 Belajar bagaimana ia diterima orang lain  Mengalami penerimaan dan dimiliki

 Menemukan bahwa bukan ia tidak sendirian dalam menghadapi masalah

 Mendengar ide dari orang lain yang akan meningkatkan kemamapuan membuat keputusan dan menyelesaikan masalah

 Belajar mengekpresikan perasaan dan ide yang konstruktif pada orang lain.

 Memperoleh dorongan dengan mengobservasi kesuksesan orang lain. (http://www.ncsu.edu/counseling_center/services/group_counseling.html).

Penelitian yang dilakukan psikolog, sosiolog, dan psikiater menemukan bahwa kelompok kecil memberi suasana terapi dan memiliki kekuatan untuk menyembuhkan (Howe dan Schwartzberg dalam Posthuma, 2002).

Rumusan Masalah

Berdasar uraian di atas, masalah yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah: Bagaimana efektivitas konseling kelompok sebagai metode pendampingan anak usia Sekolah Dasar di Panti Asuhan?

METODE PENELITIAN Disain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian aksi berupa konseling kelompok yang masing-masing terdiri dari 7-9 orang. Secara keseluruhan terdapat enam kelompok.

(4)

Pertemuan konseling kelompok dilakukan dalam periode mingguan selama enam kali pertemuan. Setiap pertemuan berlangsung 1 – 2 jam.

Setiap kelompok bekerja dengan satu konselor dan dua pendamping yang juga berfungsi sebagai pengamat. Pada setiap pertemuan perilaku dan ucapan anggota kelompok dicatat oleh pengamat dalam jurnal harian. Jurnal harian ini direkapitulasi pada akhir seluruh pertemuan untuk memperoleh perubahan kualitatif kelompok dan individu di dalam kelompok.

Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah 38 anak usia 6- 14 tahun yang tinggal di sebuah Panti Asuhan di Kabupaten Semarang, terdiri dari 20 anak laki-laki dan 18 orang anak perempuan, semuanya duduk di bangku Sekolah Dasar. Di antara subjek, empat (4) anak di antaranya merupakan anak pengasuh panti sendiri. Selanjutnya sebagian anak masih memiliki ayah atau ibu, tetapi hanya sebagian kecil yang masih bertemu dengan orang tua secara teratur. Separuh dari anak-anak ini tinggal di panti karena orang tua tidak mampu membiayai kebutuhan sehari-hari dan pendidikan anak, sementara sebagian lain memang tidak mengenal ayah dan/atau ibu sejak lahir.

Gambaran Panti Asuhan

Panti asuhan ini adalah sebuah panti milik pribadi yang dikelola secara kekeluargaan. Penghuni panti keseluruhan sekitar 400 orang terdiri dari usia bayi, anak, remaja, dewasa, dan lanjut usia yang berasal dari berbagai daerah baik dari Jawa maupun pulau lain (Sulawesi, Ambon, Papua, dll.). Pembagian kamar di panti asuhan diatur sesuai usia dan jenis kelamin. Untuk anak usia SD, dalam setiap kamar terdapat sekitar 7-8 anak dengan satu pengasuh.

Dengan luas panti yang cukup luas, ruang gerak anak-anak cukup memadai meski belum dapat dikatakan leluasa. Fasilitas yang ada di panti asuhan ini adalah sebuah ruang komputer (terdapat 9 buah komputer di dalamnya), sebuah perpustakaan kecil, telepon panti yang bagi anak hanya boleh digunakan untuk menerima telepon dari luar panti, dan ruang aula berkapasitas 100 orang.

(5)

Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini diperoleh melalui proses aktivitas partisipatoris (diskusi kelompok, berbagai permainan) dan observasi. Data observasi dicatat oleh pengamat yang bertindak sebagai pengamat partisipan.

Analisis Data

Analisis Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif dengan tahap-tahap sebagai berikut:

(1) Organisasi data mentah yaitu catatan lapangan berupa jurnal harian

(2) Content analysis dengan intepretasi pemahaman teoritis (Poerwandari, 2007).

HASIL DAN BAHASAN

Berdasar hasil analisis data diperoleh kesimpulan sebagai berikut: Dimensi Kelompok

Iklim dan Interaksi dalam Kelompok. Suasana kegiatan yang menyenangkan merupakan kunci perubahan perilaku anak. Menyenangkan yang dimaksudkan di sini bukanlah anak yang selalu gembira dan tertawa. Pada banyak kesempatan, anak menangis dan marah, tetapi yang perlu ditekankan adalah menimbulkan keyakinan pada anak bahwa semua perasaannya diterima terlebih dahulu, baru kemudian didiskusikan. Jenis Kegiatan. Permainan merupakan aktivitas yang paling disukai anak. Oleh karena ini penggunaan permainan sebagai aktivitas pembuka maupun aktivitas utama secara umum dapat diterima anak. Aktivitas yang muncul dalam proses pendampingan adalah sebagai berikut: (1) Aktivitas yang mengekspresikan emosi, yaitu menggambar, menceritakan gambar, bermain peran, menulis surat. Sejauh mana anak mengekspresikan emosinya sangat tergantung pada kesediaannya membagi diri dan keterbiasaan terhadap aktivitas yang dilakukan. Misalnya dalam aktivitas menulis surat pada orang yang dirindukan, anak yang kurang suka menulis ide akan mengalami lebih banyak kesulitan untuk menulis surat. Selanjutnya sebagian anak yang tidak pernah bertemu dengan ayah dan ibunya mengalami kesulitan mengungkapkan perasaan dan cenderung menulis surat pada ayah atau ibu pengganti, dan ada satu anak yang menolak sama sekali untuk menulis

(6)

surat. (2) Mendengarkan. Mendengarkan merupakan aktivitas yang sulit dilakukan anak. Anak-anak dari para pengasuh relatif lebih mampu mengendalikan emosinya, sementara anak-anak yang tidak pernah bertemu orang tua lebih haus akan perhatian dan lebih sulit untuk mendengarkan. (3) Memberi komentar. Pada setiap kelompok selalu ada anak yang cenderung memberi komentar negatif dan menjatuhkan. Umumnya reaksi negatif ditujukan kepada anak lain yang juga memiliki masalah pengendalian diri, sedangkan anak yang tenang tidak memancing sekaligus tidak mudah terpancing dengan komentar negatif teman sebayanya. (4) Permainan kompetisi. Permainan kompetisi selalu diikuti dengan semangat karena anak mengejar hadiah. Pada permainan semacam ini selalu ditemui anak yang curang demi menjadi pemenang. Secara umum anak sulit menghargai kesuksesan orang lain sehigga mereka lebih mengharapkan tidak ada pemenang jika bukan ia sendiri pemenangnya. (5) Hadiah (reward). Reward memiliki kekuatan besar bagi anak panti asuhan. Reward yang paling mereka harapkan adalah makanan, sesuai pula dengan konfirmasi pengasuh. Dalam proses yang selanjutnya didapati bahwa sentuhan fisik (pelukan, elusan di kepala) memberi pengaruh besar pada anak semua usia. (6) Rasio anak dan pendamping. Pendamping konselor mutlak perlu pada aktivitas konseling kelompok karena sebagian anak panti asuhan memiliki masalah emosi yang perlu ditangani. Jumlah anggota kelompok 7 s/d 9 anak dirasa masih terlalu besar. Hal ini selaras dengan pendapat Posthuma (2002) yang merekomendasi jumlah anak 4 s/d 6 anak per kelompok pada kelompok anak bermasalah.

Dimensi Individu

Pada dimensi ini pembahasan dibagi menjadi dua bagian yaitu perilaku yang tetap bertahan selama proses konseling (tidak berubah), dan perilaku yang berubah secara positif setelah proses konseling.

Perilaku yang Dipertahankan Anggota Kelompok. Perilaku yang dipertahankan anggota kelompok selama proses konseling adalah (1) Perilaku agresif. Masalah emosi yang paling sering terjadi adalah luapan agresivitas, yaitu agresi bermusuhan yang sifatnya verbal. Agresi pada anak awal sekolah dasar mudah meletup tetapi mudah dikendalikan, sedangkan pada anak kelas IV SD agresi mudah muncul tetapi lebih bertahan dan sulit dikendalikan. Hal ini terjadi karena sebagian besar anak-anak yang

(7)

lebih besar memiliki kebiasaan mengucapkan kata-kata kotor sehingga menjadi model buruk bagi anak usia sekolah dasar ini. Anak yang tidak pernah mengenal siapa orang tuanya memiliki masalah emosi yang lebih kompleks dari pada anak lain yang mengenal atau masih berhubungan dengan orang tuanya. Nampaknya, walaupun tidak disadari, anak-anak tanpa orang tua ini tidak mendapatkan significant other sebagai pengganti orang tua sehingga memunculkan permasalahan yang mencerminkan penolakan mereka atas diri sendiri. (2) Tingkat toleransi yang rendah. Anak panti asuhan yang menjadi subjek penelitian ini hampir semua mengalami kesulitan bersikap sportif dan menghargai keberhasilan orang lain. Mereka cenderung lebih mudah mengejek daripada memuji, memukul dan bersikap bermusuan ; hal ini tidak sesuai dengan pendapat Coei dan Dodges (dalam Papalia, Olds, dan Feldman, 2004) yang menyatakan bahwa agresivitas cenderung menurun pada usia sekolah dasar.

Perilaku Yang Berubah

Perubahan perilaku yang muncul selama proses konseling pada anak peserta konseling kelompok adalah sebagai berikut : (1) Menerima emosi pribadi. Pada sebagian anak, latihan memberi nama pada perasaan, mengenali perasaan yang muncul, dan menyampaikan pada orang lain ternyata dapat bertahan pada hari-hari di luar konseling. (2) Interaksi Sosial. Interaksi sosial satu sama lain sudah terjalin dengan baik, meski pada usia tertentu anak masih malu berinterkasi dan bekerjasama dengan lawan jenisnya. Beberapa anak yang memiliki masalah dengan teman yang lain menampkakkan penerimaan yang lebih baik satu dengan yang lain. Pada ‘anak-anak sulit masih diperlukan pendekatan interpersonal yang lebih baik, mereka masih membutuhkan dorongan untuk mengungkapkan perasaannya secara asertif dan tidak perlu mencari perhatian secara berlebihan. Hal ini akan lebih memungkinkan dicapai apabila konseling kelompok dilakukan pula bersama pendampingan atau konseling individual. (3) Partisipasi dalam kelompok. Meski perilaku berpartisipasi sangat dipengaruhi suasana yang dibangun masing-masing individu, partisipasi peserta secara umum cenderung meningkat pada pertemuan pertama hingga pertemuan berikutnya. Sedangkan perilaku tidaka berpasrtipasi masih bertahan pada sebagian kecil individu yaitu pada mereka yang

(8)

merasa kedatangannya ke konseling kelompok adalah keharusan dan keterpaksaan, dan pada mereka yang mengalami gangguan konsentrasi

Efektivitas Konseling Kelompok sebagai Metode Pendampingan Anak Panti Asuhan Usia Sekolah Dasar.

Pada dasarnya sebagai anak, perhatian dan kasih sayang adalah kebutuhan utama anak-anak ini. Pada anak-anak tanpa orang tua, kebutuhan ini bahkan lebih besar dari bentuk paling sederhana seperti disentuh, dielus, hingga didengar pendapatnya. Konseling kelompok memungkinkan terpenuhinya kebutuhan anak akan interaksi sosial satu sama lain, sekaligus sebagai kesempatan bagi anak untuk mengalami pengalaman positif, pujian, dimengerti perasaannya, didengar dan mendengar. Namun demikian enam kali sesi terasa singkat baik bagi anak maupun konselor, data yang diungkap juga terbatas pada apa yang muncul meski disumsikan bahwa kesederhanaan dan kelugasan anak membuat mereka bereaksi wajar sejak pertemuan pertama hingga pertemuan terakhir. Masalah emosi terdeteksi pada beberapa anak, sedangkan pada anak-anak lain yang nampaknya relatif bebas dari masalah emosi, tidak berarti tidak ada masalah tetapi tetap perlu pengamatan di masa yang akan datang.

Proses konseling pada anak usia ini tidak mungkin dilakukan tanpa media bantú. Perlu diperhatikan pula alokasi waktu. Sejauh ini durasi 1 jam dianggap cukup efektif untuk anak kelas awal, dan lebih meningkat pada kelas lebih tinggi. Walaupun antusias anak sangat tinggi pada kegiatan aktivitas, masih perlu dicari cara paling efektif untuk menyampaikan pesan dari tiap aktivitas itu.

Pada usia awal sekolah dasar (kelas 1 SD), proses penanaman nilai lebih dimungkinkan terjadi dalam interaksi konselor atau pendamping dengan anak, belum antar anak sebagaimana seharusnya terjadi dalam konseling kelompok. Pada kelas 4,5, dan 6 barulah silang pendapat antar anak dapat lebih banyak terjalin meski lebih optimal terjadi pada anak yang tenang emosi dan kemampuan kognitif yang cukup baik.

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasar analisis data yang dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa konseling kelompok merupakan salah satu metode yang dapat digunakan dalam pendampingan anak panti

(9)

asuhan, namun akan lebih efektif dilakukan pada anak usia 9 tahun ke atas. Rasio konselor dengan jumlah anggota per kelompok disarankan 1 : 4-6 orang sehingga perhatian konselor dapat menjangkau semua anak. Selain rasio, variasi aktivitas dan kejelian pengamat merupakan hal yang penting untuk diperhatikan. Jumlah pertemuan per kelompok dapat dipertimbangkan sesuai tujuan konseling.

Selain pengelompokan berdasar usia, bisa dilakukan pula pengelompokan anak berdasar jenis masalah sehingga tema yang diangkat dalam konseling kelompok akan lebih terfokus.

DAFTAR PUSTAKA

Djiwandono, S.E.W., (2005). Konseling dan Terapi dengan Anak dan Orang Tua. Jakarta: Grasindo.

Papalia, D.E., Olds, S.W., dan Feldman, R.D. (2004). Human Development. Edisi sembilan. Boston: McGraw-Hill.

Poerwandari, K.E. (2007). Pendekatan Kualitatif Untuk Penelitian Perilaku Manusia. Jakarta: LPSP3, Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Posthuma, B.W., (2002). Small Groups in Counseling and Psychoterapy: Process and

Leadership. Boston: Allyn and Bacon.

Nonfolk State University. Group Counseling. Online: http://www.ncsu.edu/ counseling_center/services/group counseling.html diunduh tanggal 1 Agustus 2009.

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini akan membuat camera hanya merender 50meter saja, untuk 150meter sisanya akan dirender ketika player object melewati trigger yang disediakan pada tiap lintasan

Anak di luar nikah yang lahir tanpa perkawinan yang sah tidak dapat diberikan perlindungan melalui itsbat nikah, karena tidak memiliki dasar hukum untuk

Menurut Dewan Pertimbangan Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia (DPP PPNI) tahun 1999, standar praktik keperawatan merupakan komitmen profesi keperawatan dalam

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mendorong petani mengkonversikan lahan pertanian, dampak dari konversi lahan pertanian, pengendalian

This study aimed at describing and explaining the implementation of Bilingual Program in SMA Negeri 1 Denpasar. It was an evaluation study which used CIPP model of

Sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku, Dewan Komisaris adalah organ perusahaan yang mewakili Pemegang Saham untuk melakukan fungsi pengawasan atas pelaksanaan kebijakan

Laba merupakan angka yang penting dalam laporan keuangan karena berbagai alasan antara lain: laba merupakan dasar dalam perhitungan pajak, pedoman dalam menentukan

bakteri, menunjukkan respon hambatan pertumbuhan dengan taraf kekuatan lemah terlebih bila dibandingkan dengan hambatan terhadap kontrol positif amoksisilin 0,05%