• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU RAWA DI KANTONG BIBIT SAPI POTONG LOKAL GROBOGAN DITINJAU DARI ASPEK KETERSEDIAAN PAKAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU RAWA DI KANTONG BIBIT SAPI POTONG LOKAL GROBOGAN DITINJAU DARI ASPEK KETERSEDIAAN PAKAN"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU RAWA

DI KANTONG BIBIT SAPI POTONG LOKAL GROBOGAN

DITINJAU DARI ASPEK KETERSEDIAAN PAKAN

(Opportunity for Developing Swamp Buffaloes in the Local Breeding Beef

Cattle Center of Grobogan Base on the Justification of Feedstuffs

Availability Aspect)

S.PRAWIRODIGDO danB.UTOMO

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah, PO Box 101, Ungaran 50501 ABSTRACT

It is well understood that the existence of swamp buffaloes (Buballus bubalis) contributes acceleration for self sufficient of beef in Indonesia. Grobogan District is a regional traditional breeding centre of the local beef cattle that allows the development of ruminant’s mosaics. A Rapid Rural Appraisal for investigation of the possibility for developing swamp buffaloes in Grobogan was conducted. A survey was conducted to confirm the existence of ruminants and the pattern of feeding system was performed in the Districts of Penawangan, Klambu, Tawangharjo, and Kradenan. Results showed that during three years period (2005 – 2007) the population of buffalo decreased sharply (from 3,537 to 1,937 heads), however, in the year of 2008 increased (594 ekor) remarkably. This phenomenon perhaps reflected the farmer’s interests for performing village farming of such buffalo. Commonly, the feedstuffs for buffalo are native grass, rice straw, and corn stalk top. The production estimation of agriculture and plantation by products in Grobogan (696,132.83 ton dry matter) exhibited that the availability of local feedstuffs was larger than the feed requirement (369,972.82 ton dry matter) of large ruminants (beef cattle, dairy cattle, and buffalo). However, since the nutrients profile of these feedstuffs is not satisfactorily, it is necessary to further evaluate the potency of food industries by-products which may useful for protein and energy sources for buffalo diet. Moreover, the sufficient water availability in Grobogan is also providing convenient habitat for developing buffalo.farming Overall, there is a chance to develop buffaloes in the District of Grobogan.

Kata Kunci: Swamp Buffalo, Development Possibility, Breeding Centre, Local Beef Cattle, Feed Availability

ABSTRAK

Secara umum dipahami bahwa eksistensi kerbau rawa (Buballus bubalis) memberikan kontribusi dalam percepatan swasembada daging sapi di Indonesia. Kabupaten Grobogan adalah kantong bibit sapi potong lokal (SPL) yang memberikan keleluasaan berkembangnya mosaik bangsa ternak ruminansia. Sehubungan dengan itu suatu ok! karakter biologi pedesaan secara singkat (Rapid Rural Appraisal) dilakukan untuk mempelajari peluang pengembangan ternak kerbau Grobogan. Survei untuk konfirmasi keberadaan ternak dan pola pemberian pakan dilaksanakan di wilayah Kecamatan Penawangan, Klambu, Tawangharjo, dan Kradenan. Hasilnya menunjukkan bahwa dalam kurun waktu tiga tahun (2005 – 2007) populasi ternak kerbau berkurang tajam (dari 3.537 menjadi 1.937 ekor), namun pada tahun 2008 mengalami kenaikan (594 ekor) menggembirakan. Fenomena ini mungkin refleksi kebangkitan minat masyarakat dalam budidaya ternak tersebut. Umumnya, pakan yang diberikan pada ternak kerbau adalah rumput alami, jerami padi, dan tebon jagung. Estimasi produksi limbah pertanian + perkebunan di Grobogan (696.132,83 ton bahan kering) mencerminkan ketersediaan bahan lokal yang melebihi kebutuhan pakan (369.972,82 ton bahan kering) ternak ruminansia besar (sapi potong, sapi perah, dan kerbau) di daerah ini. Namun karena bahan tersebut profil nutriennya kurang baik, maka diperlukan penelitian lebih lanjut terhadap potensi limbah industri pangan lokal tersedia, yang antara lain dapat dimanfaatkan untuk sumber protein dan/atau energi pakan. Di sisi lain, potensi air di Grobogan tampaknya dapat memberikan habitat yang cukup sesuai untuk berkembangnya ternak kerbau. Berdasarkan potensi-potensi tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat peluang pengembangan ternak kerbau di daerah Kabupaten Grobogan.

(2)

PENDAHULUAN

Kekurangan persediaan pangan sumber protein hewani telah mendorong Pemerintah Indonesia membuat kebijakan percepatan swasembada daging sapi (PSDS). Konsisten dengan kebijakan tersebut maka berbagai upaya diarahkan untuk meningkatkan produksi daging sapi. Dalam hal ini, langkah yang ditempuh adalah dengan meningkatkan populasi melalui aplikasi teknologi reproduksi dan teknologi penggemukan ternak sapi potong.

Di sisi lain, meskipun sampai saat ini bukan merupakan komoditi target program PSDS, umumnya telah dipahami bahwa eksistensi ternak kerbau (Buballus bubalis) lumpur di pedesaan secara langsung atau tidak langsung memberikan kontribusi yang sangat berharga dalam realisasi pengadaan bahan pangan protein hewani secara nasional. Fakta ini terefleksi pada dokumentasi data pemotongan dan perkembangan populasi kerbau dari tahun ke tahun yang dilaporkan oleh berbagai pemerintah kabupaten di Indonesia. Beberapa peneliti (USMIATI dan PRIYANTI, 2006; BAHRI dan TALIB, 2008; PRAWIRODIGDO, 2009) secara konsisten menyatakan bahwa preferensi masyarakat Indonesia terhadap masakan daging kerbau cukup tinggi. Selaras dengan pendapat tersebut, eksistensi budidaya ternak kerbau layak untuk mendapat perhatian serius.

Kabupaten Grobogan, adalah suatu daerah kantong bibit sapi potong lokal di Jawa Tengah. Data laporan tahunan Pemerintah Kabupaten mendokumentasikan bahwa di Grobogan terdapat bangsa ternak sapi potong Peranakan Ongole (PO), Peranakan Brahman, Simental, dan Limousin (Disnakkan Grobogan, 2009). Tetapi umumnya untuk bibit induk, petani lebih menyukai ternak sapi PO atau Brahman putih. Selaras dengan itu, Pemerintah Kabupaten Grobogan bertekad mempertahankan daerahnya sebagai kantong bibit sapi potong putih lokal di samping memberikan kelonggaran bertumbuh-kembangnya mosaik bangsa ternak ruminansia. Sebagai sumber bibit sapi potong lokal, Kabupaten Grobogan semakin menjadi pusat perhatian karena munculnya fenomena kasus kelahiran sapi potong kembar di daerah ini (UTOMO dan PRAWIRODIGDO, 2010). Artinya,

apabila tidak terdapat hambatan pengembangan dari kejadian tersebut, maka populasi ternak sapi potong akan bertambah dengan pesat; Sebagai hasilnya, ke depan kompetisi pakan antara ternak ruminansia mungkin akan menjadi semakin ketat apabila kemungkinan kekurangan pakan tidak diantisipasi sebelumnya.

Lebih lanjut, hasil studi pustaka menunjukkan bahwa populasi ternak kerbau di daerah Kabupaten GROBOGAN pada tahun 2008 adalah 2,4% dari jumlah total sapi potong (105.549 ekor; HERIANTI dan PRAWIRODIGDO, 2010). Berdasarkan fluktuasi populasi di daerah tersebut dapat diinterpretasikan bahwa kemauan masyarakat di pedesaan untuk budidaya ternak kerbau masih cukup kuat. Oleh karena itu, berpedoman pada kondisi terkini yang ditemukan dari suatu investigasi, HERIANTI dan PRAWIRODIGDO (2010) menyarankan pengembangan budidaya ternak kerbau yang masih eksis di daerah Kabupaten Grobogan. Secara meluas telah dipahami bahwa ketersediaan pakan menjadi syarat mutlak untuk keberhasilan pengembangan berbagai jenis ternak. Sehubungan dengan itu, studi ini difokuskan untuk menelaah kemungkinan pengembangan ternak kerbau di kantong bibit sapi potong lokal di daerah Kabupaten Grobogan ditinjau dari aspek ketersediaan pakan.

MATERI DAN METODE

Investigasi ini menggunakan metode pemahaman pedesaan secara singkat (Rapid

Rural Appraisal) melalui survei dengan

wawancara terhadap petani pemilik ternak kerbau. Survei dilaksanakan di empat kecamatan daerah Kabupaten Grobogan yang memiliki kepadatan populasi ternak kerbau > 150 ekor (BPS Kabupaten GROBOGAN, 2008) yang dipilih secara acak (purposive random

sampling). Adapun kecamatan terpilih adalah

Penawangan, Klambu, Tawangharjo, dan Kradenan dengan populasi ternak kerbau masing-masing 562 ekor, 159 ekor, 315 ekor, dan 291 ekor. Wawancara dilakukan secara intensif mengunakan daftar pertanyaan terstruktur dengan melibatkan peran serta aktif lima personal peternak kerbau dari

(3)

masing-masing kecamatan, sehingga jumlah responden keseluruhan 20 orang.

Data yang dikumpulkan adalah informasi bahan pakan yang biasa diberikan pada ternak kerbau, volume, dan manajemen pemberiannya. Determinasi daya dukung pakan dilakukan berdasarkan perbandingan antara estimasi kebutuhan dan produksi limbah pertanian serta perkebunan yang tersedia dan layak untuk dimanfaatkan sebagai pakan ruminansia di daerah Grobogan. Lebih lanjut, studi ini juga menggunakan data sekunder khususnya yang berkaitan dengan populasi ruminansia besar (sapi potong, sapi perah, dan kerbau), produksi tanaman pangan, dan produksi perkebunan tebu. Data populasi ternak ruminansia kemudian digunakan untuk memprediksi kebutuhan pakan, sedangkan data produksi tanaman pangan dan perkebunan dimanfaatkan untuk estimasi produksi limbah organik yang dihasilkan oleh kedua jenis tanaman tersebut (PRAWIRODIGDO ET AL., 2010).

Estimasi kebutuhan pakan dihitung berdasarkan kebutuhan bahan kering ternak kerbau dewasa (PRAWIRODIGDO, 2009) di daerah Kabupaten Grobogan, sedangkan ketersediaan pakan dikalkulasi sesuai dengan data pada Tabel Analisis Bahan Pakan di Indonesia (HARTADI et al., 1990) dari produksi bahan kering, potein tercerna, dan energi pada limbah pertanian dan perkebunan (BPS Kab. GROBOGAN, 2008). Data yang diperoleh kemudian dianalisis dan diinterpretasikan secara deskriptif. Di samping itu, habitat di lokasi survei dan sikap masyarakat terhadap eksistensi ternak kerbau juga dieksplorasi sekilas sebagai tambahan informasi faktor pendukung kemungkinan pengembangan ternak tersebut.

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakter biologi daerah

Hasil studi menunjukkan bahwa, berbeda dengan kultur budidaya ternak ruminansia besar di Kabupaten Banyumas (PRAWIRODIGDO et al., 2009), di daerah

Kabupaten Grobogan jerami padi dan lainnya ternyata juga digunakan untuk pakan sapi perah (MUKTI, komunikasi pribadi). Berikut ini

adalah profil populasi ternak kerbau, sapi potong, dan sapi perah serta profil sumberdaya pakan lokal di daerah Grobogan.

Profil populasi kerbau dan sapi di daerah Kabupaten Grobogan.

Hasil investigasi ini konsisten dengan interpretasi data yang dilaporkan oleh HERIANTI dan PRAWIRODIGDO (2010) bahwa profil ternak ruminansia di daerah Kabupaten Grobogan berfluktuasi karena mengalami pasang surut. Lebih lanjut, ditemukan bahwa, meskipun terjadi penurunan populasi ternak kerbau secara drastis dari tahun 2005 hingga 2007, namun pada tahun 2008 tampak terjadi peningkatan kembali yang bermakna (30,72%, Tabel 1). Data ini tampaknya merupakan refleksi dari kebangkitan semangat petani di dalam budidaya ternak kerbau. Hasil wawancara memberikan bukti bahwa di dalam memelihara ternak kerbau para petani tidak lagi bertujuan untuk tenaga kerja mengolah lahan sawah. HERIANTI dan PRAWIRODIGDO (2010) melaporkan hasil penelitiannya bahwa di Grobogan pengolahan lahan sawah semuanya sudah menggunakan mesin pertanian.

Tabel 1 menunjukkan bahwa pada tahun 2008, di Kabupaten Grobogan terjadi kenaikan populasi kerbau yang bermakna (594 ekor) dari tahun sebelumnya. Lebih lanjut, Tabel 1 juga menginformasikan bahwa konsisten bersamaan dengan berkurangnya populasi ternak kerbau, jumlah ternak sapi potong dan sapi perah selama kurun waktu empat tahun juga mengalami penurunan.

Walaupun demikian pola berkurangnya jumlah kedua jenis sapi ini berbeda dengan yang terjadi pada kerbau. Pada ternak kerbau berkurangnya populasi secara drastis terjadi pada tahun 2006 (853 ekor) dan 2007 (747 ekor), sedangkan pada sapi potong terjadi pada tahun 2007 (820 ekor). Di lain pihak, populasi ternak sapi perah tidak mengalami perubahan yang menonjol. Hal ini mungkin karena tidak terjadi pemotongan sapi perah dalam jumlah besar seperti yang dilakukan pada ternak sapi potong maupun kerbau. Secara keseluruhan tampak bahwa populasi ternak ruminansia besar di Kabupaten Grobogan selama empat

(4)

tahun (2005 – 2008) terjadi penurunan populasi 1,5%.

Tabel 1. Fluktuasi populasi ternak kerbau dan sapi di Grobogan selama empat tahun*

Tahun Jumlah ternak (ekor)

Kerbau Sapi potong Sapi perah Total

2005 3.537 106.155 414 110.106

2006 2.684 105.974 383 109.041

2007 1.937 105.154 388 107.479

2008 2.531 105.549 390 108.470

* Sumber: HERIANTI dan PRAWIRODIGDO (2010 Lebih lanjut, hasil wawancara dengan petani pemilik ternak kerbau memberikan ilustrasi bahwa preferensi masyarakat daerah Grobogan terhadap masakan daging kerbau cukup tinggi. Diinformasikan bahwa tujuan utama budidaya ternak kerbau adalah untuk tabungan hidup yang dapat dijual setiap saat ketika petani memerlukan dana tunai dan untuk dipotong sebagai sumber daging yang dikonsumsi seperti daging sapi. Terdapat indikasi bahwa paradigma sasaran akhir budidaya ternak kerbau di Grobogan telah begeser dari fungsi sumber tenaga kerja untuk mengolah lahan sawah menjadi ternak potong yang sederajat dengan ternak sapi pedaging.

Berbeda dengan kultur budidaya ternak di kabupaten lain (contohnya Kabupaten Banyumas, PRAWIRODIGDO et al., 2010) akhir-akhir ini ternak kerbau di daerah Grobogan sama-sekali tidak digunakan untuk tenaga kerja mengolah lahan pertanian. Hasil studi ini memperkuat realisasi gagasan tentang pemanfaatan ternak kerbau dalam mendukung percepatan swasembada daging sapi di Indonesia (DIWIYANTO dan HANDIWIRAWAN, 2006).

Profil sumberdaya pakan di daerah Kabupaten Grobogan

Hasil pengamatan langsung di lapang mengkonfirmasikan bahwa sepanjang mata memandang daerah Kabupaten Grobogan merupakan hamparan lahan pertanian sawah. Oleh karena itu logis apabila daerah ini

mendapat predikat surplus bahan pakan untuk ruminansia yang berasal dari limbah pertanian dan perkebunan tebu (PRAWIRODIGDO dan UTOMO, 2010). Data tentang profil produksi bahan pakan potensial untuk pakan ruminansia tersebut secara terperinci dicantumkan pada Tabel 2.

Tabel 2 menunjukkan bahwa berdasarkan proporsi produksi protein tercerna terhadap total bahan kering pakan lokal yang berasal dari limbah pertanian dan perkebunan, maka dapat dinyatakan bahwa kualitas nutrien bahan-bahan tersebut sangat rendah (4,23%). Tampak bahwa apabila dilakukan kombinasi antara limbah kacang-kacangan dengan limbah lainnya untuk menghasilkan campuran pakan sesuai kebutuhan nutrien ternak dalam mencegah terjadinya kompetisi pakan akan sangat sulit juga. Padahal pengembangan ternak kerbau melalui program multiplikasi (reproduksi) perlu dukungan pakan yang kuantitas dan kualitas nutriennya seimbang dengan kebutuhan ternak (PRAWIRODIGDO, 2009; RUSDIANA dan HERAWATi, 2009).

Di sisi lain, menurut keterangan para petani, di daerah Kabupaten Grobogan sebenarnya terdapat industri-industri pangan yang hasil-ikutannya sangat potensial untuk sumber protein dan energi pakan. Industri-industri tersebut termasuk di antaranya adalah pengilingan padi (katul dan/atau dedak), pabrik kecap (kedelai ampas kecap), pabrik tahu (ampas tahu), dan pabrik roti. Walaupun demikian, data volume eksistensi limbah dari industri-industri ini tidak tersedia.

(5)

Tabel 2. Estimasi produksi bahan pakan lokal di daerah Kabupaten Grobogan tahun 2008* Sumber Bahan Kering (ton) Protein Tercerna (ton) Energi metabolis (MJ) Abu (kg) Limbah pertanian

Jerami padi (Oriza sativa) 157.011,09 1.570,11 722.627,8 15.387,09

Tebon jagung (Zea mays) 520.303,44 26.015,17 128.4400,3 7.804,55 Brangkasan kacang hijau (Phaseolus radiatus Linn.) 18.422,06 1805,36 118.700,0 1.492,19 Brangkasan kedelai (Glysine soya Max.) 1,25 0,12 8,1 0,10

Rèndèng kacang tanah (Arachis hypogea) 52,74 2,00 189,8 2,06

Limbah perkebunan

Pucuk tebu (Sacarum officinale) 342,25 24,78 844,9 5,13

Total 696132,83 29417,55 2126771 24691,12

* Sumber: PRAWIRODIGDO dan UTOMO (2010)

Kelayakan pengembangan budidaya kerbau Pada prinsipnya, layak tidaknya pengembangan budidaya ternak kerbau tergantung pada tiga faktor yaitu: ketersediaan pakan (feedstock availability) yang longgar, kesesuaian ekologi lingkungan, dan penerimaan masyarakat (public acceptance) terhadap eksistensi ternak tersebut.

Kebutuhan dan potensi kompetisi pakan.

Ketersediaan pakan adalah faktor terpenting di antara ketiga faktor yang seharusnya dipenuhi ketika akan dilaksanakan pengembangan budidaya ternak kerbau. PRAWIRODIGDO dan UTOMO (2010) yang mengasumsikan kebutuhan pakan ternak kerbau setara dengan kebutuhan sapi menyatakan bahwa seluruh ternak ruminansia dewasa di Grobogan kira-kira memerlukan 369.972,815 ton bahan kering pakan/tahun. Asumsi tersebut berdasarkan rekomendasi MCDONALD et al. (1992) bahwa kebutuhan pakan ternak sapi dewasa berbobot hidup antara 250 – 300 kg adalah 11 kg bahan kering/ekor/hari. Tetapi apabila mengikuti saran SUHUBI (komunikasi pribadi) bahwa kebutuhan pakan ternak kerbau dewasa yang seharusnya terpenuhi adalah 12,5 kg bahan kering/ekor/hari, maka di daerah Grobogan diperkirakan per tahun perlu tersedia

420.423,653 ton bahan kering pakan. Berpedoman pada selisih antara ketersedian pakan dan kebutuhan ternak ruminansia besar, maka di daerah Grobogan masih surplus 326.160,015 ton (PRAWIRODIGDO dan UTOMO, 2010) atau 275.709,177 ton bahan kering pakan (SUHUBI, komunikasi pribadi). Hasil komputasi data ini memberikan gambaran bahwa ditinjau dari pemenuhan kebutuhan bahan kering pakan, di daerah Kabupaten Grobogan masih terdapat peluang untuk pengembangan budidaya kerbau.

Meskipun berdasarkan estimasi pemenuhan protein dan energi dari pakan yang tersedia untuk kerbau umumnya terjadi defisiensi, namun secara visual rata-rata skor kondisi tubuh (body condition score) ternak ini di daerah Kabupaten Grobogan cukup bagus. Para petani menyatakan bahwa di samping diberi pakan berupa limbah pertanian dan perkebunan tersebut di atas, kerbau yang dipelihara juga diberi kebebasan untuk mendapatkan pakan tambahan ketika digembalakan. Selanjutnya juga diinformasikan bahwa umumnya ternak kerbau digembalakan dua kali sehari (pagi dan sore). Sebagai contoh pada Gambar 1 dicantumkan dokumentasi tentang sekelompok ternak kerbau yang akan digembalakan di wilayah Kecamatan Kluwan, Kabupaten Grobogan. Tampak bahwa body condition

(6)

Gambar 1. Sekelompok ternak kerbau yang sedang digiring untuk digembalakan di wilayah Kecamatan

Kluwan, Kabupaten Grobogan Kesesuaian ekologi lingkungan

Habitat merupakan faktor penting kedua (setelah pakan) yang perlu mendapat perhatian apabila budidaya ternak kerbau akan dikembangkan. DANIA dan POERWOTO (2006) sependapat dengan ZULBARDI et al. (1982) bahwa kerbau kurang begitu toleran terhadap kondisi panas, karena kulitnya tebal berwarna gelap dengan bulu jarang, dan kelenjar keringatnya sedikit. Oleh karena itu, untuk membantu thermoregulasi tubuh agar fungsi fisiologisnya normal khususnya dalam mengatasi stres panas, maka ternak ini perlu berendam di dalam genangan air atau lumpur.

Hasil penelitian DANIA dan POERWOTO (2006; Tabel 3) membuktikan bahwa pemberian kesempatan berkubang berpengaruh nyata (P < 0,01) tehadap pertumbuhan kerbau.

Tabel 3 memperlihatkan bahwa konsumsi pakan dan pertambahan bobot hidup ternak kerbau yang memperoleh kesempatan berkubang secara konsisten lebih tinggi (P < 0,01) daripada ternak yang tidak mendapat peluang untuk berkubang (DANIA dan POERWOTO, 2006). Ternyata kerbau yang memperoleh kesempatan berkubang konversi pakannya juga lebih baik(P < 0,01).

Tabel 3. Pengaruh pemberian kesempatan berkubang terhadap pertumbuhan ternak kerbau*

Variabel Tanpa kubangan Perlakuan* Tersedia kubangan

Konsumsi pakan (g BK/hari) 99,9a 105,2a

Pertambahan bobot hidup (g/hari) 435,6a 574,6b

Konversi pakan 14,83a 10,27b

* Superskrip berbeda pada baris sama menunjukkan berbeda sangat nyata (0,01)

Sumber: DANIA dan POERWOTO (2006);

Memperhatikan kebutuhan habitat tersebut dapat diinformasikan, bahwa ketersediaan air di daerah Grobogan cukup bagus dan bermanfaat untuk mengantisipasi kemungkinan

stres akibat cekaman panas. Dengan demikian pengembangan kerbau di Grobogan layak dilaksanakan

(7)

Penerimaan masyarakat (public acceptance). Meskipun bukan merupakan faktor utama, penerimaan masyarakat terhadap pengembangan budidaya ternak perlu dipertimbangan. Hal ini karena introduksi ternak tertentu yang dianggap bertentangan dengan kultur budaya suatu daerah atau karena pantangan agama dapat menghambat upaya pengembangan ternak tersebut. Hasil wawancara dengan petani dan tokoh masyarakat di Grobogan memberikan informasi bahwa budidaya kerbau di desa tidak ada hambatan. Masyarakat di pedesaan Kabupaten Grobogan umumnya dapat menerima eksistensi kerbau di desanya, sehingga budidayanya layak dikembangkan. Kebutuhan penelitian

Efisiensi pemanfaatkan nutrien bahan pakan mempunyai kontribusi yang sangat berharga di dalam upaya pengembangan budidaya ternak. Di Indonesia, data empirik yang berkaitan dengan ilmu pakan ternak kerbau secara spesifik sangat terbatas. Sehubungan dengan itu subjek yang perlu diteliti di antaranya adalah palatabilitas bahan pakan, profil nutrien, dan karakter (dayacerna) nya, terutama yang tersedia di daerah Kabupaten Grobogan. Penelitian hendaknya juga perlu dilakukan terhadap bahan dari hasil-sampingan industri pangan yang berpotensi sebagai sumber protein dan energi pakan.

PRAWIRODIGDO et al. (2010) dan VAN SOEST (1982) menyatakan bahwa konsumsi pakan merupakan aspek fundamental yang menentukan banyaknya input nutrien dari dalam pakan ke dalam saluran pencernaan ternak kerbau. Padahal tingkat konsumsi ini sangat ditentukan oleh palatabilitas bahan pakan. Begitu pula, profil atau konsentrasi nutrien di dalam bahan pakan dan dayacernanya perlu diukur. Data tersebut penting karena sangat menentukan dalam pembuatan formula pakan yang kandungan nutriennya seimbang dengan kebutuhan ternak, yang pada gilirannya akan menghasilkan nilai efisiensi tinggi. Dan PRAWIRODIGDO et al. (2010), LENG (1991) menyatakan bahwa efisiensi berbagai nutrien terserap dalam saluran pencernaan ternak tergantung pada

ketepatan tersedianya (nutrient availability) masing-masing nutrien tersebut di dalam memenuhi kebutuhan di atas kebutuhan pokok hidup ternak.

Sebagai tambahan, pengolahan bahan, bentuk, dan tata-laksana pemberian pakan untuk kerbau juga perlu diteliti agar usaha budidaya kerbau benar-benar efisien.

KESIMPULAN

Hasil investigasi ini dapat disimpulkan bahwa ditinjau dari ketersediaan bahan kering pakan, di daerah Kabupaten Grobogan tidak terjadi kompetisi di antara ternak ruminansia. Meskipun demikian untuk memenuhi kebutuhan protein dan energi bagi ternak kerbau perlu dilakukan penelitian terhadap bahan pakan potensial dari sisa hasil industri pangan. Secara keseluruhan, di Kabupaten Grobogan masih terdapat peluang untuk pengembangan budidaya kerbau.

DAFTAR PUSTAKA

BAHRI, S. dan C. TALIB. 2008. Strategi pengembangan perbibitan ternak kerbau. Dalam Pros. Seminar dan Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau. Jambi, 22 – 23 Juni 2007. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 1 – 11.

BPS KABUPATEN GROBOGAN 2009. Grobogan Dalam Angka 2008. Badan Pusat Statistik Kabupaten Grobogan, Purwodadi.

DANIA,I.B. dan H.POERWOTO. 2006. Pertambahan berat badan, laju pertumbuhan dan konversi pakan kerbau jantan akibat pemberian kesempatan berkubang dan jerami padi amoniasi. Pros. Seminar dan Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau Mendukung Program Kecukupan Daging Sapi. Sumbawa, 4 – 5 Agustus 2006. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 99 – 102.

DISNAKKAN GROBOGAN. 2009. Laporan Tahunan. Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Grobogan, Purwodadi.

DIWIYANTO, K. dan E. HANDIWIRAWAN. 2006. Strategi pengembangan ternak kerbau: Aspek penjaringan dan distribusi. Pros. Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau Mendukung Program Kecukupan daging Sapi. Sumbawa, 4 – 5 Agustus 2006. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 3 – 12.

(8)

HARTADI, H., S. REKSOHADIPRODJO dan A.D. TILLMAN. 1997. Tabel komposisi pakan untuk Indonesia. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

HERIANTI,I. dan S.PRAWIRODIGDO. 2010. Analisis perkembangan kerbau rawa (Buballus bubalis) di kantong bibit sapi lokal Grobogan. Makalah dipresentasikan dalam acara Seminar dan Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau 2010. Banten 2 – 4 Nopember 2010.

LENG,R.E. 1992. Application of biotechnology to nutrien on animals in developing countries. FAO Animal Production and Health; Paper 90. Food and Agricultutural Organization on The United Nations, Rome.

PRAWIRODIGDO, S. 2009. Daya dukung pakan hijauan dari limbah pertanian dan perkebunan untuk ternak kerbau rawa di beberapa daerah di Provinsi Jawa Tengah. Pros. Seminar dan Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau. Tana Toraja, 24 – 26 Oktober 2008. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 122 – 132. PRAWIRODIGDO,S. and B.UTOMO. 2010. Profile of

the agriculture and plantation industries by-products potential for livestock feed on the high beef cattle population area in Central Java. Pros. Seminar Nasional Ruminansia 2010. Semarang, 6 Oktober 2010. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang (inpress).

PRAWIRODIGDO, S., I. HERIANTI. dan M.D. PAWARTI. 2010. Perspektif sumberdaya pakan sebagai pertimbangan aplikasi teknologi reproduksi untuk meningkatkan produktivitas ternak kerbau (Buballus bubalis) di Kabupaten

Banyumas. Pros. Seminar dan Lokakarya Nasional Aplikasi Teknologi Reproduksi untuk Meningkatkan Produktivitas Ternak Kerbau. Brebes, 24 – 26 Nopember 2009. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 134 – 139. RUSDIANA,S. dan T.HERAWATI. 2009. Pemeliharaan ternak kerbau dalam sistem usahatani terhadap pendapatan keluarga di Kecamatan Ciomas, Kabupaten Sukabumi. Pros. Seminar dan Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau. Tana Toraja, 24 – 26 Oktober 2008. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 84 – 90. USMIATI, S. dan A. PRIYANTI. 2006. Sifat

fisikokimia dan palatabilitas bakso daging kerbau. Pros. Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau Mendukung Program Kecukupan Daging Sapi. Sumbawa, 4 – 5 Agustus 2006. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 125 – 141.

UTOMO, B. and S. PRAWIRODIGDO. 2010. The phenomena of twin birth beef cattle in Central Java: Research review. Pros. Seminar Nasional Ruminansia 2010. Semarang, 6 Oktober 2010. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang. (inpress). VAN SOEST, P.J. 1982. Nutritional ecology of the

ruminant: Ruminant metabolism, nutritional strategies the cellulolytic fermentation and chemistry of forages and plant fibers. O & Books, Inc. Corvallis, Oregon, United State of America.

ZULBARDI,M.A.DJAJANEGARA dan M.RANGKUTI. 1982. Pengaruh pelepasan terhadap konsumsi jerami padi. Pros. Seminar Penelitian Peternakan. Puslitbang Peternakan, Bogor.

Gambar

Tabel 1.  Fluktuasi populasi ternak kerbau dan sapi di Grobogan selama empat tahun*
Tabel 2.  Estimasi produksi bahan pakan lokal di daerah Kabupaten Grobogan tahun 2008*  Sumber  Bahan  Kering  (ton)  Protein  Tercerna (ton)  Energi  metabolis (MJ)  Abu (kg)  Limbah  pertanian
Gambar 1. Sekelompok ternak kerbau yang sedang digiring untuk digembalakan di wilayah Kecamatan  Kluwan, Kabupaten Grobogan

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan latar belakang penelitian dan landasan teori yang dikemukakan, maka hipotesis sementara penelitian ini adalah terdapat pengaruh antara motivasi dan kompetensi

Belajar dengan model discovery learning dan metode inkuiri mengarahkan siswa agar dapat belajar secara mandiri untuk menggunakan keterampilan yang dimilikinya, melatih

In accordance with the purpose of advertising is used to induce and encourage consumers to buy and use your product being advertised, then the positive

Apabila jumlah persediaan bahan baku yang disimpan dalam perusahaan itu semakin besar, maka resiko atas bahan baku yang disimpan dalam.. perusahaan yang

Metode ini membandingkan nilai sekarang dari arus kas bersih yang masuk selama umur ekonomis proyek dengan nilai investasi awal. Jika nilai sekarang dari arus kas bersih lebih

Sementara Cikini Retail dan Plaza Menteng yang terintegrasi dengan hotel budget Formule-1, pada tahun 2010 memberikan kontribusi masing-masing 6% dan 4% dari pendapatan

theobromae yang diperoleh dari Klinik Tanaman, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor yang berasal dari tanaman dari berbagai daerah, yaitu

Sampah yang paling besar berasal dari Kota Bandung (Pikiran Rakyat Online, 31/1/16). Walikota Bandung sudah memberikan fasilitas tempat sampah organik dan non organik di tempat