• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan. Selain untuk memenuhi keperluan sehari-hari air juga digunakan sebagai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. kehidupan. Selain untuk memenuhi keperluan sehari-hari air juga digunakan sebagai"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Air merupakan sumber daya alam yang memiliki peran sangat penting dalam kehidupan. Selain untuk memenuhi keperluan sehari-hari air juga digunakan sebagai faktor produksi dalam suatu usaha. Salah satunya pada usaha laundry. Usaha laundry adalah bidang usaha yang menawarkan jasa pencucian dan perawatan pakaian dimana air merupakan kebutuhan dasar.

Pertumbuhan jumlah usaha laundry di Yogyakarta khususnya Kabupaten Sleman mengalami peningkatan. Peningkatan ini dipengaruhi oleh jumlah permintaan yang semakin besar. Bila dahulu sebagian besar konsumen adalah mahasiswa, saat ini kosumen juga berasal dari rumah tangga. Dalam menjalankan usaha ini pun tergolong mudah. Akses terhadap air serta kebutuhan akan alat dapat depenuhi dengan harga cukup terjangkau. Tidak perlu dalam jumlah yang banyak, satu hingga dua unit mesin cuci dan seterika sudah cukup untuk menjalankan usaha ini. Modal yang tidak terlalu besar, pengelolaan yang sederhana dan potensi keuntungan yang tinggi membuat usaha laundry ini tumbuh dengan cepat.

Pertumbuhan usaha laundry sangat dipengaruhi oleh perkembangan permintaan, salah satu faktor utamanya adalah bertambahnya penduduk. Kepadatan Penduduk mencapai 3.603 jiwa/Km2 menjadi yang tertinggi di Kabupaten Sleman. Ketersediaan pemenuhan kebutuhan dan tidak kurang 23 Perguruan Tingi kenamaan

(2)

menjadi faktor pendukung meningkatknya kepadatan dari tahun ke tahun. Setiap tahun jumlah mahasiswa kian bertambah, sedangkan tidak dapat dipungkiri mahasiswa adalah konsumen utama usaha laundry.

Sumber pemenuhan kebutuhan air usaha laundry adalah air tanah dan air PAM. Air tanah tersimpan dalam lapisan yang disebut akufier. Dapat dijumpai pada dataran pantai, daaerah kaki gunung, lembah antar pegunungan, dataran aluvial, dan daerah topografi karts.1 Dalam keadaaan tertentu masyarakat cukup menggali pada kedalaman lima hingga tujuh meter untuk mendapatkan air tanah. Air PAM adalah air yang dapat diperoleh dengan cara berlangganan. Secara teknis air PAM merupakan air yang disediakan oleh PDAM, mengalir melalui pipa-pipa yang bersumber dari pengolahan mata air maupun hasil pengolahan beberapa sumber lain.

Menurut Nelwan, seorang pakar pengairan dari Universitas Diponegoro jenis usaha yang berpotensi menguras air tanah secara berlebihan adalah industri besar yang membutuhkan banyak air seperti hotel dan pabrik tekstil. Adapun usaha skala kecil yang juga berpotensi membahayakan air tanah adalah usaha binatu dan pencucian sepeda motor.2 Air memang dapat dikategorisasikan sebagai sumber daya alam yang dapat diperbaharui. Namun secara berangsur ketersediaannya mulai menurun, faktanya beberapa wilayah mengalami krisis air. Penurunan ini merupakan akibat menurunnya daya dukung lingkungan dalam siklus air. Hutan sebagai penyimpan air hanya difungsikan secara ekonomis ,wilayah tangkapan air hujan

       

1

Robertus Haryoto Indriatmoko dan Heru Dwi Wahjo, Teknologi Air Tanah Dengan Sumur Resapan dari http://www.kelair.bppt.go.id/Publikasi/Buku10Patek/09SUMUR.pdf hlm. 280 diunduh tanggal 24 Agustus 2009 

(3)

beralih fungsi menjadi bangunan dengan tingkat impermeabilitas rendah, dan beberapa penyebab lain.

Di Jakarta dalam satu hari, rata-rata tiap laundry membutuhkan 300 meter kubik air.3 Bila dibandingkan penggunaan air untuk usaha laundry di Yogyakarta tentu selisihnya tidak terlalu signifikan. Akses mudah dan kualitas serta kuantitas air tanah yang masih baik membuat beberapa pelaku usaha laundry di Kabupaten Sleman juga menggunakan air tanah sebagai pemasok utama kebutuhan akan air selain air PAM.

Pengunaan air tanah dalam jumlah yang banyak tentu bukan tidak mungkin akan menimbulkan resiko. Baik untuk keperluan rumah tangga maupun untuk industri pengambilan air tanah meningkat dengan tajam di berbagai tempat. Deplesi4 air tanah kini telah melebihi Suplesi5 yang juga telah menurun karena berkurangnya peresapan air ke dalam tanah. Hal ini akan berakibat pada menurunnya permukaan air tanah.6

Rata-rata, ketersedian air di DIY (Daerah Istimewa Yogyakarta) hanya 850 meter per kubik per jiwa per tahun. Padahal, rata-rata daerah lain di pulau Jawa mencapai 1.375 meter per kubik per jiwa per tahun. "Perbandingan antara populasi penduduk dan ketersediaan air di DIY tidak sebanding," diungkapkan peneliti dan pakar sumber daya air terpadu dari Indonesian Water Institute, Dr Firdaus Ali.

       

3

Usaha “Laundry” Bikin Warga Merana. http://id.palyja.co.id/berita-dan-kegiatan/berita-terbaru/read/12/usaha-laundry-bikin-warga-merana diunduh pada tanggal 24 Agustus 2009  

4 Pengurangan air tanah  5 Penambahan air tanah  6

Otto Soemarwoto, 2001, Atur-Diri-Sendiri:Paradigma Baru Pengelolaan Lingkungan Hidup, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, hlm. 38. 

(4)

Beliau menambahkan, saat ini secara umum sejumlah wilayah di Indonesia memang sedang dalam kondisi kekurangan air, khususnya daerah di pulau Jawa. Data dari data BAPPENAS tahun 2006, pulau Jawa berada dalam kondisi kritis air. "Pulau Jawa yang populasinya sekitar 65 persen total penduduk di Indonesia dan dihuni oleh sekitar 150 juta jiwa, hanya memiliki potensi ketersediaan air tak lebih dari 4,5 persen," ungkapnya.7

Kabupaten Sleman merupakan bagian dari D.I. Yogyakarta , Kabupaten Sleman merupakan wilayah dengan bentuk geomorfologi kerucut dengan puncaknya adalah puncak Merapi, dan ketinggian terjal antara 100-2500 meter dari permukaan laut. Curah hujan tahunan berkisar antara 1750 s/d 3500 mm per tahun, dan apabila dikaitkan dengan kondisi geografis dan geomorfologisnya maka sangat potensial untuk menangkap dan menyimpan sumber daya air. Kabupaten Sleman sangat strategis sebagai wilayah tangkapan air sehingga menjadi sumber air utama yang dibutuhkan oleh penduduk wilayah Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta, dan Kabupaten Bantul.8

Pada tahun 2009 tingkat ketergantungan pemanfaatan air bersih bagi masyarakat Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul terhadap sumber daya air dari Kabupaten Sleman dinilai masih tinggi. Sebanyak 60 persen masyarakat Kota Yogyakarta memanfaatkan air dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM),

       

7

Populasi Penduduk dan Ketersediaan Air di DIY tidak Sebanding ,

http://www.krjogja.com/news/detail/25573/Populasi.Penduduk.Dan.Ketersediaan.Air.di.DIY.Tidak.Se banding.html diunduh pada tanggal 30 Juni 2010 

8

Atyanto Dharoko,2006 , Model Pemanfaatan Lahan Untuk Konservasi Sumberdaya Air Di

(5)

sedangkan masyarakat Bantul memanfaatkannya dari air bawah tanah yang alurnya dari hulu (Sleman).9

Ketergantungan daerah lain membuktikan bahwa persoalan pengendalian pemanfaatan air khususnya air tanah harus menjadi perhatian, karena terdapat kepentingan besar di dalamnya. Tidak saja berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan di Kabupaten Sleman, namun hingga wilayah lain. Potensi pemanfaatan air khususnya air tanah oleh usaha laundry di Kabupaten Sleman cukup besar. Keadaan geografis dan geomorfologis Kabupaten Sleman memungkinkan terpenuhinya kebutuhan air tanah dengan kualitas dan kuantitas yang baik. Bukan tidak mungkin pemanfaatan air tanah oleh usaha bidang laundry memiliki potensi mempengaruhi kondisi lingkungan hidup.

Kecamatan Depok dengan perkembangan penduduknya membawa pengaruh cukup signifikan bagi ketersediaan sumber daya air di Kabupaten Sleman. Jumlah penduduk berbanding lurus dengan jumlah kebutuhan yang harus dipenuhi, tidak terkecuali kebutuhan terhadap air. Padahal macam kebutuhan akan semakin kompleks, air tidak hanya dimanfaatkan kebutuhan rumah tangga semata.

Landasan peraturan mengenai pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya air adalah UUD 1945 Pasal 33 ayat (3) “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Pasal ini menyiratkan bahwa seluruh rakyat Indonesia memiliki hak yang sama atas air dan kekayaan alam menilik pada tujuan

       

9

Diungkapkan Suparlan, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Yogyakarta, http://digilab-ampl.net/detail/detail/.php?row=&tp=kliping&ktg=airminum&kode=8646

(6)

penggunaan yaitu “untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Penguasaan atas air ada di tangan negara, negara berperan sebagai pengelolaan dan memiliki fungsi pengendalian terhadap pemanfaatan air.

Mengenai hak atas air ditegaskan kembali pada Pasal 5 UU Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air yang menyatakan “Negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna memenuhi kehidupannya yang sehat, bersih, dan produktif.” Sebagai negara welfare state10 penguasaan atas sumber daya alam oleh negara merupakan salah satu cara dalam mewujudkan tujuan negara.

Selanjutnya, Pasal 6 ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air menyatakan bahwa “Sumber daya air dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.” Kemudian dalam Pasal 6 ayat (4) Atas dasar penguasaan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan hak guna air. Hak guna air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari, pertanian rakyat,dan kegiatan bukan usaha disebut hak guna pakai air sedangkan hak guna air untuk memenuhi kebutuhan usaha, baik penggunaan air untuk bahan baku produksi, maupun pemanfaatan potensinya disebut hak guna usaha air. 11

       

10

Dalam negara kesejahteraan (welfare state) negara memiliki fungsi utama memberikan pelayanan terhadap masyarakat. Menurut Iskatrinah SH, Mhum. Dalam tulisannya: Pelaksanaan Fungsi Hukum

Administrasi Negara dalam Mewujudkan Pemerintahan yang Baik.Indikasi Indonesia menganut

konsepsi welfare state terdapat pada kewajiban pemerintah untuk mewujudkan tujuan-tujuan negara, sebagaimana yang termuat dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945, yaitu; “Melindungi segenap

bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan melaksanakan ketertiban dunia”.  

11

Hafied A. Gany,2005, SumberDaya Air Memasuki Era Globlalisasi:Dari Perspektif Hidrologi,

Desentralisasi, dan Demokratisasidi Seputar Konstalasi Privatisasi dan Hak Guna Air, dalam Jurnal

(7)

Pasal 4 UU Nomor 7 Tahun 2004 menyatakan bahwa “Sumber daya air mempunyai fungsi sosial, lingkungan hidup, dan ekonomi yang diselenggarakan dan diwujudkan secara selaras.“ Fungsi sosial dan ekonomi berkaitan erat dengan pemenuhan kebutuhan air untuk kehidupan manusia, fungsi lingkungan hidup berkaitan dengan konservasi, yaitu fungsi air dalam mendukung unsur-unsur alam lain dan tempat hidup makhluk hidup berkembang.

Fungsi ekonomi membuka peluang masyarakat untuk menggunakan air sebagai modal maupun faktor penunjang suatu kegiatan usaha. Fungsi ekonomi ini diperkuat adanya hak guna usaha air. Menurut UU Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air pengertian dari Hak guna usaha air adalah hak untuk memperoleh dan mengusahakan air. Hak guna usaha air dapat diberikan kepada perseorangan atau badan usaha dengan izin dari Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.

Penyelarasan antara fungsi sosial air, fungsi ekonomi air dan fungsi lingkungan hidup sesuai dengan salah satu tujuan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang termuat dalam Pasal 3 UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan lingkungan hidup yang yaitu “mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana” . Pemerintah menuangkan dalam beberapa aturan misalnya mengenai Pengendalian Penggunaan Air khususnya air tanah sebagai wujud dari pengawetan air tanah yang tertuang dalam Pasal 41 ayat (2) huruf c Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2008 Tentang Air Tanah. Pengawetan

      

(8)

Air Tanah menurut Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2008 adalah upaya yang ditujukan untuk menjaga keberadaan dan kesiunambungan ketersediaan air tanah.

Pada Pasal 44 Ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2008 Tentang Air Tanah menjelaskan mengenai upaya “pengendalian penggunaan air tanah”. Pengendalian penggunaan air tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2) huruf c dilakukan dengan cara:

a. Menjaga keseimbangan antara pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air tanah;

b. Menerapkan perizinan dalam penggunaan air tanah;

c. Membatasi penggunaan air tanah dengan tetap mengutamakan pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari;

d. Mengatur lokasi dan kedalaman penyadapan akuifer;

e. Mengatur jarak antar sumur pengeboran atau penggalian air tanah; f. Mengatur kedalaman pengeboran atau penggalian air tanah; dan

g. Menerapkan tarif progresif dalam penggunaan air tanah sesuai dengan tingkat konsumsi.

Sebagai salah satu wujud penyelarasaan antara fungsi sosial air, fungsi ekonomi air dan fungsi lingkungan hidup “pengendalian penggunaan air” menjadi prioritas. Selain karena ketersediaannya mulai menyusut, juga karena kepentingan terhadap air bukan saja kepentingan manusia pada masa sekarang, namun memuat juga kepentingan manusia pada masa yang akan datang. Terkait hal tersebut manusia memiliki kewajiban memanfaatkan air secara bijaksana.

(9)

Pasal 6 ayat (1) Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 13 Tahun 2004 menyatakan “Setiap orang atau badan hukum yang melakukan kegiatan pengambilan dan atau pemanfaatan air tanah dari sumur gali, sumur pantek/pasak,dan sumur bor wajib memiliki Izin Pengambilan Air Tanah.” Selanjutnya Pasal (3) menyatakan bahwa izin pengambilan air tanah dikecualikan untuk:

a. Keperluan rumah tangga dalam batas-batas tertentu. b. Keperluan Penelitian.

Dari dua ayat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa usaha laundry yang memanfaatkan air tanah wajib memiliki Izin Pengambilan Air Tanah karena tidak dikecualikan dalam Pasal 6 ayat (3).

Selain persoalan penggunaan air tanah, sebagai konsekuensi proses produksi usaha laundry juga menghasilkan limbah. Secara umum usaha laundry menggunakan detergen dan pewangi pakaian dalam proses pencuciannya. Persoalan yang kemudian timbul adalah buangan dari sisa usaha laundry. Kandungan detergen, pewangi, maupun cairan kimia tercampur dalam air, masuk ke dalam tanah maupun mengalir ke sungai. Karena bersifat usaha sederhana tidak semua usaha laundry memiliki IPAL (instalasi pembuangan limbah). Jangankan IPAL beberapa usaha laundry yang berada pada pemukiman padat mengalami kesulitan dalam menyediakan lahan guna mengalirkan air buangan ke dalam tanah. Tidak dielakan sungai, selokan, menjadi alternatif pembuangan limbah sisa usaha laundry.

Limbah cair yang masuk ke lingkungan dapat dikategorikan pencemaran bila tidak memenuhi baku mutu yang telah ditentukan. Pemerintah menentukan baku mutu sebagai batasan atau toleran terhadap zat yang masuk ke alam dan masih dapat

(10)

diuraikan agar tidak terjadi pengaruh buruk terhadap lingkungan. Pasal 1 UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup “Baku mutu lingkungan hidup adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup.”

Menurut G.W. Rathjens setiap usaha untuk merumuskan standar mutu atau baku mutu sebagai suatu dasar kebijaksanaan pengendalian pencemaran lingkungan dihadapkan pada dua pertanyaan mendasar yaitu :

1. What level of a given pollutant is permissible?

2.What are the preferred mechanisms for ensuring that level is not exceeded?12

Pertanggungjawaban terhadap limbah ditentukan melalui Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air yang menyatakan bahwa “Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang membuang air limbah ke air atau sumber air wajib mencegah dan menangulangi terjadinya pencemaran air.

Selanjutnya Pasal 40 ayat (1) menyatakan “ Setiap usaha atau kegiatan yang akan membuang air limbah ke air atau sumber air wajib mendapat izin Bupati/ Walikota. Selanjutnya pada Pasal (2) masih pada Pasal yang sama menegaskan bahwa permohonan izin pembuangan air limbah didasarkan pada hasil kajian

       

12

M.Daud Silalahi, 2001, Hukum Lingkungan dalam Sistem Penegakkan Hukum Lingkungan

(11)

AMDAL bagi industri yang wajib AMDAL atau kajian UKL dan UPL bagi kegiatan yang tidak wajib AMDAL.

Limbah yang berpotensi mencemari lingkungan sudah tentu menjadi persoalan karena pencemaran adalah salah satu penyebab turunnya daya dukung lingkungan, yaitu kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lain, dan keseimbangan antar keduanya. Salah satu upaya pemerintah dalam menangani masalah pencemaran adalah usaha preventif melalui mekanisme perizinan. Dasar hukum mekanisme ini terdapat dalam Pasal 14 UU Nomor 32 Tahun 2009 yang memuat tentang Instrumen-instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.

Dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 terdapat dua jenis izin terkait perlindungan dan pengelolaan lingkungan yaitu izin lingkungan, dan izin usaha. Izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib AMDAL atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan. Izin usaha adalah izin yang diterbitkan oleh instansi teknis untuk melakukan usaha dan/atau kegiatan.

Usaha dan kegiatan yang berdampak pada lingkungan dikategorisasikan berdasarkan besar kecilnya potensi dampak terhadap lingkungan. Dalam UU Nomor 32 Tahun 2009 dapat dikategorisakan sebagai berikut, Pertama, Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang wajib memiliki AMDAL. Kedua, Setiap usaha dan/atau kegiatan yang tidak termasuk dalam kriteria wajib AMDAL yang wajib memiliki UKL-UPL. Ketiga, Usaha

(12)

dan/atau kegiatan yang tidak wajib dilengkapi UKL-UPL yang diwajibkan membuat Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup.

Pada umumnya sistem izin terdiri atas larangan, persetujuan yang merupakan dasar perkecualian (izin) dan ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan izin.13 Terdapat beberapa bagian yang saling terkait dalam, bagian tersebut misalnya ketentuan, pembatasan-pembatasan, dan syarat-syarat. Ketentuan-ketentuan ialah kewajiban-kewajiban yang dapat dikaitkan pada keputusan menguntungkan. Pembatasan dibentuk dengan menunjuk batas-batas dalam waktu, tempat atau dengan cara lain. Dengan menetapkan syarat-syarat, akibat-akibat hukum tertentu digatungkan pada timbulnya suatu peristiwa di kemudian hari yang belum pasti.14

Begitu pula terkait dengan pembuangan limbah, pemerintah dalam hal ini sebagai pihak yang berwenang mengeluarkan izin memberikan ketentuan , pembatasan, dan syarat. Pasal 20 ayat (3) UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Pengelolaan Lingkungan Hidup menyatakan bahwa “Setiap orang diperbolehkan untuk membuang limbah ke media lingkungan hidup dengan persyaratan:

a. Memenuhi baku mutu lingkungan hidup;dan

b. Mendapat izin dari Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

       

13Philipus Mandiri Hadjon, 1993, Pengantar Hukum Perizinan,Yuridika, Surabaya, hlm. 5.  14 Ibid., hlm. 13-14. 

(13)

Sebagai suatu bentuk usaha, laundry menjadi solusi pemenuhan kebutuhan finansial. Menjadi sumber pemasukan baik bagi pengusaha besar maupun usaha laundry rumahan. Namun seberapa jauh usaha ini akan berpengaruh pada kehidupan selanjutnya. Keadilan antar generasi sebagai wujud dari pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan sebaiknya dipetakan mulai saat ini. Salah satunya dengan mencoba mengurai beberapa persoalan yang mungkin akan berdampak terhadap kehidupan selanjutnya. Kekhawatiran akan menurunnya ketersediaan air baru satu dari sekian banyak persoalan yang akan muncul.

Persoalan lain yang juga penting adalah dampak dari penyedotan air tanah dan menurunnya mutu lingkungan karena pencemaran. Potensi-potensi dampak usaha laundry yang tidak saja terkait dengan pencemaran menjadi ketertarikan penulis untuk mekonstruksi penelitian ini. Pemilihan Kecamatan Depok sebagai lokasi didasarkan pada perkembangan jumlah usaha laundry dan potensi ketersediaan air sebagai penyokong daerah bawahnya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka penulis merumuskan permasalahan , sebagai berikut :

1. Bagaimana potensi dampak yang ditimbulkan usaha laundry terhadap lingkungan, terkait penggunaan air tanah dan buangan limbah?

2. Bagaimana upaya pelaku usaha laundry di Kecamatan Depok terkait pemanfaatan air tanah dan pembuangan limbah, apakah telah sesuai dengan peraturan yang berlaku?

(14)

3. Bagaimana peran Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman dalam mencegah dan menanggulangi potensi dampak usaha laundry?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Subyektif

Untuk memperoleh data dan bahan-bahan yang berguna dalam penyusunan penulisan hukum sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum.

2. Tujuan Obyektif

Sesuai permasalahan yang akan diteliti maka tujuan obyektif dari penulisan hukum ini adalah:

a. Mengetahui potensi dampak usaha laundry terhadap lingkungan.

b. Mengetahui bentuk kepedulian lingkungan oleh pelaku usaha laundry di Kecamatan Depok.

c. Mengetahui penerapan peraturan dan peran serta /upaya yang dilakukan pemerintah daerah Kabupaten Sleman terkait potensi dampak usaha laundry.

D. Manfaat Penelitian

Dalam menyusun penulisan hukum ini penulis berharap penelitian ini mempunyai manfaat antara lain :

a. Diadakannya penelitian ini diharapkan mampu menambah wacana yang ada tentang bidang ilmu hukum khususnya hukum lingkungan.

(15)

b. Mengkaji tentang pencemaran dan penggunaan air , sehingga dapat diperoleh kesimpulan yang objektif dan proporsional.

c. Memberi masukan kepada pihak terkait dalam memahami dan menyelesaikan persoalan yang terjadi.

E. Keaslian Penelitian

Penelusuran dilakukan oleh penulis sebelum melakukan penulisan hukum ini, untuk melihat apakah penelitian hukum ini telah diajukan terlebih dahulu. Hal ini dilakukan dengan melakukan penelusuran dari berbagai referensi dan hasil penelitian baik dari media cetak dan elektronik. Penulis menemukan beberapa penulisan hukum sebagai berikut;

Pertama, Pelaksanaan Waralaba pada Usaha Simply Fresh Laundry dan Dry Cleaning di Daerah Istimewa Yogyakarta oleh Dwitya Bharata Nandi Wardhana Tahun 2009. Penelitan tersebut memiliki obyek bahasan yang sama yaitu usaha laundry namun sisi pembahasannya berbeda. Dalam penelitian tersebut membahas perjanjian berdasarkan hukum perdata. , penelitian penulis membahas usaha laundry pada ranah hukum lingkungan mengenai pengendalian dampak usaha terhadap lingkungan hidup.

Kedua, Potensi Dampak Industri Batik Terhadap Lingkungan Hidup ( Studi Aspek Yuridis Industri Rumah Tangga Kerajinan Batik di Desa Wijirejo Kecamatan Pandak, Kabupaten Bantul) oleh Sophia P. Ombara Tahun 2011. Penelitian kedua

(16)

mempunyai pokok permasalahan yang sama yaitu mengenai potensi dampak kegiatan manusia namun obyek yang diteliti berbeda.

Materi yang ingin disampaikan penulis adalah Potensi Dampak Usaha Laundry Terhadap Lingkungan Hidup Terkait Limbah Dan Pemaanfaatan Air Tanah ( Tinjauan Yuridis Usaha Laundry Kiloan Di Kecamatan Depok ) tentang yang mana menurut pemahaman penulis memiliki dimensi pembahasan yang berbeda. Oleh karena itu penulis menyatakan bahwa masalah yang diteliti dalam penulisan hukum ini merupakan karya ilmiah yang belum pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi.

Referensi

Dokumen terkait

1) Kriteria penilaian dari hasil kuesioner yang berhubungan dengan efektivitas pengendalian intern adalah sbb :.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan lama pencahayaan 6 jam pada malam hari menghasilkan kecernaan protein, retensi nitrogen, rasio efisiensi protein dan

Juga, masih terdapat banyak mahasiswa yang meminta orang lain untuk membuat tugas akhirnya baik skripsi maupun karya ilmiah lainnya.sehingga dosen pun ikut melakukan

Berdasarkan uraian-uraian pada latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sektor-sektor ekonomi apa saja yang paling strategis dan potensial

Besarnya peluang atau kecenderungan perubahan kualitas hidup, perilaku dan pengetahuan bahwa intervensi edukasi palliative care memberikan pengaruh (affect)

Jadi sasaran evaluasi mikro adalah program pembelajaran di kelas dan yang menjadi penanggungjawabnya adalah guru untuk sekolah atau dosen untuk perguruan tinggi

Perdagangan berjalan relative sepi dengan nilai Rp 2 triliun namun dengan volume yang cukup besar yakni 3 miliar saham karena adanya transaksi tutup sendiri saham DEWA sebanyak 3

Pada kajian awal peningkatan skala proses mikroenkapsulasi akan dilihat respon perubahan volume emulsi (diikuti dengan perubahan geometrik wadah) disertai dengan peningkatan