• Tidak ada hasil yang ditemukan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI"

Copied!
189
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN IPPHOS

DALAM REVOLUSI KEMERDEKAAN INDONESIA

1945 -1949

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Sejarah

Oleh:

YUDHI RAHARJO NIM : 101314015

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)

i

PERAN IPPHOS

DALAM REVOLUSI KEMERDEKAAN INDONESIA

1945 -1949

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Sejarah

Oleh:

YUDHI RAHARJO NIM : 101314015

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini ku persembahkan kepada:

Orang tuaku, saudara-saudaraku yang menyertai dan mengiringi perjuanganku dalam menimba ilmu, baik itu lewat doa, materi, dan hingga motivasi yang tidak pernah terlambat.

(6)

v

HALAMAN MOTTO

Kesadaran adalah matahari, kesabaran adalah bumi, keberanian menjadi cakrawala, dan perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata. (Paman Doblang-Kantata Takwa)

Nrimo artinya, saya berdoa sungguh, saya bekerja sungguh-sungguh, selanjutnya biarlah Tuhan yang menentukan. (F. G. Joyner)

Sebebas camar engkau berteriak, setabah nelayan menembus badai, seikhlas karang menunggu ombak, seperti lautan engkau bersikap. (Sang Petualang-Kantata Takwa)

(7)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang telah saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian dari karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 26 Februari 2015 Penulis,

(8)

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertandatangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma Nama : Yudhi Raharjo

Nomor Mahasiswa : 101314015

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

PERAN IPPHOS

DALAM REVOLUSI KEMERDEKAAN INDONESIA 1945 – 1949

Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal 26 Februari 2015 Yang menyatakan,

(9)

viii

ABSTRAK

PERAN IPPHOS

DALAM REVOLUSI KEMERDEKAAN INDONESIA

1945 -1949

Oleh: Yudhi Raharjo Universitas Sanata Dharma

2015

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis tentang: (1) Latar belakang berdirinya IPPHOS; (2) Peran IPPHOS dalam Revolusi Kemerdekaan Indonesia 1945-1949; (3) Kontribusi IPPHOS saat ini.

Metode penelitian yang digunakan adalah historis faktual dengan tahapan: menentukan topik atau tema penelitian, mengumpulkan sumber, kritik sumber, interpretasi, dan historiografi. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan politik dan sosiologi, dan ditulis secara deskriptif analitis.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) Latar belakang berdirinya IPPHOS adalah untuk ikut ambil peran dalam perjuangan bangsa mempertahankan kemerdekaan melalui foto-foto hasil karyanya. (2) Peran IPPHOS dalam Revolusi Kemerdekaan Indonesia yaitu ikut berperan dalam mengambil gambar setiap peristiwa yang terjadi di Indonesia, agar dapat membangkitkan semangat kebangsaan pada masyarakat. (3) Karya IPPHOS memberikan kontribusi bagi ilmu pengetahuan dan masyarakat.

(10)

ix

ABSTRACT

THE ROLE OF IPPHOS

IN INDONESIAN INDEPENDENCE REVOLUTION

1945 -1949

By: Yudhi Raharjo Sanata Dharma University

2015

This research aims to describe and analyze about: (1) The Background of the establishment of IPPHOS, (2) The role of IPPHOS in Indonesian independence revolution on 1945 - 1949, and (3) The IPPHOS contribution to the present day.

This research has been completed based on factual historical research methods with multiple stages, the collection of data from various sources, review the critiques of the other interviewees, interpretations, and histography. The approach in this study is the political and sociological approaches, and this reasearch is written in descriptive-analysis way.

The results of this research show that: (1) The Background of the IPPHOS establishment is its participation in the Nation struggle to defend its independence through photographs taking which recorded any events happening in the homeland of Indonesia, especially during the revolution of independence of Indonesia. (2) The role of IPPHOS in the revolution of independence of Indonesia is taking images of any events that happened in the homeland Indonesia as to raise the spirit of nationalism for society. (3) IPPHOS has contributed to science and to society.

(11)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan sebesar-besarnya kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkah rahmat yang melimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Peran IPPHOS dalam Revolusi Kemerdekaan Indonesia 1945-1949”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Pendidikan di Universitas Sanata Dharma, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Program Studi Pendidikan Sejarah.

Penulis menyadari betul bahwa penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Maka dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

2. Dra. Th. Sumini, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Sanata Dharma yang telah sabar membimbing, mengarahkan, serta memberi banyak masukan yang berguna kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

3. Drs. A. K. Wiharyanto, M. M., selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah membimbing penulis selama penyusunan skripi ini, serta dalam melaksanakan studi di Universitas Sanata Dharma.

4. Hendra Kurniawan, M.Pd., yang telah memberikan banyak masukan dan arahan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

(12)

xi

5. Seluruh dosen dan karyawan sekretariat Program Studi Pendidikan Sejarah yang membantu penulis menyelesaikan studi di Universitas Sanata Dharma. 6. Teman-teman seperjuangan Program Studi Pendidikan Sejarah angkatan

2010, yang telah bersama-sama berjuang mencari ilmu dan pengalaman untuk berkarya.

7. Kakak-kakak angkatan Program Studi Pendidikan Sejarah, Kak Cahyo, yang membantu dan memberikan ide dan saran yang berguna bagi penulis untuk menyelesaikan studi di Universitas Sanata Dharma.

8. Keluarga Besar MAPASADHA yang telah membantu penulis belajar segala aspek kehidupan, serta membuat penulis dapat bertahan dari keras dan lembutnya hidup di Yogyakarta.

9. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang turut membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna penulis maupun para pembaca. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca.

Yogyakarta, 26 Februari 2015 Penulis,

(13)

xii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTARISI ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xxi

BAB I : PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang ... 1 B. Rumusan Masalah ... 8 C. Tujuan Penelitian ... 9 D. Manfaat Penelitian ... 9 E. Tinjauan Pustaka ... 11 F. Landasan Teori ... 12

G. Metodologi Penelitian dan Pendekatan ... 20

H. Model dan Sistematika Penulisan ... 26

BAB II : LATAR BELAKANG BERDIRINYA IPPHOS ... 28

A. Kondisi Pers pada Masa Kemerdekaan Indonesia tahun 1945, sebelum berdirinya IPPHOS ... 28

B. Proses Berdirinya IPPHOS ... 34

1. Tokoh-tokoh Pendiri IPPHOS ... 34

(14)

xiii

b) Frans Mendur ... 36

c) Frans F. Umbas dan Justus K. Umbas ... 39

2. Kelahiran IPPHOS ... 41

a) Latar Belakang ... 41

b) Maksud dan Tujuan ... 42

c) Kantor Berita Foto IPPHOS ... 43

BAB III : PERAN IPPHOS DALAM REVOLUSI KEMERDEKAAN INDONESIA... 46

A. Perkembangan IPPHOS ... 46

1. Tenaga Kerja Wartawan Foto IPPHOS ... 46

2. Perluasan Cabang IPPHOS ... 47

3. Hubungan dengan Pemerintah ... 50

B. Hasil Karya IPPHOS pada Masa Revolusi Kemerdekaan Indonesia Tahun 1945-1949 ... 54 1. Peristiwa di Tahun 1945 ... 55 2. Peristiwa di Tahun 1946 ... 62 3. Peristiwa di Tahun 1947 ... 70 4. Peristiwa di Tahun 1948 ... 74 5. Peristiwa di Tahun 1949 ... 81

6. Peran IPPHOS pada Media Massa (Harian Merdeka)... 88

C. Hasil Foto IPPHOS menurut Sudut Pandang Fotografi ... 92

BAB IV : KONTRIBUSI IPPHOS PADA SAAT INI ... 96

A. Kontribusi bagi Ilmu Pengetahuan ... 96

B. Kontribusi bagi Masyarakat ... 100

BAB V : KESIMPULAN ... 102

DAFTAR PUSTAKA ... 105

(15)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Bagan kerangka konseptual peran IPPHOS dalam Revolusi

Kemerdekaan Indonesia ... 19

Gambar 2 : Alex Mendur ... 107

Gambar 3 : Para pendiri IPPHOS ... 107

Gambar 4 : Foto bersama di depan kantor IPPHOS cabang Yogyakarta ... 107

Gambar 5.a : Presiden Soekarno membaca naskah proklamasi kemerdekaan Indonesia ... 108

Gambar 5.b : Pengibaran Sang Saka Merah Putih ... 108

Gambar 5.c : Peserta Upacara Proklamasi Kemerdekaan ... 108

Gambar 6.a : Suasana pelantikan anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) ... 109

Gambar 6.b : Kabinet pertama RI ... 109

Gambar 7.a : Perawat PMI bertugas saat Agresi Militer Belanda ke II ... 110

Gambar 7.b : Korban pertempuran sedang dalam perawatan medis ... 110

Gambar 8.a : Presiden Soekarno tiba di Lapangan Ikada ... 111

Gambar 8.b : Suasana rapat raksasa di Lapangan Ikada ... 111

Gambar 8.c : Pengibaran Bendera Merah Putih di Lapangan Ikada ... 111

(16)

xv

Gambar 9.b : Presiden Soekarno dan Kabinet pertama RI diwawancarai

wartawan asing ... 112

Gambar 10 : Rapat Badan Pekerja KNIP ... 112

Gambar 11 : Presiden Soekarno bertemu dengan Letnan Jenderal Christison ... 113

Gambar 12 : Kapal terbakar di Pelabuhan Tanjung Perak ... 113

Gambar 13 : Peresmian Kabinet Sjahrir oleh Presiden Soekarno ... 113

Gambar 14 : Pertemuan antara Indonesia, Belanda, dan Sekutu ... 114

Gambar 15 : Daerah Karawang - Bekasi yang hancur ... 114

Gambar 16 : Suasana Kongres wartawan ... 114

Gambar 17.a : Bandung Lautan Api ... 115

Gambar 17.b : Satuan TKR dan pemuda menjaga pos-pos ... 115

Gambar 18.a : Pengangkutan bekas tawanan Sekutu ... 115

Gambar 18.b : Pengangkutan bekas tawanan Sekutu ... 116

Gambar 18.c : Pengangkutan APWI ... 116

Gambar 19.a : Jenderal Soedirman dan Letnan Jenderal Oerip Soemohardjo di kamp tawanan Jepang ... 116

Gambar 19.b : TRI menjaga evakuasi 1.200 serdadu Jepang ... 117

Gambar 20 : Perdana Menteri Sjahrir memeriksa barisan siswa Sekolah Tinggi Polisi Negara ... 117

Gambar 21 : Pembukaan BNI ... 117

(17)

xvi

Gambar 23 : R. C. Kirby berbincang dengan Perdana Menteri Sutan

Sjahrir ... 118

Gambar 24.a : Kegiatan pengangkutan padi untuk dikirim ke India ... 118

Gambar 24.b : Kegiatan pengangkutan padi untuk dikirim ke India ... 119

Gambar 25 : Rakyat Jakarta menukar uang Jepang dengan ORI ... 119

Gambar 26.a : Para wartawan asing menyiapkan naskah berita di tangga Hotel Linggarjati ... 119

Gambar 26.b : Makan siang saat istirahat Perundingan Linggarjati antara RI dan Belanda ... 120

Gambar 26.c : Para peserta perundingan Linggarjati berfoto bersama ... 120

Gambar 27.a : Upacara pelantikan Dewan kelaskaran Pusat dan Seberang .... 120

Gambar 27.b : Laskar Pemuda Indonesia Maluku ... 121

Gambar 27.c : Laskar Hisbullah ... 121

Gambar 27.d : Laskar Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi (KRIS). ... 121

Gambar 28 : Suasana rapat Konferensi Denpasar ... 122

Gambar 29.a : Demonstrasi pesawat terbang dan terjung payung ... 122

Gambar 29.b : Rakyat melihat demonstrasi pesawat terbang dan terjun payung ... 122

Gambar 30 : Upacara penandatangan Perjanjian Linggarjati ... 123

Gambar 31 : Acara perploncoan mahasiswa baru UGM ... 123

Gambar 32.a : Pelantikan pucuk pimpinan TNI ... 123

(18)

xvii

Gambar 33.a : Evakuasi korban serangan udara saat agresi Militer I Belanda 124

Gambar 33.b : Reruntuhan pesawat Dakota VT-CLA ... 124

Gambar 33.c : Jenderal Soedirman menghadiri pemakaman Komodor Udara Adisucipto dan Komodor Udara Abdulrachman Saleh ... 125

Gambar 33.d : Para pekerja membersihkan puing akibat pemboman kota oleh AURI saat Agresi Militer I Belanda ... 125

Gambar 34.a : Pesawat terbang yang membawa tiga dokter dari India beserta obat-obatan ... 125

Gambar 34.b : Obat-obatan dari India sedang diturunkan dari pesawat ... 126

Gambar 35 : Peninjauan oleh anggota KTN ... 126

Gambar 36 : Perundingan di atas Kapal Renville ... 126

Gambar 37 : Suasana Kongres Wanita di tahun 1948 ... 127

Gambar 38 : Suasana perundingan Kaliurang ... 127

Gambar 39 : Penandatanganan perjanjian Renville ... 127

Gambar 40.a : Para Pemudi menyambut Divisi Siliwangi di Stasiun Kereta Yogyakarta ... 128

Gambar 40.b : Divisi Siliwangi tiba di Stasiun kereta Yogyakarta ... 128

Gambar 40.c : Pasukan hijrah ke Stasiun Yogyakarta disambut oleh Wakil Presiden Moh. Hatta ... 128

Gambar 40.d : Pasukan Hijrah yang dipimpin Mayor Jenderal Mokoginta, sedang memberi laporan kepada Panglima Besar Jenderal Soedirman ... 129

(19)

xviii

Gambar 41.b : Pengambilan sumpah R. A. A. Wiranatakusumah sebagai

“Wali Negara Pasundan” ... 129

Gambar 41.c : Rakyat Bandung yang berada di Yogyakarta mengadakan demonstrasi menentang dibentuknya “Negara Pasundan” ... 130

Gambar 42 : Obat-obatan dari Mesir ... 130

Gambar 43 : Suasana rapat pembentukan “Negara Sumatera Timur” ... 130

Gambar 44.a : Suasana dalam Konferensi Federal di Bandung ... 131

Gambar 44.b : Para anggota BFO berfoto bersama ... 131

Gambar 45.a : Serdadu Belanda yang ditawan oleh TNI ... 131

Gambar 45.b : Penyerahan anggota TNI yang ditawan Belanda ... 132

Gambar 46.a : PON pertama ... 132

Gambar 46.b : PON pertama ... 132

Gambar 47.a : Pasukan Batalyon Prabu Kian Santang melakukan eksekusi terhadap pemberontak PKI/FDR ... 133

Gambar 47.b : Batalyon Kosasih dari Brigade 12 Divisi Siliwangi tiba di Yogyakarta ... 133

Gambar 48 : Upacara pemberangkatan jenazah Lenan Jenderal Oerip Soemohardjo ke Taman Makam Pahlawan Semaki ... 133

Gambar 49.a : Pasukan TNI yang terdiri dari Brigade X/Garuda Mataram, Akademi Militer, Brigade XVI/ KRIS, Tentara Pelajar, dan Tentara Genie Pelajar melancarkan gerilya terhadap tentara pasukan Belanda ... 134

(20)

xix

Gambar 49.c : Presiden Soekarno, Wakil Presiden Moh. Hatta, dan K.H. Agus Salim tiba di Lapangan Udara Maguwo untuk

diterbangkan ke Sumatera ... 134

Gambar 50 : Letnan Kolonel Soeharto, berfoto bersama kesatuan TNI ... 135

Gambar 51 : Perundingan Roem – Royen, ... 135

Gambar 52 : Pasukan TNI memasuki kota Yogyakarta ... 135

Gambar 53.a : Puji syukur atas kembalinya para pemimpin di Yogyakarta .... 136

Gambar 53.b : Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta disambut oleh rakyat Yogyakarta ... 136

Gambar 54.a : Pasukan TNI mengawal Panglima Besar Jenderal Soedirman kembali ke Yogyakarta ... 136

Gambar 54.b : Panglima Besar Jenderal Soedirman ditandu oleh tentara dan rakyat dalam perjalanannya kembali ke Yogyakarta ... 137

Gambar 54.c : Presiden Soekarno memeluk Panglima Besar Jenderal Soedirman ... 137

Gambar 54.d : Wakil Presiden Moh. Hatta giliran memeluk Panglima Besar Jenderal Soedirman ... 137

Gambar 55.a : Suasana Konferensi Inter-Indonesia pertama di Yogyakarta ... 138

Gambar 55.b : Suasana Konferensi Inter-Indonesia Kedua di Jakarta ... 138

Gambar 56 : Solo kembali ... 138

Gambar 57 : Upacara penandatanganan Piagam Konstitusi RIS ... 139

Gambar 58 : Pelantikan Ir. Soekarno sebagai Presiden RIS... 139

(21)

xx

Gambar 60 : Upacara penyerahan kedaulatan dari pemerintah Belanda kepada pemerintah RIS ... 140 Gambar 61.a : Presiden Soekarno dan Sultan Hamengku Buwono IX

disambut rakyat ... 140 Gambar 61.b : Presiden Soekarno berpidato di Istana Merdeka ... 141 Gambar 62 : Para pekerja koperasi penggilingan Sumberhardjo di pabrik

gula Rendeng Kudus ... 141 Gambar 63 : Suasana Pelabuhan Tanjung Priok ... 142 Gambar 64 : Pengangkutan APWI, warga Belanda dan Indo dari kamp

(22)

xxi

DAFTAR LAMPIRAN

Gambar ... 107 Silabus ... 143 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 147

(23)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sebuah kebenaran akan peristiwa sejarah tidak terlepas dari bukti dan data yang tersedia. Sebuah peristiwa sejarah tersebut tidak dengan mudah diakui kebenarannya tanpa adanya sebuah pengkajian atau penelitian. Dalam melakukan pengkajian dan penelitian tersebut dibutuhkan bukti atau data sumber sejarah. Masyarakat sudah mengetahui, bahwa telah terdapat banyak sejarawan yang melakukan berbagai penelitian sejarah, baik itu di dalam maupun di luar negeri. Dalam melakukan penelitian tersebut, selain dibutuhkan kemampuan ilmu pengetahuan, juga dibutuhkan data dan sumber sejarah yang masih tersedia. Oleh karena itu, betapa pentingnya mengetahui data dan sumber sejarah yang dapat menceritakan dan mendeskripsikan sebuah peristiwa yang terjadi pada masa lampau.

Dalam melakukan penelitian serta pengkajian peristiwa sejarah, dibutuhkan sumber data dan bukti sejarah. Munculnya Revolusi Industri, memberikan manfaat besar bagi kehidupan manusia. Berbagai macam penemuan akan teknologi membuka pandangan baru terhadap sumber sejarah. Dalam dunia jurnalistik, penemuan mesin cetak memiliki peran besar terhadap kemajuan di bidang pers. Percetakan masuk ke Indonesia pada medio abad ke-17 atau tahun 1668, ada juga yang menyebutnya tahun 1659 terkait dengan laporan Nieuhoff

(24)

dalam tulisannya “Zae-en Lantreise” atau “Pengelolaan Laut dan Darat”1. Keberadaan mesin cetak bukan lantas menjadi permulaan bagi sejarah pers, jika pers didefinisikan sebagai media komunikasi. Memang adanya pers berkaitan erat dengan adanya mesin cetak yang fungsinya adalah menggandakan berita dan informasi untuk perluasan komunikasi. Pada masa penjajahan Belanda telah muncul surat kabar pertama yaitu Bataviase Nouvelles, tahun 1745. Bangsa Indonesia memiliki koranyang berawal dari semangat kebangsaan pada tahun 1907, dan Koran Medan Priaji adalah surat kabar pertama penyuluh kebangsaan anak negeri.

Pada masa awal kemerdekaan telah lahir lembaga yang berkaitan dengan pers, seperti Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Serikat Penerbit Surat Kabar (SPS). PWI dan SPS sebagai komponen penting dalam rangka pembinaan pers, didirikan pada tahun 1946. Pada waktu itu, di Indonesia sedang berkobar revolusi fisik atau konfrontasi bersenjata melawan kolonialisme Belanda, yang hendak mencoba menjajah kembali negeri ini, setelah selama Perang Dunia Kedua di Pasifik tahun 1942-1945 jatuh ke tangan Jepang.2 Perjuangan bangsa Indonesia dalam bidang pers dan berita menjadi sisi tersendiri, sebab dari sana akan muncul lembaga-lembaga pers yang mengubah cara berfikir bangsa Indonesia ke depan. Menurut pendapat seorang ahli komunikasi, Wilbur Schramm, pers bagi masyarakat adalah “watcher, forum, teacher” (pengamat, forum dan guru). Maksudnya, pers itu setiap harinya memberikan laporan dan ulasan mengenai berbagai macam kejadian dalam dan luar negeri, menyediakan tempat (forum)

1

Taufik Rahzen, Seabad Pers Kebangsaan 1907-2007, Jakarta, I:Boekoe, 2007, hlm. iii.

2

(25)

bagi masyarakat untuk mengeluarkan pendapat secara tertulis, dan turut mewariskan nilai-nilai kemasyarakatan dari generasi ke generasi.3

Orang sering mengatakan bahwa pers memberikan penerangan, pendidikan, ulasan, hiburan, maupun kontrol sosial kepada masyarakat. Dengan jalan memberikan hal-hal tersebut kepada masyarakat, pers Indonesia diharapkan akan mampu menciptakan iklim sosial yang dapat memberi kesempatan berkembangnya dinamika masyarakat, dalam kondisi stabilitas nasional yang dinamis. Bertolak dari hal tersebut, dapat dilihat betapa besar peran yang diberikan pers bagi masyarakat Indonesia. Pers juga menjadi faktor dalam memacu usaha pergerakan kebangsaan, yaitu pergerakan nasional.

Pers sudah ada sejak bangsa Indonesia masih dijajah oleh kolonial Belanda, hal ini yang membuat terus meningkatnya semangat nasionalisme bangsa Indonesia melalui media pemberitaan surat kabar. H.O.S. Tjokroaminoto yang dikenal sebagai salah satu tokoh pergerakan adalah pemimpin redaksi surat kabar, serta juga tiga serangkai yang juga memiliki surat kabar. Kesemuanya itu merupakan bentuk perjuangan bangsa Indonesia dengan semangat nasionalisme. Apa yang para penulis asing sebut dengan istilah vernacular press atau pers pribumi, merupakan faktor penting yang besar pengaruhnya terhadap usaha membangkitkan kesadaran nasional bangsa Indonesia sejak awal abad ke-20. Dimulai dari usaha menanamkan kesadaran berbangsa, sampai kemudian menjadi bangsa yang merdeka hingga sekarang, apa yang tadinya disebut pers pribumi, telah memberikan pencerminan dari aspirasi dan cita-cita bangsa dalam arti yang

3

(26)

luas. Setelah merdeka, tradisi perjuangan pers nasional sebagai pengemban aspirasi dan cita-cita bangsa akhirnya dituangkan dalam Undang-Undang Pokok Pers, yang antara lain berbunyi bahwa “Pers Nasional merupakan pencerminan yang aktif dan kreatif dari pada penghidupan dan kehidupan bangsa berdasarkan Demokrasi Pancasila”.4

Pers tidak hanya dilihat dari surat kabar, koran, maupun berbagai catatan tulisan tentang semangat nasional bangsa, pers juga berkaitan dengan dokumentasi sebuah peristiwa sejarah yang sangat tinggi nilainya pada saat itu.

Selain mesin cetak, dalam dunia pers terdapat juga kamera sebagai teknologi untuk pewartaan sebuah berita. Setelah ditemukannya kamera, menciptakan sebuah bentuk pengabadian terhadap sebuah peristiwa ataupun objek. Perlu diketahui pada abad-19, ketika perang berkecamuk, masih sedikit orang yang memiliki kamera, apalagi orang Indonesia. Padahal kamera sangat berguna bagi pemberitaan sampai sumber sejarah, kita akan mengetahui berita melalui dokumentasi foto, ataupun dokumentasi video. Pada tahun 1932, muncul tokoh Alex Mendur yang merupakan tokoh penting dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia melalui kamera. Pada usia 25 tahun, tepatnya pada tahun 1932, Alex Mendur diterima bekerja pada harian De Java

Bode sebagai wartawan foto. Pada waktu itu di Jakarta juru potret hanya sedikit,

hanya tiga orang, yaitu dua orang Belanda dan Alex Mendur sendiri.5 Beruntunglah bangsa ini, sebab Alex Mendur kelak akan menjadi aktor di balik dokumentasi foto berbagai peristiwa sejarah di Indonesia.

4

Ibid., hlm. 5.

5

(27)

Pada masa menjelang kemerdekaan dan pada masa perang kemerdekaan Alex Mendur muncul sebagai tokoh pejuang kemerdekaan. Ia merupakan salah satu tokoh wartawan foto besar di Indonesia. Pada saat para pejuang Indonesia berjuang dengan senjata dan diplomasi, beliau berjuang dengan kameranya, dengan tujuan untuk memberikan sumbangsih terhadap Indonesia. Ia meliput segala kegiatan sekitar kemerdekaan Indonesia. Alex Mendur berjuang bersama rekan-rekannya seperti Justus Kopit Umbas, Frans Ferdinand Umbas, serta adiknya Frans Soemarto Mendur, mereka sering berkumpul untuk merundingkan segala sesuatu yang berhubungan dengan bidang fotografi.

Dalam perkembangannya, mereka menemukan ide untuk mendirikan kantor berita foto. Kantor berita foto tersebut merupakan benih-benih munculnya IPPHOS (Indonesian Press Photo Service). Melalui semangat perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia, Alex Mendur dan kawan-kawan mau ikut turun ke lapangan, mendokumentasikan setiap peristiwa baik itu perang maupun berbagai diplomasi yang terjadi.

(…)Matanya menyipit, berfokus pada satu titik. Telunjuk kanannya siap menekan, menempel panel kecil dikameranya. Tangan kirinya melingkar, memutar memainkan diafragma dan memaju-mundurkan lensa secara manual. Bilur peluh yang menyusuri pipitnya tak ia hiraukan, pandangannya tetap awas pada objek di depannya kendati nyalinya tak cukup terusik, bisa saja tentara Jepang sekonyong-konyong muncul dan membikin kisruh peristiwa sakral yang sedang memuncaki khusyuk itu. Ia bersiap membidik. Satu…dua…tiga…dan, terekamlah momen bersejarah.6

Seperti itulah gambaran saat Alex Mendur dan saudaranya mengabadikan peristiwa yang terjadi pada masa kemerdekaan Indonesia, serta yang paling

6

(28)

dikenal yaitu peristiwa proklamasi kemerdekaan Indonesia.Kegiatan IPPHOS sangat banyak pada masa perjuangan kemerdekaan Indonesia. Begitu banyak hasil dokumentasi berupa foto peristiwa penting yang dihasilkan, namun tidak banyak yang mengetahui siapa aktor di peristiwa itu. Padahal hasil kerja mereka pada masanya sangat berguna bagi sejarah bangsa Indonesia. Tidak hanya sekedar sejarah, hasil foto-foto karya IPPHOS merupakan sumber sejarah, sumber belajar, dan sumber pengetahuan, bagi bangsa Indonesia. Melalui foto, bangsa Indonesia dapat merasakan semangat perjuangan dan semangat nasionalisme.

Sampai saat sekarang ini, kamera dan foto sudah sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Pada masa kemerdekaan Indonesia, masih sedikit orang yang memegang kamera untuk mengabadikan peristiwa, hanya ada beberapa lembaga berita foto. Dapat diketahui, betapa pentingnya para pejuang fotografer bagi bangsa Indonesia. Melalui kerja keras mereka, dapat diketahui peristiwa sejarah pada masa lampau secara visual. IPPHOS, merupakan elemen penting bagi bangsa ini, yang memiliki peran besar dalam memacu semangat kebangkitan dan semangat nasional melalui foto. Bertolak dari hal tersebut, peneliti akan mendeskripsikan lebih lanjut mengenai IPPHOS secara lebih dalam. Penulisan skripsi ini mendeskripsikan peran IPPHOS, pada masa Revolusi Kemerdekaan Indonesia tahun 1945-1949.

Rumusan masalah yang pertama, mendeskripsikan mengenai latar belakang berdirinya IPPHOS di Indonesia yang tidak lepas dari peran Alex Mendur dan kawan-kawan. Alex Mendur telah menjadi tokoh yang penting dalam dunia fotografi, dengan keikutsertaan beliau menjadi tukang foto sebuah

(29)

organisasi berita. Dibekali keterampilan dalam bidang fotografi, Alex Mendur berfikir untuk memberikan pengabdiannya bagi bangsa Indonesia. Dari sana, ia memiliki pemikiran yang besar, yaitu membuat sebuah lembaga yang bekerja khusus untuk mencari dokumentasi kenegaraan. Lembaga tersebut yang pada akhirnya dikenal dengan sebutan IPPHOS (Indonesian Press Photo Service).

Rumusan masalah yang kedua, mendeskripsikan tentang peran IPPHOS dalam masa Revolusi Kemerdekaan 1945-1949. Dalam berbagai peristiwa yang terjadi menyangkut perjuangan bangsa Indonesia mempertahankan kemerdekaan, IPPHOS berusaha untuk mengabadikan momen tersebut. Terlebih lagi, IPPHOS memiliki hak dan akses lebih fleksibel dalam meliput foto yang terjadi di setiap daerah. Wewenang dan hak yang dimiliki dalam mendokumentasikan sebuah peristiwa bukan tidak ada kendala, acap kali juru foto IPPHOS menghadapi penjagaan dari pihak Belanda ataupun Jepang saat akan mengambil dokumentasi. Apa yang dilakukan IPPHOS dalam acaranya mencari dokumentasi foto, sangat berguna bagi arsip dan sejarah kenegaraan. Terlebih dalam periode Revolusi Kemerdekaan tahun 1945-1949 merupakan masa krusial bagi bangsa Indonesia. Dimana pada masa tersebut terjadi berbagai peristiwa penting yang menjadikan negara Indonesia terbebas dari penjajahan bangsa asing. Dari banyaknya perang yang berkecamuk di daerah Indonesia, hingga perjuangan diplomasi para tokoh pemimpin bangsa seperti Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta, Perdana Menteri Sutan Sjahrir, bahkan Raja Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono IX dapat kita amati melalui hasil karya juru foto IPPHOS.

(30)

Rumusan masalah yang ketiga, mendeskripsikan mengenai kontribusi yang diberikan IPPHOS sebagai lembaga pendokumentasian kenegaraan. Kontribusi yang diberikan oleh IPPHOS sangat berguna bagi ilmu pengetahuan dan informasi di negara Indonesia. Dapat diketahui bahwa, banyaknya foto yang dihasilkan oleh IPPHOS digunakan oleh banyak peneliti sebagai sumber belajar dan penulisan buku sejarah. Lebih tepatnya kita dapat merasakan apa yang telah disumbangkan IPPHOS bagi negara ini. Banyak buku pelajaran yang berkaitan dengan sejarah terutama pada masa revolusi hingga orde baru, yang menggunakan foto karya dokumentasi fotografer IPPHOS. Jika ditelusuri lebih lanjut, masih banyak masyarakat kita belum mengetahui akan pentingnya mempelajari sejarah, melalui hasil karya IPPHOS dapat diharapkan menjadi acuan dan pemicu motivasi bagi masyarakat dalam mempelajari peristiwa sejarah bangsa Indonesia. Bagi ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan sejarah, IPPHOS dapat membantu kita mempelajarinya melalui foto.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana latar belakang berdirinya IPPHOS?

2. Bagaimana peran IPPHOS dalam Revolusi Kemerdekaan Indonesia 1945-1949?

(31)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis latar belakang berdirinya IPPHOS. 2. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis peran IPPHOS dalam Revolusi

Kemerdekaan Indonesia 1945-1949.

3. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis kontribusi IPPHOS saat ini.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Bagi dunia keguruan dan Ilmu Pendidikan

Penelitian ini akan menambah wawasan dan pengetahuan mengenai sejarah nasional, yang terjadi di dalam negara Indonesia. Banyak sekali peristiwa sejarah yang digambarkan melalui foto IPPHOS tersebut. Dalam dunia keguruan dan ilmu pendidikan, pembelajaran sejarah melalui foto dan gambar, akan menambah minat dan semangat dalam mempelajari sejarah, khususnya peristiwa sejarah pada masa Revolusi Kemerdekaan Indonesia. Pada dasarnya IPPHOS yang tumbuh sejak masa awal kemerdekaan memiliki ambil andil dalam pendokumentasian berbagai peristiwa kenegaraan, hingga Indonesia diakui kedaulatannya oleh bangsa asing. Dalam dunia keguruan tentu diperlukan pengetahuan pasti tentang sebuah peristiwa sejarah, melalui karya IPPHOS, dapat memberikan gambaran sebuah peristiwa sejarah.

(32)

2. Bagi Universitas Sanata Dharma

Penelitian ini akan menambah wawasan dan pengetahuan civitas akademika Universitas Sanata Dharma. Dimana masih sedikit mahasiswa yang mengetahui aktor dibalik layar foto-foto sejarah. Saat ini hanya sedikit orang yang mengetahui Alex Mendur dan kawan-kawan yang notabene adalah pendiri IPPHOS. Selain itu, penelitian ini juga dapat menjadi referensi dan contoh bagi mahasiswa yang ingin menulis tugas akhir, terutama yang berhubungan dengan jurnalistik, pers, media massa, surat kabar, maupun fotografi pada era revolusi kemerdekaan Indonesia. Sepak terjang Alex Mendur dan kawan-kawan pada masa perjuangan mempertahankan kemerdekaan bersama rekan-rekan di dunia jurnalistik, perlu mendapat sorotan lebih, karena perjuangan yang mereka lalukan tidak kalah penting dengan perjuangan oleh pejuang bersenjata.

3. Bagi Masyarakat Luas

Penelitian ini akan menambah pengetahuan bagi masyarakat mengenai sepak terjang IPPHOS pada masa Revolusi Kemerdekaan Indonesia tahun 1945-1949. Masyarakat umum akan mengetahui hasil dokumentasi IPPHOS berupa foto-foto yang memiliki nilai sejarah yang sangat tinggi. Dari penelitian ini pula diharapkan, agar masyarakat lebih membuka mata terhadap berbagai sisi sebuah peristiwa sejarah. Baik itu hasil foto dokumentasi yang ternyata anak negeri dapat melakukannya meskipun dimasa Revolusi Kemerdekaan, yang notabene rakyat lebih disibukkan dengan perjuangan bersenjata.

(33)

E. Tinjauan Pustaka

Penelitian ini menggunakan sumber dari buku, adapun beberapa buku pokok yang digunakan dalam penulisan skripsi ini, di antaranya:

Alexius Impurung Mendur (Alex Mendur), buku karangan Wiwi Kuswiah berisi tentang biografi Alex Mendur. Beliau adalah salah satu tokoh yang berjasa dalam mendirikan IPPHOS. Secara lebih khusus, buku ini akan menjawab permasalahan mengenai latar belakang Alex Mendur, sampai ia menjadi pejuang kemerdekaan melalui foto hasil karyanya. Alex Mendur adalah tokoh pers yang mengabdikan dirinya untuk kepentingan nusa bangsa serta negara Indonesia, khususnya dalam dunia fotografi.

Semangat ’45, dalam Rekaman Gambar IPPHOS, buku karya A. B.

Lapian ini merupakan buku sejarah perjuangan kemerdekaan bergambar, yang menampilkan peristiwa penting dalam periode perang kemerdekaan tahun 1945-1949. Buku ini akan membantu menjelaskan dan mendeskripsikan hasil karya foto di masa perjuangan, terutama hasil karya foto milik IPPHOS. Judul dan isi buku ini, mengisyaratkan semangat perjuangan, semangat kemerdekaan yang terus dikobarkan melalui setiap foto dokumentasi oleh IPPHOS terhadap berbagai peristiwa yang terjadi di Indonesia. Melalui foto-foto tercermin bahwa IPPHOS memiliki peran besar dalam setiap peristiwa, meskipun dalam perang mengabadikan peristiwa menjadi sebuah foto dokumentasi.

Jagat Wartawan Indonesia, buku karangan Soebagijo ini berisi tentang

deskripsi berbagai tokoh dalam dunia pers. Di dalam buku tersebut, dideskripsikan tidak kurang 111 tokoh yang berperan dalam dunia pers atau

(34)

wartawan di Indonesia. Secara khusus, buku ini akan menjawab mengenai pembahasan salah seorang tokoh pendiri IPPHOS, yaitu Frans Soemarto Mendur. Frans Mendur merupakan salah satu tokoh pendiri IPPHOS, ia memiliki sepak terjang yang cukup luas dalam dunia pers. Seperti anggota IPPHOS yang lain, beliau memiliki peran besar dalam proses dokumentasi berbagai peristiwa yang terjadi di Indonesia, terlebih pada masa perjuangan kemerdekaan Indonesia.

IPPHOS Indonesian Press Photo Service, buku karya Yudhi Soerjoatmojo merupakan buku yang berisi foto-foto hasil karya IPPHOS. Dirancang lengkap dan modern, buku tersebut menceritakan lebih spesifik dan menarik mengenai sepak terjang wartawan IPPHOS dalam mencari dokumentasi foto-foto. Buku ini akan menjawab permasalahan tentang sejarah berdirinya IPPHOS, perjalanan Alex Mendur dan kawan-kawan dalam membangun kantor berita foto, sampai foto-foto hasil jepretan wartawan IPPHOS di berbagai peristiwa di Indonesia. Melalui buku ini kita dapat menyaksikan betapa besar dan gigih juru foto IPPHOS meliput setiap peristiwa, hingga menghasilkan foto peristiwa yang memiliki nilai sejarah tinggi.

F. Landasan Teori

Untuk mempermudah dalam menjelaskan penelitian ini, penulis akan menjelaskan terlebih dahulu mengenai konsep pembahasan di dalamnya. Ada 3 hal yang dijadikan sebagai landasan teori dalam penyusunan penelitian ini, diantaranya yaitu peran, pers, dan revolusi. Ketiga hal tersebut menjadi landasan

(35)

teori untuk menjelaskan terlebih lanjut mengenai konsep teori yang akan penulis sampaikan dalam penelitian ini.

1. Peran

Suatu penjelasan historis menyebutkan, konsep peran semula dipinjam dari kalangan drama atau teater yang hidup subur pada zaman Yunani kuno atau Romawi. Dalam arti ini, peran menunjuk pada karakterisasi yang disandang untuk dibawakan oleh seorang aktor dalam sebuah pentas drama.7 Dalam kehidupan sosial nyata, membawakan peran berarti menduduki suatu posisi sosial dalam masyarakat. Dalam hal ini seorang individu harus patuh pada skenario, yang berupa norma sosial, tuntutan sosial dan kaidah-kaidah. Peran diartikan sebagai suatu penjelasan yang merujuk pada konotasi ilmu sosial, yang mengartikan peran sebagai suatu fungsi yang dibawakan seseorang ketika menduduki suatu karakterisasi dalam struktur sosial.8

Konsep peran selalu dikaitkan dengan posisi. Istilah posisi ini sering dijelaskan pula dalam istilah lain, seperti niche, status, dan office.9 Posisi pada dasarnya adalah suatu unit dari struktur sosial. Dengan demikian posisi tidak lain merupakan suatu kategori secara kolektif tentang orang-orang yang menjadi dasar bagi orang lain dalam memberikan sebutan, perilaku atau reaksi umum terhadapnya. Kendati peran merupakan gagasan sentral dari pembahasan tentang teori peran, ironisnya, kata tersebut lebih banyak mengundang silang pendapat di antara para pakar. Yang paling sering terjadi adalah bahwa peran dijelaskan

7

Edy Suhardono, Teori Peran: Konsep, Derivasi dan Implikasinya, Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama, 1994, hlm. 3.

8

Idem.

9

(36)

dengan konsep-konsep tentang pemilahan perilaku. Definisi yang paling umum disepakati adalah bahwa peran merupakan seperangkat patokan, yang membatasi apa perilaku yang mesti dilakukan oleh seseorang yang menduduki suatu posisi.

Dalam mempelajari teori peran, akan dijumpai istilah-istilah yang diperuntukan bagi pelaku peran, seperti ego, alter, self, other, reference group,

actor, dan group.10 Terdapat 4 konsep untuk pelaku-pelaku peran ini. Pertama adalah pelaku-pelaku yang dikaji, cara yang paling mudah untuk menangkap gagasan ini adalah dengan membuat perbedaan antara pelaku yang dikaji dan yang tidak dikaji, misalnya membedakan antara subyek dan nir-subyek. Subyek adalah pelaku yang terlibat dalam fenomena peran, sedangkan nir-subyek adalah si peneliti, pengamat atau penyelidik. Kedua, orang yang sedang berperilaku, orang yang sedang membawakan suatu perilaku peran disebut sebagai pelaku atau penampil. Kedua istilah tersebut sama-sama dapat menerangkan perihal mana yang sedang membawakan perilaku peran. Di antara pihak-pihak tersebut, masih dapat dibedakan pihak mana yang menciptakan perilaku, serta pihak mana yang mendapatkan akibat dari perilaku tersebut.11 Ketiga, jumlah pelaku, dilihat dari jumlah subyek, diperlukan istilah-istilah seperti individu untuk pelaku tunggal, kumpulan untuk jumlah yang lebih dari satu orang, dan semua orang. Keempat, pelaku tertentu, konsep peran dikatakan sebagai terkhususkan kalau didalamnya diterapkan atau dikembangkan suatu penggolongan umum secara lazim atau secara khusus, sehingga menempatkan individu tertentu, terpisah dari yang lain.

10

Ibid., hlm. 12.

11

(37)

Dapat disimpulkan bahwa peran adalah perilaku yang diharapkan dari seseorang berdasarkan status dan fungsi sosialnya. Peran apapun yang diemban oleh personal diharapkan dapat ditingkatkan secara maksimal baik dari segi individu, organisasi maupun masyarakat. Peran memiliki definisi ikut ambil bagian dalam suatu kegiatan atau kejadian. Seseorang dikatakan menjalankan peran manakala ia menjalankan hak dan kewajiban yang merupakan bagian tidak terpisah dari status yang disandangnya.

2. Pers

Pers dapat diandalkan sebagai media komunikasi. Istilah pers merupakan terjemahan dari bahasa Inggris press, yang mempunyai pengertian luas dan sempit. Dalam pengertian luas, pers mencangkup semua media komunikasi massa, seperti radio, televisi, dan film yang berfungsi memancarkan / menyebarkan informasi, berita, gagasan, pikiran, atau perasaan seseorang atau sekelompok orang kepada orang lain. Maka dikenal adanya istilah jurnalistik radio, jurnalistik televisi, dan juga jurnalistik pers. Dalam pengertian sempit, pers hanya digolongkan produk-produk penerbitan yang melewati proses percetakan, seperti surat kabar harian, majalah mingguan, majalah tengah bulanan, dan sebagainya yang dikenal sebagai media cetak. 12

Pers dan media massa menjadi hasil karya budaya masyarakat manusia yang semakin berkembang meluas, sehingga keperluan berekspresi dan berkomunikasi tidak lagi memadai jika tidak dibantu oleh instrumen yang sanggup menyampaikan pesan secara serentak, cepat, menjangkau luas, dan

12

(38)

instrumen tersebut adalah media massa. Pers sebagai suatu kesatuan sistem ditinjau dari relasi-relasi interennya lebih nyata jika ditangkap sebagai kecenderungan-kecenderungan yang saling berlawanan arah, atau sebagai dinamika-dinamika yang saling mengisi dan arena itu membuat pers lebih efektif menjalankan peranan-peranannya.13

Pers menjadi saluran untuk berekspresi diri, tetapi ekspresi diri itu dimaksudkan untuk diketahui orang lain dan dengan demikian terjadilah proses komunikasi. Orang menerbitkan surat kabar tidak pernah untuk dirinya sendiri, melainkan selalu untuk ditujukan atau disebarluaskan kepada masyarakat luas. Dengan kata lain, pers sangat berhubungan erat dengan masyarakat. Suatu entitas kemasyarakatan disebut lembaga, jika ia ada dan tumbuh karena terikat kepada tugas melaksanakan sejumlah peranan. Peranan pers relevan jika mengindahkan dua hal, yaitu: pertama, peranan yang melekat secara eksistensial pada kehadiran pers sebagai extension of men. Kedua, apabila peranan itu senantiasa diperbaharui dan digugat kembali dengan mempersoalkan, peranan apakah kiranya diharapakan dari pers.14 Media massa yang terdapat di Indonesia dapat dikatakan sebagai pers, dan sangat memberikan pengaruh besar bagi perjuangan bangsa Indonesia.

3. Revolusi

Revolusi merupakan suatu perubahan yang mendadak dan tajam dalam siklus kekuasaan sosial. Ia tercermin dalam perubahan radikal terhadap proses pemerintahan yang berdaulat pada segenap kewenangan dan legitimasi resmi, dan sekaligus perubahan radikal dalam konsepsi tatanan sosialnya. Transformasi

13

Jakob Oetama, Perspektif Pers Indonesia, Jakarta,LP3ES, 1987, hlm. 11.

14

(39)

demikian pada umumnya telah diyakini, tak akan mungkin dapat terjadi tanpa kekerasan. Seandainya mereka melakukannya tanpa pertumpahan darah, tetap masih dianggap sebagai revolusi.15 Revolusi juga berarti perubahan ketatanegaraan / pemerintahan / keadaan sosial yang dilakukan dengan kekerasan, seperti contoh dengan perlawanan senjata. Revolusi yang dilakukan oleh sebuah kelompok tentunya dalam tujuan mencapai hasil, seperti kemerdekaan. Merdeka memiliki definisi yaitu bebas dari penjajahan. Revolusi Kemerdekaan dapat diartikan sebagai suatu perubahan sistem pemerintahan / ketatanegaraan / keadaan sosial suatu masyarakat untuk mencapai kebebasan dari penjajahan. Proses revolusi dipahami sebagai proses yang amat luar biasa, sangat kasar, dan merupakan suatu gerakan yang paling terpadu dari seluruh gerakan-gerakan sosial apapun. Ia dipahami sebagai ungkapan pernyataan akhir dari suatu keinginan otonom dan emosi-emosi yang mendalam serta mencakup segenap kapasitas keorganisasian maupun ideologi protes sosial yang dikerjakan secara seksama. Khususnya citra utopis atau pembebasan yang bertumpu pada simbol-simbol persamaan, kemajuan, kemerdekaan dengan asumsi sentral, bahwa revolusi akan menciptakan suatu tatanan sosial baru yang lebih baik.16

Ada beberapa revolusi besar yang telah menghantar dunia ke era modern. Pemberontakan Besar (1640-1660) dan Revolusi Kejayaan (1688) di Inggris, Revolusi Amerika (1761-1766) dan Revolusi Perancis (1787-1799) serta peristiwa-peristiwa yang membawa pesan revolusioner di seluruh dunia seperti revolusi-revolusi Eropa sekitar tahun 1848, Komune Paris (1870-1871) dan yang

15

S. N. Eisenstadt, Revolusi dan Transformasi masyarakat, Jakarta, CV. Rajawali, 1986, hlm. 5.

16

(40)

terpenting Revolusi Rusia (1917-1918) serta Revolusi Cina (1911-1948).17 Peristiwa revolusi yang terjadi di berbagai belahan dunia tersebut telah mempengaruhi gambaran diri masyarakat modern. Ada berbagai gambaran tentang pengaruh atau akibat dari revolusi. Pertama, perubahan secara kekerasan terhadap rezim politik yang ada, yang didasari oleh legitimasi maupun simbol-simbolnya sendiri. Kedua, penggantian elit politik atau kelas yang sedang berkuasa dengan yang lainnya. Ketiga, perubahan secara mendasar seluruh bidang kelembagaan utama yang menyebabkan modernisasi di segenap aspek kehidupan sosial, pembaharuan ekonomi dan industrialisasi, serta menumbuhkan sentralisasi dan partisipasi dalam dunia politik, keempat, pemutusan secara radikal dengan segala hal yang telah lampau. Kelima, memberikan kekuatan ideologis dan orientasi kebangkitan mengenai gambaran revolusioner. Dari kelima gambaran pengaruh revolusi tersebut, semuanya berkembang dalam kehidupan masyarakat Indonesia.

Revolusi yang terjadi di berbagai belahan dunia memberikan pengaruh pula bagi bangsa Indonesia. Terpuruk dari penjajahan bangsa asing, bangsa Indonesia menginginkan kemerdekaan dan kebebasan dalam berbangsa dan bernegara. Pada abad ke-20, revolusi terjadi di Indonesia, perjuangan dan semangat kebangsaan akan sebuah kemerdekaan muncul demi melepaskan diri dari penjajahan. Revolusi Kemerdekaan Indonesia dimulai pada masa proklamasi kemerdekaan Indonesia, yakni 17 Agustus 1945. Perjuangan bangsa akan kemerdekaan Indonesia tidak berhenti pada tanggal tersebut, selama periode 17

17

(41)

Agustus 1945 hingga 27 Desember 1949, bangsa dan tokoh pejuang bangsa Indonesia berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Hal tersebut terjadi karena pengakuan kemerdekaan belum diakui oleh Belanda, hingga pada menjelang akhir bulan Desember 1949, terjadi penyerahan kedaulatan atau pengakuan kemerdekaan bangsa Indonesia.

Kerangka konseptual dalam penulisan skripsi ini, dapat digambarkan seperti bagan dibawah ini:

Gambar 1: Kerangka konseptual peran IPPHOS dalam Revolusi Kemerdekaan Indonesia.

Keterangan bagan:

1. Pada bagan pertama, akan dijelaskan mengenai latar belakang berdirinya IPPHOS. Baik itu mengenai tokoh-tokoh yang berperan serta proses terbentuknya lembaga tersebut.

2. Pada bagan kedua, akan dijelaskan mengenai peran yang disumbangkan oleh IPPHOS, terutama anggota yang terdapat di dalamnya. Peran tersebut adalah peran pada masa Revolusi Kemerdekaan Indonesia, pada tahun 1945-1949.

(42)

3. Pada bagan ketiga, akan dijelaskan mengenai kontrbusi yang diberikan IPPHOS, pada masa sekarang. Kontrubusi tersebut akan dibagi menjadi dua macam, yaitu bagi bidang ilmu pengetahuan, dan bagi masyarakat luas.

G. Metodologi Penelitian dan Pendekatan 1. Metodologi Penelitian

Secara umum, penelitian diawali dengan: pemilihan tema atau topik. Ini disebut sebagai awal mulainya penelitian karena tema merupakan rambu-rambu awal yang harus dipatuhi. Dalam melakukan penelitian sejarah, terdapat tahapan yang harus ditempuh oleh peneliti. Sejarawan seringkali memiliki pendapat berlainan menyangkut prosedur penelitian sejarah. Ada aliran yang menekankan pentingnya dokumen dan deskripsi fakta, sementara aliran lain menekankan tahap interprestasi. Ada yang berpendapat bahwa kajian historis perlu dipandu dengan hipotesis formal, dan yang lainnya menekankan metodologi yang lebih luwes seperti pendekatan yang berorientasi pada sumber. Pada rancangan yang berorientasi pada sumber, peneliti mengkaji sejumlah sumber yang relevan yang sesuai dengan minatnya, dan mencari apa yang dianggap bernilai, sehingga isi sumber dapat menentukan sifat penelitian, namun terdapat konsesus bahwa penelitian sejarah umumnya harus memenuhi kriteria yang sama dan mengikuti prosedur yang sama dengan metode penelitian ilmiah yang lainnya.18

Sesudah mendapatkan topik ataupun tema penelitian, selanjutnya peneliti akan melalui tahap-tahap seperti: a) Mengumpulkan Sumber (Heuristik), b) Kritik

18

(43)

Sumber (Verifikasi, otentisitas, dan validitas), c) Interpretasi (Analisis dan Sintesis), d) Eksposisi (Narasi).

a. Mengumpulkan Sumber (Heuristik)

Mengumpulkan sumber sejarah adalah tahapan lanjutan setelah tema dipilih. Antara tema dengan sumber yang dikumpulkan harus sesuai, dan ada konsistensi antara keduanya. Beberapa jenis sumber yang dapat diperoleh ketika akan melakukan penelitian di antaranya: sumber tertulis, sumber lisan, benda peninggalan, dan sumber kuantitatif. Sumber tertulis masih banyak tersimpan di berbagai lokasi, seperti arsip, museum, ataupun perpustakaan. Di tempat tersebut kita dapat menemukan catatan harian, surat kabar, majalah, dan juga foto serta, gambar merupakan sumber data yang berharga. Selain bentuk dokumen tersebut, masih terdapat sumber seperti buku ataupun tulisan dari para pelaku sejarah. Jikalau para pelaku sejarah tersebut tidak menulis, masih dapat dilakukan wawancara atau pengumpulan data secara lisan. Mengenai sumber ini, peneliti harus mempertimbangkan keberadaan sumber, semakin banyak dan lengkap sumber penunjang yang didapatkan, semakin mempermudah dalam penelitian sejarah.

b. Kritik Sumber (Verifikasi, Otentisitas, dan Validitas)

Kritik sumber sejarah adalah upaya untuk mendapatkan otentisitas dan kredibilitas sumber. Adapun caranya yaitu melakukan kritik. Yang dimaksud dengan kritik adalah kerja intelektual dan rasional yang mengikuti metodologi sejarah guna mendapatkan objektivitas suatu kejadian. Bekal utama seorang peneliti sejarah adalah sifat tidak percaya terhadap semua sumber sejarah. Peneliti

(44)

harus lebih dulu mempunyai prasangka yang jelek atau ketidakpercayaan terhadap sumber sejarah yang tinggi. Peneliti sejarah akan mencari kebenaran sejarah, padahal kebenaran sumber harus diuji terlebih dahulu dan setelah hasilnya memang benar maka sejarawan harus percaya akan kasus tersebut.

Kritik merupkan produk proses ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan dan agar terhindar dari fantasi, manipulasi, atau fabrikasi. Sumber-sumber pertama harus dikritik, sumber harus diverifikasi atau diuji kebenarannya dan diuji akurasinya atau ketepatannya. Dalam melakukan kritik sumber terdapat 2 bagian, yaitu kritik eksternal dan kritik eksternal. Kritik eksternal adalah usaha untuk mendapatkan otentisitas sumber dengan melakukan penelitian fisik terhadap suatu sumber. Kritik eksternal mengarah pada pengujian terhadap aspek luar dari sumber, sedangkan kritik internal adalah kritik yang mengacu pada kredibiltas sumber, artinya apakah isi dokumen ini terpercaya, tidak dimanipulasi, mengandung bias, dikecohkan, dan lain-lain. Kritik internal ditujukan untuk memahami isi teks. Dalam melalukan kriktik sumber tersebut diperlukan verifikasi, sebab tidak semuanya sumber akan digunakan dalam penulisan. Perlu adanya tinjauan otentifikasi atau keaslian sumber. Aspek selanjutnya yang perlu diperhatikan adalah mengenai validitas sumber, sebab sumber yang valid adalah sumber yang memiliki tingkat kebenaran informasi.

c. Interpretasi (Analisis dan Sintesis)

Interpretasi atau penafsiran merupakan bagian yang cukup penting, karena lewat interpretasiakan didapatkan hasil penafsiran atau analisis. Interpretasi juga tergantung pada proses sebelumnya, yaitu kritik sumber yang menghasilkan fakta,

(45)

dan juga sumber-sumbernya yang lebih merupakan awal segalanya. Jadi, tanpa penafsiran data yang dengan susah dikumpulkan tidak memberi informasi, artinya data tinggal data. Interpretasi ada ditengah-tengah antara kritik dan eksposisi, disatu pihak ia tidak mempunyai makna tanpa adanya kritik sumber terlebih dahulu, dipihak lain eksposisi literer dari data sejarah sangat terkondisikan oleh interpretasi. Dalam hal ini interpretasi ada pada kritik dan eksposisi, keduannya melakukan sendiri-sendiri.Mengenai analisis, dilakukan terhadap suatu kejadian sejarah. Ada beberapa kejadian sejarah, tetapi setelah dilakukan analisis ternyata hanya ada satu faktor kuat yang menyebabkan terjadinya kerusuhan. Analisis artinya menguraikan setiap kejadian untuk diambil kesimpulannya. Mengenai sintesis, menyatukan kejadian-kejadian atau sebab-sebab sejarah. Faktor-faktor yang sudah ada dihubungkan dengan faktor-faktor lain yang berbeda, namun hasilnya merupakan kesatuan.

d. Eksposisi (Narasi)

Pada dasarnya penyampaian hasil penelitian berupa narasi atau cerita yang dalam hal berbentuk karya sastra. Ada perbedaan secara tematis penarasian sejarah dengan sosiologi. Bagi sejarah yang sangat menandai kekhasannya adalah prosesualnya, sedangkan sosiologi adalah konsep strukturalnya. Bagi sejarah sangat beruntung dengan menggabungkan dua tema penulisan itu sehingga daya penjelasnya tinggi. Tulisan sejarah mengikuti kronologi, yaitu urutan waktu dengan unit waktu, misalnya sepuluh tahun, duapuluh tahun, dan seterusnya, sehingga terjadi kronologi kejadian, seperti tahun 1900, 1910, 1920, 1930, 1940, 1950, dan seterusnya. Tulisan sosiologi bercirikan perubahan dalam sistematika,

(46)

misalnya perubahan ekonomi, masyarakat, politik, dan kebudayaan. Setiap dasawarsa itu ada kekuatan penggerak perubahan, meski sejarah itu tidak mesti berjalan atas perubahan tetapi juga atas kelangsungan (continuities and changes in

history).19

2. Pendekatan

Hal yang cukup hakiki dalam metodologi sejarah adalah pendekatan (approach). Pendekatan menjadi dianggap penting sebab dari pendekatan yang mengambil sudut pandang tertentu akan menghasilkan kejadian tertentu. Perkembangan ilmu sosial yang luar biasa tak pelak lagi berpengaruh pada penelitian sejarah, lebih-lebih jika penelitian yang bersifat diakronis dan memasukkan aspek-aspek pendekatan yang diperlukan dalam penelitian sejarah. Itulah sebabnya, penelitian ini menggunakan pendekatan politik, dan pendekatan sosiologi.

a. Pendekatan politik

Sejarah politik tak lepas dari konsep politik seperti sistem politik, kekuasaan hirarki, konstitusi, demokrasi, birokrasi, kepemimpinan,

“kawula-gusti”, konflik, korupsi, dan lain-lain. Bingkai politik berupa budaya politik

(politic culture) merupakan wadahnya. Perlu disadari bahwa peristiwa sejarah demikian banyaknya. Oleh karena itu diperlukan seleksi data lewat pendekatan agar penggambaran sejarah diperoleh secara khas. Seleksi itu dilakukan lewat konsep yang diajukan guna membuat kriteria. Seleksi diperlukan guna menyaring hal-hal yang sangat tinggi relevansinya. Pendekatan sangat penting kedudukannya

19

Suhartono W Pranoto, Teori dan Metodologi Sejarah, Yogyakarta, Graha Ilmu, 2010, hlm. 155.

(47)

dalam menjaring data. Dalam pendekatan politik, dapat diambil konsep mengenai suasana politik yang terdapat pada masa perjuangan kemerdekaan Indonesia. Melalui rekaman foto-foto karya IPPHOS, dapat diketahui keadaan politik di Indonesia masih belum stabil, masih tedapat perjuangan diplomasi para tokoh intelektual dalam memperjuangkan kedaulatan Negara Indonesia.

b. Pendekatan sosiologi

Dalam menghadapi gejala historis yang serba kompleks, setiap penggambaran atau deskripsi sejarah suatu peristiwa menuntut adanya pendekatan yang memungkinkan penyaringan data yang diperlukan. Suatu seleksi akan mempermudah dengan adanya konsep-konsep yang berfungsi sebagai kriteria. Antara sosiologi dan sejarah mempunyai persamaan perspektif dan yang membedakan hanya temporalnya. Hal ini dapat dirunut dari timbulnya sejarah sosiologi dan sosiologi sejarah. Pendekatan sosiologi akan melihat peristiwa sosial segala implikasinya. Konsep sosiologi perlu dikuasai seperti struktur, konflik, kekuasaan, dan lain-lain.20 Dalam pendekatan sosiologi akan dilihat lebih dalam mengenai kehidupan sosial, tokoh-tokoh pendiri IPPHOS. Pada masa kemerdekaan Indonesia yang masih membutuhkan perjuangan dalam berperang dan diplomasi, Alex Mendur dan rekannya memiliki andil dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Selain dokumentasi peristiwa sejarah, IPPHOS juga ikut mengabadikan foto-foto mengenai kehidupan sosial masyarakat Indonesia pada masa perjuangan mempertahankan kemerdekaan.

20

(48)

H. Model dan Sistematika Penelitian

Penelitian ini menggunakan model penulisan deskriptif-analitis. Setelah dikumpulkan data dari beberapa sumber data berupa buku dan karya tulis, maka peneliti melakukan deskripsi dan analisis. Dengan melihat pembahasan dalam penelitian, yakni latar belakang berdirinya IPPHOS di Indonesia, peran IPPHOS pada masa Revolusi Kemerdekaan Indonesia, dan kontribusi IPPHOS bagi masa sekarang. Penulisan penelitian sejarah yang berjudul “Peran IPPHOS (Indonesian

Press Photo Service) dalam Revolusi Kemerdekaan Indonesia, tahun 1945-1949”,

menggunakan sistematika penulisan sebagai berikut:

BAB I Pada bab ini berupa pendahuluan, yang memuat latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metodologi penelitian, pendekatan, dan model serta sistematika penulisan.

BAB II Pada bab ini diuraikan latar belakang berdirinya IPPHOS di Indonesia. Beberapa tokoh seperti Mendur bersaudara dan juga Umbas bersaudara, memiliki peran serta dalam mendirikan kantor berita IPPHOS. Juga diuraikan mengenai latar belakang berdirinya lembaga kantor berita foto IPPHOS serta perkembangan IPPHOS kedepannya.

BAB III Pada bab ini diuraikan peran yang dilakukan IPPHOS pada masa Revolusi Kemerdekaan Indonesia, tahun 1945-1949. Didalamnya memuat berbagai kejadian serta peristiwa sejarah yang berhasil diabadikan oleh anggota IPPHOS sebagai wartawan foto. Kejadian dan peristiwa tersebut termasuk dalam perjuangan bangsa Indonesia baik

(49)

secara diplomasi masupun bersenjata. Kejadian dan peristiwa tersebut terjadi pada rentan waktu tahun 1945, 1946, 1947, 1948, dan tahun 1949. IPPHOS tidak luput dari kegiatannya yang mendokumentasikan foto peristiwa-peristiwa tersebut.

BAB IV Pada bab ini diuraikan kontribusi IPPHOS pada masa sekarang. Pada konteks kontribusi ini, dibagi menjadi 2 bagian, yakni kontribusi bagi Ilmu Pengetahuan, dan kontribusi bagi masyarakat luas.

BAB V Pada bab ini,mendeskripsikan kesimpulan dari penelitian permasalahan yang telah diuraikan pada BAB II, III, dan IV.

(50)

28

BAB II

LATAR BELAKANG BERDIRINYA IPPHOS

(INDONESIAN PRESS PHOTO SERVICE)

A. Kondisi Pers pada Masa Kemerdekaan Indonesia Tahun 1945 / Sebelum Berdirinya IPPHOS

Pers di Indonesia sudah berlangsung jauh sebelum Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya. Menurut Edward C. Smith, pers di Indonesia dapat dibagi menjadi empat kurun waktu yang dibedakan berdasarkan kondisi politik. Pembagian tersebut antara lain: Masa Kolonial 1615-1942, Masa Pendudukan Jepang selama Perang Dunia II 1942-1945, Masa Revolusi menentang Belanda 1945-1949, dan Zaman Merdeka era Presiden Soekarno 1949-1966.41 Dapat dikatakan bahwa pers di Indonesia tidak lepas dari pemerintahan masa kolonial, dan pers pada saat ini merupakan kelanjutan dari apa yang pernah bangsa Indonesia perjuangkan pada masa tersebut.

Belanda datang pertama kali di Indonesia pada tahun 1596, dan 19 tahun kemudian mereka memulai satu medium komunikasi berupa gazette (penerbitan berkala atau lembaran berita). Meskipun pada saat itu, pers Cina dan pers Pribumi Indonesia baru muncul pada waktu kemudian, namun pers Belanda yang tetap mendapat paling banyak manfaat sampai masa setelah Perang Dunia II. Kekuasaan Belanda secara efektif berakhir dengan kedatangan bala tentara Jepang

41

Edward Cecil Smith, Pembredelan Pers di Indonesia, Jakarta, PT. Pustaka Grafitipers, 1986, hlm. 49.

(51)

pada awal tahun 1942. Pendudukan yang dilakukan oleh Jepang berangsung hingga akhir Perang Dunia II, tahun 1945. Pada kurun waktu tersebut, ternyata Jepang memberi kesempatan terhadap wartawan Indonesia berperan memperoleh pengalaman untuk mengurus media pers di bawah kekuasaan Jepang.42

Pada masa awal abad ke-19, sikap umum pemerintah Belanda terhadap pers mengandung antagonisme. Pernyataan keras disampaikan kepada wartawan, mereka dilarang menunjukkan pendapat sendiri atau berusaha mengadakan penyelidikan yang bebas atas dasar informasi yang disampaikan kepadanya, atau yang paling tidak masuk akal adalah mengecam tindakan penguasa ini atau yang lainnya, karena ia akan menghadapi resiko kemarahan pejabat yang ditimpakan kepadanya, dengan segala akibat yang menyertainya, dan orang baik hati yang martabatnya telah diserang itu dengan serta merta akan berubah menjadi seorang lalim yang mengerikan, tanpa membawa hikmah bagi kaum wartawan yang tidak tahu bagaimana mengurus dengan baik pekerjaannya sendiri.

Sampai awal abad ke-20, Batavia kehilangan dua surat kabar, yakni

Bataviaasch Handelsblad dan Nieuw Bataviaasch Handelsblad. Java Bode

setelah mengalami masa kemerosotan, mulai pulih pada keadaannya semula. Dalam dasawarsa pertama, dua surat kabar lain terbit di Batavia: Bataviaasch

Niewsblad 1855 dan Niews van den Dag Nederlandsch Indie. Tekanan pemerintah

pada tahun 1903 dialami oleh redaktur Niewsblad, J. F. Scheltema, yang harus mengundurkan diri setelah dihukum penjara 3 bulan karena tulisannya yang tajam mengenai sikap mendua pemerintah dalam politik candu.

42

(52)

Pada bulan Maret tahun 1906, Undang-Undang Pers yang cukup ketat akhirnya sedikit diperlonggar. Sensor ditiadakan dari Undang-Undang Pers 1856, demikian pula Pasal 17, yang mengharuskan pencetak surat kabar bertanggung jawab apabila penulis karangan tidak bisa dituntut. Masa setengah abad antara tindakan kegelapan pada 1856 dan kelonggaran yang diberikan 1906 disebut Von Faber sebagai masa yang paling suram dalam sejarah pers Hindia Belanda. Mengenai Undang-Undang Pers 1906, ia menambahkan, seandainya kebebasan pers diperoleh lebih awal, tidak diragukan lagi akan timbul protes yang lebih keras terhadap sistem Tanam Paksa, yang menguras habis tanah jajahan untuk mengisi peti simpanan Negeri Belanda. Mungkin akan terjadi pertukaran gagasan yang lebih bebas mengenai segala masalah yang menyangkut kesejahteraan penduduk pribumi, perdagangan, dan pemerintahan. Akhirnya, pemerintah waktu itu akan memperoleh informasi yang lebih baik dan tidak demikian sepenuhnya bergantung pada pendapat pribadi para pejabatnya.

Pers Indonesia lahir dari penderitaan dan tekanan terhadap rakyat serta kemarahan yang berkobar. Betapapun orang merumuskan nasionalisme, pers Indonesia dan dorongan kearah kemerdekaan nasional tumbuh bersama-sama, memupuk satu sama lain. Pers Indonesia dapat dikatakan masih berada di belakang pers bangsa Belanda waktu itu, karena kurangnya tenaga kerja yang cakap, karena kurangnya uang, karena sedikitnya penduduk pribumi yang bisa baca tulis, dan karena tekanan dibawah pemerintahan Belanda waktu itu. Pengawasan pemerintahan terhadap pers dapat menghambat para penerbit mengatasi rintangan-rintangan lain. Satu undang-undang kriminal Belanda

(53)

mengganjar dengan hukuman berat penyiaran dengan kata-kata, surat atau gambar, secara langsung atau tidak langsung, secara terbuka atau sembunyi-sembunyi, gagasan yang bertujuan mengacaukan ketertiban dan ketentraman dan mendesak kejatuhan pemerintah Hindia Belanda, atau yang secara terang-terangan melahirkan rasa permusuhan, kebencian, atau kritik terhadap pemerintahan.

Padahal kebebasan dalam pers bukanlah semata-mata kebebasan yang bersifat fungsional ataupun historis, melainkan adalah kebebasan yang bersifat etis, seperti halnya larangan membunuh adalah suatu ketentuan etis karena martabat manusia tidak boleh diperkosa dan bukanlah semata-mata suatu ketentuan fungsional, misalnya karena kalau pembunuhan manusia diperbolehkan, dalam waktu singkat penduduk bumi akan habis dan sejarah manusia akan terhenti. Dalil umum dari etika nilai berbunyi: suatu nilai etis tidak pernah merupakan hasil deduksi dari perkembangan empiris.43

Ordonansi pengawasan pers tahun 1937 memberikan kekuasaan mutlak kepada pemerintah untuk menutup sementara waktu penerbitan surat kabar, tanpa proses hukum, demi kepentingan tegaknya hukum dan ketertiban. Setelah ditahun 1930 dan selama Revolusi Indonesia (1945-1949), Belanda menutup beberapa surat kabar Indonesia yang terbit di daerah pendudukan Belanda. Pers Indonesia tidak mendapatkan banyak dorongan dalam tanggung jawab sosial, undang-undang pers yang bersifat menekan tidak memungkinkan berbuat demikian. Perlakuan penguasa Belanda terhadap pers Indonesia yang bersifat menekan, kebanyakan pers Indonesia menunjukan sifat yang mencolok, yakni melakukan

43

Gambar

Gambar 60  : Upacara  penyerahan  kedaulatan  dari  pemerintah  Belanda  kepada pemerintah RIS ............................................................
Gambar 6.a :  Jakarta,  29  Agustus  1945.  Suasana  pelantikan  anggota  Komite  Nasional  Indonesia  Pusat  (KNIP),  di  Gedung  Kesenian,  Pasar  Baru,  Jakarta
Gambar 7.a :  Jawa  Tengah,  Januari  1949.  Perawat  PMI  bertugas  saat  Agresi  Militer  Belanda  ke  II
Gambar 8.a :  Jakarta  19  September  1945.  Presiden  Soekarno  tiba  di  Lapangan  Ikada  untuk  menenangkan  masyarakat  yang  marah  atas  kedatangan  tentara  Inggris  dan  Belanda
+7

Referensi

Dokumen terkait

The stem structure consist of epidermal (one layer), cortex (7-8 cell layers), extra xilary fiber (I-2 cell layers) and vascular bundles (amphicribral type) in three circum-ference.

yang mengikuti semua standarisasi peralatan listrik seperti cara penggambaran dan kode- kode pengaman dalam pemasangannya, maka menjadi tanggung jawab kita untuk. menggunakan

Denagan aneka makanan dan minuman yang enak dan segar dengan harga yang bias dicapai oleh semua golongan masyarakat sehingga hal tersebutlah yang menyebabkan ketertarikan saya

Fasilitas yang disediakan oleh penulis dalam perancangan ini adalah kapel sebagai tempat berdoa baik bagi komunitas maupun masyarakat sekitar, biara dengan desain interior

Kata hasud berasal dari berasal dari bahasa arab ‘’hasadun’’,yang berarti dengki,benci.dengki adalah suatu sikap atau perbuatan yang mencerminkan

[r]

“ STUDI DESKRIPTIF MENGENAI SUBJECTIVE WELLBEING PADA LANSIA PENDERITA PENYAKIT KRONIS YANG MENGIKUTI PROLANIS DI PUSKESMAS ‘X’ KOTA BANDUNG “. Universitas Kristen

[r]