• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PERBANDINGAN GAYA BAHASA PADA IKLAN DOVE BERBAHASA JERMAN DAN BERBAHASA INDONESIA DITINJAU DARI SEGI SINTAKSIS DAN SEMANTIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS PERBANDINGAN GAYA BAHASA PADA IKLAN DOVE BERBAHASA JERMAN DAN BERBAHASA INDONESIA DITINJAU DARI SEGI SINTAKSIS DAN SEMANTIS"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PERBANDINGAN GAYA BAHASA PADA IKLAN DOVE

BERBAHASA JERMAN DAN BERBAHASA INDONESIA DITINJAU

DARI SEGI SINTAKSIS DAN SEMANTIS

MAKALAH NONSEMINAR

FANNY PUJI RAKHMI

1006701592

PROGRAM STUDI JERMAN

FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK

JULI 2014

(2)
(3)
(4)
(5)

Analisis Perbandingan Gaya Bahasa Pada Iklan Dove Berbahasa Jerman

dan Berbahasa Indonesia Ditinjau Dari Segi Sintaksis dan Semantis

Fanny Puji Rakhmi, M. Sally H. L. Pattinasarany

Program Studi Jerman, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia

E-mail: ukhtifanny@gmail.com

Abstrak

Iklan merupakan salah cara untuk menyampaikan suatu pesan kepada khalayak sebagai sasaran iklan. Sasaran iklan bisa berbeda-beda tergantung di mana iklan tersebut dipublikasikan. Perusahaan global sering kali

mempublikasikan iklannya di banyak negara, seperti Jerman dan Indonesia, seperti yang dilakukan oleh perusahaan Unilever melalui produk Dove. Meskipun konten iklan dibuat sama, namun gaya bahasa yang digunakan di setiap negara dapat berbeda, disebabkan oleh perbedaan kebudayaan. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode kualitatif dengan bersumber pada kajian pustaka. Hal yang dianalisis dalam

iklan adalah kalimat-kalimat pada headline ditinjau dari segi sintaksis dan semantis serta dibandingkan antara

iklan Jerman dan iklan Indonesia. Berdasarkan hasil penelitian, kalimat dalam iklan Indonesia cenderung lebih singkat dan bermakna apa adanya, sedangkan dalam iklan Jerman sering ditampilkan variasi kata yang berupa

frase sehingga memiliki beragam makna.

Comparative Analysis of Language Style of Dove Ad in Germany and in

Indonesia in terms of Syntax and Semantic

Abstract

Advertising is one way to convey a message to a target audience. Target ads can vary depending on where the ad is published. Global companies often publish ads in many countries, such as Germany and Indonesia, as is done

by the company Unilever through Dove products. Although the ad contents are similarly created, but the language style which is used in each country may differ, due to cultural differences. The method used in this research is a qualitative method which is from literary review. This research is being analyzed by an analyzing the headline sentences in each ad in terms of syntactic and semantic and comparing them between German and Indonesian ad. Based on the research results, the sentence in Indonesian ads tend to be brief and often only have the referential meaning, while in german ads the sentences are often displayed in the form of and word variations

that has multiple meanings.

(6)

I. Pendahuluan

Iklan merupakan salah cara untuk menyampaikan suatu pesan kepada khalayak sebagai sasaran iklan. Berdasarkan definisi iklan menurut Hans-Joachim Hoffmann, iklan tidak hanya berurusan dengan penjualan produk atau jasa. Iklan juga dapat digunakan untuk meyakinkan target iklan akan suatu gagasan yang disampaikan melalui pesan di dalam iklan tersebut yang mempengaruhi penilaian atau sikap target iklan. Salah satu contoh iklan seperti ini adalah iklan Dove yang berjudul “Initiative für wahre Schönheit” di Jerman dan “for real beauty” di

Indonesia.

Dalam menyampaikan gagasan pada iklan, gaya bahasa yang digunakan seringkali berbeda antara iklan di Jerman dan di Indonesia, walaupun mengiklankan produk yang sama. Hal ini tidak lepas dari adanya perbedaan kebudayaan kedua negara. Iklan merupakan salah satu bagian dari komunikasi massa yang banyak dipengaruhi oleh kebudayaan. Bagi para pelaku iklan, memahami budaya suatu negara dan menjadikannya pertimbangan di dalam membuat iklan akan membuat mereka percaya diri dengan penerimaan produk atau pun pesan yang mereka sampaikan melalui iklan yang mereka buat. 1

Dove adalah brand kecantikan di bawah naungan perusahaan Unilever yang menghadirkan rangkaian produk perawatan, seperti sabun mandi, sampo, body lotion, dan sebagainya. Dalam situsnya, Dove mengklaim dirinya sebagai brand kecantikan untuk orang-orang yang percaya bahwa keindahan datang dalam berbagai bentuk, ukuran dan usia.2

Dove mengedepankan konsep real care, real beauty, dan real happiness dengan menghadirkan produk-produk perawatan yang bertujuan agar perempuan menyadari kecantikan mereka yang sesungguhnya sekaligus merasa percaya diri serta bahagia dengan diri mereka sendiri. Menurut sebuah survei Unilever yang melibatkan 5006 perempuan di 25 negara termasuk Indonesia, 80 persen perempuan tidak merasa diri mereka cantik, meskipun mereka yakin bahwa setiap perempuan memiliki kecantikannya sendiri.3

1“Advertising and Culture” (http://www.slideshare.net/sukeshgowda/advertising-and-culture), diakses pada

12 Juli 2014 pada pukul 01.38

2

“Dove | Aksi Brand Kami” (http://www.unilever.co.id/id/brands-in-action/detail/Dove/320548/), diakses pada 15 Mei 2014, pukul 18.30

3 “Dove Ajak Perempuan Percaya Diri Soal Kecantikan”

(http://female.kompas.com/read/2013/09/20/1028430/Dove.Ajak.Perempuan.Percaya.Diri.Soal.Kecantikan), diakses pada 15 Mei 2014, pukul 21.39

(7)

Atas dasar tersebut, Dove membuat iklan bertajuk “Dove Real Beauty Campaign”. Iklan ini

bertujuan untuk membantu perempuan agar mereka menyadari bahwa mereka lebih cantik daripada yang mereka pikirkan. Iklan ini dipublikasikan di berbagai negara termasuk Jerman pada tahun 2005 dengan iklan-iklannya yang berjudul “Initiative für wahre Schönheit” 4 dan pada tahun 2006 di Indonesia dengan iklan-iklannya yang berjudul „For real beauty“. Dalam

iklan ini, Dove sengaja menggunakan model perempuan yang tidak biasa, seperti memiliki tubuh gemuk, beruban, dan berpernampilan seperti laki-laki. Hal tersebut berbeda dengan iklan produk kecantikan pada umumnya yang selalu menampilkan model iklan yang masih muda, bertubuh langsing, dan feminin. Dalam iklan ini pula, terdapat dua pertanyaan yang yang menanyakan pendapat pembaca mengenai karakteristik perempuan dalam iklan. Pembaca iklan diajak untuk menilai perempuan tersebut berdasarkan dua pertanyaan ini dan mengungkapkan pendapatnya melalui media yang disediakan. Hal inilah yang membuat saya tertarik meneliti iklan tersebut.

Iklan yang dibandingkan dalam makalah ini terdiri atas enam iklan, mencakup tiga iklan Jerman dan tiga iklan Indonesia. Dalam makalah ini, keenam iklan Dove tersebut dianalisis dan dibandingkan berdasarkan penggunaan gaya bahasa pada headline antara iklan Jerman dan Indonesia ditinjau dari segi sintaksis dan semantis. Hal tersebut bertujuan untuk mengetahui perbandingan gaya bahasa iklan kampanye Dove berbahasa Jerman dan iklan Dove berbahasa Indonesia.

II. Tinjauan Teoritis Iklan

Menurut Otto Klepper (Liliweri, 1992: 7) , iklan atau advertising berasal dari bahasa latin

advere yang berarti memindahkan pikiran dan gagasan kepada pihak lain. Dalam hal ini, pembaca atau pendengar iklan. Lebih lanjut lagi, Spriegel (Liliweri, 1992: 7) menjelaskan bahwa segala penyampaian informasi dalam iklan menggunakan media nonpersonal, yaitu bukan melalui tatap muka langsung.

Berdasarkan kedua definisi di atas, dapat terlihat tujuan pembuatan iklan, yaitu untuk mempengaruhi pembaca atau pendengar agar tertarik dengan produk yang diiklankan,

4

“Dove | Marken in Aktion“ (http://www.unilever.de/brands-in-action/detail/Dove/312458/), diakses pada 15 Mei 2014, pukul 21:26.

(8)

sehingga mereka bersedia membeli dan menggunakan produk tersebut. Iklan yang saya analisis terbatas hanya pada iklan tertulis, khususnya iklan produk kecantikan untuk wanita. Daya tarik iklan tidak terbatas hanya pada gambar dan warna yang merupakan daya tarik fisik sebuah iklan, melainkan juga pada perpaduan struktur, gaya penulisan, serta daya tarik pesan iklan. Struktur pesan iklan memungkinkan pembuat iklan untuk membuat pesan iklan secara tersurat maupun tersirat. Pembuat iklan bebas menentukan struktur serta gaya penulisan mana yang akan digunakannya. Daya tarik pesan iklan adalah daya pikat yang mengacu pada motif-motif psikologis yang terkandung dalam iklan, misalnya: pesan harus rasional, adanya imbalan tertentu yang didapat konsumen jika menggunakan produk tersebut.

Iklan akan menjadi sangat menarik jika daya tarik pesan iklan dan daya tarik fisik iklan berpadu menjadi satu. Akan tetapi, dalam tulisan ini, hanya akan dibahas struktur kalimat dan gaya penulisan yang merupakan bagian dari daya tarik pesan iklan.

Bahasa iklan

Dalam bahasa iklan umumnya digunakan kalimat-kalimat sederhana. Meskipun demikian, kalimat sederhana tersebut tetap dapat menampilkan pesan dan maksud yang ingin disampaikan oleh pembuat iklan (Römer, 1974: 164). Selain kalimat sederhana, di dalam iklan juga sering terdapat kalimat elipsis, yaitu kalimat yang tidak memiliki subjek atau predikat, seperti:

Fanta, die klare Erfrischung

Meskipun tidak memiliki subjek atau predikat, maksud kalimat di atas tetap dapat dipahami oleh para pembaca berdasarkan konteksnya (Römer, 1974: 165), yaitu Fanta yang merupakan merek minuman bersoda adalah minuman yang benar-benar menyegarkan.

Jika ditinjau dari kosakatanya, bahasa iklan umumnya menggunakan kata yang berasal dari ragam bahasa sehari-hari (ragam percakapan), istilah (Fachwörter), dan kata-kata asing (fremde Elemente). Bahasa sehari-hari digunakan dengan maksud agar pesan iklan lebih mudah ditangkap oleh pembaca iklan, sedangkan penggunaan istilah bertujuan sebagai penunjang produk yang diiklankan (Römer, 1974: 115). Penggunaan kata-kata asing yang umumnya terdapat pada iklan adalah Anglizismen. Anglizismen adalah peminjaman kata dari

(9)

bahasa Inggris. 5 Penggunaan Anglizismen dalam iklan adalah aplikasi penggunaan kata-kata yang telah akrab di telinga masyarakat. Fungsi Anglizismen dalam iklan sangat beragam. Salah satu fungsi terpentingnya adalah penggunaan Anglizismen dalam slogan yang berfungsi untuk menonjolkan produk dan menarik perhatian serta minat konsumen.

Kalimat

Dalam Duden die Grammatik der deutschen Gegenwartssprache (Drosdowski dkk., 1984: 559), dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan kalimat adalah satuan bahasa yang dapat berdiri sendiri, memiliki setidaknya satu verba, dan memiliki intonasi final atau tanda baca. Berikut akan dijelaskan lebih lanjut mengenai jenis kalimat.

Jenis Kalimat Bahasa Jerman

Berdasarkan Drosdowski dkk (1984: 560-561), kalimat dalam bahasa Jerman dibagi menjadi tiga jenis berikut.

1. Kalimat Pernyataan (Aussagesatz)

Kalimat ini bersifat netral dan berisi sebuah pemberitahuan atau informasi. Pada kalimat ini, verba terletak di posisi kedua. Contoh:

Heute scheint die Sonne. Der Himmel ist blau.

2. Kalimat Permintaan atau Perintah (Wunsch- und Aufforderungssatz)

Kalimat ini berisi permintaan atau perintah pembicara atau penulis kepada pembaca atau pendengar. Verba pada kalimat jenis ini terletak di posisi pertama. Contoh:

Folge ihr!

Hilft ihm doch bitte!

3. Kalimat Tanya (Fragesatz)

Kalimat ini berisi pertanyaan. Jenis kalimat ini dibedakan menjadi dua macam, yaitu: a. Satzfragen/ Entscheidungsfragen, adalah kalimat tanya yang hanya memiliki dua

jawaban yaitu Ja atau Nein. Pembaca atau pendengar menentukan salah satu dari kedua kemungkinan jawaban tersebut. Pada kalimat ini, verba terletak di posisi pertama. Contoh:

5

Kupper, S. (2007): Anglizsimen in deutschen Werbeanzeigen. Eine empirische Studie zur stilistischen und

(10)

Kommst du morgen? Hilft er mir?

b. Wortfragen/ Ergänzungsfragen, adalah kalimat tanya yang diawali dengan kata tanya seperti Wann, Wie, Wer, Was, Warum dan verba terletak pada posisi kedua. Contoh:

Wann kommst du? Wer hilft mir?

Jenis Kalimat Bahasa Indonesia

Menurut Gorys Keraf (1969: 156-158), kalimat dalam bahasa Indonesia dapat digolongkan sebagai berikut.

1. Kalimat berita

Kalimat berita adalah kalimat yang mendukung suatu pengungkapan peristiwa atau kejadian. Ciri-ciri formal yang membedakan kalimat berita dengan jenis kalimat lain hanyalah intonasinya yang netral. Contoh:

Ayah membeli sebidang tanah.

Saya bertemu dengan dia di stasiun Gambir

2. Kalimat tanya

Kalimat tanya adalah kalimat yang mengandung suatu permintaan agar kita diberitahu sesuatu karena kita tidak mengetahui sesuatu hal. Pada umumnya, semua kalimat tanya menghendaki suatu jawaban atas isi pertanyaan tersebut. Akan tetapi, ada pula pertanyaan yang sama sekali tidak menghendaki jawaban; pertanyaan semacam ini disebut pertanyaan retoris.

Kalimat tanya dapat dibagi menurut cakupan terhadap isi pertanyaan tersebut: a. Pertanyaan total, yaitu kalimat tanya yang akan menghasilkan jawaban “ya” atau

“tidak” Contoh:

Engkau mengatakan hal itu? Engkau belajar bersama dia?

b. Pertanyaan parsial, yaitu kalimat tanya yang menghasilkan jawaban sesuai dengan bagian yang dipentingkan saja. Contoh:

Siapa yang mengatakan hal itu? Di mana engkau belajar?

(11)

3. Kalimat perintah

Perintah adalah menyuruh orang lain untuk melakukan sesuatu yang kita kehendaki. Ciri-ciri suatu kalimat perintah antara lain: intonasi keras, kata kerja yang mendukung isi perintah, biasanya, merupakan kata dasar, dan mempergunakan partikel pengeras –lah. Contoh:

Pergilah dari sini!

Marilah kita beristirahat sebentar! Makna Kalimat

Untuk memahami sebuah kalimat, tidak hanya diperlukan pemahaman tata bahasa dan pemahaman ejaan saja, melainkan juga diperlukan pengertian makna kata.

Ilmu yang mempelajari makna kata disebut semantik. Semantik menggambarkan dan menganalisa makna kata atau kalimat. Blanke (1973:18) mengacu pada Roman Jakobson menggolongkan makna menjadi:

1. makna Intralingual-Paradigmatis: makna kata yang bersifat gramatikal; 2. makna Referensial: makna kata yang mengacu langsung kepada obyeknya;

3. makna Asosiasi: adalah makna kata yang berkaitan dengan asosiasi yang ada dalam benak penutur atau pendengar;

4. makna Afektif: adalah makna kata yang berkaitan degan emosi seseorang. Sebuah kata dapat menimbulkan makna yang positif ataupun negatif terhadap seseorang;

5. makna Situatif: adalah makna yang berkaitan dengan situasi pembicaraan;

6. makna Stilistik: adalah makna kata yang timbul dari alat-alat retorik dan menimbulkan efek estetis.

Dari keenam makna tersebut, yang saya gunakan untuk menganalisis iklan adalah makna referensial, makna asosiasi, dan makna stilistik, karena ketiga makna tersebut yang ditekankan dalam iklan yang diteliti.

Makna Referensial

Makna referensial, menurut Blanke (1973: 118), sering disebut juga dengan makna denotatif yang berhubungan dengan keadaan nyata tentang suatu obyek. Makna ini berkaitan erat dengan gambaran umum tentang suatu hal yang berlaku di suatu masyarakat bahasa. Makna

(12)

referensial terjadi ketika seseorang mendengar sebuah kata, dia akan langsung menghubungkannya dengan gambaran tentang suatu obyek yang berlaku di masyarakat bahasa tersebut dan masih relevan pada masa sekarang. Makna ini berkembang sesuai dengan minat masyarakat bahasa.

Contoh:

Jika kita mendengar kata grün, yang terlintas di pikiran kita adalah sejenis warna, yaitu warna hijau. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kata grün memiliki makna referensial warna hijau.

Makna Asosiatif

Menurut Blanke (1973:119), makna asosiatif adalah makna yang dipengaruhi oleh unsur-unsur psikis dan bersifat individual. Blanke lebih lanjut menjelaskan bahwa setiap individu memiliki konsep makna asosiatif masing-masing, tetapi kadang-kadang suatu masyarakat juga memiliki konsep bersama (kolektif). Asosiasi yang ditimbulkan oleh setiap konsep dipengaruhi oleh latar belakang pengetahuan dan kebudayaan masyarakat bahasa tersebut. Contoh:

Hewan tikus diasosiasikan sebagai hewan yang mungil dan lucu. Oleh karena itu, dalam bahasa Jerman, kata Mäuschen (tikus kecil) digunakan untuk mengungkapkan rasa sayang kepada seseorang.

Makna Stilistik

Makna stilistik banyak terdapat dalam iklan berbahasa Jerman melalui penggunaan gaya bahasa tertentu. Selain menampilkan kesan estetis, penggunaan makna ini juga dapat menarik perhatian konsumen. Menurut Römer (1974: 173), makna stilistis ditumbulkan melalui alat retorik dan menurutnya ada 14 alat retorik berikut.

1. Repetisi (Wiederholung), yaitu alat yang digunakan untuk memberikan penekan pada sebuah kata atau bagian kata tertentu.

2. Behauptung, yaitu pernyataan yang digunakan untuk meyakinkan konsumen.

3. Imperatif (Befehl), yaitu bentuk kalimat atau verba untuk mengungkapkan perintah atau keharusan atau larangan melaksanakan perbuatan.

(13)

4. Kata Sapaan (Anrede), yaitu alat yang digunakan untuk saling menyapa dalam situasi pembicaraan yang berbeda-beda sesuai dengan status hubungan pembicara.

5. Pertanyaan pembuka (einleitende Frage), yaitu bentuk pertanyaan yang tidak memerlukan jawaban atas pertanyaan tersebut.

6. Antitesis (Antithese), yaitu pemakaian kata-kata yang bertentangan artinya.

7. Dreierfigur, yaitu alat untuk mengemukakan produk yang terdiri dari tiga bagian kalimat disusun sejajar dan dihubungkan dengan tanda baca.

8. Aufhänger, yaitu kalimat dalam iklan yang diawali dengan sebuah pernyataan dan diakhiri dengan pujian terhadap produk yang diiklankan

9. Gebundene Sprache, yaitu alat retorik yang berbentuk bait. Termasuk dalam kelompok ini adalah aliterasi dan asonansi.

10. Eufimisme (Euphemismus), yaitu penggunaan bentuk kata lain untuk menghindari kesan negatif.

11. Negasi (Negation), yaitu pemakaian bentuk negatif seperti kein (bukan) dan nein (tidak). 12. Permainan kata (Wortspiel), yaitu permainan kata dengan mengubah posisi suku kata atau

mengubah beberapa bagian dari kata sehingga kata tersebut terdengar lucu. 13. Anspielung, yaitu kata-kata yang memiliki arti tersembunyi.

14. Personifikasi (Vermenschlichung der Ware), yaitu penggambaran benda mati yang seolah-olah hidup layaknya manusia.

III. Metode Penelitian

Penelitian ini bersifat kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Dalam menganalisis sumber data, saya menggunakan studi pustaka untuk mencari informasi dan teori yang sesuai dengan topik penelitian. Langkah selanjutnya adalah menganalisis unsur iklan, menggali ide yang terkandung di dalamnya dan menghubungkannya dengan teori yang sesuai dengan topik penelitian.

IV.Pembahasan

Iklan yang dianalisis adalah tiga iklan Dove bahasa Jerman dan tiga iklan Dove bahasa Indonesia. Ketiga iklan, baik iklan Jerman maupun Indonesia, merepresentasikan kecantikan berdasarkan ukuran, usia, dan bentuk. Hal ini sesuai dengan klaim Dove pada situsnya bahwa Dove merupakan brand kecantikan untuk orang-orang yang percaya bahwa keindahan datang dalam berbagai bentuk, ukuran, dan usia. Iklan Dove ini dipublikasikan pada tahun 2004 di

(14)

Jerman, sedangkan di Indonesia pada tahun 2006. Berikut adalah tampilan gambar iklan yang diteliti. Iklan Jerman 3: http://d1.stern.de/bilder/magazin/2005/2 6/kosmetik_1_250_fitwidth_489.jpg Iklan Jerman 1: http://blog.spitau.de/wp-content/uploads/2007/10/dove_01png_ polaroid.jpg Iklan Jerman 2: http://www.gender-design.com/Dove.jpg

(15)

Iklan Indonesia 2: http://sahidnugroho.com/images/dove3.jpg Iklan Indonesia 3: http://sahidnugroho.com/images/dove1.jpg Iklan Indonesia 1: http://sahidnugroho.com/images/dove2.jpg

(16)

Iklan Bahasa Jerman 1. Vollschlank? Voll OK?

Kedua kalimat di atas merupakan bagian headline pada iklan karena dicetak dengan huruf besar dan menjadi bagian yang mencolok pada iklan. Jika diperhatikan, kedua kalimat di atas tidak memiliki subjek maupun predikat, yang menjadi syarat utama sebuah kalimat lengkap. Kalimat pertama, yaitu Vollschlank, hanya terdiri atas adjektif dan kalimat kedua, yaitu Voll OK, terdiri atas frasa adjektiva. Oleh karena itu, kedua kalimat merupakan kalimat elipsis. Berdasarkan jenisnya, kalimat ini merupakan kalimat tanya. Iklan kampanye ini menanyakan kepada pembaca tentang pendapat mereka mengenai gambar yang ada pada iklan, yaitu sosok perempuan dengan tubuh gemuk. Lebih khusus lagi, kalimat tanya tersebut merupakan

Entscheidungsfrage, yaitu kalimat tanya yang memiliki dua kemungkinan jawaban Ja atau

Nein. Jika kalimat tersebut diubah menjadi kalimat lengkap, maka kurang lebih akan berbunyi

Ist der Frau vollschlank? dan Ist der Frau voll OK, obwohl sie vollschlank ist?. Kedua pertanyaan tersebut mengajak pembaca untuk memutuskan pertanyaan mana yang sesuai dengan pemikiran mereka.

Kalimat Vollschlank? memiliki makna referensial füllig (berisi), sedangkan kalimat Voll OK?

memiliki makna referensial „benar-benar oke„. Jika diperhatikan lebih lanjut, pemilihan kata

vollschlank oleh pembuat iklan bertujuan untuk memperhalus makna gemuk atau gendut, karena bagi sebagian orang, khususnya wanita, kata fett atau dick dinilai terlalu sensitif. Oleh karena itu, kata vollschlank memiliki makna stilistis „gemuk„ melalui alat retorik

Euphimismus.

Voll OK mengandung unsur Anglizismus pada kata OK. Penggunaan kata dalam bahasa inggris dalam iklan ini saya asosiasikan sebagai ungkapan universal yang dapat dipahami oleh setiap orang, tidak peduli dari mana ia berasal. Namun, jika kita hanya mengacu pada makna referensial saja, pesan pada iklan ini tidak akan tersampaikan. Kata OK diasosiasikan dengan keadaan yang baik-baik saja dan tanpa masalah. Hal ini mengacu pada keadaan sang wanita yang berbadan gemuk. Dengan demikian, ditinjau dari makna asosiatifnya, kalimat ini sebenarnya menanyakan kepada para pembaca apakah tak masalah jika wanita berbadan gemuk.

(17)

Penggunaan kata-kata yang berawalan voll (penuh), meskipun memiliki makna yang berbeda pada setiap kalimat, sama-sama bertujuan untuk mendukung kesan “besar” pada tubuh perempuan dalam iklan yang memang menjadi fokus utama iklan.

2. Grau? Großartig?

Kedua kalimat di atas merupakan bagian headline pada iklan karena dicetak dengan huruf besar dan menjadi bagian yang mencolok pada iklan. Jika diperhatikan, kedua kalimat di atas juga tidak memiliki subjek maupun predikat, yang menjadi syarat utama sebuah kalimat lengkap, seperti pada iklan sebelumnya. Kedua kalimat sama-sama hanya terdiri atas adjektiva. Oleh karena itu, kedua kalimat merupakan kalimat elipsis.

Berdasarkan jenisnya, kalimat ini merupakan kalimat tanya. Iklan kampanye ini menanyakan kepada pembaca tentang pendapat mereka mengenai gambar yang ada pada iklan, yaitu perempuan tua yang rambutnya sudah beruban. Seperti pada iklan sebelumnya, kedua kalimat tanya merupakan Entscheidungsfrage. Jika kalimat tersebut diubah menjadi kalimat lengkap, maka kurang lebih akan berbunyi Ist die Haare der alte Frau grau? Ist die alte Frau großartig?. Kedua pertanyaan tersebut mengajak pembaca untuk menentukan pilihan pertanyaan yang sesuai dengan pemikirannya terkait dengan sosok perempuan yang ada pada iklan.

Kata grau memiliki makna referensial „abu-abu„, sedangkan kata großartig merupakan

Umgangssprache (bahasa percakapan) yang memiliki makna referensial „sehr gut’ (bagus sekali) atau „ausgezeichnet’ (istimewa). 6 Akan tetapi, untuk mengetahui pesan yang disampaikan pada iklan, kata grau tidak bisa ditinjau dari makna referensialnya saja. Berkaitan dengan gambar perempuan tua yang memiliki rambut berwarna abu-abu, maka kata tersebut memiliki asosiasi rambut yang beruban. Dengan demikian, kalimat Grau? memiliki makna „Apakah dia beruban?„.

Pemilihan kata großartig yang merupakan ungkapan dalam bahasa percakapan merupakan salah satu strategi pembuat iklan agar pesan iklan dapat dipahami oleh para pembaca dengan mudah. Berkaitan dengan makna kalimat sebelumnya, makna referensial dari kata ini sudah dapat menjelaskan maksud dari pesan yang ingin disampaikan, yakni apakah dia (sang wanita) istimewa walaupun memiliki rambut beruban.

(18)

3. Echt flach? Echt Frau?

Kedua kalimat di atas merupakan bagian headline pada iklan karena dicetak dengan huruf besar dan menjadi bagian yang mencolok pada iklan. Jika diperhatikan, kedua kalimat di atas juga tidak memiliki subjek maupun predikat, yang menjadi syarat utama sebuah kalimat lengkap, seperti pada iklan sebelumnya. Kalimat echt flach? terdiri atas frasa adjektiva, sedangkan kalimat echt Frau? terdiri atas frasa nomina. Oleh karena itu, kedua kalimat merupakan kalimat elipsis.

Berdasarkan jenisnya, kalimat ini merupakan kalimat tanya. Iklan ini menanyakan kepada pembaca tentang pendapat mereka mengenai gambar yang ada pada iklan, yaitu seorang perempuan berambut pendek dan memiliki dada yang rata. Seperti pada iklan sebelumnya, kedua kalimat tanya merupakan Entscheidungsfrage. Jika kalimat tersebut diubah menjadi kalimat lengkap, maka kurang lebih akan berbunyi Ist sie echt flach? Ist sie echt Frau?. Kedua pertanyaan tersebut mengajak pembaca untuk menentukan pertanyaan mana yang sesuai dengan pemikirannya.

Echt flach memiliki makna referensial „sangat datar„, sedangkan echt Frau memiliki makna referensial „wanita tulen„. Kata flach tentunya mengacu pada suatu hal karena jika hanya diartikan „datar„, maka kalimat tersebut tidak jelas maknanya. Karena sosok wanita yang terpampang pada iklan terlihat memiliki ukuran dada yang berbeda dari wanita pada umumnya, maka kata flach memiliki makna asosiatif „ukuran dada yang kecil sehingga terlihat rata„. Dengan demikian, kalimat Echt flach? bermakna „apakah sang wanita berdada sangat rata?„

Dengan mengacu pada kalimat sebelumnya, makna referensial dari kalimat Echt Frau? sudah dapat menjelaskan maksud dari pesan yang ingin disampaikan pembuat iklan, yaitu apakah dia seorang wanita tulen walaupun memiliki dada yang rata.

Dalam iklan ini, meskipun terdapat dua aspek yang tidak mencirikan kefemininan, yaitu dada yang rata dan rambut yang pendek, pembuat iklan hanya fokus pada bagian dada saja. Hal ini berbeda dengan iklan Indonesia yang dibahas lebih lanjut lagi di bawah ini.

(19)

Iklan Bahasa Indonesia 1. Extra-large? Extra-sexy?

Kedua kalimat di atas merupakan bagian headline pada iklan karena dicetak dengan huruf besar dan menjadi bagian yang mencolok pada iklan. Kedua kalimat di atas tidak memiliki subjek maupun predikat, yang menjadi syarat utama sebuah kalimat lengkap. Kedua kalimat hanya terdiri atas frasa adjektiva. Oleh karena itu, kedua kalimat di atas merupakan kalimat elipsis.

Berdasarkan jenisnya, kalimat ini merupakan kalimat tanya. Iklan kampanye ini menanyakan kepada pembaca tentang pendapat mereka mengenai gambar yang ada pada iklan, yaitu seorang perempuan berbadan gemuk. Lebih khusus lagi, kedua kalimat tanya di atas merupakan bentuk pertanyaan total, yaitu kalimat tanya yang tidak mementingkan suatu bagian sehingga hanya menghasilkan dua jawaban, yaitu ya atau tidak. Kedua pertanyaan tersebut mengajak pembaca untuk menentukan pertanyaan mana yang sesuai dengan pemikirannya.

Meskipun iklan ini ada di Indonesia, namun keseluruhan headline pada iklan ini menggunakan bahasa asing, yaitu bahasa Inggris. Extra-large memiliki makna referensial „sangat besar‟ dan extra sexy memiliki makna referensial „sangat seksi‟. Kata extra-large

dapat diasosiasikan sebagai ukuran pakaian yang biasa disingkat dengan XL. Ukuran XL erat kaitannya dengan seseorang yang bertubuh gemuk. Oleh karena itu, ditinjau dari makna asosiatifnya, maka kalimat extra-large? dapat diartikan „apakah wanita ini gemuk?„ . Makna referensial dari kata extra-sexy sudah dapat menjelaskan maksud dari pesan yang ingin disampaikan iklan ini, yaitu apakah wanita pada iklan bertubuh seksi.

Dalam mengungkapkan makna „gemuk‟, pembuat iklan tidak menggunakan kata lazim yang digunakan untuk menyebut seseorang yang gemuk, melainkan menggunakan kata yang biasanya digunakan untuk menyebut ukuran baju seseorang yang bertubuh besar, yaitu extra-large. Hal ini bertujuan untuk menghindari penggunaan kata yang langsung menyinggung bentuk tubuh yang dianggap oleh sebagian orang terlalu sensitif. Selain itu, penggunaan kata

extra pada kedua kalimat juga bertujuan untuk menimbulkan kesan “besar” pada tubuh perempuan dalam iklan.

(20)

2. Beruban? Menawan?

Kedua kalimat di atas merupakan bagian headline pada iklan karena dicetak dengan huruf besar dan menjadi bagian yang mencolok pada iklan. Kedua kalimat di atas juga tidak memiliki subjek maupun predikat, yang menjadi syarat utama sebuah kalimat lengkap. Kedua kalimat hanya terdiri atas adjektiva. Oleh karena itu, kedua kalimat di atas merupakan kalimat elipsis.

Berdasarkan jenisnya, kalimat ini merupakan kalimat tanya. Iklan kampanye ini menanyakan kepada pembaca tentang pendapat mereka mengenai gambar wanita yang ada pada iklan, yaitu seorang wanita dengan rambut yang beruban. Serupa dengan kalimat pada iklan sebelumnya, kedua kalimat tanya di atas juga merupakan bentuk pertanyaan total. Kedua pertanyaan tersebut mengajak pembaca untuk menentukan pilihan pertanyaan yang sesuai dengan pemikirannya mengenai sosok wanita pada iklan.

Kata “beruban” memiliki makna referensial „sudah ada ubannya„. Jika mendengar kata uban, maka sudah otomatis yang muncul dalam benak masyarakat Indonesia adalah rambut yang sudah mulai memutih, yang menandakan seseorang sudah beranjak tua. Makna referensial tersebut sudah dengan sendirinya menjelaskan maksud dari pesan yang ingin disampaikan, yaitu menanyakan pendapat pembaca mengenai rambut sang wanita pada iklan. Dalam KBBI, “menawan” memiliki makna referensial „menarik hati„. Terkait dengan makna kalimat sebelumnya, maka kalimat ini sebenarnya berbunyi “apakah wanita ini tetap menawan meskipun beruban?”.

3. Maskulin? Manis?

Kedua kalimat di atas merupakan bagian headline pada iklan karena dicetak dengan huruf besar dan menjadi bagian yang mencolok pada iklan. Kedua kalimat di atas pun tidak memiliki subjek maupun predikat, melainkan hanya terdiri atas adjektiva. Oleh karena itu, kedua kalimat di atas merupakan kalimat elipsis.

Berdasarkan jenisnya, kalimat ini merupakan kalimat tanya. Iklan kampanye ini menanyakan kepada pembaca tentang pendapat mereka mengenai gambar wanita yang ada pada iklan, yaitu seorang wanita berambut pendek. Serupa dengan kalimat pada iklan sebelumnya, kedua kalimat tanya di atas juga merupakan bentuk pertanyaan total. Kedua pertanyaan tersebut

(21)

mengajak pembaca untuk menentukan pilihan pertanyaan yang sesuai dengan pemikirannya mengenai sosok wanita pada iklan.

Kata “maskulin” memiliki makna referensial „kelaki-lakian„. Kata ini mengacu pada penampilan wanita pada iklan yang memiliki rambut seperti laki-laki sehingga kalimat “Maskulin?” dapat diartikan menjadi „apakah berambut pendek seperti wanita dalam iklan berarti maskulin?„.

Kata “manis” memiliki makna referensial „rasa seperti rasa gula‟. Akan tetapi, pada iklan ini, tentu saja kata tersebut bermakna lain. Kata “manis” sering diasosiasikan sebagai pujian terhadap penampilan seorang perempuan yang menarik. Penampilan yang dimaksud pada iklan ini mengacu pada panjang rambut sang wanita pada iklan. Dengan demikian, kalimat “Manis?” dapat diartikan menjadi „Apakah dia tetap manis meski berambut pendek?„.

Dalam iklan ini, sebenarnya tidak ada kalimat yang menyinggung langsung mengenai penampilan perempuan dalam iklan, seperti memiliki rambut yang pendek dan dada yang rata. Pembuat iklan hanya menggunakan kata “maskulin” dengan anggapan bahwa konsep masyarakat Indonesia mengenai maskulinitas adalah sama, yaitu seperti penampilan perempuan dalam iklan sehingga pembuat iklan tidak perlu menyinggung tampilan fisik yang dapat dianggap sensitif bagi sebagian masyarakat Indonesia.

V. Kesimpulan

Setelah melakukan analisis terhadap keenam iklan Dove di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam menyampaikan pesannya, pembuat iklan, baik iklan bahasa Jerman maupun bahasa Indonesia menggunakan kalimat tanya. Keenam iklan Dove memang tampak berbeda dengan iklan pada umumya karena berbentuk seperti kuisioner. Seperti yang telah disebutkan dalam pendahuluan, Iklan Dove ini bertujuan untuk membantu perempuan agar mereka menyadari bahwa mereka lebih cantik daripada yang mereka pikirkan dengan menyuguhkan pertanyaan-pertanyaan dalam iklan tersebut yang membuat pembaca berpikir kembali mengenai definisi kecantikan.

Dari segi sintaksis, iklan bahasa Jerman dan bahasa Indonesia terlihat sama, yaitu sama-sama berjenis kalimat tanya yang berbentuk kalimat elipsis, yaitu tidak adanya subjek atau predikat. Meskipun demikian, dalam iklan bahasa Indonesia lebih banyak terdapat Anglizismus, yaitu

(22)

sebanyak dua kalimat pada kalimat extra-large? dan extra-sexy?, sedangkan pada iklan bahasa Jerman hanya terdapat pada satu kalimat namun tidak seluruhnya, yaitu pada kalimat

Voll OK?. Hal ini menunjukkan bahwa dalam meminjam kata-kata asing, pembuat iklan Indonesia cenderung menerapkannya pada keseluruhan kalimat, sedangkan pembuat iklan Jerman hanya pada sebagian kecil kalimat sehingga porsinya tidak melebihi kata-kata berbahasa Jerman itu sendiri.

Perbedaan selanjutnya dalam segi sintaksis, antara lain terletak pada jenis kata dalam kalimat. Dalam iklan bahasa Jerman, sebanyak tiga kalimat terdiri atas frasa, yaitu frasa adjektiva dan frasa nomina dan kalimat lainnya hanya terdiri atas adjektiva. Yang terdiri atas frasa adjektiva adalah voll ok dan echt flach, sedangkan yang terdiri atas frase nomina adalah echt Frau. Sementara itu, dalam iklan bahasa Indonesia, kalimat-kalimatnya sebagian besar terdiri atas satu kata berupa adjektiva, termasuk di dalamnya adalah “beruban”, “menawan”, “maskulin”, dan “manis”, sedangkan sisanya terdiri dari frasa adjektiva yaitu extra-large dan extra-sexy. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dari segi sintaksis, kalimat dalam iklan bahasa Indonesia cenderung lebih singkat karena hanya terdiri atas satu kata, sedangkan kalimat dalam iklan bahasa Jerman umumnya terdiri dari frasa.

Dari segi semantis, kalimat dalam iklan bahasa Jerman, selain makna referensial, juga memiliki makna asosiatif dan hanya satu yang memiliki makna stilistis dengan alat retorika

Euphimismus. Makna asosiatif ini muncul akibat, salah satunya, adanya keterkaitan antara gambar wanita pada iklan dengan kalimat itu sendiri. Seperti kata flach yang berarti „datar„ dikaitkan dengan wanita yang berukuran dada kecil sehingga timbul makna asosiatif „dada yang rata„. Selain itu, makna asosiatif juga muncul karena adanya konsep bersama mengenai kata yang digunakan. Seperti kata OK yang merupakan kata dalam bahasa inggris, adalah kata yang sangat akrab di telinga masyarakat dan sering diasosiasikan dengan „keadaan yang baik-baik saja„. Hal ini sesuai dengan pernyataan bahwa Anglizismus merupakan penggunaan kata-kata bahasa Inggris yang sudah akrab di telinga masyarakat. Di sisi lain, kalimat dalam iklan bahasa Indonesia, umumnya hanya memiliki makna referensial saja, hanya dua kalimat yang mengandung makna asosiatif selain makna referensial, yaitu extra-large dan „manis„. Ini menjelaskan bahwa dalam berbahasa, iklan bahasa Indonesia tampil dengan kalimat yang bermakna apa adanya, sedangkan iklan bahasa Jerman tampil dengan variasi kata yang memiliki makna beragam.

(23)

Secara keseluruhan gaya bahasa, iklan Dove Jerman dan Indonesia memilik beberapa perbedaan dan persamaan. Dalam iklan Dove yang menampilkan sosok perempuan bertubuh gemuk, baik iklan Jerman maupun iklan Indonesia menggunakan kata-kata yang memberikan kesan “besar”, yaitu voll dan extra. Dalam mengungkapkan makna “gemuk”, kedua iklan

tidak menggunakan kata-kata lazim seperti fett atau dick dalam bahasa Jerman dan “gemuk” dan “gendut” dalam bahasa Indonesia. Namun, dalam bahasa Jerman, kata vollschlank bisa digunakan untuk menyebut wanita gemuk7, sedangkan dalam bahasa Indonesia, kata extra-large lebih dikenal sebagai ukuran baju dan bukan ungkapan untuk menyebut orang gemuk. Selain itu, dalam iklan Indonesia terdapat kata sexy, sedangkan dalam iklan Jerman tidak, melainkan hanya tertulis OK. Hal ini menandakan bahwa masyarakat Indonesia lebih sensitif daripada masyarakat Jerman jika berbicara masalah kegemukan sehingga ungkapan “gemuk” tidak digunakan, melainkan diasosiasikan dengan ukuran baju.

Selanjutnya, dalam iklan Dove yang menampilkan sosok perempuan dengan rambut beruban, kedua iklan tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Penggunaan kata-kata dalam kedua iklan menampilkan makna yang serupa.

Perbedaan kembali ditemukan dalam iklan Dove yang menampilkan sosok perempuan yang berpenampilan seperti laki-laki. Iklan Jerman menggunakan kata-kata yang menyinggung karakteristik fisik perempuan, khususnya bagian dada, sedangkan dalam iklan Indonesia tidak sama sekali, melainkan hanya menggunakan kata sifat “kelaki-lakian”. Selain itu, dalam mempertanyakan “kewanitaan”, iklan Jerman menggunakan kata-kata langsung, yaitu echt Frau (wanita tulen), sedangkan iklan Indonesia menggunakan kata sifat yang berkaitan dengan kewanitaan, yaitu “manis”. Hal ini menunjukkan bahwa bagian dada perempuan masih dianggap tabu untuk diperbincangkan oleh masyarakat Indonesia, sedangkan masyarakat Jerman sudah lebih terbuka terhadap hal-hal tabu seperti itu. Selain itu, mempertanyakan apakah seorang wanita tulen atau bukan dianggap kurang sopan bagi masyarakat Indonesia, sehingga kata-kata “wanita tulen” tidak digunakan.

Daftar Acuan

Blanke, Gustav H. 1973. Einführung in die semantische Analyse. München: Max Hueber Verlag

(24)

Drosdowski, Günther dkk. 1984. Duden. Die Grammatik der deutschen Gegenwartssprache. Mannheim. Leipzig. Wien. Zürich: Dudenverlag

Keraf, Gorys. 1984. Tata Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Nusa Indah

Kupper, S. 2007: Anglizsimen in deutschen Werbeanzeigen. Eine empirische Studie zur stilistischen und ökonomischen Motivation von Anglizismen. Peter Lang.

Römer, Ruth.1974. Die Anzeigenwerbung. Düsseldorf: Pädagogischer Verlag Schwann Daftar Acuan http://sahidnugroho.com/images/dove1.jpg http://sahidnugroho.com/images/dove2.jpg http://sahidnugroho.com/images/dove3.jpg http://www.gender-design.com/Dove.jpg http://www.duden.de/woerterbuch http://blog.spitau.de/wp-content/uploads/2007/10/dove_01png_polaroid.jpg http://d1.stern.de/bilder/magazin/2005/26/kosmetik_1_250_fitwidth_489.jpg

http://www.slideshare.net/sukeshgowda/advertising-and-culture, diakses pada 12 Juli 2014 pukul 01.38

http://www.unilever.co.id/id/brands-in-action/detail/Dove/320548/, diakses pada 15 Mei 2014, pukul 18.30

http://female.kompas.com/read/2013/09/20/1028430/Dove.Ajak.Perempuan.Percaya.Diri.Soal .Kecantikan, diakses pada 15 Mei 2014, pukul 21.39

http://www.unilever.de/brands-in-action/detail/Dove/312458/, diakses pada 15 Mei 2014, pukul 21:26.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan perolehan data diketahui bahwa peserta kursus mengemudi PANDU pada umumnya menguasai materi ini hal ini di buktikan dengan 14 orang peserta kursus yang paham

Media Permainan Edukatif Anak Disleksia, Jurnal: S1 Desain Komunikasi Visual, Universitas Komputer Indonesia.. Konsep Dasar

Profil self disclosure peserta didik dan implikasinya terhadap bimbingan pribadi sosial. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

tersirat dapat dipahami, maka proses dari membaca itu akan terlaksana

[r]

Tugas Sarjana yang berjudul “Pengujian Metal Content di Minyak Pelumas pada Mesin Berbahan Bakar Bensin Spiritus dengan Alat Penghemat BBM” telah disetujui pada:.. Hari

Jika kuning pecah, ia masih boleh digunakan begitu juga jika ia telah tercampur sedikit dengan putih dalam proses pengasingan putih dan kuningnya. | http://westernfood.yolasite.com/

 Seiring dengan perkembangan zaman, penyakit degeneratif emakin berkembang dan terkadang tidak terkontro! ehingga menyebabkan dif"ngi organ#organ ata"