• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

10 BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Dewasa ini banyak negara dunia menyadari bahwa betapa pentingnya energi, sehingga keberadaan energi sekarang ini menjadi isu global yang intens/sering dibicarakan. Fenomena pertumbuhan kebutuhan pasokan energi suatu negara tidak lagi seimbang. Naiknya tingkat konsumsi tidak diimbangi oleh produksi energi itu sendiri. Kekurangan akan energi dalam negeri memebentuk kebijakan negara dalam pemenuhan pasokan dalam negeri. Kebutuhan akan energi membuat banyak negara, terutama negara besar berusaha untuk menjalin kerjasama energi dengan negara lainnya (Goldman 2008, p. 204). Dalam hal ini, tak terkecuali dengan Rusia, dimana negara tersebut sedang mulai melakukan ekspansi untuk mengeksplorasi ladang mineral di luar negeri (Goldman 2008, p. 204). Kebutuhan akan energi mineral di dunia menandakan betapa pentingnya energi bagi suatu negara. Rusia tidak hanya bisa mengandalkan cadangan energi dari dalam negeri untuk suplai dalam negeri maupun luar negeri. Kemudian hal inilah menjadi alasan bagi Rusia untuk ekspansi ke luar guna mengamankan suplai energi.

Sebagian besar kawasan Asia Tengah merupakan bekas wilayah pendudukan Uni Soviet. Wilayah tersebut menyimpan potensi sumber daya alam yang sangat besar. Sumber energi yang ada di sana diantaranya adalah minyak bumi, gas alam, batubara dll (Lala 2012, p. 5). Dengan potensi yang begitu besar, hal itu menjadi daya tarik bagi negara-negara maju untuk berinvestasi di sana. Negara-negara Asia Tengah sebagian diantaranya adalah negara-negara yang baru merdeka. Kondisi yang tidak stabil secara ekonomi dan militer membuat mereka mau tidak mau harus melakukan kerjasama dengan negara lain demi memenuhi kebutuhan tersebut.

(2)

11 Rusia sebagai negara yang mempunyai pengaruh di Asia Tengah dan tentunya tidak ingin kehilangan akses energi di kawasan tersebut. Khususnya Kazakhstan yang merupakan negara dengan cadangan energi yang cukup besar diantara negara-negara lainnya. Hal ini merupakan suatu daya tarik bagi Rusia untuk berekspansi energi ke Kazakhstan. Ekspansi terhadap energi milik negara lain, khususnya Kazakhstan akan memberikan keuntungan secara ekonomi, namun untuk melakukan hal tersebut, maka diperlukan kebijakan tepat dalam mencapainya. Atas alasan tersebut dalam tesis ini penulis akan membahas tentang kepentingan Rusia dalam ekspansi energi ke Kazakhstan.

B. Rumusan Masalah

Ekspansi energi Rusia ke Kazakhstan dilakukan dengan dua cara yaitu investasi untuk mendapatkan akses energi dan politik jalur pipa (distribusi energi). Berdasarkan hal tersebut lebih lanjut penulis akan memfokuskan masalah penelitian ini mengenai: Mengapa Rusia melakukan politik energi (ekspansi energi) terhadap Kazakhstan?

C. Kajian Pustaka

Politik untuk mendapatkan sumber daya energi era kontemporer ini telah banyak dilakukan. Kebutuhan domestik dan ekspor energi menjadi alasan utama dalam melakukan kerjasama. Dalam penelitian ini penulis akan mengulas politik luar negeri Rusia terhadap negara-negara Asia Tengah, terutama terhadap Kazakhstan. Secara sumber daya Rusia memiliki cukup banyak cadangan energi dalam negeri, namun untuk memenuhi kebutuhan baik dalam negeri maupun ekspor, Rusia membutuhkan sumber cadangan negara lain guna menyeimbangkan antara kebutuhan dalam negeri dan ekspor energi.

(3)

12 Bangkitnya Ekonomi Rusia Setelah Pemerintahan Vladimir Putin

Bagian kajian pustaka ini, penulis memulai dari buku Roger E. Kanet, yaitu Russia Re-Emerging Great Power. Buku ini berisi tentang bangkitnya Rusia secara politik dan ekonomi setelah keterpurukan pasca Uni soviet dan era presiden Yeltsin. Bubarnya Uni Soviet pada tahun 1991, Rusia mengalami krisis ekonomi yang parah (Kanet 2007, p. 13). Runtuhnya Uni soviet disebabkan oleh instabilitas ekonomi dan pergolakan nasionalisme oleh negara-negara anggota. Oleh sabab itu Uni Soviet tidak lagi dapat mempertahankan keutuhan negara pada saat itu. Akibat pecahnya Uni Soviet kemudian menginggalkan warisan krisis ekonomi kepada negara-negara bekas anggota, tak terkecuali Rusia yang memang merasakan dampak terparah akibat runtuhnya Uni Soviet.

Dalam keadaan ekonomi yang tidak stabil mendorong pemerintah Rusia pasca Uni Soviet yaitu Boris Yeltsin untuk mereformasi pemerintahan dari komunis menjadi demokratis (Fahrurodji 2005, p. 201). Selain itu Yeltsin mereformasi sistem ekonomi Rusia menjadi lebih liberal (BBC 2007). Namun pada kenyataan hal itu tidak membantu Rusia untuk bangun dari keterpurukan, justru sebaliknya Rusia mengalami keterpurukan lebih parah. Penyebab makin terpuruknya ekonomi Rusia disebabkan oleh ketidakpastian arah ekonomi Rusia yang saat itu melakukan liberalisasi ekonomi. Liberalisasi yang awalnya dimaksudkan untuk membangun kembali perekonomian yang sempat ambruk, malah tidak membantu apapun (Busthomi 2010, p. 29).

Sebagai Presiden Rusia periode 1991-1999, Presiden Yeltsin dihadapkan pada masalah politik dalam negeri (Busthomi 2010, p. 29). Banyak menteri dipecat dan bahkan banyak mengganti perdana menteri pada masa pemerintahannya. Hal ini kemudian menyebabkan dia tidak bisa fokus dalam membangun perekonomi Rusia. Seperti yang dikatakan oleh Ariel Cohen (What Rusia Must Do to Recover from its Economic Crisis), liberalisasi ekonomi Rusia memberi dampak pada terjualnya

(4)

asset-13 aset negera ke ranah privat (Busthomi 2010, p. 36). Ini sejalan dengan prinsip IMF (International Monetary Fund), di mana IMF menekan adanya privitasasi terhadap perusahaaan-perusahaan milik negara. Pemerintahan Yeltsin melakukan pinjaman kepada IMF untuk memperbaiki masalah ekonomi Rusia. Namun pada kenyataannya pinjaman uang kepada IMF bukanlah solusi baik bagi Rusia (Busthomi 2010, p. 36).

Pada 2000 Boris Nikolayevich Yeltsin secara mendadak mengundurkan diri sebagai presiden. Dia kemudian digantikan oleh salah satu pembantunya yaitu Vladimir Hankock Vladimirovich Putin. Ada perbedaan mendasar dengan apa yang dilakukan oleh Putin dan Yeltsin, di mana Putin melakukan nasionalisasi aset-aset produksi strategis negara. Putin menekankan status kekuatan besar Rusia, kemandirian dan kepentingan nasional dapat dijelaskan dengan menumbuhkan kekuatan ekonomi Rusia setelah krisis yang parah pada 1990-an, terutama mengenai ekspor energi (Kanet 2007, p. 15). Tindakan Putin merupakan kontradiksi dari Yeltsin. Pada masa pemerintahan Putin, Rusia mulai menampakkan kemajuan ekonomi dengan melakukan perubahan yang berbeda dari pendahulunya. Secara perlahan dan pasti perekonomian Rusia mulai membaik (Mankoff 2009, p. 4).

Dari sumber buku yang lain, yaitu buku dari Jeffrey Mankoff Russian Foreign Policy The Return of Great Power Politics, kebangkitan Rusia memiliki banyak bersumber dari energi: minyak dan gas, yang mana Rusia merupakan eksportir utama. Pertumbuhan ekonomi dari energi, kemudian membebaskan mereka dari ketergantungan pada kreditor asing, dan mengerahkan tekanan pada pelanggan minyak dan gas (Mankoff 2009, p. 5). Hal ini juga ditegaskan oleh Kusnanto Anggoro dalam jurnalnya yang berjudul Geopolitik Energi, yang penulis kutip dari tesis Galih Setiawan. Menurut Anggoro, Putin banyak melakukan manuver politik politik energi untuk menumbuhkan kembali ekonomi Rusia, dan berusaha memaksimalkan kekuatannya sebagai pengahasil minyak dan gas alam sebagai senjata utama untuk menekan Barat (Septiawan 2011, p. 18).

(5)

14 Memang tidak dapat dimungkiri Rusia di era kepemimpinan Vadimir Putin, Rusia menjadi negara yang diperhitungkan dalam bidang energi. Terbukti dengan banyaknya negara Eropa menggunakan sumber energi dari Rusia, terutama gas alam. Ketergantungan Eropa terhadap pasokan gas dari Rusia, tentunya memberikan keuntungan bagi Rusia dari segi ekonomi dan politik. Kebijakan energi Rusia menjadi lebih berkontribusi terhadap pendapatan negara dan perusahaan Rusia seperti Gazprom dan LuKoil menjadi perusahaan negara yang mampu bersaing dalam kompetisi global (Setiawan 2011, p. 18). Dengan sumber daya alam yang melimpah, tidak heran Rusia bisa secara singkat menjadi pemain besar dan berpengaruh dalam bidang energi.

Ekspansi Energi Rusia ke Kawasan Asia Tengah

Tidaklah mengherankan jika Asia Tengah merupakan bagian penting dari bagian geopolitik Rusia. Letak yang terpencil, terisolasi, dan sebagian merupakan bekas satelit Soviet, kawasan ini layaknya tuan rumah bagi kekayaan minyak dan gas yang sangat besar (Shadrina 2010, p. 109). Rusia merumuskan kawasan tersebut sebagai pusat dari tatanan regional baru, telah menjadi bagian penting dan strategis (Shadrina 2010, p. 109).

Diskusi pada bagian ini berawal dari ketertarikan penulis pada penelitian Elena Shadrina yang berjudul Russia’s Foreign Energy Policy: Norms, Ideas and driving Dynamics. Tidak hanya puas dengan sumber daya mineral dalam negeri, Rusia pun mencoba meraih kembali ladang-ladang mineral bekas Uni Soviet. Di Asia Tengah, Kazakhstan memiliki sumber daya minyak, Turkmenistan memiliki cadangan gas yang luar biasa, sementara Azerbaijan diberkahi dengan minyak dan gas (Shadrina 2010, p. 109). Seperti yang diketahui rejim Uni Soviet banyak meninggalkan tambang minyak, batubara dan gas di negara pecahan. Hal itulah yang coba diraih kembali, dengan keunggulan secara ekonomi dan teknologi, serta tidaklah

(6)

15 susah bagi Rusia untuk melakukan eksplorasi ke luar wilayah Rusia, terutama dengan Negara-negara pecahan Uni Soviet khususnya Asia Tengah.

Menurut penulis yang didasari dari tulisan Shadrina, pecahnya Uni Soviet kemudian mewarisi tambang mineral kepada negara-negara pecahannnya, inilah yang kemudian coba dikuasai kembali oleh Rusia. Sebagai negara dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat dan maju, sekiranya wajar apabila Rusia mulai melakukan ekspansi ke negara-negara yang mempunyai cadangan energi besar. Ditambah lagi dengan keadaan negara pecahan yang secara politik dan ekonomi belum stabil. Situasi ini memberikan keuntungan bagi Rusia untuk memberi pendekatan berbeda terhadap negara pecahan Uni Soviet.

Dari jurnal Jeffrey Mankoff (Council on Foreign Relations: Eurasian Energy Security) laut Kaspia merupakan bagian penting dari infrastruktur pipa gas bagi Rusia dan menyediakan cadangan minyak dan gas yang menjanjikan (Mankoff, Council on Foreign Relations: Eurasian Energy Security 2009, p. 22). Rusia mempunyai ikatan secara historis di kawasan Kaspia karena infrastruktur pipa di kawasan tersebut sebagian besar adalah peninggalan periode Uni Soviet. Sehingga jauh lebih mudah untuk Turkmenistan dan Kazakhstan untuk mengekspor hidrokarbon mereka melalui Rusia (Mankoff, Council on Foreign Relations: Eurasian Energy Security 2009, p. 22).

Sejalan dengan penjabaran Ariel Cohen dalam bukunya Russian Foreign Policy Kazakhstan: Energy Cooperation With Russia - Oil, Gas and Beyond. Menurut Ariel Cohen Kazakhstan merupakan dengan deposit (cadangan) uranium terbesar ketiga di dunia. Sebagian besar deposit nuklir milik Kazakhstan adalah peninggalan dari masa Uni Soviet, namun fasilitas pengayaan uranium masih dipegang oleh Rusia (Cohen 2006, p. 35). Secara jumlah deposit Kazakhstan mempunyai kesempatan menjadi negara yang kaya. Akan tetapi dengan status

(7)

16 fasilitas pengayaan masih dipegang oleh Rusia, sehingga menyulitkan Kazahkstan dalam mengembangkan sumber daya uranium milik mereka.

Strategi Ekspansi Energi Rusia

Untuk mendapatkan energi dari negara lain, sudah barang tentu diperlukan strategi politik luar negeri yang tepat. Oleh karena itu dalam uraian di bawah, penulis akan memaparkan berbagai macam strategi ekspansi energi Rusia. Namun terlebih dahulu penulis akan memaparkan posisi politik energi Rusia sebagai langkah awal penjelasan selanjutnya.

Ada beberapa sumber pustaka yang berkaitan dengan energi sebagai alat politik Rusia. Mula-mula penulis mulai dari buku Michael Fredholm berjudul The Russian Energy Strategy & Energy Policy: Pipeline Diplomacy or Mutual Dependence?. Setelah Uni Soviet bubar, pemerintah Rusia mulai membuat kebijakan energi baru. Pada September 1992, pemerintah menyetujui utama ketentuan “Konsep Kebijakan Energi di bawah Kondisi Ekonomi Baru” yang bertujuan untuk tahun 2010 (Fredholm 2005, p. 2). Kebijakan energi ini diformulasikan untuk memberikan Rusia dengan pasokan energi, untuk menjamin kemerdekaan dan keamanan Rusia, dan mendukung potensi Rusia dalam ekspor energi.

Selanjutnya penulis tertarik dengan tesis yang ditulis oleh M. Khoirunnada Politik Energi rusia Untuk Peningkatan Perekonomian dan Penguatan Pengaruh Politik (Studi Kasus: Perselisihan Gas Rusia-Ukraina 2005-2006). Tesis ini mengaitkan antara kebangkitan ekonomi di bidang energi sebagai penguatan pengaruh politik (Khoirunnada 2010, p. 18), yang mana berangkat dari asumsi R. G. Gidadhubli, yaitu:

“Apart from economic gainfrom energy resources, the Russian state has used oil and gas as a political weapon to increase its influence within

(8)

17 the CIS and in particular witht he central Asian states, Byelorussia and Ukraine." (Gidadhubli 2003, p. 2025)

Setelah runtuhnya Uni Soviet status superpower (adikuasa) Rusia sempat memudar, namun sekiranya Rusia akan tetap menjadi kekuatan besar karena kekuatan energinya (Khoirunnada 2010, p. 74). Kepemimpinan politik Rusia di bawah Vladimir Putin sangat menonjol dalam kebijakan luar negeri Rusia saat ini, yang dalam pelaksanaannya mempengaruhi baik terhadap masyarakat Rusia sendiri maupun terhadap tetangga mereka di negara-negara lain (Khoirunnada 2010, p. 74). “Rusia menyebut senjata energi dengan pedang bermata dua, bahwa Rusia membutuhkan pendapatan dari penjualan energi untuk memperkuat ekonomi dan kebangkitan politik luar negeri Rusia” (Khoirunnada 2010, p. 77).Walaupun dia tidak secara spesifik menjelaskan pengaruh politik Rusia terhadap Kazakhstan, karena dia fokus pada studi kasus di Ukraina. Tapi penulis mencermati adanya keterkaitan kekuatan ekonomi dan energi Rusia mampu menanamkan pengaruhnya di Asia tengah, khususnya Kazakhstan sebagai fokus tesis ini. Menarik untuk menggali lebih jauh lagi asumsi dari Gidadhubli mengenai pengruh politik energi Rusia di Asia tengah.

Selanjutnya, penulis juga mencoba menyambungkan kembali diskusi bagian ini dengan buku yang ditulis oleh Alexandros Petersen dan Katinka Barysch (Russia, China And The Geopolitics Of Energy In Central Asia). Dalam ulasannya, Rusia telah lama menganggap Asia Tengah menjadi yang “halaman belakang” sendiri, suatu daerah di mana ia secara tradisional menikmati pengaruh politik dan pengaruh ekonomi (Barysch 2011, p. 27). Di kawasan tersebut Rusia berupaya mempertahankan pengaruhnya melalui kontak ekonomi dan bilateral langsung, dan juga melalui membangun organisasi regional (Barysch 2011, p. 27). Keterikatan secara historis, menurut hemat penulis menjadi alasan paling masuk akal bagi Rusia mempertahankan pengaruh politiknya.

(9)

18 Selanjutnya ada ide yang menarik dari pengaruh politik Rusia di Asia Tengah, yakni pembentukan aliansi gas antara Rusia dan Kazakhstan terdapat dalam buku yang ditulis oleh Ariel Cohen (Russian Foreign Policy Kazakhstan: Energy Cooperation With rusia - Oil, Gas and Beyond). Dalam bukunya tersebut dia banyak membahas tentang berbagai kerjasama antara Rusia dan Kazakhstan. Aliansi ini juga betujuan sebagai kartel gas internasional, dimana aliansi ini nantinya mampu mengatur harga gas dunia. Rusia dan Kazakhstan tergabung dalam organisasi negara produsen gas di Asia Tengah atau Eurasian Gas Alliance. Organisasi ini beranggotakan Rusia, Kazakhstan, Uzbekistan, Turkmenistan dan Azerbaijan (Cohen 2006, p. 25).

Rusia membutuhkan aliansi tersebut untuk mempengaruhi kebijakan di pasar gas dunia. Dalam bukunya tersebut dia banyak membahas tentang berbagai kerjasam antara Rusia dan Kazakhstan. Penulis sangat tertarik dengan ulasan Ariel Cohen dalam bukunya, walaupun buku tersebut hanya sekedar mendeskripsikan. Hal inilah yang membuat penilis untuk mengkaji alasan dibalik aliansi tersebut. Penulis sangat tertaik dengan ulasan Cohen dalam bukunya, walaupun buku tersebut hanya sekedar mendeskripsikan. Hal inilah yang membuat penulis untuk mengkaji alasan dibalik aliansi tersebut.

Rusia yang dipandang sebagai kekuatan baru dunia dalam bidang energi ditengah kondisi energi yang semakin menipis. Negara yang sempat collapse ini secara mengejutkan bangkit dari keterpurukan di awal era millenium. Kebangkitan Rusia seperti yang sudah di jelaskan diatas, ditandai dengan bangkitnya ekonomi, hal ini tidak terlepas dari sumbangsih hasil energi. Menarik bagi penulis untuk menelaah kembali jalan terjal perjalanan Rusia dalam mengembalikan masa kejayaan tempo dulu.

Meskipun harus diakui tema tentang fenomena keangkitan Rusia dikancah global telah banyak dikaji. Namun penulis menyadari adanya kekurangan dari

(10)

19 berbagai tulisan-tulisan sebelumnya. Dalam hal ini penulis akan mencoba melengkapi tulisan-tulisan sebelumnya dari sudut pandang geopolitik dan geostrategi, yang lebih dikhususkan dalam ekspansi mineral dan penguatan kembali pengaruh politik Rusia di negara-negara bekas Uni Soviet.

Sebagai jalan penulis menganalisa tema ini, penulis masih mempunyai perhatian terhadap konsep-konsep dari perspektif realism, terlebih konsep geopolitik dan geostraegi. Penulis memilih konsep tersebut untuk menjadi jalan analisa penulis dalam tesis ini. Tanpa memandang sebelah mata terhadap perspektif lainnya, penulis mencermati beberapa perspektif yang memang agak tepat dalam diskusi terkait politik energi rusia terhadap Kazakhstan. Balik lagi ke konsep yang penulis akan gunakan yaitu konsep geopolitik. Alasan penulis memakai konsep ini adalah adanya kebijakan geopolitik Rusia di kawasan Asia Tengah, yang mana Rusia tidak ingin kawasan ini dipengarui oleh kekuatan asing yang lain, seperti Amerika Serikat dan Cina. Dan apabila dicermati juga dengan keinginan presiden Rusia Vladimir Putin yang berkeinginan kembali kembali kejayaan Uni Soviet lalu dengan kebijakan geostrateginya.

Penulis juga sejalan dengan apa yang disebutkan oleh O’Luoghlin dan Talbort, bahwasanya geopolitik yang dilakukan oleh Rusia mencerminkan perilaku yang sama pada masa Uni Soviet (Talbot 2005, p. 25). Penting untuk diketahui kebijakan geopolitik Rusia tidak hanya semata-mata demi kepentingan sumber daya energi, tapi juga demi terciptanya satu identitas tunggal di wilayah bekas Uni Soviet (Talbot 2005, p. 25). Bangkitnya Rusia pada era Putin setidaknya menegaskan kembali pengaruh Rusia di kawasan sekitar Rusia. Lebih lanjut penjejelasan terkait geopolitik Rusia terhadap negara-negara tetangganya akan penulis jelaskan pada bagian kerangka konseptual.

(11)

20 D. Kerangka Konseptual

Keberadaan energi memang sangat terkait dengan kekusaan secara politik dan ekonomi. Menurut pandangan Steven Cohen, ada dua faktor utama untuk memahami: kecanduan akan energi dan konsentrasi kekuasaan ekonomi dan politik dalam bisnis energi (S. Cohen 2013). Kecanduan atau tepatnya ketergantungan energi menjadi salah satu alasan betapa menariknya energi. Penulis sejalan dengan yang dikemukakan oleh Steven Cohen diatas bahwa adanya kecanduan ekonomi, yaitu terkait dengan bisnis yang menguntungkan. Sehingga menimbulkan usaha kreatif suatu negara guna mendapatkan sumber energi. Secara politik pun energi mampu mempengaruhi posisi politik suatu negara (penjelasan selanjutnya dalam kerangka konseptual).

Politik energi merupakan politik dari suatu negara dalam rangka mendapatkan keuntungan ekonomi, pengaruh politik dan akses energi (Gidadhubli 2003, p. 2025). Penguasaan terhadap sumber daya dan pendistribusian energi bisa menjadi daya tarik bagi suatu negara melakukan politik luar negeri.

Rusia merupakan negara adidaya energi yang menggunakan sumber daya sebagai dasar pembangunan ekonomi dan sebagai instrumen untuk melaksanakan kebijakan dalam dan luar negeri (Stanislaw 2008, p. 9). Pernyataan dari Stanislaw barangkali dapat menggambarkan politik energi yang dijalankan oleh Rusia sekarang ini dalam upaya mempengaruhi kebijakan luar negeri terhadap Kazakhstan.

Geopolitik

Konsep geopolitik secara etimologi kata geopolitik berasal dari kata Yunani, yaitu geo berarti bumi dan politeia, poli berarti masayarakat yang berdiri sendiri dan teia berarti urusan (Suradinata 2005, p. 12-14). Sedangkan secara epistimologi geopolitik merupakan studi dari kajian wilayah geografis yang ditujukan untuk menjelaskan, memahami dan memprediksi perilaku politik luar negeri suatu negara.

(12)

21 Kajian geopolitik telah ada sejak abad ke19, ketika ilmu pengetahuan diharapkan dapat memberikan penjelasan dan prediksi yang deterministik (Soros 2007, p. 331). Hal tersebut merupakan analisis politik dalam hubungan dengan fitur geografis seperti akses ke laut atau sumber daya alam.

Menurut tinjauan geopolitik, sebagian besar perilaku negara-negara ditentukan oleh kondisi geografis, politik, dan ekonomi (Soros 2007, p. 331). Menurut Henry Kissinger, akar realism geopolitik sudah dikenal lama sejak masa lampau, bahkan sampai Cardinal Richelieu menyatkan bahwa “negara tidak mempunyai prinsip, hanya kepentingan”. Doktrin ini mempunyai sedikit kesamaan dengan doktrin liassez-faire. Bagi liassez-faire, subyek itu adalah individu partisipan pasar, bagi geopolitik subyek itu adalah negara (Soros 2007, p. 331).

Dari buku Matin John dkk, mereka mendefinisian political geography (politik geografi) sebagai studi tentang proses-proses politik, yang berbeda dengan ilmu politik lainnya, yang penekanannya diberikan kepada pengaruh geografi suatu negara dan analisis spasial (Martin John 2004, p. 4). Definisi tersebut menjelaskan pengaruh yang cukup signifikan bagi suatu negara dalam menentukan kebijakan politik luar negeri, yang terkait dengan kondisi geografis. Menurut penulis dalam definisi tersebut bahwasanya politik luar negeri suatu negara terhadap negara lain sangat ditentukan oleh letak geografii, di samping itu untuk memetakan kekuatan politik negara-negara lainnya.

Selain itu, geopolitik juga mampu membuka rute perdagangan baru dan inovasi teknologi dalam transportasi dan/atau komunikasi, ada secara independen dari motivasi strategis para politisi atau geostrategi mereka (Dannreuther 2010, p. 3). Negara yang melindungi wilayah rumah mereka (dan kuasanya), dan politik mengontrol sumber daya dan jalur transportasi mereka akan meningkatkan dan mempertahankan kekuatan relatif mereka (Dannreuther 2010, p. 3).

(13)

22 Kondisi Asia Tengah yang kurang stabil, namun mempunyai arti penting yang signifikan sebagai domain geopolitik. Tanpa terkecuali Rusia yang memang memandang kawasan ini sebagai “ruang taman belakang” mereka (istilah yang digunakan oleh Alexandros Petersen dan Katinka Barysch). Geopolitik yang cermat akan mengukuhkan posisi politik Rusia dan memang hal itulah yang diinginkan, karena tidak mengherankan bahwa negara-negara di kawasan tersebut masih dipengaruhi oleh bayang-bayang Uni Soviet (Rusia). Secara historis geopolitik sangat berkaitan, bahkan menurut Gearóid Ó Tuathail, kedekatan imprealisme zaman dahulu juga mempengaruhi geopolitik suatu negara (Sloan 2013, p. 163).

Dengan konsep geopolitik ini, penulis berpendapat bahwa Rusia dengan sangat jeli dan cermat mengamati posisi geografisnya. Letak geografis yang bertetangga langsung dangan Kazakhstan merupakan faktor penting bagi suksesnya politik energi terhadap Kazakhstan. Terutama dengan memanfaatkan kondisi geografis Kazahkstan yang landlock atau negara yang terisolasi karena tidak mempunyai laut. Kondisi ini sangat dimanfaatkan oleh Rusia untuk jadi posisi tawar yang lebih baik, karena mau tidak mau Kazakhstan harus mau bekerjasama, khususnya di bidang penyaluran pipa gas. Sedangkan konsep geostrategi, menurut pandangan penulis terdapat adanya dorongan ekspansi terhadap sumber daya alam (ekonomi) mendorong Rusia melakukan politik energi terhadap Kazakhstan.

Konsep geopolitik ini juga membantu penulis menganalisis, adanya keinginan Rusia untuk mengalisis kebijakan geopolitik Rusia yang tertuang dalam kebijakan ekspansi energi. Perilaku ekspansif Rusia terhadap Kazakhstan dapat diketahui dengan adanya upaya politik jalur pipa yang dilakukan oleh Rusia untuk memonopoli jalur distribusi energi (minyak dan gas) Kazakhstan. Seperti yang sudah diketahui bahwa Kazakhstan banyak menyimpan cadangan mineral, diantaranya minyak dan batu bara. Selain itu, Kazakhstan sangat penting untuk pengaruh politik Rusia di Asia tengah.

(14)

23 Posisi Kazakhstan bagi Rusia sangatlah penting, apalagi dalam merebut pengaruh di laut nan kaya sumber daya alam di laut kaspia. Secara logika geopolitik yang didasarkan pada kenyataan bahwa daerah Asia Tengah memiliki posisi geo-strategis penting. Oleh karena itu Rusia cenderung untuk menjaga kredibilitas dan posisi strategis di Kazakhstan. Dengan demikian, Rusia mencoba untuk membatasi upaya aktor eksternal lainnya untuk mempengaruhi pembuatan kebijakan lokal (Ivascenkova 2011, p. 18).

Penggunaan konsep geopolitik sebagai alat analisis guna memberikan dan menanamkan pengaruh terhadap mantan sekutu (Uni Soviet). Hal ini diperlukan untuk memantapkan posisi politik di kawasan tetangga (Mitrova 2014, p. 7). Senada dengan R. G. Gidadhubli, dia juga memaparkan Rusia menggunakan energi dalam kebijakan geopolitik dan geostrategi di Asia Tengah (Gidadhubli 2003, p. 2025). Penekanan analisa penulis terkait dengan politik energi Rusia terhadap Kazakhstan, yaitu pada kebijakan ekspansi (investasi dan politik jalur pipa) sebagai instrumen dasar penulis dalam menganalisa tesis ini.

Disamping konsep geopolitik penulis juga menyajikan konsep near abroad policy. Penggunaan konsep ini ditujukan guna memperoleh analisis yang lebih mendalam lagi tentang tema tesis ini.

Near Abroad Policy

Kebijakan near abroad dalam tatanan geopolitik memberi pengaruh signifikan pada keberhasilan Rusia dalam merangkul negara-negara tetangga. Dalam perspektif eurasianist mengungkapkan bahwa Rusia membutuhkan kerjasama yang solid dengan dengan negara-negara tetangganya bila mereka ingin mengulang kembali masa kejayaan seperti era Uni Soviet lalu.

Kebijakan Rusia terkait dengan near abroad policy di bidang energi dilakukan dengan dua macam cara, yaitu Coercive Energy Policy dan Cooperative Energy

(15)

24 Policy. Menurut Ryan C. Maness Coercive Energy Policy dilakukan jika negara-negara tetangga tidak lagi mau bekerjasama dengan Rusia dan cenderung berpaling kepada Barat khususnya Amerika Serikat. Amerika Serikat dan Rusia selalu terlibat dalam persaingan, isu-isu yang berkaitan dengan energi dalam ruang pasca-Soviet yang melibatkan Amerika Serikat menjadi sangat menonjol, yang dapat menyebabkan kebijakan energi koersif luar negeri yang terlalu politik dan ekonomi terhadap tetangga dekat yang kian dekat dengan pemerintah Amerika Serikat atau perusahaan-perusahaan energinya (Maness 2013, p. 46-47). Kebijakan koersif Rusia telah diberlakukan di negara trans Kaukasus, Krimea, dan yang terbaru Ukraina di provinsi Donetsk.

Sedangakan Cooperative Energy Policy merupakan kebijakan dengan melakkukan kerjasama dengan para tetangga dekat yang dekat dengan Rusia. Rusia cenderung mempertahankan pengaruhnya melalui kebijakan Cooperative Energy Policy, hal ini terlihat jelas dengan hubungan yang cukup harmonis antara Rusia dengan Kazakhstan.

Keinginan Rusia untuk mengontrol cadangan energi di Kazakhstan dan Asia Tengah pada umumnya. Bisa dilihat dari pergeseran kebijakan luar negeri Rusia terhadap pendekatan yang lebih lembut dalam hubungan bilateral dengan Kazakhstan. Rusia berusaha untuk mempertahankan rezim yang sedang berkuasa karena ramah dengan Rusia (Ivascenkova 2011, p. 17). Oleh karena itu secara serius Rusia mendukung pemerintahan Nazarbayev dan yang sedang berusaha untuk mempercepat Kazakhstan melalui kerjasama ekonomi yang menguntungkan (Ivascenkova 2011, p. 17-18). Rusia mengejar kerjasama ekonomi dalam rangka meningkatkan pengaruhnya di Kazakhstan dan untuk mempromosikan kepentingan melalui hubungan ekonomi.

E. Argumen Utama

Rusia melakukan politik energy (ekspansi) terhadap Kazkhstan dengan cara investasi dan politik jalur pipa (Cooperative Energy Policy) untuk mendapatkan akses

(16)

25 energi dan menjadi mitra utama Kazakhstan dalam distribusi energi. Selain itu secara geopolitik Rusia ingin mempertahankan posisi politiknya terhadap Kazakhstan melalui politik energi terhadap Kazakhstan.

F. Jangkauan penelitian

Jangkauan penulisan dalam penelitian ini digunakan untuk menghindari penyimpangan pembahasan yang terlalu jauh dan tetap konsisten dengan argumen utama untuk menjawab pokok permasalahan yang telah diajukan. Jangka waktu penelitian ini bertolak dari era presiden Putin dari tahun 2001 sampai sekarang, sehingga batasan waktunya terfokus dan spesifik. Namun tidak menutup kemungkinan untuk memasukkan peristiwa yang terjadi di luar kurun waktu tersebut yang masih relevan dengan fenomena penelitian dalam tesis ini.

G. Sistematika Penulisan

Bab I berisi tentang bab pendahuluan yang terdiri dari sembilan poin tentang, latar belakang masalah, rumusan masalah, kerangka teori, literatur review, argumen utama, metode penilitaian dan sistematika penulisan.

Bab II merupakan analisis politik energi Rusia terhadap Kazakhstan. Mulai dari pengaruh Presiden Putin, nasionalisasi perusahaan energi swasta, dan Re-orientasi politik luar negeri Rusia dibawah Presiden Putin. Adapun analisis politik energi Rusia adalah mempertahankan suplai energi, ekspansi ke luar dan investasi ke ladang energi milik Kazakhstan (menguatkan posisi perusahaan Rusia), serta melakukan kebijakan politik jalur pipa dengan cara monopoli kontrol atas jalur pipa tersebut.

Bab III membahas pengaruh energi Rusia sebagai tujuan pencapaian ekonomi dan pengaruh politik terhadap Kazakhstan. Pada bab ini juga membahas berbagai kerjasama energi antara Rusia dan Kazakhstan, dalam upaya pengelolaan bersama transportasi energi dan gas milik Kazakhstan.

(17)

26 Bab IV merupakan kesimpulan dari analisis dari semua bab sebelumnya.

Referensi

Dokumen terkait

Perusahaan yang terhubung secara politik dengan hak istimewa yang dimiliki tidak meningkatkan nilai Tobins’Q karena adanya keistimewaan tersebut seperti memiliki

7.Hasil Revisi Uji Coba Lapangan Utama Berdasarkan hasil uji coba lapangan utama menyatakan bahwa alat permainan edukatif ular tangga matematika sudah layak dan baik

Tujuan dari isi paper ini adalah untuk menganalisa unjuk kerja sistem kompresi citra grayscale asli, apakah informasi data citra hasil rekonstruksi benar-benar dapat

Ruang lingkup dalam artikel ini mencakup: (1) analisis, perancangan dan implementasi piranti lunak aplikasi internet radio yang berfungsi mengelola data audio yang ada dalam

Posted at the Zurich Open Repository and Archive, University of Zurich. Horunā, anbēru, soshite sonogo jinruigakuteki shiten ni okeru Suisu jin no Nihon zō. Nihon to Suisu no kōryū

Berdasarkan pengamatan kemampuan berbahasa siswa pada siklus 1 telah mengalami peningkatan dari pratindakan walaupun belum mencapai persentase KKM yang telah ditentukan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui uji aktivitas antimikroba ekstrak etanol buah Mengkudu (Morinda citrifolia L.) terhadap Salmonella Thypi dan Escherichia