• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

10 2.1 Landasan Teori

2.1.1 Kebijakan Otonomi Daerah

Dalam UU No. 32 Tahun 2004 pasal 1 dijelaskan bahwa otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Lebih lanjut (Halim dan M. Syam Kusufi, 2012) menerangkan bahwa yang dimaksud dengan daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.

Tujuan utama pembentukan pemerintah di daerah pada prinsipnya adalah untuk lebih memberdayakan peran serta pemerintah dan masyarakat di daerah dalam pembangunan wilayah. Mardiasmo (2003:59) menyatakan bahwa tujuan utama penyelenggaraan otonomi daerah adalah untuk meningkatkan pelayanan publik dan memajukan perekonomian daerah.

UU No. 32 Tahun 2004 menyatakan bahwa pemberian otonomi pada daerah kabupaten dan daerah kota didasarkan pada asas desentralisasi dalam wujud otonomi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab. Kewenangan otonomi luas adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang

(2)

mencakup kewenangan semua bidang, kecuali kewenangan di bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama. Disamping itu, keleluasaan otonomi mencakup pula kewenangan yang utuh dan bulat dalam penyelenggaraan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan,pengendalian, dan evaluasi.

Otonomi nyata adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintahan di bidang tertentu yang secara nyata ada dan diperlukan serta tumbuh, hidup, dan berkembang di daerah, sedangkan yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggung jawab adalah berupa perwujudan pertanggungjawaban sebagai konsekuensi pemberian hak dan kewenangan kepada daerah dalam wujud tugas dan kewajiban yang harus dipikul oleh daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi, berupa peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan, serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar-daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

2.1.2 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

Klasifikasi APBD berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Adapun bentuk dan susunan APBD yang didasarkan pada Permendagri 13/2006 pasal 22 ayat (1) terdiri dari 3 bagian, yaitu “pendapatan daerah, belanja daerah dan pembiayaan daerah”.

(3)

Pendapatan daerah sebagaimana dimaksud pada pasal 22 ayat (1) dikelompokkan atas pendapatan asli daerah, dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Belanja menurut kelompok belanja terdiri atas belanja tidak langsung dan belanja langsung. Pembiayaan daerah terdiri atas penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan. Penerimaan pembiayaan mencakup sisa lebih perhitungan anggaran tahun anggaran sebelumnya (SILPA), pencairan dana cadangan, hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, penerimaan pinjaman daerah, penerimaan kembali pemberian pinjaman, dan penerimaan piutang daerah. Pengeluaran pembiayaan mencakup pembentukan dana cadangan, penyertaan modal (investasi) pemerintah daerah, pembayaran pokok piutang, dan pemberian pinjaman daerah (Permendagri 13/2006).

Pemahaman APBD terus bergulir dari orde lama sampai pada era pasca reformasi. Di era orde lama Halim (2007:19) mengatakan bahwa APBD adalah rencana operasional keuangan pemerintah daerah, dimana pada satu pihak menggambarkan perkiraan pengeluaran setinggi-tingginya guna membiayai kegiatan-kegiatan dan proyek-proyek daerah selama satu tahun anggaran tertentu, dan di pihak lain menggambarkan perkiraan dan sumber-sumber penerimaan daerah guna menutupi pengeluaran-pengeluaran yang dimaksud.

2.1.3 Tinjauan Umum Mengenai Pajak 2.1.3.1 Pengertian Pajak

Pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Andriani (dalam IAI 2012:1) menyatakan:

(4)

"Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan."

Pengertian pajak menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH (dalam IAI 2012:1) adalah:

"Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa imbal (kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum,"

Pengertian pajak menurut Soeparman Soemahamidjaja (dalam Mardiasmo, 2003:1) adalah:

“Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.”

Sedangkan Pengertian pajak menurut pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No. 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) adalah:

“Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”

Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri yang melekat pengertian pajak, adalah:

1. Pajak dipungut berdasarkan (dengan kekuatan) Undang-Undang serta aturan pelaksanaannya yang sifatnya dapat dipaksakan,

(5)

individual oleh pemerintah.

3. Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

4. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public investment.

5. Pajak dapat pula mempunyai tujuan selain budgeter, yaitu fungsi mengatur.

2.1.3.2 Aspek Ekonomi dari Perpajakan

Dari sudut pandang ekonomi, pajak merupakan penerimaan negara yang digunakan untuk mengarahkan kehidupan masyarakat menuju kesejahteraan. Pajak sebagai motor penggerak kehidupan ekonomi masyarakat (Waluyo, 2008:3).

Ditinjau secara mikro ekonomi pajak merupakan peralihan uang (harta) dari sektor swasta/individu ke sektor masyarakat/pemerintah tanpa ada imbalan yang secara langsung dapat ditunjuk. Pajak mengurangi daya beli individu, sehingga pajak dapat mengubah pola konsumsi dan pola hidup individu.

Ditinjau dari makro ekonomi pajak untuk membiayai kepentingan umum masyarakat sehingga memberi dampak yang sangat besar bagi perekonomian masyarakat, pajak dapat mempengaruhi harga, pasar, sistem pengupahan, pengangguran, kesejahteraan masyarakat dan sebagainya. Jadi pajak sebagai

(6)

sumber penerimaan pemerintah kemudian untuk kegiatan pembangunan dipakai untuk membiayai pengeluaran pemerintah/publik.

2.1.3.3 Fungsi Pajak

Berdasarkan pada pengertian pajak yang telah dipaparkan di atas, dapat disimpulkan bahwa fungsi pajak adalah sebagai sumber pendapatan negara guna membiayai pengeluaran-pengeluaran umum negara untuk kesejahteraan masyarakat.

Selain itu, fungsi pajak yang dipaparkan oleh Suandy (2005:14) adalah sebagai berikut:

1. Fungsi Budgetair/Finansial

Fungsi budgetair/finansial yaitu memasukkan uang sebanyak-banyaknya ke kas negara, dengan tujuan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara.

2. Fungsi Regulerend/Fungsi Mengatur

Fungsi regulerend/fungsi mengatur yaitu pajak digunakan sebagai alat untuk mengatur baik masyarakat di bidang ekonomi, sosial maupun politik dengan tujuan tertentu.

2.1.3.4 Asas-Asas Pemungutan Pajak

Asas-asas pemungutan pajak yang dituliskan oleh Adam Smith dalam bukunya yang kemudian dikenal dengan nama The Four Cannons atau The Four Maxims(Suandy, 2005:27)adalah sebagai berikut:

(7)

1. Equality

Pembebanan pajak di antara subjek pajak hendaknya seimbang dengan kemampuannya, yaitu seimbang dengan penghasilan yang dinikmatinya di bawah perlindungan pemerintah. Dalam hal equity ini tidak diperbolehkan suatu negara mengadakan diskriminasi di antara sesama Wajib Pajak. Dalam keadaan yang sama Wajib Pajak harus diperlakukan sama dan dalam keadaan berbeda Wajib Pajak harus diperlakukan berbeda.

2. Certainty

Pajak yang dibayar oleh Wajib Pajak harus jelas dan tidak mengenal kompromi (not arbitrary). Dalam asas ini kepastian hukum yang diutamakan adalah mengenai subjek pajak, objek pajak, tarif pajak, dan ketentuan mengenai pembayarannya.

3. Convenience of Payment

Pajak hendaknya dipungut pada saat yang paling baik bagi Wajib Pajak, yaitu pada saat sedekat-dekatnya dengan saat diterimanya penghasilan/keuntungan yang dikenakan pajak.

4. Economic of Collections

Pemungutan pajak hendaknya dilakukan sehemat (seefisien) mungkin, jangan sampai biaya pemungutan pajak lebih besar dari penerimaan pajak itu sendiri. Karena tidak ada artinya pemungutan pajak kalau biaya yang dikeluarkan lebih besar dari penerimaan pajak yang akan diperoleh.

(8)

Sedangkan asas pemungutan pajak yang dipaparkan oleh Mardiasmo (2003:7) di dalam bukunya adalah sebagai berikut:

1. Asas Domisili (asas tempat tinggal)

Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan Wajib Pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Asas ini berlaku untuk Wajib Pajak dalam negeri.

2. Asas Sumber

Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak.

3. Asas Kebangsaan

Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara. Misalnya pajak bangsa asing di Indonesia dikenakan pada setiap orang yang bukan berkebangsaan Indonesia yang bertempat tinggal di Indonesia. Asas ini berlaku bagi Wajib Pajak Luar Negeri.

2.1.3.5 Teori Pemungutan Pajak

Menurut Meliala (2007:9-10) beberapa teori pajak yang dikemukakan oleh para ahli sebagai dasar pemungutan pajak adalah sebagai berikut:

1. Teori Asuransi

Teori ini mengatakan bahwa pajak itu diibaratkan sebagai suatu premi asuransi yang harus dibayar oleh setiap warga negara, karena warga negara tersebut telah mendapatkan perlindungan atas hak-haknya dari pemerintah

(9)

yaitu keselamatan jiwa dan raganya. Tetapi sekarang teori ini sudah tidak dipakai lagi karena tidak tepat dan bertentangan dengan sifat pajak yang diartikan bahwa untuk pembayaran pajak tersebut rakyat tidak meminta imbalannya secara langsung sebagaimana layaknya yang dilakukan oleh perusahaan asuransi.

2. Teori Kepentingan

Menurut teori ini, yang harus membayar pajak adalah orang yang berkepentingan, dan besarnya pajak yang dibayar sesuai dengan besarnya kepentingan Wajib Pajak yang dilindungi. Teori ini tidak sesuai lagi dan ditinggalkan orang karena tidak sesuai dengan sifat pajak, dimana kadang-kadang yang berkepentingan adalah orang yang tidak mampu yang justru dilindungi oleh negara, misalnya rakyat miskin yang memerlukan jaminan sosial, sehingga disini terdapat kepentingan yang saling bertentangan. Di satu pihak, negara mempunyai kepentingan untuk menghimpun dana dari pajak, tetapi di lain pihak orang yang mempunyai kepentingan ini tidak mampu membayarnya. Sedangkan menurut teori, seharusnya merekalah yang lebih banyak membayar pajak oleh karena itu tidak sesuai dengan kenyataannya.

3. Teori Daya Pikul

Menurut teori daya pikul semua warga negara harus membayar pajak, dimana besar kecilnya pajak tersebut harus sesuai dengan daya pikul seseorang. Yang termasuk dalam daya pikul ini adalah segala macam beban pengeluaran dan tanggungan keluarganya, dan ini baru dapat dipikul

(10)

bila seseorang mempunyai penghasilan. Daya pikul seseorang tergantung dari pendapatan yang diperolehnya, susunan keluarga, dan jumlah kekayaan yang dimilikinya.

4. Teori Daya Beli

Teori ini mengatakan bahwa setiap warga negara harus membayar berdasarkan kemampuan membelinya, apabila data belinya besar berarti pendapatannya cukup besar juga, kemudian dari daya beli tersebut oleh negara (dalam bentuk pajak) disalurkan kembali kepada masyarakat. Jadi pajak ini berasal dari rakyat sesuai dengan kemampuannya yang kemudian kembali kepada rakyat yang disalurkan negara melalui pembangunan dan sebagainya.

5. Teori Bakti

Teori ini mengutamakan kepentingan negara yang merupakan suatu kesatuan dari individu-individu dimana setiap warga negara terikat kepada pemerintahnya, sehingga negara mempunyai hak atas warganya dan memungkinkan secara mutlak untuk memungut pajak dari rakyatnya. Sebaliknya rakyat secara sadar membayar pajak karena menyadarinya sebagai kewajiban asli untuk membuktikan tanda baktinya kepada negara.

2.1.3.6 Jenis-Jenis Pajak

Pajak dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok, yaitu: 1. Menurut golongan, adalah sebagai berikut:

(11)

a. Pajak langsung, adalah pajak yang pembebanannya tidak dapat dilimpahkan kepada pihak lain, harus dipikul sendiri oleh wajib pajak yang bersangkutan. Contoh : pajak penghasilan.

b. Pajak tidak langsung, adalah pajak yang dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada pihak lain. Contoh : pajak pertambahan nilai. 2. Menurut sifat, adalah sebagai berikut:

a. Pajak subjektif, adalah pajak yang berpangkal pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh : pajak penghasilan.

b. Pajak objektif, adalah pajak yang berpangkal objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

3. Menurut pemungut dan pengelolanya, adalah sebagai berikut:

a. Pajak pusat, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Pajak negara yang berlaku di Indonesia sampai saat ini adalah:

1) Pajak Penghasilan (PPh), dasar hukum pengenaan pajak penghasilan adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008.

2) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM), dasar hukum pengenaan PPN dan PPn BM adalah Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1983

(12)

sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2009. Undang-Undang PPN dan PPn BM efektif mulai berlaku sejak tanggal 1 April 1985 dan merupakan pengganti Undang-Undang Pajak Penjualan 1951. 3) Bea materai, dasar hukum pengenaan bea materai adalah

Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1985. Undang-Undang tersebut mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1986 menggantikan Aturan Bea Materai 1921 (Zegelverordening 1921). 4) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dasar hukum pengenaan PBB

adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah terakhir Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1994. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1994 tersebut akan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku paling lambat 31 Desember 2013 sehubungan dengan peralihan wewenang pemungutan PBB-P2 dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah.

b. Pajak daerah, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Contoh : Pajak Reklame, Pajak Hiburan, Pajak Hotel dan Restoran dll.

2.1.4 Pajak Daerah

Pajak daerah merupakan salah satu pos yang memberikan kontribusi terhadap pendapatan asli daerah (PAD). Pajak daerah dipungut pemerintah daerah

(13)

digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah masing-masing. Dasar hukum pengenaan pajak daerah adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

2.1.4.1 Pengertian Pajak Daerah

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Pasal 1 ayat 10:

“Pajak daerah, yang selanjutnya disebut pajak, adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”

Pajak daerah merupakan pajak yang ditetapkan oleh pemerintah daerah dengan peraturan daerah (Perda), yang wewenang pemungutannya dilaksanakan oleh pemerintah daerah dan hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah daerah dalam melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerah (Siahaan, 2010).

Wewenang pemungutan pajak daerah terletak di tangan pemerintah daerah untuk kepentingan pembiayaan rumah tangga pemerintah daerah tersebut.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 1 ayat 1:

“Daerah otonom, yang selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.”

(14)

2.1.4.2 Jenis-Jenis Pajak Daerah

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:

1. Pajak provinsi terdiri atas: a) Pajak Kendaraan Bermotor

Pajak kendaraan bermotor adalah pajak atas kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor adalah semua kendaraan beroda beserta gandengannya yang digunakan di semua jenis jalan darat, dan digerakkan oleh peralatan teknik berupa motor atau peralatan lainnya yang berfingsi untuk mengubah suatu sumber daya energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan, termasuk alat-alat berat dan alat-alat besar yang dalam operasinya menggunakan roda dan motor dan tidak melekat secara permanen serta kendaraan bermotor yang dioperasikan di air. b) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor

Bea balik nama kendaraan bermotor adalah pajak atas penyerahan hak milik kendaraan bermotor sebagai akibat perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar menukar, hibah, warisan, atau pemasukan ke dalam badan usaha.

c) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor

Pajak bahan bakar kendaraan bermotor adalah pajak atas penggunaan bahan bakar kendaraan bermotor. Bahan bakar

(15)

kendaraan bermotor adalah semua jenis bahan bakar cair atau gas yang digunakan untuk kendaraan bermotor.

d) Pajak Air Permukaan

Pajak air permukaan adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air permukaan. Air permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah, tidak termasuk air laut, baik yang berada di laut maupun di darat.

e) Pajak Rokok

Pajak rokok adalah pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh Pemerintah.

2. Pajak Kabupaten/Kota terdiri atas: a) Pajak Hotel

Pajak hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel. Hotel adalah fasilitas penyedia jasa penginapan/peristirahatan termasuk jasa terkait lainnya dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga motel, losmen, gubuk pariwisata, wisma pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan dan sejenisnya, serta rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari 10 (sepuluh).

b) Pajak Restoran

Pajak restoran adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh restoran. Restoran adalah fasilitas penyedia makanan dan/atau minuman dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga rumah

(16)

makan, kafetaria, kantin, warung, bar, dan sejenisnya termasuk jasa boga/katering.

c) Pajak Hiburan

Pajak hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan. Hiburan adalah semua jenis tontonan, pertunjukan, permainan, dan/atau keramaian yang dinikmati dengan dipungut bayaran.

d) Pajak Reklame

Pajak reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame. Reklame adalah benda, alat, perbuatan, atau media yang bentuk dan corak ragamnya dirancang untuk tujuan komersial memperkenalkan, menganjurkan, mempromosikan, atau untuk menarik perhatian umum terhadap barang, jasa, orang, atau badan, yang dapat dilihat, dibaca, didengar, dirasakan, dan/atau dinikmati oleh umum.

e) Pajak Penerangan Jalan

Pajak penerangan jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun diperoleh dari sumber lain. f) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan

Pajak mineral bukan logam dan batuan adalah pajak atas kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan, baik dari sumber alam di dalam dan/atau permukaan bumi untuk dimanfaatkan. g) Pajak Parkir

Pajak parkir adalah pajak atas penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha

(17)

maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor.

h) Pajak Air Tanah

Pajak air tanah adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah. Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau bantuan di bawah permukaan tanah.

i) Pajak Sarang Burung Walet

Pajak sarang burung walet adalah pajak atas kegiatan pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet.

j) Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan

Pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.

k) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan adalah pajak atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan.

2.1.4.3 Sistem Pemungutan Pajak Daerah

Sistem pemungutan pajak daerah dapat dibagi menjadi dua yaitu sistem official assessment dan self assessment (Suandy, 2005:239).

(18)

Pemungutan pajak daerah berdasarkan penetapan Kepala Daerah dengan menggunakan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) atau dokumen lainnya yang dipersamakan. Wajib pajak setelah menerima SKPD atau dokumen lain yang dipersamakan tinggal melakukan pembayaran menggunakan Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD) pada kantor pos atau bank persepsi. Jika Wajib Pajak tidak atau kurang membayar akan ditagih menggunakan Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD).

2) Sistem Self Assessment

Wajib Pajak menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri pajak daerah yang terutang. Dokumen yang digunakan adalah Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD). SPTPD adalah formulir untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan pajak yang terutang. Jika Wajib Pajak tidak atau kurang membayar atau terdapat selisis atau salah tulis dalam SPTPD maka akan ditagih menggunakan Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD).

2.1.5 Retribusi Daerah

Retribusi daerah merupakan salah satu pos yang memberikan kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dasar hukum pengenaan pajak daerah adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah:

(19)

“Retribusi daerah, yang selanjutnya disebut retribusi, adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan”.

Selain itu, ada beberapa ciri yang melekat pada retribusi daerah yang dipaparkan oleh Marihot (2010:6) adalah sebagai berikut:

1. Retribusi merupakan pungutan yang dipungut berdasarkan undang-undang dan peraturan daerah yang berkenan.

2. Hasil penerimaan retribusi masuk kekas pemerintah daerah.

3. Pihak yang membayar retribusi mendapatkan kontra prestasi (balas jasa) secara langsung dari pemerintah daerah atas pembayaran yang dilakukannya.

4. Retribusi terutang apabila ada jasa yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah yang dinikmati oleh orang atau badan.

5. Sanksi yang dikenakan secara ekonomis, yaitu jika tidak membayar retribusi, tidak akan memperoleh jasa yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah.

2.1.5.1 Jenis-Jenis Retribusi Daerah

Sesuai Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 108 Ayat 2-4, Retribusi daerah dibagi atas tiga golongan atau jenis, sebagaimana disebut dibawah ini.

1. Retribusi Jasa Umum

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 34 tahun 2000 Pasal 18 ayat 3 huruf a, retribusi jasa umum ditetapkan dengan kriteria-kriteria sebagai berikut:

(20)

a) Retribusi jasa umum bersifat bukan pajak dan bersifat bukan retribusi jasa usaha atau retribusi perizinan tertentu.

b) Jasa yang bersangkutan merupakan kewenangan daerah dalam rangka pelaksanaan asas desentralisasi.

c) Jasa tersebut memberikan manfaat khusus bagi orang pribadi atau badan yang diharuskan membayar retribusi, disamping untuk melayani kepentingan dan kemanfatan umum.

d) Jasa terebut layak untuk dikenakan retribusi.

e) Retribusi tersebut tidak bertentangan dengan kebijakan nasional mengenai penyelenggaraannya.

f) Retribusi dapat dipungut secara efektif dan efisien serta merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang potensial.

g) Pemungutan retribusi memungkinkan penyediaan jasa tersebut dengan tingkat dan atau kualitas pelayanan yang lebih baik.

Jenis-jenis retribusi jasa umum yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, yang meliputi :

a) Retribusi pelayanan kesehatan

b) Retribusi pelayanan persampahan/kebersihan

c) Retribusi penggantian biaya cetak kartu tanda penduduk dan akta catatan sipil

d) Retribusi pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat e) Retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum

(21)

g) Retribusi pengujian kendaraan bermotor

h) Retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran i) Retribusi penggantian biaya cetak peta

j) Retribusi penyediaan dan atau penyedotan kakus k) Retribusi pengolahan limbah cair

l) Retribusi pelayanan tera/tera ulang m) Retribusi pelayanan pendidikan

2. Retribusi Jasa Usaha

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 34 tahun 2000 Pasal 18 ayat 3 huruf b, retribusi jasa usaha ditentukan berdasarkan kriteria-kriteria sebagai berikut:

a) Retribusi jasa usaha bersifat bukan pajak dan bersifat bukan retribusi jasa umum atau retribusi perizinan tertentu.

b) Jasa yang bersangkutan adalah jasa yang bersifat komersial yang seyogyanya disediakan oleh sektor swasta, tetapi belum memadai atau terdapatnya harta yang dimiliki/dikuasai daerah yang belum dimanfaatkan secara penuh oleh pemerintah daerah.

Jenis-jenis retribusi jasa usaha yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 127-138, meliputi :

a) Retribusi pemakaian kekayaan daerah b) Retribusi pasar grosir dan atau pertokoan c) Retribusi tempat pelelangan

(22)

e) Retribusi tempat khusus parkir

f) Retribusi tempat penginapan/ pesanggrahan/villa g) Retribusi rumah potong hewan

h) Retribusi pelayanan kepelabuhan i) Retribusi tempat rekreasi dan olahraga j) Retribusi penyebrangan di air

k) Retribusi penjualan produksi usaha daerah 3. Retribusi Perizinan Tertentu

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 34 tahun 2000 Pasal 18 ayat 3 huruf c, retribusi perizinan tertentu ditentukan berdasarkan kriteria-kriteria sebagai berikut:

a) Perizinan tersebut tersebut termasuk kewenangan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah dalam rangka desentralisasi. b) Perizinan tersebut benar-benar diperlukan guna melindungi

kepentingan umum

c) Biaya yang menjadi beban daerah dalam penyelenggaraan izin tersebut dari biaya untuk menanggulangi dampak negatif dari pemberian izin tersebut cukup besar sehingga layak dibiayai dari retribusi perizinan.

Jenis-jenis retribusi perizinan tertentu yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 141-146, meliputi :

a) Retribusi izin mendirikan bangunan

(23)

c) Retribusi izin gangguan d) Retribusi izin trayek

e) Retribusi izin usaha perikanan

2.1.5.2 Objek Retribusi Daerah

Objek retribusi daerah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 terdiri dari:

1) Jasa umum yaitu jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.

2) Jasa usaha yaitu jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah, dengan menganut prinsip- prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta.

3) Perizinanan tertentu yaitu kegiatan tertentu pemerintah daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian, dan pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.

2.1.5.3 Subjek Retribusi Daerah

(24)

1) Retribusi jasa umum adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan/menikmati pelayanan jasa umum yang bersangkutan.

2) Retribusi jasa usaha adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh izin tetentu dari pemerintah daerah.

3) Retribusi perizinan tertentu adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh izin tertentu dari pemerintah daerah.

2.1.5.4 Prinsip dan Sasaran Penetapan Tarif Retribusi Daerah

Prinsip dan sasaran penetapan tarif jenis retribusi daerah menurut Pasal 21 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 dan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 Pasal 8-10, meliputi:

1. Tarif retribusi jasa umum ditetapkan berdasarkan kebijakan daerah dengan mempertimbangkan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan masyarakat, dan aspek keadilan.

2. Retribusi jasa usaha berdasarkan pada tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak. Keuntungan yang layak adalah keuntungan yang diperoleh apabila pelayanan jasa usaha tersebut dilakukan secara efisien dan berorientasi pada harga pasar.

3. Tarif retribusi perizinan tertentu, berdasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian izin yang bersangkutan.

(25)

2.1.6 Sumber Pendapatan Daerah

Di era otonomi daerah seperti saat ini, pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk menggali lebih luas, mengelola dan menggunakan sumber daya alam serta potensi-potensi lain yang terdapat di daerahnya sendiri, untuk mendukung pelaksanaan pemerintahan dan pembangunannya. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Pasal 5, pendapatan daerah bersumber dari:

1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) 2. Dana Perimbangan

3. Lain-lain Pendapatan Daeah yang Sah

2.1.6.1 Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Penerimaan daerah adalah semua penerimaan daerah dalam bentuk peningkatan aktiva atau penurunan utang dari berbagai sumber dalam periode tahun anggaran bersangkutan. Pendapatan asli daerah merupakan salah satu sumber penerimaan daerah yang mempunyai peranan penting dalam pembangunan. Pendapatan asli daerah adalah pendapatan yang diperoleh dari sumber-sumber pendapatan daerah dan dikelola sendiri oleh pemerintah daerah. Pendapatan asli daerah adalah penerimaan yang diperoleh dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku (Iskandar, 2012:126).

(26)

Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Pasal 6, Pendapatan Asli Daerah (PAD) bersumber dari:

1. Pajak daerah 2. Retribusi daerah

3. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan 4. Lain-lain PAD yang sah

Desentralisasi pemerintahan mengakibatkan pemerintah daerah harus berupaya untuk menggali lebih luas, mengelola dan menggunakan sumber daya alam serta potensi-potensi lain yang terdapat di daerahnya sendiri, hal ini dilakukan untuk memperoleh pendapatan guna membiayai pengeluaran-pengeluaran umum rumah tangga daerah tersebut. Salah satu sumber pendapatan daerah berasal dari pendapatan asli daerah. Pendapatan asli daerah merupakan tulang punggung pembiayaan daerah, oleh karenanya kemampuan melaksanakan ekonomi diukur dari besarnya kontribusi yang diberikan oleh pendapatan asli daerah terhadap APBD.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Pasal 3:

“PAD bertujuan memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi Daerah sebagai perwujudan Desentralisasi.”

2.1.6.2 Dana Perimbangan

(27)

“Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.”

Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Pasal 10, dana perimbangan teridiri atas:

1. Dana Bagi Hasil 2. Dana Alokasi Umum 3. Dana Alokasi Khusus

2.1.6.3 Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah

Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Pasal 43, lain-lain pendapatan terdiri atas pendapatan hibah dan pendapatan dana darurat. Pendapatan hibah merupakan bantuan yang tidak mengikat. Sedangkan Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Pasal 1 disebutkan bahwa hibah adalah penerimaan daerah yang berasal dari pemerintah negara asing, badan/lembaga asing, badan/lembaga internasional, pemerintah, badan/lembaga dalam negeri atau perseorangan, baik dalam bentuk devisa, rupiah maupun barang dan/atau jasa, termasuk tenaga ahli dan pelatihan yang tidak perlu dibayar kembali. Dana darurat adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan kepada daerah yang mengalami bencana nasional, peristiwa luar biasa, dan/atau krisis solvabilitas.

(28)

2.1.7 Belanja Publik

Belanja daerah adalah belanja yang tertuang dalam APBD yang diarahkan untuk mendukung penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan. Secara umum belanja daerah dapat dikategorikan ke dalam belanja aparatur dan belanja publik. Belanja publik merupakan belanja yang penggunaannya diarahkan dan dinikmati langsung oleh masyarakat. Meskipun demikian, seiring perubahan peraturan perundang-undangan di bidang administrasi pengelolaan keuangan daerah sejak pemberlakuan Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2003 yang selanjutnya diganti dengan Permendagri No. 13 Tahun 2006, kategorisasi belanja daerah selalu mengalami perubahan nama.

Belanja daerah adalah semua pengeluaran kas dalam periode tahun anggaran tertentu yang menjadi beban daerah. Belanja daerah adalah semua kewajiban daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan (Halim, 2004;70).

Klasifikasi belanja pemerintah daerah menurut kelompok belanja berdasarkan Kepmendagri No 29 Thn 2002 Pasal 2 ayat (3) dalam APBD terdiri dari :

1. Belanja Aparatur Daerah adalah bagian belanja berupa : Belanja Administrasi Umum, Belanja Operasi dan Pemeliharaan, serta Belanja Modal/Pembangunan yang dialokasikan pada atau digunakan untuk membiayai kegiatan yang hasil (outcome), manfaat (benefit), dan

(29)

dampaknya (impact) tidak secara langsung dinikmati oleh masyarakat (publik).

2. Belanja Pelayanan Publik adalah bagian belanja berupa : Belanja Administrasi Umum, Belanja Operasi dan Pemeliharaan, serta Belanja Modal/Pembangunan yang dialokasikan pada atau digunakan untuk membiayai kegiatan yang hasil (outcome), manfaat (benefit), dan dampaknya (impact) secara langsung dinikmati oleh masyarakat (publik).

2.1.7.1 Belanja Administrasi Umum

Belanja administrasi umum adalah semua pengeluaran pemerintah daerah yang tidak berhubungan secara langsung dengan aktivitas atau pelayanan publik dan bersifat periodik.

Kelompok belanja administrasi umum terdiri dari 4 jenis belanja, yaitu : 1. Belanja pegawai/personalia

2. Belanja barang dan jasa 3. Belanja perjalanan dinas 4. Belanja pemeliharaan

Belanja Pegawai/Personalia

Jenis belanja pegawai/personalia merupakan belanja pemerintah daerah untuk orang/personel yang tidak berhubungan secara langsung dengan aktivitas atau dengan kata lain merupakan biaya tetap pegawai.

(30)

Jenis belanja pegawai/personalia untuk bagian belanja pelayanan publik meliputi objek belanja :

a. Belanja tetap dan tunjangan pimpinan dan anggota DPRD b. Gaji dan tunjangan kepala daerah/wakil kepala daerah c. Gaji dan tunjangan pegawai daerah

d. Biaya perawatan dan pengobatan

e. Biaya pengembangan sumber daya manusia

Belanja Barang dan Jasa

Belanja barang dan jasa merupakan belanja pemerintah daerah untuk penyediaan barang dan jasa.

Jenis belanja barang dan jasa untuk bagian belanja pelayanan publik terdiri atas objek belanja berikut ini :

a. Biaya bahan pakai habis kantor b. Biaya jasa kantor

c. Biaya cetak dan pengadaan keperluan kantor d. Biaya sewa kantor

e. Biaya makanan dan minuman kantor f. Biaya pakaian dinas

g. Biaya bunga utang

h. Biaya depresiasi gedung (operasional) i. Biaya depresiasi alat-alat besar (operasional) j. Biaya depresiasi alat-alat angkutan (operasional)

(31)

k. Biaya depresiasi alat bengkel dan alat ukur (operasional) l. Biaya depresiasi alat pertanian (operasional)

m. Biaya depresiasi alat kantor dan rumah tangga

n. Biaya depresiasi alat studio dan alat komunikasi (operasional) o. Biaya depresiasi alat-alat kedokteran (operasional)

p. Biaya depresiasi alat-alat laboratorium (operasional)

Belanja Perjalanan Dinas

Belanja perjalanan dinas merupakan jenis belanja pemerintah daerah untuk biaya perjalanan pegawai dan dewan.

Jenis belanja dari jenis belanja ini untuk bagian belanja pelayanan publik meliputi objek belanja :

a. Biaya perjalanan dinas b. Biaya perjalanan pindah

c. Biaya pemulangan pegawai yang gugur dan dipensiunkan.

Belanja Pemeliharaan

Belanja pemeliharaan merupakan belanja pemerintah daerah untuk pemeliharaan barang daerah.

Objek belanja dari jenis ini untuk bagian belanja pelayanan publik terdiri atas : a. Biaya pemeliharaan jalan dan jembatan

b. Biaya pemeliharaan bangunan air (irigasi) c. Biaya pemeliharaan instalasi

(32)

d. Biaya pemeliharaan jaringan

e. Biaya pemeliharaan bangunan gedung f. Biaya pemeliharaan monumen

g. Biaya pemeliharaan alat-alat besar h. Biaya pemeliharaan alat-alat angkutan i. Biaya pemeliharaan alat-alat bengkel j. Biaya pemeliharaan alat-alat pertanian

k. Biaya pemeliharaan alat-alat kantor dan rumah tangga l. Biaya pemeliharaan alat-alat studio dan alat komunikasi m. Biaya pemeliharaan alat-alat kedokteran

n. Biaya pemeliharaan alat-alat laboratorium o. Biaya pemeliharaan buku perpustakaan

p. Biaya pemeliharaan barang bercorak kesenian dan kebudayaan q. Biaya pemeliharaan hewan dan ternak serta tanaman

r. Biaya pemeliharaan alat-alat persenjataan

2.1.7.2 Belanja Operasi dan Pemeliharaan

Belanja operasi dan pemeliharaan merupakan suatu belanja pemerintah daerah yang berhubungan dengan aktivitas atau pelayanan publik.

Kelompok belanja operasi dan pemeliharaan terdiri dari 4 jenis belanja, yaitu : 1. Belanja pegawai/personalia

2. Belanja barang dan jasa 3. Belanja perjalanan dinas

(33)

4. Belanja pemeliharaan

Belanja Pegawai/Personalia

Jenis belanja pegawai/personalia meliputi objek belanja: a. Honorarium/upah

b. Uang lembur c. Insentif

Belanja Barang dan Jasa

Jenis belanja barang dan jasa meliputi objek belanja : a. Biaya bahan/material

b. Biaya jasa pihak ketiga c. Biaya sewa

d. Biaya makanan dan minuman e. Biaya bunga utang

f. Biaya pakaian kerja

Belanja Perjalanan Dinas

Jenis belanja perjalanan dinas meliputi objek belanja : a. Biaya perjalanan dinas

b. Biaya perjalanan pindah

(34)

Belanja Pemeliharaan

Jenis belanja pemeliharaan meliputi objek belanja : a) Biaya pemeliharaan jalan dan jembatan

b) Biaya pemeliharaan bangunan air (irigasi) c) Biaya pemeliharaan instalasi

d) Biaya pemeliharaan jaringan

e) Biaya pemeliharaan bangunan gedung f) Biaya pemeliharaan monumen

g) Biaya pemeliharaan alat-alat besar h) Biaya pemeliharaan alat-alat angkutan i) Biaya pemeliharaan alat-alat bengkel j) Biaya pemeliharaan alat-alat pertanian

k) Biaya pemeliharaan alat-alat kantor dan rumah tangga l) Biaya pemeliharaan alat-alat studio dan alat komunikasi m) Biaya pemeliharaan alat-alat kedokteran

n) Biaya pemeliharaan alat-alat laboratorium o) Biaya pemeliharaan buku perpustakaan

p) Biaya pemeliharaan barang bercorak kesenian dan kebudayaan q) Biaya pemeliharaan hewan dan ternak serta tanaman

(35)

2.1.7.3 Belanja Modal

Belanja Modal merupakan belanja pemerintah daerah yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah asset atau kelayakan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin.

Kelompok belanja modal, meliputi : a) Belanja modal tanah

b) Belanja modal jalan dan jembatan c) Belanja modal bangunan air (irigasi) d) Belanja modal instalasi

e) Belanja modal jaringan

f) Belanja modal bangunan gedung g) Belanja modal monumen

h) Belanja modal alat-alat besar i) Belanja modal alat-alat angkutan j) Belanja modal alat-alat bengkel k) Belanja modal alat-alat pertanian

l) Belanja modal alat-alat kantor dan rumah tangga m) Belanja modal alat-alat studio dan alat-alat komunikasi n) Belanja modal alat-alat kedokteran

o) Belanja modal alat-alat laboratorium p) Belanja modal buku/perpustakaan

q) Belanja modal barang bercorak kesenian dan kebudayaan r) Belanja modal hewan, ternak, serta tanaman

(36)

s) Belanja modal alat-alat persenjataan

2.1.8 Hubungan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah serta Implikasinya pada terhadap Belanja Publik

Sesuai dengan prinsip otonomi daerah yang nyata, dinamis, dan bertanggung jawab, maka otonomi harus merupakan suatu kewajiban dalam arti daerah harus dapat mengadakan pembangunan serta mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Pemerintah daerah memegang peranan yang cukup besar dalam pelaksanaan otonomi daerah ini mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan sampai kepada pembiayaan dan tanggung jawabnya.

Untuk merealisasikan pelaksanaan otonomi daerah maka sumber pembiayaan pemerintah daerah tergantung pada peranan pendapatan asli daerah. Hal ini diharapkan dan diupayakan dapat menjadi penyangga utama dalam membiayai kegiatan penyelanggaraan pemerintah daerah. Sehingga Pemerintah daerah harus dapat mengupayakan peningkatan penerimaan yang berasal dari daerah sendiri sehingga akan memperbesar tersedianya keuangan daerah yang dapat digunakan untuk berbagai kegiatan penyelenggaraan pemerintahan. Dengan ini akan semakin memperbesar keleluasaan daerah untuk mengarahkan penggunaan keuangan daerah sesuai dengan rencana, skala prioritas dan kebutuhan daerah yang bersangkutan.

Dalam penyelanggaraan pemerintahan di daerah dan peningkatan pelayanan kepada masyarakat serta melaksanakan pembangunan daerah, maka daerah membutuhkan sumber-sumber penerimaan yang cukup memadai.

(37)

Sumber-sumber penerimaan daerah ini dapat berasal dari bantuan dan sumbangan pemerintah pusat maupun penerimaan yang berasal dari daerah sendiri.

Salah satu sumber penerimaan yang berasal dari daerah sendiri adalah pajak daerah yang merupakan iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang. Pajak daerah dan retribusi daerah merupakan beberapa komponen pendapatan asli daerah yang merupakan sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah. Semakin tinggi peran pendapatan pajak daerah dan retribusi daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), mencerminkan keberhasilan usaha atau tingkat kemampuan daerah dalam pembiayaan dan penyelenggaraan pembangunan serta pemerintah. Dengan meningkatkan pendapatan pajak daerah, akan mengurangi ketergantungan pemerintah daerah terhadap subsidi atau bantuan dari pemerintah pusat. Selain itu, pemerintah daerah akan lebih leluasa membelanjakan penerimaannya sesuai dengan prioritas pembangunan yang sedang dilaksanakan di daerahnya.

Pajak daerah dan retribusi daerah sebagai sumber pendapatan daerah mempunyai hubungan yang searah dengan belanja publik, dimana jika terjadi peningkatan pada pendapatan daerah dari tahun ke tahun maka belanja publik akan memperlihatkan perkembangan yang terus meningkat dari tahun ke tahun.

2.2 Penelitian Sebelumnya

Khairani (2008) melakukan penelitian yang tujuan utamanya adalah untuk memberikan bukti empiris tentang pengaruh pendapatan asli daerah dengan

(38)

belanja publik (Studi Pada Pemerintah Daerah Bangka Belitung). Data yang digunakan adalah data APBD realisasi dari tahun 2002-2006. Dalam penelitian ini menggunakan sampel penelitian 10 kabupaten/kota di Provinsi Selatan dan Kabupaten/Kota di Bangka Belitung. Hasil penelitian diperoleh bahwa pendapatan asli daerah berpengaruh positif terhadap belanja publik.

Hilman (2008) melakukan penelitian yang tujuan utamanya adalah untuk memberikan bukti empiris tentang pengaruh pendapatan asli daerah dengan belanja publik (Studi Pada Pemerintah Daerah Kota Bogor). Data yang digunakan adalah data APBD realisasi dari tahun 2003-2007. Hasil penelitian diperoleh bahwa pendapatan asli daerah berpengaruh positif terhadap belanja publik.

Fatimah (2004) melakukan penelitian yang tujuan utamanya adalah untuk memberikan bukti empiris tentang pengaruh pendapatan asli daerah dengan besarnya belanja pembangunan daerah (Studi Pada Pemerintah Daerah Kabupaten Labuhan Batu). Data yang digunakan adalah data APBD realisasi dari tahun 1998-2002. Hasil penelitian diperoleh bahwa pendapatan asli daerah berpengaruh positif terhadap besarnya pembangunan daerah.

Nugroho (2011) melakukan penelitian yang tujuan utamanya adalah untuk memberikan bukti empiris tentang pengaruh penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah terhadap pendapatan asli daerah (Analisis terhadap Kota Batu periode Januari 2008-Juni 2010). Data yang digunakan adalah data APBD realisasi dari periode Januari 2008-Juni 2010. Hasil penelitian diperoleh bahwa Secara parsial pajak daerah berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan asli daerah, sedangkan retribusi daerah berpengaruh positif dan tidak

(39)

signifikan terhadap pendapatan asli daerah. Secara simultan pajak daerah dan retribusi daerah berpengaruh signifikan terhadap pendapatan asli daerah.

Kurniawan (2010) melakukan penelitian yang tujuan utamanya adalah untuk memberikan bukti empiris tentang pengaruh retribusi daerah terhadap pendapatan asli daerah di Kabupaten Ponororogo. Hasil penelitian diperoleh bahwa retribusi daerah berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan asli daerah.

Tabel 2.1

Tinjauan Penelitian Sebelumnya

No Peneliti Judul Variabel Hasil Penelitian

1. Khairani (2008) Pengaruh DAU dan PAD terhadap Belanja Aparatur dan Belanja Pelayanan Publik (Studi Empiris Kabupaten/Ko ta di Provinsi Sumatra Selatan dan Bangka Belitung) Variabel dependen : Belanja Aparatur dan Belanja Pelayanan Publik Variabel independen: a. DAU b. PAD

Pendapatan asli daerah berpengaruh positif terhadap belanja publik.

2. Hilman (2008) Pengaruh PAD terhadap Belanja Publik (Studi Kasus pada Pemerintah Kota Bogor) Variabel dependen : Belanja Publik Variabel independen: PAD

Pendapatan asli daerah berpengaruh positif terhadap belanja publik.

(40)

3. Fatimah (2004) Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dengan Besarnya Belanja Pembangunan Daerah (Studi Pada Pemerintah Daerah Kabupaten Labuhan Batu) Variabel dependen : Belanja Pembangunan Daerah Variabel independen: PAD

Pendapatan asli daerah berpengaruh positif terhadap besarnya belanja pembangunan daerah. 4. Nugroho (2011) Pengaruh Penerimaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap PAD (Analisis terhadap Kota Batu periode Januari 2008 - Juni 2010) Variabel dependen : PAD Variabel independen: Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Secara parsial pajak daerah berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan asli daerah, sedangkan retribusi daerah

berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap pendapatan asli daerah. Secara simultan pajak daerah dan retribusi daerah berpengaruh signifikan terhadap pendapatan asli daerah. 5. Kurniawan (2010) Pengaruh Retribusi Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah Di Kabupaten Ponororogo Variabel dependen : PAD Variabel independen: Retribusi Daerah Retribusi daerah

berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan asli daerah.

(41)

2.3 Kerangka Pemikiran

Dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, Pemerintah Daerah diberikan kekuasaan untuk mengelola keuangannya secara desentralisasi. Pemerintah daerah dapat memanfaatkan potensi-potensi dan kekayaan daerahnya untuk mendapatkan pemasukan guna membiayai kegiatan rutin daerah tersebut. Salah satu cara pemerintah daerah dalam memperoleh pemasukan tersebut adalah dengan cara memungut pajak dan retribusi daerah.

Pengertian pajak menurut Rochmad Soemitro (Mardiasmo, 2003):

“Pajak adalah iuran kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat cara timbal balik (kontra prestasi), yang langsung dapat ditujukan dan di gunakan untuk membayar pengeluaran umum.”

Untuk mewujudkan tujuan diatas, maka pemerintah daerah harus memiliki sumber keuangan yang cukup dan memadai, karena untuk pelaksanaan belanja publik diperlukan biaya yang tidak sedikit. Salah satu sumber keuangan untuk penyelenggaraan belanja publik tersebut adalah pajak daerah dan retribusi daerah yang termasuk dalam pos penerimaan pendapatan asli daerah.

Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah pasal 1:

“Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”

Dari sudut pandang ekonomi, pajak merupakan penerimaan negara yang digunakan untuk mengarahkan kehidupan masyarakat menuju kesejahteraan.

(42)

Pajak sebagai motor penggerak kehidupan ekonomi masyarakat. (Waluyo, 2008:3)

Sehubungan dengan pentingnya sumber keuangan tersebut, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan Pernyataan No.02 menyatakan bahwa Pendapatan adalah :

“Semua Penerimaan rekening kas umum negara/daerah yang menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah”.

Pentingnya belanja daerah menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah adalah :

“Semua pengeluaran dari rekening kas umum negara/daerah yang menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah”.

Berdasarkan peraturan pemerintah diatas, dapat disimpulkan bahwa pengukuran pendapatan yang dilakukan di indonesia khususnya pemerintah daerah adalah penambahan nilai kekayaan yang berasal dari berbagai sumber selama tahun anggaran yang bersangkutan dan belanja adalah penurunan untuk pembayaran-pembayaran yang telah diotorisasikan.

Pendapatan daerah yang berasal dari pendapatan asli daerah sendiri, pendapatan yang berasal dari pemberian pemerintah dan lain-lain pendapatan yang sah. Pendapatan asli daerah merupakan pendapatan yang berasal dari sumber hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisah dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Pendapatan asli daerah yang dimaksudkan untuk membiayai belanja atau pengeluaran publik, karena

(43)

belanja publik tidak dapat terlaksana dengan baik apabila tidak didukung dengan biaya yang cukup, oleh karena itu untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban pemerintah daerah dalam rangka memenuhi pemenuhan tagihan-tagihan kepadanya dan melaksanakan keadilan sosial diperlukan pengeluaran-pengeluaran daerah, dimana pengeluaran-pengeluaran daerah mempunyai kaitan terhadap kewajiban-kewajiban daerah yang dapat dinilai dengan uang.

Dalam penulisan skripsi ini akan dibahas perubahan pajak daerah dan retribusi daerah yang menitikberatkan pada hubungannya terhadap besarnya belanja publik. Dengan demikian maka daerah akan dapat menyelenggarakan roda pemerintahan secara lebih bebas, dalam arti penyelenggaraan pemerintahan atas dasar inisiatif, keadaan, dan kebutuhan daerah sendiri.

Untuk dapat membiayai belanja publik, pemerintah harus dapat meningkatkan pajak daerah dan retribusi daerah dengan cara meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaran pemerintah daerah. Dengan demikian diharapkan dengan meningkatnya jumlah penerimaan akan dapat meningkatkan besarnya belanja publik, sehingga pelayanan publik dapat lebih ditingkatkan.

Belanja daerah yang seringkali lebih diperhatikan adalah pengalokasian terhadap belanja publik. Variabel-variabel dari APBD yang berhubungan dengan pengalokasian belanja publik diantaranya adalah dari sektor pendapatan asli daerah yaitu pajak daerah dan retribusi daerah. Alasan pengambilan 2 variabel ini adalah karena pajak daerah dan retribusi daerah merupakan 2 variabel yang sangat berpengaruh besar terhadap penerimaan yang didapatkan daerah.

(44)

Berdasarkan uraian di atas maka kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian-uraian tersebut, maka penulis menyajikan hipotesis sebagai berikut :

a) Hipotesis Pertama 1. Secara Parsial

Ho1 : Pajak daerah tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan asli daerah.

Ha1 : Pajak daerah berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan asli daerah.

Ho2 : Retribusi daerah tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan asli daerah.

Ha2 : Retribusi daerah berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan asli daerah.

2. Secara Simultan Pajak Daerah (X1)

Retribusi Daerah (X2)

Pendapatan Asli Daerah (Y)

Belanja Publik (Z)

(45)

Ho3 : Pajak daerah dan Retribusi daerah tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan asli daerah.

Ha3 : Pajak daerah dan Retribusi daerah berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan asli daerah.

b) Hipotesis Kedua

Ho4 : Pendapatan asli daerah tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap belanja publik.

Ha4 : Pendapatan asli daerah berpengaruh positif dan signifikan terhadap belanja publik.

Gambar

Gambar 2.1  Kerangka Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

Faktor – faktor yang mempengaruhi kemenangan Joko Widodo – Jusuf Kalla pada pemilu presiden tahun 2014 di Kecamatan Pondok Melati inilah yang menjadi objek

Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya karena variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah struktur modal dan melihat pengaruhnya

Terapi oksigen di rumah diberikan kepada penderita PPOK stabil derajat berat dengan gagal napas kronik.. Sedangkan diberikan kepada penderita PPOK stabil derajat berat dengan

Oleh sebab itu minat manusia pada dasarnya tidak dipandang sebagai ciri pada dasarnya tidak dipandang sebagai ciri-- ciri pribadi yang stabil (sifat) namun lebih ciri pribadi

Asam-asam amino dari pool ini mungkin digunakan pada protein turnover atau untuk membentuk energi yang dibutuhkan oleh tubuh.. turnover atau untuk membentuk energi yang dibutuhkan

Permodalam kerap kali menjadi kendala bagi masyarakat nelayan. Sulitnya akses hingga ketidaktahua masyarakat tentang lembaga pendanaan menjadi beberapa faktor nelayan

Berdasarkan hal-hal yang telah dikemukakan dalam latar belakang penelitian, maka identifikasi masalah yang akan dibahas adalah bagaimana harga kentang Australia,

Pengujian hipótesis tentang pengaruh kualitas produk dan kualitas layanan terhadap kepuasan pelanggan dan loyalitas pelanggan pada Erha Clinic Denpasar