• Tidak ada hasil yang ditemukan

COKLAT TIW

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "COKLAT TIW"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN KAKAO

MATA KULIAH TEKNOLOGI PENGOLAHAN KOMODITI PERKEBUNAN HILIR

Disusun oleh : Nama : Sri Wulan Nwang Sari NIM : 151710101138

THP-C/Kelompok (5)

Asisten :

1. Oriza Krisnata Wiwata 2. Dedi Kurniawan 3. Rizka Dwi Khairunnisa 4. Vika Nurluthfiyani 5. Wasilatul Imma

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS JEMBER 2017

(2)

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara penghasil biji kakao terbesar di dunia setelah Pantai Gading dan Brasil. Produksi saat ini mencapai 400 ribu ton dan diperkirakan akan terus meningkat (Mulato dkk, 2004). Produksi biji kakao sekala besar kemudian banyak diekspor sebagai salah satu bentuk ketergantungan negara pada ketergantungan pasar Internasional. Sangat disayangkan Indonesai merupakan negara pengekspor bahan mentah dan pengimpor barang adi yang notabene merupakan hasil olahan bahan mentah yang telah diekspor. Untuk mengurangi ketergantungan pasar komoditas primer di luar negeri serta mengurangi pengiriman bahan mentah dan pembelian bahan jadi dari luar negeri, perlu dilakukan adanya diversifikasi dan pengembangan produk sekunder. Produk sekunder kakao yang mempunyai potensi pasar domestik yang besar adalah lemak, bubuk dan pasta cokelat. Ketiganya merupakan bahan baku yang penting untuk industri makanan dan minuman cokelat (Azizah, 2005).

Cokelat merupakan sebutan untuk makanan ataupun minuman dari olahan biji kakaodengan komposisi yang biasanya terdiri dari pasta cokelat, gula, lemak kakao dan beberapa jenis tambahan citarasa Cokelat banyak disukai oleh masyarakat karena selain dari cita rasnya, coklat memiliki komponen bioaktif yang berpotensi untuk meningkatkan kesehatan, menurunkan stres serta beberapa manfaat lainnya bagi manusia. Cokelat kaya akan kandungan antioksidan yaitu fenoldan flavonoid yang dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh sangat besar (Susanti, 2012). Berdasarkan uraian tersebut maka pengetahuan pengolahan coklat dari bji coklat penting untuk diketahui. Oleh karena itu dilaksanakan praktikum pengolahan biji coklat.

(3)

1.2. Tujuan

Adapun tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk memahami perubahan yang terjadi selama penyangraian 2. Untuk mengetahui efesiensi pemisahan kulit biji

3. Untuk mengetahui ukuran partikel pasta hasil pemastaan dibandingkan dengan pasta komersial

4. Untuk mengetahui sifat cokelat yang dihasilkan dengan cara tempering berbeda

(4)

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Kakao

Theobroma cacao L adalah nama biologis yang diberikan pada pohon kakao oleh Linnaeus pada tahun 1753. Habitat asli tanaman kakao adalah hutan tropis dengan naungan pohon-pohon yang tinggi, curah hujan tingi, suhu sepanjang tahun relatif sama, serta kelembaban tinggi yang relatif tetap. Dalam habitat seperti itu, tanaman kakao akan tumbuh tinggi tetapi bunga dan buahnya sedikit (Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, 2010). Kakao merupakan tumbuhan berwujud pohon yang berasal dari Amerika Selatan. Dari biji tumbuhan ini dihasilkan produk olahan yang dikenal sebagai cokelat. Kakao merupakan tumbuhan perennial berbentuk pohon, di alam dapat mencapai ketinggian 8-10 m. Pohon kakao dapat tumbuh pada daerah-daerah yang berada pada 10°C LS, dengan curah hujan 1-5 L/mm2 per tahun, dengan temperatur 18-32°C (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2008).

Klasifikasi ilmiah menurut Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, (2008) :

Dunia : Plantae

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Sub kelas : Dialypetaleae Bangsa : Malvales Suku : Sterculiaceae Marga : Theobroma

Jenis : Theobroma cacao L.

Menurut jenis tanaman kakao, biji kakao digolongkan menjadi dua, yaitu biji mulia (biji kakao yang berasal dari tanaman kakao jenis Criolo atau Trinitario sertahasil persilangannya dan biji kakao lindak (biji kakao yang berasal dari tanaman kakao jenis Forastero) (BSN, 2008).

(5)

a. Criollo

Jenis ini menghasilkan biji cokelat yang mutunya sangat baik dan dikenal sebagai edel cocoa atau cokelat mulia. Kulit buah berwarna merah atau hijau, berbintil-bintil kasar dan lunak. Bijinya berbentuk bulat dan berukuran besar, kulit bijinya (kotiledon) berwarna putih waktu masih basah, biasanya digunakan sebagai bahan pembuatan cokelat bermutu tinggi. Jenis kakao ini terutama untuk blending dan banyak dibutuhkan oleh pabrik-pabrik sebagai bahan pembuatan produkproduk cokelat yang bermutu tinggi. Saat ini bahan tanam kakao mulia banyak digunakan karena produksinya tinggi serta cepat sekali mengalami fase generatif. b. Forastero

Jenis ini menghasilkan biji cokelat yang memiliki mutu sedang atau dikenal juga sebagai bulk cocoa atau ordinary cocoa. Kulit buah berwarna hijau dan tebal. Bijinya tipis atau gepeng (pipih) dan kulit bijinya (kotiledon) berwarna ungu waktu masih basah.

c. Trinitario

Merupakan campuran dari jenis Criollo dengan jenis Forastero. Cokelat Trinitario menghasilkan biji yang termasuk fine flavour cocoa dan ada yang termasuk bulk cocoa. Buahnya berwarna hijau atau merah dan bentuknya bermacam – macam. Biji buahnya juga bermacam – macam dengan kotiledon berwarna ungu muda sampai ungu tua pada waktu basah (Triwitarsih, 2009).

Gambar 1. Buah Kakao Jenis

(6)

2.2 Pengertian Cokelat

Cokelat merupakan sebutan untuk makanan ataupun minuman dari olahan biji kakao. Cokelat merupakan produk pangan olahan yang bahan komposisinya terdiri dari pasta cokelat, gula, lemak kakao dan beberapa jenis tambahan citarasa (Kelishadi, 2005). Terdapat beberapa jenis produk cokelat. Yang pertama cokelat hitam (dark chocolate) yang terbuat dari pasta kakao dengan penambahan sedikit gula, yang kedua cokelat susu (milk chocolate) yang terbuat dari pasta kakao, lemak kakao, gula dan susu bubuk, dan yang ketiga cokelat putih (white chocolate) yang terbuat dari lemak kakao, gula dan susu bubuk (Rizza et. al., 2000).

2.3 Fungsi Bahan

Pada pembuatan cokelat terdapat beberapa bahan yang digunakan sebagai bahan dasar dan sebagai bahan tambahan.

2.3.1. Pasta cokelat

Nib yang semula berbentuk butiran padat kasar harus dihancurkan sampai ukuran tertentu (<20 μm) dan menjadi bentuk pasta cair kental. Proses pemastaan atau penghalusan nib kakao dilakukan dalam dua tahap, yaitu penghancuran untuk merubah biji kakao padat menjadi pasta dengan kehalusan butiran >40 μm dengan menggunakan mesin pemasta silinder. Kemudian disusul proses pelumatan dengan alat penghalus pasta atau refiner untuk menghasilkan kehalusan pasta dengan ukuran partikel <20 μm. Proses pelumatan dilakukan secara berulang sampai diperoleh pasta cokelat dengan tingkat kehalusan di bawah 20 μm. Pasta yang demikian dapat langsung digunakan sebagai bahan baku untuk berbagai jenis makanan, roti, kue atau permen cokelat (Mulato dkk, 2004).

(7)

Komposisi pasta memiliki kandungan lemak 50%, sehingga bertambahnya pasta memiliki andil yang kuat dalam kestabilan dan peningkatan titik leleh, hal ini dapat dibuktikan karena perlakuan tempering tidak hanya pada lemak kakao, tetapi juga pada liquor cokelat sebelum pencetakan. Sehingga bisa diasumsikan lemak yang terdapat pada pasta akan mengalami tempering disaat pencetakan (Indarti Eti et al, 2013).

2.3.2 Cocoa butter

Lemak kakao tersusun atas senyawa gliserol dan tiga asam lemak dalam bentuk trigliserida, dimana hampir 70% dari gliserida mengandung senyawa tidak jenuh tunggal yaitu oleodipalmitin (POP), oleodistearin (SOS), dan oleopalmistearin (POS). Lemak kakao mengandung juga di-unsaturated trigliserida dalam jumlah yang sangat terbatas (Prawoto dan Sulistyowati, 2001)

Cocoa butter ditambahkan untuk memberikan tekstur yang halus dalam cokelat. Peningkatan kadar lemak dan dengan demikian, cokelat halus (Talbot 2005). Penambahan cocoa butter menyelimuti senyawa pahit, dan tingkat kepahitan menurun sehingga tingkat cocoa butter meningkat (Guinard dan Mazzucchelli 1999). Cocoa butter berbentuk padat pada suhu kamar dan cair pada suhu mulut. Hal ini memungkinkan pelepasan maksimum rasa cokelat selama dikonsumsi.

Gambar 4. Lemak Kakao

Lemak kakao mengandung asam oleat, palmitat dan stearat. Lemak kakao yang digunakan dalam pembuatan permen cokelat harus memiliki ciri-ciri yakni akan mencair pada suhu 32 OC – 35 OC, mempunyai tekstur yang keras dan sedikit rapuh, serta warnanya tidak buram dan tetap cerah jika dicampur pada bahan lain serta memadat pada suhu kamar. Retensi waktu untuk penyimpanan juga harus disesuaikan dengan kondisi cokelat, karena jika tidak maka dapat menyebabkan cokelat akan melekat pada cetakan, menghasilkan warna yang buram serta menimbulkan blooming di permukaan cokelat. Dimana fungsi dari lemak kakao

(8)

pada pembuatan cokelat yakni untuk memadatkan (Ketaren, 1986). Bentuk polimorfik yang menghasilkan kristal lemak kakao yang paling stabil adalah bentuk β yang mempunyai titik leleh sekitar 34 0C-35 0C (Haryadi dan Supriyanto, 2001).

Titik leleh dan tingkat kekerasan pada produk kakao erat kaitannya dengan komponen penyusun asam lemaknya. Sehingga bagi produk-produk makanan cokelat, titik leleh lemaknya yang baik adalah mendekati suhu badan manusia dan memiliki tingkat kekerasan minimum pada suhu kamar (Prawoto dan Sulistyowati, 2001)

2.3.3 Susu full cream

Susu bubuk yang banyak digunakan dalam pembuatan permen cokelat adalah susu skim dan susu full cream. Dengan kedua susu ini lemak susu akan tertambah dalam tahapan pembuatan permen cokelatjadi kedua susu ini dapat digunakan dalam permen cokelat. Kedua susu ini memiliki perbedaan aroma, tekstur, dan aliran cair yang berbeda (Beckett, 2008).

Gambar 5. Susu bubuk

Protein susu menambahkan rasa creamy pada permen cokelat dimana terdiri dari 80% kasein dan 20% whey protein. Kasein akan bertindak sebagai surfaktan dan akan menurunkan viskositas sedangkan whey protein bertindak sebaliknya akan menaikkan viskositas (Haylock &Dodds, 1999). Protein tidak hanya menambah kandungan gizi dari cokelat, proteinjuga penting dalam menentukan rasa, tekstur danstabilitas (Beckett, 2008).

2.3.4 Fine Sugar

Fine Sugar (Sukrosa) ditambahkan untuk membentuk rasa manis dalam cokelat tetapi juga mempengaruhi rasa lainnya. Peningkatan jumlah sukrosa menghasilkan penurunan tingkat kepahitan (Guinard dan Mazzucchelli 1999). Jumlah gula yang ditambahkan pada pembuatan cokelat pada umumnya berkisar 27%. Gula yang digunakan adalah gula kering dengan kadar air yang sangat

(9)

rendah supaya permen cokelat tidak mudah meleleh. Pada pembuatan cokelat diusahakan tidak ada air yang masuk walau hanya setetes. Gula yang umum dijumpai memiliki kandungan air yang tinggi maka jika akan digunakan untuk pembuatan cokelat maka akan cepat meleleh (Minifie, 1999).

Gambar 6. Gula

Gula pasir yang dibutuhkan untuk pembuatan permen cokelat adalah yang bermutu tinggi (SHS 1), kering dan bebas dari gula invert.Secara kuantitatif, sebaiknya gula terdiri dari 99,8% sukrosa dengan kadar air antara 0,01-0,02%, mineral 0,006-0,03%, dan gula invert 0,03-0,2%. Kadar air yang terlalu tinggi akan menyulitkanproses refining atau conching. Gula dihaluskan sebelum digunakan (Wahyudi, dkk., 2008). Gula dapat berfungsi untuk memberikan rasa manis, ada beberapa jenis gula yang dapat ditambahkan pada produk makanan diantaranya adalah sukrosa.

2.3.5 Lesitin

Lecithin adalah emulsifier yang biasa ditambahkan dalam cokelat. Lesitin ditambahkan sekitar 0,5% untuk mengurangi viskositas selama proses, meningkatkan efisiensi conching.

Gambar 7. Lesitin

Penambahan lecithin mengurangi jumlah cocoa butter yang diperlukan untuk mencapai tekstur yang diinginkan. Dengan demikian, penambahan lecithin dapat mengurangi biaya produksi. Penambahan 0,3% lesitin mengurangi

(10)

viskositas cokelat dan meningkatkan toleransi cokelat untuk kelembaban (Afoakwa et al. 2007). Namun, terlalu banyak lesitin menyebabkan off-flavor dan meningkatkan viskositas cokelat. Di atas 0,5% lesitin, nilai rendemen dan viskositas meningkat (Rector, 2000).

2.3.6 Vanili

Tanaman vanili (Vanilla planifolia Andrews) merupakan salah satu tanaman rempah yang bernilai ekonomi cukup tinggi. Tanaman ini digunakan untuk bahan penyegar, penyedap dan pengharum makanan, gula-gula, ice cream, minuman, bahan obat-obatan (Helmy, 2008).

Gambar 8. Vanili

Aroma vanili banyak digunakan dalam indutri makanan/minuman, farmasi, dan kosmetika. Dalam industri makanan/minuman umumnya digunakan dalam bentuk esktrak, sedangkan untuk konsumsi langsung dalam rumah tangga umumnya dalam bentuk utuh atau bubuk. Penggunaannya langsung dicampurkan kedalam bahan makanan atau minuman (Helmy, 2008).

2.3.7. Soda kue

Natrium bikarbonat atau soda kue adalah senyawa kimia dengan rumus NaHCO3. Senyawa ini digunakan dalam roti atau kue karena bereaksi dengan bahan lain membentuk gas karbon dioksida, yang menyebabkan roti "mengembang". Fungsi soda kue yaitu merupakan komponen pembuat baking powder. Soda kue akan mengeluarkan gelembung udara jika bertemu dengan cairan dan bahan yang sifatnya asam. Jadi untuk resep-resep yang adonannya bersifat asam, biasanya memakai soda kue untuk bahan pengembangnya. (Hayatinufus. A.L. Tobing, 2010).

(11)

Gambar 9. Soda kue

Menurut Paskawaty (1997), bahan yang telah mengalami penambahan natrium bikarbonat akan mempunyai tekstur yang lembut. Selain itu, soda kue menghasilkan tekstur yang berpori besar dan tidak beremah. Untuk pembuatan permen, soda kue juga memberikan efek tekstur kering, garing, dan renyah.

2.4 Proses Pembuatan Cokelat

Proses pembuatan cokelat melalui beberapa tahapan. 2.4.1. Penyangraian

Selama proses sangrai, asam amino dan gula reduksi pada biji kako akan bereaksi membentuk senyawa Maillard. Menurut Winarno (2001), reaksi Maillard adalah reaksi yang terjadi antara gugus amina primer pada lantai protein dengan gula reduksi sehingga terbentuk senyawa mellanoidin (pigmen cokelat). Sedangkan senyawa gula non-reduksi (sukrosa) akan terhidrolisa oleh air membentuk senyawa gula reduksi dan kemudian akan melanjutkan reaksi Maillard. Selain keberadaan senyawa calon pembentuk aroma dan cita rasa, kesempurnaan reaksi sangrai dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu panas, waktu dan kadar air (Mulato dkk, 2004).

Menurutu Azizah (2005) selama proses penyangraian ada empat tahapan reaksi fisik dan kimiawi berjalan secara berurutan, yaitu,

1. Penguapan air dari dalam biji,

2. Pelepasan kulit yang menempel di permukaan inti biji, 3. Pencokelatan inti biji,

4. Penguapan senyawa volatile (senyawa yang mudah menguap) antara lain asam, aldehid, furan, pirazin, alkohol dan ester.

Menurut Minife (1980), tingkat suhu penyangraian beragam tergantung jenis biji dan penggunaan selanjutnya. Tingkat suhu penyangraian dibagi menjadi tiga golongan yaitu:

(12)

a. Penyangraian suhu rendah, yaitu pada suhu 110 – 115 oC dengan waktu 60 menit. Produk yang dihasilkan adalah lemak kakao, gula-gula, dan red cocoa powder.

b. Penyangraian suhu menengah, yaitu pada suhu 140 oC dengan waktu 40 menit. Produk yang dihasilkan adalah bubuk kakao, liquor, vamicelly, dan chocolate bars.

c. Penyangraian suhu tinggi, yaitu pada suhu 190 – 200 oC dengan waktu 15 – 20 menit. Produk yang dihasilkan adalah kakao bahan coating, black liquor cocoa, bahan pengisi chocolate bars .

2.4.2. Pemisahan Nib

Kulit biji kakao tidak cocok untuk dikonsumsi oleh manusia karena memiliki kandungan selulosa yang cukup tinggi yang dapat mengakibatkan rasa pedih. Kulit biji juga dapat menyebabkan kapasitas penghancuran biji secara mekanis menjadi rendah (Mulato dkk, 2004).

Pemisahan kulit biji secara manual pada biji kakao berkadar air 6,5 persen diperoleh komponen nib sebanyak 87,1 persen sedangkan pemisahan secara mekanis jarang dapat mencapai lebih dari 83 persen dan nib lazimnya masih mengandung 1,5-2 persen kulit biji. Hal ini berarti kandungan murni tidak lebih dari 82 persen. (Minife, 1980)

2.4.3. Pemastaan

Proses pelumatan dengan alat penghalus pasta atau refiner untuk menghasilkan kehalusan pasta dengan ukuran partikel < 20 μm. Proses pelumatan dilakukan secara berulang sampai diperoleh pasta cokelat dengan tingkat kehalusan di bawah 20 μm. Pasta yang demikian dapat langsung digunakan sebagai bahan baku untuk berbagai jenis makanan, roti, kue atau permen cokelat (Mulato dkk, 2004).

2.4.2 Pengeresan atau Pengempaa

Pengepresan bertujuan untuk memisahkan lemak kakao dari pasta kasar/pasta halus. Banyaknya lemak yang dapat diekstrak tergantung pada lamanya pengepresan, tekanan yang digunakan, dan ukuran partikel pasta yang diekstrak. Lemak kakao akan relatif mudah dikempa pada suhu antara 40-45oC, kadar air <4% dan ukuran partikel <75 m. Sisa hasil kempaan adalah bungkil padat dengan kandungan lemak berkisar antara 10-22% (Septianti, 2013).

(13)

2.4.3 Pembuatan Cokelat

Menurut Septianti (2013), proses pengolahan lemak dan pasta cokelat menjadi makanan cokelat dibagi menjadi pencampuran, penghalusan, koncing tempering dan pencetakan.

A. Pencampuran

Pencampuran dilakukan dengan mengaduk campuran pasta dan lemak cokelat, susu, dan bahan lain sebagai penambah rasa dengan perbandingan tertentu serta mentega dan lesitin untuk mendapatkan penampilan cokelat yang baik (mengkilap).

B. Penghalusan / Refining

Adonan yang homogen kemudian dihaluskan/direfining secara berulang dengan menggunakan alat refiner (mesin penghalus adonan cokelat tipe roll bertingkat) untuk menghasilkan kehalusan pasta dengan ukuran partikel < 20 m.

C. Koncing

Proses koncing diatur suhunya antara 60-70oC selama 18-24 jam. Selama proses koncing partikel cokelat, gula dan susu akan terikat dan terselimuti dengan baik oleh lapisan lemak sehingga memberikan sensasi halus dalam mulut.

D. Tempering

Adonan cokelat yang telah jadi sebelum dicetak harus melewati proses tempering terlebih dahulu, yaitu penyimpanan adonan dalam ruangan dengan kondisi suhu dan waktu tertentu. Pada tahap awal ruang tempering dipanaskan secara perlahan sehingga suhu adonan cokelat meningkat dari suhu 33oC menjadi 48oC selama 10- 12 menit. Kemudian diikuti proses pendinginan awal, suhu adonan diturunkan menjadi 33oC. Pada tahap ini kristal lemak belum terbentuk sehingga perlu diturunkan lanjut pada 26oC. Adonan kemudian dipanaskan ulang sampai suhu 33oC saat adonan akan dituang ke cetakan.

E. Pengemasan

Tahap terakhir adalah pengemasan yang bertujuan untuk mempertahankan aroma, cita rasa dan penampilan produk makanan cokelat. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keawetan makanan cokelat adalah suhu lingkungan, kelembaban dan kandungan oksigen di dalam. Kemasan harus ditutup rapat

(14)

dengan perlakuan panas dan tekanan. Beberapa jenis kemasan menggunakan sistem vakum untuk memperpanjang masa simpan bahan dan makanan cokelat. 2.5 SNI Cokelat

Berdasarkan SNI 3749:2009 diperoleh syarat mutu kakao massa atau pasta kakao yang dijelaskan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Syarat mutu kakao massa atau pasta kakao N

No. Jenis Uji Satuan Persyaratan

1 Keadaan: 1.1. Bau 1.2. Rasa 1.3. Warna

-Khas kakao massa Khas kakao massa Cokelat

2. Kadar Lemak (b/b) % Min 48

3. Kadar air (b/b) % Maks 2

4. Kadar abu tanpa lemak (b/b) % Maks 14 5. Kulit dihitung dari alkali free

nibs (b/b)

% Mak. 1,75

6 Kehalusan (lolos ayakan 200 mesh) (b/b) % Min 99,0 7. Cemaran logam: 7.1. Timbal (Pb) 7.2. Kadmium (Cd) 7.3. Timah (Sn) mg/kg mg/kg mg/kg Maks. 2,0 Maks. 1,0 Maks. 40,0 8. Cemaran Arsen (As) mg/kg Maks. 1,0 9. Cemaran mikroba:

9.1. Angka lempeng total 9.2. Bakteri bentuk koli 9.3. E. coli 9.3. Salmonella 9.4. Kapang 9.5 Khamir Koloni/g APM/g Per g Koloni/25 g Koloni/g Koloni/g Maks 5 x 103 < 3 Negatif Negatif Maks. 50 Maks. 50 Sumber: Badan Standarisasi Nasional (2009).

BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM 3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat 1. Pisau 2. Roaster 3. Timbangan 4. Gelas Arloji 5. Piring 6. Mesin winnowing 7. Pinset 8. Alat pemasta

(15)

9. Thicknessmeter 10. Ballmill Refiner 11. Mesin Conche

12. Wadah Stainless Steel 13. Spatula / Pengaduk 14. Cetakan

15. Thermometer 3.1.2 Bahan

1. Biji Kakao Segar 2. Biji Kakao Sangrai 3. Nib

4. Pasta Komersial 5. Pasta Kakao 6. Lemak Kakao 7. Susu Full Cream 8. Fine Sugar 9. Lesitin 10. Vanili 11. Soda Kue 12. Tisue 13. Aluminium Foil

3.2 Skema Kerja dan Fungsi Perlakuan 3.2.1 Penyangraian

Gambar 1. Penyangraian Biji Kakao

Penyangraian merupakan proses awal yang dilakukan dalam pengolahan biji kakao. Penyangraian bertujuan untuk penguapan air dari dalam biji,

Biji Kakao Penimbangan 100 gram

Penyangraian dengan suhu 110-115oC selama 10 menit Pengeluaran dari mesin penyangraian (roaster)

Pendinginan Penimbangan

(16)

memudahkan pelepasan kulit yang menempel di permukaan inti biji, pencokelatan inti biji, dan penguapan senyawa volatile (senyawa yang mudah menguap) antara lain asam, aldehid, furan, pirazin, alkohol dan ester. Langkah awal dalam penyangraian biji kakao adalah penimbangan 100 gram biji kakao yang akan digunakan sebagai sampel. Selanjutnya, dilakukan penyangraian biji kakao pada mesin roaster menggunakan suhu 110-115 oC selama 10 menit. Penyangraian hanya dilakukan selama 10 menit dikarenakan proses penyangraian bertujuan untuk mengendorkan kulit biji kakao, sehingga pada saat pengupasan menggunakan mesin winnowing akan lebih mudah. Setelah dilakukan penyangraian selama 10 menit, biji kakao dikeluarkan untuk selanjutnya dilakukan pendinginan. Langkah selanjutnya adalah dilakukan penimbangan untuk mengetahui berat biji kakao setelah penyangraian sehingga dapat diketahui banyaknya air yang hilang selama proses penyangraian. Tahap terakhir adalah pengamatan sensoris biji kakao, antara lain dari segi warna, aroma, dan tekstur. 3.2.2 Pemisahan Biji

Gambar 2. Pemisahan Biji Biji Kakao

Sangrai

Penimbangan 100 gram

Pemasukan kedalam mesin winowing

Penimbangan

Nib Kulit

Penimbangan Penimbangan 50 gram

Pemisahan kulit terikut Penimbangan kulit

(17)

Proses selanjutnya yang dilakukan dalam pengolahan cokelat adalah pemisahan kulit biji. Proses pemisahan atau pengupasan kulit biji kakao diakukan menggunakan mesin winnowing. Langkah awal yang dilakukan adalah penimbangan 100 gram biji kakao yang sebelumnya telah disangrai sebagai sample. Selanjutnya, dialukan pengupasan kulit biji dengan mesin winnowing, Tujuan dari pengupasan biji kakao adalah memisahkan nib dan kulit. Selanjutnya dilakukan pengambilan sebanyak 50 gram nib untuk dilakukan pemisahan antara nib dengan kulit yang terikut. Kulit yang terikut kemudian ditimbang dan dilakukan perhitungan efisiensi kulit yang terikut.

(18)

3.2.3 Pemastaan

Gambar 3.Pemastaan

Proses selanjutnya dalam pengolahan biji kakao menjadi cokelat adalah proses pemastaan. Proses pemastaan dilakukan pada nib yang telah bersih dari kulitnya. Dilakukan penimbangan 100 gram nib yang telah bersih sebagai sampel. Selanjutnya proses pemastaan dilakukan dengan bantuan mesin pemasta. Pasta yang dihasilkan selanjutnya dilakukan penimbangan untuk mengetahui berat pasta. Pasta hasil pemastaan dilakukan pengukuran besar partikel menggunakan Thickness meter.

Pasta Nib

Penimbangan 100 gram Pemasukan dalam mesin pemasta

Pemastaan

Penimbangan

Pengukuran partikel menggunakan Thickness meter

(19)

3.2.4 Pembuatan Cokelat

Gambar 4. Pembuatan Cokelat

Proses pembuatan cokelat diawali dengan preparasi alat dan bahan. Selanjutnya, dilakukan penimbangan pasta kakao, lemak kakao, susu full cream, fine sugar, lesitin, vanili, dan soda kue. Kemudian pasta kakao, lemak kakao, dan

Tempering

Pendinginan dengan pengadukan sampai 28 oC

Pendinginan dengan pengadukan sampai 28 oC

dinaikkan 33 oC Pendinginan tanpa pengadukan sampai 28 oC

Pencetakan

Penyimpanan selama 1 minggu

Pengamatan tekstur, kenampakan, dan kecepatan meleleh dimulut

Pasta Kakao, Lemak kakao, Susu Full krim, dan Fine Sugar

Pemanasan diatas kompor

Pemasukan dalam ball mil refiner dengan suhu 60oC 6 jam

Perlakuan conching selama 4 jam suhu 60-70 oC

Penambahan lesitin, vanili, soda kue 30 menit sebelum akhir conching Larutan coklat cair

(20)

fine sugar dipanaskan agar pasta kakao dan lemak kakao tersebut meleleh.. Selanjutnya, lelehan pasta kakao dan lemak kakao, susu full cream dan fine sugar dicampur dan dilakukan refining pada suhu 600C selama 6 jam yang bertujuan untuk melembutkan adonan tersebut. Adonan pasta yang sebelumnya telah melewati proses mixing dan ball mill refining dimasukkan ke dalam mesin conching selama 4 jam pada suhu 60-700C untuk dilakukan pencampuran yang melibatkan penguapan asam lemak dan aldehida dan pengembangan tekstur halus karena partikel padat seperti gula, kakao tanpa lemak dan susu bubuk yang dilapisi dengan lemak, dipisahkan oleh gesekan dan menjadi bulat. Kemudian dilakukan penambahan lesitin, vanili dan soda kue 30 menit sebelum proses conching berakhir. Penambahan lesitin bertujuan untuk mengurangi viskositas selama proses, dan meningkatkan efisiensi conching dan penambahan vanili untuk memberi aroma khas vanili. Setelah adonan homogen, adonan dikeluarkan dari Mesin Conching dan dilakukan Tempering yang bertujuan untuk memulai nukleasi benih kristal dari bentuk V hingga bibit kristal βV terbentuk pada konsentrasi sehingga massa cokelat mengkristal langsung ke polimorf βV selama pendinginan berikutnya. Tempering dilakukan dengan mendinginkan adonan cokelat sambil dilakukan pengadukan untuk menurunkan temperatur dan menghomogenkan adonan cokelat. Tempering dilakukan 3 perlakuan yang berbeda, perlakuan 1 yaitu dilakukan pengadukan pada suhu 280C, perlakuan 2 dilakukan pengadukan pada suhu 30 0C dan perlakuan 3 tanpa pengadukan pada suhu 280C. Kemudian adonan cokelat dicetak dan dilakukan pendiaman cokelat selama 1 hari untuk pembentukan kristal βV dan pengokohan bentuk cokelat. Setelah 1 hari, cokelat dikeluarkan dari cetakan dan dibungkus dengan Alumunium foil agar cokelat tidak kontak langsung dengan udara bebas serta dimasukkan pada wadah kedap udara. Cokelat terbungkus Alumunium foil kemudian disimpan selama 1 minggu pada suhu ruang dan suhu dingin pada setiap perlakuan suhu Tempering untuk mengetahui perbedaan parameter organoleptiknya. Setelah 1 minggu Cokelat dibuka dari bungkus Alumunium foil untuk diamati dan dibandingkan kenampakan, kecepatan leleh, tekstur, dan daya patah pada ketiga cokelat.

(21)

BAB 4. HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN 4.1 Hasil Pengamatan

4.1.1 Penyangraian a. Kelompok 1 Kakao 1

No. Parameter Sebelum disangrai Sesudah disangrai

1 Warna Cokelat gelap Cokelat

2 Aroma Lemah Kuat

3 Tekstur Kuat Rapuh

Kakao 2

No. Parameter Sebelum disangrai Sesudah disangrai

1 Warna Cokelat gelap Cokelat

2 Aroma Lemah Kuat

3 Tekstur Kuat Rapuh

b. Kelompok 2 Kakao 1

No. Parameter Sebelum disangrai Sesudah disangrai

1 Warna Cokelat gelap Cokelat

2 Aroma Lemah Kuat

3 Tekstur Kuat Rapuh

Kakao 2

No. Parameter Sebelum disangrai Sesudah disangrai

1 Warna Cokelat gelap Cokelat

2 Aroma Lemah Kuat

3 Tekstur Kuat Rapuh

4.1.2 Pemisahan Kulit Biji Kakao 1 Fraksi Berat (g) Kulit Nib 1 1,98 92,21 2 2,60 29,56 3 2,60 15,93 4 7,53

(22)

-Kakao 2 Fraksi Berat (g) Kulit Nib 1 2,35 84,79 2 2,33 29,35 3 1,38 27,21 4 8,42 -4.1.3 Pemastaan Kelompok 5

Ulangan ke- Berat biji cokelat (gram) Berat setelah pemastaan (gram) Tebal (pengamatan Thicknessmeter) (mm) 1 100 86,01 206 × 10 -2 2 223 × 10-2 3 225× 10-2 Kelompok 6

Ulangan ke- Berat biji

cokelat (gram) Berat setelahpemastaan (gram) Tebal (pengamatan Thicknessmeter) (mm) 1 100 94,81 284 × 10-2 2 236 × 10-2 3 303 × 10-2 4.1.4 Uji Sensoris Kenampakan

Nama panelis Kode

514 549 573 Viola A 3 3 2 M. Rizky D 2 3 1 Debra N 4 3 1 Riri R 4 3 2 Dewi L 3 4 2 M. Yusuf 3 4 1 Siti S 2 2 2 Kind A 2 4 3 Fina F 2 3 1 Wahyuni E 3 3 2 Lufi W 4 3 2 Ridzkia A 4 3 2 Hilda I 3 2 1

(23)

Sakinah 4 3 2

Rina K 4 3 3

Jumlah 47 46 27

Keterangan

514 = Tempering suhu 28 °C dengan pengadukan

549 = Tempering suhu 28 °C tanpa pengadukan 

573 = Tempering suhu 28 °C dengan pengadukan lalu suhu dinaikkan 33 °C Keterangan skor 1 = tidak mengkilap 2 = kurang mengkilap 3 = agak mengkilap 4 = mengkilap 5 = sangat mengkilap Kecepatan leleh

Nama panelis Kode

514 549 573 Viola A 3 2 1 M. Rizky D 3 3 4 Debra N 2 2 1 Riri R 3 2 1 Dewi L 3 4 1 M. Yusuf 3 4 2 Siti S 3 3 2 Kind A 3 4 2 Fina F 2 2 1 Wahyuni E 2 2 3 Lufi W 3 2 1 Ridzkia A 3 4 2 Hilda I 3 3 2 Sakinah 1 2 3 Rina K 2 3 1 Jumlah 39 42 27 Keterangan 514 = Tempering suhu 28 °C dengan pengadukan

549 = Tempering suhu 28 °C tanpa pengadukan 

(24)

Keterangan skor 1 = tidak mudah meleleh  2 = kurang mudah meleleh 3 = agak mudah meleleh 4 = mudah meleleh 5 = sangat mudah meleleh Tekstur

Nama panelis Kode

514 549 573 Viola A 3 3 2 M. Rizky D 3 3 4 Debra N 4 2 3 Riri R 3 2 1 Dewi L 3 2 1 M. Yusuf 4 4 3 Siti S 3 3 3 Kind A 3 2 3 Fina F 3 4 3 Wahyuni E 4 3 2 Lufi W 4 4 4 Ridzkia A 2 3 3 Hilda I 3 2 3 Sakinah 4 3 2 Rina K 4 4 4 Jumlah 50 44 41 Keterangan 514 = Tempering suhu 28 °C dengan pengadukan

549 = Tempering suhu 28 °C tanpa pengadukan 

573 = Tempering suhu 28 °C dengan pengadukan lalu suhu dinaikkan 33 °C Keterangan skor 1 = tidak lembut 2 = kurang lembut 3 = agak lembut 4 = lembut 5 = sangat lembut

(25)

Daya patah

Nama panelis Kode

514 549 573 Viola A 2 3 1 M. Rizky D 2 3 1 Debra N 1 2 1 Riri R 3 3 1 Dewi L 3 4 1 M. Yusuf 3 4 2 Siti S 3 3 1 Kind A 3 3 1 Fina F 2 2 1 Wahyuni E 3 2 2 Lufi W 4 4 1 Ridzkia A 3 3 2 Hilda I 3 3 1 Sakinah 2 2 1 Rina K 2 3 1 Jumlah 39 44 14 Keterangan 514 = Tempering suhu 28 °C dengan pengadukan

549 = Tempering suhu 28 °C tanpa pengadukan 

573 = Tempering suhu 28 °C dengan pengadukan lalu suhu dinaikkan 33 °C Keterangan skor 1 = sangat mudah patah  2 = mudah patah 3 = agak mudah patah 4 = sulit patah  5 = sangat sulit patah 4.2 Hasil Perhitungan 4.2.1 Penyangraian Kelompok 1

(26)

No. Berat kakao awal (gram)

Berat kakao setelah disangrai (gram) Berat uap (gram) Rendemen (%) 1 100 92,63 7,37 93 2 100 85,23 14,77 85 Kelompok 2

No. Berat kakao awal

(gram) Berat kakao setelahdisangrai (gram)

Berat uap

(gram) Rendemen(%)

1 100 86,34 13,66 86

2 100 98,68 1,32 99

4.2.2 Pemisahan Kulit Biji Kelompok 3

Fraksi Persentasi kulit

1 2,102%

2 8,084%

3 14,031%

Kelompok 4

Fraksi Persentasi kulit

1 2,7%

2 7,35%

3 4,83%

4.2.3 Pemastaan

(27)

BAB 5. PEMBAHASAN

5.1 Penyangraian

Proses penyangraian dilakukan melalui 4 kali ulangan dengan menggunakan masing-masing 100 gram biji kakao. Pengamatan yang dilakukan berupa analisa sensori dengan parameter pengamatan warna, aroma, dan tekstur. Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, warna keseluruhan pengulangan biji kakao setelah di sangrai menjadi cokelat, dengan aroma yang lebih kuat dari sebelum disangrai dan teksturnya menjadi rapuh. Hasil penyangraian cokelat yang didapatkan telah sesuai petunjuk penyangraian dan menghasilkan biji kakao yang sesuai. Menurut Winanrno (2001), proses penyangraian bertujuan untuk membentuk aroma dan cita rasa khas cokelat dari biji kakao. Melalui proses fermentasi dan pengeringan yang tepat, biji kakao mengandung cukup banyak senyawa calon pembentuk cita rasa dan aroma khas cokelat antara lain asam amino dan gula reduksi yang selama proses penyangraian keduanya akan bereaksi membentuk senyawa Maillard. Warna cokelat yang dihasilkan dipengaruhi oleh panas dan waktu yang dikenakan ada sample. Penyangraian suhu 110 – 115 oC memberikan warna cokelat pada biji kakao dengan produk yang dihasilkan adalah lemak kakao, gula-gula, dan red cocoa powder (Minife, 1980). Reaksi Maillard juga berpengaruh pada perubahan warna. Pembentukan aroma yang kuat dipengaruhi oleh penguapan senyawa volatile (senyawa yang mudah menguap). Proses penyangraian terbentuk 400-500 komponen yang telah diidentifikasi dari bermacam bentuk fraksi volatil dan non-volatil pada cokelat. antara lain asam, furan, pirazin, hidrokarbon, alkohol, aldehid, keton, ester, amina, aksazol, komponen sulfur dan ester (Azizah, 2005). Perubahan tekstur bekaitan dengan adanya perubahan kadar air dalam biji kopi. Jika kadar air turun maka tingkat kekerasan pada biji kakao akan berubah. Hal ini sesuai dengan literatur, kadar air biji kakao ditentukan oleh cara penyangraian dan penyimpanannya. Kadar air biji kakao hasil pengeringan sebaiknya antara 6-7%. Namun, kadar air yang terlalu rendah juga tidak baik karena biji kakao menjadi sangat rapuh (Wahyudi dkk, 2008). Berdasarkan hasil perhitungan yang telah

(28)

dilakukan, jumlah penururnan rendemen air pada biji kakao berkisar antara 5-15%. Jumlah penururnan rendemen berbeda-beda tetapi tidak signifikan menandakan bahwa sample dan perlakukan yang diterapkan pada proses penyangraian sama.

5.2 Pemisahan Biji

Proses pemisahan nib dilakukan menggunakan prinsip berat jenis menggunakan mesin winnowing yang akan menyedot kulit biji kakao dengan berat jenis yang lebih rendah dan meloloskan nib dengan berat jenis yang lebih besar. Pada mesin winnowing terdapat 4 fraksi berat. Semakin banyak fraksi berat maka efisiensi mesin akan semakin meningkat. Proses pemisahan dikenakan pada 2 sample biji kakao 100 gram. Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, semakin tinggi fraksi semakin kecil berat nib yang dihasilkan, hal ini dikarenakan semakin tinggi fraksi semakin kecil ukuran nib yang didapatkan dan semakin besar kulit yang didapatkan. Berdasarkan hasil perhitungan yang didapatkan, presentase kulit terikut pada sample 1 semakin meningkat, sedangkan pada sample 2 berbentuk kubah. Menurut SNI 3749:2009 kadar kulit maksimal yang dapat terikut 1,75 % (b/b). Kulit yang terikut pada nib cukup tinggi, hal ini dikarenakan proses winnowing berdasarkan berat jenis dan pada praktiknya terdapat kulit biji yang terlalu besar hingga tidak mampu tersedot mesin dan ikut lolos pada bagian nib, faktor yang dapat mempengaruhi adalah kadar air pada bahan masih tinggi atau dapat dikatakan bahwa proses penyangraian kurang sempurna, sehingga kulit yang dipisahkan melebihi kadar maksimal.

5.3 Pemastaan

Proses pemastaan dilakukan menggunakan mesin pemastaan pada 100 gram nibdengan 2 sample. Setelah pemastaan kemudian dilakukan pengamatan yang meliputi berat setelah pemastaan (rendemen) dan diukur ketebalannya (ukuran partikel) dengan 3 kali pengulangan pada masing-masing sample menggunakan thickness meter.Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, berat pasta kakao yang telah diproduksi 86,01 dan 94, 81, memiliki selisih 5-15 gram dari berat biji kakao awal. Tidak terdapat perlakuan pada

(29)

masing-masing sample, perbedaan berat pemastaan yang diproduksi dikarenakan banyak pasta kakao yang masih tertinggal dalam mesin pemasta. Ukuran partikel pasta coklat yang didapatkan dari hasil pemastaan adalah 2-3 mm. Faktor yang dapat mempengaruhi pengecilan ukuran adalah kadar air dan sensitivitas bahan terhadap energi panas. Perbedaan ini juga dapat disebabkan karena kekerasan biji kakao. Kekerasan biji kakao juga berhubungan dengan kadar air pada biji kakao. Kadar air pada biji kakao yang berbeda-beda inilah yang mempengaruhi ukuran dari partikel pasta kakao. Pada prinsipnya biji kakao yang memiliki kadar air yang rendah akan memiliki tingkat kerapuhan yang tinggi (Kent, 1993). Sample hasil pemastaan yang dilakukan tidak memiliki ukuran partikel yang sesuai dengan ketentuan hasil pasta kakao yang dapat diolah menjadi coklat. Sample hasil pemastaan yang didapatkan 2-3mm atau 2000-3000 μm. Menurut Mulato., et al (2004) nib yang semula berbentuk butiran padat kasar harus dihancurkan sampai ukuran tertentu (<20 μm) dan menjadi bentuk pasta cair kental. Proses pemastaan atau penghalusan nib kakao dilakukan dalam dua tahap, yaitu penghancuran untuk merubah biji kakao padat menjadi pasta dengan kehalusan butiran >40 μm dengan menggunakan mesin pemasta silinder. Kemudian disusul proses pelumatan dengan alat penghalus pasta atau refiner untuk menghasilkan kehalusan pasta dengan ukuran partikel <20 μm.

5.4 Pembuatan Cokelat

Pengujian sensori coklat dilakukan oleh 15 panelis dengan mengamati parameter berupa kenampakan, kecepatan leleh, tekstur, dan daya patah pada 3 sample yang diberi kode 3 digit acak. Sampel 514 dengan perlakuan tempering sampai suhu 28 °C dengan pengadukan, sampel 549 dengan perlakuan tempering sampai suhu 28 °C tanpa pengadukan, dan sampel 573 dengan perlakuan tempering sampai suhu 28 °C dengan pengadukan lalu suhu dinaikkan 33 °C. Pada uji kenampakan panelis diminta untuk memberikan range skor 1-5. Semakin besar skor yang diberikan maka kenampak produk semakin baik. Berdasarkan hasil pengamatan yang telah didapatkan, rata-rata skor sampel 514, 549, dan 573 secara berturut-turut 3,13; 3,07; 1,8. Hal ini menunjukkan bahwa sampel 514

(30)

memiliki kenampakan yang lebih baik namun tidak jauh berbeda dengan sampel 573. Pada sampel 573 dengan perlakuan suhu 28°C dinaikkan menjadi 33°C mendapatkan skor paling rendah. Hal ini disebabkan karena bila suatu lemak didinginkan, hilangnya panas akan memperlambat gerakan molekul-molekul dalam lemak, sehingga jarak antar molekul lebih kecil. Jika jarak antar molekul lebih kecil, maka akan timbul gaya tarik menarik antar molekul. Akibat dengan adanya gaya ini, maka radikal-radikal asam lemak dalam molekul lemak akan tersusun berjajar dan saling bertumpuk serta membentuk ikatan kristal. Tahap pengkristalan lemak dimulai pada sisi-sisi tertentu saat suhu mencapai tingkat yang mampu membentuk inti kristal dan semakin lama akan membentuk kristal utuh. Dengan demikian suhu tempering yang terlalu tinggi akan menyebabkan molekul lemak sukar untuk membentuk ikatan sehingga coklat menempel di cetakan yang menyebabkan kenampakan yang dihasilkan kurang baik (Winarno, 2001).

Pada uji kecepatan leleh panelis diminta untuk memberikan range skor 1-5. Semakin besar skor maka kecepatan leleh produk semakin cepat atau mudah leleh. Berdasarkan hasil pengamatan yang didapatkan, rata-rata skor sampel 514, 549, dan 573 secara berturut-turut 2,6; 2,8 ; 1,8. Suhu yang dicapai pada tempering berpengaruh terhadap kecepatan leleh dari produk coklat, hal ini dijelaskan oleh Sunanto (1992 suhu pendinginan 28°C memiliki karakteristik lebih mudah meleleh daripada sampel yang menggunakan suhu 33°C. Perlakuan pengadukan tidak memberikan pengaruh secara signifikan terhadap kecepatan leleh namun terhadap tekstur (ukuran partikel) seperti dalam penjelasan Utama (2013) bahwa peningkatan kecepatan pengadukan (1000 rpm, 1250 rpm, 1500 rpm) menghasilkan ukuran partikel yang semakin kecil (22,55 µm; 14,56 µm; 11,97 µm).

Tekstur merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi penerimaan konsumen terhadap produk pangan.Pada uji sensori coklat dengan parameter tekstur, panelis diminta untuk memberikan range skor 1-5. Semakin besar skornya maka tekstur pada produk menunjukkan semakin lembut atau smooth. Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, rata-rata skor

(31)

penerimaan terhadap sampel 514,549, dan 573 secara berturut-turut 3,33; 2,93; 2,73. Hal ini menunjukkan bahwa sampel 514 lebih lembut daripada sampel 549 karena pada sampel 549 tidak dengan pengadukan sehingga partikel-partikel yang dihasilkan lebih kasar daripada sampel 514. Perlakuan pengadukan memberikan pengaruh pada tekstur melalui perbedaan ukuran partikel seperti dalam penjelasan Utama (2013) bahwa peningkatan kecepatan pengadukan (1000 rpm, 1250 rpm, 1500 rpm) menghasilkan ukuran partikel yang semakin kecil (22,55 µm; 14,56 µm; 11,97 µm). Namun pada sampel 573 dengan perlakuan pengadukan memiliki kelembutan paling rendah, hal ini disebabkan oleh faktor fluktuasi suhu pada penyimpanan. Lemak kakao didominasi oleh trgiliserida yang terdiri atas asam stearat (34%), palmitat (27%) dan oleat (34%) yang bersifat padat pada suhu ruang dan meleleh pada suhu tubuh 37oC dan memberikan tekstur yang lembut saat dimulut. Fluktuasi suhu pada saat penyimpanan di suhu, akan menyebabkan lemak mencair dan coklat yang dihasilkan tidak kompak, tidak lembut dan lengket (Becket 2008)

Pada uji daya patah, panelis diminta untuk memberikan range skor 1-5., dengan semakin besar skor maka tingkat kekerasan pada produk semakin tinggi. Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, rata-rata skor penerimaan terhadap sampel 514,549, dan 573 secara berturut-turut 2,6; 2,93; 0,93. Hal ini menunjukkan bahwa sampel 549 memiliki daya patah paling tinggi atau renyah. Skor yang didapat tidak sesuai dengan penjelasan Sunanto (1992) suhu pendinginan 28 °C untuk sample 514 dan 549 memiliki karakteristik padat, patah kurang sempurna, terlalu mudah lumer dan sample 573 dengan suhu dinaikkan menjadi 33°C memiliki kharakteristik mengkilap, padat, renyah, leleh pada suhu tubuh (37 °C). Seharusnya sampel 573 memiliki kekerasan atau kepadatan yang paling tinggi karena bentuk partikelnya beta aksen. Hal ini dapat terjadi karena faktor yang mempengaruhi kekerasannya yaitu pada saat penyimpanan. Fluktuasi suhu pada saat penyimpanan, akan menyebabkan lemak mencair dan coklat yang dihasilkan tidak kompak, tidak lembut dan lengket (Becket 2008).

(32)

BAB 6. PENUTUP 6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimulan berupa :

1. Selama proses penyangraian terjadi proses perubahan fisik dan kimiawi pada biji kakao berupa warna menjadi coklat, aroma semakin kuat dan tekstur yang rapuh.

2. Pemisahan kulit biji dilakukan menggunankan mesin winnowing kurang efisien dikarenakan ukuran kulit biji terlalu besar dan pengaruh kadar air, sehingga masih banyak kulit biji terikut.

3. Ukuran partikel pemastaan tidak sesuai dengan ketentuan pada sumber dikarenakan perlakuan pemastaan yang hanya sekali dan dipengaruhi oleh faktor kekerasan biji dan kadar air.

4. Sample coklat dengan tempering suhu 28 °C tanpa pengadukan memiliki nilai   penerimaan   tertinggi   dan   coklat   dengan  tempering  suhu   28   °C dengan pengadukan lalu suhu dinaikkan 33 °C merupakan coklat dengan nilai penerimaan terendah.

6.2 Saran

Sebaiknya praktikum dapat dilakukan dengan lebih kondusif dan masing-masing mahasiswa dapat mengetahui proses penbuatan coklat secara real dan berurutan.

(33)

DAFTAR PUSTAKA

Afoakwa, E.O., Paterson, A. And Folwer, M. 2007. Factors influencing rheological and textural qualities in chocolatea review. Trends Food Sci. Technol. 18(6), 290–298.

Azizah, Siti. 2005. Uji Kinerja Mesin Sangrai Tipe Silinder Horisontal Berputar Untuk Penyangraian Biji Kakao “Under Grade”. Jurusan Teknik Pertanian. Jember : Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Jember. Badan Standardisasi Nasional. 2009. SNI 3749 : 2009 – Kakao Massa. Jakarta :

Badan Standardisasi Nasional.

Beckett, S. T. 2009. Industrial Chocolate Manufacture And Use. 4th edition. Wiley-Blackwell, York, UK,

BSN. 2008. SNI Biji Kakao 01-2323-2008. Jakarta.

BSN. 2009. Kakao Massa SNI 3749 : 2009. Jakarta : Badan Standar Nasional. BSN. 2009. Lemak Kakao SNI 3748 : 2009. Jakarta : Badan Standar Nasional. Geiselman, P.J., Smith, C.F., Williamson, D.A., Champagne, C.M., Bray, G.A.

And Ryan, D.H. 1998. Perception of sweetness intensity determines women’s hedonic and other perceptual responsiveness to chocolate food. Appetite 1998(31), 37–48.

Guinard, J.X. and Mazzucchelli, R. 1999. Effects of sugar and fat on the sensory properties of milk chocolate: Descriptive analysis and instrumental measurements. J. Sci. Food Agric. 79(11), 1331–1339.

Haryadi, M. dan Supriyanto. 2001. Pengolahan Kakao Menjadi Bahan Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Yogyakarta : Universitas Gajah Mada. Hlm 56-70.

Hasbawati, 2006. Karakteristik Fisik Biji Buah Kakao Menurut Posisinya Pada Pohon. Makassar : Fakultas Pertanian dan Kehutanan Universitas Hasanuddin.

Hayatinufus, L. Tobing, A. 2010. Modern Indonesian Chef. Jakarta: Dian Rakyat. Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Cetakan

Pertama. Jakarta : UI-Press.

Minife, B.W. 1980. Chocolate Cacao and Confectionary Science and Technology. The Avi Publishing Co. Westport. Connecticut

(34)

Moeljaningsih. 2006. Pengaruh Penambahan Lesitin TerhadapKualitas Permen Coklat SelamaPenyimpanan Pada Suhu Kamar. Medan : Badan KetahananPangan Sumatera Utara.

Mulato, S., Sukrisno, W., Misnawi, Edy, S. 2004. Petunjuk Teknis Pengolahan Produk Primer dan Sekunder Kakao. Jember : Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia.

Poedjiwidodo, M. S., 1996. Sambung Samping Kakao. Trubus Agriwidya, Jawa Tengah.

Prawoto, A. dan Sulistyowati .2001. Sifat-sifat fisiko Kkmia lemak kakao dan faktor-faktor yang berpengaruh. Jember : Pusat Penelitian Perkebunan. Hlm 39-46.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. 2010. Budidaya dan Pasca Panen Kakao. Bogor.

Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. 2008. Kakao. Jember.

Rector, D. 2000. Chocolate – controlling the flow. Benefits of polygycerol polyricinoleic acid. Manuf. Confect. 80(5), 63–70

Ruku, S. 2008. Teknologi Pengolahan Biji Kakao Kering Menjadi produk Olahan Setengah Jadi. Buletin Teknologi dan Informasi Pertanian, 2008. Kendari : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tenggara.

Septianti, E. 2013. Teknologi Pengolahan Primer dan Sekunder Biji Kakao. Sinar Tani Agroinovasi Edisi 20-26 Maret 2013 No.3499 Tahun XLIII. Makassar : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Supriyanto dan Marseno, D, W. 2010. Penyangraian Hancuran Nib Kakao Dengan Enerji Gelombang Mikro Untuk Menghasilkan Cokelat Bubuk. AGRITECH, Vol. 30, No. 4, NOVEMBER 2010. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada.

Susanti, 2012. Studi Pembuatan Dark Cokelat Dengan Penambahan Ekstrak Jahe (zingiberofficinale) Sebagai Bahan Pengisi. Program Studi Ilmu Teknologi Pangan. Jurusan Teknologi Pertanian. Fakultas Pertanian. Makassar : Universitas Hasanuddin.

Susanto, F. X. Ir. 1994. Tanaman kakao (Budidaya dan Pengolahan Hasil). Yogyakarta : Kanisius.

(35)

Syamsulbahri. 1996. Bercocok Tanam Tanaman Perkebunan Tahunan. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Towaha, J., Anggraini, D, A., dan Rubiyanto. 2012. Keragaan Mutu Biji Kakao dan Produk Turunannya Pada Berbagai Tingkat Fermentasi: Studi kasus di Tabanan, Bali. Pelita Perkebunan 28 (3) 2012, 166-183. Sukabumi : Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar.

Triwitarsih. 2009. Mengenal Kakao. Yogyakarta : Kanisius

Utama, D. 2013. Pengaruh Kecepatan Pengadukan Terhadap Karakterstik Fisik Mikrosfer Ovarbumin-Alginat Dengan Metode Aerosolasi. Jurnal Farmasetika. Surabaya : Unair.

Wahyudi, et al. 2008. Panduan Lengkap Kakao. Jakarta : Penebar Swadaya. Winarno, FG. 2001. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka

(36)

LAMPIRAN PERHITUNGAN ACARA 1

KELOMPOK 1 Kakao 1

Berat kakao awal : 100 gram Berat kakao

setelah disangrai : 92,63 gram

Berat uap : Berat kakao awal – Berat kakao setelah disangrai = (100 – 92,63) gram = 7,37 gram Rendemen :

=

= 93% Kakao 2

Berat kakao awal : 100 gram Berat kakao

setelah disangrai : 85,23 gram

Berat uap : Berat kakao awal – Berat kakao setelah disangrai = (100 – 85,23) gram = 14,77 gram Rendemen :

=

= 85% KELOMPOK 2 Kakao 1

Berat kakao awal : 100 gram Berat kakao

setelah disangrai : 86,34 gram

Berat uap : Berat kakao awal – Berat kakao setelah disangrai = (100 – 86,34) gram

(37)

Rendemen :

=

= 86% Kakao 2

Berat kakao awal : 100 gram Berat kakao

setelah disangrai : 98,68 gram

Berat uap : Berat kakao awal – Berat kakao setelah disangrai = (100 – 98,68) gram = 1,32 gram Rendemen :

=

= 99% ACARA 2 KELOMPOK 3 Presentasi kulit = *100%  Fraksi ke-1 1,98:(92,21+1,98)*100%= 2,102%  Fraksi ke-2 2,60:(29,56+2,60)*100%= 8,084%  Fraksi ke-3 2,60:(15,93+2,60)*100%=14,031% KELOMPOK 4 Presentasi kulit = *100%  Fraksi ke-1 2,35:(84,79+ 2,35)*100%= 2,7%

(38)

 Fraksi ke-2 2,33:(29,35+2,33)*100%= 7,35%  Fraksi ke-3 1,38:(27,21+1,38)*100%= 4,83%  Fraksi ke-3 1,38:(27,21+1,38)*100%= 4,83%

(39)

LAMPIRAN DOKUMENTASI 1. Penyangraian Biji Kakao

No

. Gambar Keterangan

1. Biji kakao sebelumpenyangraian

2. Pemasukan dalam mesin roaster

3. Penyangraian

4. Pendinginan

5. Penimbangan biji setelah

(40)

6. Pengamatandandibandingandenganbijikakaotanpapenyangraian

2. Pemisahan Kulit Biji kakao

No Gambar Keterangan

1. Biji kakao sangrai

2. Corong pemasukkan bijikakao

(41)

4. Pengambilan nib

5. Nib dan kulit biji kakao

3. Pemastaan

No Gambar Keterangan

1 Pemasukan biji yang sudah

bersih, setelah ditimbang, dan pemasukan dalam mesin pemastaan

2 Penimbangan pasta yang

diperoleh

3 Pengukuran besar partikel

(42)

meter 4. Pengolahan Cokelat No Gambar Keterangan 1 Pengecilan ukuran 2 Pencampuran bahan 3 Refining 4 Conching

(43)

5

Tempering

6

Gambar

Gambar 8. Vanili
Gambar 9. Soda kue
Tabel 1. Syarat mutu kakao massa atau pasta kakao N
Gambar 1. Penyangraian Biji Kakao
+4

Referensi

Dokumen terkait

Sistem Outsourcing di Indonesia masih ada praktik menyimpang yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan BUMN, pekerja yang bekerja diperusahaan tersebut telah

Ciliophora, Amphicoplexa, Porifera, Coelenterata, Platyhelminthes, Nematoda, Rotifera, Annelida, Mollusca, Brachiopoda, Chaetocnata, Ctenosphora, Insecta, Crustacea, Nemertina,

DAN salah satu perkara yang paling saya tekankan di sini ialah mempelajari dengan mereka yang telah berjaya dan mampu tunjuk ajar anda ke arah yang lebih sukses dalam bidang

Saran penulis bagi peneliti lain yang akan membahas kajian tentang pemikiran tokoh terutama yang berkaitan dengan Ikhwanul Muslimin adalah penelitian lain terhadap

Dari dilemma yang telah dikemukakan di atas, kemudian diperlukan pendekatan yang kedua, yaitu yang menyatakan bahwa Psikologi Islami adalah ilmu tentang manusia yang kerangka

Non Aplicable Dari hasil verifikasi terhadap dokumen penerimaan bahan baku, diketahui bahwa selama periode November 2015 s/d Oktober 2016 PT Indo Mapan tidak

Prosedur Tetap Pengadaan Barang ini meliputi Pengajuan kebutuhan barang dari unit kerja, pembuatan formulir pengajuan pembiayaan pengadaan barang, pembuatan berkas LS

1) Hipokalemia, yakni kekurangan kalium dalam darah. Semua diuretik yang bekerja di muka bagian distal ujung memperbesar ekskresi ion-ion K + dan H + karena ditukarkan dengan ion Na