• Tidak ada hasil yang ditemukan

Proteksi Radiasi dalam Pekerjaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Proteksi Radiasi dalam Pekerjaan"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

Proteksi Radiasi dalam Pekerjaan

Terjemahan dokumen IAEA RS-G-1.1: Occupational Radiation Protection

BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL

BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR

(2)

The International Atomic Energy Agency (IAEA) makes no warranty and assumes no responsibility for the accuracy or quality or authenticity of workmanship of the translation/publication/printing of this document/publication

and adopts no liability for any loss or damage consequential or otherwise howsoever caused arising directly or indirectly from the use there of whatsoever

and to whomsoever

International Atomic Energy Agency (IAEA) tidak menjamin dan tidak bertanggung jawab atas ketepatan dan kualitas atau orisinalitas dari penerjemahan/penerbitan/pencetakan dokumen/publikasi ini dan tidak bertanggung jawab atas kerugian atau kerusakan yang ditimbulkan sebagai

akibat dari pemanfaatannya atau sebaliknya secara langsung atau tidak langsung untuk apapun dan oleh siapapun

Saran, kritik dan koreksi sangat kami harapkan Redaksi: Hendriyanto Haditjahyono Pusat Pendidikan dan Pelatihan – BATAN

(3)

Daftar Isi

1. Pendahuluan... 1 Latar Belakang ... 1 Tujuan... 2 Ruang Lingkup ... 3 Struktur ... 3

2. Kerangka Kerja Proteksi Radiasi dalam Pekerjaan... 3

Kegiatan Praktis dan Intervensi ... 3

Paparan pekerjaan... 5

Tingkat Acuan... 7

Penerapan BSS Pada Sumber Radiasi Alam ... 8

Persyaratan Proteksi Radiasi...14

Tanggung Jawab...15

3. Pembatasan Dosis...22

Batas Dosis...22

Keadaan Khusus ...25

Batas Paparan untuk Turunan Radon dan Turunan Thoron ...26

4. Optimasi Proteksi Radiasi untuk Kegiatan Praktis ...27

Umum...27

Komitmen terhadap Optimasi Proteksi ...29

Penggunaan Metode Bantu Pengambilan Keputusan...30

Peranan Dosis Pembatas (Dose Constraint)...31

Peranan Tingkat Investigasi...33

5. Program Proteksi Radiasi...34

Tujuan...34

(4)

Cakupan dan Struktur Program Proteksi Radiologi...37

Pelimpahan Tanggungjawab...38

Akuntabilitas sumber radioaktif...39

Klasifikasi Area...39

Aturan Lokal, Supervisi And Peralatan Proteksi Perorangan...44

Perencanaan Kerja Dan Perizinan Kerja Radiasi...46

Pemantauan dan Evaluasi Dosis...47

Rekaman-rekaman ...58

Informasi Dan Pelatihan...64

Jaminan Mutu ...66

6. Intervensi dalam Keadaan Darurat ...69

Umum...69

Rencana Keadaan Darurat dan Tanggung Jawab ...70

Akibat Langsung Suatu Kecelakaan...71

Tindakan Penanggulangan Keadaan Darurat...71

Proteksi Terhadap Pekerja yang Melakukan Tindakan Intervensi...72

Kategori Pekerja ...74

Pengelolaan Pekerja dalam Keadaan Darurat...74

7. Pengawasan Kesehatan...76

Tujuan Pengawasan Kesehatan...76

Tanggung Jawab Atas Pengawasan Kesehatan...76

Informasi dan Pelatihan bagi Dokter...78

Penyuluhan...79

(5)

1. PENDAHULUAN

Latar Belakang

1.1 Paparan radiasi dalam pekerjaan dapat terjadi akibat dari berbagai

aktivitas manusia, termasuk pekerjaan yang berhubungan dengan tahap-tahap pengelolaan siklus bahan bakar nuklir, pemanfaatan sumber radioaktif dan pesawat sinar-X, penelitian ilmiah, pertanian dan industri, serta pekerjaan lain yang berkaitan dengan penanganan bahan mineral yang mengandung radionuklida alam berkonsentrasi tinggi.

1.2 Publikasi IAEA sebagai Safety Fundamentals yang berjudul “Radiation

Protection and the Safety of Radiation Sources” [1] memaparkan tujuan, konsep, serta prinsip proteksi dan keselamatan radiasi.

Persyaratan-persyaratan untuk mencapai tujuan dan prinsip yang tercantum dalam Safety

Fundamentals, termasuk persyaratan proteksi untuk para pekerja yang terkena

paparan radiasi, terdapat dalam International Basic Safety Standards for

Protection against Ionizing Radiation and for the Safety of Radiaton Sources (the Basic Safety Standards or BSS), yang disponsori bersama oleh IAEA dan lima organisasi internasional lain [2].

1.3 Tiga Safety Guides yang saling berkaitan yang telah disiapkan bersama

oleh IAEA dan International Labour Office (ILO), memberikan panduan untuk

memenuhi persyaratan dari Basic Safety Standards dengan fokus pada

paparan pekerjaan. Safety Guide ini memberikan petunjuk secara umum

terhadap kondisi paparan radiasi dimana program pemantauan sudah harus diterapkan untuk mengetahui tingkat dosis radiasi yang diterima oleh para pekerja karena sumber radiasi eksterna [3] maupun interna [4]. Beberapa Safety Standards yang berkaitan dengan masalah proteksi radiasi dalam pekerjaan ditunjukkan pada gambar 1.

1.4 Rekomendasi terhadap proteksi radiasi dalam pekerjaan juga telah

dikembangkan oleh International Commision on Radiological Protection (ICRP) [5]. Rekomendasi tersebut dan rekomendasi yang lain dari ICRP [6,7] maupun

(6)

oleh International Commision on Radiation Units and Measurements (ICRU) [7-9] juga menjadi pertimbangan dalam penyusunan Safety Guide ini.

1.5 Disadari bahwa proteksi radiasi merupakan salah satu komponen yang

harus diperhatikan untuk melindungi kesehatan dan keselamatan pekerja. Program proteksi radiasi harus ditetapkan dan dikelola bersama dengan program kesehatan dan keselamatan yang lain, seperti kesehatan dan keselamatan industri, maupun keselamatan terhadap kebakaran.

Gambar 1: Safety Standard IAEA untuk proteksi radiasi dalam pekerjaan

Tujuan

1.6 Tujuan Safety Guide ini adalah memberi pedoman untuk mengendalikan

paparan radiasi dalam pekerjaan, sebagaimana akan dibahas lebih rinci pada bab 2. Rekomendasi yang diberikan disini dimaksudkan untuk badan

pengawas, tetapi Safety Guide ini juga akan berguna bagi pengusaha instalasi

instalasi, pemegang izin atau pendaftar, bagi manajemen dan penasehat khusus, dan bagi komite kesehatan dan keselamatan kerja yang menangani masalah proteksi radiasi untuk para pekerja. Rekomendasi juga dapat digunakan oleh para pekerja dan perwakilannya untuk meningkatkan budaya kerja yang aman.

Safety Fundamentals Safety Requirements Safety Guides Pengkajian Paparan Kerja karena Radiasi

Sumber External

Proteksi Radiasi dalam Pekerjaan

Pengkajian Paparan Kerja karena Masukan

Radionuklida International Basic Safety

Standards for Protection against Ionizing Radiation and for the

Safety of Radiation Sources

Safety Series No. 115 Radiation Protection and the Safety of Radiation Sources

(7)

Ruang Lingkup

1.7 Safety Guide ini mencakup aspek teknis dan organisasi dari pengendalian paparan radiasi dalam pekerjaan, dalam situasi paparan radiasi normal maupun paparan radiasi potensial. Tujuannya adalah untuk memberikan pendekatan yang terintegrasi terhadap pengendalian paparan normal dan potensial yang disebabkan oleh iradiasi eksternal dan internal dari sumber radiasi alam maupun buatan.

Struktur

1.8 Bab 2 pada Safety Guide ini membahas kerangka kerja rekomendasi

guna mencapai persyaratan-persyaratan untuk proteksi radiasi dalam pekerjaan dan mendefinisikan paparan radiasi dalam pekerjaan yang dinyatakan dalam BSS. Sebuah sub bab utama membahas tentang isu penerapan BSS pada paparan radiasi yang berasal dari sumber alam. Sub bab berikutnya berkaitan dengan masalah proteksi dan keselamatan radiasi, tanggung jawab, dan kuantitas dosimetri. Bab 3 mencakup aplikasi praktis pada batas dosis untuk paparan pekerjaan, khususnya dosis rata-rata dalam periode lima tahun. Bab 4 membahas optimasi terhadap proteksi dan keselamatan radiasi. Bab 5 menitik beratkan pada pengembangan program proteksi dan keselamatan radiasi, termasuk rekomendasi untuk paparan radiasi dalam pekerjaan, seperti klasifikasi daerah kerja, pengukuran dosis pekerja, pelatihan, pemeliharaan catatan, dan jaminan kualitas. Bab 6 memberikan panduan intervensi pekerja dalam keadaan darurat. Bab 7 mencakup pengawasan kesehatan pekerja, berdasarkan pada prinsip dasar kesehatan kerja, dan mendiskusikan penanganan pekerja yang menerima dosis lebih tinggi dari batas dosis.

2. KERANGKA KERJA PROTEKSI RADIASI DALAM

PEKERJAAN

(8)

2.1 Didefiniskan dua jenis situasi dengan tujuan untuk memantapkan prinsip proteksi radiasi yaitu kegiatan praktis dan intervensi. Kegiatan praktis adalah tindakan manusia yang dapat menyebabkan peningkatan paparan radiasi yang biasa diterima oleh masyarakat dari sumber radiasi yang ada, atau yang dapat meningkatkan kemungkinan akan terkena paparan radiasi. Intervensi adalah usaha manusia untuk menurunkan paparan radiasi yang ada, atau kemungkinan akan terkena paparan, dan kegiatan tersebut bukan merupakan kegiatan praktis yang direncanakan. Pada sebuah kegiatan praktis, ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan proteksi dan keselamatan radiasi dapat ditentukan sebelum kegiatan itu dilaksanakan, dan paparan radiasi atau kemungkinan paparan yang ditimbulkannya dapat dibatasi sejak awal. Pada kasus intervensi, keadaan meningkatnya paparan atau kemungkinan paparan telah telah terjadi sehingga pengurangannya hanya dapat dilakukan dengan tindakan protektif atau perbaikan.

2.2 Terjadinya paparan radiasi yang disebabkan oleh kegiatan praktis dapat

diduga sebelumnya dan tingkat paparannya dapat diperkirakan, walaupun dengan suatu nilai ketidak-pastian. Jenis paparan radiasi seperti itu menurut BSS dinyatakan sebagai “paparan normal”. Selain itu, suatu skenario dapat menggambarkan bahwa terdapat potensi terkena paparan tetapi tidak ada kepastian bahwa paparan tersebut akan terjadi. Kemungkinan terjadinya paparan tersebut dinyatakan sebagai “paparan potensial”. BSS mencakup dua jenis paparan tersebut.

2.3 BSS (ref. [2], para. 3.1.) membedakan dua jenis situasi intervensi:

(a) situasi paparan darurat yang membutuhkan tindakan protektif untuk

menurunkan atau mencegah paparan temporer, meliputi:

(i) kecelakaan dan kedaruratan yang menyebabkan rencana atau

prosedur kedaruratan harus sudah dijalankan;

(ii) situasi terjadinya paparan temporer lain yang ditentukan oleh

Badan Pengawas atau organisasi yang berwenang sebagai kegiatan intervensi; dan

(b) situasi paparan kronis yang membutuhkan tindakan perbaikan untuk

menurunkan atau mencegah paparan kronis, meliputi:

(i) paparan radiasi alam, seperti paparan radiasi Radon di dalam

(9)

(ii) paparan sisa bahan radioaktif dari kejadian masa lampau, seperti kontaminasi radioaktif yang ditimbulkan oleh suatu kecelakaan; setelah situasi yang membutuhkan tindakan protektif dihentikan, maupun yang berasal dari kegiatan praktis atau pemakaian sumber yang tidak dibawah sistem pemberitahuan, dan otorisasi; dan

(iii) situasi paparan kronis lain yang ditentukan oleh Badan Pengawas

atau organisasi yang berwenang sebagai kegiatan intervensi.

2.4 Fokus utama safety guide ini adalah untuk melindungi pekerja dalam

melaksanakan kegiatan praktis yang terkendali. Walaupun begitu juga memperhatikan perlindungan terhadap pekerja yang melaksanakan kegiatan intervensi dalam kejadian darurat (lihat bab 6). Situasi yang mungkin memerlukan kegiatan intervensi untuk melindungi diri pekerjanya sendiri, seringkali adalah untuk menangani paparan kronis, khususnya yang berasal dari sumber radiasi alam (lihat para. 2.16 – 2.30)

2.5 Beberapa contoh penerapan BSS pada kegiatan praktis terdapat pada

paragraf 2.1 dalam BSS. Contoh tersebut mencakup pemanfaatan radiasi atau bahan radioaktif di bidang kesehatan dan industri dan untuk keperluan pendidikan, pelatihan atau penelitian, pembangkitan tenaga nuklir dan kegiatan praktis yang menangani paparan dari radiasi alam yang ditetapkan oleh badan pengawas sebagai kegiatan yang perlu dikendalikan. Beberapa contoh sumber (dalam kegiatan praktis) yang terkena persyaratan BSS terdapat pada paragraf 2.2 dalam BSS. Termasuk di dalamnya bahan radioaktif, sumber terbungkus, pembangkit radiasi, fasilitas iradiasi, bahan dan biji tambang serta instalasi nuklir.

Paparan pekerjaan

2.6 Istilah paparan pekerjaan (occupational exposure) telah digunakan oleh

ILO untuk menyatakan paparan yang diterima pekerja selama bekerja [10]. Akan tetapi, BSS (para. 1.4 dan 2.17) memberikan pengecualian pada paparan yang mempunyai tingkat atau kemungkinan yang tidak perlu dikendalikan, dan pengecualian terhadap kegiatan praktis dan sumber radiasinya yang menimbulkan risiko radiasi cukup rendah sehingga tidak memerlukan pengaturan. Dalam rangka menitik beratkan dan mengefektifkan tindakan

(10)

protektif dan preventif, BSS memberikan definisi paparan pekerjaan yang lebih sempit, yaitu “semua paparan yang diterima pekerja selama menjalankan pekerjaannya, dengan pengecualian paparan yang diluar standar itu dan paparan yang berasal dari kegiatan praktis dan sumber radiasinya yang dikecualikan oleh standar” (ref. [2], Glossary). Itu adalah paparan pekerjaan yang menjadi tanggung jawab manajemen pelaksana.

2.7 Dinyatakan dalam BSS bahwa “paparan yang mempunyai tingkat dan

kemungkinan yang tidak perlu dikenai persyaratan standar, dapat dikecualikan dari standar” (ref. [2], para 1.4.). Contoh paparan seperti itu yang diberikan dalam BSS adalah yang berasal dari kalium-40 di dalam tubuh, sinar kosmik di permukaan bumi, dan dari radionuklida kandungan hampir semua material baku yang belum diubah konsentrasinya. Panduan sedang disiapkan untuk komponen paparan radiasi alam yang mungkin harus dikendalikan sebagai paparan pekerjaan.

2.8 Dinyatakan dalam BSS bahwa kegiatan praktis dan sumber radiasinya

dapat dibebaskan dari persyaratan standar yang tersedia bahwa otoritas regulasi menyetujui kegiatan praktis dan sumber radiasinya tersebut memenuhi persyaratan pengecualian atau pengecualian tingkat paparan (ref. [2], para. 2.17). Dua persyaratan dan tingkat pengecualian tersebut tercantum pada jadwal I dalam BSS.

2.9 Jadwal I dalam BSS membahas kondisi pengecualian dari persyaratan

standar terhadap pembangkit radiasi dan peralatan yang mengandung bahan radioaktif terbungkus. Salah satu kondisi keduanya harus telah disetujui oleh otoritas pengatur (Badan Pengawas). Penggunaan ketentuan pengecualian ini adalah yang mempunyai nilai seperti kamar ionisasi pada detektor asap, pemicu radioaktif pada tabung perpendaran (fluorescent). Paparan pada peralatan tersebut telah dikendalikan oleh disainnya. Pengendalian paparan lebih lanjut kepada para pekerja yang bekerja di dekatnya sudah tidak diperlukan. Implikasi dari penggunaan ketentuan pengecualian ini adalah perlunya mengembangkan standar untuk menentukan bahwa peralatan tersebut merupakan jenis yang disetujui untuk dikecualikan. Meskipun telah

(11)

dikecualikan, paparan para pekerja yang terlibat dalam pembuatan alat atau dalam transportasi atau perawatan, harus tetap dikendalikan.

2.10 Paparan pada para pekerja yang terlibat dalam kegiatan protektif dan penangulangan di situasi intervensi, pada prinsipnya, dapat dikendalikan dan di bawah tanggung jawab manajemen pelaksana serta termasuk sebagai paparan pekerjaan (lihat bab 6).

Tingkat Acuan

2.11 Didefinisikan dalam BSS bahwa tingkat acuan merupakan istilah umum yang dapat digunakan untuk tingkat tindakan, tingkat intervensi, tingkat investigasi, atau tingkat pencatatan. Tingkatan ini sangat membantu manajemen pelaksana sebagai tingkat pemicu, bila batas ini dilewati maka harus diambil tindakan atau keputusan tertentu. Tingkatan ini dapat dinyatakan dalam kuantitas yang terukur atau dalam bentuk besaran lain yang dapat menghubungkan ke suatu kuantitas terukur.

2.12 Tingkat tindakan adalah suatu batas laju dosis atau konsentrasi aktivitas yang bila dilewati maka tindakan protektif atau penanggulangan harus dilaksanakan dalam situasi paparan kronis atau paparan darurat (ref. [2], glossary). Tingkat tindakan seringkali digunakan untuk melindungi masyarakat umum, akan tetapi juga relevan untuk paparan kerja dalam situasi paparan kronis, khususnya yang melibatkan paparan Radon di tempat kerja. Hal ini akan dibahas lebih lanjut pada paragraf 2.16 – 2.30.

2.13 Tingkat intervensi adalah suatu batas dosis yang bila dilewati maka tindakan protektif atau penanggulangan khusus harus dilakukan pada suatu

situasi paparan darurat atua situasi paparan kronis (ref. [2], glossary).

Penggunaan istilah ini biasanya untuk membatasi kegiatan intervensi yang berhubungan dengan masyarakat umum.

2.14 Tingkat investigasi adalah batas suatu besaran tertentu seperti dosis efektif, pemasukan atau kontaminasi per satuan area atau volume, yang bila

dilewati maka tindakan investigasi harus dilaksanakan (ref. [2], glossary). Bila

(12)

terhadap hal yang menyebabkannya harus dilakukan. Penggunaan tingkat investigasi akan dibahas lebih lanjut pada bab 4 dan 5.

2.15 Tingkat pencatatan adalah suatu batas dosis, paparan atau pemasukan yang ditetapkan oleh Badan Pengawas. Bila dosis, paparan atau pemasukan yang diterima oleh pekerja pada atau melewati batas tersebut maka harus dicatat ke dalam masing-masing catatan paparan perorangan (ref. [2], glossary). Pengunaan tingkat penccatatan ini akan didiskusikan lagi pada bab 5.

Penerapan BSS Pada Sumber Radiasi Alam

2.16 Situasi paparan dari sumber alam selain yang telah dibahas pada paragraf 2.7 membutuhkan pertimbangan lebih lanjut. Karena dalam banyak kasus, paparan dari sumber alam tersebut tidak dibawah pengendalian regulasi sebagaimana sumber radiasi buatan. Pengendalian mungkin tetap diperlukan bila tidak ada yang memandang perlu sebelumnya. Teks berikut diambil dari BSS (ref [2], par. 2.1, 2.2, dan 2.5) yang memberikan landasan kebijaksanaan untuk sumber radiasi alam:

“Standar perlu diterapkan pada kegiatan praktis yang meliputi:

(a) produksi sumber dan penggunaan radiasi atau bahan radioaktif untuk

tujuan kedokteran, industri, peternakan, atau pertanian, atau untuk pendidikan, pelatihan, atau penelitian, termasuk aktivitas lain yang menyebabkan atau dapat menyebabkan terkena paparan radiasi atau bahan radioaktif.

………..

(c) kegiatan praktis yang menyebabkan terkena paparan radiasi alam yang

ditentukan oleh Badan Pengawas sebagai perlu dikendalikan”.

“Sumber yang digunakan dalam suatu kegiatan praktis yang dikenai persyaratan standar, meliputi:

(a) bahan radioaktif dan peralatan yang mengandung bahan radioaktif atau

menghasilkan radiasi, termasuk barang konsumen, sumber terbungkus, sumber terbuka, dan pembangkit radiasi termasuk peralatan radiografi portabel;

(13)

(b) instalasi dan fasilitas yang memiliki bahan radioaktif atau peralatan yang menghasilkan radiasi, termasuk fasilitas iradiasi, penambangan dan pengolahan bijih mineral radioaktif, instalasi pengolah bahan radioaktif, instalasi nuklir, dan fasilitas pengelolaan limbah radioaktif; dan

(c) sumber radiasi lain yang ditetapkan oleh Badan Pengawas.”

“Paparan radiasi alam secara normal dapat dianggap sebagai situasi paparan kronis dan bila diperlukan dapat menjadi subyek dari persyaratan kegiatan intervensi kecuali:

(b) paparan radiasi alam pada para pekerja yang menjadi subyek

persyaratan untuk kegiatan praktis yang terdapat dalam bab ini, bila sumber tersebut menyebabkan:

(i) paparan Radon yang dibutuhkan atau secara langsung

berhubungan dengan pekerjaan mereka meskipun paparannya lebih tinggi atau lebih rendah daripada batas tindakan untuk menjalankan tindakan penanggulangan yang berhubungan dengan situasi paparan kronis karena Radon di tempat kerja, kecuali paparan tersebut dikecualikan atau kegiatan praktis atau sumbernya dikecualikan; atau

(ii) paparan Radon yang terjadi sesekali pada pekerjaan, tetap[I

paparannya lebih tinggi dari batas tindakan untuk menjalankan tindakan penanggulangan yang berhubungan dengan situasi paparan kronis karena Radon di tempat kerja, kecuali paparan tersebut dikecualikan atau kegiatan praktis atau sumbernya dikecualikan; atau

(iii) paparan yang ditetapkan oleh Badan Pengawas untuk mengikuti

persyaratan.”

2.17 Istilah bahan radioaktif tidak didefinisikan secara spesifik dalam BSS; perlu dicatat bahwa secara khusus istilah tersebut tidak hanya digunakan untuk radionuklida buatan saja. Jadi BSS menggunakan istilah itu juga untuk radionuklida alam yang telah diekstraksi dari bijihnya apapun penggunaannya. Oleh karena itu sumber terbungkus maupun terbuka yang mengandung radionuklida alam seperti Radium-226 harus diperlakukan dalam kegiatan praktis.

2.18 Secara jelas disebutkan dalam BSS paragraf 2.5 (b) (i) dalam BSS, bahwa penambangan dan pemrosesan bijih radioaktif harus diperlakukan

(14)

sebagai kegiatan praktis. Semua paparan dalam situasi tersebut, termasuk dari Radon, menjadi subyek dari persyaratan kegiatan praktis tidak memperdulikan apakah konsentrasi Radon di udara lebih rendah dari batas tindakan yang tercantum dalam BSS.

2.19 Paragraf 2.5 (b) (ii) dalam BSS perlu diperhatikan bahwa paparan Radon di tempat pekerjaan selain yang tercantum pada 2.5 (b) (i) terkena persyaratan untuk paparan dalam pekerjaan kalau konsentrasi Radon melebih batas tindakan. Akan tetapi hal ini tidak diperlukan bila paparan sudah dikecualikan atau kegiatan praktis atau sumbernya telah dikecualikan. Contoh tempat pekerjaan yang mempunyai paparan Radon dengan tingkat melebihi batas tindakan meliputi penambangan (selain yang memang memproduksi bijih radioaktif), spa, dan tempat kerja di atas permukaan tanah di daerah yang mempunyai konsentrasi Radon tinggi.

2.20 Batas tindakan diterapkan pada situasi paparan kronis yang dijelaskan pada Apendiks VI dalam BSS. Tujuan utama dari batas tindakan adalah menentukan keadaan tertentu dimana tindakan protektif dan penanggulangan perlu dilaksanakan. Dalam kasus paparan Radon yang berlebihan, otoritas regulasi harus mengidentifikasi atau menentukan prosedur survei atau lainnya terhadap tempat kerja yang mempunyai konsentrasi Radon di atas batas tindakan. Perlu dipertimbangkan untuk menurunkan konsentrasi sewajarnya menjadi dibawah batas tindakan. Bila konsentrasi tidak dapat diturunkan secara cukup maka persyaratan untuk kegiatan praktis harus diterapkan. Jadi, pada tahap ini nilai numerik dari batas tindakan berbeda cukup signifikan dari nilai yang diberikan sebelumnya. Hal ini tidak digunakan lagi sebagai dasar keputusan untuk kegiatan intervensi, tetapi sebagai dasar keputusan untuk mempertimbangkan bahwa paparan telah meningkat dibandingkan dengan kegiatan praktis.

2.21 Batas tindakan untuk Radon di tempat kerja yang dicantumkan dalam

BSS adalah konsentrasi rata-rata dalam setahun sebesar 1000 Bq/m3, yang

secara normal setara dengan dosis efektif sebesar 6 mSv. Nilai ini merupakan

nilai tengah dari rentang 500 – 1500 Bq/m3 yang direkomendasikan ICRP [11],

(15)

lebih rendah daripada yang dicantumkan dalam BSS. Perlu diperhatikan bahwa rentang nilai yang dinyatakan ICRP berdasarkan pada asumsi faktor keseimbangan antara Radon dan turunannya adalah sekitar 0,4. Merupakan suatu keuntungan praktis mengambil suatu nilai tunggal batas tindakan untuk diterapkan pada semua situasi berapapun faktor keseimbangannya. Meskipun begitu, meskipun tidak dinyatakan secara eksplisit dalam BSS, batas tindakan yang lain dapat digunakan bila faktor keseimbangannya berbeda cukup banyak misalnya dalam kasus di beberapa pertambangan.

2.22 Di tempat kerja, khususnya pertambangan di bawah tanah, mempunyai variasi yang besar baik ruang maupun waktu dari konsentrasi radon dan turunannya. Hal ini perlu diperhatikan untuk memutuskan apakah batas tindakan telah dilampui.

2.23 Kesulitan untuk menetapkan batas tindakan pada tempat kerja baru karena konsentrasi Radon tidak dapat diperkirakan secara akurat. Nilai tersebut hanya dapat ditentukan setelah pembangunan tempat kerja. Implikasinya, otoritas regulasi perlu menentapkan dasar penentuan sebelumnya terhadap tempat kerja yang mempunyai konsentrasi Radon mungkin melampui batas tindakan. Disain dan konstruksi harus memperhatikan aspek preventif dan batas tindakan yang akan diterapkan setelah pembangunan, sebagai tanda efektivitas nilai preventif.

2.24 Paragraf 2.5 (b) (iii) dari BSS menyatakan bahwa otoritas regulasi perlu menetapkan situasi lain yang menyebabkan paparan radiasi alam menjadi subyek dari persyaratan kegiatan praktis. Situasi paparan radiasi alam lain di tempat kerja yang perlu dipertimbangkan termasuk:

(a) penambangan, pengolahan, penanganan, dan penggunaan bahan yang

mengandung radionuklida alam dengan tingkat yang lebih tinggi (tambahan terhadap bijih ekstraksi uranium dan thorium);

(b) keberadaan bahan yang mempunyai peningkatan konsentrasi aktivitas

radionuklida alam selama pengolahan seperti penimbunan atau kerak yang dijumpai di pipa penambangan minyak;

(c) peningkatan paparan radiasi kosmik sebagai akibat ketinggian (altitute)

(16)

(d) daerah yang mengalami peningkatan laju dosis radiasi gamma karena adanya bahan radioaktif alam di bawah tanah dan bahan bangunan yang digunakan pada tempat kerja.

2.25 Otoritas regulasi perlu melaksanakan investigasi terlebih dahulu untuk menentukan peningkatan paparan. Bila paparan dianggap perlu untuk diperhatikan maka otoritas regulasi memutuskan apakah situasi tersebut menjadi subyek dari persyaratan kegiatan praktis.

2.26 Pendekatan yang diterapkan pada radon tidak diperlukan untuk kasus (a), (b), dan (c) pada paragraf 2.24. Untuk situasi tersebut, mungkin perlu pengaturan secara khusus bagi kelompok pekerja yang paparannya menjadi subyek persyaratan kegiatan praktis, seperti awak penerbangan jet. Pendekatan lain mungkin dengan menentukan batas dosis tahunan atau nilai lain yang bila dilampui maka persyaratan harus diterapkan. Batas tersebut kemudian berlaku secara efektif sebagai penentu apakah paparan dikecualikan atau kegiatan praktis atau sumber yang dikecualikan. Pada kasus (a) dan (b) paragraf 2.24, konsentrasi aktivitas dapat digunakan sebagai nilai batas yang pantas. Untuk alasan praktis, otoritas regulasi dapat menggunakan batas tersebut sebagai dasar penentuan kuantitatif terhadap bahan radioaktif. Sebagai contoh, batas pengecualian konsentrasi aktivitas untuk radionuklida alam, terdapat pada jadwal I dalam BSS atau batas izin dapat digunakan untuk keperluan ini.

2.27 Dalam kondisi yang dibahas pada bagian (a) dan (b) dari paragraf 2.24, penanganan dan penggunaan mineral dengan kuantitas yang besar atau material yang mengandung bahan radioaktif alam dengan konsentrasi aktivitas antara 1 – 10 Bq/g (radionuklida induk) dapat, dalam kondisi berdebu, menyebabkan dosis efektif tahunan sekitar 1 – 2 mSv [5]. Data eksperimen paparan radiasi gamma pada pekerja dan debu yang berasal dari permukaan penambangan dan pengolahan sedimen bijih phosphat mengandung sekitar 1,5 Bq/g uranium 238 menguatkan penelitian ini [12]. Pengendalian, bila dipandang perlu, meliputi penerapan metode untuk menekan atau mengungkung debu di udara dan supervisi radiologi secara umum.

(17)

2.28 Laju dosis radiasi kosmik sangat bervariasi terhadap ketinggian

(altitude), latitude, dan sudut fase siklus matahari. Bila mempertimbangkan

paparan sinar kosmik pada pesawat jet (lihat paragraf 2.24 (c)), waktu penerbangan 200 jam setahun dengan ketinggian sekitar 12 km akan setara dengan dosis efektif tahunan sebesar 1 mSv [12]. Langkah utama yang harus dilakukan adalah meneliti dan mencatat paparan dalam pekerjaan bagi para awak penerbangan dan lainnya yang menerima dosis melampui kriteria yang ditetapkan oleh otoritas regulasi. Perlu menjadi perhatian juga pengaturan awak penerbangan wanita yang sedang hamil (lihat paragraf 2.39). Informasi tambahan berkaitan dengan paparan awak penerbangan telah dipublikasi oleh European Dosimetry Group EURADO [13].

2.29 Ketika membahas peningkatan laju dosis radiasi gamma (paragraf 2.24(d)), mungkin perlu pendekatan serupa untuk paparan radon yang tidak langsung terkait pada pekerjaan (dibahas pada paragraf 2.19). Laju paparan gamma sebesar 0,5 µSv/jam selama satu tahun bekerja (2000 jam) akan mencapai laju dosis efektif sebesar 1 mSv, dan nilai laju dosis ini atau multiplikasi beberapa kali terhadap nilai ini dapat diadopsi sebagai batas tindakan. Dalam contoh sebelumnya, kasus seperti itu dapat diberlakukan sebagai situasi paparan kronis dan menjadi subyek dari persyaratan instervensi. Bila laju dosis melampui batas tindakan yang ditetapkan oleh otoritas regulasi maka perlu dipertimbangkan apakah situasi tersebut dapat diturunkan ke bawah batas tindakan (misalnya menggunakan penahan). Bila laju dosis tidak dapat diturunkan sewajarnya maka batas tindakan dapat digunakan untuk menentukan apakah persyaratan untuk kegiatan praktis harus diterapkan.

2.30 Ringkasan dari pendekatan untuk mendefinisikan dan menggunakan istilah paparan dalam pekerjaan terdapat pada gambar 2. Perlu dicatat bahwa mengidentifikasi situasi paparan karena sumber radiasi alam yang harus diperhatikan, mungkin memerlukan waktu dan oleh karena itu otoritas regulasi perlu mengembangkan strategi agar hal ini dapat dikelola.

(18)

Persyaratan Proteksi Radiasi

2.31 Prinsip proteksi dan keselamatan radiasi dalam kegiatan praktis berdasarkan BSS (ref. [2] paragraf 2.20, 2.23 dan 2.24) adalah sebagai berikut:

(a) Justifikasi

“Tidak ada kegiatan praktis atau sumber yang digunakan dalam kegiatan praktis yang akan diizinkan kecuali menghasilkan keuntungan yang lebih tinggi daripada biaya yang harus dikeluarkan untuk menanggulangi kemungkinan efek yang ditimbulkannya terhadap individu atau masyarakat; dengan kata lain, kegiatan praktis diizinkan dengan memperhatikan faktor sosial, ekonomi dan faktor lain yang relevan.”

Proses untuk menentukan apakah suatu kegiatan praktis disetujui, mencakup pemikiran terhadap semua dosis radiasi yang akan diterima oleh pekerja dan

anggota masyarakat. Asumsi dalam Safety Guide ini adalah bahwa proses

perizininan telah dilalui, dan kontribusi paparan kerja terhadap efek radiasi telah dipertimbangkan. Oleh karena itu, materi justifikasi terhadap kegiatan praktis sudah tidak dibahas lagi dalam Safety Guide ini.

(b) Pembatasan Dosis

“Paparan normal terhadap setiap individu harus dibatasi sehingga dosis efektif total maupun dosis ekivalen total pada organ atau jaringan tertentu, yang disebabkan oleh berbagai kemungkinan paparan dalam kegiatan praktis yang

diizinkan, tidak melampaui batas dosis yang dinyatakan dalam schedule II,

kecuali dalam keadaan khusus sebagaimana pada appendix I.”

Batas dosis efektif menunjukkan bahwa di atas batas tersebut, efek stokastik karena radiasi sudah tidak dapat diterima lagi. Untuk kasus penyinaran lokal pada lensa mata, kulit dan bagian yang lain, batas dosis efektif ini tidak menjamin dapat menghindari efek deterministik, dan oleh karena itu batas dosis ekivalen dinyatakan untuk situasi tersebut. Penerapan batas dosis untuk paparan kerja didiskusikan pada bab 3 dari Safety Guide ini.

(19)

(c) Optimasi tindakan proteksi dan keselamatan

“Sehubungan dengan paparan dari sumber tertentu dalam kegiatan praktis, kecuali untuk paparan terapi pada kegiatan medis, tindakan proteksi dan keselamatan harus dioptimalkan agar tingkatan dosis individu, jumlah orang yang terpapari, dan kemungkinan terkena paparan harus ditekan serendah mungkin yang masih dapat dicapai, dengan memperhatikan faktor ekonomi dan sosial, dengan pembatasan tersebut dosis yang diterima setiap individu dianggap sebagai dosis pembatan (dose constraint).”

Prinsip ini, dibahas lebih rinci pada bab 4, sangat penting dalam pelaksanaan langkah proteksi radiasi di tempat kerja dan karena itu banyak panduan yang diberikan dalam Safety Guide ini.

2.32 Kewajiban Dasar untuk tindakan intervensi adalah (Ref [2], paragraf 3.3 dan 3.4)

(a) “dalam rangka menurunkan atau mencegah paparan dalam situasi

kegiatan intervensi, tindakan protektif atau penanggulangan harus dilakukan bila diperlukan”; dan

(b) “bentuk, skala, dan durasi tindakan protektif atau penanggulangan

tersebut harus dioptimasi agar dapat menghasilkan keuntungan yang maksimum, dapat dimengerti secara luas, dalam kondisi sosial dan ekonomi yang berlaku”.

Tanggung Jawab

Tanggung jawab pendaftar, pemegang lisensi, dan pengusaha instalasi instalasi

2.33 Pada paragraf I.1 dan I.2 (apendiks I), BSS (ref [2]) menyatakan bahwa: “Pendaftar, pemegang lisensi, dan pengusaha instalasi instalasi dari para pekerja yang terlibat dalam paparan normal atau potensi terkena paparan mempunyai tanggung jawab:

(a) proteksi para pekerjanya terhadap paparan radiasi dalam pekerjaan; dan

(20)

Dan pengusaha instalasi instalasi yang juga merupakan pendaftar dan pemegang lisensi bertanggung jawab sebagai pengusaha instalasi instalasi dan pendaftar atau pemegang lisensi.

2.34 Pada paragraf I.4, BSS (ref [2]) menyatakan bahwa untuk memenuhi tanggung jawabnya:

“Pengusaha instalasi, pendaftar, dan pemegang lisensi harus menjamin para pekerja dalam suatu kegiatan yang terdapat atau mungkin terdapat paparan radiasi dalam pekerjaannya, bahwa:

(a) tingkat paparan radiasi dalam pekerjaan dibatasi berdasarkan jadwal II;

(b) proteksi dan keselamatan kerja dioptimalkan untuk memenuhi

persyaratan dasar yang sesuai dalam standar;

(c) keputusan terhadap pencatatan tingkat proteksi dan keselamatan kerja

dan terbuka bagi pihak yang relevan, melalui perwakilannya bila ada, sebagaimana ditentukan oleh Badan Pengawas;

(d) menetapkan kebijaksanaan, prosedur dan ketentuan organisasi dalam

proteksi dan keselamatan kerja agar dapat menerapkan persyaratan yang sesuai dalam standar, dengan memberikan prioritas pada langkah disain dan teknis untuk mengendalikan paparan radiasi dalam pekerjaan;

(e) menyediakan fasilitas, peralatan, dan pelayanan yang memadai untuk

proteksi dan keselamatan, setara dengan tingkat paparan radiasi dalam pekerjaan yang diperkirakan atau dimungkinkan;

(f) menyediakan pengawasan dan pelayanan kesehatan yang sesuai;

(g) menyediakan peralatan proteksi dan peralatan ukur (monitoring) yang

sesuai serta pengelolaannya agar dapat digunakan dengan benar;

(h) menyediakan sumber daya manusia yang cukup dan pelatihan di bidang

proteksi dan keselamatan, serta pelatihan penyegaran dan pemutahiran yang diperlukan untuk menjamin tingkat kompetensi yang diperlukan;

(i) memelihara catatan yang dipersyaratkan oleh standar;

(j) membuka peluang konsultasi dan kerjasama dengan para pekerja dalam

rangka proteksi dan keselamatan, melalui perwakilannya bila ada, mencakup semua langkah yang diperlukan untuk menerapkan standar secara efektif; dan

(21)

2.35 Sebagai rangkuman, pendaftar, pemegang lisensi dan pengusaha instalasi bertanggung jawab bahwa paparan radiasi dalam pekerjaan dibatasi (BSS paragraf I.4 (a)), proteksi dan keselamatan dioptimalkan (BSS paragraf I.4 (b)), dan program proteksi radiologi dirancang dan diterapkan (BSS paragraf I.4 (c)-(k)). Implikasi dari tanggung jawab tersebut dibahas di beberapa bagian

dalam Safety Guide ini. Tanggung jawab tersebut harus diletakkan pada

manajemen di dalam organisisasi pendaftar, pemegang lisensi dan pengusaha instalasi. Sebagai penyederhanaan, istilah manajemen akan digunakan untuk menggantikan “pendaftar, pemegang lisensi, dan pengusaha instalasi” pada bagian selanjutnya dari panduan ini, kecuali bila diperlukan untuk mengacu kemasing-masing istilah.

Tanggung Jawab Pekerja

2.36 Para pekerja dapat berpartisipasi dalam tindakan proteksi dan keselamatan diri mereka sendiri atau pekerja lain ketika bekerja. BSS (ref [2] paragraf I.10) menyatakan bahwa:

“Para pekerja harus:

(a) mematuhi aturan dan prosedur untuk proteksi dan keselamatan yang

ditetapkan oleh pengusaha instalasi, pendaftar atau pemegang lisensi;

(b) Menggunakan peralatan monitoring, peralatan protektif, dan pakaian

kerja yang disediakan;

(c) bekerja sama dengan pengusaha instalasi, pendaftar atau pemegang

lisensi dalam rangka proteksi dan keselamatan serta pelaksanaan pengawasan kesehatan radiologi dan program pencatatan dosis;

(d) memberikan informasi kepada pengusaha instalasi, pendaftar atau

pemegang lisensi perihal pengalaman masa lalu dan saat ini yang relevan untuk menjamin proteksi dan keselamatan yang efektif dan komprehensif bagi dirinya maupun pekerja yang lain;

(e) tidak turut serta dalam tindakan disengaja yang dapat menyebabkan

dirinya atau pekerja yang lain masuk kedalam situasi yang melanggar persyaratan dalam standar;

(f) menerima informasi, instruksi dan pelatihan yang berkaitan dengan

proteksi dan keselamatan agar mereka dapat diizinkan untuk melaksanakan pekerjaan sesuai dengan persyaratan dalam standar.”

(22)

2.37 Para pekerja juga bertanggung jawab untuk memberikan umpan balik kepada manajemen, khususnya ketika timbul keadaan yang merugikan berkaitan dengan program proteksi radiasi. BSS merekomendasikan “dengan alasan apapun bila seseorang pekerja dapat mengidentifikasi suatu keadaan yang dapat melanggar persyaratan dalam standar maka pekerja tersebut harus secepatnya melaporkan keadaan tersebut kepada pengusaha instalasi, pendaftar, atau pemegang lisensi” (ref [2], paragraf I.11). Dalam kasus ini, BSS menentukan bahwa manajemen “harus mencatat laporan yang diterima dari pekerja yang mengidentifikasi suatu keadaan yang dapat menyebebkan pelanggaran terhadap standar, dan harus mengambil tindakan seperlunya.

2.38 Sebagai penanggung-jawab utama masalah proteksi bagi pekerja, management harus memenuhi tuntutan pekerja sesuai dengan persyaratan dalam standar (ref. [2]), paragraf I.9). Terdapat beberapa persyaratan dalam BSS bagi manajemen untuk menyediakan fasilitas yang memadai untuk memproteksi pekerja, dan untuk melatih dan berkonsultasi dengan mereka (melalui perwakilannya bila ada) dalam pemakaian fasilitas tersebut. Panduan lebih lanjut terdapat dalam pembahasan program proteksi radiasi dalam bab 5. 2.39 Pekerja wanita dan pengusaha instalasi mempunyai tanggung jawab bersama dalam memproteksi embrio atau janin. Pekerja wanita harus, ketika menyadari bahwa dirinya hamil, melaporkan kepada pengusaha instalasi agar kondisi kerjanya bila perlu dapat disesuaikan (ref [2], paragraf I.16). Ketika kehamilan dilaporkan, hal tersebut bukanlah alasan untuk memberhentikan pekerja wanita dari pekerjaannya, tetapi hal tersebut merupakan tanggung jawab pengusaha instalasi untuk menyesuaikan kondisi kerja yang berkaitan dengan paparan kerja untuk menjamin bahwa embrio atau janin mendapat proteksi yang sepadan sebagaimana anggota masyarakat (Ref [2], paragraf I.17).

Kerjasama antara pendaftar, pemegang lisensi, dan pengusaha instalasi 2.40 Manajemen proteksi dan keselamatan kerja perlu menaruh perhatian kepada para pekerja tidak tetap atau magang, dan pekerja perusahaan lain yang sedang dikontrak. Dalam rangka memproteksi para pekerja tersebut dan tidak melampaui batas dosis maka diperlukan suatu kerjasama yang baik

(23)

antara pengusaha instalasi, pekerja (melalui perwakilannya bila ada), dan manajemen yang melakukan kontrak, baik di dalam satu negara ataupun di luar negeri. BSS (ref [2], paragraf 1.30) menyatakan bahwa:

“Bila pekerja terlibat dalam suatu pekerjaan yang menggunakan atau dapat menggunakan sumber yang tidak dibawah kendali perusahaannya, pendaftar atau pemegang lisensi bertanggung jawab atas sumber dan pengusaha instalasi harus bekerjasama dalam pertukaran informasi dan selain itu bila diperlukan memfasilitasi tindakan protektif dan ketentuan keselamatan yang memadai.”

(Seorang pengusaha instalasi yang mengerjakan pekerjaan seorang diri dianggap mempunyai kewajiban sebagai pengusaha instalasi dan sebagai pekerja, sebagaimana tecantum dalam BSS definisi dari “pekerja”.) BSS mengembangkan isu ini dalam beberapa paragraf yang berkaitan. Badan pengawas harus menjamin adanya regulasi yang mengatur proteksi dan penilaian dan pencatatan dosis bagi pekerja seperti ini, konsisten dengan standar yang diterapkan bagi tenaga kerja secara umum. Disain program pemantauan yang mengacu pada bab 5 perlu ditekankan secara spesifik untuk kasus ini.

2.41 BSS menyatakan (ref [2], paragraf I.31) bahwa:

“Kerjasama antara pendaftar atau pemegang lisensi dan pengusaha instalasi harus mencakup, bila diperlukan:

(a) pengembangan dan pemakaian pembatasan paparan spesifik dan

kegiatan lainnya dalam rangka untuk menjamin langkah protektif dan ketetapan keselamatan bagi pekerja seperti itu setidaknya sama dengan yang diberlakukan bagi pekerja perusahaan itu;

(b) penilaian dan pencatatan secara spesifik terhadap dosis yang diterima

pekerja itu; dan

(c) alokasi dan dokumentasi tanggung jawab yang jelas dari pengusaha

instalasi dan pendaftar atau pemegang lisensi terhadap proteksi dan keselamatan kerja.”

(24)

2.42 Tanggungjawab khusus dari pendaftar atau pemegang lisensi dalam kasus ini mencakup beberapa hal yang terdapat pada paragraf I.7 dalam apendix I dari BSS (ref [2]):

“Bila pekerja yang terlibat dalam pekerjaan yang menggunakan atau dapat menggunakan sumber bukan dibawah kendali perusahaannya maka pendaftar atau pemegang lisensi penangung jawab sumber harus menyediakan:

(a) informasi yang cukup kepada pekerja itu dengan tujuan untuk

menunjukkan bahwa para pekerja diberi perlindungan sesuai dengan standar; dan

(b) informasi tambahan tentang ketentuan sesuai standar yang diminta oleh

pengusaha instalasi kepada pendaftar atau pemegang lisensi sebelum, selama, dan setelah perjanjian dengan pekerja seperti itu”.

BESARAN DOSIMETRI

2.43 Besaran yang digunakan dalam BSS untuk batas dosis adalah dosis

efektif E dan dosis ekivalen HT pada jaringan atau organ T. Besaran itu

didefinisikan secara formal dalam glossary dari BSS. Besaran dosis efektif

secara umum dapat dianggap sebagai indikator yang memadai untuk menunjukkan gangguan kesehatan yang disebabkan paparan radiasi pada tingkat kondisi operasi normal. Pembatasan dalam besaran dosis ekivalen diperlukan bagi kulit dan lensa mata untuk menghindari efek deterministik pada

jaringan itu. Besaran proteksi E dan HT tergantung pada jumlah dosis efektif

atau ekivalen yang diterima dari radiasi eksternal dalam selang waktu tertentu dan dosis efektif atau ekivalen terikat karena masuknya radionuklida ke dalam tubuh dalam selama waktu tertentu.

2.44 Besaran dasar untuk pengukuran fisis dari paparan radiasi eksternal mencakup kerma K dan dosis serap D, yang secara formal juga didefinisikan

dalam glossary dari BSS. Besaran tersebut digunakan oleh laboratorium

standar nasional. Kebutuhan atas besaran ukur yang dapat dihubungkan ke dosis efektif dan ekivalen, memicu pengembangan besaran operasional untuk pengukuran paparan eksternal. Didefinisikan oleh International Commission on Radiation Units and Measurements (ICRU) [8, 9], besaran operasional dapat

(25)

memperkirakan dosis efektif atau ekivalen agar tidak menyepelekan atau terlalu berlebihan di dalam medan radiasi yang dijumpai pada kondisi praktis [7]. Besaran operasional untuk pemantauan lingkungan adalah dosis ekivalen ambient H*(d) dan dosis ekivalen berarah H*(d, Ω), dimana d adalah kedalaman pada bola ICRU dalam milimeter. Besaran operasional yang digunakan untuk pemantauan perorangan adalah dosis ekivalen perorangan

Hp(d) pada kedalaman tertentu dalam jaringan lunak. Dengan menggunakan

besaran operasional H*(10) atau Hp(10), seseorang dapat memperkirakan nilai

dosis efektifnya. Dengan menggunakan besaran operasional H*(0,07) atau

Hp(0,07), seseorang dapat memperkirakan nilai dosis efektif pada kulit. Dengan

cara yang sama H*(3) atau Hp(3) dapat digunakan untuk memperkirakan dosis

ekivalen pada lensa mata. Definisi formal dari besaran operasional terdapat dalam glossary dari BSS dan pembahasan lebih rinci terdapat pada ref [3].

2.45 Besaran yang menjadi perhatian utama pada dosis internal adalah

masukan (intake), yang didefinisikan dalam glossary dari BSS sebagai proses

masuknya radionuklida kedalam tubuh melalui pernafasan (inhalasi) atau pencernaan (ingestion) atau melalui kulit. Disini, istilah ini digunakan untuk menunjukkan aktivitas radionuklida yang masuk ke dalam tubuh. Masukan (intake) biasanya ditentukan dengan cara mengukur individual, seperti

pengukuran in vitro dari aktivitas cuplikan, pengukuran in vivo (seluruh tubuh,

thorax, pencacahan tiroid dan sebagainya), atau pengukuran dengan

menggunakan air sampling perorangan. Dalam banyak kasus pengukuran

paparan dengan maksud konsentrasi udara yang diintegrasikan terhadap waktu mungkin dapat ditentukan dengan pemantauan area. Masukan dari setiap radionuklida j kemudian dikalikan dengan koefisien dosis yang sesuai (dosis efektif terikat setiap satu satuan masukan) untuk ingestion e(g)j, ing atau untuk

inhalasi e(g)j, inh [14], digunakan untuk menentukan dosis efektif terikat. Dosis

efektif terikat, E(τ) didefinisikan dalam glossary dari BSS; τ adalah selang

waktu sejak pemasukan. Dalam kasus paparan kerja hanya orang dewasa

yang terkena radiasi oleh karena itu τ dianggap 50 tahun tidak memperhatikan

(26)

2.46 Dosis efektif total Eτ yang diterima atau terikat selama periode waktu τ dapat diperkirakan dengan persamaan berikut:

+ + = j inh , j inh , j j ing , j ing , j p t H (10) e(g) I e(g) I E

Dimana Hp(10) adalah dosis ekivalen perorangan pada kedalaman 10 mm

dalam jaringan lunak selama waktu τ, e(g)j, ing dan e(g)j, inh adalah koefisien

dosis ingestion dan inhalasi radionuklida jdengan usia kelompok g, dan Ij, ing

dan Ij, inh adalah masukan melalui ingesion dan inhalasi radionuklida j dalam

selang waktu τ. Untuk paparan kerja, nilai e(g)j, ing dan e(g)j, inh bagi pekerja

dewasa terdapat pada tabel II – III dari BSS (koefisien konversi untuk radon dan turunannya terdapat pada tabel II – III).

3. PEMBATASAN DOSIS

Batas Dosis

3.1 Suatu batas dosis didefinisikan dalam BSS sebagai “suatu nilai dalam

besaran dosis efektif atau ekivalen bagi setiap orang dalam kegiatan praktis terkendali yang tidak boleh dilampaui.” Batas dosis efektif untuk paparan kerja merupakan jumlah dosis efektif dari sumber eksternal dan dosis efektif terikat dari masukan radionuklida dalam periode waktu yang sama (ref [2], paragraf II-5):

Paparan kerja bagi setiap pekerja harus dikendalikan dan batasan berikut tidak boleh dilampaui:

(a) dosis efektif sebesar 20 mSv rata-rata setiap tahun selama lima tahun

berturut-turut38;

(b) dosis efektif sebesar 50 mSv dalam satu tahun tertentu;

(c) dosis ekivalen sebesar 150 mSv dalam satu tahun untuk lensa mata;

(d) dosis ekivalen sebesar 500 mSv dalam satu tahun untuk tangan dan kaki

atau kulit39.

38

Awal dari periode rata-rata bersamaan dengan hari pertama periode tahunan yang berlaku setelah tanggal diterapkannya standar, dan tidak berlaku surut.

(27)

39Batas dosis ekivalen untuk kulit mencakup dosis rata-rata luasan 1 cm2 pada

daerah yang teradiasi paling tinggi. Dosis pada kulit juga memberi kontribusi pada dosis efektif, yaitu rata-rata dosis seluruh permukaan kulit dikalikan dengan faktor bobot jaringan kulit.

3.2 Batas khusus ditetapkan bagi pekerja magang berusia 16 – 18 yang

sedang berlatih di dalam paparan radiasi, dan bagi pelajar berusia 16 – 18 yang perlu menggunakan sumber untuk pelajarannya (ref [2], paragraf II-6, dengan footnote 39 di atas)

Paparan kerja harus dikendalikan dan batasan berikut tidak boleh dilampaui:

(a) dosis efektif sebesar 6 mSv dalam satu tahun;

(b) dosis ekivalen sebesar 50 mSv dalam satu tahun untuk lensa mata;

(c) dosis ekivalen sebesar 150 mSv dalam satu tahun untuk tangan dan kaki

atau kulit39.

3.3 Otoritas regulasi harus menentukan secara jelas konvensi yang harus

diikuti dalam menentukan periode yang digunakan untuk pembatasan dosis. Tahun kalender atau tahun anggaran dapat digunakan sebagai periode satu tahunan. Periode lima tahunan, dengan anggapan bahwa tahun yang sedang berjalan merupakan tahun terakhir periode lima tahunan, dapat ditetapkan untuk keperluan rata-rata. Konvensi alternatif yang lain dapat diadopsi guna memenuhi kebutuhan regulasi nasional.

3.4 Kasus dimana kelonggaran dapat diberikan dengan menerapkan dosis

rata-rata selama lima tahun mungkin diperlukan pada pelaksanaan perawatan terencana di pembangkit listrik tenaga nuklir. Meskipun begitu dalam banyak situasi, prinsip optimasi proteksi radiasi telah diterapkan dengan baik, sehingga sangat jarang pekerja radiasi melampaui dosis efektif sebesar 20 mSv selama satu tahun. Bila kelonggaran dosis rata-rata selama 5 tahun tidak diperlukan maka otoritas regulasi sebaiknya tetap menggunakan batas tahunan, maka batas dosis adalah 20 mSv selama satu tahun.

3.5 Pendekatan umum untuk menerapkan kelonggaran batas dosis (sepert

menggunakan dosis rata-rata lima tahun) dapat dirangkum sebagai berikut:

(28)

(b) bila dosis pada seorang pekerja melampaui 20 mSv dalam satu tahun tetapi masih dibawah batas dosis 50 mSv, maka manajemen, bila perlu melakukan beberapa hal sebagai berikut:

(i) meninjau-ulang paparan untuk menentukan apakah dosis sudah

serendah mungkin yang dapat dicapai (as low as reasonably achievable), dan bila perlu mengambil langkah-langkah korektif;

(ii) mempertimbangkan langkah untuk menurunkan dosis efektif bagi

pekerja agar dosis efektif total pekerja tersebut dalam periode lima tahun kurang dari 100 mSv;

(iii) melaporkan ke otoritas regulasi masalah tingkat dosis dan

keadaan yang menyebabkan paparan tersebut.

Berdasarkan BSS, otoritas regulasi mewajibkan pengusaha instalasi untuk segera melaporkan kepada mereka ketika batas dosis terlampaui. Oleh karena itu pengusaha instalasi harus mempunyai prosedur pelaporan kepada otoritas regulasi, dan para pekerja yang terlibat dalam kejadian tersebut (ref [2], paragraf I.11, I.12, dan I.14).

“Dalam kasus pelanggaran terhadap persyaratan standar yang diberlakukan, pihak yang berwenang perlu melakukan:

………..

(c) berkomunikasi dengan otoritas regulasi, dan organisasi yang relevan bila

ada, untuk menentukan penyebab kasus pelanggaran dan menentukan tindakan korektif atau preventif yang harus dilakukan,”

“Komunikasi masalah pelanggaran terhadap standar harus dilakukan segera …………”

………..

“Pelanggaran disengaja, usaha atau persekongkolan untuk melakukan pelanggaran terhadap persyaratan standar merupakan tindakan yang harus dicegah oleh lembaga legislasi atau otoritas regulasi ………..”

3.6 Otoritas regulasi berkewajiban untuk menetapkan tindakan dan hukuman

bagi pekerja yang gagal mengikuti persyaratan BSS yang berkaitan dengan batas dosis.

(29)

3.7 Situasi dimana pekerja melampaui batas tahunan 50 mSv perlu dipertimbangkan sebagai pengecualian. Hal tersebut mungkin merupakan konsekuensi dari suatu keadaan darurat, kecelakaan atau tindakan intervensi. Bila seorang pekerja menerima dosis melampaui 50 mSv dalam satu tahun, maka pekerja tersebut dapat melanjutkan bekerja dengan radiasi dengan catatan:

(a) otoritas regulasi, dengan memperhatikan faktor kesehatan pekerja,

mempertimbangkan bahwa memang tidak ada alasan untuk menghentikannya bekerja dengan radiasi;

(b) manajemen dan otoritas regulasi, setelah berkonsultasi dengan pekerja

(atau melalui perwakilannya bila ada), setuju untuk memberikan pembatasan dosis sementara dalam periode waktu tertentu.

3.8 Secara umum, batas dosis diterapkan sama bagi pekerja pria dan

wanita. Walaupun begitu, karena kemungkinan sensitivitas janin lebih tinggi terhadap radiasi maka perhatian khusus perlu dipertimbangkan bagi pekerja yang hamil, Persyaratan khusus bagi pekerja yang sedang hamil terdapat pada paragraf 2.39, 5.33 dan 5.98.

3.9 Otoritas regulasi menjamin bahwa terdapat sistem yang melindungi

pekerja, yang menerima paparan mendekati batas dosis yang relevan, atas hak mereka untuk tetap bekerja. Situasi mungkin timbul ketika seorang pekerja secara tidak sengaja menerima dosis total yang mendekati nilai batas dosis, paparan terencana selanjutnya mungkin dapat menyebabkan batas dosisnya terlampaui, Situasi ini dapat diperlakukan sebagaimana pekerja yang telah melampaui batas dosis (lihat paragraf 3.7).

Keadaan Khusus

3.10 Meskipun suatu pekerjaan praktis diizinkan, direncanakan dan dilaksanakan mengikuti ketentuan, dan proteksi radiasi telah dioptimasikan, terdapat kemungkinan keadaan khusus dimana paparan kerja masih di atas batas dosis. Sebagai contoh, adanya kesulitan dalam melakukan perubahan dari batas dosis sebelumnya yaitu 50 mSv per tahun, sehingga diperlukan waktu transisi secukupnya.

(30)

3.11 Pengubahan sementara terhadap pengaturan pembatasan dosis diizinkan oleh BSS, tergantung pada beberapa kondisi, termasuk memperoleh persetujuan sebelumnya dari otoritas regulasi. Prosedur untuk mengubah batas dosis dalam keadaan khusus terdapat pada paragraf I.50 – I.54 (appendix I) dari BSS, dan dua alternatif untuk pengubahan sementara persyaratan pembatasan dosis terdapat pada paragraf II-7 (Schedule II) dari BSS.

3.12 Kebutuhan untuk menerapkan kondisi dan prosedur tersebut untuk kondisi khusus akan berkurang dengan berlalunya waktu sehingga persyaratan rinci tidak dibahas disini.

Batas Paparan untuk Turunan Radon dan Turunan Thoron

3.13 Batas masukan dan paparan dari turunan Radon dan turunan Thoron terdapat pada schedule II dari BSS dan dirangkum pada tabel I.

Tabel 1: Batas Masukan dan Paparan untuk Turunan Radon dan Turunan Thoron

Periode Kuantitas Satuan Turunan

Radon Turunan Thoron Rata-rata tahunan selama 5 tahun Potensi masukan energi alpha J 0,017 0,051 Potensi paparan energi alpha J-h/m3 Bq-h/m3 WLM 0,014 2,5 x 106 a 4,0 0,042 --- 12 Maksimum

dalam satu tahun

Potensi masukan energi alpha J 0,042 0,127 Potensi paparan energi alpha J-h/m3 Bq-h/m3 WLM 0,035 6,3 x 106 a 10,0 0,105 --- 30 a

Akumulasi konsentrasi aktivitas terhadap waktu berhubungan dengan konsentrasi keseimbangan Radon. Selang waktu akumulasi konsentrasi Radon diperoleh dengan membagi faktor keseimbangan yang sepadan.

(31)

4. OPTIMASI PROTEKSI RADIASI UNTUK KEGIATAN

PRAKTIS

Umum

4.1 Optimasi proteksi radiasi perlu dipertimbangkan untuk semua tahap

pemanfaatan peralatan dan instalasi, yang berhubungan dengan paparan normal maupun potensi paparan. Konsekuensinya, semua situasu – mulai

disain, operasi sampai decommissioning dan pengelolaan limbah – perlu

mempertimbangkan prosedur optimasi.

4.2 Dari sisi praktis, prinsip optimasi mengambil pendekatan bahwa:

(a) mempertimbangkan semua kemungkinan tindakan yang menggunakan

sumber dan cara pekerja mengoperasikan sumber atau berdekatan dengan sumber;

(b) menyatakan sebuah proses manajemen berdasarkan tujuan dengan

mengikuti tahapan: penetapan tujuan, pengukuran unjuk kerja, evaluasi dan analisis unjuk kerja untuk menentukan tindakan koreksi, dan penetapan tujuan baru;

(c) dapat diadopsi untuk mempertimbangkan setiap perubahan signifikan

dalam kaitan teknis, ketersediaan sumber daya proteksi, atau kondisi sosial yang berlaku;

(d) menekankan akuntabilitas, agar semua pihak mempunyai tanggung

jawab untuk menghindari paparan yang tidak perlu.

4.3 Proses optimasi harus memperhatikan:

(a) sumber daya proteksi radiasi yang tersedia;

(b) distribusi paparan individu dan kolektif diantara kelompok pekerja yang

berbeda dan antara pekerja dan anggota masyarakat;

(c) probabilitas dan tingkat potensi paparan;

(d) potensi dampak dari tindakan proteksi terhadap tingkat risiko lain (bukan

radiologi) bagi pekerja atau angota masyarakat.

4.4 Secara umum, penambahan keuntungan, dalam kaitannya dengan

penurunan dosis, akan berkurang karena peningkatan pengeluaran. Meskipun biaya mengembangkan cara untuk menurunkan dosis cukup berarti bila dibandingkan dengan keuntungan yang diperoleh. Pada beberapa tingkatan, untuk dosis rendah, usaha tersebut tidaklah terlalu berpengaruh. Dalam hal ini,

(32)

bila ada pengkajian yang menunjukkan bahwa pengecualian tersebut merupakan pilihan proteksi yang optimum (BSS schedule I). Ketentuan ini merupakan pengakuan sederhana dari konsep umum atas berkurangnya hasil.

4.5 Optimasi proteksi radiasi perlu diperhatikan pada tahap perencanaan

peralatan dan instalasi, yang mana masih terdapat keleluasaan. Pemakaian teknik rekayasa pengendalian harus diuji secara cermat pada tahap ini dalam penentuan pilihan cara proteksi. Meskipun proteksi telah dioptimalkan pada tahap perencanaan, masih perlu melakukan prinsip optimasi pada tahap operasi. Dalam tahap ini, cara dan skala program optimasi tergantung pada situasi paparan. Sebagai contoh, ketika bekerja dengan pesawat sinar-X, program optimasi dapat dilakukan secara langsung, menerapkan aturan lokal dan pelatihan yang cukup bagi operator. Dalam industri nuklir, situasi menjadi lebih rumit, dan pendekatan struktural lebih diperlukan, termasuk penyusunan program proteksi radiasi, pengembangan tingkat tindakan investigasi dan penggunaan metode bantu pengambilan keputusan (lihat paragraf 4.13 – 4.16).

4.6 Optimasi proteksi dalam operasi merupakan suatu proses mulai dari

tahap perencanaan dan dilanjutkan tahap penjadwalan, persiapan, pelaksanaan dan umpan balik. Proses optimasi melalui manajemen pekerjaan ini diterapkan guna menjaga batas paparan dibawah pengawasan, untuk menjamin bahwa paparan tersebut serendah mungkin yang dapat dicapai (ALARA) [15]. Pengubahan program proteksi radiasi, menyesuaikan terhadap suatu situasi paparan tertentu merupakan pekerjaan penting manajemen. Kandungan program seperti itu dijelaskan pada bab 5.

4.7 Manajemen harus mencatat informasi perihal cara penerapan optimasi

proteksi radiasi. Informasi tersebut dapat mencakup sebagai berikut:

(a) dasar pemikiran usulan operasi, perawatan, dan prosedur administrasi,

bersama dengan pilihan lain yang dapt dipertimbangkan dan alasan penolakannya;

(b) pengkajian secara periodik dan analisis kecenderungan dosis dalam

pekerjaan bagi bermacam kelompok kerja dan indikator unjuk kerja lainnya;

(33)

(c) audit internal dan pengkajian mendalam dan tindakan koreksi yang diambil;

(d) laporan kecelakaan dan mengambil pelajaran dari pengalaman.

Komitmen terhadap Optimasi Proteksi

4.8 Penanggung-jawab utama kegiatan optimasi adalah manajemen.

Komitmen terhadap kebijakan proteksi dan keselamatan yang efektif merupakan hal utama di semua jajaran manajemen, khususnya pada tingkat senior. Komitmen manajemen harus ditunjukkan berupa pernyataan kebijakan yang tertulis yang menekankan bahwa kriteria proteksi radiasi menjadi bagian integral dari proses pengambilan keputusan, dan melalui dukungan yang jelas dan nyata bagi personil yang mampunyai tanggung jawab langsung terhadap proteksi radiasi di tempat kerja dan lingkungan.

4.9 Manajemen senior harus menjabarkan komitmennya terhadap optimasi

proteksi radiasi menjadi tindakan efektif yaitu dengan menetapkan program proteksi radiasi, menjaga keseimbangan antara tingkat dan penyebab risiko radiologi yang ditimbulkan pada tindakan praktis. Materi program itu didiskusikan di bab 5.

4.10 Merupakan hal penting bahwa para pekerja juga mempunyai komitmen terhadap proteksi radiasi yang baik. Manajemen harus menjamin adanya mekanisme keterlibatan pekerja sebanyak mungkin, dalam pengembangan metode untuk menjaga dosis serendah memungkinkan (ALARA), dan mempunyai kesempatan memberikan umpan balik perihal langkah proteksi radiasi.

4.11 Optimasi proteksi merupakan persyaratan regulasi. Komitmen otoritas regulasi diperlukan dalam optimasi proteksi radiasi dan mendorong penerapannya. Bila memungkinkan, mereka harus mengambil tindakan yang relevan untuk menekankan persyaratan regulasi di pihak manajemen agar menerapkan prinsip ini.

(34)

4.12 Manajemen harus menjamin bahwa program pelatihan, dengan materi dan durasi yang seimbang dan menyesuaikan fungsi dan tanggung jawab staf yang terlibat, harus dilaksanakan bagi staf di semua tingkatan, termasuk manajemen senior. Staf dari otoritas regulasi harus memperoleh pelatihan yang diperlukan untuk menjamin diterapkannya optimasi proteksi radiasi.

Penggunaan Metode Bantu Pengambilan Keputusan

4.13 Sebagaimana tercantum pada BSS (ref [2], paragraf 2.25):

“Proses optimasi langkah proteksi dan keselamatan mungkin mempunyai rentang mulai dari analisis intuisi kualitatif sampai analisis kuantitatif menggunakan metode bantu pengambilan keputusan, tetapi perlu memperhatikan semua faktor relevan yang memberikan kontribusi untuk mencapai tujuan berikut:

(a) untuk menetapkan optimasi langkah proteksi dan keselamatan dalam

mengatasi keadaan, dengan memperhatikan pilihan proteksi dan keselamatan yang tersedia maupun asal, nilai dan kemungkinan terkena paparan; dan

(b) untuk menetapkan kriteria berdasarkan hasil optimasi, untuk membatasi

nilai paparan dan kemungkinannya dalam arti langkah untuk mencegah kecelakaan dan penyebaran akibat kecelakaan tersebut.”

4.14 Dalam banyak situasi, pendekatan kualitatif berdasarkan keputusan profesional mencukupi dalam pengambilan keputusan atas hampir semua tingkat proteksi yang dapat dicapai. Dalam situasi yang lebih rumit, khususnya yang memerlukan biaya yang besar (sebagai contoh, tahap disain suatu instalasi), diperlukan pendekatan yang lebih terstruktur. Beberapa kasus tersebut mungkin dapat dikuantisasi menggunakan analisis “biaya-keuntungan” atau metode kuantitatif lainnya. Dalam kasus lain, mungkin tidak memungkinkan untuk melakukan analisis kuantitatif terhadap semua faktor yang berpengaruh, atau menyatakannya dalam satuan yang terukur. Ada kemungkinan terjadi kesulitan dalam mengambil keseimbangan antara dosis individu dan kolektif, antara dosis pekerja dan masyarakat, perlu memperhatikan aspek sosial yang lebih kuas. Dalam situasi seperti itu, penggunaan metode bantu pengambilan keputusan kualitatif, seperti analisis multi kriteria akan sangat bermanfaat.

(35)

4.15 Pendekatan yang lebih terstruktur untuk menentukan langkah proteksi perlu mencakup beberapa langkah berikut, dengan memperhatikan paparan normal dan paparan potensial:

(a) identifikasi semua pilihan langkah proteksi yang dapat dilakukan untuk

menurunkan paparan kerja;

(b) identifikasi semua faktor ekonomi, sosial, dan radiologi untuk situasi

tertentu, yang sedang dalam pengkajian, yang membedakan antara beberapa pilihan, seperti dosis kolektif, distribusi dosis individu, dampak terhadap paparan masyarakat, dampak terhadap generasi penerus, biaya investasi;

(c) perhitungan, bila memungkinkan, terhadap faktor relevan untuk setiap

pilihan langkah proteksi;

(d) Bandingkan setiap pilihan langkah proteksi dan tentukan pilihan yang

optimal;

(e) Bila memungkinkan, lakukan analisis sensitivitas, seperti evaluasi

“robust analysis” terhadap solusi yang diperoleh, mengujinya dengan memasukkan beberapa parameter kunci berbeda, dimana terdapat ketidakpastian yang sudah dikenali.

4.16 Dalam situasi apapun, pengambil keputusan harus selalu menyadari bahwa metode bantu pengambilan keputusan tidak selalu memberikan jawaban definitif, juga tidak menghasilkan jawaban tunggal. Metode ini harus dianggap sebagai alat untuk membantu masalah yang terstruktur, dalam rangka membandingkan efektifitas relatif dari berbagai kemungkinan pilihan langkah proteksi, untuk mengintegrasikan semua faktor dan untuk meningkatkan keandalan pilihan yang ditentukan.

Peranan Dosis Pembatas (Dose Constraint)

4.17 Definisi dosis pembatas berdasarkan BSS (ref [2], glossary) adalah: Untuk paparan kerja, dosis pembatas adalah suatu nilai yang berkaitan dengan sumber dari dosis individu yang biasa digunakan untuk membatasi beberapa pilihan yang dipertimbangkan dalam proses optimasi.” Dosis pembatas tidak dapat digunakan sebagai batas, tetapi sebagai tingkat minimum dari proteksi individu yang dapat dicapai dalam suatu situasi tertentu, dengan memperhatikan semua keadaan yang mempengaruhi. Pembahasan dari asal

(36)

dosis pembatas terdapat dalam dokumen bersama OECD/NEA dan komisi Eropa [16].

4.18 Tujuan dari dosis pembatas adalah untuk membatasi nilai maksimum dari dosis individu – dari sebuah sumber, satu set sumber dalam instalasi, sebuah kegiatan praktis, sebuah tugas atau sekelompok operasi di suatu jenis industri – yang dapat dianggap diterima dalam proses optimasi proteksi untuk para pekerja tersebut, kegiatan praktis atau tugas. Tergantung pada situasi, pembatas dapat dinyatakan sebagai dosis tunggal atau akumulasi dosis dalam periode waktu tertentu. Adalah penting untuk menjamin bahwa batas dosis teramati ketika pekerja terkena paparan dari sumber atau tugas yang lain.

4.19 Untuk menerapkan prinsip optimasi, dosis individu harus diperkirakan pada tahap desain dan perencanaan, dan perkiraan dosis individu untuk berbagai pilihan harus dibandingkan dengan dosis pembatas yang sepadan. Suatu pilihan yang diperkirakan akan menghasilkan dosis lebih rendah daripada dosis pembatas perlu diperhatikan lebih lanjut; sedangkan pilihan yang diperkirakan akan menghasilkan dosis lebih tinggi daripada dosis pembatas seharusnya ditolak. Dosis pembatas tidak boleh berlaku surut untuk menguji pemenuhan terhadap persyaratan proteksi.

4.20 Dosis pembatas harus digunakan secara prospektif dalam optimasi proteksi radiasi di berbagai situasi yang dijumpai dalam perencanaan dan pelaksanaan tugas, dan dalam disain fasilitas atau peralatan. Oleh karena itu dosis pembatas harus ditentukan secara kasus demi kasus tergantung pada karakteristik dari situasi paparan. Karena dosis pembatas berhubungan dengan sumber maka sumber tersebut harus spesifik. Dosis pembatas dapat ditentukan oleh manajemen, berkonsultasi dengan pihak yang terlibat dalam situasi paparan. Otoritas regulasi dapat menggunakannya secara generik – untuk kategori sumber, kegiatan praktis atau tugas yang setara. – atau secara spesifik, dalam pemberian lisensi sumber, kegiatan praktis, atau tugas. Penetapan dosis pembatas mungkin merupakan hasil interaksi antara otoritas regulasi, operator yang terkait, dan bila ada, perwakilan pekerja. Sebagai aturan umum, akan lebih baik bila badan regulasi menganjurkan penentuan dosis pembatas untuk paparan kerja pada industri tertentu dan kelompok

(37)

organisiasi, mengingat keterbatasan regulasi, daripada menetapkan nilai tertentu sebagai dosis pembatas.

4.21 Proses untuk mendapatkan dosis pembatas untuk suatu situasi tertentu harus mencakup pengkajian terhadap pengalaman operasi dan umpan balik dari situasi yang setara bila memungkinkan, dan mempertimbangkan faktor ekonomi, sosial dan teknis. Untuk paparan kerja, pengalaman pada operasi yang dikelola dengan baik merupakan hal penting dalam penetapan dosis secara umum. Survei nasional atau bank data internasional, menyediakan pengalaman yang sangat banyak terhadap paparan yang berhubungan dengan suatu operasi tertentu, dapat digunakan dalam penentuan pembatas.

Peranan Tingkat Investigasi

4.22 Pengalaman pada situasi tertentu seringkali menunjukkan keperluan untuk melakukan pengkajian prosedur dan unjuk kerja. Pengalaman ini mungkin bersifat kualitatif (seperti pengamatan terhadap frekuensi terjadinya kontaminasi minor semakin meningkat) atau kuantitatif (seperti kecenderungan dari hasil program pemantauan). Manfaat pengalaman kualitatif dapat dibantu dengan penerapan tingkat investigasi terhadap hasil pemantauan individu atau tempat kerja. Tingkat investigasi merupakan salah satu tingkat acuan (lihat bab 2). Tingkat investigasi digunakan dengan pengertian mundur (retrospective), dan oleh karena itu tidak menjadi rancu dengan dosis pembatas. Bila tingkat investigasi dilampaui maka situasi tersebut harus segera dikaji untuk menemukan penyebabnya. Pengkajian ini harus mempunyai tujuan untuk mengambil pelajaran untuk operasi selanjutnya dan menentukan bila diperlukan langkah tambahan untuk meningkatkan pengaturan proteksi yang ada.

4.23 Tingkat investigasi harus dipandang sebagai alat yang penting untuk digunakan oleh manajemen dan oleh karena itu harus diidentifikasi oleh manajemen pada tahap perencanaan kegiatan; tingkat ini dapat direvisi berdasarkan pengalaman operasial. Otoritas regulasi juga juga menetapkan tingkat investigasi generik dalam bentuk dosis individu bagi keperluan regulasi. Penerapannya dalam program proteksi radiasi dibahas sepenuhnya dalam bab 5.

(38)

5. PROGRAM PROTEKSI RADIASI

Tujuan

5.1. Program proteksi radiasi (PPR) mungkin berhubungan pada semua fase

unjuk kerja atau pada umur dari fasilitas seperti dari rancang bangun hingga

proses dekomisioning. Penekanan diberikan dalam bab ini pada aspek operasional PPR. Tujuan umum dari PPR adalah untuk merefleksikan aplikasi dari tanggung jawab manajemen untuk proteksi radiasi dan keselamatan melalui adopsi struktur manajemen, kebijakan, prosedur, dan pengaturan organisasi yang sebanding dengan sifat dan besarnya risiko.

5.2. Meskipun PPR mungkin termasul proteksi pada pekerja dan masyarakat, bab ini fokus hanya pada aspek-aspek yang berkaitan dengan proteksi pada

pekerja. Pada banyak unjuk kerja dosis yang diterima oleh pekerja adalah jauh

di bawah batasan yang ditetapkan pada BSS, dan hanya sebagian kecil dari tenaga kerja akan dipengaruhi oleh prinsip-prinsip batasan. Penerapan dari prinsip optimasi seharusnya menjadi tenaga pendorong utama dibelakang keberadaan dan penerapan PPR, termasuk dalam banyak kasus menekan untuk menghidari atau mengurangi potensi paparan dan untuk mengantisipasi konsekuensi dari kecelakaan.

5.3. Karakteristik dari keadaan paparan mungkin sangat bervariasi tergantung pada tipe instalasi concerned (mulai dari “instalasi yang sederhana” seperti peralatan inspeksi bagasi di bandara, hingga “instalasi yang rumit” seperti pabrik pemrosesan ulang bahan nuklir), dan pada tahap aktivitas (kontruksi, operasi, perawatan dan dekomisioning). Penting untuk menyakinkan bahwa PPR beradaptasi dengan bagus pada situasi. Maka, langkap awal menuju definisi PPR adalah menampilkan evaluasi radiologi sebelumnya (prior) dari practice atau instalasi. Dalam evaluasi ini, kedua normal dan potesi paparan perlu dipertimbangkan.

Gambar

Gambar 1: Safety Standard IAEA untuk proteksi radiasi dalam pekerjaan
Tabel 1: Batas Masukan dan Paparan untuk Turunan Radon dan Turunan  Thoron

Referensi

Dokumen terkait

Dalam upaya pembiakan secara vegetatif dengan tujuan untuk memperoleh persen tumbuh tanaman yang tinggi, adanya peningkatan sistim pertumbuhan perakaran, serta bibit

Diharapkan remaja memiliki kemampuan untuk bersikap baik terhadap kesehatan reproduksi dengan memiliki dasar pengetahuan yang benar mengenai kesehatan reproduksi, dengan

Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, nikmat, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

Kartu seluler termasuk kategori low involvement yang mana produk tersebut tidak terlalu beresiko bagi konsumen maka dengan mudah bagi konsumen berpindah merek jika

Target dan luaran pada kegiatan pengabdian kepada masyarakat di Kelurahan Kadipiro RW 19, Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta adalah memberikan edukasi mengenai

Apersepsi dengan menggali pengetahuan mahasiswa terkait dengan materi bangun ruang yang telah disampaikan pada pertemuan sebelumnya, yaitu tentang kubus  dan   balok.. Tanya jawab

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan, maka yang menjadi permasalahan utama dalam penelitian ini adalah ingin mengidentifikasikan bagaimana

Karena pengaruh variabel resiko yang diterima terhadap variabel manfaat yang dirasakan tidak signifikan, maka hipotesis 3, Semakin tinggi kredibilitas sebuah