• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PERSEPSI RISIKO KESELAMATAN KERJA DI BAGIAN CHUCKING MACHINE DAN ASSEMBLY LINE PT NGK BUSI INDONESIA TAHUN 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS PERSEPSI RISIKO KESELAMATAN KERJA DI BAGIAN CHUCKING MACHINE DAN ASSEMBLY LINE PT NGK BUSI INDONESIA TAHUN 2014"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PERSEPSI RISIKO KESELAMATAN KERJA DI BAGIAN

CHUCKING MACHINE

DAN

ASSEMBLY LINE

PT NGK BUSI

INDONESIA TAHUN 2014

Astri Yuniarti*, Hendra

Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia

E-mail: yuniartiastri37@gmail.com

Abstrak

Pada tahapan proses produksi busi banyak menggunakan mesin maupun material yang mengandung risiko keselamatan dan kesehatan bagi pekerja. Keselamatan dalam bekerja dipengaruhi oleh cara pandang atau persepsi pekerja terhadap bahaya maupun risiko. Pembentukan persepsi yang baik bertujuan agar tidak terjadi perception error yang menyebabkan human error sehingga terjadi kecelakaan. Persepsi risiko dapat dinilai melalui pendekatan paradigma psikometrik. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui persepsi risiko keselamatan kerja di bagian Chucking Machine dan Assembly Line PT NGK Busi Indonesia tahun 2014 dengan pendekatan psikometrik. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain studi potong lintang di departemen Chucking Machine dan Assembly Line PT NGK Busi Indonesia. Sampel yang diambil adalah keseluruhan populasi (total sampling) sebanyak 121 pekerja. Pengambilan data menggunakan kuesioner menggunakan skala psikometrik. Penilaian risiko didominasi penilaian kurang berisiko. Hal ini menunjukkan persepsi risiko pekerja masih rendah. Oleh karena itu, perlu adanya peningkatan komunikasi dua arah maupun pengadaan pelatihan untuk peningkatan awareness dan memperbaiki cara pandang terhadap risiko.

Analysis of Risk Perception of Occupational Safety in Chucking Machine dan Assembly Line Department of PT NGK Busi Indonesia 2014

Abstract

At the stage of the production processes of making spark plugs use a lot of machines and material containing health and safety risks for workers. Safety at work is affected by the perspective or perception of workers to the hazards and risks. The importance of establishing a good perception aims to prevent perception errors that cause human error resulting in an accident. Perceptions of risk can be assessed through psychometric paradigm approach. The purpose of this study is to determine the safety risk perception at the Chucking Machine and Assembly Line PT NGK Busi Indonesia year of 2014 according to psychometric approach. The research was conducted with quantitative approach and cross-sectional study in two departments, namely Chucking Machine and Assembly Line PT NGK Busi Indonesia. There were 121 workers chosen as samples in this research. Data were collected through questionnaire using a scale psychometric paradigm. Results show that workers perception is less risky. This indicates that worker’s perception still low to faced risk in their workplace. Therefore, the need to increase two-way communication, improve the perception of risk and develop awareness program for improvement.

Keywords: manufacture, psychometric paradigm, risk perception

Pendahuluan

Perbedaan karakteristik bahaya dan risiko di lingkungan kerja tergantung dari jenis kegiatan, proses kerja, mesin, peralatan, bahan dan metode yang digunakan (Vincoli, 2006).

(2)

Keselamatan dalam bekerja dipengaruhi oleh cara pandang atau persepsi pekerja terhadap bahaya maupun risiko. Risiko dapat didefinisikan tergantung dari perspektif dan persepsi terhadap risiko tersebut (Stave, 2005). Persepsi risiko menjadi topik yang penting dalam isu keselamatan dan analisis psikologi dalam pembentukan persepsi (Sjoberg, Moen dan Rundmo, 2004). Persepsi risiko individu sama seperti evaluasi subjektif lingkungan kerja, perilaku pekerja mengenai perhatian terhadap risiko yang akan berpengaruh terhadap risiko objektif dan keselamatan (Arezes dan Miguel, 2008). Namun, penerimaan seseorang pada dasarnya bisa berbeda dari realitas objektif. Studi psikometrik dapat diaplikasikan untuk berbagai macam hazard (Jenkin, 2006).

PT NGK Busi Indonesia merupakan perusahaan yang bergerak di bidang

manufacturing komponen otomotif khususnya untuk memproduksi busi dan penutup busi

(plug cap). Pada tahapan proses produksi busi, mesin maupun material yang digunakan

mengandung risiko keselamatan dan kesehatan bagi pekerja. Pada beberapa bulan terakhir dari bulan Januari sampai dengan April, tercatat sudah terjadi 3 kasus kecelakaan kerja pada bagian Chucking Machine. Berdasarkan laporan kecelakaan kerja, kejadian kecelakaan berulang tersebut akibat dari tindakan tidak aman (unsafe act). Salah satu faktor yang mempengaruhi tindakan tidak aman (unsafe act) adalah persepsi pekerja terhadap risiko (Pickens, 2005).

Persepsi pekerja dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu faktor internal maupun eksternal (Walgito, 2003). Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi sangat penting untuk diketahui agar perusahaan dapat melakukan perbaikan terhadap cara pandang pekerja terhadap risiko. Pentingnya pembentukan persepsi yang baik bertujuan agar tidak terjadi

perception error yang menyebabkan human error (Makin dan Winder, 2008). Oleh karena

itu, perlu dilakukan analisis persepsi risiko keselamatan kerja di bagian Chucking Machine

dan Assembly Line PT NGK Busi Indonesia tahun 2014 dengan pendekatan paradigma

psikometrik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi keselamatan kerja di bagian

Machine dan Assembly Line PT NGK Busi Indonesia.

Tinjauan Teoritis

Persepsi merupakan komponen kunci dari perilaku manusia. Mekanisme persepsi merupakan hasil evaluasi manusia berdasarkan input yang diperoleh dari lingkungan eksternal untuk menentukan respon perilaku. Persepsi mencakup penilaian seseorang terhadap lingkungan berhubungan dengan kepribadian, sikap dan pengalaman sebelumnya (Cooper, 2003).

(3)

Gambar 1. Model Persepsi Risiko Sumber: Cooper (2003)

Persepsi terpilih terjadi ketika seorang individu membatasi proses stimulus eksternal dengan interpretasi pemilihan yang dilihat berdasarkan kepercayaan, pengalaman atau sikap. Individu akan memilih stimulus yang dapat memuaskan kebutuhan saat itu (pandangan mengenai kewaspadaan) dan mungkin menolak stimulus yang dapat menyebabkan kekhawatiran psikologi (pandangan mengenai perlawanan) (Pickens, 2005). Sistem proses persepsi ditunjukkan pada gambar 2.2.

Gambar 2. Sistem Proses Persepsi Sumber: Pickens (2005)

Persepsi risiko merupakan refleksi dari interpretasi individu yang berpeluang terekspos oleh risiko (Kalogeras, et al., 2008). Karakteristik individu dan sosial membentuk persepsi risiko dan mempengaruhi cara menanggapi adanya risiko (Schmidt, 2004). Persepsi dapat berbeda tergantung pada tipe risiko, konteks risiko, kepribadian individu dan konteks sosial (Wachinger dan Renn, 2010). Penelitian persepsi risiko diidentifikasi melalui interval pola persepsi yang berhubungan dengan karakteristik risiko atau konteks risiko yang diambil (Renn, 1989; Renn, 2004, Renn, et al, 2007). Ada dua perspektif utama pada studi persepsi risiko (Plapp dan Werner, 2006; Plapp, 2001). Konsep teori kultural dan paradigma

Individu

Perilaku Situasi

(Lingkungan)

Konteks

Faktor Psikologis Internal

Faktor Eksternal yang Dapat Diobservasi Penciuman Rasa Pendengaran Sentuhan Penglihatan Stimulus Registrasi (stimulus terpilih) Organisasi (berdasarkan pengalaman, kepercayaan, dll) Interpretasi (analisis dan pemahaman) Positive Feedback Negative Feedback

(4)

psikometrik (Slovic, 2000). Konsep teori kultural memeriksa prototipe kultural, yaitu tindakan sebagai dasar pembentukan individu dalam kategori kognitif (Garcia, 2005), sedangkan paradigma psikometrik tergantung konteks sosial individu, memberikan perhatian pada elemen yang diperoleh melalui kelompok sosial dan budaya.

Paradigma psikometrik dikembangkan oleh Slovic, Fischhoff dan Lichtenstein, metode pendekatan ini paling berpengaruh dalam analisis risiko dan dimanfaatkan pada studi lainnya (Huang, et al., 2010; Koehler, et al., 2009; Lai dan Tao, 2003). Perspektif paradigma psikometrik berfokus pada pandangan psikologi dalam alasan individu, yaitu cara menyimpulkan dan landasan dalam bertindak. Perspektif ini mencoba untuk mempelajari karakteristik risiko atau dimensi risiko untuk menjelaskan persepsi irasional yang tampak dari individu (Sterman, 2008). Tujuan dari pendekatan ini adalah untuk memahami struktur kognitif risiko (Plapp, 2001). Oleh karena itu, paradigma psikometrik berfokus pada konsep kelompok khususnya yang berhubungan dengan psikologi individu.

Schmidt (2004) mengakui bahwa determinan kualitatif utama dalam persepsi risiko berdasarkan risiko yang ditemui adalah kerelaan menerima risiko (voluntariness of risk), efek risiko (immediacyof effect of risk), pengetahuan risiko (known to science of risk), pengalaman terpajan risiko (known to exposed), pengendalian risiko (control over risk), kebaruan risiko

(newness), kronik-katastropik (chronic-catastrophic), common-dread, keparahan konsekuensi

(severity of consequences). Hal tersebut juga serupa dengan pendapat yang dikemukakan oleh

Fischoff, Slovic, Lichtenstein, Read dan Combs (2000), yaitu ada sembilan (9) elemen umum yang penting untuk penilaian risiko subjektif mengenai suatu aktivitas atau teknologi.

Metode Penelitian

Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif dengan desain studi cross

sectional (potong lintang). Penelitian ini menjelaskan persepsi risiko pekerja di departemen

Chucking Machine dan Assembly Line pada PT NGK Busi Indonesia berdasarkan sembilan

dimensi pendekatan psikometrik. Penelitian dilaksanakan di PT NGK Busi Indonesia, Jakarta Timur, khususnya di bagian Chucking Machine dan Assembly Line pada bulan Mei sampai Juni 2014.

Sampel penelitian adalah seluruh karyawan bagian Chucking Machine dan Assembly Line PT NGK Busi Indonesia yang berjumlah 121 orang. Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder. Data primer diperoleh langsung dari subjek penelitian dan lingkungan kerja melalui kuesioner dan observasi. Data sekunder diperoleh dari laporan kecelakaan kerja di PT NGK.

(5)

Pengisian kuesioner bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai variabel yang berisi pertanyaan terkait dimensi voluntariness of risk, immediacyof effect, known to science of risk, known to exposed, control over risk, newness, chronic-catastrophic, common-dread,

severity of consequences. Skala pengukuran pada kuesioner menggunakan skala psikometrik,

yaitu pemberian skor 1 sampai 4. Kriteria yang digunakan disesuaikan dengan tiap dimensi psikometrik. Dimensi voluntariness of risk (risiko dapat diterima = 1, risiko tidak dapat diterima = 4), immediacyof effect (efek tertunda = 1, efek saat itu juga = 4), known to science

of risk (tidak tahu sama sekali = 1, mengetahui risiko = 4), known to exposed (tidak pernah

mengalami = 1, pernah mengalami = 4), newness (risiko sudah lama risiko sudah lama = 1, terdapat risiko baru = 4), chronic-catastrophic (menyebabkan celaka pada satu orang = 1, menyebabkan celaka pada banyak orang = 4), common-dread (risiko dianggap biasa = 1, risiko dianggap jarang terjadi = 4) dan severity of consequences (kegiatan kerja tidak menyebabkan celaka = 1, kecelakaan akibat kegiatan kerja menyebabkan kematian = 4).

Penelitian ini menggunakan analisis univariat yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran distribusi dan frekuensi setiap variabel yang disajikan dalam bentuk tabel dan narasi. Data numerik yang dihasilkan berupa nilai mean dan median dari perhitungan skor sembilan dimensi psikometrik, sedangkan data kategorik digambarkan dengan jumlah dan persentase.

Hasil

Responden paling banyak terdapat pada Departemen Assembly Line unit Crimping

sejumlah 74 orang (61%) dari sampel sebanyak 121 orang. Jumlah sampel untuk tiap unit kerja dapat dilihat pada tabel 1. Distribusi karakteristik responden ditunjukkan pada tabel 1.

Berdasarkan tabel 1 dapat dilihat bahwa mayoritas operator dari keseluruhan sampel berjenis kelamin laki-laki. Operator perempuan hanya terdapat pada Assembly Line unit

Crimping sebanyak 3,3%. Sedangkan unit kerja lain terdiri dari pekerja laki-laki.

Usia paling dominan dari Departemen Chucking Machine dan Assembly Line unit

Crimping adalah 17-25 tahun sebanyak 50,4%. Pada Unit Bending sebaran usia 26-35 tahun

dan 36-45 tahun berjumlah sama banyak yaitu 46,7 %. Namun, tidak ada pekerja di unit Bending yang berusia 17-25 tahun.

Secara umum tingkat pendidikan responden merupakan lulusan SMA/SMK sebanyak 114 orang (94,2 %). Tingkat pendidikan yang memiliki persentase rendah adalah SD dan D3/S1 sebesar 0,8%.

(6)

Sebagian besar pekerja di departemen Chucking Machine sudah bekerja selama lebih dari 15 tahun. Pada departemen Assembly Line unit Crimping didominasi oleh pekerja yang sudah bekerja selama 1-5 tahun, sedangkan lama kerja di unit Bending yang paling banyak adalah 11-15 tahun, yaitu 9 orang. Lama kerja yang paling dominan dari keseluruhan sampel adalah 1-5 tahun sebanyak 59 orang responden (48,8 %).

Tabel 1. Karakteristik Sampel berdasarkan Jenis Kelamin, Usia, Pendidikan dan Lama Kerja Unit Kerja Total (%) Chucking Machine n = 32 (27%) Assembly Line (Crimping) n = 74 (61%) Assembly Line (Bending) n = 15 (12%) Persentase (%) Persentase (%) Persentase (%) Jenis Kelamin Laki-Laki 100 94,6 100 96,7 Perempuan 0 5,4 0 3,3 Usia 17-25 34,4 67,7 - 50,4 26-35 15,6 13,5 46,7 18,2 36-45 28,1 14,9 46,7 22,3 46-55 21,9 4,1 6,7 9,1 56-65 - - - 0 Pendidikan Tidak/belum tamat SD - - - 0 SD - 1,4 - 0,8 SMP 9,4 2,7 - 4,2 SMA/SMK 87,5 95,9 100 94,2 D3/S1 3,1 - - 0,8 Lama Kerja ≤ 1 9,4 8,1 - 7,4 1-5 34,4 63,5 6,7 48,8 6-10 9,4 4,1 20 7,4 11-15 3,1 10,8 60 14,9 > 15 43,7 13,5 13,3 21,5

Penilaian sembilan dimensi paradigma psikometrik diperoleh dari penilaian responden terhadap tiap proses di tiap departemen. Kecenderungan skor penilaian dari tiap proses di departemen Chucking Machine ditunjukkan pada gambar 3, sedangkan Assembly Line

(7)

Gambar 3. Penilaian Psikometrik di Departemen Chucking Machine

(8)

Gambar 5. Penilaian Psikometrik di Departemen Assembly Line (Bending)

Tingkat persepsi risiko responden berdasarkan usia didominasi oleh usia 17-25 tahun. Berdasarkan gambar 6 ditunjukkan bahwa pekerja pada usia 17-25 tahun menganggap risiko yang ada di tempat kerja mereka kurang berisiko. Sedangkan usia 46-55 tahun lebih banyak yang beranggapan risiko yang ada di tempat kerja lebih berisiko.

Lama kerja yang mendominasi yaitu 1-5 tahun. Pekerja yang bekerja selama 1-5 tahun beranggapan bahwa risiko di tempat kerja mereka kurang berisiko. Sedangkan lama kerja lebih dari 15 tahun lebih banyak yang menganggap tempat kerja mereka lebih berisiko. Distribusi persepsi risiko berdasarkan lama kerja ditunjukkan pada gambar 7.

Gambar 6. Distribusi Persepsi Risiko berdasarkan Usia 0% 5% 10% 15% 20% 25% 30% 17-25 26-35 36-45 46-55 56-65 27% 9% 14% 3% 0% 23% 9% 8% 7% 0% P er sent a se Respo nd en (P er sen) Usia (Tahun)

Persepsi Risiko Berdasarkan Usia

Kurang Berisiko Lebih Berisiko

(9)

Gambar 7. Distribusi Persepsi Risiko berdasarkan Lama Kerja

Hasil yang diperoleh dari perhitungan jumlah skor ke-9 dimensi psikometrik menunjukkan bahwa tiap proses kerja yang dilakukan di Departemen Chucking Machine dan

Assembly Line (Crimping dan Bending) dianggap kurang berisiko oleh pekerja. Pada proses di

Bagian Chucking Machine, pekerja menganggap proses yang kurang berisiko adalah proses 4, sedangkan proses yang lebih berisiko adalah proses 2, 3 dan 5. Pekerja pada Bagian Assembly Line Unit Crimping menganggap proses yang kurang berisiko adalah proses 6 dan lebih berisiko pada proses 1, 2, 3 dan 7. Pada Bagian Assembly Line unit Bending, proses yang dianggap kurang berisiko, yaitu proses 1 dan lebih berisiko pada proses 2 dan 3. Tingkat persepsi risiko di Departemen Chucking Machine dan Assembly Line unit Crimping dan

Bending berdasarkan proses ditunjukkan pada gambar 8, gambar 9 dan gambar 10.

Gambar 8. Distribusi Persepsi Risiko di Departemen Chucking Machine 0% 5% 10% 15% 20% 25% 30% ≤ 1 1-5 6-10 11-15 > 15 3% 26% 6% 10% 8% 5% 22% 2% 5% 13% P er sent a se Respo nd en (P er sen)

Lama Kerja (Tahun)

Persepsi Risiko Berdasarkan Lama Kerja

Kurang Berisiko Lebih Berisiko 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% Proses 1 Proses 2 Proses 3 Proses 4 Proses 5 Proses 6 56% 53% 53% 69% 53% 63% 44% 47% 47% 31% 47% 38% P er sent a se Respo nd en (P er sen) Proses Kerja

Persepsi Risiko Departemen Chucking Machine

Kurang Berisiko Lebih Berisiko

(10)

Gambar 9. Distribusi Persepsi Risiko di Departemen Assembly Line Unit Crimping

Gambar 10. Distribusi Persepsi Risiko di Departemen Assembly Line Unit Bending

Persentase paling besar dari keseluruhan responden di tiap departemen yang beranggapan bahwa risiko yang ada di tempat kerja kurang berisiko adalah Departemen

Assembly Line Unit Bending. Tingkat persepsi risiko ditinjau berdasarkan seluruh unit kerja

ditunjukkan pada gambar 11.

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70%

Proses 1 Proses 2 Proses 3 Proses 4 Proses 5 Proses 6 Proses 7

54% 55% 55% 57% 57% 61% 55% 46% 45% 45% 43% 43% 39% 45% Per senta se Res p o n d en (Per sen) Proses Kerja

Persepsi Risiko Departemen Assembly Line (Crimping)

Kurang Berisiko Lebih Berisiko 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70%

Proses 1 Proses 2 Proses 3 60% 53% 53% 40% 47% 47% P er sent a se Respo nd en (P er sen) Proses Kerja

Persepsi Risiko Departemen Assembly Line (Bending)

Kurang Berisiko Lebih Berisiko

(11)

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% Assembly Line (Crimping) Assembly Line (Bending) Chucking Machine 53% 60% 53% 47% 40% 47% P er sent a se Respo nd en (P er sen)

Nama Unit Kerja

Persepsi Risiko Berdasarkan Unit Kerja

Kurang Berisiko Lebih Berisiko

Gambar 11. Distribusi Persepsi Risiko berdasarkan Unit Kerja Pembahasan

Penilaian pekerja di departemen Chucking Machine, Assembly Line unit Crimping dan

Bending berdasarkan dimensi kerelaan menerima risiko masih cukup rendah. Hal ini dapat

diketahui dari hasil rata-rata skor dimensi yang berada di kisaran skor 2 yaitu, cenderung dapat mentoleransi risiko. Pekerja merasa cukup sukarela menerima risiko karena pekerjaan harus dilakukan jika ingin memperoleh benefit berupa gaji atau bonus. Berdasarkan penelitian Fischoff, et al, seorang individu cenderung dapat menerima risiko jika aktivitas tersebut menghasilkan manfaat bagi dirinya. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Slovic dan Peters (2006), yaitu risiko dan manfaat cenderung memiliki korelasi yang positif terhadap aktivitas berbahaya. Aktivitas yang berisiko tinggi cenderung memiliki manfaat yang lebih besar daripada aktivitas risiko rendah.

Pekerja di bagian Chucking Machine memberikan penilaian untuk dimensi kecepatan efek pada skor 2, yaitu efek yang diterima tidak langsung saat itu juga, padahal berdasarkan observasi lapangan, area Chucking Machine termasuk berisiko tinggi untuk keselamatan karena banyak menggunakan peralatan tajam dan penggunaan oli yang menyebabkan lantai menjadi licin. Sedangkan bagian Assembly Line unit Crimping dan Bending pekerja menilai pada skor 3, yang berarti efek yang diterima cukup cepat dalam hitungan hari. Hal ini belum sesuai dengan risiko yang ada karena risiko keselamatan yang ada yaitu tangan terjepit dan jari tangan kemasukan material logam yang dapat berefek secara langsung. Pada dimensi

(12)

kecepatan efek, individu cenderung menilai rendah suatu risiko tinggi jika efek dari risiko tersebut diterima dalam jangka waktu yang panjang (Trimpop, et al., 2011).

Pengetahuan pekerja mengenai risiko di bagian Chucking Machine, Assembly Line

unit Crimping dan Bending sudah cukup baik karena rata-rata pekerja memberikan penilaian skor 3, yaitu cukup mengetahui risiko. Moen (2008) menyatakan bahwa pengetahuan berkontribusi dalam persepsi risiko yang selanjutnya persepsi tersebut berkontribusi dalam pengambilan keputusan untuk berperilaku selamat.

Dimensi pengalaman kerja terkait risiko sudah dialami oleh sebagian besar pekerja. Rata-rata pekerja sudah pernah mendengar adanya celaka akibat risiko yang ada. Oleh karena itu, pekerja di bagian Chucking Machine, Assembly Line unit Crimping dan Bending

memberikan penilaian pada skor 2. Trimpop, et al (2011) mengemukakan bahwa persepsi seseorang merupakan proses evaluasi dari pengalaman individu, nilai, kepribadian dan perilaku menerima risiko yang cenderung subjektif daripada objektif.

Sebagian besar pekerja menilai risiko dapat dikendalikan dengan memberi skor 1. Sebagian lagi menilai risiko cukup dapat dikendalikan dengan memberi skor 2. Hal ini dapat melemahkan persepsi pekerja terhadap risiko. Individu cenderung menerima risiko yang dianggap dapat dikendalikan sehingga cenderung melemahkan persepsi terhadap risiko (Schmidt, 2004). Hal ini disebabkan individu merasa percaya diri dengan kemampuannya (Sjoberg, 2000).

Pada dimensi kebaruan risiko sebagian besar pekerja di bagian Chucking Machine dan

Assembly Line unit Bending memberikan skor 2, yaitu risiko sudah ada cukup lama.

Sedangkan di bagian Assembly Line unit Crimping sebagian besar memberikan skor 1, yaitu risiko sudah lama ada. Penilaian tersebut disebabkan oleh pekerja yang merasa tidak ada sesuatu yang baru yang dianggap sebagai risiko. Kebaruan risiko diidentikkan dengan belum terbiasanya seseorang dengan hal baru tersebut, sehingga perlu waktu untuk beradaptasi terlebih dahulu (Schmidt, 2004).

Sebagian besar pekerja di tiap departemen merasa aktivitas kerja yang dilakukan hanya menyebabkan celaka terhadap satu atau beberapa orang saja. Williamson dan Weyman (2005); Weyman dan Kelly (1999) mengemukakan persepsi seseorang akan meningkat jika mengetahui banyaknya orang yang dapat terkena celaka pada kejadian kecelakaan.

Pada dimensi common-dread, pekerja di tiap departemen mayoritas memberikan penilaian pada skala 2, yaitu risiko yang ada tidak terlalu sering terjadi, sehingga pekerja hanya sedikit merasa takut terhadap risiko. Menurut Trimpop, et al (2011) peristiwa yang dianggap sudah biasa ada maka penerimaan terhadap risiko pun meningkat, individu

(13)

cenderung mempersepsikan lebih rendah dibanding dengan hal yang tidak biasa. Berdasarkan penelitian Lerner, Gonzalez, Small dan Fischoff (2003); Lerner dan Keltner (2000), rasa takut akan menguatkan persepsi risiko seseorang.

Pekerja di bagian Chucking Machine dan Assembly Line unit Bending sebagian besar memberikan penilaian 2 pada tiap kegiatan kerja. Pekerja beranggapan risiko yang ada hanya menyebabkan celaka ringan. Sedangkan pada bagian Assembly Line unit Crimping masih ada penilaian pada skor 1, yaitu pekerja menganggap kegiatan kerja tidak menyebabkan celaka. Hal ini disebabkan pada bagian Assembly Line unit Crimping jarang terjadi kecelakaan. Penilaian risiko cenderung meningkat apabila konsekuensi suatu risiko dapat menimbulkan dampak yang fatal (Moen, 2008).

Tingkat persepsi risiko berdasarkan usia, pekerja menilai risiko yang ada di tempat kerja kurang berisiko paling banyak berada pada usia 17-25 tahun sebanyak 27 %, sedangkan yang pada usia 46-55 tahun beranggapan lebih berisiko paling banyak sebesar 7 %. Hal ini sejalan dengan penelitian Matangi dan Maposa (2013) yang memperoleh hasil mayoritas usia 25-34 memiliki persepsi kurang berisiko yaitu sebesar 36,29 %. Berdasarkan penelitian Trimpop, et al. (2011), usia, jenis kelamin dan tingkat pendidikan berpengaruh terhadap penerimaan risiko.

Penilaian kurang berisiko berdasarkan lama kerja paling banyak pada pekerja yang masa kerjanya 1-5 tahun sebanyak 26 %, sedangkan pekerja yang beranggapan lebih berisiko paling banyak pada masa kerja >15 tahun, yaitu 13 %. Hasil yang sama diperoleh pada penelitian Matangi dan Maposa (2013), yaitu pekerja dengan masa kerja 1-5 tahun cenderung berpersepsi kurang berisiko sebesar 41,15%. Persepsi kurang berisiko dapat disebabkan karena pekerja merasa belum cukup mengenali risiko yang ada di tempat kerja, sedangkan masa kerja >15 tahun menganggap sudah mengenali risiko yang ada.

Persepsi risiko berdasarkan proses kerja didominasi oleh anggapan kurang berisiko pada tiap proses. Persepsi kurang berisiko dan lebih berisiko masih terdapat ketidaksesuaian karena ada penilaian yang cenderung melebihkan maupun melemahkan risiko dari risiko yang sesungguhnya. Penilaian yang tidak sesuai ini kemungkinan adalah unrealistic optimism, yaitu keyakinan yang mengalami kekeliruan (Sjoberg, Moen, Rundmo, 2004). Ketidaksesuaian persepsi ini sebaiknya segera diluruskan agar proses yang lebih berisiko tidak dianggap remeh sehingga pekerja tidak berhati-hati dalam bekerja. Jika pekerja terus menganggap remeh, bisa jadi suatu saat terdapat peluang besar yang dapat menimbulkan celaka yang berat atau bahkan fatal.

(14)

Persepsi risiko ditinjau berdasarkan unit kerja menunjukkan bahwa tiap unit kerja masih didominasi oleh penilaian kurang berisiko yang berarti persepsi risiko pekerja masih rendah. Padahal risiko yang sebenarnya bisa jadi lebih tinggi dari penilaian pekerja terhadap risiko. Penilaian terhadap risiko yang sebenarnya di tiap unit kerja tergantung dari jenis bahaya dan risiko yang ada pada unit kerja tersebut.

Simpulan

Persepsi risiko pekerja berdasarkan paradigma psikometrik, masih menilai risiko pada skala 2 yang tergolong cukup rendah sehingga memerlukan perbaikan pandangan terhadap risiko. Dimensi yang dominan di tiap departemen adalah pengetahuan tentang risiko (known

of science of risk) karena sebagian besar pekerja telah mengetahui risiko hanya saja

awareness terhadap risiko masih kurang sehingga harus ditingkatkan lagi. Persepsi risiko

ditinjau berdasarkan departemen masih didominasi oleh penilaian kurang berisiko yang menunjukkan persepsi risiko pekerja masih rendah.

Persepsi pekerja terhadap risiko masih terdapat ketidaksesuaian antara penilaian subjektif dengan risiko objektif atau risiko yang sesungguhnya. Persepsi ini terkait dengan pengambilan keputusan dalam berperilaku selamat. Faktor yang berkontribusi terhadap penilaian kurang berisiko dan lebih berisiko dapat berasal dari internal individu maupun eksternal. Faktor internal meliputi perasaan, motivasi, pengalaman dan pengetahuan. Faktor eksternal terdiri dari lingkungan, cost and benefit serta media informasi.

Saran

Saran yang dapat diberikan penulis untuk perbaikan di PT NGK Busi Indonesia adalah meningkatan sosialisasi mengenai Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) secara rutin melalui peningkatan sharing, penggunaan media tertulis (pemasangan safety sign di area peralatan) dan audio serta peningkatan pelatihan K3.

Ucapan Terima Kasih

Terima kasih kepada Bapak Hendra, SKM, MKKK yang telah memberikan bimbingan dan saran untuk penelitian ini.

Daftar Referensi

Arezes, P.M. dan Miguel, A.S. (2008). Risk Perception and Safety Behaviour: A Study in an Occupational Environment. Safety Science, 46, 900-907.

(15)

Fischoff, B., Slovic, P., Lichtenstein, S., Read S. dan Combs, B. (2000). How Safe is Safe Enough? A Psychometric Study of Attitudes Toward Technological Risks and Benefits. In: P. Slovic (Ed.). The Perception of Risk, pp. 80-104. London: Earthscan.

Garcia, V. (2005). El Riesgo Como Construccion Social y la Construccion Social de los Riesgos. Meksiko D.F.: Centro de Investigaciones y Studios Superiors en Antropologia Social.

Huang, L., Duan, B.L., Bi, J., at al. (2010). Analysis of Determining Factors of the Public Risk Acceptance level in China. Human and Ecological Risk Assessment, 16, 365-379.

Jenkin, C.L. (2006). Risk Perception and Terrorism: Applying the Psychometric Paradigm. Homeland Security Affairs, 2(2), 1-14.

Kalogeras, N., Pennings, J.M.E., Koert, V.I. (2008). Consumer Food Safety Risk Attitudes and Perceptions Over Time: The case of BSE crisis. 12th Congress of the European Association of Agricultural Economists. Koehler, J., Dreijerink, L., Poll, R.V. (2009). Exploring the Risk Information Gap. Research into Information

Supply and Information Demand of Different Parties Concerned. Safety Science, 47, 554-560.

Lai, J.C. dan Tao, J. (2003). Perception of Environmental Hazards in Hong kong, Chinese. Risk Analysis, 23, 669-684.

Lerner, J.S., Gonzalez, R.M., Small, D.A dan Fischoff, B. (2003). Effects of Fear and Anger on Perceived Risks of Terrorism: A National Field Experiment. Psychological Science, 14, 144-150.

Lerner, J.S dan Keltner, D. (2000). Beyond valence: Toward a Model of Emotion-Specific Influences on Judgement and Choice. Cognition & Emotion, 14, 473-493.

Makin, A.M. dan C. Winder. (2008). A New Conceptual Framework to Improve the Application of Occupational Health and Safety Management Systems. Safety Science, 46, 935-948.

Matangi, E.S. dan Maposa I. (2013). Risk Perception and Attitudes of Lecturer in Response to the New University of Zimbabwe Degrees Curriculum. International Journal of Education and Research, 1(3), 1-10.

Moen, B.E. (2008). Risk Perception, Priority of Safety, and Demand for Risk Mitigation in Transport. [Thesis]. Norwegian University of Science and Technology.

Pickens, Jeffrey. (2005). Attitudes and Perception In: Organizational Behavior in Health Care. USA: Jones & Barlett Publishing.

Plapp, T. Erdbeben, Sturme,Hochwasser. (2001). Unvohersebar, Unkontrollierbar, Schrecklich Zur Wahrnehmung und Bewertung von Risiken aus Extremen Naturereignnissen. Ergebnisse aus dem Graduiertenkolleg “Natukatastrophen”, 234-241.

Plapp, T., Werner, U. (2006). Understanding Risk Perception from Natural Hazards: Examples from Germany. Risk, 21, 101-108.

Renn, O. (1989). Risikowahmehmung: Psychologische Determinante bei der Intuitiven Erfassung und Bewertung von Technischen Risiken. In Hosemann, G, ed. Risiko in der Industriegesellschaft, 167-191. Renn, O. (2004). Perception of Risks. The Geneva Papers on Risk and Insurance, 29(1), 102-114.

Renn, O., Schweizer, P.J., Dreyer, M., Klinke, A. (2007). Risiko Uber den Gesellschaftlichen Umgang mit Unsicherheit. Munchen: Okom Verlag.

Schmidt, Markus. (2004). Investigating Risk Perception: A Short Introduction. [Thesis]. Vienna Austria.

Sjoberg,L., Moen, B.E., Rundmo, T. (2004). Explaining Risk Perception an Evaluation of the Psychometric Paradigm in Risk Perception Research. Norway: Rotunde.

Slovic, P. (2000). Informing and Educating the Public about Risk.In Slovic, P, ed. The Perception of Risk, 226-227.

Slovic, P. dan Peters, E. (2006). Risk Perception. Psychological Science, 15, 322-325.

Stave, Christina. (2005). Safety as a Process: From Risk Perception to Safety Activity. [Thesis]. Chalmers University of Technology.

Sterman, JD. (2008). Risk Communication on Climate: Mental Models and Mass Balance. Science, 322, 532-533.

Trimpop, Rudiger, M., Zimolong dan Bernhard, M. (2011). Risk Acceptance. Encyclopedia of Occupational Health and Safety. Geneva: International Labor Organization.

Vincoli, Jeffrey W. (2006). Basic Guide to System Safety 2nd ed. New Jersey: John Wiley & Sons Inc.

Wachinger, G. dan Renn O. (2010). Risk Perception and Natural Hazard. Dilaporkan pada CapHaz-Net WP3 Report, DIALOGIK Non-Profit Institute for Communication and Cooperative Research, Stuttgart. Walgito, Bimo. (2003). Psikologi Sosial: Suatu Pengantar 3rd ed. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Weyman, A.K., Kelly, C.J., Sreenivasan. B. (1999). Report on Proceedings of the Health Directorate Workshop on Risk Perception and Risk Communication-Gatwick, January, 1999. Health and Safety Laboratory Report.

Williamson, J dan Weyman A. (2005). Review of the Public Perception of Risk and Stakeholder Engagement in Health and Safety Laboratory. Buxton: Crown.

Gambar

Gambar 1. Model Persepsi Risiko  Sumber: Cooper (2003)
Tabel 1. Karakteristik Sampel berdasarkan Jenis Kelamin, Usia, Pendidikan dan Lama Kerja
Gambar 3. Penilaian Psikometrik di Departemen Chucking Machine
Gambar 5. Penilaian Psikometrik di Departemen Assembly Line (Bending)
+4

Referensi

Dokumen terkait

dengan pemberian elisitor pada konsentrasi 0,5% (g/ v) dengan waktu pemanenan 36 jam yaitu sebesar 303,475±5,602 ug/gBK(tabel 1).Daritabeltersebut dapat dilihat bahwa pemberian

Ruang publik politik dan civil society merupakan ruang dan wahana strategis bagi partisipasi politik gereja dalam keberpihakan kepada masyarakat di hadapan kekuasaan politik

terutama predator. Kemati Kematian bio an biota kun ta kuno, sep o, seperti pla erti plankto nkton, ika n, ikan, bah n, bahkan b kan burung urung.. Mut Mutasi s asi sel, k el,

1. Penerimaan Peserta didik/Santri di PPTQ As-Salafi Walisongo dan PP Bustanul Mutaallimat Al Blitari memiliki kesamaan yaitu sama- sama direncanakan secara matang sebelum

(2) Sikap dan partisipasi siswa sangat antusias hal ini dapat dilihat dari berbagai kegiatan yang dilakukan oleh siswa yang sangat mendapat dukungan oleh para

mendapatkan pengetahuan dan memahami, mengamati serta bertanya kepada pengajar tentang segala sesuatu berkaitan dengan proses transformasi budaya ikat namo,

agar sedikit demi sedikit menghilangkan kebiasaan buruknya tersebut. Agar subjek kasus dapat membentuk tingkah laku barunya yang lebih baik dimulai dari tidak

Untuk pengetahuan anda, memandangkan mereka (pihak bank) telah mengambil tempoh masa yang lama untuk meluluskan pinjaman anda dan ditambah lagi dengan ugutan dari pihak