• Tidak ada hasil yang ditemukan

Membangun Kawasan Perbenihan Kentang Melalui Program Iptekda-LIPI di Sulawesi Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Membangun Kawasan Perbenihan Kentang Melalui Program Iptekda-LIPI di Sulawesi Selatan"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Membangun Kawasan Perbenihan Kentang Melalui Program Iptekda-LIPI di Sulawesi Selatan

Baharuddin, Ach Syaifuddin, Nur Rosida Kiat Labiota, Universitas Hasanuddin Pendahuluan

Sebagai salah satu pangan alternatif subtitusi beras, pengembangan kentang perlu terus digalakkan. Konsumsi beras nasional yang begitu tinggi 139 kg/kapita/tahun menjadikan Indonesia sebagai negara pengimport beras. Konsumsi akan kentang hanya 2,3 kg/kapita yang jika ditingkatkan menjadi 10 kg untuk mengsubtitusi kebutuhan beras maka dibutuhkan sebanyak 2,4 juta ton/tahun. Produksi kentang nasional baru mencapai 1,1 juta ton/tahun. Selama ini peran utama kentang hanya sebagai tanaman sayuran.

Untuk menjadi makanan pokok, kelayakan harga perlu menjadi pertimbangan sehingga dapat terjangkau oleh masyarakat. Jika 1 kg beras dapat dikonsumsi 8 orang dewasa sedang 1 kg kentang hanya dapat dikonsumsi 2-3 orang dewasa, maka selayaknya harga kentang adalah ¼ harga beras. Jika harga beras Rp 6.000 kg maka harga kentang sepantasnya hanya berkisar 1.500-2.000/kg. Jauh dari harga kentang yang sekarang berada pada kisaran Rp 8.000- Rp.10.000/kg.

Tingginya harga kentang di Indonesia disebabkan oleh tingginya biaya produksi,akibat harga benih yang begitu mahal. 60% biaya produksi untuk pembelian benih. Harga kentang yang menggiurkan menyebabkan masuknya kentang import hingga kepedesaan dengan harga murah Rp. 2500/kg (Kompas, 2011). Harga benih yang mahal akibat ketersediaan yang rendah dan distribusi benih yang tidak merata. Kebutuhan benih setiap tahun berkisar 138.000 ton untuk penanaman 80.000 ha, sedang ketersediaan baru mencapai 8 %, termasuk import. Benih bermutu dominan dipasok dari Jawa Barat untuk diantarpulaukan keseluruh Indonesia. Biaya transport yang tinggi dengan tingkat kerusakan yang besar menyebabkan harga benih begitu mahal, mencapai Rp. 20.000/kg benih G4 sehingga sulit dijangkau oleh petani. Dampaknya rata-rata produksi kentang nasional hanya mencapai 12 ton/ha jauh dari harapan produksi yang dapat mencapai 40 ton/ha (Deptan 2010).

Agribisnis kentang sesungguhnya menjanjikan keuntungan yang besar bagi petani, jika dikelola secara tepat. Umur yang pendek (3 bulan), dapat disimpan lama, mudah diolah menjadi berbagai ragam makanan, sayuran, kue, kripik, krupuk, kentang goreng dllnya menjadikan kentang mempunyai multiplayer effect yang tinggi. Jika dikelola dengan baik dengan produktifitas 30 ton/ha, maka petani dapat memperoleh omset Rp 150 juta rupiah, jika harga kentang Rp. 5000/kg. Potensi lahan masih sangat luas yaitu 11.331.700 ha yang berada pada ketinggian diatas 700 m dpl, yang umumnya terdapat di luar pulau Jawa (Wattimena, 2005).

Selain benih, masalah hama dan penyakit menjadi momok bagi petani baik di on-farm maupun ketika di gudang penyimpananan (off-farm), sehingga penggunaan pestisida cukup tinggi yang akan berdampak bagi kesehatan dan

(2)

rusaknya lingkungan. Pengelolaan lahan yang sangat intensif, pemakaian pupuk anorganik serta pengembangan kentang di daerah konservasi menjadikan daerah dataran tinggi rawan erosi, kesuburan tanah menurun serta ketersediaan air menjadi berkurang.

Selama ini rendahnya produksi benih ditingkat benih sebar (Generasi 4) bermuara dari rendahnya pasokan benih sumber (G0) yang dihasilkan dari penanaman stek kultur jaringan dirumah kaca. Badan Benih Nasional mensyaratkan benih G0 harus terbebas dari virus dan OPT lainnya, sehingga memerlukan keahlian dan fasilitas khusus untuk menghasilkannya termasuk Laboratorium dan rumah ketat serangga. Untuk itu diperlukan kerjasama yang harmonis antara lembaga penelitian/universitas yang menyediakan tenaga ahli, fasilitas laboratorium deteksi dini dan produksi kultur jaringani dengan Dinas Pertanian (Balai Benih Hortikultura) atau pihak swasta untuk produksi benih G0 dan benih penjenis G1 serta para petani penangkar benih yang akan memperoduksi benih G2 (dasar), G3 (pokok) dan G4 (sebar) dilapang sehingga akan terwujud suatu industri benih dengan sistem produksi benih berkluster dan berkesinambungan. Untuk menunjang kearah swasembada benih perlu disusun strategi membangun industri benih pada sentra-sentra produksi kentang di Indonesia.

Untuk membantu memecahkan masalah tersebut, Universitas

Hasanuddin (Lab. Bioteknologi Pertanian) melakukan penelitian dan pengembangan paket bioteknologi kentang antara lain perbanyakan benih hasil kultur jaringan bebas penyakit, Sistem deteksi dini virus dan patogen lainnya (ELISA dan PCR), pengembangan bioaktifator untuk pembuatan pupuk organik padat dan cair, pemanfaatan biopestisida dan pestisida nabati. Melalui program IPTEKDA tahun 2004, dilakukan pemasyarakatan sistem perbenihan kentang ramah lingkungan berbasis kelompok tani di Bulu Ballea Malino, Kab. Gowa dengan memberdayakan tenaga sarjana untuk mengelola sistem perbenihan kentang varietas Granola (inti) dan membina para petani penangkar (plasma). Selanjutnya ditahun 2007, kegiatan serupa dikembangkan kedaerah utara provinsi Sulawesi Selatan yaitu di Kecamatan Masalle (Pemekaran kecamatan Alla) Kabupaten Enrekang dengan memurnikan dan mengembangkan varietas unggulan lokal “Kalosi”.

Tujuan

1. Membina masyarakat tani membangun kawasan perbenihan kentang dengan mengintroduksi teknologi perbanyakan benih sehat dan bermutu, memasyarakatkan pembuatan formulasi sederhana biopestisida untuk mengendalikan hama dan penyakit tanaman serta pembuatan pupuk organik untuk meningkatkan kesuburan lahan.

2. Memberikan advokasi dan meningkatkan partisipasi seluruh komponen masyarakat dalam melakukan usaha peningkatan produktivitas pertanian melalui usaha pembibitan dan budidaya kentang ramah lingkungan, pemanfaatan dana bergulir dan perbaikan manajemen usaha tani.

(3)

Metode Penerapan Ipteks

Metode yang digunakan adalah melalui penyuluhan, peragaan dan action research (kaji tindak).

a. Tahap sosialisasi program dan diskusi kelompok

Metode yang digunakan adalah “Focus Group Discussion” dengan

menghadirkan kelompok tani, LSM-desa, Dinas Pertanian, tokoh masyarakat, pemerintah desa dan lain-lain.

b. Tahap pemberdayaan kelompok tani

Dalam kegiatan ini dilakukan alih teknologi kepetani untuk meningkat pendapatan melalui usaha pembibitan kentang dan peningkatan produktivitas lahan dengan melakukan budidaya kentang hasil kultur jaringan yang ramah lingkungan.

Teknologi dan sistem yang diintroduksi meliputi: - Teknik Pembuatan rumah kasa sederhana - Teknik Pembibitan kentang hasil kultur jaringan.

- Teknik pembuatan pupuk organik Cair dan Kompos.

- Paket teknologi ramah lingkungan pada sistem budidaya kentang di lapang

- Pengendalian hama penyakit dengan agens hayati/biopestisida - Sistem kluster penyaluran benih

a. Teknologi Produksi Benih Kentang

Pada awal kegiatan dilakukan pembuatan screen house (rumah kasa) untuk pembibitan dan penangkaran bibit hasil kultur jaringan untuk produksi benih GO. Bibit hasil kultur jaringan diperoleh dari lab. Kultur jaringan Divisi

Perbanyakan In-vitro dan Pemeriksaan infeksi laten Mikroskopis, ELISA & PCR di Lab Bioteknologi Pertanian UNHAS

Aklimatisasi stek dan Produksi benih G0 di Rumah Kasa KIAT Labiota Malino, Kab. Gowa & Masalle Kab. Enrekang Produksi benih G1 di rumah kasa Kelompok tani Penangkar

Produksi Benih pokok = G3 Di Lapang oleh KT Penangkar

Produksi Benih Sebar =G4 Di Lapang oleh KT Penangkar Produksi Benih Dasar = G2

(4)

Bioteknologi Pertanian UNHAS, diaklimatisasi pada keranjang yang berisi media arang sekam. Setelah 3 minggu dilakukan stek pucuk sebanyak 3-20 kali hingga mencapai 3 bulan. Stek pucuk ditanam dalam rumah kasa (Gambar 2).

Gambar 2. Sistem perbanyakan stek hasil kultur jaringan di dalam rumah kasa

b. Teknologi Produksi Pupuk Organik Cair dan Kompos

Limbah pertanian diolah menjadi kompos dan pupuk cair organik menggunakan bioaktifator Mikrobat, yang diproduksi oleh Lab. Bioteknologi Pertanian Unhas. Teknik pembuatan pupuk organik seperti bokashi dan kompos yang dapat dibuat petani dari limbah ternak, limbah pertanian lainnya seperti limbah sayuran, jerami padi, tongkol jagung dan lain-lain. Pupuk organik padat dijadikan media tanam pada pertanaman G0 di rumah kasa dan G2 di lapang. Teknik Pembuatan pupuk organik cair (Gambar 3) Pupuk organik cair diaplikasikan dengan penyemprotan pada daun.

(5)

c. Paket Teknologi Ramah Lingkungan Pada Penanaman Benih Kentang di lapang

Benih kentang ibudidayakan di lapangan pada lahan yang telah disiapkan. Paket teknologi ramah lingkungan berupa pemakaian bibit bebas penyakit, pupuk organik dan biopestisida digunakan pada budidaya kentang di lapang (Gambar 4). Pemupukan awal dilakukan dengan menggunakan pupuk kandang dan kompos. Pengendalian hama di lakukan dengan sistem pengendalian hama terpadu menggunakan biopestisida berupa mikroba

Pseudomonas fluorescens dan Bacillus subtilis untuk pengendalian patogen-patogen tanah, Bacillus thuringensis dan Beuveria bassiana untuk pengendalian hama (diproduksi di Lab. Biopestisida UNHAS). Usaha budidaya kentang dikelola oleh kelompok tani, selama satu periode. Diharapkan sistem perbenihan ini akan berkesinambungan sehingga dapat membantu petani dalam menyediakan bibit kentang yang bermutu.

(6)

d. Model Penyaluran Benih di Kelompok Tani

Pengelolaan produksi Benih G1 pada awal kegiatan hanya diberikan kepada 1 Kelompok Tani (Veteran, di Malino dan Mesa Kada, di Enrekang) yang diberi tanggungjawab membina 4 kelompok tani untuk produksi benih G2. Keempat kelompok tani ini masing-masing akan membina 3 KT untuk memproduksi benih G3 sehingga akan terbentuk 12 KT binaan G3. Masing-masing 12 KT G3 akan diwajibkan membina 2 KT binaan untuk memproduksi G4 sehingga terbentuk 24 KT G4. Diharapkan dengan sistem ini akan terbentuk jejaring yang kuat, terkontrol dan interaktif antar sesama Kelompok Tani sehingga akan terbentuk kegiatan produksi (industri) yang kontinu dan berkesinambungan.

(7)

Hasil Kegiatan UKM yang dibina

Pada awal kegiatan pada setiap daerah hanya 1 UMKM yang dibina yaitu: 1. Kelompok Tani Veteran (Malino-Gowa) 2004. Lokasi Jalan Poros Malino

-Tombolo Kab. Gowa. Lahan pertanaman umumnya datar pada ketinggian 1400 m dpl. Luas lahan 200 ha. Ketua : Arifuddin Siala (085242528934), Sekretaris: Halik Has Bendahara: Ramli. Anggota: 40 orang. Pengairan tersedia sehingga dapat ditanami 2-3 kali setahun.

Prestasi: H. Rapiuddin (Anggota, lahan Garapan: 20 Ha) memperoleh anugrah sebagai Petani Teladan Kentang Nasional 2006. Hingga tahun 2011 terbentuk 38 UMKM penangkar benih kentang dan pemerintah daerah Kabupaten Gowa mengucurkan dana sebesar Rp7, 2 Milyar untuk membangun fasilitas rumah kasa 6 buah untuk produksi G1 dan 24 buah gudang benih kentang permanen di Kawasan hortikultura Malino.

2. Kelompok Tani Mesa Kada (Masalle-Enrekang) (2007). Berdiri tahun 1985. Ketua= Kamaruddin Syam, Sekretaris: Hasrul, Bendahara: Latif, Anggota : 42 orang luas lahan: 45 ha. Lokasi berada pada ketinggian > 1000 m dpl, berjarak 40 km dari ibukota Kab. Enrekang atau 300 km dari Makassar. Pada tahun 2008 telah dihasilkan 100.000 umbi G1 dan 43,5 ton G3. Tahun 2009-2010 melalui APBD Kab. Enrekang dibangun fasilitas Balai Benih Kentang meliputi Gudang, Rumah Kaca dan Rumah kasa, rumah Jaga senilai Rp 5. Milyar, sehingga pengelolaan kegiatan perbenihan selanjutnya diserahkan ke Dinas Pertanian Kabupaten, sedang Tim Peneliti berfungsi sebagai tenaga ahli dan Universitas sebagai pemasok benih kultur jaringan.

Rataan hasil benih pada 2 Daerah Binaan di Malino, Gowa (IPTEKDA-LIPI 2004) dan Masalle, Enrekang (IPTEKDA-LIPI 2007).

Benih Produksi di Malino Produksi di Masalle

G0 19.880 umbi 10.500

G1 98.000 umbi 49.000

G2 21, 0 ton 10,5 ton

G3 (Prediksi) 200 ton 100 ton

G4 (Prediksi) 2.000 ton 1.000 ton

Konsumsi (Prediksi) 20.000 ton 10.000 ton

Dampak yang terlihat antar lain adanya kemandirian dalam memenuhi kebutuhan benih secara berantai dan berkesinambungan, bukan hanya pada

(8)

UMKM yang dibina namun pada UMKM lainnya di dua kawasan sentra pengembangan kentang dan meningkatnya rata-rata produksi kentang petani dari 8 ton/ha menjadi 25,8 ton/ha.

Pada Kiat Labiota (inti) di Malino pada awal kegiatan Iptekda-LIPI 2004 hanya menyewa lahan, tahun 2005 telah mempunyai lahan seluas 8000 m2 dan di tahun 2006 telah dibangun Kantor dan Penginapan karyawan, kolam penampungan air kapasitas 24 m3, gudang 24 m2 dan pembangunan Rumah kasa aklimatisasi 60m2, 2 Sepeda motor (2008). Di tahun 2010 dilakukan perluasan penginapan untuk menampung kunjungan wisata dengan 6 KT, 2 dapur dan 3 K. mandi. Ditahun 2011, pembelian villa tetangga dengan luas areal 600 m2 dengan bangunan 60 m2 dan pembanguan rumah kasa Aeroponik (2011) dengan total asset berkisar Rp.750 juta. Tenaga kerja sarjana terpakai: 5 orang. Kegiatan Kiat Labiota selain mengelola benih dan membina KT penangkar benih, juga sebagai tempat para mahasiswa dan siswa SMK melaksanakan penelitian dan praktek kerja lapang. Hingga tahun 2011 telah difasilitasi kegiatan penelitian sebanyak 38 Sarjana dan 4 orang Magister, 4 Doktor dan 78 orang PKL SMK. Kapasitas produksi benih sumber ditingkatkan hingga 100.000 G0 dengan harapan terjadi signifikan peningkatan produksi benih di tingkat petani secara berkesinambungan dengan prediksi terlihat pada Tabel 1 :

Tabel 1. Prediksi produksi benih kentang dan nilai ekonominya

Generasi Target produksi Harga Satuan

(Rp) Nilai Ekonomi (Rp) Kultur Jaringan (Lab. KJ UNHAS) 1000 botol Rp. 25.000/botol 25.000.000 Benih Sumber (G0)

(Kiat Labiota Malino)

100.000 knol di rumah kasa 500m2 Rp. 2.500/knoll 250.000.000 BenihPenjenis (G1) (Petani penangkar) 500.000 knol di rumah kasa 3000 m2 Rp.1.500/knoll 750.000.000 Benih Dasar (G2) (Petani penangkar) 100 ton Di lahan 10 ha Rp. 15.000/kg 1.500.000.000 Benih Pokok (G3) (Petani penangkar) 660 ton Di lahan 66 ha Rp. 12.500/kg 8.250.000.000 Benih Sebar (G4) (Petani penangkar) 4400 ton Di lahan 440 ha Rp. 10.000/kg 44.000.000.000 Umbi Konsumsi (Petani budidaya) 58.000 ton Di lahan 2000 ha Rp. 2.500/kg 1.450.000.000.000 Total N i l a i 1.504.750.000.000

Pada Tabel 1 terlihat pembagian peran antara universitas, kiat labiota dan para petani. Universitas mengelola kegiatan dihulu yang membutuhkan peralatan dan sdm yang memadai, kiat labiota sebagai jembatan alih tehnologi dari kampus kepetani dengan mengelola produksi G0 dan para petani penangkar yang secara berantai mengelola perbenihan G1-G4 serta umbi

(9)

konsumsi. Kegiatan ini akan berkesinambungan jika setiap stakeholder memperoleh peran dan keuntungan masing-masing.

Untuk menjangkau permintaan benih di daerah dan provinsi lainnya di kawasan Timur Indonesia, direncanakan kegiatan produksi benih G0 di tahun 2012 akan ditingkatkan (scale up) hingga 1.000.000 knol/tahun dengan sistem budidaya aeroponik.

Jika benih G0 tersebut melimpah, sistem kerjasama dengan petani akan diperluas dengan melibatkan tenaga sarjana pertanian sebagai manager pada lahan 10 ha. Sebagai manager, tenaga S1 diharapkan dapat membimbing petani dan mengontrol kegiatan sejak dari penanaman- panen (on-farm) dan pasca panen hingga pemasaran (off-farm). Harapan pendapatan tenaga S1 sebagai manajer terlihat pada table 2 berikut.

Tabel 2. Model kerjasama Inti (Kiat labiota) dan Plasma (petani) dan peran manager S1

Diharapkan kegiatan kerjasama tersebut akan terus berkembang, sehingga dapat membuka lapangan kerja bagi tenaga sarjana. Dengan lahan seluas 10.000 ha di Sulawesi Selatan akan dapat menampung tenaga kerja sebanyak 1000 orang dengan tingkat kesejahteraan yang cukup memadai.

(10)

Kesimpulan

Introduksi Paket Teknologi Ramah lingkungan IPTEKDA-LIPI pada kegiatan perbenihan kentang dapat:

1. Memberdayakan dan meningkatkan pendapatan petani. Sebelum Iptekda: Produksi kentang petani rata-rata: 8 ton /ha dengan nilai jual berkisar Rp 20.000.000 ( jika harga kentang@ Rp. 2500/kg), pendekatan pertanian konvensional, pemakaian pupuk dan pestisida tinggi.

Setelah Iptekda: Produksi kentang mencapai: 20-30 ton/ha, dengan nilai 50-75 juta/ha, pertanian ramah lingkungan, low input, pemberdayaan potensi alami berupa penggunaan biomassa pertanian sebagai pupuk dan penggunaan biopestisida. Pendapatan Petani meningkat 2,5 – 3,5 kali. 2. Terbentuknya kawasan industri benih dipedesaan dengan sinergi ABG yang

Gambar

Gambar 2. Sistem perbanyakan stek hasil kultur jaringan di dalam rumah kasa
Tabel 1. Prediksi produksi benih kentang dan nilai ekonominya  Generasi  Target produksi  Harga Satuan
Tabel 2. Model kerjasama Inti (Kiat labiota) dan Plasma (petani) dan peran                 manager S1

Referensi

Dokumen terkait

Demikian sehingga dapat di simpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan dan bersifat positif antara aspek penghargaan dan kepuasan kerja perawat di Ruang Rawat Inap RSUD

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasih karunia yang berlimpah dan atas penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menjalani perkuliahan dan

Berdasarkan hasil diskusi yang telah dilakukan, masing-masing kelompok dapat membuat skema singkat tahapan respirasi aerob dan dapat menjelaskan proses masing-masing

Identifikasi permasalahan berdasarkan tugas dan fungsi Biro Kesra ini dilakukan dengan menggunakan metode analisis SWOT, untuk mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang

Untuk isolasi secara mekanik, ovarium dicuci dengan medium isolasi (PBS + 1% FCS + 50 µg/ml gentamycin) sebanyak 3 kali, kemudian dicuci kembali dalam medium isolasi sebanyak 3

Rencana Strategis disusun sesuai dengan Hasil Rekomendasi dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dalam pelaksanaanHasil Evaluasi Laporan Akuntabilitas

Menimbang, bahwa bila fakta tersebut di atas dihubungkan dengan ketentuan Pasal 174 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam, maka selain dari para Pemohon, Pewaris

2015 menjadi lebih besar dibandingkan subround II tahun 2014, sedangkan Standing Crop (luas tanaman akhir bulan) pada akhir agustus 2015 lebih kecil dibandingkan