SINKRONISASI PROGRAM DAN
PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
JANGKA PENDEK 2018 - 2020
KETERPADUAN PENGEMBANGAN KAWASAN DENGAN
INFRASTRUKTUR PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT
PULAU SUMATERA
PUSAT PEMROGRAMAN DAN EVALUASI KETERPADUAN INFRASTRUKTUR PUPR BADAN PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR WILAYAH
JUDUL:
Sinkronisasi Program dan Pembiayaan Pembangunan Jangka Pendek 2018-2020 Keterpaduan Pengembangan Kawasan dengan Infrastruktur PUPR Pulau Sumatera
PEMBINA:
Kepala Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah: Ir. Rido Matari Ichwan, MCP.
PENANGGUNG JAWAB:
Kepala Pusat Pemrograman dan Evaluasi Keterpaduan Infrastruktur PUPR: Ir. Harris H. Batubara, M.Eng.Sc.
PENGARAH:
Kepala Bidang Penyusunan Program: Sosilawati, ST., MT.
TIM EDITOR:
1. Kepala Sub Bidang Penyusunan Program I: Amelia Handayani, ST., MSc.
2. Kepala Sub Bidang Penyusunan Program II: Dr.(Eng.) Mangapul L. Nababan, ST., MSi.
PENULIS:
1. Kepala Bidang Penyusunan Program: Sosilawati, ST., MT.
2. Kepala Sub Bidang Penyusunan Program I: Amelia Handayani, ST., MSc. 3. Pejabat Fungsional Perencana: Ary Rahman Wahyudi, ST., MUrb&RegPlg. 4. Pejabat Fungsional Perencana: Zhein Adhi Mahendra S, SE.
5. Staf Bidang Penyusunan Program: Wibowo Massudi, ST. 6. Staf Bidang Penyusunan Program: Slamet Febrianto, ST.
7. Staf Bidang Penyusunan Program: Nuryayan Andri Suhendri, SE.
KONTRIBUTOR DATA:
1. Hafnita Linda Liza Mona, ST. 2. Ayu Listiani, ST.
3. Slamet Febrianto, ST. 4. Ma’rifatul Hayati, ST.
DESAIN SAMPUL DAN TATA LETAK:
1. Wantarista Ade Wardhana, ST. 2. Wibowo Massudi, ST.
TAHUN : 2017
ISBN : ISBN 978-602-61190-2-5
PENERBIT : PUSAT PEMROGRAMAN DAN EVALUASI KETERPADUAN INFRASTRUKTUR PUPR, BADAN PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR WILAYAH,
KATA PENGANTAR
Kepala Pusat Pemrograman dan Evaluasi Keterpaduan
Infrastruktur PUPR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh; Salam Sejahtera; Om Swastiastu; Namo Buddhaya. Tahun 2017 adalah tahun ketiga perwujudan Nawa Cita yang merupakan penjabaran visi dan misi pemerintahan Kabinet Kerja Joko Widodo – Jusuf Kalla (2014-2019) menuju Indonesia yang berdaulat secara politik, serta mandiri dalam bidang ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan berlandaskan gotong royong. Pembangunan infrastruktur merupakan salah satu fokus utama yang ingin diamanatkan dalam Nawa Cita yang diharapkan dapat mewujudkan 4 (empat) hal penting terkait dengan penyediaan infrastruktur PUPR, yaitu: (1) membangun dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan, (2) meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia, (3) meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar Internasional, dan (4) mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik.
World Economic Forums (WEF) tahun 2016 menunjukkan indeks daya saing global Indonesia menempati peringkat 41 dan indeks daya saing infrastruktur Indonesia menempati peringkat 60. WEF menekankan bahwa perlu perbaikan penyelenggaraan infrastruktur dan perwujudan birokrasi yang lebih efisien. Terkait dengan pembangunan infrastruktur, kita masih dihadapkan pada keterbatasan kapasitas pendanaan, SDM, penguasaan teknologi, dan kesenjangan wilayah. Untuk mengatasi tantangan tersebut, perlu upaya bersama terpadu (terintegrasi) dan sinkron sehingga pemanfaatan sumber daya dalam mewujudkan pembangunan infrastruktur dapat lebih optimal dan efisien.
Sebagai salah satu institusi strategis dalam perencanaan dan pemrograman terkait infrastruktur PUPR, Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW) dituntut dapat memberikan solusi dan inovasi dalam penyelenggaraan infrastruktur PUPR. BPIW sendiri telah memperkenalkan konsep pendekatan Wilayah Pengembangan Strategis (WPS) sebagai salah satu terobosan strategi untuk memadukan pengembangan wilayah dengan pembangunan infrastruktur PUPR. WPS diharapkan menjadi salah satu pendekatan untuk meningkatkan
pembiayaan program pembangunan infrastruktur PUPR, peningkatan kualitas pekerjaan konstruksi, hingga peningkatan kualitas monitoring dan evaluasi. Pada buku ini ditampilkan program jangka pendek 3 (tiga) tahunan (2018-2020) pada setiap kawasan, WPS (antar kawasan), dan antar WPS didalamnya menggunakan data yang bersumber dari UU No. 17 Tahun 2007 tentang RPJPN 2005-2025, Perpres No. 2 Tahun 2015 tentang RPJMN 2015-2019, Perpres No. 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional, Direktif Presiden, Peraturan Menteri PUPR No. 13 Tahun 2015 tentang Rencana Strategis Kementerian PUPR, serta berbagai produk perencanaan BPIW yang terkait yang disusun berdasarkan arahan program dalam Master Plan dan Development Plan yang diintegrasikan dengan Rencana Induk Pulau. Selain itu, penyusunan program juga berpedoman kepada prioritas pembangunan pemerintah yang ditetapkan oleh Bappenas untuk mewujudkan sinkronisasi program dan pembiayaan pembangunan infrastruktur baik antar wilayah ataupun antar tingkat pemerintahan.
Dalam proses penyusunan program 3 (tiga) tahunan tersebut, berbagai program dianalisis untuk menentukan prioritas program berdasarkan kriteria pemrograman. Hasil analisis tersebut berupa matriks program jangka pendek yang terbagi berdasarkan 3 (tiga) sumber pembiayaan, yakni Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Kerjasama antara Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).
Saya menyadari bahwa peningkatan kualitas perencanaan maupun pemrograman membutuhkan proses yang berkelanjutan dan buku ini merupakan salah satu upaya untuk keberlangsungan proses tersebut. Semoga buku ini dapat menjadi media diseminasi yang efektif kepada para akademisi serta praktisi di bidang perencanaan dan pemrograman pembangunan infrastruktur PUPR. Akhir kata, apresiasi setinggi-tingginya secara tulus saya sampaikan kepada semua pihak yang terlibat dalam penulisan buku ini, baik di lingkungan Kementerian PUPR, maupun di lingkungan pemerintah daerah di seluruh pelosok Indonesia.
Jakarta, Desember 2016
Kepala Pusat Pemrograman dan Evaluasi Keterpaduan Infrastruktur PUPR (TTD)
KATA PENGANTAR
Kepala Bidang Penyusunan ProgramPusat Pemrograman dan Evaluasi Keterpaduan Infrastruktur PUPR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh; Salam Sejahtera; Om
Swastiastu; Namo Buddhaya.
Indonesia merupakan negara berkembang dimana infrastruktur yang terbangun memainkan peranan sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, sehingga perencanaan pembangunan infrastruktur di Indonesia dilakukan secara terpadu menggunakan pendekatan pengembangan wilayah.
Tantangan pembangunan infrastruktur Indonesia saat ini, coba dijawab melalui pembentukan Badan Pembangunan Infrastruktur Wilayah (BPIW) yang memiliki peranan penting dalam memadukan pembangunan infrastruktur PUPR dengan pengembangan wilayah melalui pendekatan 35 Wilayah Pengembangan Strategis (WPS). Pembangunan berbasis WPS merupakan suatu pendekatan pembangunan yang memadukan antara pengembangan wiayah dengan “market driven”
mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung lingkungan, serta memfokuskan pengembangan infrastruktur pada suatu wilayah strategis dalam rangka mendukung percepatan pertumbuhan kawasan strategis dan mengurangi disparitas antar kawasan di dalam WPS. Dalam konsep pengembangan wilayah, diperlukan keterpaduan perencanaan antara infrastruktur dengan kawasan pertumbuhan di dalam kawasan pertumbuhan, antar kawasan pertumbuhan (WPS), antar WPS, selanjutnya dilakukan sinkronisasi program dan pembiayaan keterpaduan pembangunan pengembangan kawasan dengan infrastruktur PUPR untuk meningkatkan sinergi terkait fungsi, lokasi, waktu, besaran, dan dana. Berbagai dokumen perencanaan dan pemrograman telah dihasilkan BPIW untuk mendukung pengembangan wilayah di 35 WPS. Upaya mengintegrasikan perencanaan dijabarkan melalui Master Plan, Development Plan, RIPP (Rencana Induk Pengembangan Pulau), serta dokumen lainnya yang pada intinya menjadi dasar penyusunan sinkronisasi program dan pembiayaan pembangunan keterpaduan pengembangan kawasan dengan infrastruktur PUPR (khususnya
jalan dan jembatan, sumber daya air, keciptakaryaan, dan penyediaan perumahan).
Berdasarkan dokumen-dokumen tersebut, kami menyusun program keterpaduan pengembangan kawasan dengan infrastruktur PUPR Tahun 2018 – 2020 dengan melakukan Analisis Kelayakan untuk menentukan program infrastruktur PUPR yang secara terpadu mendukung pengembangan kawasan/wilayah. Analisis ini dilakukan dengan memperhatikan Kawasan Terdukung, Fungsi Kawasan Terdukung, Jangka Waktu Berfungsinya Kawasan, Potensi dari Kawasan Terdukung, Tantangan dan Isu Kawasan Terdukung. Proses penyusunan program juga mempertimbangkan Kriteria Penyusunan Program yaitu: (a) Fungsi Kawasan Terdukung; (b) Lokasi Program Jangka Pendek (kabupaten/kota); (c) Waktu Pelaksanaan Program Jangka Pendek; (d) Besaran Program Jangka Pendek; (e) Biaya Program Jangka Pendek; (f) Kewenangan (pusat/provinsi/ kabupaten/kota/swasta); (g) Kesiapan/Readiness Criteria (Kesesuaian RTRW, FS, DED, Dokumen Lingkungan, dan Kesiapan Lahan).
Akhirnya, atas izin dari Allah SWT, serta segala upaya dari seluruh jajaran Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, kami harapkan dengan terbitnya buku ini dapat memberikan manfaat dan menjadi acuan dalam penyusunan program tahunan yang selanjutnya menjadi bahan referensi di forum-forum koordinasi pemrograman seperti Konsultasi Regional Kementerian PUPR, Musrenbang, dan forum-forum lainnya. Kami juga menyadari, kehadiran buku ini masih jauh dari sempurna dan untuk itu kami sangat terbuka terhadap berbagai masukan dan saran untuk perbaikan ke depan.
Jakarta, Desember 2016
Kepala Bidang Penyusunan ProgramTTD)
KATA SAMBUTAN
Kepala Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh; Salam Sejahtera; Om Swastiastu; Namo Buddhaya.
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah, karena berkat rahmat dan karunia-Nya, buku Sinkronisasi Program dan Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur PUPR Jangka Pendek 3 (tiga) Tahun Keterpaduan Pengembangan Kawasan dengan Infrastruktur PUPR di 6 (enam) pulau dan kepulauan dapat diterbitkan.
Buku ini, menjabarkan proses sinkronisasi program dan pembiayaan, yang dimulai dari perencanaan infrastruktur PUPR di tingkat pulau dan kepuluan, perencanaan 35 (tiga puluh lima) Wilayah Pengembangan Strategis (WPS) yang mencangkup kawasan-kawasan prioritas, kawasan-kawasan perkotaan dan perdesaan strategis, yang kemudian menghasilkan program-program prioritas jangka pendek. Buku ini, menjadi acuan dalam upaya BPIW melakukan penajaman sinkronisasi program dan pembiayaan yang selanjutnya menjadi materi program untuk dibahas dalam berbagai rapat koordinasi dan konsultasi terkait pemrograman baik ditingkat nasional maupun provinsi dan kabupaten/kota (Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang), Konsultasi Regional (Konreg), Rapat Koordinasi Teknis (Rakortek), dan lain sebagainya.
Buku ini bertujuan untuk meningkatkan keterpaduan perencanaan dan kesinkronan program dan pembiayaan pembangunan jangka pendek keterpaduan pengembangan kawasan dengan infrastruktur PUPR. Melalui buku ini, program pembangunan
infrastruktur PUPR yang menggunakan sumber daya yang dikelola oleh pemerintah, khususnya melalui APBN, dapat terselenggara secara optimal dan efisien serta mendukung berbagai agenda prioritas Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang diamanatkan dalam Nawa Cita.
Proses penyusunan buku ini melibatkan berbagai pihak yang terkait dengan perencanaan dan pemrograman baik di internal BPIW maupun seluruh kerabat perencanaan dan pemrograman di lingkungan Kementerian PUPR. Selain itu, dalam
prosesnya juga melibatkan para pemangku kepentingan (stakeholders) daerah baik
ditingkat provinsi maupun di kabupaten/kota, dalam hal ini Badan Perencanaan Pembangunan Daerah provinsi maupun kabupaten/kota, serta dinas yang membidangi urusan Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
Saya mengharapkan buku ini dapat menjadi referensi penting tidak hanya bagi praktisi/pelaku perencanaan dan pemrograman di Kementerian PUPR, namun juga dapat memberikan gambaran proses pelaksanaan perencanaan dan pemrogaman infrastruktur PUPR bagi kalangan akademisi dan pemerhati infastruktur PUPR, baik di pusat maupun di daerah.
Jakarta, Desember 2016
Kepala Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR KEPALA PUSAT PEMROGRAMAN DAN EVALUASI KETERPADUAN
INFRASTRUKTUR PUPR ... II KATA PENGANTAR KEPALA BIDANG PENYUSUNAN PROGRAM ... IV KATA SAMBUTAN KEPALA BADAN PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR WILAYAH ... VI DAFTAR ISI ... VIII DAFTAR GAMBAR ... X DAFTAR TABEL ... XIV
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Profil Pulau Sumatera ... 3
1.1.1. Gambaran Umum Pulau Sumatera ... 3
1.1.2. Gambaran Umum Provinsi Aceh ... 9
1.1.3. Gambaran Umum Provinsi Sumatera Utara ... 12
1.1.4. Gambaran Umum Provinsi Sumatera Barat ... 15
1.1.5. Gambaran Umum Provinsi Riau ... 18
1.1.6. Gambaran Umum Provinsi Jambi ... 20
1.1.7. Gambaran Umum Provinsi Sumatera Selatan ... 22
1.1.8. Gambaran Umum Provinsi Bengkulu ... 24
1.1.9. Gambaran Umum Provinsi Lampung ... 27
1.1.10. Gambaran Umum Provinsi Bangka Belitung ... 29
1.1.11. Gambaran Umum Provinsi Kepulauan Riau ... 31
1.2. Kondisi Umum Infrastruktur di Pulau Sumatera ... 33
1.2.1. Sektor Sumber Daya Air ... 33
1.2.2. Sektor Bina Marga... 35
1.2.3. Sektor Cipta Karya ... 37
1.2.4. Sektor Penyediaan Perumahan ... 39
1.3. Kebijakan Pembangunan Pulau Sumatera ... 41
1.3.1. Kebijakan Pembangunan Jangka Panjang ... 41
1.3.2. Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah ... 43
1.3.3. Kebijakan Keterpaduan Pengembangan Lintas Kementerian dan Lembaga ... 44
1.3.4. Kebijakan Keterpaduan Pengembangan Wilayah dan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat ... 48
1.4. Tantangan dan Hambatan Pembangunan Infrastruktur Pulau Sumatera ... 53
BAB II MEKANISME PERENCANAAN DAN PEMROGRAMAN PEMBANGUNAN KETERPADUAN PENGEMBANGAN KAWASAN DENGAN INFRASTRUKTUR PUPR ... 57
2.2. Dasar Hukum Perencanaan dan Pemrograman Infrastruktur PUPR ... 58
2.3. Pola Kerja Keterpaduan Perencanaan, Sinkronisasi Program & Pembiayaan, dan Evaluasi dalam Pengembangan Kawasan dengan Pembangunan Infrastruktur PUPR... 60
2.4. Pola Kerja Sinkronisasi Program dan Pembiayaan Pembangunan Keterpaduan Pengembangan Kawasan dengan Infrastruktur PUPR ... 64
2.5. Pola Kerja Sinkronisasi Program dan Pembiayaan Pembangunan Jangka Pendek Keterpaduan Pengembangan Kawasan dengan Infrastruktur PUPR ... 67
BAB III SINKRONISASI PPROGRAM DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN JANGKA PENDEK 2018 – 2020 KETERPADUAN PENGEMBANGAN KAWASAN DENGAN INFRASTRUKTUR PUPR ... 71
3.1. Profil WPS dan Kawasan dalam WPS... 71
3.1.1. Profil Wilayah Pengembangan Strategis di Pulau Sumatera ... 72
3.1.2. Profil Kawasan dalam Wilayah Pengembangan Strategis ... 84
3.2. Analisis Kelayakan Program Jangka Pendek 2018 – 2020 Pulau Sumatera... 111
3.2.1. Analisis Kelayakan Program Jangka Pendek Dalam Kawasan ... 112
3.2.2. Analisis Kelayakan Program Jangka Pendek Antar Kawasan ... 150
3.2.3. Analisis Kelayakan Program Jangka Pendek Antar WPS ... 151
3.3. Kriteria Pemrograman Program Jangka Pendek 2018 – 2020 Pulau Sumatera ... 165
3.4. Program Pembangunan Jangka Pendek Keterpaduan Pengembangan Kawasan dengan Infrastruktur PUPR Pulau Sumatera ... 174
3.4.1. Program Jangka Pendek dalam Kawasan ... 174
3.4.2. Program Jangka Pendek antar Kawasan ... 205
3.4.3. Program Jangka Pendek antar WPS ... 214
3.5. Pembiayaan Pembangunan Jangka Pendek Keterpaduan Pengembangan Kawasan dengan Infrastruktur PUPR di Pulau Sumatera ... 227
3.5.1. Pembiayaan Program Jangka Pendek Pembangunan Infrastruktur PUPR Pulau Sumatera Tahun 2018 - 2020 ... 228
3.5.2. Pembiayaan Program Jangka Pendek Pembangunan Infrastruktur PUPR Pulau Sumatera untuk Mendukung Kawasan, Antar Kawasan dan Antar WPS ... 231
3.5.3. Pembiayaan Program Jangka Pendek Pembangunan Infrastruktur PUPR Pulau Sumatera untuk Mendukung Prioritas Nasional ... 233
BAB IV PENUTUP ... 235
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Peta Pulau Sumatera ... 4
Gambar 1.2 Grafik Indeks Pembangunan Manusia ... 6
Gambar 1.3 Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Aceh ... 10
Gambar 1.4 Grafik PDRB Provinsi Aceh (dalam miliar rupiah) ... 11
Gambar 1.5 Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Sumatera Utara ... 13
Gambar 1.6 Grafik PDRB Provinsi Sumatera Utara (dalam miliar rupiah) ... 14
Gambar 1.7 Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Sumatera Barat ... 16
Gambar 1.8 Grafik PDRB Provinsi Sumatera Barat (dalam miliar rupiah) ... 16
Gambar 1.9 Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Riau ... 18
Gambar 1.10 Grafik PDRB Provinsi Riau (dalam miliar rupiah) ... 19
Gambar 1.11 Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Jambi ... 20
Gambar 1.12 Grafik PDRB Provinsi Jambi (dalam miliar rupiah) ... 21
Gambar 1.13 Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Sumatera Selatan ... 23
Gambar 1.14 Grafik PDRB Provinsi Sumatera Selatan (dalam miliar rupiah) ... 24
Gambar 1.15 Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Bengkulu... 25
Gambar 1.16 Grafik PDRB Provinsi Bengkulu (dalam miliar rupiah) ... 26
Gambar 1.17 Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Lampung ... 27
Gambar 1.18 Grafik PDRB Provinsi Lampung (dalam miliar rupiah) ... 28
Gambar 1.19 Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Bangka Belitung ... 29
Gambar 1.20 Grafik PDRB Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (dalam miliar rupiah) ... 30
Gambar 1.21 Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Kepulauan Riau ... 31
Gambar 1.22 Grafik PDRB Provinsi Kepulauan Riau (dalam miliar rupiah) ... 32
Gambar 1.23 Sungai Way Sekampung yang akan dibendung ... 34
Gambar 1.24 Rencana Pembangunan Jalan Ring Road Kecil Mandeh – Sungai Pinang ... 36
Gambar 1.25 Konstruksi Tol Trans Sumatera Ruas Bakauheni – Terbanggi Besar di Kalianda ... 37
Gambar 1.26 Pembangunan Infrastruktur Kawasan Permukiman Perdesaan Potensial Kawasan Agropolitan Tilatang Kamang Kab. Agam ... 38
Gambar 1.27 Pembangunan Rumah Khusus di Provinsi Sumatera Barat ... 40
Gambar 1.28 Luas Kawasan Kumuh Perkotaan ... 40
Gambar 1.29 Konsepsi Wilayah Pengembangan Strategis ... 51
Gambar 2.1 Struktur Lembaga Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah ... 60
Gambar 2.2 Pola Kerja Keterpaduan Perencanaan, Sinkronisasi Program & Pembiayaan, dan Evaluasi Pengembangan Kawasan dengan Pembangunan Infrastruktur PUPR ... 63
Gambar 2.3 Pola Kerja Sinkronisasi Program dan Pembiayaan Keterpaduan Pengembangan
Kawasan dengan Infrastruktur PUPR ... 65
Gambar 2.4 Jadwal Rangkaian Kegiatan Perencanaan maupun Pemrograman Pembangunan Nasional ... 66
Gambar 2.5 Pola Kerja Sinkronisasi Program dan Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur PUPR Jangka Pendek ... 68
Gambar 3.1 Profil WPS 1 Sabang-Banda Aceh-Langsa ... 73
Gambar 3.2 Profil WPS 2 Medan – Tebing Tinggi – Dumai – Pekanbaru ... 75
Gambar 3.3 Profil WPS 3 Batam – Tanjung Pinang ... 77
Gambar 3.4 Profil WPS 4 Sibolga – Padang – Bengkulu ... 79
Gambar 3.5 Profil WPS 5 Jambi – Palembang – Pangkal Pinang – Tanjung Pandan ... 81
Gambar 3.6 Profil WPS Merak – Bakauheni – Palembang – Tanjung Api – Api ... 83
Gambar 3.7 Kawasan (1.1) Strategis Pariwisata dan Maritim Sabang ... 84
Gambar 3.8 Kawasan (1.2) Industri Lhokseumawe Bireuen ... 85
Gambar 3.9 Museum Tsunami di Kawasan (1.3) Ekonomi Terpadu Banda Aceh Darussalam ... 85
Gambar 3.10 Peta Kawasan (1.4) Lumbung Pangan Peureulak ... 86
Gambar 3.11 Peta Kawasan di WPS 1 Sabang Banda Aceh - Langsa ... 88
Gambar 3.12 Peta Kawasan (2.1) Metropolitan Mebidangro ... 89
Gambar 3.13 Pabrik Unilever dalam Kawasan (2.2) Pertumbuhan Baru Sei Mangkei – Kuala Tanjung ... 90
Gambar 3.14 Peta Kawasan (2.3) Strategis Pariwisata Danau Toba - Samosir ... 91
Gambar 3.15 Peta Kawasan (2.4) Industri Dumai ... 92
Gambar 3.16 Kawasan (2.5) Pertumbuhan Utama Pekansikawan ... 93
Gambar 3.17 Peta Kawasan WPS 2 Medan – Tebing Tinggi – Dumai – Pekanbaru ... 94
Gambar 3.18 Peta Kawasan (3.1) Strategis Perindustrian Batam ... 95
Gambar 3.19 Kawasan (3.2) Pariwisata dan Maritim Tanjung Pinang ... 96
Gambar 3.20 Peta WPS 3 Batam – Tanjung Pinang ... 97
Gambar 3.21 Kawasan (4.1) Perkotaan Sibolga ... 98
Gambar 3.22 Perkotaan di Kawasan (4.2) Perkotaan Palapa dan Strategis Pariwisata Bukittinggi ... 99
Gambar 3.23 Kawasan (4.3) Perkotaan Bengkulu dan Perdesaan Terkait ... 100
Gambar 3.24 Peta Kawasan WPS 4 Sibolga – Padang - Bengkulu ... 101
Gambar 3.25 Kawasan (5.1) Ekonomi dan Strategis Pariwisata Jambi ... 102
Gambar 3.26 Kawasan (5.2) Ekonomi Terpadu Tanjung Api - Api ... 103
Gambar 3.27 Kawasan (5.3) Maritim Pangkal Pinang ... 104
Gambar 3.28 Pantai Tanjung Kelayang di Kawasan (5.4) Strategis Pariwisata Belitung ... 105
Gambar 3.30 Kawasan (6.1) Ekonomi Terpadu Tanjung Api - Api ... 107
Gambar 3.31 Kawasan (6.2) Metropolitan dan Ekonomi Terpadu Palembang... 108
Gambar 3.32 Lahan Cetak Sawah di Kawasan (6.3) Lumbung Pangan Mesuji ... 109
Gambar 3.33 Kawasan (6.4) Metropolitan dan Ekonomi Terpadu Bandar Lampung ... 110
Gambar 3.34 Peta Kawasan di WPS 6 Merak – Bakauheni – Bandar Lampung – Palembang – Tanjung Api-api ... 111
Gambar 3.35 Program Jangka Pendek Kawasan Strategis Pariwisata dan Maritim Sabang ... 175
Gambar 3.36 Program Jangka Pendek Kawasan Industri Lhokseumawe - Bireuen ... 176
Gambar 3.37 Program Jangka Pendek Kawasan Ekonomi Terpadu Banda Aceh Darussalam ... 178
Gambar 3.38 Program Jangka Pendek Kawasan Lumbung Pangan Peureulak ... 179
Gambar 3.39 Program Jangka Pendek Kawasan Mertropolitan Mebidangro ... 180
Gambar 3.40 Program Jangka Pendek Kawasan Pertumbuhan Baru Sei Mangkei – Kuala Tanjung... 182
Gambar 3.41 Program Jangka Pendek Kawasan Strategis Pariwisata Danau Toba - Samosir ... 183
Gambar 3.42 Program Jangka 2018 Pendek Kawasan Industri Dumai ... 184
Gambar 3.43 Program Jangka Pendek Kawasan Pertumbuhan Utama Pekansikawan ... 186
Gambar 3.44 Program Jangka Pendek Kawasan Strategis Perindustrian Batam ... 187
Gambar 3.45 Program Jangka Pendek Kawasan Pariwisata dan Maritim Tanjung Pinang .... 188
Gambar 3.46 Program Jangka Pendek Kawasan Perkotaan Sibolga ... 190
Gambar 3.47 Program Jangka Pendek Kawasan Perkotaan Palapa ... 191
Gambar 3.48 Program Jangka Pendek Kawasan Perkotaan Tapan dan Perdesaan Terkait ... 192
Gambar 3.49 Program Jangka Pendek Kawasan Ekonomi dan Strategis Pariwisata Jambi ... 194
Gambar 3.50 Program Jangka Pendek Kawasan Ekonomi Terpadu Tanjung Api – Api ... 195
Gambar 3.51 Program Jangka Pendek Kawasan Maritim Pangkal Pinang ... 196
Gambar 3.52 Program Jangka Pendek Kawasan Strategis Pariwisata Belitung... 198
Gambar 3.53 Program Jangka Pendek Kawasan Ekonomi Terpadi Tanjung Api – Api ... 199
Gambar 3.54 Program Jangka Pendek Kawasan Metropolitan dan Ekonomi Terpadu Palembang ... 201
Gambar 3.55 Program Jangka Pendek Kawasan Lumbung Pangan Mesuji ... 202
Gambar 3.56 Program Jangka Pendek Kawasan Metropolitan dan Ekonomi Terpadu Bandar Lampung ... 204
Gambar 3.57 Program Jangka Pendek Antar Kawasan Provinsi Aceh ... 206
Gambar 3.59 Program Jangka Pendek Antar Kawasan Provinsi Sumatera Barat ... 208
Gambar 3.60 Program Jangka Pendek Antar Kawasan Provinsi Riau ... 210
Gambar 3.61 Program Jangka Pendek Antar Kawasan Provinsi Jambi ... 211
Gambar 3.62 Program Jangka Pendek Antar Kawasan Provinsi Sumatera Selatan ... 212
Gambar 3.63 Program Jangka Pendek Antar Kawasan Provinsi Lampung ... 213
Gambar 3.64 Program Jangka Pendek Antar WPS Provinsi Aceh ... 215
Gambar 3.65 Program Jangka Pendek Antar WPS Provinsi Sumatera Utara ... 216
Gambar 3.66 Program Jangka Pendek Antar WPS Provinsi Sumatera Barat... 218
Gambar 3.67 Program Jangka Pendek Antar WPS Provinsi Riau ... 219
Gambar 3.68 Program Jangka Pendek Antar WPS Provinsi Kepulauan Riau ... 220
Gambar 3.69 Program Jangka Pendek Antar WPS Provinsi Jambi ... 222
Gambar 3.70 Program Jangka Pendek Antar WPS Provinsi Bengkulu ... 223
Gambar 3.71 Program Jangka Pendek Antar WPS Provinsi Sumatera Selatan ... 225
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Kota Besar di Sumatera Berdasarkan Jumlah Populasi 2014 ... 5 Tabel 1.2 Proyeksi Jumlah Penduduk menurut Provinsi di Pulau Sumatera Tahun
2015-2030 (ribu jiwa) ... 5 Tabel 1.3 Nilai PDRB atas Dasar Harga Konstan 2000 Per Provinsi di Pulau Sumatera
Tahun 2009-2013 (dalam miliar rupiah) ... 8 Tabel 1.4 Faktor Penghambat Pertumbuhan Ekonomi Pulau Sumatera ... 9 Tabel 3.1 Kriteria Pemrograman Program Jangka Pendek dalam Kawasan Ekonomi ... 167 Tabel 3.2 Perkiraan Indikasi pagu KPJM dan Program New Development Tahun
2018 – 2020 ... 227 Tabel 3.3 Jumlah Kebutuah Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur Pulau Sumatera
tahun 2018 ... 228 Tabel 3.4 Jumlah Kebutuah Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur Pulau Sumatera
tahun 2019 ... 229 Tabel 3.5 Jumlah Kebutuah Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur Pulau Sumatera
tahun 2020 ... 230 Tabel 3.6 Jumlah Kebutuah Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur berdasarkan
Kawasan Pengembangan tahun 2018 – 2020 ... 231 Tabel 3.7 Jumlah Kebutuah Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur berdasarkan
BAB
I
1
BAB I
PENDAHULUAN
Pengembangan wilayah (regional development) merupakan upaya untuk memacu
perkembangan sosial ekonomi, mengurangi kesenjangan antarwilayah dan menjaga kelestarian hidup pada suatu wilayah. Pengembangan wilayah sangat dibutuhkan untuk mengkaji kondisi sosial, budaya, ekonomi, politik dan geografis secara terpadu yang berbeda antara satu wilayah dengan wilayah lainnya. Penerapan konsep pengembangan wilayah harus disesuaikan dengan potensi, permasalahan dan kondisi nyata wilayah bersangkutan.
Tujuan pengembangan wilayah adalah menyerasikan berbagai kegiatan pembangunan sektor dan wilayah, sehingga pemanfaatan ruang dan sumber daya yang ada dapat optimal mendukung peningkatan kehidupan masyarakat sesuai dengan tujuan dan sasaran program pembangunan yang diharapkan. Optimalisasi berarti tercapainya tingkat kemakmuran yang sesuai dan selaras dengan aspek sosial budaya dan lingkungan yang berkelanjutan.
Konsep pengembangan wilayah berbeda dengan konsep pembangunan sektoral. Pengembangan wilayah lebih berorientasi pada isu-isu dan permasalahan pokok wilayah yang saling berkaitan, sedangkan pembangunan sektor berorientasi pada tugas dan fungsi yang bertujuan untuk mengembangkan aspek atau bidang tertentu, tanpa memperhatikan keterkaitan dengan sektor lainnya. Meskipun dua konsep itu berbeda dalam prakteknya keduanya saling melengkapi. Artinya pengembangan wilayah tidak akan terwujud tanpa adanya pengembangan sektoral secara terintegrasi. Sebaliknya, pembangunan sektoral tanpa berorientasi pada pengembangan wilayah akan menghasilkan suatu perencanaan sektoral yang tidak optimal dan dapat menyebabkan konflik antarsektor.
Pulau Sumatera merupakan salah satu pulau terbesar di Indonesia dengan luas sekitar
443.065,8 km2 dan merupakan pulau dengan perkembangan ekonomi terpesat kedua
setelah Pulau Jawa. Kegiatan ekonomi yang cukup pesat di pulau ini didukung oleh potensi sumber daya alam wilayahnya yang melimpah serta lokasinya yang sangat strategis. Terletak di ujung barat wilayah kesatuan Indonesia yang berbatasan dengan Selat Malaka, Selat Sunda, dan Samudera Hindia, Pulau Sumatera memiliki akses yang sangat baik sehingga menjadi gerbang utama Indonesia di bagian barat.
Sumber daya alam yang terkandung di dalamnya memiliki nilai ekonomi tinggi sehingga pengembangannya sangat cocok untuk sektor perindustrian dan perdagangan. Potensi wilayahnya yang sudah terkenal antara lain kelapa sawit, tembakau, minyak bumi, timah, bauksit, batu bara, dan gas alam. Hal ini menjadi daya tarik bagi para investor, baik lokal maupun mancanegara, untuk menanamkan modalnya di pulau ini.
Kegiatan ekonomi yang tinggi menuntut suatu daerah untuk dapat menyediakan infrastruktur memadai yang mampu mendukung kelancaran aktivitas atau dapat pula berlaku sebaliknya, dimana ketersediaan infrastruktur yang memadai mampu memicu perkembangan ekonomi. Pada intinya adalah infrastruktur memegang peranan vital dalam aktivitas ekonomi masyarakat. Di Pulau Sumatera sendiri, infrastruktur dasar yang ada masih kurang memadai untuk pengembangan industri, seperti kondisi jalan yang sempit dan rusak, rel kereta api yang sudah rusak dan tua, pelabuhan laut yang kurang efisien, serta kurangnya tenaga listrik yang dapat melayani industri .
Penyusunan Rencana Jangka Pendek 2018 - 2020 Pulau Sumatera dilakukan dalam rangka mendukung pengembangan kawasan strategis, kawasan perkotaan, dan kawasan lainnya. Pengembangan kawasan yang akan didukung antara lain Kawasan Binjai-Medan-Pekanbaru-Dumai, serta Kawasan Merak-Bakauheni-Bandar Lampung-Palembang-Tanjung Api-Api (MBBPT), yang termasuk di dalamnya terdapat Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sei Mangkei dan Tanjung Api-Api.
Penyusunan Rencana Jangka Pendek 2018 - 2020 Pulau Sumatera juga merupakan bentuk komitmen Bangsa Indonesia dalam kerjasama ekonomi sub-regional dengan negara tetangga. Kerjasama ekonomi yang dibangun antara wilayah Sumatera bagian utara dengan negara tetangga melalui kerjasama ekonomi sub-regional disebut dengan Indonesia Malaysia Thailand Growth Triangle (IMT-GT). Dukungan infrastruktur dalam mendukung IMT-GT diantaranya adalah Jalan Tol Medan-Kualanamu-Tebing Tinggi serta Jalan Tol Medan-Binjai sebagai bagian dari Jalan Trans Sumatera. Mendahului kerjasama IMT-GT, ada kerjasama SIJORI (Singapore-Johor-Riau) pada awal tahun 1990. Kerjasama ini berkembang pesat sehingga cakupannya diperluas dalam wilayah Sumatera bagian tengah dalam bentuk kerjasama GT.Dukungan infrastruktur dalam mendukung IMS-GT diantaranya adalah Jalan Nasional Pekanbaru-Medan dan Jalan Tol Pekanbaru-Kandis-Dumai yang menjadi bagian dari Jalan Trans Sumatera.
Untuk itu, dalam rangka mendukung peran penting Pulau Sumatera dalam pembangunan ekonomi Indonesia yang dinilai mampu menjadi salah satu kontributor utama perekonomian Indonesia di masa depan, pemerintah perlu terus melakukan penyediaan dan peningkatan kualitas infrastruktur, termasuk pengelolaan sumber daya air, pembangunan jalan dan jembatan, peningkatan kualitas permukiman serta penyediaan
rumah layak huni yang merupakan tanggung jawab Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
1.1.
Profil Pulau Sumatera
1.1.1.
Gambaran Umum Pulau Sumatera
Pulau Sumatera, berdasarkan luas merupakan pulau terbesar keenam di dunia. Pulau ini membujur dari barat laut ke arah tenggara dan melintasi khatulistiwa, seolah membagi pulau Sumatera atas dua bagian, Sumatera belahan bumi utara dan Sumatera belahan bumi selatan. Pegunungan Bukit Barisan dengan beberapa puncaknya yang melebihi 3.000 m di atas permukaan laut, merupakan barisan gunung berapi aktif, membentang sepanjang sisi barat pulau dari ujung utara ke arah selatan; sehingga membuat dataran di sisi barat pulau relatif sempit dengan pantai yang terjal dan dalam ke arah Samudra Hindia dan dataran di sisi timur pulau yang luas dan landai dengan pantai yang landai dan dangkal ke arah Selat Malaka, Selat Bangka dan Laut China Selatan. Di bagian utara Pulau Sumatera berbatasan dengan Laut Andaman dan di bagian selatan dengan Selat Sunda. Pulau Sumatera ditutupi oleh hutan tropik primer dan hutan tropik sekunder yang lebat dengan tanah yang subur. Gunung berapi yang tertinggi di Sumatera adalah Gunung Kerinci di Jambi, dan dengan gunung berapi lainnya yang cukup terkenal yaitu Gunung Leuser di Aceh dan Gunung Dempo di perbatasan Sumatera Selatan dengan Bengkulu. Pulau Sumatera merupakan kawasan episentrum gempa bumi karena dilintasi oleh patahan kerak bumi disepanjang Bukit Barisan, yang disebut Patahan Sumatera; dan patahan kerak bumi di dasar Samudra Hindia disepanjang lepas pantai sisi barat Sumatera. Danau terbesar di Indonesia, Danau Toba terdapat di Pulau Sumatera.
A. Kondisi Geografi Pulau Sumatera
Pulau Sumatera terletak dibagian barat gugusan kepulauan Indonesia. Secara Geografis Pulau Sumatera berada di posisi 6°LU-6°LS dan antara 95°BB-109°BT. Di sebelah utara berbatasan dengan Teluk Benggala, di sebelah timur berbatasan dengan Selat Malaka, , di sebelah selatan berbetasan dengan Selat Sunda dan di sebelah barat dengan Samudra Hindia.
Sumatera dengan luas 473.481 km², terletak di bagian barat gugusan kepulauan Nusantara. Di sebelah timur pulau, banyak dijumpai rawa yang dialiri oleh sungai-sungai besar yang bermuara di sana, antara lain Asahan (Sumatera Utara), Sungai Siak (Riau), Kampar, Inderagiri (Sumatera Barat, Riau), Batang Hari (Sumatera Barat, Jambi) , Musi, Ogan, Lematang, Komering
(Sumatera Selatan), Way Sekampung, Way Tulangbawang, Way Seputih dan Way Mesuji (Lampung). Sementara beberapa sungai yang bermuara ke pesisir barat pulau Sumatera di antaranya Batang Tarusan (Sumatera Barat) dan Ketahun (Bengkulu).
Di bagian barat pulau, terbentang pegunungan Bukit Barisan yang membujur dari barat laut ke arah tenggara dengan panjang lebih kurang 1.500 km. Sepanjang bukit barisan tersebut terdapat puluhan gunung, baik yang tidak aktif maupun gunung berapi yang masih aktif, di Pulau Sumatera juga terdapat beberapa danau, di antaranya Danau Laut Tawar (Aceh), Danau Toba (Sumatera Utara), Danau Singkarak, Danau Maninjau, Danau Diatas, Danau Dibawah, Danau Talang (Sumatera Barat), Danau Kerinci (Jambi) dan Danau Ranau (Lampung dan Sumatera Selatan).
Gambar 1.1 Peta Pulau Sumatera
B. Kondisi Demografi Pulau Sumatera
Penduduk perkotaan terbesar pada tahun 2014 berada di kota Medan dengan jumlah penduduk 2.097.610 jiwa, selanjutnya diikuti penduduk kota Palembang dengan jumlah penduduk sebesar 1.763.475 jiwa dan urutan ke 3
dimiliki kota Pekanbaru dengan jumlah penduduk 1.093.416 jiwa. Sebagian besar penduduk berada di bagian timur utara pulau Sumatera, berikut ini tabel jumlah penduduk di Pulau Sumatera.
Tabel 1.1 Kota Besar di Sumatera Berdasarkan Jumlah Populasi 2014
No. Kota Provinsi Populasi (Jiwa)
1 Medan Sumatera Utara 2,097,610
2 Palembang Sumatera Selatan 1,763,475
3 Pekanbaru Riau 1,093,416
4 Batam Kepulauan Riau 1,035,280
5 Bandar Lampung Lampung 923,970
6 Padang Sumatera Barat 876,678
7 Jambi Jambi 722.298
8 Bengkulu Bengkulu 373,243
9 Banda Aceh Aceh 287,769
10 Pangkal Pinang Bangka Belitung 187,908
Pulau Sumatera 8,640,071
Sumber : Diolah dari BPS, 2015
Tabel 1.2 Proyeksi Jumlah Penduduk menurut Provinsi di Pulau Sumatera Tahun 2015-2030 (ribu jiwa) Provinsi 2015 2020 2025 2030 Aceh 5.002,00 5.459,90 5.870,00 6.227,60 Sumatera Utara 13.937,80 14.703,50 15.311,20 15.763,70 Sumatera Barat 5.196,30 5.498,80 5.757,80 5.968,30 Riau 6.344,40 7.128,30 7.898,50 8.643,30 Jambi 3.402,10 3.677,90 3.926,60 4.142,30 Sumatera Selatan 8.052,30 8.567,90 9.000,40 9.345,20 Bengkulu 1.874,90 2.019,80 2.150,50 2.264,30 Lampung 8.117,30 8.521,20 8.824,60 9.026,20 Kep. Bangka Belitung 1.372,80 1.517,60 1.657,50 1.788,90 Kepulauan Riau 1.973,00 2.242,20 2.501,50 2.768,50
Provinsi 2015 2020 2025 2030
Pulau Sumatera 55.272,90 59.337,10 62.898,60 65.938,30
Sumber: Diolah dari Proyeksi Penduduk Indonesia 2010 – 2035, BPS, 2015
Jumlah penduduk yang cukup besar di Pulau Sumatera dapat menjadi potensi ataupun permasalahan jika tidak dibarengi dengan kualitas yang baik. Pembangunan manusia menjadi satu diantara tolak ukur pembangunan yang ada di suatu wilayah. Dengan demikian maka indeks pembangunan manusia merupakan alat ukur yang sangat baik untuk melihat pembangunan di suatu wilayah. Berikut adalah nilai indeks pembangunan manusia di Pulau Sumatera :
Sumber : Diolah dari BPS, 2015
Gambar 1.2 Grafik Indeks Pembangunan Manusia
Pada grafik Indeks Pembangunan Manusia di Pulau Sumatera pada tahun 2015 terlihat bahwa Provinsi Kepulauan Riau memiliki tingkat pembangunan manusia tertinggi di Pulau Sumatera dengan angka yang mencapai 73,75 menjadikan Provinsi Kepulauan Riau sebagai Provinsi yang terdepan dalam membangun sumber daya manusia yang berdaya saing tinggi. Faktor yang menjadikan tingkat Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Kepulauan Riau yang mendominasi adalah pertumbuhan pendidikan dan pertumbuhan hidup layak serta angka kesempatan untuk hidup di Provinsi Kepulauan Riau cukup tinggi. Selanjutnya faktor yang mempengaruhi tingkat pembangunan manusia menjadi tinggi adalah letak geografis Provinsi Kepulauan Riau yang berbatasan langsung dengan negara tetangga Singapura menjadikan pembangunan
69, 45 69, 05 68, 59 68,89 73, 75 66 ,9 5 70, 84 69, 98 67, 46 69, 51 Total
manusia sebagai prioritas utama untuk pembangunan daerah tersebut. Kondisi berbeda dialami oleh Provinsi Lampung yang mendapat predikat sebagai provinsi paling rendah dalam hal Indeks Pembangunan Manusia di Pulau Sumatera dengan angka 66,95 yang diperoleh, menjadikan Provinsi Lampung menempati posisi paling bawah dalam hal pembangunan manusia pada tahun 2015. Faktor yang mempengaruhi kondisi tersebut adalah rendahnya angka harapan hidup serta terbatasnya akses dari beberapa daerah terpencil yang berdampak pada tingkat pendidikan yang rendah. Pembangunan infrastruktur merupakan jawaban atas permasalahan – permasalahan yang ada di provinsi tersebut, upaya pemerintah dalam membangun kualitas sumber daya manusia harus didukung oleh pembangunan infrastruktur yang merata di setiap wilayah negara Indonesia.
C. Kondisi Perekonomian Wilayah
Wilayah Pulau Sumatera memiliki posisi yang cukup strategis baik ditinjau dalam lingkup nasional, regional ASEAN, maupun global. Dalam lingkup nasional, wilayah Pulau Sumatera merupakan sentra produksi (karet dan kelapa sawit) dan pengolahan hasil bumi serta lumbung energi (pertambangan dan batubara) nasional. Secara geografis dalam lingkup regional ASEAN, Wilayah Pulau Sumatera menjadi salah satu pintu gerbang Indonesia untuk negara-negara yang berada di ASEAN. Dalam lingkup global, secara geostrategis wilayah Pulau Sumatera diharapkan menjadi gerbang ekonomi nasional untuk mencapai Pasar Eropa, Afrika, Asia Selatan, Asia Timur, dan Australia. Dalam Lingkup Nasional (Indonesia) potensi utama untuk mengembangkan perekonomian di Pulau Sumatera, yaitu sebagai berikut:
a. Sentral produksi dan pengolahan hasil bumi dan lumbung energi
nasional;
b. 70% lahan penghasil kelapa sawit;
c. Produsen 65% karet;
d. 5% Produksi hulu karet untuk industri hilir; e. 52,4 miliar ton batu bara berada di Sumatera; f. Produsen 8% cadangan bijih besi primer.
Kemudian berdasarkan data PDRB tahun 2009-2013, perekonomian Pulau Sumatera sebagian besar disumbang oleh Provinsi Riau, Sumatera Utara, dan Sumatera Selatan. Provinsi Sumatera Utara merupakan penyumbang terbesar yaitu sebesar 25,76%, kemudian Provinsi Riau 19,71% dan Sumatera Selatan 13,81%. Sedangkan kontribusi PDRB yang relatif rendah adalah dari Provinsi Bengkulu, Bangka Belitung dan Jambi. Berikut adalah tabel yang menunjukkan nilai PDRB atas dasar harga konstan 2000 per provinsi di Pulau Sumatera.
Tabel 1.3Nilai PDRB atas Dasar Harga Konstan 2000 Per Provinsi di Pulau Sumatera Tahun 2009-2013 (dalam miliar rupiah)
No Provinsi 2009 2010 2011 2012 2013 1 Aceh 32,219,00 33,103,00 34,705,00 36,488,00 38,013,00 2 Sumut 111,559,00 118,719,00 126,588,00 134,462,00 142,537,00 3 Sumbar 36,683,00 38,862,00 41,293,00 43,926,00 46,640,00 4 Riau 93,786,00 97,736,00 102,666,00 106,299,00 109,073,00 5 Kepri 38,319,00 41,076,00 43,810,00 46,797,00 49,667,00 6 Jambi 16,275,00 17,472,00 18,964,00 20,374,00 21,979,00 7 Sumsel 60,453,00 63,859,00 68,008,00 72,096,00 76,410,00 8 Bangka Belitung 10,270,00 10,885,00 11,593,00 12,257,00 12,905,00 9 Bengkulu 7,860,00 8,340,00 8,879,00 9,465,00 10,052,00 10 Lampung 36,256,00 38,390,00 40,859,00 43,527,00 46,123,00 Pulau Sumatera 443,680,00 468,442,00 497,365,00 525,691,00 553,399,00
Sumber : Diolah dari BPS, 2014
Pengembangan kegiatan ekonomi di Pulau Sumatera erat kaitanya dengan memberdayakan masyarakat berbasis potensi ekonomi wilayah, sehingga dapat meningkatkan nilai tambah dan daya saing komoditas unggulan yang dilakukan melalui:
a. Menyiapkan Kawasan Ekonomi Khusus Sei Mangkei dan Kawasan
Ekonomi Khusus Tanjung Api-Api sebagai sentra pengolahan komoditas unggulan kelapa sawit dan karet menjadi produk bernilai tambah tinggi, serta pusat logistik;
b. Mengembangkan industri-industri pengolahan kelapa sawit, karet, serta
perikanan dan sumberdaya laut menjadi produk bernilai tambah tinggi berorientasi ekspor;
c. Meningkatkan produktivitas komoditas unggulan kelapa sawit dan karet
baik di dalam Kawasan Ekonomi Khusus maupun di sekitar wilayah Kawasan Ekonomi Khusus (kebun rakyat);
d. Mengembangkan industri manufaktur unggulan kawasan berorientasi
ekspor di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, Bintan, dan Karimun, serta industri pariwisata di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang dengan memanfaatkan fasilitas perdagangan bebas dan pelabuhan bebas; serta
e. Menyiapkan sarana dan prasarana perdagangan bebas dan pelabuhan
bebas.
Sementara itu berdasarkan hasil Kajian Growth Diagnostic yang dilakukan oleh Bank Indonesia di 24 Provinsi dari total 34 Provinsi yang ada pada tahun 2015, ketersediaan listrik menjadi the most binding constraint hampir di semua
provinsi yang menjadi obyek studi. Hasil ini menunjukan bahwa kebutuhan energi listrik sudah sangat mendesak. Tidak hanya untuk kebutuhan rumah tangga, listrik juga sangat dibutuhkan untuk industri. Untuk mengembangkan industri di wilayah luar Jawa, ketersediaan pasokan listrik menjadi salah satu syarat utama.
Adapun hambatan utama lainnya seperti masalah kualitas jalan, kapasitas pelabuhan, birokrasi yang terkait dengan proses perijinan dan rendahnya kualitas sumber daya manusia juga dirasakan mendesak untuk diperbaiki di beberapa provinsi. Adapun hasil kajian Growth Diagnostic Bank Indonesia di Wilayah Sumatera adalah sebagai berikut:
Tabel 1.4 Faktor Penghambat Pertumbuhan Ekonomi Pulau Sumatera
Provinsi Faktor Penghambat Utama
Aceh 1. Listrik 2. Pungutan liar
3. Kurangnya fasilitas pendukung pasar Sumatera Utara 1. Kualitas jalan 2. Listrik
3. Korupsi 4. Kriminalitas
Sumatera Barat 1. Kurangnya jalur kereta api 2. Listrik 3. Masalah tanah ulayat
4. Minimnya dukungan Pemda terhadap investasi Sumatera Selatan 1. Human capital 2. Kualitas jalan
3. Listrik 4. Korupsi
Kepulauan Riau 1. Kapasitas pelabuhan 2. Listrik 3. Kemudahan berbisnis 4. Birokrasi
Riau 1. Listrik 2. Kapasitas pelabuhan 3. Korupsi
4. Birokrasi Bengkulu 1. Irigasi 2. Kualitas jalan
3. Masalah pembiayaan Lampung 1. Kualitas jalan 2. Listrik
3. Human capital
Sumber : Rencana Induk Pengembangan Infrastruktur Pulau Sumatera
1.1.2.
Gambaran Umum Provinsi Aceh
Provinsi Aceh terletak antara 01º 58' 37,2" - 06º 04' 33,6" Lintang Utara dan 94º 57' 57,6" - 98º 17' 13,2" Bujur Timur dengan ketinggian rata-rata 125
meter di atas permukaan laut. Pada tahun 2012 Provinsi Aceh dibagi menjadi 18 Kabupaten dan 5 kota, terdiri dari 289 kecamatan, 778 mukim dan 6.493 gampong atau desa. Luas Provinsi Aceh 5.677.081 ha, dengan hutan sebagai lahan terluas yang mencapai 2.290.874 ha, diikuti lahan perkebunan rakyat seluas 800.553 ha. Sedangkan lahan industri mempunyai luas terkecil yaitu 3.928 ha. Batas-batas wilayah Provinsi Aceh, sebelah utara dan timur berbatasan dengan Selat Malaka, sebelah selatan dengan Provinsi Sumatera Utara dan sebelah barat dengan Samudera Indonesia. Satu-satunya hubungan darat hanyalah dengan Provinsi Sumatera Utara, sehingga memiliki ketergantungan yang cukup tinggi dengan Provinsi Sumatera Utara. Dalam aspek perekonomian juga sangat bergantung pada konektivitas dengan Provinsi Sumatera Utara. Ketergantungan ini semakin tinggi dikarenakan hampir seluruh kebutuhan pokok bagi masyarakat Aceh dipasok melalui Provinsi Sumatera Utara.
Sumber : Diolah dari BPS, 2015
Gambar 1.3 Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Aceh
Grafik Indeks Pembangunan Manusia dalam kurun waktu 2010 – 2015 di Provinsi Aceh mengalami tren positif dalam setiap tahunnya. dengan angka yang menunjukan rata–rata kenaikan setiap tahunnya 0,69 poin, pembangunan manusia diukur dengan angka harapan hidup, tingkat pendidikan dan standar hidup layak. Sesuai dengan kebijakan pemerintah dengan adanya kebijakan wajib sekolah 9 tahun, turut mempengaruhi indeks pembangunan manusia di Provinsi Aceh. Selanjutnya fasilitas kesehatan yang terus disediakan oleh Pemerintah sampai tingkat kelurahan dapat berkontribusi sebagai pendukung angka harapan hidup manusia pada wilayah pedesaan. 65 66 67 68 69 70 Aceh 67,0967,45 67,8168,3 68,8169,45 IPM 2010 IPM 2011 IPM 2012 IPM 2013 IPM 2014 IPM 2015
Produk domestik regional bruto Provinsi Aceh atas dasar harga konstan menurut lapangan usaha bergerak dengan baik dengan ditandainya Produk Domestik Regional Bruto dari tahun 2010 sampai 2015 terus mengalami peningkatan dengan rata – rata peningkatan sebesar 2,07%. Meskipun demikian, beberapa lapangan usaha bergerak secara fluktuatif dan cenderung mengalami penurunan beberapa diantaranya adalah industri pengolahan dan pertambangan. Industri pengolahan bergerak secara fluktuatif disebabkan adanya perubahan iklim tahunan yang mempengaruhi kegiatan produksi di Provinsi Aceh sehingga penurunan produksi signifikan terjadi antara tahun 2014 dan 2015 dengan angka yang mencapai 21,33%. Selanjutnya pertambangan yang menjadi nilai produksi andalan di setiap daerah dimulai dari tahun 2010 sampai 2015 mengalami penurunan rata – rata sebesar 9,27% yang diakibatkan oleh kegiatan eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan. Sektor primer masih menjadi tulang punggung utama perekonomian di Provinsi Aceh. Namun perlahan, sektor sekunder mulai mampu tumbuh dan dapat berkontribusi pada PDRB Provinsi Aceh.
Sumber : Diolah dari BPS, 2015
Gambar 1.4 Grafik PDRB Provinsi Aceh (dalam miliar rupiah)
Aceh memasuki masa transisi ekonomi dimana kegiatan ekonomi sekunder mulai mengalami peningkatan. Proses transisi ini memberikan dampak pada alih fungsi lahan dari lahan pertanian menjadi lahan permukiman, perkantoran, pertokoan dan pusat pusat komersial lainnya. Demikian juga halnya dengan fungsi lahan hutan yang mengalami perubahan menjadi lahan perkebunan dan penggunaan lainnya yang tidak sesuai dengan RTRW Aceh. Tantangan utama dalam pengembangan perekonomian di Provinsi Aceh adalah meningkatnya kegiatan eksploitasi sumber daya alam seperti kegiatan penambangan liar dan alih fungsi lahan hutan menyebabkan degradasi
0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000 Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015
lingkungan yang dicirikan semakin luasnya lahan kritis dan lahan terlantar. Hal ini juga dipicu dengan adanya kebijakan dan implementasinya yang tidak sesuai dengan daya dukung lingkungan.
Selain itu juga untuk melaksanakan pembangunan daerahnya, pembiayaan pembangunan di Provinsi Aceh juga masih tertumpu pada pendanaan yang bersumber dari pemerintah sehingga kebutuhan pendanaan pembangunan dalam jumlah besar seperti infrastruktur tidak dapat dilaksanakan dengan maksimal. Dalam konteks ini, peran dunia usaha untuk mendukung pendanaan pembangunan masih belum memungkinkan karena belum adanya regulasi yang mengatur peran dunia usaha dalam pendanaan pembangunan Aceh.
1.1.3.
Gambaran Umum Provinsi Sumatera Utara
Provinsi Sumatera Utara memiliki ibukota Medan, terletak antara 10 - 40 LU, 980 – 1000 B.T. Batas wilayahnya sebelah utara Provinsi Aceh dan Selat Sumatera, sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Sumatera Barat dan Riau, sedangkan sebelah timur dibatasi oleh Selat Sumatera. Daerahnya terdiri atas pantai dan dataran rendah di sebelah timur dan barat provinsi ini, dan dataran tinggi yang terdapat di dataran tinggi Karo, Toba dan Humbang. Gunung-gunungnya antara lain Sibayak, Sinabung, Martimbang, Sorik Marapi dan lain-lain. Kemudian sungai-sungainya adalah sungai Wampu, Batang Serangan, Deli, Asahan dan lain-lainnya. Kekayaan alam yang dimiliki Sumatera Utara adalah minyak bumi, batu bara, belerang, emas dan sebagainya yang merupakan hasil tambang. Flora ada bermacam-macam, dari tanaman yang ada di hutan dengan hasil hutan kayu, damar dan rotan, juga tanaman yang diusahakan oleh penduduk seperti padi, sayur-sayuran dan tanaman perkebunan lainnya.
Sumber : Diolah dari BPS, 2015
Gambar 1.5 Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Sumatera Utara
Grafik indeks pembangunan manusia di Provinsi Sumatera Utara menunjukan bahwa dalam kurun waktu tahun 2010 – 2015 bergerak dengan tren positif dengan ditandainya peningkatan indeks pembangunan manusia dengan rata – rata peningkatan setiap tahunnya mencapai 0,71 poin yang diakibatkan oleh kondisi pendidikan yang terus meningkat dan angka harapan hidup yang baik serta tingkat standar hidup layak di Provinsi Sumatera Utara. Indeks pembangunan manusia sebagai tolak ukur keberhasilan pemerintah daerah merupakan angka yang menggambarkan kondisi masyarakat di daerah tersebut. selanjutnya kondisi peningkatan signifikan terjadi pada tahun 2014 – 2015 yang mencapai 0,93 poin pada Provinsi Sumatera Utara.
65,5 66 66,5 67 67,5 68 68,5 69 69,5 70 Sumatera Utara 67,09 67,34 67,74 68,36 68,87 69,51 IPM 2010 IPM 2011 IPM 2012 IPM 2013 IPM 2014 IPM 2015
Sumber : Diolah dari BPS, 2015
Gambar 1.6 Grafik PDRB Provinsi Sumatera Utara (dalam miliar rupiah)
Produk domestik regional bruto Provinsi Sumatera Utara atas dasar harga konstan menurut lapangan usaha bergerak dengan baik dengan ditandainya PDRB dari tahun 2012 sampai 2015 terus mengalami peningkatan dengan rata – rata peningkatan sebesar 5,07% setiap tahunnya. Sektor industri pengolahan menjadi kontributor utama bagi PDRB Sumatera Utara dengan peningkatan pertumbuhan rata – rata setiap tahunnya mencapai 3,25% serta sektor konstruksi yang mencapai nilai pertumbuhan setiap tahunnya rata – rata sebesar 6,15%. Sektor industri pengolahan merupakan sektor unggulan kontributor utama bagi PDRB Sumatera Utara untuk kedepan, mengingat beberapa kawasan industri baru telah dibangun salah satunya adalah Kawasan Ekonomi Khusus Sei Mangkei yang diharapkan menjadi kontributor bagi PDRB Provinsi Sumatera Utara. Sektor industri pengolahan merupakan sektor yang sangat dominan di Provinsi Sumatera Utara. Dominasi ini menjadikan Provinsi Sumatera Utara menjadi pusat kegiatan industri di Pulau Sumatera sehingga membutuhkan dukungan infrastruktur. Selain itu juga Provinsi Sumatera Utara sedang bersiap untuk memperbesar sektor industri pengolahannya dengan pengembangan KEK Sei Mangkei dan keberadaan Pelabuhan Kuala Tanjung. Sementara itu kendala dan tantangan yang dihadapi Provinsi Sumatera Utara dalam pengembangan wilayah, yakni:
a. Suplai air untuk kebutuhan domestik, perniagaan dan industri terutama di kota-kota besar masih kurang;
b. Maraknya alih fungsi lahan menjadi lahan perkebunan sawit;
c. Okupasi terhadap sempadan sungai;
0 10000 20000 30000 40000 50000 60000 70000 80000 90000 100000 Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015
d. Degradasi lingkungan (lahan kritis meningkat, kekeringan, banjir di beberapa DAS) akibat alih fungsi lahan dan sedimentasi;
e. Kerusakan jaringan irigasi;
f. Meningkatnya sedimentasi di sungai dan muara sungai mulai
mengganggu alur lalu lintas perairan;
g. Meningkatnya pantai yang kritis yang diakibatkan adanya perambahan
dan perubahan hutan mangrove;
h. Kelestarian lingkungan Danau Toba yang mulai terganggu;
i. Kebutuhan pengembangan infrastruktur SDA (daerah irigasi) untuk
mendukung kedaulatan pangan.
1.1.4.
Gambaran Umum Provinsi Sumatera Barat
Sumatera Barat adalah salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di pulau Sumatera dengan Padang sebagai ibu kotanya. Sesuai dengan namanya, wilayah provinsi ini menempati sepanjang pesisir barat Sumatera bagian tengah dan sejumlah pulau di lepas pantainya seperti Kepulauan Mentawai. Dari utara ke selatan, provinsi dengan wilayah seluas 42.297,30 km² ini berbatasan dengan empat provinsi, yakni Sumatera Utara, Riau, Jambi, dan Bengkulu. Sumatera Barat berpenduduk sebanyak 4.846.909 jiwa dengan mayoritas beretnis Minangkabau. Provinsi ini terdiri dari 12 kabupaten dan 7 kota dengan pembagian wilayah administratif sesudah kecamatan di seluruh kabupaten (kecuali kabupaten Kepulauan Mentawai) dinamakan sebagai nagari.
Tantangan utama pembangunan daerah Sumatera Barat adalah meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan serta memperluas landasan ekonomi daerah yang memungkinkan peningkatan ekspor nonmigas, dan perluasan lapangan kerja sehingga mempercepat peningkatan kesejahteraan ekonomi dan sosial masyarakat.
Berdasarkan grafik indeks pembangunan manusia di Provinsi Sumatera Barat dalam kurun waktu 2010 – 2015 pembangunan manusia disetiap tahunnya mengalami peningkatan dengan rata – rata kenaikan mencapai 0,80 poin per tahun . Hal demikian merupakan dipengaruhi oleh angka harapan hidup dan tingkat pendidikan serta standar hidup layak pada Provinsi Sumatera Barat. Pembangunan infrastruktur merupakan sektor yang mempunyai pengaruh terhadap indeks pembangunan manusia, sebagai contoh penyediaan infrastruktur jalan sebagai akses menuju fasilitas – fasilitas pendidikan di daerah tersebut.
Sumber : Diolah dari BPS, 2015
Gambar 1.7 Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Sumatera Barat
Produk domestik regional bruto Provinsi Sumatera Barat atas dasar harga konstan menurut lapangan usaha bergerak dengan baik dengan ditandainya Produk Domestik Regional Bruto dari tahun 2010 sampai 2014 terus mengalami peningkatan dengan rata – rata sebesar 6,16% setiap tahunnya. Sektor Pertanian dan Perhutanan menjadi kontributor terbesar terhadap PDRB dengan nilai rata- rata peningkatan setiap tahunnya yang mencapai 4,14%. Sektor perdagangan dan jasa perusahaan dalam kurun waktu 4 tahun terakhir mengalami peningkatan dengan masing – masing mempunyai rata – rata peningkatan setiap tahunnya sebesar 7,07% dan 5, 95%.
Sumber : Diolah dari BPS, 2015
Gambar 1.8 Grafik PDRB Provinsi Sumatera Barat (dalam miliar rupiah) 65 66 67 68 69 70 Sumbar 67,2567,81 68,3668,91 69,3669,98 IPM 2010 IPM 2011 IPM 2012 IPM 2013 IPM 2014 IPM 2015 0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014
Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, dibutuhkan tenaga kerja yang berkualitas dan produktif. Kondisi ketenagakerjaan di Provinsi Sumatera Barat ditandai dengan masih besarnya jumlah tenaga kerja yang terserap di sektor pertanian yang produktivitasnya relatif rendah, terutama di sektor pertanian tradisional, dibandingkan dengan tenaga kerja yang terserap di sektor nonpertanian, khususnya sektor industri dan jasa. Sektor industri dan jasa, yang berperan sebagai penggerak percepatan laju pertumbuhan ekonomi daerah, memerlukan tenaga kerja dengan produktivitas yang tinggi. Di Provinsi Sumatera Barat kondisi tenaga kerja yang tersedia umumnya belum memenuhi tuntutan tenaga kerja yang berkualitas, khususnya dalam sektor ekonomi yang cepat pertumbuhannya. Dengan demikian, untuk mempercepat laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Barat, tantangannya adalah membentuk serta mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas, yaitu sumber daya manusia yang produktif dan berjiwa wiraswasta yang mampu mengisi, menciptakan, dan memperluas lapangan kerja serta kesempatan berusaha.
Pertumbuhan ekonomi yang perlu dipercepat tersebut membutuhkan dukungan prasarana dasar yang memadai, antara lain transportasi, tenaga listrik, pengairan, air bersih, dan telekomunikasi. Meskipun telah meningkat, ketersediaan prasarana dasar daerah Sumatera Barat belum memenuhi kebutuhan ataupun tuntutan kualitas pelayanan yang terus meningkat. Untuk daerah yang kondisi geografisnya seperti Sumatera Barat, diperlukan suatu sistem transportasi antarmoda yang merupakan sistem transportasi regional yang meliputi transportasi darat, laut, dan angkutan udara perintis, serta sistem transportasi darat yang dapat meningkatkan keterkaitan wilayah produksi dengan pasar. Untuk meningkatkan efisiensi ekonomi, terutama dalam distribusi barang, dan jasa diperlukan dukungan prasarana dan sarana transportasi yang memadai. Di pihak lain ada keterbatasan kemampuan pemerintah, baik pusat maupun daerah, untuk membangun prasarana dan sarana transportasi guna mempercepat pembangunan daerah ini. Oleh karena itu, tantangan yang dihadapi adalah meningkatkan keter-sediaan dan kualitas serta memperluas jangkauan pelayanan prasarana dasar, khususnya air bersih, dan tenaga listrik serta sistem transportasi antarmoda secara terpadu dan optimal, dengan mengikutsertakan dunia usaha.
1.1.5.
Gambaran Umum Provinsi Riau
Riau adalah sebuah provinsi di Indonesia yang terletak di bagian tengah pulau Sumatera. Provinsi ini terletak di bagian tengah pantai timur Pulau Sumatera, yaitu di sepanjang pesisir Selat Malaka. Ibukota dan kota terbesar Riau adalah Pekanbaru. Kota besar lainnya antara lain Dumai, Selat Panjang, Bagansiapiapi, Bengkalis, Bangkinang dan Rengat.
Sumber : Diolah dari BPS, 2015
Gambar 1.9 Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Riau
Grafik di atas menunjukan bahwa indeks pembangunan manusia dalam kurun waktu tahun 2010 – 2015 di Provinsi Riau terus mengalami peningkatan. hal tersebut dipengaruhi oleh tingkat partisipasi pendidikan dan kesehatan yang semakin baik serta standar hidup layak pada Provinsi Riau. Indeks pembangunan manusia sebagai tolak ukur kemajuan suatu daerah menjadi penting sebagai upaya untuk mengelola sumber daya yang dimiliki oleh daerah tersebut.
Produk domestik regional bruto Provinsi Riau atas dasar harga konstan menurut lapangan usaha bergerak dengan baik dengan ditandainya Produk Domestik Regional Bruto dari tahun 2013 sampai 2015 terus mengalami peningkatan dengan rata – rata peningkatan selama 2 tahun terakhir sebesar 0,22% setiap tahunnya. Sektor pertanian dan perhutanan menjadi kontributor terbanyak terhadap PDRB Provinsi Riau dengan peningkatan pertumbuhan di Tahun 2014 – 2015 yang mencapai 0,35% menjadikan sektor pertanian dan kehutanan merupakan penyumbang terbesar. Sektor pertambangan yang merupakan sektor unggulan di Provinsi Riau mengalami
67,5 68 68,5 69 69,5 70 70,5 71 Riau 68,65 68,9 69,15 69,91 70,33 70,84 IPM 2010 IPM 2011 IPM 2012 IPM 2013 IPM 2014 IPM 2015
penurunan dalam 3 Tahun terakhir, tercatat pada tahun 2014 – 2015 sektor tersebut mengalami penurunan penurunan yang mencapai 1,63%.
Sumber : Diolah dari BPS, 2015
Gambar 1.10 Grafik PDRB Provinsi Riau (dalam miliar rupiah)
Riau saat ini merupakan salah satu provinsi terkaya di Indonesia, dan sumber dayanya didominasi oleh sumber alam, terutama minyak bumi, gas alam, karet, kelapa sawit dan perkebunan serat. Tetapi, penebangan hutan yang merajalela telah mengurangi luas hutan secara signifikan, dari 78% pada 1982 menjadi hanya 33% pada 2005. Rata-rata 160.000 ha hutan habis ditebang setiap tahun, meninggalkan 22%, atau 2,45 juta ha pada tahun 2009. Deforestasi dengan tujuan pembukaan kebun-kebun kelapa sawit dan produksi kertas telah menyebabkan kabut asap yang sangat mengganggu di provinsi ini selama bertahun-tahun, dan menjalar ke negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura. Kendala dan tantangan yang dihadapi Provinsi Riau dalam pengembangan wilayah, yakni:
a. Degradasi Lingkungan (lahan kritis meningkat, kekeringan, banjir di
beberapa DAS) akibat alih fungsi lahan; b. Kerusakan jaringan irigasi;
c. Pendangkalan alur sungai akibat dari tingginya sedimentasi, yang
disebabkan oleh tingginya erosi lahan akibat dari kerusakan lahan di daerah hulu;
d. Banjir di daerah hilir;
0 20000 40000 60000 80000 100000 120000 140000 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015
e. Kerusakan pantai;
f. Kualitas air baku (sungai) semakin menurun;
g. Perlu pemantapan sistem pengamanan danau atau waduk; dan
h. Kegiatan PETI dan bahan galian golongan C /komoditas tambang yang
tidak mematuhi aturan / prosedur.
1.1.6.
Gambaran Umum Provinsi Jambi
Secara geografis Provinsi Jambi terletak pada 0º 45’-2º 45’ Lintang Selatan dan 101º 10’-104º 55’ Bujur Timur di bagian tengah Pulau Sumatera, sebelah Utara berbatasan dengan Provinsi Riau, Sebelah Timur dengan Laut Cina Selatan dan Provinsi Kepulauan Riau, sebelah Selatan berbatasan dengan Provinsi Sumatera Selatan dan sebelah Barat berbatasan dengan Provinsi Sumatera Barat. Posisi Provinsi Jambi cukup strategis karena langsung berhadapan dengan kawasan pertumbuhan ekonomi yaitu IMS-GT (Indonesia, Malaysia, Singapura Growth Triangle). Luas wilayah Provinsi Jambi sesuai dengan Undang-undang Nomor 19 tahun 1957, tentang Pembentukan Daerah-Daerah Swatantra Tingkat I Sumatera Barat, Jambi dan Riau, yang kemudian ditetapkan menjadi Undang-Undang Nomor 61 tahun 1958 (Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor 112) adalah seluas 53.435,72 km2 dengan luas daratan 50.160,05 km2 dan luas perairan 3.274,95 km2.
Sumber : Diolah dari BPS, 2015
Gambar 1.11 Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Jambi
Pada Provinsi Jambi grafik indeks pembangunan dalam kurun waktu 2010 – 2015 terus mengalami peningkatan dengan rata – rata setiap tahunnya
63 64 65 66 67 68 69 JAMBI 65,39 66,14 66,94 67,76 68,24 68,89 IPM 2010 IPM 2011 IPM 2012 IPM 2013 IPM 2014 IPM 2015
mencapai 1,05 poin. Peningkatan tersebut dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah dalam hal meningkatkan pendidikan dengan mewajibkan 9 tahun sekolah serta dipengaruhi oleh pembangunan infrastruktur yang berdampak pada meningkatnya standar hidup layak pada daerah tersebut. Tingkat indeks pembangunan manusia tertinggi pada Provinsi Jambi berada antara tahun 2012 – 2013 dengan angka pertumbuhan mencapai 1,22 poin.
Sumber : Diolah dari BPS, 2015
Gambar 1.12 Grafik PDRB Provinsi Jambi (dalam miliar rupiah)
Produk domestik regional bruto Provinsi Jambi atas dasar harga konstan menurut lapangan usaha bergerak dengan baik dengan ditandainya Produk Domestik Regional Bruto dari tahun 2010 sampai 2015 terus mengalami peningkatan dengan rata – rata peningkatan sebesar 6,66% setiap tahunnya. Hal demikian dikarenakan kontribusi dari sektor pertanian dan perhutanan yang mencapai rata – rata pertumbuhan setiap tahunnya mencapai 6,81% serta sektor pertambangan yang mencapai rata – rata pertumbuhan setiap tahunnya mencapai 5,03% meskipun dalam kurun waktu 2 tahun terakhir sektor pertambangan mengalami penurunan tepatnya pada tahun 2014 – 2015 yang mencapai penurunan 0,22%. Sektor primer masih menjadi tulang punggung perekonomian di Provinsi Jambi, sementara sektor lainnya masih belum mampu menyaingi dominasi sektor primer. Sektor sekunder masih jauh tertinggal sehingga perlu adanya diversivikasi pengembangan sektor ekonomi agar Provinsi Jambi tidak hanya bergantung pada hasil buminya. Eksploitasi berlebihan untuk mengejar ketertinggalan ekonomi sebaiknya dihindari agar dapat mengurangi dampak kerusakan lingkungan.
Pertumbuhan ekonomi yang perlu dipercepat membutuhkan dukungan prasarana dan sarana dasar yang memadai, antara lain transportasi, tenaga listrik, pengairan, air bersih, dan tele-komunikasi. Meskipun telah meningkat,
0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000 Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015
ketersediaan prasarana dasar daerah Jambi belum memenuhi kebutuhan ataupun tuntutan kualitas pelayanan yang terus meningkat. Untuk daerah yang kondisi geografisnya seperti Jambi, diperlukan sistem transportasi darat, sungai, laut, dan angkutan udara perintis secara terpadu serta sistem transportasi darat yang dapat meningkatkan keterkaitan wilayah produksi dengan pasar. Untuk meningkatkan efisiensi ekonomi, terutama dalam distribusi barang dan jasa diperlukan dukungan prasarana dan sarana transportasi yang memadai. Di pihak lain, ada keterbatasan kemampuan Pemerintah, baik pusat maupun daerah, dalam rangka membangun prasarana dan sarana transportasi guna mempercepat pembangunan daerah ini. Oleh karena itu, tantangan yang dihadapi adalah meningkatkan ketersediaan dan memperluas jangkauan pelayanan prasarana dasar, khususnya air bersih dan tenaga listrik serta sistem transportasi antarmoda secara terpadu dan optimal, dengan mengikutsertakan dunia usaha.
1.1.7.
Gambaran Umum Provinsi Sumatera Selatan
Provinsi Sumatera Selatan secara geografis terletak antara 1º - 4º Lintang Selatan dan 102º - 106º Bujur Timur dengan luas daerah seluruhnya 87.017.41 km². Batas batas wilayah Provinsi Sumatera Selatan sebagai berikut sebelah utara berbatasan dengan Provinsi Jambi, sebelah Selatan berbatasan dengan Provinsi Lampung, sebelah timur berbatasan dengan Provinsi Bangka Belitung, sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Bengkulu.
Secara administratif Provinsi Sumatera Selatan terdiri dari 13 (tigabelas) Pemerintah Kabupaten dan 4 (empat) Pemerintah Kota, dengan Palembang sebagai ibukota provinsi. Pemerintah Kabupaten dan Kota membawahi Pemerintah Kecamatan dan Desa / KelurahanKabupaten. Ogan Komering Ilir menjadi Kabupaten dengan luas wilayah terbesar dengan luas 16.905,32 ha, diikuti oleh Kabupaten Musi Banyuasin dengan luas wilayah sebesar14.477 ha.
Sumber : Diolah dari BPS, 2015
Gambar 1.13 Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Sumatera Selatan
Berdasarkan grafik indeks pembangunan manusia di Provinsi Sumatera Selatan dalam kurun waktu tahun 2010 – 2015 rata-rata pertumbuhan mencapai 0,92 poin per tahun. Pembangunan manusia merupakan tolak ukur sebagai dampak dari tingkat kontribusi pendidikan yang baik, standar hidup layak dan angka harapan hidup di daerah tersebut. Pertumbuhan paling tinggi terjadi pada tahun 2014 – 2015 dengan angka yang mencapai 1,06 poin yang dipengaruhi oleh kondisi pembangunan infrastruktur yang turut berkontribusi pada terlaksananya pembangunan manusia di Provinsi Sumatera Selatan.
Sebagai provinsi yang cukup berkembang perekonomiannya di pulau Sumatera, Provinsi Sumatera Selatan sangat berpotensi untuk dikembangkan di masa yang akan datang. Dikembangkannya Pelabuhan Boom Baru di Kota Palembang juga menjadi pemicu bagi pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Selatan. Walaupun masih sangatt bergantung pada sektor primer yaitu pertambangan dan pertanian, namun sektor sekunder seperti industri pengolahan, perdagangan dan konstruksi mulai menunjukan pertumbuhan yang positif. Pertumbuhan yang berjalan secara konsisten dari tahun 2010 – 2015 menunjukan perekonomian Sumatera Selatan terus tumbuh dan masih terus dapat berkembang.
62,5 63 63,5 64 64,5 65 65,5 66 66,5 67 67,5 Sumsel 64,44 65,12 65,79 66,16 66,75 67,46 IPM 2010 IPM 2011 IPM 2012 IPM 2013 IPM 2014 IPM 2015
Sumber : Diolah dari BPS, 2015
Gambar 1.14 Grafik PDRB Provinsi Sumatera Selatan (dalam miliar rupiah)
Produk domestik regional bruto Provinsi Sumatera Selatan atas dasar harga konstan menurut lapangan usaha bergerak dengan baik dengan ditandainya Produk Domestik Regional Bruto dari tahun 2010 sampai 2015 terus mengalami peningkatan dengan rata – rata peningkatan sebesar 5,54% setiap tahunnya. Sektor pertambangan, industri pengolahan serta pertanian dan kehutanan yang merupakan kontributor terbesar dengan rata – rata peningkatan sebesar 4,13% pertambangan, 5, 16% industri pengolahan serta 4,85% sektor pertanian dan perhutanan. Sektor industri pengolahan menjadi salah satu kontributor untuk tahun selanjutnya mengingat adanya beberapa kawasan industri baru di wilayah Provinsi Sumatera Selatan. Dukungan yang besar dalam penyediaan infrastruktur di Provinsi Sumatera Selatan menunjukan adanya keinginan untuk mengarahkan perekonomian ke sektor sekunder untuk menghindari eksploitasi alam secara berlebihan.
1.1.8.
Gambaran Umum Provinsi Bengkulu
Provinsi Bengkulu berbatasan langsung dengan Samudera Indonesia pada garis pantai sepanjang lebih kurang 525 kilometer. Bagian timur Bengkulu berbatasan dengan dataran tinggi yang subur, sedangkan bagian barat merupakan dataran rendah yang relatif sempit, memanjang dari utara ke selatan diselingi daerah yang bergelombang. Tidak hanya itu, Provinsi Bengkulu memiliki beberapa pulau kecil baik yang berpenghuni seperti Pulau Enggano, serta pulau-pulau yang tidak berpenghuni seperti Pulau Mega dan pulau-pulau kecil lainnya.
0 10000 20000 30000 40000 50000 60000 Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015