ABSES LIMPA
ABSES LIMPA
EPIDEMIOLOGI EPIDEMIOLOGI
Li
Limpmpa a adadalalah ah ororgagan n yayang ng kakaya ya akakan an pepembmbululuh uh dardarah ah yayang ng memerurupakpakanan bag
bagian ian dardari i RES RES (si(sistestem m reretiktikulouloendoendoteltelialial). ). JikJika a limlimpa pa diadiangkngkat at secsecaraara pembedahan, maka seseorang akan rentan terkena penyakit infeksi. Abses pembedahan, maka seseorang akan rentan terkena penyakit infeksi. Abses limp
limpa a biasanbiasanya ya bakterbakteremia emia teruterutama tama disebdisebabkan abkan oleh oleh traumtrauma, a, emboembolisaslisasii atau hemoglobinopati. eadaan imunode!siensi sebagai akibat infeksi "#$ atau hemoglobinopati. eadaan imunode!siensi sebagai akibat infeksi "#$ %uga
%uga merupakan faktor merupakan faktor risikorisiko. . eeadaan adaan ini ini cukup %arang cukup %arang ditemui abses ditemui abses limpalimpa sebagai akibat perluasan fokus infeksi.
sebagai akibat perluasan fokus infeksi.
Abses limpa merupakan penyakit yang %arang ter%adi. Sebagai contoh, Abses limpa merupakan penyakit yang %arang ter%adi. Sebagai contoh, pada serial kasus &' abses intraabdominal tidak satupun ditemukan abses pada serial kasus &' abses intraabdominal tidak satupun ditemukan abses limpa. e%adian autopsi lebih sering terdeteksi pada .*.+ kasus. Abses limpa. e%adian autopsi lebih sering terdeteksi pada .*.+ kasus. Abses limpa sangat %arang ditemui pada anakanak, biasanya meningkat pada usia limpa sangat %arang ditemui pada anakanak, biasanya meningkat pada usia - tahun dengan puncaknya usia an.
- tahun dengan puncaknya usia an.
PATOGENESIS PATOGENESIS
#nfeksi bakteremia dari berbagai lokasi adalah penyebab paling sering dari #nfeksi bakteremia dari berbagai lokasi adalah penyebab paling sering dari ab
abseses s lilimpmpa. a. EnEndodocacarrdidititis s ininfefektktif if adadalalah ah pepenynyebebab ab palpalining g seseriring ng dandan pe
penynyebebab ab lalaininnynya a adadalalah ah sasaluluraran n kkememihih, , lulukka a pepembmbededahahanan, , trtrakaktutuss gastrointestinal. #munode!siensi telah men%adi faktor risiko paling penting gastrointestinal. #munode!siensi telah men%adi faktor risiko paling penting se
sebabagai gai pepenynyebebab ab peperkrkemembabangngan an ababseses s lilimpmpa. a. eaeadadaan an imimununososupuprresesii be
berkrkisisar ar /0/0--' ' (d(darari i pepenynyakiakit, t, kkememototererapapi i dan dan pepengnggugunanaan an ststereroioidd te
terrmamasuk suk didisesebabbabkakan n ololeh eh ininfefeksksi i "#"#$) $) sesebabagagai i fafaktktor or ririsisikko o pepenynyebebabab k
kee%a%adidian an ababseses s llimimpapa. . 11rrauaumma a ppadada a llimimpa pa babaiikk iatrogeniciatrogenic ataatau u titidakdak di
disesengnga%a%a a teterrhihitutung ng ++-- kakasusus s dadan n pepenynyebebararan an lalansnsunung g dadari ri ininfefeksiksi berdekatan hanya mencapai *+ kasus. eadaan yang lain berhubungan berdekatan hanya mencapai *+ kasus. eadaan yang lain berhubungan dengan abses limpa
atau amyloidosis, penggunaan obat intra2ena, hemoglobinopati dan diabetes mellitus.
omplikasi abses limpa bisa sa%a mengancam nya3a termasuk perforasi mencapai peritoneum yang mana ter%adi pada /4 (.) dari *0+ pasien dalam serial kasus baru ini. Ruptur kemudian mencapai organ sekitar dapat ter%adi dengan menghasilkan !stula ke traktus gastrointestinal, rongga pleura, atau parenkim paru. eseluruhan angka kematian berkisar /' yang telah dilaporkan dengan terapi sesuai, bahkan pada pasien imunode!siensi.
MIKROBIOLOGI
Streptococci, staphylococci, salmonellae, dan Escherichia coli telah diketahui sebagai penyebab utama abses limpa. 5engan adanya keterlibatan pasien immunode!siensi, isolasi %amur pada sediaan abses %uga ikut meningkat, seperti Candida spp., Aspergilus spp., dan gen mucormycosis. Mycobacterium %uga telah men%adi kasus yang sering ter%adi. 6akteri anaerob pada abses limpa cukup %arang ter%adi dibandingkan abses pada intraabdominal lainnya.
7ada pasien terinfeksi "#$, Salmonella spp. dan Mycobacterium tuberculosis adalah abses limpa yang paling sering ter%adi, patogen oportunistik lainnya pernah ditemukan Mycobacterium avium complex, Leishmania spp., Rhodococcus eui, dan !neumocystis "irovecii. Sic#le cell anemia dihubungkan dengan angka ke%adian infeksi limpa dengan penyebab Salmonella tapi kasus barubaru ini mencatat sic#el cell lebih sering ter%adi pada infeksi staphylococcal. 8rganisme lainnya yang dilaporkan sebagai agen penyebab abses limpa termasuk $artonella henselae, Streptobacillus monili%ormis, dan &ocardia spp. 7ada kasus abses limpa di 1hailand, agen penyebab melioidosis, $ur#holderia pseudomallei, adalah penyebab abses
limpa pada *' dari '/ kasus. Secara keseluruhan, kultur darah positif ditemukan *' kasus.
asus yang %arang ter%adi abses aseptic pada limpa terutama pada pasien #65 'in(ammatory bo)el disease). 7asien biasanya dengan lesi non* in%ectious in(ammatory muncul dengan demam dan berespon dengan steroid serta tidak berespon dengan antibiotika. 6iasanya diikuti dengan abses aseptic pada tempat lain namun limpa adalah tempat yang paling sering.
GEJALA KLINIS
5emam bisa sa%a hanya merupakan ge%ala abses limpa dan demam muncul pada 4& kasus. 1emuan yang lain seperti nyeri perut yang biasanya pada
daeran perut kiri dan dan men%alar sampai ke dada kiri atau bahu. 9ual muntah, tidak ada nafsu makan dan kelemahan dapat %uga muncul. :yeri tekan perut dapat muncul hanya sebagian kasus dan paling sering kuadran kiri atas. Splenomegali dapat ditemukan pada beberapa kasus. 7ada dada dapat ditemukan pekak dan ronki pada basal kiri. 1emuan lain namun %arang ditemukan splenic %riction rubs, hepatomegali, nyeri tekan pada ;$A dana sites. 1emuan labor yang abnormal adalah leukositosis, terlihat pada 0 kasus.
DIAGNOSIS
arena ge%ala dan temuan abses limpa tidak spesi!k, diagnosis tergantung pada studi pencitraan yang sesuai. Rontgen foto polos cukup sensitif dengan deteksi abnormalitas mencapai &0 pada rontgen dada dan *& pada rontgen foto polos abdomen (in!ltrat di bagian basal, efusi pleural, peningkatan diafragma sebelah kiri, adanya udara), akan tetapi temuannya tidak spesi!k. 7enggunaan scan radionuklaotida ++m sul%ur colloid scan hati limpa, <S=, ;1scan dan 9R# sebagai modalitas dalam menegakkan diagnosis.
Ultrasonograf (USG)
euntungan penggunaan <S= sebagai e2aluasi abses limpa adalah biaya rendah, portable, cukup sensitif antara +&4-. 8leh karena itu, sesuai sebagai penilaian a3al pada kasus abses limpa. <S= secara khas menggambarkan area yang menurun atau menghilang echogenisitasnya, terkadang dengan daerah iregular echodensitas (debris) atau gambaran udara dengan lesi. Spenomegali sering tampak. <S= resolusi tinggi (+.& 9">) dapat mendeteksi mikroabses pada pasien dengan "#$ yang tidak terlihat dengan <S= kon2ensional.
CT-San
;1Scan muncul sebagai modalitas diagnostik yang paling sensitif untuk mendeteksi abses lien terutama dengan kontras. Sensiti2itas mencapai lebih dari 4. Abses terlihat pada daerah dengan cairan densitas rendah atau %aringan nekrotik dengan limpa yang homogen. 7eningkatan pinggir dalam abses terlihat pada beberapa kasus, sehingga infark limpa sulit dibedakan dengan abses limpa yang menggunakan kontras.
MRI
9R# lebih mahal untuk mendeteksi abses limpa dan sensiti2itasnya untuk medeteksi abses limpa dibandingkan ;1Scan sama. Akan tetapi, 9R# berhasil dipasangkan dengan prosedur drainase.
TERAPI
Abses limpa yang tidak teratasi memiliki angka kematian yang tinggi. Splenektomi men%adi modalitas terapi tradisional dan tetap men%adi baku emas terhadap terapi lainnya (namun perlu penilaian). Antibiotik berperan penting pada terapi terutama pada endocarditis dan sepsis. 1erapi antibiotik empiris sebaiknya dimulai sesegera mungkin ketika abses limpa dicurigai, atau penundaan tindakan bedah atau drainase percutaneous. Antibiotik sebaiknya mencakup agen kuman yang aktif sebagai penyebab abses limpa seperti streptococci, staphylococci, and batang gram negatif aerob. $ancomycin atau o?acillin dengan aminoglycoside, sephalosporin generasi ke tiga atau ke empat, @uorouinolone, atau carbapenem dapat men%adi terapi empiris. Setelah kultur darah dan kultur abses diperoleh, antibiotik diberikan sesuai dengan hasil kultur. Jika Splenektomi memungkinkan maka disarankan
terlebih dahulu untuk memberikan 2aksinasi pada pathogen bakteri berkapsul sesegera mungkin.
7engalaman dengan ;1Scan dan <S= untuk aspirasi perkutaneus abses limpa. 7rosedur ini memiliki keuntungan menurunkan mortalitas dan morbiditas dibandingkan Splenektomi dan men%aga limpa. Angka kesuksesan berkisar antara &4 beberapa kasus. Secara umum, abses limpa dengan ukuran lebih kecil (B- ' cm), soliter, atau unilocular memiliki angka kesuksesan yang lebih tinggi dengan drainase perkutaneous. Sebaliknya mikroabses, serta kompleks, abses dingin, atau multilocular dan dengan cairan kental di dalamnya kurang disarankan untuk drainase perkutaneus. 5rainase perkutaneus dapat berguna pada pasien yang tidak stabil secara klinis atau pasien dengan risiko bedah tinggi. =agal untuk melakukan drainase atau pasien yang tidak perbaikan adalah indikasi de!nitif pembedahan. Aspirasi cairan abses sebaiknya dilakukan pe3arnaan gram bakteri, %amur dan kultur 9 ycobacterium.
5urasi optimal pemberian antibiotik belum ditetapkan pada percobaan klinis. 7ada pasien dengan endocarditis bacterial, durasi pemberian antibiotik berdasarkan kondisi penyebabnya. Jika Splenektomi dilakukan dan fokus pada eradikasi infeksi, durasi pemberian antibiotika lebih pendek. 5engan drainase perkutaneus, durasi terapi disesuaikan dengan keadaan klinis, termasuk resolusi abses ketika dinilai oleh diagnostik pencitraan.