• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV POTRET COMMUNITY ORIENTED POLICING(COP/POLMAS) LSM KAMPOENG PERCIK DI SALATIGA Profil LSM Kampoeng Percik Salatiga

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV POTRET COMMUNITY ORIENTED POLICING(COP/POLMAS) LSM KAMPOENG PERCIK DI SALATIGA Profil LSM Kampoeng Percik Salatiga"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

22

BAB IV

POTRET COMMUNITY ORIENTED

POLICING(COP/POLMAS) LSM KAMPOENG PERCIK

DI SALATIGA

4.1.

Profil LSM Kampoeng Percik Salatiga

Percik, merupakan lembaga independen yang diperuntukan bagi penelitian sosial, demokrasi dan keadilan sosial. Lembaga ini didirikan pada awal tahun 1996 (1 Februari 1996) oleh sekelompok ilmuwan di Salatiga yang terdiri dari sejumlah peneliti sosial, pengajar universitas, serta aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang bantuan hukum serta pengorganisasian masyarakat.

Para pendiri ini merupakan sebagian dari staf akademik sebuah Universitas di Salatiga yang terpaksa keluar dari Universitas tersebut karena menolak beberapa kebijakan dari pengurus yayasan dan pimpinan Universitas yang dinilai tidak demokratis, bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan, dan tidak menjunjung tinggi kebebasan akademis serta otonomi kampus. Berdirinya Lembaga Percik merupakan wadah baru untuk mewujudkan idealisme mereka mengenai masyarakat yang demokrastis dan berkeadilan sosial.

Kelahiran Percik juga tidak dapat dilepaskan dari tuntutan yang semakin luas dalam masyarakat Indonesia tentang perlunya proses demokratisasi dilaksanakan dengan segera di berbagai bidang kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Tuntutan tersebut muncul sebagai bagian dari keprihatinan yang meluas di masyarakat terhadap sistem politik yang semakin sentralistik, hegemonik, opresif, dan tidak toleran. Sistem politik yang tidak sehat tersebut berakibat pada rendahnya kesadaran dan partisipasi politik rakyat, tiadanya ruang publik yang memungkinkan

(2)

23

terjadinya pertukaran wacana publik secara bebas, tidak berkembangnya lembaga-lembaga demokrasi, lemahnya penegakan hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM), serta birokrasi pemerintahan yang korup. Di lain pihak perkembangan masyarakat menunjukan kecederungan kearah masyarakat plural yang tersekat-sekat yang di dalamnya mengandung potensi konflik horisontal yang besar.

Kondisi politik yang tidak sehat tersebut melanda kehidupan politik baik pada aras nasional, maupun pada aras lokal. Keterlibatan panjang staf Percik dalam berbagai penelitian dan studi pada aras lokal yang dimiliki secara individual oleh staf Percik dan dilandasi pula oleh keyakinan bahwa bagi masa depan Indonesia arena politik pada aras lokal ini justru semakin penting dan menentukan, maka lahirnya Percik merupakan perwujudan dari keinginan untuk ikut menggulirkan proses demokratisasi politik pada aras lokal.

Percik sebagai Lembaga Independen yang didirikan untuk penelitian sosial, demokrasi dan keadilan sosial memiliki visi jangka panjangnya sebagai berikut:

 Mendukung penciptaan masyarakat sipil, melalui pemberdayaan lembaga-lembaga demokrasi dan pengembangan nilai-nilai demokrasi;

 Mendorong masyarakat pada penyadaran akan dasar-dasar kehidupan masyarakat plural dan toleransi dalam seluruh kehidupan sosial;

 Memberikan perhatian pada dasar-dasar masyarakat sipil, HAM khususnya bagi orang-orang yang telah dilemahkan dan dipinggirkan dari pelayanan pemerintah dan sistem hukum.

Visi tersebut dalam kurun waktu yang lebih pendek khususnya mengacu kepada tuntutan perkembangan yang ada dalam masyarakat saat ini, mendorong Percik untuk mengutamakan segi-segi berikut:

(3)

24  Peningkatan kinerja pemerintah lokal menuju kearah pemerintahan lokal

yang sehat dan baik;

 Meningkatkan kesadaran politik masyarakat kearah perwujudan prinsip-prinsip bernegara dan bermasyarakat yang demokratis, menjunjung tinggi penegakan hukum dan menghormati Hak Azasi Manusia (HAM);

 Memperkuat civil society yang berbasis pada nilai-nilai pluralisme dan toleransi.

Untuk mewujudkan ketiga segi dari visi tersebut, misi Percik berpusat kepada tiga pilar kegiatan berikut:

 Menyelenggaraan kegiatan-kegiatan studi dan penelitian yang memenuhi standar keilmuan yang tinggi, independen, serta memenuhi nilai-nilai kegunaan bagi kehidupan masyarakat luas.

 Melakukan kegiatan refleksi sebagai upaya untuk meningkatkan pemahaman yang lebih mendalam terhadap berbagai gejala yang diteliti, serta menghubungkannya dengan berbagai nilai luhur yang diyakini dan menjadi komitmen Percik.

 Melakukan program aksi yang ditujukan kepada terciptanya masyarakat demokratis dan berkeadilan.

Terutama sejak lima tahun terakhir, relasi dan kerjasama Percik dengan berbagai mitra telah berkembang dengan pesat. Relasi tersebut antara lain dengan :

1. Relasi dengan berbagai pusat studi

Melalui penyelenggaraan seminar internasional tahunan di bidang politik lokal, telah terjalin jaringan antar para pemerhati dan peneliti di bidang politik lokal dari berbagai pusat studi di dalam maupun luar negeri.

Kerjasama dengan berbagai pusat studi juga terbina melalui kerjasama di bidang penelitian. Beberapa diantaranya adalah kerjasama

(4)

25

dengan P3PK Gajah Mada, kantor Menteri Riset dan Teknologi, Universitas Melbourne, dan Free University di Amsterdam.

Sejak tahun 2000 Universitas Twente di Negara Belanda mengirimkan beberapa mahasiswanya untuk berada 6 bulan di Percik dalam rangka kuliah kerja atau penulisan tesis mereka. Bersama-sama dengan Free University di Negara Belanda, beberapa Universitas dari Vietnam, Thailand, Singapore, Malaysia, dan Indonesia, Percik ikut mengembangkan jaringan studi Asia Tenggara. Jaringan ini semakin memperoleh bentuknya melalui penyelenggaraan seminar dan konferensi pada akhir Maret 2005 yang lalu.

Selain kerjasama di bidang penelitian, kerjasama dengan Free University di Amsterdam mengambil bentuk kesediaan Universitas tersebut mendukung program studi lanjut staf Percik.Empat orang staf Percik memperoleh dukungan pendanaan dari Free University untuk melanjutkan studi S2 mereka di beberapa Universitas di Indonesia.

Mulai awal Januari 2006 Percik telah melakukan kerjasama dengan program Sourth East Asia - ANU (Australian National University), yaitu menerima mahasiswa dari universitas tersebut untuk melakukan Practical Assigment (KKN) di Percik. Pada tahun 2006 sudah ada dua mahasiswa dari ANU yang melakukan Practical Assigment, dan akan dilanjutkan pada tahun-tahun berikutnya.

2. Relasi dengan berbagai kelompok dan organisasi keagamaan

Relasi dengan berbagai kelompok keagamanaan, khususnya di tingkat lokal, terbina melalui kerjasama di bidang advokasi.Relasi dengan Matakin terbina dangan baik melalui keikutsertaan Percik dalam memperjuangkan pengakuan terhadap Kong Hoe Tjoe sebagai agama resmi di Indonesia. Relasi dan kerjasama dengan organisasi gereja-gereja di Indonesia, dengan pesantren, organisasi Islam, Hindu dan Budha terjalin

(5)

26

melalui kerjasama dalam mengembangkan forum-forum dialog pada tingkat lokal dan dalam penyelenggaraan program bersama untuk kepentingan umum (antara lain misalnya program besama dalam pengentasan kemiskinan, program pengembangan wacana pluralisme, demokrasi, dan pendidikan kewarganegaraan).

3. Relasi dengan berbagai LSM di tingkat lokal, profinsial, nasional

Relasi Percik dengan berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat terbentuk melalui keikutsertaan dalam beberapa jaringan lembaga atau organisasi swadaya masyarakat baik di tingkat lokal, regional maupun nasional. Beberapa jaringan itu antara lain adalah:

a) Kelompok Indonesia bagi Penanggulangan Kemiskinan Struktural (KIKIS).

b) Forum Pengembangan Partisipasi Masayarakat (FPPM). c) Forum Partisipasi Pembaharuan Desa (FPPD)

d) Kaukus 17 ++.

e) Jaringan Pendidikan Pemilih Untuk Rakyat (JPPR) 4. Relasi dengan berbagai lembaga donor

Relasi dengan The Ford Foundation terjalin sejak tahun 1999. The Ford Foundation telah memberikan dukungan pendanaan antar lain bagi pengembangkan Pusat Penelitian Politik Lokal (P2PL). Dukungan dana tersebut memungkinkan Percik melakukan kegiatan penelitian, mengorganisir seminar tahunan dinamika politik lokal, menyelenggarakan pelatihan penelitian bagi peneliti pemula dari beberapa daerah di luar Jawa. The Ford Foundation juga telah memfasilitasi keikutsertaan staf percik dalam perkunjungan studi ke beberapa negara, yaitu India, Brazilia dan Inggris. Dalam salah satu penyelenggaraan seminar tahunan dinamika

(6)

27

politik lokal, selain dari Ford Foundation, Percik memperoleh dukungan pendanaan dari Oxfam Hongkong.

Sejak akhir tahun 1998 The Asia Foundation di Jakarta telah bekerjasama dengan Percik antara lain dalam program-program pemberdayaan pemilih dan pendidikan kewarganegaraan, peningkatan kinerja penyelenggaraan pemerintahan lokal, dan program peningkatan kinerja kepolisian berbasis masyarakat.

Percik bekerjasama dengan Christian Reformed World Relief Committee dalam melaksanakan program-program pendidikan kewarganegaraan dan peningkatan kapasitas organisasi di lingkungan warga dan lembaga gereja.Sejak awal tahun 2005 kerjasama dengan CRWRC ini juga meliputi program pemulihan Aceh pasca tsunami.

Sejak tahun 2003 Percik telah bekerjasana dengan Uniting Protestant Chuches in the Netherlands untuk pengembangan program-program dialog dan kerjasama lintas Iman di Indonesia dan di Negara Belanda. Bersama dengan ICCO Gereja-gereja Belanda ini ikut mendukung pelaksanaan program pendidikan pemilih lintas agama di Sumatra Selatan, Sumba dan Jawa Tengah.

4.2.

Latar Belakang Program Community Oriented Policing

(COP/POLMAS)

Pada saat jatuhnya masa Orde Baru, terjadi tuntutan perubahan (reformasi) di berbagai bidang kehidupan di Indonesia. Salah satunya adalah tuntutan perubahan institusi Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Tuntutan ini didasarkan pada kenyataan bahwa pada saat masa Orde Baru, Polri mendapatkan sorotan dari maupun luar negeri mengenai pelanggaran HAM di masa lalu dan pelayanan publik yang belum memuaskan di tengah – tengah masyarakat. Namun, secara bertahap melaksanakan perubahan struktur, manajemen, dan pelaksanaan fungsi secara

(7)

28

menyeluruh. Upaya untuk mereformasi polisi, sebenarnya telah banyak dilakukan. Di aras instrument hukum misalnya, perubahan itu didukung oleh kehadiran sejumlah instrument diantaranya TAP MPR No. VI/MPR/2000 tentang Pemisahan Polri dan ABRI (sekarang TNI), TAP MPR No. VII/MPR/2000 tentang peran TNI dan Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia, Keppres No. 89/2000 tentang kedudukan kepolisian Negara Republik Indonesia, Keppres No. 54/2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Namun, demikian dorongan tersebut tidak serta merta merubah watak dan perilaku polisi tetapi, perlu dukungan dari berbagai pihak untuk mewujudkan polisi sipil yang profesional dengan melibatkan partisipasi masyarakat.

Penyelengaraan program COP/POLMAS ini didorong dengan keyakinan bahwa Polri sadar akan kelemahan dan keterbatasannya dalam menjadikan polisi bersih dan akuntabel. Selain itu, kegiatan ini juga membuat masyarakat semakin terbuka terhadap kebutuhan akan ketentraman dan keamanan yang antara lain, hanya akan diperoleh jika polisi dapat berfungsi sebagaiman mestinya.

Keikutsertaan LSM Kampoeng Percik ini dilakukan melalui program community oriented policing (COP) atau sering disebut perpolisian masyarakat (POLMAS). Pada tahun 2004 sampai 2013 LSM Kampoeng Percik Salatiga dengan dukungan The Asia Foundation (TAF) menginisiasi program Community Oriented Policing (COP/POLMAS).

Skep Kapolri No. 737/X/2005 tentang Kebijakan dan Strategi Penerapan Model Perpolisian Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Tugas Polri, antara lain ingin mengedepankan polisi sebagai sosok sipil, humanis, dan dekat dengan masyarakat. Keterlibatan masyarakat sangat diharapkan untuk mendorong percepatan upaya reformasi kepolisian.Salah satu kelompok masyarakat yang dipandang cukup strategis dalam membawa perubahan adalah kelompok keagamaan. Dapat digarisbawahi bahwa

(8)

29

dalam proses reformasi ini adalah pengakuan akan pentingnya aktor – aktor dari masyarakat sipil untuk terlibat dalam proses reformasi tersebut. Pengakuan dan kebutuhan Polri terhadap prinsip bahwa polisi tidak bisa berbuat banyak jikalau terisolasi dari publik dan hanya mengandalkan diri sendiri didalam kegiatan operasionalnya. Melalui proses keterbukaan dan kemitraan ini diharapkan juga akan membantu masyarakat untuk memahami masalah – masalah yang dihadapi oleh Polri sehingga akan mendorong masyarakat untuk terlibat didalam memberikan kontribusi dalam memperbaiki citra polisi dan meningkatkan kinerjanya.

Perubahan yang diharapkan dalam program COP/POLMAS adalah : a. Kinerja polisi dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat. Jika

terjadi tindakan melanggar hukum, polisi secara proaktif (tepat sasaran dan bijak) menindaklanjuti agar masyarakt tidak main hakim sendiri.

b. Berubahnya persepsi masyarakat terhadap polisi dari yang menganggap polisi sebagai sosok yang menakutkan, “pemeras”, “korup”, “pelindung”, berbagai penyakit masyarakat kearah polisi sebagai mitra masyarakat dalam menciptakan ketertiban dan keamanan.

4.3.

Konsep Community Oriented Policing (COP/POLMAS)

1

Pada umumnya konsep COP/POLMAS sebagai berikut: 1. Mengembangkan konsep siskampling menjadi POLMAS.

2. POLMAS mengadopsi konsep Community Oriented Policing yang dikembangkan dinegara-negara maju.

3. POLMAS menggunakan modal penyelenggaraan fungsi kepolisian melalui pendekatan kemanusiaan yang menempatkan masyarakat sebagai mitra kerja dengan upaya penegakan hukum, pembinaan keamanan dan ketertiban masyarakat.

1

(9)

30

4. Gagasan POLMAS ditanamkan kepada Polri dengan harapan mewujudkan sikap dan perilakunya untuk menarik simpati dan dukungan masyarakat. 5. Perwujudan polmas menjunjung tinggi nilai-nilai sosial atau kemanusiaan

untuk saling menghargai antara polisi dengan warga masyarakat dalam menciptakan penyelenggaraan fungsi kepolisisan dan kualitas hidup masyarakat.

6. POLMAS menekankan kemitraan yang sejajar dalam menyelesaikan dan mengatasi permasalahan sosial.

7. Pembentukan POLMAS melibatkan tiga komponen yaitu: masyarakat, Polri dan Pemda karena POLMAS harus memiliki :

a) FKPM (Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat) yang terdiri atas perwakilan tokoh masyarakat, tokoh agama.

b) Anggota Polri yang bertempat tinggal dalam wilayah masyarakat yang bertugas sebagai POLMAS.

c) Fasilitas tempat BKPM (Balai Kemitraan Polisi dan Masyarakat) 8. FKPM dan POLMAS dituntut untuk menemukan faktor penyebab

gangguan kamtibmas dan mengambil langkah-langkah pemecahannya dan merekomendasikan jalan keluar kepada Pemda atau Polri jika tidak dapat diatasi sendiri.

9. FKPM bukan lembaga kontrol terhadap Polri tetapi dapat menampung keluhan warga.

10.Syarat pembentukan POLMAS:

a) Petugas polmas harus memenuhi persyaratan tertentu dan melalui proses pelatihan.

b) Anggota FKPM juga harus melalui proses penataran.

c) Pembentukan POLMAS harus didasarkan atas aspirasi masyarakat melalui tokoh-tokohnya.

11.Jika POLMAS belum dibentuk maka dihimbau agar masyarakat,

a) Membantu upaya Polri mereformasi diri dengan menutup peluang KKN.

(10)

31

c) Menciptakan hubungan warga yang santun, beradab dan saling menghargai.

d) Bangun sikap peduli terhadap sesama tidak terprovokasi.

4.3.1.

Struktur Organisasi

Pengurus Yayasan :

 Nico L. Kana (Ketua)

 Sukotja (Sekertaris)

 Heru Wijatsih Kumat Trijanto (Bendahara) Direktur : Pradjarta Dirjosanjoto

Wakil Direktur :

 Heri Wibowo Trisaksono

 Singgih Nugroho Penelitian :

 Nico L. Kana (Tenaga Ahli)

 Setyo Handoyo  C. Dwi Wuryaningsih  Mohammad Akbar  Singgih Nugroho  Haryani Saptaningtyas  Slamet Luwihono  Halomoan Pulungan Advokasi :  Budi lazarusli  RH Dwiprasetya  Heri Wibowo T.

 Christina Arief T. Mumpuni

 Agung Waskitoadi

 Damar Waskitojati Unit Penunjang Program :

 Wachid Nurhadi (Publikasi dan Dokumentasi)

 Bernadetta Rorita Dewi (Pengelolaan Kampoeng)

 Agus Widodo (Perpustakaan) Administrasi, Keuangan dan Kerumahtanggaan :

 Agung Ari Mursito

 Ambar Istiyani  Dewi Retnowati  Agnestya Widiyanti  Wagiman  Sumiyati  Mulyono  Slamet Riyadi  Rakimin  Slamet Hartono

(11)

32

4.3.2.

StrategiCommunity Oriented Policing (COP/POLMAS) –

Percik

Dukungan masyarakat tidak bisa diwujudkan begitu saja karena citra polisi di tengah – tengah masyarakat relatif belum membaik. Salah satu program yang dianggap efektif untuk mendekatan relasi polisi dan masyarakat melalui program Community Oriented Policing

(COP/POLMAS). Langkah awal LSM Kampoeng percik ini dengan melakukan pilot project dalam menjalankan program COP/POLMAS, pelaksanaan program ini dimulai di 2 (dua) kampung, yaitu kampung Nobowetan (Kel.Noborejo, Kec. Argomulyo) untuk mewakili wilayah pedesaan dan kampung Turusan (Kel.Salatiga, Kec.Sidorejo) untuk mewakili kampung dengan karakteristik perkotaan. Pada fase awal dilanjutkan dengan melakukan need assessment (NA), hal ini dilakukan untuk mendapatkan pengetahuan awal tentang masalah – masalah di dalam masyarakat, pengetahuan, persepsi serta harapan – harapan masyarakat terhadap peranan dan kinerja polisi.

Kegiatan yang dilakukan diantaranya sosialisai COP/POLMAS melalui cultural event, olah raga, seminar, workshop dan process documentation research (PDR) untuk mendokumentasikan setiap kegiatan yang telah terlaksana. Kegiatan ini dilakukan untuk mengenalkan program COP/POLMAS kepada masyarakat dan sampai pada akhirnya LSM Kampoeng Percik menginisiasi terbentuknya kelompok kerja (Pokja) untuk merancang kegiatan – kegiatan antara polisi dan masyarakat, secara berkala Pokja selama satu bulan sekali mengadakan pertemuan untuk membahas isu – isu di seputar pelayanan publik oleh polisi kepada masyarakat dan partisipasi masyarakat dalam menjaga keamanan dan lingkungan.

Kegiatan – kegiatan COP/POLMAS direncanakan dan dilakukan cukup bervariasi. Namun, harus tetap merefleksikan prinsip – prinsip

(12)

33

COP/POLMAS, yaitu : kemitraan, pemberdayaan, pemecahan masalah, akuntabilitas dan berorientasi pada pemberian pelayanan bentuk – bentuk aktivitas COP/POLMAS yang telah dilakukan :

 Kegiatan survey yang dilakukan guna mengkaji dan menjelaskan hubungan terkini antara polisi dengan masyarakat serta eluang untuk melibatkan para stakeholder kunci yang terkait dengan kinerja kepolisian.

 Lokakarya yang dilakukan untuk mempresentasikan dan mendiskusikan hasil – hasil temuan survey serta untuk mempelajari penerapan community oriented policing di daerah dan negara – negara lain sebagai referensi untuk mengidentifikasikan metode – metode yang cocok dengan konteks lokal

 Memfasilitasi pertemuan forum polisi dan masyarakat secara berkala (setidaknya dilakukan sekali dalam satu bulan). Tujuannya adalah untuk menciptakan saluran - saluran komunikasi yang efektif antara polisi dan anggota masyarakat.

 Pembentukan kelompok kerja atau lembaga pemantau local yang bertujuan untuk memantau kinerja aparat kepolisian dengan menguapayakan terjadinya hubungan yang aetara antara polisi dan masyarakat.

 Pendidikan publik tentang Community Oriented Policing.

 Melakukan berbagai bentuk kegiatan media publikasi dalam rangka untuk menarik kepedulian dan keterlibatan publik dalam program Community Oriented Policing.

 Melakukan evaluasi secara berkala, khususnya untuk mengumpulkan tanggapan dari para stakeholder atas kemajuan pelaksanaan program.

(13)
(14)

35

4.3.3.

Tujuan

Tujuan yang hendak dicapai oleh LSM Kampoeng Percik dalam melaksanakan Program COP/POLMAS antara lain :

a. Mencairkan hubungan antara polisi dan masyarakat yang dilayaninya agar tercipta kemitraan yang dilandasi oleh saling percaya dan saling membutuhkan.

b. Meningkatkan kualitas pelayanan polisi dalam jalinan kerjasama proaktif dengan masyarakat.

c. Menciptakan suasana kondusif bagi upaya meniadakan terjadinya tindakan kriminalitas.

4.3.4.

Hambatan Program COP/POLMAS

Proses program COP memiliki beberapa kendala seperti yang disampaikan oleh Bp. Heri Wibowo T, adalah :

a) Belum adanya kebijakan dan rencana implementasi yang memadai dan jelas. Misalnya : UU NO 2 tahun 2002 tentang kepolisian yang tidak menyebutkan secara ekspilisit tentang Community Policing meskipun pasal 2 menyebutkan, “melayani dan melindungi masyarakat”, bisa diinterpretasikan sebagai dasar untuk mengembangkan Community Policing.

b) Secara keseluruhan masih lemahnya dukungan kelembagaan yang disebabkan belum adanya kebijakan dan rencana implementasi yang jelas dan memadai tetapi juga terkait dengan masih lemahnya kepemimpinan dan sumberdaya.

c) Struktur sentralistik polri yang harus berhadapan dengan isu-isu desentralisasi, khususnya terkait dengan hubungan kepolisian dengan pemerintah daerah.

d) Lemahnya pemahaman konseptual dan inovasi dalam mengembangkan

Community Oriented Policing yang umumnya disebabkan oleh masalah-masalah yang terkait dengan aspek-aspek organisasi seperti managemen perencanaan, strategis, struktur dan sistem informasi.

(15)

36

4.4.

Profil Kelurahan Pulutan

Berdasarkan TAP MPR Nomor II/MPR/1993 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara, khususnya yang berkaitan dengan Sistem Keamanan dan Ketertiban Masyarakat Swakarsa, yaitu suatu sistem keamanan dan ketertiban yang mengupayakan hidupnya peranan dan tanggung jawab dalam pembinaan dan pengembangan keamanan, menyeimbangkan dan menyerasikan hubungan satu sama lain yang tumbuh dan berkembang atas kehendak dan kemampuan masyarakat sendiri, untuk mewujudkan daya tangkal, daya cegah dan daya penanggulangan masyarakat terhadap setiap kemungkinan gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat, didalam UU No. 2 TH 2002 Pasal 3 dijelaskan tentang pengamanan Swakarsa yang melibatkan masyarakat dalam membantu memelihara Kamtibmas, yang ditindak lanjuti dengan Surat Keputusan Kapolri No. Pol. : Skep/ 737/ 2005 tentang kebijaksanaan dan strategi penerapan model perpolisian masyarakat dalam penyelenggaraan tugas Polri, selanjutnya dipertegas dengan peraturan Kapolri No. : 7/ 2008 tentang pedoman dasar strategi dan implementasi perpolisian masyarakat dalam penyelenggaran tugas pokok Polri.

Dalam penyelenggaraan Pembinaan Sistem Keamanan dan Ketertiban Masyarakat Swakarsa, alat negara, penegak hukum, pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat yang profesional dan dapat dipercaya sebagai mitra dalam menyelesaikan berbagai masalah kamtibmas. Kemudian pada tahun 2007 di Kota Salatiga telah dibentuk FKPM/Polmas yang ada di 22 kelurahan dengan tujuan membantu Polri untuk menyelesaikan perkara-perkara tindak pidana ringan dan permasalahan sosial yang ada di kelurahan masing-masing.

Permasalahan gangguan kamtibmas yang terjadi belakangan ini begitu beragam mulai dari KDRT, penganiayaan, pencurian, terorisme maupun permasalahan sosial. Banyak faktor yang berperan di dalam mewujudkan kondisi yang aman, tertib dan kondusif. Peran tersebut tidak semata-mata hanya dari pihak Polri saja, tetapi sangat didukung oleh peran serta masyarakat maupun aparat Pemerintah Kota.

(16)

37

FKPM yang ada di Kota Salatiga merupakan salah satu bagian dari komponen masyarakat yang membantu tugas Polri untuk menciptakan situasi yang aman dan tertib. Dan FKPM menampung segala keluhan masyarakat dan mempunyai kewenangan untuk menyelesaikan permasalahan yang sifatnya ringan / tipiring, maupun permasalahan sosial yang ada diwilayahnya.

Melalui pemberdayaan FKPM diharapkan dapat mengurangi kriminalitas yang meresahkan masyarakat sehingga tercipta kondisi / situasi Kota Salatiga yang tertib dan kondusif.

4.4.1. D A S A R

1. Undang-Undang No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

2. Keputusan Kapolri No.Pol. : SKEP/737/X/2005 tanggal 13 Oktober 2005 tentang Kebijakan dan Strategi Penerapan Perpolisian Masyarakat dalam Penyelenggaraan Tugas Polri.

3. Surat Keputusan Kapolri No.Pol. : SKEP/431/VII/2006 tanggal 1 Juli 2006 tentang Pedoman Pembinaan Personil Pengemban Fungsi Perpolisian Masyarakat (Polmas).

4. Surat Keputusan Kapolri No.Pol. : SKEP/VII/2006 tanggal 1 Juli 2006 tentang Pembentukan Operasionalisasi Perpolisian Masyarakat (Polmas). 5. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia nomor 7 tahun

2008 tentang Pedoman Dasar Strategi dan Implementasi Pemolisian Masyarakat dalam Penyelenggaraan.

6. Rencana Kerja Polres Salatiga tentang Community Policing.

4.4.2. LATAR BELAKANG

a. Sebelum Konsep Community Oriented Policing diluncurkan terutama di negara-negara maju, penyelenggaraan tugas-tugas kepolisian baik dalam pemeliharaan keamanan dan ketertiban maupun penegakan hukum dilakukan secara konvensional. Polisi cenderung melihat dirinya semata-mata sebagai pemegang

(17)

38 otoritas dan institusi kepolisian dipandang semata-mata sebagai alat negara. Sehingga pendekatan kekuasaan bahkan tindakan represif seringkali mewarnai pelaksanaan tugas dan wewenang kepolisian walaupun prinsip-prinsip “melayani dan melindungi” (to serve and to protect) ditekankan. Pendekatan-pendekatan yang birokratis, sentralistik, serba sama/seragam mewarnai penyajian layanan kepolisian. Gaya perpolisian tersebut mendorong polisi untuk mendahulukan mandat Pemerintah Pusat dan mengabaikan “persetujuan” masyarakat lokal yang dilayani. Selain itu, polisi cenderung menumbuhkan sikap yang menampilkan dirinya sebagai sosok yang formal dan eksklusif dari anggota masyarakat lainnya. Pada akhirnya semua itu berakibat pada memudarnya legitimasi kepolisian di mata publik pada satu sisi, serta semakin berkurangnya dukungan publik bagi pelaksanaan tugas kepolisian.

b. Kondisi seperti diutarakan pada huruf „a‟ juga terjadi di Indonesia, lebih-lebih ketika Polri dijadikan sebagai bagian integral ABRI dan Polisi merupakan prajurit ABRI yang dalam pelaksanaan tugasnya diwarnai sikap dan tindakan yang kaku bahkan militeristik yang tidak proporsional. Perpolisian semacam itu juga ditandai antara lain oleh pelaksanaan tugas kepolisian, utamanya penegakan hukum yang otoriter, kaku, keras dan kurang peka terhadap kebutuhan rasa aman masyarakat. Di sisi lain pelaksanaan tugas kepolisian sehari-hari lebih mengedepankan penegakan hukum utama untuk menanggulangi tindak pidana. Berdasarkan TAP MPR nomor II/MPR/1993 tentang GBHN yang berkaitan dengan Sistem Keamanan dan Ketertiban Masyarakat Swakarsa, Polri dibebani tugas melakukan pembinaan kamtibmas yang diperankan oleh Babinkamtibmas sebagai ujung tombak terdepan. Pendekatan demikian memposisikan masyarakat seakan-akan hanya sebagai obyek dan polisi sebagai subyek yang “serba lebih” sehingga dianggap figur yang mampu menangani dan menyelesaikan segenap permasalahan kamtibmas yang dihadapi masyarkat.

c. Sejalan dengan pergeseran peradaban umat manusia secara universal, terutama di negara-negara maju, masyarakat cenderung semakin “jenuh” dengan cara-cara Lembaga Pemerintah yang birokratis, resmi, formal/kaku, general/seragam dan lain-lain dalam menyajikan layanan publik. Terdapat kecenderungan bahwa masyarakat lebih menginginkan pendekatan-pendekatan yang personal dan menekankan pemecahan masalah daripada sekedar terpaku pada formalitas hukum terutama menyangkut pertikaian antar warga. Penyelesaian dengan

(18)

39 mekanismua informal dipandang lebih efektif daripada proses sistem peradilan pidana formal yang acapkali kurang memberikan peranan yang berarti bagi korban dalam pengambilan keputusan penyelesaian maslaah yang dideritanya. d. Kondisi sebagaimana diutarakan di atas mendorong diluncurkannya

program-program baru dalam penyelenggaraan tugas-tugas kepolisian terutama yang disebut Community Oriented Policing. Lambat laun Community Oriented Policing tidak lagi hanya merupkan suatu program dan/atau strategi melainkan suatu falsafah yang menggeser paradigma konvensional menjadi suatu model perpolisian baru dalam masyarakat madani. Model ini pada hakekatnya menempatkan masyarakat bukan semata-mata sebagai obyek tetapi Mitra Kepolisian dan pemecahan masalah (pelanggaran hukum) lebih merupakan kepentingan daripada sekedar proses penanganan yang formal/prosedural.

4.5.

KONDISI WILAYAH

4.5.1 DATA GEOGRAFI

Kondisi Wilayah Kelurahan Pulutan Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga sebagai salah satu wilayah kelurahan yang berada dibagian barat Kota Salatiga dapat dilihat dari beberapa aspek kondisi letak, antara lain :

a. Letak Geografis

Secara geografis Kelurahan Pulutan Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga

terletak diantara 1108‟58-11032‟14,64 bujur timur dan 007 17-007 23 lintang selatan, dengan luas wilayah + 237,11 Ha.

Adapun batas wilayahnya, meliputi:

 Sebelah Timur : Kelurahan Sidorejo Lor  Sebelah Utara : Kelurahan Blotongan  Sebelah Selatan : Kelurahan Kecandran

 Sebelah Barat : Desa Candirejo, Desa Jombor Kec. Tuntang Kab. Semarang

b. Kondisi Topografi

Ditinjau dari kondisi Topografi Kelurahan Pulutan Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga memiliki keadaan permukaan tanah yang cukup bervariasi, antara lain:

(19)

40 Bergelombang, meliputi wilayah Dukuh Krompaan, Ngablak.

Datar, meliputi wilayah Dukuh Rejosari, Pulutan Lor dan Pulutan Kidul.

c. Kondisi Demografi Dan Pembagian Administrasi Pemerintahan Luas wilayah Kelurahan Pulutan terbagi dalam 5 RW dan 19 RT yaitu :

o Rukun Warga I Rejosari terdiri dari 5 Rukun Tetangga

o Rukun Warga II Pulutan Lor terdiri dari 4 Rukun Tetangga

o RukunWarga III Pulutan Kidul terdiri dari 3 RukunTetangga

o Rukun Warga IV Ngentaksari terdiri dari 3 Rukun Tetangga

o Rukun Warga V NGablak terdiri dari 4 Rukun Tetangga

Dari jumlah 5 wilayah RW dan 19 wilayah RT tersebut yang tersebar di Kelurahan Pulutan sangat membantu sekali dalam proses penyelenggaraan pemerintahan, keamanan. ketertiban dan kemasyarakatan.

Jumlah penduduk Kelurahan Pulutan sebanyak 3.240 jiwa, yang terdiri dari 1.667 laki-laki dan 1.573 perempuan dari 854 Kepala Keluarga.

Kalau dicermati dengan sekama dari segi sosial ekonomi masyarakat Kelurahan Pulutan sangat beragam, mulai dari pegawai negeri, pedagang, petani, jasa, guru, buruh, karyawan, mahasiswa dan lain-lain. Dari faktor usia cukup produktif karena banyak mahasiswa, guru, dan karyawan.

4.5.2 DATA DEMOGRAFI

Data jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian dan tingkat pendidikan :

1. Mata pencaharian penduduk

No Jenis Pekerjaan Jumlah Orang

1 Pegawai Negeri Sipil dan ABRI/TNI,

POLRI 49 2 Dosen / Guru 7 3 Guru 45 3 Karyawan BUMN 4 4 Karyawan Swasta 363 5 Pedagang 14

(20)

41 7 Buruh Tani 54 8 Petani 45 9 Pensiunan 31 10 Lain - lain 1308 Jumlah 3240

Tidak / Belum Bekerja 557

2. Tingkat Pendidikan penduduk

No Tingkat Pendidikan Penduduk Jumlah Orang 1 Tamat Akademi / PT 155

2 Tamat SLTA 309

3 Tamat SLTP 299

3 Tamat SD 696

4 Belum Tamat SD 582

5 Belum Tamat Sekolah 567

6 Tidak Sekolah 332

Jumlah 2940

3. Sarana dan prasarana.

Sarana dan prasarana yang ada di Kelurahan Pulutan adalah sbb:

No Sarana dan Prasarana Jumlah Unit

Pendidikan 1 SMA/SMK 1 2 SMP 1 3 SD 2 4 MI 1 5 TK 1 6 POS PAUD 2 Kesehatan 7 Puskesmas Pembantu 1

(21)

42 8 Posyandu Balita 5 9 Posyandu Lansia 3 Peribadatan 10 Masjid 5 11 Musholla 16 Perekonomian 12 Industri Kecil 3 13 Industri Rumah Tangga 44

Lembaga Keuangan

14 Koperasi 1

15 UED SP 1

4.5.3 KELEMBAGAAN

Mengacu pada Undang-undang 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka telah ditegaskan bahwa keberadaan Kelurahan Pulutan merupakan perangkat daerah yang berada dibawah camat. Kelurahan dipimpin langsung oleh seorang Lurah atau Kepala Kelurahan, oleh karena itu kelurahan masih merupakan bagian dari kecamatan yang tak terpisahkan yang memiliki tugas dan fungsi melaksanakan kewenangan pemerintah yang dilimpahkan langsung oleh Walikota melalui camat untuk mengkoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan. Disamping itu Lurah dalam penyelenggaraan pemerintahan dibantu oleh lembaga-lembaga yang ada dikelurahaan.

1. Berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) nomor 11 Tahun 2004 tentang Susunan Organisasi Tata Kerja Kelurahan 2010 sebagai berikut :

a. b. c. d. e. f. Lurah Sekretaris Kasi Pemerintahan Kasi Pembangunan Kasi Kesra Kasi Trantib : : : : : : H. Akhmad Kharis, SE Gatot Wahyudi ,SP Tyas Hening Utari, BcHk Tutik Setyawati,SE Sugiantini, SE Kustamhaji, BA.

(22)

43 g. h. i j.. Staf Staf Staf Staf : : : : Kadariyah Sri Karyanti

Basuki Rakhmat, A.Md Ardila Lutfi, AMd

2. Lembaga Kemasyarakatan :

a. LPMK ( Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan ) Ketua : HM Syafii

b. PKK ( Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga ) Ketua : Ibu Akhmad Kharis c. Karang Taruna

Ketua : Rofii d. RT/RW

e. PSM ( Pekerja Sosial Masyarakat ) Ketua : Soelimin f. BKM ( Badan Keswadayaan Masyarakat )

Koordinator : HM Syafii g. FKPM (Forum Kemitraan Polisi Masyarakat)

Ketua : HM Syafii h. FKS (Forum Keluarga Sehat)

Ketua : Sutarti Suroso i. Kader Pembangunan

1. Saefudin Kolyubi 2. Umi Kholifah 3. Sam‟ani 4. Jumiat

j. Organisasi Sosial Keagamaan 1. Nahdlatul Ulama

Ketua : Fauzan Anwar 2. Muslimat NU

(23)

44

4.5.4 DATA SUMBERDAYA MANUSIA

1. TOKOH AGAMA

No Nama Alamat

1 K. Nurul Yakin Al Hafidz RT 01 RW 01 2 H Hanafi RT 03 RW 01

3 Zaedi RT 03 RW 01

4 KH Sonwasi Ridwan RT 01 RW 02 5 KH Drs Abdul Basith MpdI RT 01 RW 02 6 KH Zunaidi BA RT 01 RW 02 7 KH Koderi Nawawi RT 01 RW 02 8 H Bastari MS RT 03 RW 02 9 K Nayiri Ashar RT 03 RW 02 10 K Dimyati Haromain RT 01 RW 03 11 KH Dimyati Susilo RT 03 RW 03 12 KH Ahsin Mansur RT 02 RW 03 13 KH Drs. Usman Mansur RT 04 RW 05 14 K Munawir RT 01 RW 04 15 K Suudi RT 03 RW 04 16 K Abdul Hanan RT 01 RW 05 17 KH Abdul Rohim RT 02 RW 05 18 K Mandzur RT 03 RW 05 2. TOKOH PEMUDA 1 Khomisun RT 02 RW 01 2 Agus Wibowo RT 01 RW 02 3 Rofii RT 03 RW 02 4 Uswatun Hasanah RT 01 RW 02 5 Rio Abinowo RT 03 RW 02 6 Hilmy Wibowo RT 01 RW 02

(24)

45 7 Jamiat Dahlan RT 01 RW 02 3. TOKOH MASYARAKAT 1 Budi Santosa RT 05 RW 01 2 H Hardjono RT 05 RW 01 3 HM Syafii RT 03 RW 02 4 Kusnohadi RT 03 RW 02 5 Sonaah RT 01 RW 02 6 Soelimin RT 01 RW 02 7 Jumiat RT 03 RW 03 8 Umi Kholifah RT 03 RW 04 9 Samsul Hadi SPd RT 01 RW 04 10 H Aminudin RT 01 RW 05 11 Samsul Maarif RT 01 RW 04 12 Basuki Ahmad RT 01 RW 02

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian dalam skripsi ini menghasilkan beberapa konklusi, yaitu; 1) Terdapat korelasi antara penafsiran MTA dengan penafsiran para mufasir terdahulu, yang dapat

Adapun adanya perceraian ini Anak korban dari perceraian kesehariannya diasuh oleh keluarga besar extended family di dalam keluarga tersebut tentu terdapat perubahan fungsi

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti sendiri tentang collaborative governance program Gandeng-Gendong Kota Yogyakarta maka yang menjadi saran

)paya preBentif dilakukan untuk men$egah terjadinya penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh alatmesin dan masyarakat yang berada di sekitar lingkungan

dengan suara yang lantang.Ketika kami menghayati tiap-tiap frasa yang ada di Lagu Kebangsaan tersebut, membuat hati kami merinding.Dan serasa sangat berbeda ketika

pelaksanaan pengumpulan data dan hasilnya akan digunakan sebagai kerangka dalam pemilihan sampel pedagang. Pedagang beras yang dipilih adalah pedagang yang memasok kebutuhan

(stengiasi pasiūlyti naujų idėjų užduotims atlik­ ti; siekia rasti originalių būdų įgyvendinti šias idėjas; išradingai, nesutrikdamas veikia kiekvie­ noje situacijoje;

sekitar dalam melaksanakan pembelajaran Bersikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak diskriminatif karena pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik,