• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN PENERIMAAN KONSUMEN MELALUI FERMENTASI MENGGUNAKAN RAGI TAPE PADA PRODUKSI KOPI BIJI SALAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENINGKATAN PENERIMAAN KONSUMEN MELALUI FERMENTASI MENGGUNAKAN RAGI TAPE PADA PRODUKSI KOPI BIJI SALAK"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

7 PENINGKATAN PENERIMAAN KONSUMEN MELALUI FERMENTASI MENGGUNAKAN

RAGI TAPE PADA PRODUKSI KOPI BIJI SALAK Lukmanul Hakim1* dan Dwi Ari Cahyani2

1*Dosen Program Studi Agroteknologi Politeknik Banjarnegara

Email : taaruf_ya@yahoo.com

2Dosen Program Studi Agroteknologi Politeknik Banjarnegara

Email : d.aricahyani@yahoo.com

Received date: 22/01/2017, Revised date: 17/04/2017, Accepted date: 04/10/2017

ABSTRACT

Salacca seed coffee are claimed to have many health benefits. However, the development of this product has not been maximized because the flavor and aroma generally has not been able to match coffee sensory characteristics. This study aims to improve the sensory characteristics of salacca seed coffee through a wet fermentation process with the addition of tape yeast. The study used Completely Randomized Design (RAL) with 3 variations of treatment and sensory characteristics test was conducted by using 23 panelists to taste, aroma, color and overall parameters. The treatments studied were the sensory characteristics of the salak seed coffee (1) control, (2) spontaneous wet fermentation, and (3) wet fermentation with the addition of 1% (w / w) tape yeast. Each fermentation process was done for 1, 2, and 3 days. The research was conducted in Agricultural Processing Laboratory of Agroteknologi Polytechnic of Banjarnegara in June 2015. Data analysis using F test and if significantly different was followed by Duncan Multiple Range Test at 5% level. The 1-day fermentation process using 1% yeast addition is known in general (overall) to increase consumer acceptance of salacca seed coffee.

Keywords : Consumen acceptance, fermentation, salacca seeds coffee

ABSTRAK

Kopi biji salak diklaim memiliki banyak manfaat kesehatan. Namun perkembangan produk ini belum maksimal karena rasa dan aromanya yang belum mampu menandingi kopi pada umumnya. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan peningkatan sifat sensoris kopi biji salak melalui proses fermentasi basah dengan penambahan ragi tape. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 variasi perlakuan dan uji sensoris dilakukan dengan menggunakan 23 orang panelis terhadap parameter rasa, aroma, warna, dan overall. Perlakuan yang diteliti yaitu sifat sensoris pada kopi biji salak (1) kontrol, (2) fermentasi basah spontan, dan (3) fermentasi basah dengan penambahan ragi tape 1% (b/b). Setiap perlakukan proses fermentasi dilakukan selama 1, 2, dan 3 hari. Penelitian dilaksanakan di laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Program Studi Agroteknologi Politeknik Banjarnegara pada bulan Juni 2015. Analisis data menggunakan Uji F dan apabila berbeda nyata dilanjutkan dengan DMRT (Duncan Multiple Range Test) pada taraf 5%. Proses fermentasi selama 1 hari dengan menggunakan penambahan ragi tape 1% diketahui secara umum (overall) mampu meningkatkan penerimaan konsumen terhadap kopi biji salak.

(2)

8 PENDAHULUAN

Salah satu ciri khas Kabupaten Banjarnegara adalah komoditas salak yang telah dikenal dan dipasarkan ke berbagai daerah. Data Dintankanak Banjarnegara menunjukkan budidaya salak tersebar hingga mencakup 18 dari 20 kecamatan yang ada di Banjarnegara, dengan luas area mencapai 8.502 Ha, jumlah rumpun produktif 12.651.800 pohon, dan produksi hingga 193.662,1 ton/tahun (Dintankanak Banjarnegara, 2012). Potensi yang begitu besar ini sayangnya masih belum dioptimalkan secara maksimal. Sebagian besar hasil produksi salak tersebut masih diperdagangkan dalam kondisi segar. Bahkan Biji dan kulit buah salak selama ini umumnya hanya dibuang karena dianggap sebagai limbah. Kopi biji salak merupakan salah satu alternatif upaya untuk meningkatkan nilai ekonomis dan manfaat dari biji salak yang selama ini hanya dianggap sebagai limbah. Kopi biji salak atau yang lebih dikenal dengan istilah “kopi gecol” saat ini mulai banyak dikembangkan di Banjarnegara. Pengembangan kopi biji salak tidak lepas dari klaim bahwa kopi biji salak mampu memberikan manfaat kesehatan bagi yang mengkonsumsinya. Klaim ini utamanya diperoleh dari para konsumen yang telah menikmati produk ini secara rutin. Keluhan asam urat dan hipertensi merupakan contoh gangguan kesehatan yang diklaim dapat ditangani dengan mengkonsumsi minuman kopi biji salak secara rutin (Dalita, 2015).

Walaupun diklaim memiliki manfaat kesehatan, namun rasa kopi biji salak dinilai masih cenderung terlalu asam, warnanya masih kurang hitam, dan aromanya tidak seharum kopi yang diolah dari biji kopi. Peneliti menilai perlu dilakukan modifikasi proses produksi kopi biji salak dengan teknik fermentasi sehingga penerimaan konsumen dapat meningkat. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan peningkatan sifat sensoris kopi biji salak melalui proses fermentasi basah dengan penambahan ragi tape.

BAHAN DAN METODE

Sampel buah salak diperoleh dari Pasar Banjarnegara. Dalam penelitian ini pengambilan sampel dilakukan secara purpossive random sampling yang didasarkan atas pertimbangan peneliti dengan kriteria salak yang dijadikan sampel sudah matang secara fisiologis. Penelitian dilaksanakan di laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Program Studi Agroteknologi Politeknik Banjarnegara pada bulan Juni sampai September 2015.

Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan uji sensoris dilakukan dengan menggunakan 23 orang panelis terhadap parameter rasa, aroma, warna, dan overall. Perlakuan yang diteliti yaitu sifat sensoris pada kopi biji salak (1) kontrol, (2) fermentasi basah spontan, dan (3) fermentasi basah dengan penambahan ragi tape 1% (b/b). Setiap perlakukan proses fermentasi dilakukan selama 1, 2, dan 3 hari. Analisis data menggunakan Uji F dan apabila berbeda nyata dilanjutkan dengan DMRT (Duncan Multiple Range Test) pada taraf 5% (Steal and Torrie, 1995).

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Produksi Kopi Biji Salak Fermentasi

Kopi biji salak fermentasi dapat diproduksi dengan tahapan proses produksi meliputi pengambilan biji, pengukusan, fermentasi, pengeringan, penyangraian, dan pengecilan ukuran. Pengukusan dilakukan guna menonaktifkan mikroba alami yang mungkin terdapat pada biji salak, sehingga diharapkan pada penambahan ragi tape, mikroba yang bekerja adalah mikroba yang berasal dari ragi tape dan atau yang sesuai dengan kondisi yang diberikan. Pemilihan ragi tape dilakukan dengan mempertimbangkan kemudahan memperolehnya di masyarakat. Pada perlakukan fermentasi spontan maupun dengan penambahan ragi tape terjadi penurunan pH seiring dengan bertambahnya waktu fermentasi. Hal ini menunjukkan bahwa mikroorganisme fermentatif dapat aktif pada semua perlakuan.

Menurut Sujaya et al., (2010), mikroorganisme yang dominan terdapat pada ragi tape kelompok bakteri asam laktat (BAL) utamanya Weissela spp, Enterococcus spp, Pediococcus pentosaceus, Bacillus sp, Clostridium, Lactobacillus sp., uncultured bacterium, dan Eubacterium. Dihasilkannya asam laktat oleh bakteri asam laktat diindikasikan dengan terjadinya penurunan pH pada medium

(3)

9 fermentasi. Menurut Barus dan Steffysia (2013), selain bakteri, ragi tape juga mengandung yeast spesies

Pichia jadinii dan Pichia kudriavzevii. Adanya aktivitas fermentasi oleh BAL maupun yeast menyebabkan degradasi komponen kompleks pada biji salak, utamanya komponen karbohidrat, menjadi komponen sederhana. Hal ini menyebabkan terjadinya perubahan sifat sensoris akibat timbulnya prekursor senyawa flavour yang akan dikuatkan dengan pengeringan dan penyangraian. Proses fermentasi juga merupakan tahapan penting dalam menentukan cita rasa kopi sebagaimana disampaikan oleh Lee et al., (2015); Gonzalez-Rios et al., (2007); Jackels et al., (2006); Jackels & Jackels, (2005); Lin (2010) dan Gardjito dan Dimas (2011).

Selain proses fermentasi, tahapan proses produksi kopi biji salak yang cukup krusial adalah pengeringan dan penyangraian. Pengeriangan pada penelitian ini telah menggunakan cabinet dyer

selama 20 jam dengan suhu pengeringan 40oC. Penggunaan cabinet dryer selain dapat mempercepat proses pengeringan juga dapat memberikan kondisi pengeringan yang lebih stabil. Pada penelitian ini, proses penyangraian dilakukan secara manual menggunakan wajan tanah liat dengan pengapian menggunakan kompor gas api sedang. Pembentukan aroma pada proses penyangraian akibat adanya kompleks reaksi mailard, karamelisasi, dan reaksi termal yang melibatkan senyawa prekursor aroma (Poisson, et al., 2009; Sunarharum, et al., 2014; dan Yeretzian, et al., 2002).

Setelah proses penyangraian selesai, kopi biji salak selanjutnya dikecilkan ukurannya hingga menjadi bubuk kopi biji salak. Rendemen kopi biji salak yang diperoleh berada pada kisaran 25-28%. Berikut disajikan dokumentasi kopi biji salak (kojisa) sebagaimana tertera pada Gambar 1. Gambar yang ditampilkan hanya proses fermentasi selama 1 hari dikarenakan dari hasil uji sensoris, penerimaan konsumen terbaik umumnya terdapat pada produk kopi biji salak yang difermentasi selama 1 hari.

Kojisa Tanpa Proses Fermentasi (Kontrol)

Kojisa dengan Perlakukan Fermentasi Spontan selama 1 hari

Kojisa dengan Perlakukan Fermentasi Ragi Tape selama 1 Hari

(4)

10 2. Penilaian Warna

Tabel 1. Penilaian sifat sensoris parameter warna kopi biji salak

No Perlakuan Nilai 1 2 3 4 5 6 7

Ferm. Basah Spontan 2 hari Ferm. Basah Spontan 3 hari Ferm. Basah Ragi Tape 3 hari Ferm. Basah Ragi Tape 2 hari Kontrol

Ferm. Basah Spontan 1 hari Ferm. Basah Ragi Tape 1 hari

2,13a 2,30a 2,65ab 3,04b 3,83c 4,00c 4,17c

Keterangan : Angka-angka yang diikuti notasi huruf yang berbeda berarti berbeda nyata ( 5%). Warna kopi biji salak yang difermentasi dengan menggunakan ragi tape selama 1 hari mampu memberikan tingkat kesukaan konsumen yang paling tinggi. Hal ini ditandai dengan perolehan nilai sensoris tertinggi dari konsumen yang mencapai nilai rerata 4,17. Nilai ini secara kuantitatif mampu mengungguli penilaian terhadap kontrol, yang hanya mendapatkan penilaian rerata 3,83. Warna coklat kehitaman yang dimiliki kopi biji salak yang difermentasi dengan menggunakan ragi tape selama 1 hari dinilai konsumen paling mendekati dengan warna kopi. Hal ini berbeda dengan kontrol maupun sampel lainnya yang cenderung berwarna coklat pucat ataupun coklat tua. Warna coklat dinilai lebih memberikan kesan minuman coklat dibandingkan dengan kopi. Namun demikian berdasarkan uji lanjut Duncan dengan tingkat kesalahan 5%, diketahui bahwa nilai rerata penilaian warna pada sampel kopi biji salak kontrol dan kopi biji salak yang difermentasi dengan ragi tape selama 1 hari ternyata tidak berbeda nyata. Hal ini diduga akibat tidak optimalnya proses fermentasi karena lapisan luar biji salak yang sangat keras serta tidak adanya lapisan lendir yang kaya karbohidrat sebagai sumber nutrisi bagi mikroorganisme fermentasi sebagaimana halnya pada fermentasi kakao. Proses penyangraian yang dilakukan secara manual menggunakan wajan tanah liat yang proses pengadukannya menggunakan tangan, diduga juga berperan dalam memberikan perbedaan warna pada produk kopi biji salak yang dihasilkan. Dengan perlakuan manual, kemungkinan bias perlakuan sangat mungkin terjadi dibandingkan apabila perlakukan tersebut dilakukan secara mekanis terstandar, misalnya dengan menggunakan roaster.

3. Penilaian Rasa

Tabel 2. Penilaian sifat sensoris parameter rasa kopi biji salak

No Perlakuan Nilai 1 2 3 4 5 6 7

Ferm. Basah Spontan 2 hari Ferm. Basah Spontan 3 hari Ferm. Basah Ragi Tape 3 hari Ferm. Basah Ragi Tape 2 hari Kontrol

Ferm. Basah Spontan 1 hari Ferm. Basah Ragi Tape 1 hari

1,96a 2,26a 2,35a 2,52a 3,09b 3,13b 3,30b

Keterangan : Angka-angka yang diikuti notasi huruf yang berbeda berarti berbeda nyata ( 5%). Rasa kopi biji salak yang difermentasi dengan ragi tape selama 1 hari mampu mendapatkan penilaian yang tertinggi dari panelis, dengan nilai rerata penilaian konsumen mencapai 3,30. Nilai ini secara kuantitatif lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol maupun sampel perlakuan lainnya. Nilai penilaian konsumen pada kontrol untuk penilaian rasa hanya mencapai rerata 3,09. Namun demikian hasil uji lanjut Duncan dengan tingkat kesalahan 5% menunjukkan bahwa nilai tersebut tetap belum berbeda nyata dengan kontrol. Kondisi ini serupa dengan penilaian terhadap parameter warna. Senyawa organik sederhana hasil proses fermentasi merupakan komponen dominan dalam penentu sifat rasa, baik karena proses fermentasi maupun pada saat penyangraian. Terdapat dugaan bahwa proses fermentasi belum berjalan secara optimal, maka senyawa organik sederhana yang dihasilkan pun belum maksimal dan belum mampu menghasilkan rasa yang berbeda nyata dengan kondisi kontrol (tanpa proses

(5)

11 fermentasi). Proses fermentasi diduga tidak berjalan optimal karena minimnya nutrisi yang tersedia dan dapat diakses oleh mikrobia dalam media fermentasi. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, dalam proses fermentasi ini tidak dilakukan penambahan sumber nutrisi dalam media fermentasi. Artinya nutrisi praktis hanya bersumber dari biji salak dan air yang digunakan. Bentuk lapisan luar biji salak yang sangat keras serta tidak adanya lapisan lendir yang kaya karbohidrat, maka hal ini berpotensi menghambat proses fermentasi.

4. Penilaian Aroma

Tabel 3. Penilaian sifat sensoris parameter aroma kopi biji salak

No Perlakuan Nilai 1 2 3 4 5 6 7

Ferm. Basah Spontan 3 hari Ferm. Basah Spontan 2 hari Ferm. Basah Ragi Tape 2 hari Ferm. Basah Ragi Tape 3 hari Kontrol

Ferm. Basah Ragi Tape 1 hari Ferm. Basah Spontan 1 hari

2,26a 2,35ab 2,83abc 2,83abc 2,87bc 3,13c 3,22c

Keterangan : Angka-angka yang diikuti notasi huruf yang berbeda berarti berbeda nyata ( 5%). Nilai aroma terbaik diberikan konsumen pada kopi biji salak yang difermentasi spontan selam 1 hari, dengan nilai penilaian rerata panelis mencapai 3,22. Nilai ini secara kuantitatif kembali mengungguli kondisi kontrol yang hanya mampu mencapai 2,87. Selanjutnya kopi biji salak yang difermentasi menggunakan ragi tape selama 1 hari menduduki peringkat ke-2 terbaik. Sama seperti halnya parameter sensoris lainnya, pada parameter aroma ini, panelis masih menjadikan sifat sensoris yang dimiliki oleh kopi sebagai standar acuan. Parameter aroma dinilai menjadi faktor pembatas bagi kopi biji salak fermentasi. Mengingat rerata penilaian konsumen yag didapatkan untuk parameter aroma ini adalah yang terendah dibandingkan parameter warna dan rasa. Aroma kopi biji salak yang masih membawa aroma khas salak menurut panelis menjadikan minuman kopi biji salak lebih terkesan seperti

wedang salak. Rendahnya penilaian sensoris parameter aroma ini juga diduga disebabkan karena proses fermentasi yang berjalan kurang optimal akibat kurangnya nutrisi yang tersedia. Melihat kondisi ini, maka penelitian lanjutan dengan perlakukan penambahan nutrisi selama proses fermentasi dinilai perlu untuk dilakukan.

Hasil uji lanjut Duncan dengan tingkat kesalahan 5% menunjukkan bahwa penilaian aroma kopi biji salak yang difermentasi basah menggunakan ragi tape selama 1 hari tetap tidak berbeda nyata dengan perlakukan kontrol. Proses penyangraian yang masih dilakukan secara manual juga diduga berkontribusi terhadap kurang maksimalnya penilaian terhadap parameter aroma tersebut. Sebagaimana diketahui, pada proses produksi biji kopi, proses roasting utamanya parameter suhu dan waktu roasting, sangat berkontribusi terhadap aroma kopi yang dihasilkan. Peneliti pun menduga bahwa pada saat roasting kopi biji salak, komponen-komponen volatil pembentuk aroma akan muncul. Dengan kurang optimalnya proses roasting yang hanya dilakukan secara manual, tentu saja akan berakibat pada kurang optimalnya aroma yang muncul pada kopi biji salak.

(6)

12 5. Penilaian Overall

Tabel 4. Penilaian sifat sensoris parameter overall kopi biji salak

No Perlakuan Nilai 1 2 3 4 5 6 7

Ferm. Basah Spontan 2 hari Ferm. Basah Spontan 3 hari Ferm. Basah Ragi Tape 3 hari Ferm. Basah Ragi Tape 2 hari Kontrol

Ferm. Basah Spontan 1 hari Ferm. Basah Ragi Tape 1 hari

2,09a 2,35ab 2,61abc 2,65bc 3,09cd 3,35d 3,57d

Keterangan : Angka-angka yang diikuti notasi huruf yang berbeda berarti berbeda nyata ( 5%). Secara umum, nilai sifat sensoris tertinggi diberikan panelis kepada kopi biji salak yang difermentasi dengan ragi tape selama 1 hari, dengan nilai penilaian konsumen mencapai 3,57. Namun demikian hasil uji lanjut Duncan dengan tingkat kesalahan 5% juga menunjukkan bahwa penilaian

overall panelis terhadap kopi biji salak yang difermentasi dengan ragi tape 1 hari tidak berbeda nyata dengan perlakukan kontrol yang hanya mendapatkan nilai penilaian konsumen sebesar 3,09. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun diduga proses fermentasi pada kopi biji salak tidak berjalan optimal, namun tetap mampu meningkatkan penerimaan konsumen terhadap kopi biji salak. Hal ini sebagaimana yang terjadi pada proses fermentasi kakao seperti dituliskan oleh Kresnowati et al., (2013) yang menyatakan bahwa adanya penambahan starter bakteri asam laktat pada fermentasi kakao akan menyebabkan modifikasi komposisi mikroorganisme yang mengakselerasi perombakan komponen gula dan meningkatkan pembentukan produk metabolik seperti etanol, asam laktat, dan asam asetat. Kondisi senada juga dilaporkan oleh Lee et al., (2015) pada proses fermentasi kopi.

KESIMPULAN

Perlakukan fermentasi dapat meningkatkan penerimaan konsumen kopi biji salak. Perlakukan fermentasi yang secara umum memberikan sifat sensoris terbaik pada kopi biji salak adalah fermentasi dengan menggunakan ragi tape selama 1 hari. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menambahkan sumber nutrisi pada saat fermentasi dan melakukan mekanisasi proses roasting menggunakan roaster, sehingga diharapkan dengan kedua hal tersebut proses fermentasi dapat berjalan dengan lebih optimal dan komponen sensoris yang muncul juga akan dapat lebih maksimal.

DAFTAR PUSTAKA

Barus, T. & Steffysia. 2013.Genetic Diversity of Yeasts From Ragi Tape Starter for Cassava and Glutinous Rice Fermentation from Indonesia Internal Transcribed Spacer (ITS) region. Merit Research Journal of Food Science and Technology. 1(3): 031-035.

Dalita, Y. A. 2015. Hasil Olahan Biji Salak dapat Menyembuhkan Hipertensi dan Asam Urat. http://executivechefyannyaxel.blogspot.com/2014/04/hasil olahan minuman biji salak.html. Diakses 25 Agustus 2015.

Dintankanak Banjarnegara. 2012. Potensi Investasi Sektor Pertanian. http://www. banjarnegarakab.go.id/v3/index.php/investasi/potensi-investasi-sektor-pertanian. Diakses 25 Agustus 2015.

Gardjito, M. dan Dimas Rahardian A.M. 2011. Kopi. Kanisius, Yogyakarta.

Gonzalez-Rios, O., Suarez-Quiroz, M. L., Boulanger, R., Barel, M., Guyot, B., Guiraud, J.-P., et al. (2007). Impact of ‘‘ecological’’ post-harvest processing on the volatile fraction of coffee beans: I. Green coffee. Journal of Food Composition and Analysis. 20(3-4), 289-296.

Jackels, S. C., & Jackels, C. F. 2005. Characterization of the coffee mucilage fermentation process using chemical indicators: A field study in Nicaragua. Journal of Food Science. 70(5), C321-C325.

(7)

13 Jackels, S. C., Jackels, C. F., Vallejos, C., Kleven, S., Rivas, R., & Fraser-Dauphinee, S. 2006. Control of the coffee fermentation process and quality of resulting roasted coffee: Studies in the field

laboratory and on small farms in Nicaragua during the 2005-06 harvest. In 21st International Scientific Colloquium on Coffee - Post-harvest processing and green coffee quality. Montpellier, France.

Kresnowati, M. T. A. Penia, Lenny Suryani, and Mirra Affifah. 2013. Improvement of Cocoa Beans Fermentation by LAB Starter Addition. Journal of Medical and Bioengineering. Vol. 2, No. 4, December 2013.

Lee, Liang Wei, Mun Wai Cheong, Philip Curran, Bin Yu, Shao Quan Liu. 2015. Coffee fermentation and flavor - An intricate and delicate relationship. Journal of Food Chemistry. (185), 182-191. Lin, C. C. 2010. Approach of improving coffee industry in Taiwan-Promote quality of coffee bean by

fermentation. The Journal of International Management Studies. 5(1), 154-159.

Poisson, L., Schmalzried, F., Davidek, T., Blank, I., & Kerler, J. 2009. Study on the role of precursors in coffee flavor formation using in-bean experiments. Journal of Agricultural and Food Chemistry. 57 (21), 9923-9931.

Steel, R.G. dan J.H. Torrie. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika. Edisi kedua. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Sujaya IN, Nocianitri KA, Asano K. 2010. Diversity of bacterial flora of Indonesian Ragi tape and their dynamics during the tape fermentation as determined by PCR-DGGE. Int Food Res J. 17:239245.

Sunarharum, W. B., Williams, D. J., & Smyth, H. E. 2014. Complexity of coffee flavor: A compositional and sensory perspective. J Food Research International. 62, 315-325.

Yeretzian, C., Jordan, A., Badoud, R., & Lindinger, W. 2002. From the green bean to the cup of coffee: Investigating coffee roasting by on-line monitoring of volatiles. J European Food Research and Technology. 214(2), 92-104.

Gambar

Tabel 1. Penilaian sifat sensoris parameter warna kopi biji salak
Tabel 3. Penilaian sifat sensoris parameter aroma kopi biji salak
Tabel 4. Penilaian sifat sensoris parameter overall kopi biji salak

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, penelitian ini dapat disimpulkan bahwa (1) Berdirinya Ma’had Tahfidh Al-Qur’an pada tanggal 21 September 1991 bertepatan dengan

a) Adanya pembina yang memahami dan berpengalaman dalam membina mendidik, membimbing serta memberi pelatihan kepada muallaf. b) adanya wadah yang mengayomi para

Fotografi sendiri menjadi pilihan yang bisa dibilang tepat dalam memvisualkan suatu produk fashion apapun itu wujud dan bentuknnya, karena fotografi merupakan

bahan baku habis pakai menyesuaikan dengan jumlah keripik lumpia yang akan diproduksi, demikian juga dengan kebutuha untuk pengemasana. Hal ini harus dilakukan untuk menghindari

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Gubernur Nomor 113 Tahun 2016 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi serta Tata Kerja Dinas Perpustakaan

Sedangkan teknik pengambilan samplenya adalah judgemental sampling (pengambilan contoh penilaian) salah satu bentuk dari convenience sampling (Sumarwan, 2011 : 94)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari beberapa parameter yang diamati, seperti perkecambahan, jumlah daun, jumlah anakan, jumlah buku, jumlah mata tunas, waktu

menyusun buku yang berjudul ” Pembelajaran PKn Di Sekolah Dasar Inovasi Melalui strategi Habituasi Dan Program Kegiatan Sekolah Berkarakter” ini dengan suatu harapan