• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN GURU DALAM MENGHADAPI KEBIASAAN BE (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERAN GURU DALAM MENGHADAPI KEBIASAAN BE (1)"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN GURU DALAM MENGHADAPI KEBIASAAN BERPERILAKU ANAK USIA DINI DAN BAGAIMANA BENTUK AJARAN ETIKET SAAT

MEREKA BERANJAK DEWASA

Auliya Barkah Dwi Pangesti¹, Rana Khairunnisa²

Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris, Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Jl. Raya Dukuhwaluh, PO BOX 202 Purwokerto 53182

²Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris, Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Jl. Raya Dukuhwaluh, PO BOX 202 Purwokerto 53182 Email : auliyabarkah@gmail.com

ABSTRAK Kata kunci: Moral, etiket, etika

Moral adalah sesuatu yang restrictive, artinya bukan sekedar sesuatu yang deskriptif tentang sesuatu yang baik, melainkan juga sesuatu yang mengarahkan kelakuan dan pikiran seseorang untuk berbuat baik. Mendidik dengan moral berarti mendidik seseorang untuk memperoleh atau mengajar mereka untuk mengulangi kebenaran-kebenaran secara tepat. Kehendak ini berwujud etiket yaitu sopan santun (tata krama) di dalam pergaulan antara manusia dengan manusia. Orang yang mengenal etika dan etiket, maka pada dasarnya mereka akan mempunyai kepribadian, kesusilaan, jujur, baik tata kramanya, dan wajar (tidak dibuat-buat). Perilaku yang sering terjadi pada masa kanak-kanak yaitu seringkali mendapat ejekan dari teman sebayanya, seperti halnya ejekan fisik dan intelektualitas. Hal ini antara lain karena perkembangan bicara anak yang belum sempurna sehingga anak tidak bisa mengungkapkan kemarahannya secara verbal. Banyak guru yang memberi kekerasan kecil terhadap anak didik mereka. Kekerasan biasanya juga memiliki kemungkinan besar untuk meningkat baik frekuensi maupun kualitasnya, misal saja awalnya dengan sentilan dan cubitan anak sudah takut, namun suatu saat hukuman seperti itu menjadi hal yang “biasa” dan tidak berpengaruh bagi anak sehingga terpaksa harus dicari bentuk kekerasan yang lain. Pada masa remaja dan masa dewasa tentunya lebih ditekankan tentang etika bagaimana mereka bertata krama didepan orang lain dan bagaimana mereka mengatur dirinya sendiri untuk menyelaraskan dengan masyarakat sekitar. Misalnya hubungan etiket kita dengan benda, hubungan etiket kita dengan tingkah laku, hubungan etiket kita dengan tubuh, dan etiket kita dalam mengerjakan sesuatu.

ABSTRACT Keyword : Moral,ethics,etiquette

(2)

effect to the child so that forced should to use other punishment. In adolescence and adulthood certainly more emphasized about etiqueete how they have manners in front of the people and how they organize themselves for harmonize with society. Likes The etiquette with things, etiquette with behaviors,etiquette with body, etiquette in doing something.

PENDAHULUAN

Peran guru dalam pendidikan anak usia dini belajar adalah suatu proses perubahan yang menyangkut tingkah laku atau kejiwaan. Dalam psikologi belajar, proses berarti cara-cara atau langkah-langkah khusus yang dengannya beberapa perubahan ditimbulkan hingga tercapainya hasil-hasil tertentu. Jadi dapat diartikan proses belajar adalah sebagai tahapan perubahan perilaku kognitif, afektif dan psikomotor yang terjadi dalam diri siswa. Perubahan tersebut bersifat positif dalam arti berorientasi ke arah yang lebih maju daripada keadaan sebelumnya. Guru adalah pihak utama yang langsung berhubungan dengan anak dalam upaya proses pembelajaran, peran guru itu tidak terlepas dari keberadaan kurikulum.

Makhluk moral dapat dijelaskan sebagai pribadi yang ‘terdidik secara moral’,dengan penekannya tidak hanya pada tingkah laku yang tampak saja, akan tetapi sekaligus terhadap hakekat motif-motifnya, alasan-alasannya, sasaran yang ingin dicapai. Moral adalah sesuatu yang restrictive, artinya bukan sekedar sesuatu yang deskriptif tentang sesuatu yang baik, melainkan juga sesuatu yang mengarahkan kelakuan dan pikiran seseorang untuk berbuat baik. Dengan demikian, moralitas melibatkan pengujian terhadap berbagai sikap dan perasaan yang dimiliki seseorang. Moralitas menyangkut permasalahan yang sedemikian luas terutama berkaitan dengan pengambilan keputusan-keputusan yang didasarkan pada sikap dan perasaan yang jelas, baik yang ada pada diri seseorang yang mengambil keputusan tersebut ataupun orang lain. Mendidik dengan moral berarti mendidik seseorang untuk memperoleh atau mengajar mereka untuk mengulangi kebenaran-kebenaran secara tepat. Pola perilaku seseorang harus sesuai dengan kehendak masyarakatnya. Kehendak ini berwujud etiket yaitu sopan santun (tata krama) di dalam pergaulan antara manusia dengan manusia misalnya pergaulan antar siswa. Orang yang mengenal etika dan etiket, maka pada dasarnya mereka akan mempunyai kepribadian,kesusilaan,jujur,baik tata kramanya, dan wajar (tidak dibuat-buat).

ANALISIS TEORI DAN PEMBAHASAN Kebiasaan berperilaku pada masa anak usia dini

(3)

berat badan, kulit yang gelap, rambut yang keribo dan lain-lain. Lingkungan disekolah, terutama teman sebaya memang memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap pembentukan konsep diri seorang anak. Penerimaan membuat anak merasa senang dan positif, sebaliknya penolakan bisa membuat anak merasa sedih dan negatif. Pada anak-anak, apa yang terlihat secara fisik memang lebih mudah untuk dijadikan alasan dalam menerima atau menolak seseorang. Sangat disayangkan, selama ini anak-anak banyak mendapatkan gambaran dari lingkungannya bahwa perempuan mestinya cantik, ramping, dan berkulit putih. Sebaliknya laki-laki mestinya harus berani, kuat, dan gagah.

Selain perilaku anak yang sering mengejek dan mendapat ejekan, anak juga belum bisa mengendalikan emosinya. Seperti anak suka marah-marah dengan temannya disekolah, susah diatur guru maupun orang tua, dan keras kepala. Setiap anak memang terlahir berbeda, tidak peduli dia laki-laki atau perempuan, termasuk dalam hal karakter emosinya meskipun mereka bersaudara. Anak akan merasa lebih aman kalau kita memahami mereka apa adanya tanpa membandingkan dengan anak yang lain. Marah merupakan salah satu emosi yang sangat wajar. Misalkan pada anak yang beranjak 2 tahun-3 tahun, anak-anak seusia mereka memang belum bisa menyalurkan kemarahan dengan cara yang dapat diterima oleh lingkungannya. Hal ini antara lain karena perkembangan bicara anak yang belum sempurna sehingga anak tidak bisa mengungkapkan kemarahannya secara verbal. Karena mereka ingin menunjukkannya pada orang di sekelilingnya, mereka kemudian menggunakan cara-cara seperti memukul, melempar, bergulung-gulung dilantai, dan sebagainya. Selain itu, pada usia 2-3 tahun biasanya disebut dengan usia bermasalah. Ketika anak berusia dua tahun, dia mulai menyadari bahwa reaksi yang dia buat menimbulkan reaksi dari orang lain. Kalaun dulunya tidak ada masalah,penurut, atau sangat manis, ketika masuk usia dua tahun mulai menunjukkan akunya. Anak sudah mulai mempunyai kesadaran tentang “Aku”. Ini merupakan tahapan yang normal pada semua anak ketika memasuki usia 2-3 tahun. Anak bisa mengontrol dirinya sendiri. Usaha yang dilakukan untuk berdialog dengan anak merupakan langkah yang sangat positif. Memang dibutuhkan waktu agar anak terbiasa dengan dialog, terutama bila hak ini merupakan kegiatan baru. Salah satu hal yang sebaiknya senantiasa dimunculkan saat dialog adalah bahwa setiap pengambilan keputusan akan diikuti dengan konsekuensi. Anak terkadang keras kepala dan mengikuti kemauannya sendiri. Hal ini dapat dimaklumi, terutama pada masa remaja mereka ingin menunjukkan kontrol atas dirinya. Dari sisi yang positif, bila hal ini dikelola dengan baik maka anak akan mengembangkan kemandirian dalam membuat keputusan, ia tahu apa yang ia inginkan untuk dirinya, dan yang tak kalah penting adalah bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya. Kadang anak memerlukan waktu untuk melihat bahwa keputusan yang diambilnya kurang tepat dan untuk itu ia harus merasakan konsekuensi yang tidak menyenangkan. Anak akan belajar dari pengalaman itu. Sebagai guru, kita diharuskan menghargai keinginan anak dengan mendengarkan pendapatnya, alasan-alasannya, dan beri kesempatan untuk memutuskan apa yang dipilihnya.

(4)

karena hasilnya nampak dengan segera,yaitu anak takut untuk mengulangi perbuatannya. Namun,tentunya kita tidak boleh berhenti pada hasil yang segera saja karena nyatanya kehidupan anak masih sangat panjang. Cara kekerasan membuat anak mendapatkan contoh konkret bagaimana kita menyelesaikan masalah. Anak belajar bahwa cara itulah yang paling efektif kalau dia nantinya menemui masalah,misalnya bertengkar dengan teman. Artinya, pada saat yang sama anak kehilangan kesempatan untuk berbicara,bernegosisasi,dan lain-lain. Kekerasan biasanya juga memiliki kemungkinan besar untuk meningkat baik frekuensi maupun kualitasnya, misal saja awalnya dengan sentilan dan cubitan anak sudah takut, namun suatu saat hukuman seperti itu menjadi hal yang “biasa” dan tidak berpengaruh bagi anak sehingga terpaksa harus dicari bentuk kekerasan yang lain. Salah satu alternatif cara mendorong anak mengubah perilakunya antara lain dengan mengajak anak membuat perjanjian dengan konsekuensi yang disepakati bersama, misalnya anak berbicara kotor anak mendapatkan konsekuensi berupa sesuatu yang tidak disukainya, contoh tidak bisa mendapat hadiah dari sang guru. Sebaliknya, bila anak tidak berbicara kotor, guru bisa menunjukkan pada anak bahwa guru senang, tunjukan kata-kata, pelukan, atau yang lain. Kekerasan yang berulang-ulang juga berakibat negatif, misalnya anak akan cenderung mengembangkan pribadi yang murung,sedih,atau juga mengembangkan perilaku kekerasan pada orang lain.

Etiket pergaulan

Perilaku dan emosi pada masa kanak-kanak dan masa remaja maupun dewasa tentunya berbeda. Pada masa remaja dan masa dewasa tentunya lebih ditekankan tentang etika bagaimana mereka bertata krama didepan orang lain dan bagaimana mereka mengatur dirinya sendiri untuk menyelaraskan dengan masyarakat sekitar. Maka dari itu peran guru anak usia dini dan peran guru di tingkat remaja atau dewasa haruslah berbeda.

(5)

Yang kedua adalah bagaimana hubungan etiket dengan tingkah laku. Bicara dalam sopan santun yang baik adalah bicara seperlunya saja. Yang dimaksud disini yaitu bicara pada pokok-pokok yang sedang dibicarakan saja. Jangan sekali-kali membicarakan kejelekan orang lain atau kejelekan keluarga di depan orang banyak, apalagi di depan orang yang baru kita kenal. Segala pembicaraan harus di batasi dengan jalan pikiran yang sehat, apakah pembicaraan itu menimbulkan kebaikan atau keburukan bagi diri sendiri dan bagi orang lain. Jangan bicara dengan jalan memotong pembicaraan orang lain. Biarkan orang lain menjelaskan pembicaraannya dulu, baru mulai angkat bicara. Dalam setiap bicara, kata-kata yang kita keluarkan harus yang sopan, jangan mengeluakan kata-kata yang jorok atau kata-kata yang dapat menyinggung perasaan orang lain. Tata krama saat meludah juga perlu diperhatikan. Meludah di sembarang tempat, selain tidak sopan karena memang tidak sedap di pandang mata, juga kemungkinan bisa menyebabkan kuman-kuman penyakit. Kebiasan buruk ini masih juga banyak di lakukan orang, meludah di jalan raya, di halaman, bahkan di lantai, apalagi di sekitarnya banyak orang. Hal ini adalah sangat tidak baik. Selanjutnya yaitu bagaimana etika kita saat kentut. Jika kita sudah merasa ingin kentut, kentutlah ditempat yang sepi dari jauh orang. Jangan mengentut di dekat orang banyak, apalagi pada saat orang sedang makan dan minum.

Yang ketiga adalah hubungan etiket dengan tubuh. Dalam pergaulan sehari-hari badan perlu di perhatikan baik-baik, baik mengenai kesehatan, kebersihan maupun keselarasan dalam setiap penampilan. Paling tidak, mandi dan gosok gigi dua kali sehari; makannya pun sekali harus bergizi, juga harus diatur. Terlebih lagi bagi kaum wanita, badan dan kelembutan kulit harus di atur sedemikian rupa. Bila bau keringat badan tidak enak, bedakilah atau pakilah deodoran pada bagian-bagian tertentu. Hidung juga perlu dibersihkan. Orang yang membersihkan hidungnya di muka umum adalah perilaku yang tidak sopan. Terlebih lagi jika dilakukan sambil berbicara dihadapan orang lain, sekalipun teman akrab, juga tetap tidak pantas. Supaya tidak dicap sebagai orang yang tidak punya sopan santun, menghindarlah sebentar.

Yang keempat adalah hubungan etiket dalam mengerjakan sesuatu. Misalnya saat kita berjabat tangan dan berkenalan. Dalam tingkatan usia, seakan-akan sudah menjadi suatu etiket dan kebiasaan, bahwa yang lebih tualah yang lebih dahulu mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan dari yang lebih muda usianya. Dan pada waktu di perkenalkan, maka tentu akan memperkenalkan nama kita akan menyebut nama kita. Dan segeralah kita mengulurkan tangan kepada orang yang diperkenalkan. Kalau orang yang akan diperkenalkan itu terlebih dahulu menyebut namanya, maka dialah yang lebih dulu mengulurkan tangan.

Dalam etiket-etiket diatas kita sebagai guru sudah sewajarnya mengajarkan anak didik tentang bagaimana cara bergaul yang baik.

KESIMPULAN

(6)

untuk mendewasakan pribadi guru. Guru semestinya bisa memaklumi problema-problema anak didiknya pada saat usia dini, dan bisa memberikan pengarahan yang baik.Tugas guru juga memberikan bagaimana etiket yang baik untuk anak didiknya nanti ketika beranjak remaja lalu dewasa.

DAFTAR PUSTAKA

Elga, A. (2006). Problem Anak Usia Dini Berbasis Gender. Yogyakarta: KANISIUS

Surya, A. G. (1989). Etika dan Etiket Bergaul. Semarang: CV. ANEKA ILMU

Zuriah, N. (2008). Pendidikan Moral & Budi Pekerti dalam Perspektif Perubahan. Jakarta: PT Bumi Aksara

HC, C. (1988). Pendidikan Moral Dalam Beberapa Pendekatan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Pendidik

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan pengolahan data uji validitas pada tabel 2 di atas dapat diketahui hasil uji validitas yang dilakukan pada ketiga variabel antara citra merk X1 (Harga), X2 (Kualitas

Credit Union (CU) Muare Pesisir Kantor Pelayanan (KP) Siantan, dalam hubungan intern CU pernah terjadi adanya anggota yang tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan

Tabel 2. persentase peningkatan kuat tekan beton normal menggunakan bahan tambah Sika Viscocrete - 10 dengan nilai fas 0,35 terjadi peningkatan pada umur pengujian 7 hari

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) manakah yang memberikan prestasi belajar matematika lebih baik, model pembelajaran kooperatif tipe TGT, NHT , atau

Warna tubuh bervariasi dari semi-transparan hijau keabu-abuan gelap atau kemerahan, sering dengan bintik-bintik yang berbeda, memiliki garis atau tanda lain pada

• Membandingkan unsur-unsur intrinsik prosa naratif drama Indonesia dengan prosa naratif drama terjemahan Jenis tagihan: • tugas individ u/ • kelom pok Bentuk Instrumen :

Daerah tersebut juga merasakan guncangan gempa cukup besar terutama daerah Klaten yang berbatasan dengan daerah Yogyakarta seperti Kecamatan Prambanan dan

Dari hasil analisa backbone ATM, diperoleh total bit rate link sebesar 1213,92 Mbps untuk node HOL dan 1193,36 Mbps untuk node FOC-II dengan nilai data rate link maksimum antar