• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Pemerasan dengan Menggunakan Senjata Tajam yang Dilakukan Secara Bersama-Sama (Studi Kasus Nomor 266 Pid.B 2014 Pn.Sbg)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Pemerasan dengan Menggunakan Senjata Tajam yang Dilakukan Secara Bersama-Sama (Studi Kasus Nomor 266 Pid.B 2014 Pn.Sbg)"

Copied!
1
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK Tri Bosco Ignatius M * Prof. Dr. Madiasa Ablisar, SH., M.S **

Alwan, SH., M.Hum ***

Tindak pidana pemerasan dapat dikatakan sebagai perbuatan yang sudah banyak terjadi, dari jaman dahulu sampai sekarang. Namun, setiap perbuatan yang terjadi disetiap wilayah pasti terdapat unsur dan motif yang berbeda-beda serta unsur dan sebab akibatnya. Tindak pidana pemerasan sebagaimana diatur dalam Bab XXIII KUHP sebenarnya terdiri dari dua macam tindak pidana, yaitu tindak pidana pemerasan (afpersing) dan tindak pidana pengancaman (afdreiging). Kedua macam tindak pidana tersebut mempunyai sifat yang sama, yaitu suatu perbuatan bertujuan memeras orang lain. Justru karena sifatnya yang sama itulah kedua tindak pidana ini biasanya disebut dengan nama sama, yaitu ”Pemerasan‟‟ serta diatur dalam bab yang sama. Permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimanakah pengaturan hukum pidana terhadap tindak pidana pemerasan dengan menggunakan senjata tajam yang dilakukan secara bersam-sama dan bagaimanakah analisis kasus terhadap tindak pidana pemerasan dengan menggunakan senjata tajam yang dilakukan secara bersama-sama (studi kasus nomor 266/pid.b/2014/pn.sbg).

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara menganalisa hukum yang tertulis dari bahan pustaka atau data sekunder belaka yang lebih dikenal dengan nama dan bahan acuan dalam bidang hukum atau bahan rujukan bidang hukum.

Bentuk dakwaan yang digunakan oleh jaksa dalam surat dakwaan ini adalah dakwaan tunggal dengan menggunakan pasal 368 ayat (1) 1 KUHP. Bentuk dakwaan tunggal ini dipakai karena tidak adanya keraguan oleh jaksa untuk mengidentifikasi tindak pidana apakah yang dilakukan oleh para terdakwa.Dengan tidak adanya keraguan tersebut, maka jaksa dapat membuat dakwaan dengan bentuk dakwaan tunggal. Dalam kasus putusan Pengadilan Negeri Sibolga Nomor 266/Pid.B/2014/PN.SBG, para Terdakwa telah dapat dimintai pertanggungjawaban pidananya karena telah memenuhi unsur-unsur pertanggungjawaban pidana yaitu adanya kemampuan bertanggungjawab, adanya kesalahan yang berbentuk kesengajaan (dolus), serta tidak adanya alasan yang menghapuskan kesalahan para terdakwa (alasan pemaaf).

* Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ** Dosen Pembimbing I

*** Dosen Pembimbing I

Referensi

Dokumen terkait

Kedua, pertimbangan hakim dalam menangani tindak pidana pembunuhan berencana secara bersama-sama, Jaksa Penuntut Umum dapat membuktikan bahwa terdakwa adalah yang

3.1 Kesesuaian Formulasi Dakwaan Jaksa Penuntut Umum Dalam Perkara Pidana Nomor: 868/Pid.B/2010/PN.Bwi Dengan Tindakan Terdakwa

Menimbang, bahwa oleh semua unsur-unsur yang terdapat dalam dakwaan jaksa Penuntut Umum telah terpenuhi, maka Majelis Hakim berpendapat bahwa terdakwa telah

Bahwa dengan terpenuhinya semua unsur dari tindak pidana yang didakwakan kepada para terdakwa sebagaimana dirumuskan dalam dakwaan alternative Jaksa Penuntut Umum

Hal tersebut kerena dalam bentuk dakwaannya dipergunakan hanya satu tindak pidana saja yang didakwakan yaitu pasal 368 ayat (1) 1 KUHP tentang pemerasan yang dilakukan

Berdasarkan uraian tersebut diatas maka penulis berpendapat bahwa penerapan hukum terhadap tindak pidana secara tanpa hak membawa atau menyimpan senjata tajam yang dilakukan oleh

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbuatan pidana yang dilakukan terdakwa adalah tindak pidana perkosaan terhadap anak kandung sebagaimana dakwaan jaksa penuntut

Dakwaan tunggal yang digunakan oleh jaksa penuntut umum yang mendakwakan Pasal 310 ayat 4 (empat) UU No.22 tahun 2009, menuntut terdakwa dengan pidana penjara