• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RTLH) Terhadap Kualitas Hidup Keluarga Miskin di Kelurahan Bandar Utama Tebing Tinggi Kota Kota Tebing Tinggi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dampak Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RTLH) Terhadap Kualitas Hidup Keluarga Miskin di Kelurahan Bandar Utama Tebing Tinggi Kota Kota Tebing Tinggi"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Di abad 21 ini tidak bisa dipungkiri bahwa pembangunan dimana-mana

sudah semakin cepat dan kompleks, guna memenuhi kebutuhan manusia yang juga semakin banyak. Namun tanpa dipungkiri semua perkembangan ini sudah menimbulkan masalah. Permasalahan yang ada dalam proses pembangunan

meliputi permasalahan yang sifatnya mendasar seperti yang umum dialami oleh sebagian besar daerah lain, serta permasalahan ikutan yang berkembang seiring

dengan derap laju pembangunan. Berbagai permasalahan tersebut antara lain tingginya angka pengangguran; laju pertumbuhan ekonomi yang masih lambat;

terbatasnya sumber pembiayaan pembangunan daerah; serta kemiskinan.

Kemiskinan kini tidak lagi dianggap sebagai permasalahan ekonomi semata, tetapi lebih didefinisikan sebagai suatu kondisi dimana hak-hak dasar masyarakat

untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat tidak dapat terpenuhi dengan baik. Hak dasar masyarakat yang diakui secara umum antara lain terpenuhinya kebutuhan pangan, sandang, dan papan/perumahan, akses

kesehatan, akses pendidikan, air bersih, keberlanjutan lingkungan hidup, rasa aman, dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik. Dalam

kenyataanya hak-hak dasar tersebut tidaklah berdiri sendiri dan saling mempengaruhi satu sama lain, sehingga tidak terpenuhinya satu hak dapat

(2)

Salah satu hak dan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi setiap manusia dan keluarganya adalah tempat tinggal atau papan selain pangan dan sandang. Dimana kebutuhan tempat tinggal ini sudah sejak lama menjadi perhatian dunia

internasional pada umumnya dan negara-negara berkembang pada khususnya, karena memiliki dimensi persoalan yang luas seiring dengan perkembangan

sosio-ekonomi dan pertumbuhan perkotaan. Namun pada kenyataannya, tidak semua orang mampu memenuhi kebutuhan rumah karena alasan ekonomi atau kemiskinan.

Berbagai keterbatasan yang dialami membuat banyak masyarakat miskin tidak mampu menempati rumah tidak layak huni. Mereka hanya mampu

membangun rumah tidak permanen dari bahan-bahan yang mudah rusak atau bahan-bahan bekas. Bahkan di daerah perkotaan, kamiskinan menyebabkan orang terpaksa membangun perkampungan kumuh dengan rumah gubuk di lahan-lahan

pemerintah. Didorong oleh rasa keprihatinan pada kondisi permukiman yang ada diperkotaan, para wakil pemerintah dari berbagai negara dalam KTT millenium-PBB yang dilaksanakan bulan September 2000, telah menyepakati tujuan

pembangunan global yang dituangkan dalam Millenium Development Goals (MDG). Salah satu target MDG tersebut adalah meningkatkan kualitas kehidupan

100 juta masyarakat di permukiman kumuh pada tahun 2020 (kompasiana, 2013). Amanat Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen II pasal 28 H, UU No 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Permukiman, dan UU No. 39 Tahun 1999

Tentang HAM disebutkan bahwa hunian yang layak merupakan hak dasar Warga Negara Indonesia. Setiap warga negara mempunyai hak dan kesempatan yang

(3)

dan permukiman. Dengan demikian, setiap warga negara berhak mendapat pelayanan akan kebutuhan perumahan. Karena itu, terpenuhinya kebutuhan perumahan dan permukiman merupakan tuntutan dan kebutuhan masyarakat

Indonesia.

Sesudah manusia memenuhi kebutuhan jasmaninya yaitu sandang, pangan,

serta kesehatan, kebutuhan akan rumah atau tempat tinggal merupakan salah satu motivasi untuk pemgembangan hidup yang lebih tinggi. Khususnya bagi rakyat miskin, pemenuhan kebutuhan papan amat mendesak. Apalagi pemukiman di

tengah kota sudah semakin sesak, hampir tak teratur lagi. Harus diakui, bahwa masih banyak masyarakat Indonesia belum memiliki rumah. Ataupun jika ada,

banyak diantara mereka yang memiliki rumah namun tidak layak huni, terutama jika ditinjau dari sudut kesehatan. Padahal pemenuhan kebutuhan perumahan adalah termasuk indicator dari tingkat kesejahteraan masyarakat.

Pada dasarnya rumah memiliki fungsi yang sangat besar bagi individu dan keluarga, tidak saja mencakup aspek fisik, tetapi juga mental dan sosial. Fungsi rumah sebagai tempat tinggal yang baik harus memenuhi sarat fisik, yaitu aman

sebagai tempat berlindung dari ancaman dan ganguan yang berasal dari luar rumah seperti panas, angin dan hujan, serta secara mental memenuhi rasa

kenyamanan dan damai, dan secara sosial dapat menjaga privasi antar keluarga, menjadi media bagi pelaksanaan bimbingan, pelembagaan nilai, norma dan pengembangan pola relasi sosial.(Sosiokonsepsia Vol. 17, No. 02 2012 Hal.206).

Mengutip data dari Rencana Strategis II Kementrian Perumahan Rakyat

(2010-2014) menunjukan masih banyak selisih jumlah rumah dan kebutuhan akan

(4)

mengunakan Survei Sosial Ekonomi Nasional dimana Kebutuhan akan perumahan

yang belum terpenuhi (backlog) di Indonesia pada saat ini mencapai 13,5 juta unit, sedangkan pembangunan rumah baru hanya sekitar 300-400 ribu unit setiap

tahunnya. (Sosiokonsepsia Vol. 17, No. 03 2012 Hal.270).

Terkait dengan itu sampai dengan tahun 2014, jumlah penduduk Indonesia

lebih kurang 250 juta jiwa dan pertumbuhan penduduk sebesar 1.49 persen per tahunnya, dengan populasi penduduk miskin (keluarga miskin) di Indonesia masih cukup besar. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), penduduk miskin di

Indonesia pada bulan Maret 2014, jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 28,28 juta orang, jumlah ini berkurang sebesar 0,32 juta orang jika

dibandingkan dengan penduduk miskin pada September 2013 sebesar 28,60 juta orang.(Beritasatu, 2014).

Keadaan jumlah penduduk yang banyak dengan pertumbuhan penduduk

yang tidak di imbangi dengan pembangunan pemukiman dan jumlah rumah layak

huni serta kemiskinan yang menjerat, menyebabkan banyak penduduk miskin

mendirikan hunian liar atau pemukiman kumuh yang mana mereka membangun

rumah tidak permanen dari bahan-bahan yang mudah rusak atau bahan-bahan

bekas. Jika dilihat dari kualitas lingkungan, kualitas tata ruang, maupun kualitas

manusia penghuninya sudah jelaslah bahwa kondisi ini sangat mempengaruhi

kualitas hidup keluarga yang tinggal didalamnya.

Kualitas hidup sangat berkaitan erat dengan kemiskinan dan saling

mempengaruhi satu sama lain. Kemiskinan sudah pasti mempengaruhi kualitas

hidup masyarakat, dimana masyarakat miskin sangat rentan tidak dapat

(5)

dengan sarana dan prasarana rumah yang baik yang dapat menunjang kualitas

hidup penghuninya. Hal ini disebabkan ketidak mampuan masyarakat dalam

membangun rumah yang layak karena kemampuan ekonomi masyarakat yang

kurang, sehingga tidak mampu membeli bahan bangunan yang semakin tinggi

Kualitas hidup juga mempengaruhi kemiskinan. Kualitas hidup perlu

diperhatikan terkhususnya pada pemenuhan akan rumah yang layak huni, karena

rumah yang layak huni secara fisik, sosial dan mental akan mempengaruhi komunikasi dan relasi sosial anggota keluarga, kebiasaan, pola pikir dan cara

hidup, interaksi dengan lingkungan, dimana situasi tersebut dapat mempengaruhi produktivitas. Dengan meningkatnya kualitas rumah diharapkan juga

meningkatkan kualitas hidup masyarakat, sehingga dapat mempengaruhi peningkatan produktivitas mereka. Dengan produktivitas yang meningkat diharapkan dapat menekan angka penganguran dan menekan tingkat kemiskinan

di masyarakat.

Dari data Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) mencatat rumah tidak layak huni (RTLH) di Indonesia mencapai angka 7,9 juta unit. Ironisnya,

angka ini diprediksi akan terus meningkat tiap tahunnya jika tidak ditangani secara serius. Merespon kondisi masyarakat miskin yang dikaitkan dengan

pemenuhan kebutuhan rumah layak huni, Kementerian Sosial RI mengembangkan

kebijakan sosial Penanggulangan Kemiskinan (P2K) melalui Rehabilitasi Sosial

Rumah Tidak Layak Huni (RS-RTLH). RS-RTLH dimaksudkan untuk memenuhi

kebutuhan rumah layak huni sebagai unsur kesejahteraan sosial. Kegiatan

RS-RTLH tersebut dilaksanakan dengan tujuan untuk mengatasi sebagian masalah

(6)

tinggal, meningkatnya kemampuan keluarga dalam melaksanakan peran dan

fungsi keluarga untuk memberikan perlindungan, bimbingan dan pendidikan,

meningkatnya kualitas hidup dan kesehatan lingkungan permukiman.

Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RTLH) ini sudah

merehab ribuan rumah tidak layak huni di seluruh Indonesia. Di Sumatera Utara

sendiri salah satu wilayah yang menerima bantuan ini adalah Kota Tebing Tinggi.

Jumlah penduduk Kota Tebing Tinggi yakni sebanyak 147.771 jiwa yang terdiri dari 35.764 Kepala Keluarga dan jumlah penduduk miskin sebanyak 17.629 jiwa

yang tersebar di beberapa kecamatan di kota ini. Jumlah ini menunjukan bahwa masih banyak penduduk di kota ini yang berada di bawah garis kemiskinan.

Pelaksanaan Rehabilitasi Rumah Tidak Layak Huni yang merupakan salah satu program penanggulangan kemiskinan Kota Tebing Tinggi dilaksanakan dalam bentuk fasilitasi dan stimulasi pembangunan perumahan masyarakat berupa

Atap, Lantai dan Dinding (ALADIN). Berdasarkan data yang dihimpun Pemkot Tebing Tinggi tahun 2011, jumlah RTLH di kota itu tercatat sebanyak 8.292 unit yang tersebar di 5 kecamatan dan 35 kelurahan di kota ini.

Program Rehabilitasi Rumah Tidak Layak Huni sudah dijalankan Pemerintah Kota Tebing Tinggi sejak tahun 2001. Pada tahun 2001 Rehabilitasi

Rumah Tidak Layak Huni dikelola Badan Pemberdayaan Masyarakat (BPM) dengan mengunakan dana APBD Kota Tebing Tinggi. Kemudian pada tahun 2008 Rehabilitasi Rumah Tidak Layak Huni mulai dikelola oleh Dinas Sosial Tenaga

Kerja Kota Tebing Tinggi, dengan dana yang berasal dari APBD, bantuan Kementrian Sosial RI sebanyak 100 unit pada tahun 2008 dan 2009, dan bantuan

(7)

Utara sebanyak 187 unit tahun 2012. Sampai tahun 2014 dari 8.292 unit RTLH sudah 1.825 unit RTLH yang sudah di rehabilitasi.

Dana rehabilitasi rumah yang di kelola memiliki besaran masing-masing.

Untuk dana yang berasal dari APBD setiap unit memperoleh bantuan sebesar Rp. 15.000.000 bahan bagunan dan Rp.3.000.000 untuk upah tukang, dari Kementrian

Sosial RI setiap unit memperoleh bantuan sebesar Rp. 10.000.000 untuk bahan bagunan dan upah tukang dan dari Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Propinsi Sumatera Utara RI setiap unit memperoleh bantuan Rp. 7.500.000 untuk bahan

bagunan sedangkan upah tukang berasal dari APBD kota sebesar Rp. 1.000.000. Salah satu lokasi RS-RTLH ada di Kelurahan Bandar Utama. Kelurahan

Bandar Utama, Kecamatan Tebing Tinggi Kota merupakan salah satu kelurahan

di Kota Tebing Tinggi, dimana penduduknya masih banyak menerima bantuan

Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RTLH). Salah satu sebabnya

karna di lokasi ini terkenal dengan lingkungannya yang kumuh, dimana

penduduknya masih tinggal di rumah yang kondisi fisik serta sarana dan prasarana

rumah yang tidak sehat. Dari data Dinas sosial Kota Tebing Tinggi sudah ada 34

rumah yang sudah direhabilitasi di kelurahan ini sejak tahun 2008.

Kondisi rumah yang tidak layak huni pada dasarnya dapat mempengaruhi

kualitas hidup keluarga yang tinggal didalamnya. Kualitas hidup keluarga di

Kelurahan Bandar Utama ini termasuk sangat memprihatinkan, dimana dari

kondisi atap, dinding, dan lantai rumah yang terbuat dari bahan yang seadanya,

ventilasi rumah yang kurang memadai, serta sanitasi yang jauh dari kata sehat.

(8)

masyarakat terhadap kesehatan lingkunganya yang menyebabkan kualitas hidup

keluarga di Kelurahan Bandar Utama rendah.

Rumah merupakan tempat dimana berlangsungnya interaksi antar individu

dan tempat pendidikan pertama untuk mencetak generasi selanjutnya. Untuk itu

rumah yang sehat dan layak huni sudah menjadi mutlak dimiliki setiap keluarga.

Bagaimana mungkin keluarga di kelurahan Bandar Utama memiliki kualitas hidup

yang baik jika rumah yang mereka tempati tidak dapat memberikan rasa aman

nyaman dan senang ketika tinggal didalamnya. Dengan terlaksananya Program

Rehabilitasi Rumah Tidak Layak Huni, maka penulis tertarik untuk meneliti dan

menyusun ke dalam bentuk skripsi yang berjudul “Dampak Rehabilitasi Sosial

Rumah Tidak Layak Huni (RS-RTLH) Terhadap Tingkat Kualitas Hidup

Keluarga Miskin di Kelurahan Bandar Utama Kecamatan TebingTinggi

Kota Kota Tebing Tinggi”

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang ada pada latar belakang masalah diatas, maka penulis merumuskan masalah penelitian ini sebagai berikut: “ Bagaimana dampak

(9)

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menjelaskan Dampak

Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RTLH) terhadap tingkat kualitas hidup keluarga miskin di Kelurahan Bandar Utama, Kecamatan Tebing

Tinggi Kota, Kota Tebing Tinggi

1.3.2 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan dalam rangka:

a. Pengembangan konsep dan teori-teori yang berkenaan dengan masalah

kemiskinan, kualitas hidup dan keluarga miskin

b. Pengembangan kebijakan dan model pelaksanaan Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RTLH)

1.4 Sistematika Penulisan

Untuk memahami dan mengetahui isi skripsi ini, penulis menyajikan penelitian ini dalam enam bab yang memiliki sistematika sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penelitian.

(10)

Bab ini berisikan uraian konsep yang berkaitan dengan masalah dan objek yang berkaitan dengan masalah dan objek yang diteliti,

kerangka pemikiran, definisi konsep, dan definisi operasional.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan tipe penelitian, lokasi penelitian, lokasi

penelitian, subjek penelitian, teknik pengumpulan data, dan

teknik analisis data.

BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisikan tentang gambaran umum lokasi penelitian yang berhubungan dengan masalah objek yang akan diteliti.

BAB V : ANALISA DATA

Bab ini berisikan tentang uraian data yang diperoleh dalam

penelitian beserta analisisya.

BAB VI : PENUTUP

Referensi

Dokumen terkait

Grafik Rata-Rata Nilai GFRG pada Masing-Masing Level Parameter Proses Berdasarkan rata-rata nilai GFRG dan plotting nilai tersebutpada masing-masing level parameter proses,

Dari permasalahan ini maka muncul rumusan masalah yaitu bagaimana pola interaksi sosial antara keluarga miskin dan pelaksana program dalam penanggulangan kemiskinan

Objek penelitian ini adalah keseluruhan proses dan hasil pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dalam rangka

Agar pembahasan lebih terfokuskan pada sasaran pembahasan, maka kami akan paparkan beberapa kata kunci dalam definisi konseptual ini sesuai dengan judul kami yakni

Dengan demikian, penelitian ini berfokus untuk menganalisis dampak yang terjadi pada pasar ekspor perikanan dengan komoditas udang dan ikan ke Eropa bila

Langkah pengerjaan umur kelelahan untuk pipa bawah laut karena beban akibat flowrates fluida dalam pipa dan beban eksternal akibat arus adalah dengan mengkombinasikan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa makanan yang disajikan pada upacara perkawinan adat Jawa Tengah di desa sungai jambu, ada tiga macam yaitu makanan yang disajikan

18.Panjang Ruas Keempat Bawah (PEB) yaitu pengukuran jarak dari batas karapas posterior ruas ketiga bawah hingga ke ruas keempat bawah 19.Panjang Ruas Kelima Bawah (PLB)