• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fungsi Uang dalam Perspektif Islam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Fungsi Uang dalam Perspektif Islam"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

FUNGSI UANG

DALAM PERSPEKTIF ISLAM

(Studi Pemikiran Ekonomi Para Cendekiawan Muslim Abad Klasik Dan Pertengahan)

A. PENDAHULUAN

Pada awal peradaban, manusia memenuhi seluruh kebutuhan hidupnya secara mandiri mereka memperoleh makanan atau berburu untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Karena sifat kebutuhan manusia pada masa ini masih sangat sederhana, mereka belum membutuhkan orang lain untuk melakukan perdagangan. Dalam periode awal ini manusia belum mengenal transaksi perdagangan atau kegiatan jual beli.

Ketika jumlah manusia semakin bertambah dan semakin majunya peradaban, kegiatan serta interaksi antar sesama manusia semakin meningkat. Jumlah dan jenis kebutuhan manusia juga semakin beragam. Satu sama lain mulai saling membutuhkan karena tidak ada individu yang secara sempurna mampu memenuhi kebutuhannya sendiri. Pada tahapan manusia yang masih sangat sederhana mereka dapat menyelenggarakan tukar-menukar kebutuhan dengan cara barter.1

Namun dalam perkembangannya sistem barter ini menemui beberapa kesulitan, adapun kesulitan utama barter yakni kesulitan menetapkan nilai barang dan kesulitan menemukan double coincidence ( kesamaan ganda ).2 Kesukaran

barter tersebut akhirnya membawa manusia kepada keperluan akan uang, yakni alat tukar yang berlaku umum. Bermacam-macam benda pernah dipakai oleh umat manusia sebagai uang, sehingga orang mempergunakan benda yang paling

memenuhi syarat sebagai uang.

Secara umum uang dapat diartikan sebagai sesuatu yang dapat diterima sebagai alat pembayaran dalam suatu wilayah tertentu atau sebagai alat

1 Rianto, M. Nur. Dasar-Dasar Ekonomi Islam. PT Era Adicittra Intermedia. Cet 1. 2011. Hlm 111.

(2)

pembayaran utang atau sebagai alat untuk melakukan pembelian barang dan jasa. Dengan kata lain, bahwa uang merupakan alat yang digunakan dalam melakukan pertukaran baik barang maupun jasa dalam suatu wilayah tertentu saja.3

Dalam ekonomi Islam uang adalah uang, uang bukan capital. Sebaliknya, konsep uang yang dikemukakan dalan ekonomi konvensional tidak jelas.

Seringkali istilah uang sebagai uang dan uang sebagai capital.

Dalam tulisan ini akan dibahas beberapa fungsi uang dalam perspektif Islam, dengan pendapat dari beberapa tokoh ekonomi Islam seperti Imam Al-Ghazali, Ibn Taimiyah, Ibn Khaldun, Al-Maqrizi, Abu Ubaid dan sebagainya.

B. FUNGSI UANG DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Dalam sejarah Islam uang merupakan sesuatu yang diadopsi dari

peradaban Romawi dan Persia. Ini dimungkinkan karena penggunaan dan konsep uang tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Dinar adalah mata uang emas diambil dari Romawi dan diterbitkan oleh Raja Dinarius dari Kerajaan Romawi memenuhi kriteria uang yang nilainya stabil. Dirham adalah mata uang yang terbuat dari perak dan diterbitkan oleh Ratu dari Kerajaan Ssanid Persia juga memenuhi krieria uang yang stabil. Sehingga meskipun dinar dan dirham bukan diterbitkan oleh negara Islam, keduanya dipergunakan di zaman Rasulullah SAW. Perihal dalam Al-Qur’an dan Hadist dua logam mulia ini, emas dan perak, telah disebutkan baik dalam fungsinya sebagai mata uang atau sebagai harta lambang kekayaan yang disimpan.

Dalam perkembangan selanjutnya ketika Daulah Islamiyah merambah ke wilayah- wilayah yang lebih luas dan terjadi benturan pengaruh dengan Romawi dan Persia, maka muncul pemikiran untuk memiliki mata uang yang diterbitkan oleh Pemerintah Islam, Namun saat itu, pemerintah Islam belum mempunyai kemampuan mencetak mata uang dari emas dan perak.

Imam Malik menjelaskan: “Apabila kulit telah menjadi uang resmi di mata ‘urf dan pasar, maka uang tersebut hukumnya sama dengan uang dari emas dan perak.” Ulama Mazhab Maliki mengomentari kebolehan fulus (uang yang terbuat

(3)

dari tembaga) digunakan sebagai uang disebabkan pemerintah menyatakan sebagai alat bayar resmi. Dalam kitab al-Mudawwanah disebutkan bahwa hal tersebut karena fulus telah memiliki stempel uang, sebagaimana halnya dinar dan dirham.

Itu sebabnya sejarah uang dalam Islam mengenal berbagai jenis uang, yaitu:

a. Dinar dan ‘Ain : mata uang terbuat dari emas cetakan b. Dirham dan Wariq : mata uang terbuat dari perak cetakan

c. Dirham Magsyusah: mata uang terbuat dari campuran perak dan metal lain.

d. Fulus : mata uang terbuat dari tembaga.

Umar bin khattab berkata, “saat aku ingin menjadikan uang dari kulit unta”, ada orang yang berkata “ kalau begitu unta akan punah” kemudian Umar berkata “maka aku batalkan keinginan tersebut”.4

Emas dan perak tidak serta merta menjadi uang bila tidak ada stempel (sakkah) negara. Imam Nawawi berkata “Makruh bagi rakyat biasa mencetak sendiri dirham dan dinar, sekalipun dari bahan yang murni, sebab pembuatan tersebut adalah wewenang pemerintah. Kemudian apabila dirham magsyusah tersebut dapat diketahui kadar campurannya, maka boleh menggunakannya baik dengan kebendaan maupun dengan nilainya. Adapun jika kadar campuran tersebut tidak diketahui, maka disini ada dua pendapat. Dan pendapat yang paling shahih mengatakan hukumnya boleh. Sebab, yang dimaksudkan adalah lakunya di pasaran. Dan campuran dari tembaga yang terdapat pada dirham tersebut tidak mempengaruhi, sebagaimana halnya adonan”.

Dalam sistem perekonomian manapun, fungsi utama uang adalah sebagai alat tukar (medium of exchange). Ini adalah fungsi utama uang. Dari fungsi utama ini, diturunkan fungsi-fungsi yang lain seperti uang sebagai standard of value

(pembakuan nilai), store of value (penyimpan kekayaan), unit of account (satuan penghitungan) dan standard of deffered payment (pembakuan pembayaran tangguh). Mata uang manapun niscaya akan berfungsi seperti ini.

(4)

Namun ada satu hal yang berbeda dalam memandang uang, antara sistem kapitalis dengan sistem Islam. Dalam sistem perekonomian kapitalis, uang tidak hanya sebagai alat tukar yang sah (legal tender) melainkan juga sebagai

komoditas. Menurut sistem kapitalis, uang juga dapat diperjualbelikan dengan kebaikan baik on the spot maupun secara tangguh. Lebih jauh, dengan cara pandang demikian, maka uang juga dapat disewakan (leasing).

Ibnu Taimiyah menyebutkan dua fungsi utama uang, yakni sebagai pengukur nilai dan media pertukaran bagi sejumlah barang yang berbeda. Ia menyatakan:

Atsman ( harga atau yang dibayarkan sebagai harga, yaitu uang ) dimaksudkan sebagai pengukur nilai barang-barang (mi’yar al-amwal ) yang dengannya jumlah nilai barang-barang (maqadir al- amwal ) dapat diketahui dan uang tidak pernnah dimaksudkan untuk diri mereka sendiri. ”

Berdasarkan pandangannya tersebut Ibnu Taimiyah menentang keras segala bentuk perdagangan uang, karena hal ini berarti mengalihkan fungsi uang dari tujuan yang sebenarnya.5

1. Medium of Exchange

Bentuk pertukaran paling sederhana adalah barter, atau pertukaran

langsung dalam bentuk in-natura. Namun barter menghendaki bahwa setiap orang harus saling membutuhkan barang milik kawannya untuk melakukan barter itu, dan hal ini seperti yang telah diuraikan sebelumnya, mengandung dan

mengundang banyak sekali kesulitan. Dengan uang, orang dapat menukarkan barangnya dengan uang untuk kemudian membelanjakan uangnya itu pada barang yang dikehendakinya.6

Pada umumnya para ulama dan ilmuan sosial Islam menyepakati fungsi uang sebagai alat tukar saja. Deretan ulama ternama seperti Al-Ghazali, Ibnu Taimiyah, Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, Ar-Raghbi Al-Ashfahani, Ibnu Khaldun, Al-Maqrizi, dan Ibnu Abidin menegaskan fungsi pokok uang sebagai alat tukar.

5 A.Karim, Adiwarman. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Rajawali Pers. Jakarta. 2012. Ed 3. Hlm 373-374.

(5)

Bahkan Ibnu Qayyim mengecam sistem ekonomi yang menjadikan fulus (mata uang logam dari kuningan atau tembaga) sebagai komoditas biasa yang bisa diperjualbelikan dengan kelebihan untuk mendapatkan keuntungan. Seharusnya mata uang itu bersifat tetap, nilainya tidak naik dan tidak turun. 7

Al-Ghazali berpendapat bahwa dalam ekonomi, uang dibutuhkan sebagai nilai suatu barang. Dengan adanya uang sebagai ukuran nilai barang, maka uang akan berfungsi pula sebagai media pertukaran. Uang diciptakan untuk

memperlancar pertukaran dan menetapkan nilai yang wajar dari pertukaran tersebut. Menurut Al-Ghazali, uang diibaratkan cermin yang tidak mempunyai warna, namun dapat merefleksikan harga semua barang.8

“Jika seseorang memperdagangkan dinar dan dirham untuk mendapatkan dinar dan dirham lagi, ia menjadikan dinar dan dirham sebagai tujuannya, hal ini berlawanan dengan fungsi dinar dan dirham. Uang tidak diciptakan untuk

menghasilkan uang. Melakukan hal ini merupakan pelanggaran. Dinar dan Dirham adalah alat untuk mendapatkan barang-barang lainnya. Mereka tidak dimaksudkan bagi mereka sendiri. Dalam hubungannya dengan barang lainnya, dinar dan dirham adalah seperti preposisi dalam kalimat digunakan untuk memberikan arti yang tepat atas kata-kata. Atau seperti cermin yang memantulkan warna, tetapi tidak memiliki warna sendiri. Bila orang diperbolehkan untuk menjual (mempertukarkan ) uang dengan uang (untuk mendapatkan laba), transaksi seperti ini akan menjadi tujuanya, sehingga uang akan tertahan dan ditimbun. Menahan penguasa atau tukang pos adalah

pelanggaran, karrena dengan demikian mereka dicegah dari menjalankan fungsinya, demikian pula dengan uang”.9

Ibnu Taimiyah juga berpendapat bahwa uang sebagai alat tukar bahannya bisa diambil dari apa saja yang disepakati oleh adat yang berlaku (urf) dan istilah yang dibuat oleh manusia. Ia tidak harus terbatas dari emas dan perak. Misalnya istilah dinar dan dirham itu sendiri tidak memiliki batas alami atau syari’. Dinar dan dirham tuudal diperlukan untuk dirinya sendiri melainkan sebagai waasilah

(medium of exchange). Fungsi medium of exchange ini tidak berhubungan

7 Rianto, M. Nur. Op. Cit. Hlm 130.

8 Rianto, M. Nur. Op. Cit. Hlm 127.

(6)

dengan tujuan apapun, tidak berhubungan dengan materi juga tidak berhubungan dengan gambar cetakannya, namun dengan fungsi ini tujuan dari keperluan manusia dapat dipenuhi.

Apabila uang dipertukarkan dengan uang yang lain, pertukaran tersebut harus dilakukan secara simultan (taqabud) dan tanpa penundaan (hulul). Dengan cara ini, seseorang dapat mempergunakan uang sebagai sarana untuk memperoleh berbagai kebutuhannya. Apabila dua orang saling mempertukarkan uang dengan kondisi di satu pihak membayar tunai sementara pihak yang lainnya berjanji membayar dikemudian hari, kemudian pihak yang pertama tidak akan bisa

menggunakan uang yang dijanjikan untuk bertransaksi hingga benar –benar uang itu dibayar, hal ini berarti pihak pertama telah kehilangan kesempatannya. Dalam pandangan Ibnu Taimiyah, hal inilah yang menjadi alasan kenapa Rasulullah Saw melarang transaksi demikian.10

Al-Ghazali menekankan bahwa uang tidak diinginkan karena uang itu sendiri. Uang baru akan memiliki nilai jika digunakan dalam suatu pertukaran. Tujuan satu-satunya dari emas dan perak adalah untuk dipergunakan sebagai uang (dinar dan dirham).

“ Jika seseorang menimbun dirham dan dinar, ia berdosa. Dinar dan dirham tidak memiliki guna langsung pada dirinya. Dinar dan dirham diciptakan supaya beredar dari tangan ke tangan, untuk mengatur dan memfasilitasi

pertukaran sebagai simbol untuk mengetahui nilai dan kelas barang. Siapapun yang mengubahnya menjadi peralatan- peralatan emas dan perak berarti ia tidak bersyukur kepada penciptanya dan lebih buruk dari pada penimbun uang, karena orang yang seperti itu adalah seperti orang yang memaksa penguasa untuk melakukan fungsi-fungsi yang tidak cocok ...”11

Dari penjelasan tadi jelaslah bahwa pendapat yang menyatakan bahwa uang sebagai medium of exchange, yaitu tidak diperlukan untuk dirinya sendiri, melainkan untuk menjadi perantara dalam memenuhi kebutuhan adalah pendapat yang mencerminkan kebenaran. Inilah yang kemudian menjadi acuan jumhur Ulama hingga sekarang. Fungsi uang sebagai medium of exchange dapat digunakan dan diterima sebagai alat pembayaran.

10 A.Karim, Adiwarman. Op cit.Hlm 374.

(7)

2. Standard of Value / Measure of Value

Bagi Ibnu Khaldun, dua logam yaitu emas dan perak, adalah ukuran nilai. Logam –logam ini diterima secara alamiah sebagai uang dimana nilainya tidak dipengaruhi oleh fluktuasi subjektif :

“ Allah menciptakan dua ‘batuan’ logam tersebut, emas dan perak, sebagai (ukuran ) nilai semua akumulasi modal . ( emas dan peraklah ) yang dipilih untuk dianggap sebagai harta kekayaan oleh penduduk dunia.” 12

Karena itu Ibnu Khaldun mendukung penggunaan emas dan perak sebagai standar moneter. Baginya pembuatan uang logam hanyalah merupakan sebuah jaminan yang diberikan oleh penguasa bahwa sekeping uang logam mengandung sejumlah kandungan emas dan perak tertentu.

“(Standar logam ) bukanlah sesuatu yang ditetapkan dengan kaku tetapi tergantung pada penilaian bebas. Begitu penduduk dari sebuah bagian atau daerah telah memutuskan suatu standar kemurniaan, mereka akan mematuhinya.”13

Al-Maqrizi mengindikasikan bahwa mata uang yang dapat diterima sebagai standar nilai, baik menurut hukum, logika, maupun tradisi, hanya yang terdiri dari emas dan perak. Oleh karena itu, mata uang yang menggunakan bahan selain kedua logam ini tidak layak disebut sebagai uang.14

Abu Ubaid menyatakan bahwa dirham dan dinar adalah nilai harga sesuatu, sedangkan segala sesuatu tidak bisa menjadi nilai harga keduanya.15

Imam Al-Ghazali menegaskan bahwa Allah menciptakan dinar dan dirham sebagai hakim penengah diantara seluruh harga agar seluruh harta bisa diukur dengan keduanya. Dikatakan, unta ini menyamai 100 dinar, sekian ukuran minyak Za’faran ini manyamai 100. Keduanya kira-kira sama dengan satu ukuran, maka keduanya bernilai sama.16

Ibn Rusyd menyatakan bahwa, ketika seseorang susah menemukan nilai persamaan antara barang-barang yang berbeda, jadikan dinar dan dirham untuk 12 A.Karim, Adiwarman. Op cit.Hlm 401.

13 A.Karim, Adiwarman. Op cit.Hlm 402.

14 A.Karim, Adiwarman. Op cit.Hlm 422.

15 Abu Ubaid al-Qasim bin Salam, al-amwal, Tahqiq Muhammad Khalil Harras, Dar al-Fikr, Beirut,1998, hlm512.

(8)

mengukurnya. Apabila seseorang menjual kuda dengan beberapa baju, nilai harga kuda itu terhadap beberapa kuda adalah nilai harga baju itu terhadap beberapa baju. Maka jika kuda itu bernilai 50, tentunya baju-baju itu juga harus bernilai 50.17

Ibn al-Qayyim mengungkapkan bahwa dinar dan dirham adalah nilai harga barang komoditas. Nilai harga adalah ukuran yang dikenal untuk mengukur harta maka wajib bersifat spesifik dan akurat, tidak meninggi (naik) dan tidak menurun. Karena kalau unit nilai harga bisa naik dan turun seperti komoditas sendiri, tentunya kita tidak lagi mempunyai unit ukuran yang bisa dikukuhkan untuk mengukur nilai komoditas. Bahkan semuanya adalah barang komoditas. 18

3. Store of Value

Seperti yang telah dibicarakan diatas, fungsi utama uang adalah sebagai media pertukaran, namun uang juga berfungsi sebagai penyimpan nilai.

Alasannya adalah tidaklah mungkin menjadi media pertukaran tanpa dia

mempunyai nilai dan tentunya menjadi barang yang berharga dan tentunya dapat menjadi media penyimpan uang.19

Al- Ghazali berkata “ kemudian disebabkan jual beli, muncul kebutuhan terhadap dua mata uang. Seseorang yang ingin membeli makanan dengan baju, dari mana dia mengetahui ukuran makanan dari nilai baju tersebut. Berapa? Jual beli terjadi pada jenis barang yang berbeda-beda, seperti dijual baju dengan makanan dan hewan dengan baju. Barang – barang ini tidak sama, maka diperlukan ‘hakim yang adil’ sebagai penengah antara kedua orang yang ingin bertransaksi dan berbuat adil satu dengan yang lain. Keadilan itu dituntut dari jenis harta. Kemudian diperlukan jenis harta yang bertahan lama karena

17 Ibn Rusyd, Bidayat al Mujtahid wa Nihayat al Muqtashid, Dar Ihya al-Turras al-Arabi, Beirut, 1992,2/166, Kitab Buyu, fashl al awwsal: fi ma’rifat asya’illa ti yajuzu fitha al-tafadhul la al-nasa’u.

18 A.Karim, Adiwarman, Ekonomi Makro Islami, Rajawali Pers, Jakarta, 2014, ed.3, cet.7, hlm 81.

(9)

kebutuhan yang terus - menerus. Jenis harta yang paling bertahan lama adalah barang tambang. Maka dibuatlah uang dari emas, perak, dan logam.20

Ibn Khaldun juga mengisyaratkan uang sebagai alat simpanan. Ia menyatakan, kemudian Allah Ta’ala menciptakan dari dua tambang , emas dan perak, sebagai nilai untuk setiap harta. Dua jenis ini merupakan simpanan dan perolehan orang –orang di dunia kebanyakan.21

C. KESIMPULAN

Uang dapat diartikan sebagai sesuatu yang dapat diterima sebagai alat pembayaran dalam suatu wilayah tertentu atau sebagai alat pembayaran utang atau sebagai alat untuk melakukan pembelian barang dan jasa.

Fungsi uang yang pertama, yaitu fungsi sebagai alat tukar ( medium of exchange) disebut sebagai fungsi utama ( primary function) uang, sedangkan fungsi uang yang kedua dan ketiga disebut sebagai fungsi tambahan (secondary function). Seperti uang sebagai standard of value (pembakuan nilai), store of value (penyimpan kekayaan), unit of account (satuan penghitungan) dan standard of deffered payment (pembakuan pembayaran tangguh).

Uang sebagai medium of exchange, yaitu tidak diperlukan untuk dirinya sendiri, melainkan untuk menjadi perantara dalam memenuhi kebutuhan.

Imam Al-Ghazali menegaskan bahwa Allah menciptakan dinar dan dirham sebagai hakim penengah diantara seluruh harga agar seluruh harta bisa diukur dengan keduanya.

Uang juga berfungsi sebagai penyimpan nilai. Alasannya adalah tidaklah mungkin menjadi media pertukaran tanpa dia mempunyai nilai dan tentunya menjadi barang yang berharga dan tentunya dapat menjadi media penyimpan uang.

Daftar Pustaka

20 Al-Ghazali, op.cit.,3/397.

(10)

 Rianto, M. Nur. Dasar-Dasar Ekonomi Islam. PT Era Adicittra Intermedia. Cet 1. 2011.

 Rosyidi, Suherman. Pengantar Teori Ekonomi. Rajawali Pers. Jakarta. Ed revisi. Cet 11. Hlm 271.

 Abu Ubaid al-Qasim bin Salam, al-amwal, Tahqiq Muhammad Khalil Harras, Dar al-Fikr, Beirut,1998.

 Al-Ghazali, Ihya ulumuddin, Dar el-Khair, cet 2, 1993.

 Ibn Rusyd, Bidayat al Mujtahid wa Nihayat al Muqtashid, Dar Ihya al-Turras al-Arabi, Beirut, 1992, Kitab al-Buyu, al-fashl al awwsal: fi ma’rifat al-asya’illa ti yajuzu fitha al-tafadhul la al-nasa’u.

 A.Karim, Adiwarman, Ekonomi Makro Islami, Rajawali Pers, Jakarta, 2014, ed.3, cet.7.

 Umam, Khairul. Islamic Economics Journal 2015,“Perilaku Permintaan Uang Islam”. Cios Universitas Darussalam Gontor . Ponorogo.

 Arif Dalila, Makanat al-Afkar al-Iqtishadiyah Li Ibni Khaldun fi al-Iqtshad al-Siyasi, Dar al-Hiwar, al-Ladziqia, cet.1,1987.

 A.Karim, Adiwarman. Ekonomi Makro Islami. Rajawali Pers. Jakarta.

Referensi

Dokumen terkait

terletak di daerah penolakan Ho artinya hasil pre test tidak sama dengan post test , yaitu ada pengaruh metode pembelajaran eksperimen terhadap peningkatan

Dalam pasal ini dilakukan analisis korelasi antara parameter proses (suhu sinter dan waktu sinter) dan karakteristik sampel yang dihasilkan.Dari hasil pengukuran

Skripsi ini merupakan bukti dari terselesainya materi-materi mata kuliah yang telah di tempuh pada jenjang S1 PG PAUD Universitas Muhammdiyah Jember, Atas segala upaya, bimbingan,

Kombinasi persilangan yang berhasil memberikan pengaruh pada parameter bentuk buah membujur dibandingkan dengan hasil tangkar dalam tetua betina persilangan

Kegiatan : Forum Komunikasi dan Konsultasi Organisasi Kemasyarakatan (Forkomkon Ormas).. Ki Gede

Dengan demikian dapat diinterpretasikan bahwa kesadaran masyarakat mempunyai hubungan yang lemah dengan pemanfaatan Puskesmas Langara Kabupaten Konawe Kepulauan tahun

Judul Geladikarya : Analisis Kinerja dan Pelayanan Pegawai Terhadap Kepuasan Pelanggan Pada PDAM Tirtanadi Cabang Sei Agul Medan?. Nama : Gunawan

Pertumbuhan semai pada perlakuan A2B3 Semai yang telah dibersihkan. Daun digambar di kertas A4 Berat basah