• Tidak ada hasil yang ditemukan

Antropologi Budaya BAB 4 6 Sedikit Ringk

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Antropologi Budaya BAB 4 6 Sedikit Ringk"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 4:

INTEGRASI KEBUDAYAAN

Soal: bagaimana isi kebudayaan tersusun menjadi suatu sistem integral. Inilah integrasi kebudayaan.

Integrasi kebudayaan (cultural integration) itu terjadi atas dua cara, yaitu oleh `fungsi' dan oleh `konfigurasi'. 'Fungsi' berhubungan langsung - dengan integrasi susunannya , (structural integration), sedangkan 'konfigurasi' dengan integrasi psikologisnya (psychological integration). Yang disebut pertama merupakan sistem sosial atau kompleks aktivitas - `intermediate level of culture', sedangkan yang kedua merupakan kompleks ide-ide -`the third level of culture'.' Sementara 'lapisan luar' (kebudayaan fisik, benda-benda) yang kelihatan dalam tiga lapisan lingkaran konsentris kita sebut `the surface level of culture'.` Sedangkan lapisan terdalam dikenal sebagai `sistem gagasan ideologis' atau 'nilai-nilai budaya' (cultural values).

Unsur-unsur pokok kebudayaan universal 1. sistem pengetahuan

2. sistem religi 3. Kesenian 4. bahasa

5. sistem peralatan hidup dan teknologi 6.sistem ekonomi 6. organisasi sosial

4.1. INTEGRASI STRUKTURAL

Kebudayaan terdiri atas unsur-unsur yang berkaitan satu sama lain sebagai suatu organisme hidup. Mereka tersusun menurut fungsi, mulai dari tingkatan-tingkatan yang terkecil dan sederhana sampai yang paling kompleks.

Menurut R. Linton, kesatuan suatu kebudayaan terdiri atas empat `tahap' (pranata) struktural. Setiap kebudayaan terbagi atas lembaga (institutions, cultural activities), yang sifatnya umum (universal). Tiap lembaga terbagi atas kompleks (complexes). Tiap kompleks terdiri atas traits dan traits terdiri atas bagian-bagian (items). Semakin kecil unsur kebudayaan itu, semakin khusus dan lokal sifatnya.

Complex budaya: kumpulan beberapa traits, yang saling berkaitan berdasarkan fungsi yang sama. Institution terdiri dari beberapa complex budaya yang bertalian sedemikian rupa sehingga bersama memenuhi suatu kebutuhan dasar manusia.

Item: bagian-bagian lebih kecil dari trait, yang setidaknya ada arti budayanya di luar trait-nya sebagai suatu barang yang mempunyai fungsi budaya sendiri.

(2)

R Linton (1940) menganjurkan pembedaan antara rupa (form), makna (meaning), faedah (use), dan fungsi (function) dalam arti sempit yang menyangkut unsur-unsur budaya itu.

1. Rupa (form) ialah bentuk, besarnya, cara membuatnya atau memakainya. Pendek kata yang membuat unsur ini menjadi nyata atau kelihatan. Misalnya: bahan, bentuk, dan ukuran parang; irama lagu; cara memukul gong; gerak-gerik tarian.

2. Makna (meaning) ialah keseluruhan asosiasi subjektif yang tergabung dengan bentuk (form). Masing-masing benda atau unsur memiliki makna dan nilai khusus dalam kebudayaan tertentu. Jadi, 'makna' dapat dikatakan sebagai sesuatu yang tak kelihatan. 3. Faedah (use) adalah tujuan atau maksud khusus dalam pemakaian barang budaya.

Misalnya, api, air, parang, kerbau, tarian, dll.

4. Fungsi (function dalam arti sempit) menyatakan hubungan yang jauh lebih luas antara masing¬-masing 'rupa' kebudayaan daripada nyata dari faedahnya saja. Oleh sebab itu, fungsi memperlihatkan hubungan struktural secara jauh lebih luas dan lengkap - status quo!

Fungsionalisme

'Fungsionalisme' adalah aliran metodologis dalam filsafat dan ilmu pengetahuan yang timbul pada tahun 1920-an. Latar belakang timbulnya ialah popularitas Gestalt psychologie, yang bertujuan untuk mendapatkan pandangan universal dan struktural tentang manusia.

Integrasi fungsional antara berbagai upacara agama dan mitologi mempunyai efek pada struktur hubungan antar warga dalam komunitas setempat - lebih bersifat struktural. Untuk menyatakan efek dari suatu keyakinan, adat atau 'pranata' kepada solidaritas sosial dalam masyarakat, Radcliffe-Brown memakai istilah `fungsi sosial' - "the social function of the ceremonial customs of the Andaman Islanders is to transmit from one generation to another the emotional dispositions on which the society (as it is constituted) depends for its existence". Koentjaraningrat menguraikan hal-hal berikut:

1) agar suatu masyarakat dapat hidup langsung, maka harus ada suatu sentimen dalam jiwa para warganya yang -merangsang mereka untuk berperilaku sesuai dengan kebutuhan masyarakat;

2) tiap unsur dalam sistem sosia: dan tiap gejala atau benda yang dengan demikian mempunyai efek pada solidaritas masyarakat, m enjadi pokok orientasi dari sentimen tersebut;

3) sentimen itu ditimbulkan dalam pikiran individu warga masyarakat sebagai akibat pengaruh hidup masyarakatnya;

4) adat-istiadat upacara adalah wahana dengan apa sentimen-ser_timen itu dapat diekspresikan secara kolektif dan berulang pada saat-saat tertentu;

5) ekspresi kolektif dari sentimen memelihara intensitas sentimen itu dalam jiwa warga masyarakat, dan bertujuan meneruskannya kepada warga-warga dalam generasi berikutnya.

(3)

Fungsi menurut Malinowski: the part which is played by any factor of a culture within the general scheme.

Fungsi menurut Radcliffe-Brown: [the function of any recurrent activity ...] is the part it plays in the social life as a whole and therefore the contribution it makes to the maintenance of the structural continuity.

Menurut Malinowski, berbagai unsur kebudayaan yang ada dalam suatu masyarakat gunanya untuk memuaskan sejumlah hasrat naluri manusia. Karena itu unsur "kesenian", misalnya, berfungsi untuk memuaskan hasrat naluri manusia akan keindahan; unsur "sistem pengetahuan" untuk memuaskan hasrat untuk tahu.

4.2. INTEGRASI PSIKOLOGIS

Kebudayaan adalah semacam organisme hidup yang mempunyai bukan hanya alat-alat yang berfungsi, melainkan juga `jiwa' yang mengarahkan dan mengendalikan fungsi-fuagsi itu. Para ahli antropologi menyebut `jiwa' atau 'pikiran kolektif ini sebagai 'konfigurasi' yaitu sistem gagasan, norma, aturan, pedoman dll. yang membentuk cara berpikir dan menentukan tata-kelakuan individu-individu, adat istiadat. Menurut Ruth Benedict, konfigurasi adalah satu 'ide pokok' saja; menurut M.E. Opler, `konfigurasi' adalah suatu 'susunan tema-tema’.

4.2.1. Pengertian konfigurasi

Dari semua kemungkinan untuk menyesuaikan diri pada lingkungan serta untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, setiap masyarakat memilih cara atau jalan pikiran, sikap dan cara bereaksi tertentu dengan sekaligus membuang cara atau jalan lain. Pilihan ini selaras dengan ‘jiwa’ kebudayaannya.

(4)

 Jika 'arah utama' ini dipandang sebagai sikap emosional, maka orang lalu membicarakan tentang `values, value-attitudes, attitudes, interests'. Nilai-nilai pokok (values) adalah dorongan emosional yang dasar.

 Jika 'arah utama' ini dipandang sebagai pangkal cara berpikir, maka dibicarakanlah tentang `premises, postulates, assumptions, themes, hypotheses, inner logic'.

 Jika 'arah utama' ini dipandang sebagai motif kegiatan atau gerakan, maka dibicarakanlah tentang `goals, ideals, sanctions, purposes'. Goals atau motif-motif utama perbuatan.

4.2.2. Teori-teori tentang konfigurasi Pola pola kebudayaan - Ruth Benedict

Menurutnya kebudayaan memiliki suatu karakter distingtif yang sangat besar, seperti individu-individu; ada kebudayaan introvert, paranoid, megalomania. Kebudayaan juga berisi bentuk gagasan dan tindakan.

Pola-pola yang padat ini diterangkannya sebagai keharusan atau hasil mutlak yang berasal dari dorongan atau desakan (drives) yang khas bagi kebudayaan itu. Akhirnya, ia mengakui adanya tingkatan-tingkatan integrasi.

Terminologi yang dipakai Benedict diambilnya dari psikologi. Istilah 'apollonian' dan 'dionysian' -yang dipinjam dari Nietzsche - sebagai ide-ide utama, -yang saling berlawanan, -yang menyerap seluruh kebudayaan.

 Apollonian berarti kebudayaan yang bercorak kesadaran tinggi akan hubungan dengan golongannya (group-conscious), konformistik, ritualistik, yang tahu menahan diri dan berkurban (restrained), cinta damai demi komunitas.

 Dionysian sebaliknya, introvert, individualistik, self-centred, non-konformistik, agresif. Teori tema-tema - Morris E. Opler

Menurutnya, kebudayaan mempunyai bukan hanya satu tema saja, tetapi beberapa tema yang erat hubungannya satu sama lain.

Atas hubungan yang erat ini mereka mengarahkan dan mempersatukan segala unsur kebudayaan menjadi satu keseluruhan.

Kebudayaan tidak mempunyai 'jiwa' yang menyerap semuanya, tetapi ada aturan atau kumpulan yang teratur antara premises, values, and goals (anggapan-anggapan, nilai-nilai, dan tujuan atau cita-cita) yang paling bertalian dengan anggapa.: dasar filsafat yang kurang lebih tetap. Premises, values, dan goals pada umumnya tersembunyi, tidak nyata, oleh sebab itu harus dikupas, dipelajari dan dibandingkan ' terus-menerus.

4.3. KEBUDAYAAN FISIK DAN SISTEM GAGASAN IDEOLOGIS

Artifacts atau 'kebudayaan fisik' meliputi semua benda hasil karya manusia. Contoh: bangunan, benda-benda bergerak - semua hasil karya manusia yang bisa diindrai langsung.

Cultural values atau 'sistem gagasan ideologis' (lapisan terdalam dalam lingkaran konsentris) merupakan gagasan-gagasan yang telah dipelajari manusia sejak usia dini - dan karena itu suka diubah.

(5)

Derajat kesempurnaan atau integrasi suatu kebudayaan bisa berbeda-beda. Ada kebudayaan yang lebih solid dalam kesatuannya daripada yang lain; artinya, ada tingkat-tingkat 'padu' atau `longgarnya kesatuan itu.

4.4.1. Patokan untuk memastikan tingkat integrasi

Tidak satu kebudayaan pun yang terintegrasi secara sempurna. Di lain pihak, ada pula kebudayaan yang mengalami disintegrasi dan disorganisasi.

Suatu kebudayaan disebut terintegrasi pada tingkat tertentu dilihat dari sudut isi, fungsi, dan tema-temanya yang berkaitan erat dan seimbang.

1) Perkaitan unsur-unsurnya (relatedness)

Relatedness berarti pertalian semua traits, complexes, dan institutions kebudayaan menurut fungsi dan logikanya yang khas. Ini berarti unsur-unsurnya saling bergantung satu sama lain.

2) Keteguhan (consistency)

Perkaitan bagian-bagian serta hubungan fungsional saja belum menjelaskan bahwa semuanya bekerja dengan baik dan mudah. Fungsi-fungsi dan tema-tema harus tersambung teguh dan harmonis, artinya, semakin besar suatu kebudayaan terintegrasi, semakin baik keselarasan unsur-unsurnya.

3) Ketimbal-balikan (reciprocity)

Dalam suatu kebudayaan yang terintegrasi dengan baik unsur-unsurnya bukan saja berkaitan dengan teguh tetapi juga saling menyokong secara timbal balik. Ini semacam simbiose, yaitu hidup bersama dengan saling menyokong.

4.4.2. Sintese atau terintegrasi

Teori tentang kebutuhan membantu melukiskan dengan lebih terang tentang integrasi kebudayaan.

Ada tiga macam kebutuhan manusia:

1) Kebutuhan primer (biological imperatives)

Kebutuhan ini dimiliki baik oleh manusia maupun oleh hewan. Kebutuhan ini disebut juga `dorongan/desakan/perintah biologis' (biological imperatives) yang menyangkut hal-hal seperti:

kebutuhan akan makan, kebutuhan fisiologis, kebutuhan melawan iklim, kebutuhan seksual, pembiakan,

kesehatan, dll.

(6)

Ini langsung berkaitan dengan sifat sosial manusia. Pada dasarnya manusia dapat hidup hanya dalam kelompok atau masyarakat. Cara hidup kolektif ini menyebabkan adanya regangan kekelompokan yang dipuaskan oleh pendidikan, bahasa, perekonomian, kepemimpiran, kerjasama, undang-undang dan politik. Misalnya: kebutuhan berorganisasi atau kegiatan bersama, berkomunikasi, kepuasan material, pengawasan sosial (kolektif), sistem pendidikan, dll.

3) Kebutuhan integratif

Disebut demikian karena kebutuhan ini tidak mutlak harus terpenuhi menurut kodrat sosio-biologis manusia, tetapi terpancar dari kodratnya sebagai makhluk bermoral dan berakal budi. Nyata dalam pola-pola magis-religius dan estetik, ilmu pengetahuan dan filsafat, hiburan akan aneka upacara.

Y Kebutuhan akan penilaian yang benar dan yang salah

Y Kebutuhan menyatakan perasaan kolektif dan rasa kepercayaan

Y Kebutuhan akan hiburan don manyatakan perasaan estetik

BAB 5:

DINAMIKA KEBUDAYAAN

Kemampuan berubah selalu merupakan sifat yang penting dalam kebudayaan manusia. Tanpa itu, kebudayaan tidak mampu menyesuaikan diri dengan keadaan yang berubah.

5.1. PENGERTIAN DINAMIKA KEBUDAYAAN

Kebudayaan: kesatuan unsur-unsur dalam suatu organisme hidup. Sebagai organisme hidup, kebudayaan memiliki dua kecenderungan atau kemungkinan:

 untuk tinggal tetap sama (statis, a tendency to persist)

 untuk berubah (dinamis, a tendency to change).

5.1.1. Tempat nerubahan budava

Jika suatu kebudayaan berubah, bukan unsur lahiriah pertama-¬tama yang berubah, melainkan ide atau gagasannya. Ide itu bertempat di dalam akal budi. Itu berarti bahwa perubahan kebudavaan pertama-tama adalah perubahan mental. Target perubahan itu pertama¬tama adalah inside the mind.

Artinya perubahan budaya terjadi menurut aturan dan dasar--dasar psikologis. Hal ini penting disadari, justru karena kebudayaan itu membentuk tingkah laku masyarakat.

Kebudayaan itu bukan hanya sesuatu yang berhubungan dengan pikiran saja. Ada interaksi antara kebudayaan dan masyarakat, antara the code for behaviour dengan actual behaviour. Kebudayaan= kekuatan sentral yang sangat besar mempengaruhi perilaku (bahaviour) seseorang, yang pada gilirannya mempengaruhi aturan (code).

(7)

Kebudayaan di satu pihak cenderung untuk tinggal tetap sama (resisten, stagnan, konstan), di pihak lain cenderung berubah. Dengan memakai istilah psikologi, setiap individu dalam masyarakat condong untuk memegang teguh beberapa ide, membuang yang lain dan menggantikannya dengan yang baru.

Konstanta atau ketetapan dan perubahan adalah dua pengertian yang bukan hanya berlawanan tetapi juga saling berhubungan dan bergantungan.

Untuk memajukan program atau kebijakan pembangunan, ahli-ahli antropologi biasanya bekerja menurut beberapa tahap:

1. meneliti, mencari dan menentukan kebutuhan masyarakat,

2. memformulasikan kebijakan dan memilih alternatif solusi atas masalah yang dihadapi masyarakat tersebut,

3. merencanakan dan melaksanakan proyek sesuai dengan kebijakan dan rencana yang telah ditetapkan,

4. menilai hasil kerja proyek melalui riset evaluasi. 5.1.3. Variasi perubahan

Sebuah pola kebudayaan selalu berupa lapangan. yang penuh dengan kemungkinan-kernungkinan dan variasi-variasi.

5.1.4. Macam-macam perubahan

(1) Luasnya perubahan (the extent of change)

Konservatisme umum (general persistence) terjadi kalau suatu masyarakat melawan perubahan dalam segala bidang. Artinya, kebudayaan tersebut tidak mau menerima apa pun yang baru dan tinggal tetap dalam keadaan tertentu (sejak dahulu kala). Coba peihatikan kebijaksn¬kebijakan sekolah, pengertian tentang hygiene, pola-niode pakaian, dsb.

Konservatisme seksional (sectional persistence) hanya mengenai beberapa aspek kebudayaan, yakni unsur-unsur yang kuat dan amat sulit berubah. Umpamanya, agama (kepercayaan) termasuk unsur yang sangat kuat resistensinya dalam setiap kebudayaan. Konservatisme parsial (partial persistence) ialah suatu bagian khusus dari sectional persistence mengenai suatu kebiasaan yang jarang berlaku. Artinya, dipakai hanya dalam situasi tertentu, misalnva tari-tarian sakral atau tari-tarian kraton yang memiliki fungsi dan tujuannya tertentu.

Peninggalan (survivals) ialah traits atau complexes yang fungsinya berubah dalam waktu lampau, dan sekarang tinggal sebagai suatu kebiasaan saja yang kurang lebih kosong; suatu formalitas atau konvensi saja.

(2) Derajat perubahan (therateofchange)

(8)

Mode ialah perubahan sesaat atau sesewaktu yang singkat waktunya dan terjadi pada satu atau beberapa aspek kehidupan. Contoh: pakaian, rambut, mobil, dll.

Tren jangka panjang (long-term trend) adalah perebahan sesewaktu atau remeh dalam suatu unsur kebudayaan dan berlangsung dalam jangka waktu yang agak lama.

Arus budaya (cultural drift) ialah suatu proses yang secara evolutif mengubah sifat dan cara hidup, tetapi dengan tidak memutuskan hubungan dengan masa lanpau atau cara lama. Tetap ada kontinuitas dalam perubahan itu.

Peristiwa bersejarah (historical accidents) yang bersifat kebetulan adalah perubahan yang mendadak yang berasal dari dalam atau dari luar kebudayaan.

(3) Objek perubahan (the object of change)

Perubanan dapat terjadi pada salah satu atau ketiga tingkat kebudayaan: dalam 'bentuk', dalam fungsi, maupun dalam asumsi-asumsi dasar, nilai-nilai dan drives. Perubahan ini bisa mempengaruhi trait, complex, institution atau bahkan jangkauan yang lebih luas dalam sikap. Misalnya, perubahan bentuk bangunan gereja. Perubahan model/bentuk menunjukkan adanya perubahan gagasan maupun nilai.

(4) Cara perubahan (the manner of change)

Penggantian (substitution) terjadi, kalau satu unsur tradisional dihalau oleh unsur baru. Penggantian juga bisa sempurna (complete) atau tidak sempurna (partial) tergantung pada penghapusan sama sekali atau tidak dari suatu unsur lama.

Penghilangan (loss with no replacement) terjadi kalau satu unsur lenyaa tanpa penggantinya. Seringkali peng.hilanQan adalah akibat suatu reaksi berantai. Penghilangan sering tergabung dengan 'penghapusan' suatu kepercayaan atau tabu-tabu. Termasuk di sini segala mitos dan kepercayaan sia-sia. Bdk. misalnya sikap Gereja pra-Konsili terhadap kebudayaan-kebudayaan daerah!

Penambahan (incrementation with no displacement) terjadi kalau unsur baru diterima dan unsur lama tetap tinggal.

Fusi (fusion) adalah percampuran unsur baru dengan yang lama atau tradisional yang kurang lebih sama isi dan bentuknya. Misalnya masuknya kata-kata asing tanpa meniadakan logat asli.

5.2. PROSES PERUBAHAN BUDAYA

Perubahan budaya dapat ditinjau dari tiga aspek, sebagai suatu proses konsekutif

1) Aspek primer atau inovatif: proses-proses yang membangkitkan perubahan atau yang memberikan dorongan untuk perubahan; originasi, difusi, akulturasi.

2) Aspek sekunder atau integratif proses-proses dalam mana pembaharuan yang dibangkitkan dalam tahap permulaan diintegrasikan ke dalam keseluruhan kebudayaan; reinterpretasi, ramifikasi

(9)

5.2.1. Inovasi: Aspek Primer perubahan budava Penciptaan ('origination')

Disebut 'penciptaan' jika perubahan itu muncul dari dalam kebudayaan itu sendiri; karena kebetulan atau kesengajaan. Proses ini biasa juga disebut 'inovasi'. Inilah yang esensial dalam penciptaan, yakni timbulnya `dari dalam' masyarakat yang bersangkutan dan bukan sebagai pinjaman’ dari luar.

Penemuan baru menjadi invention (membuat sesuatu yang baru) bila masyarakat mengakui, menerima, dan menerapkan penemuan baru itu.

Penciptaan yang baru (invention) selalu terjadi di atas pengalaman sebelumnya, yang menjadi latarbelakang bagi seluruh kebudayaan.

Dibedakan antara penciptaan dasar dan penciptaan sekunder. Penciptaan dasar (basic developmental revolutionary): penciptaan yang menjadi dasar atau batu loncatan untuk penciptaan-penciptaan berikutnya. Peaciptaan sekunder atau modifikatif: aplikasi dan modifikasi dengan menggunakan sesuatu yang sudah ada.

Difusi (`diffusion')

Lawan 'penciptaan' adalah 'difusi', yakni perubahan yang terjadi oleh pengaruh dari luar masyarakat. De facto kebanyakan perubahan kebudayaan disebabkan oleh peminjaman dari kebudayaan lain. Isolasi dan pembatasan diri pada penciptaan sendiri semata-mata menyebabkan stagnasi. Dari sejarah terbukti bahwa perkembangan kebudayaan sejajar dengan keterbukaan dan sa1ing mempengaruhi. Isolasi mematikan perkembangan. Maka kebudayaan-kebudayaan, yang letaknya memungkinkan banyak kontak, berkembang lebih cepat.

Dalam difusi atau penyebaran unsur-unsur kebudayaan, kontak langsung antara kebudayaan yang menerima dan yang memberi, tidak mutlak perlu.

Ada beberapa jenis difusi:

1) stimulus diffusion: terjadi kalau ide (stimulus) dipinjam dan selanjutnya dikerjakan oleh masyarakat yang meminjam. Pure diffusion: pinjaman langsung hasil produksinya, bukan ide. 2) Difusi bertahap dan difusi mendadak dibedakan berdasarkan cepat lambatnya penerimaan.

3) Difusi objektif dan difusi tekhnik. Pada yang pertama, obyek (barangnya) yang dipinjam; pada yang kedua, `know-how'nya yang dipinjam.

4) Difusi strategik: pinjaman itu memerlukan persiapan yang agak luas dan mendalam (industrialisasi, urbanisasi).

5) Difusi aktif dan pasif: tergantung dari masyarakat yang meminjarrt, aktif atau pasif dalam penerimaannya.

6) Difusi dapat mengenai bentuk (rupa), makna, faedah, maupun fungsi. Yang dipinjam dapat berupa trait saja, atau complex, atau bahkan seluruh institution .

Cara khusus difusi adalah akulturasi atau kontak dan adaptasi budaya. Akulturasi pada dasarnya merupakan rangkaian kontak antar budaya yang menjadi proses dinamis timbal balik.

Akulturasi

(10)

kebudayaan; keadaan, intensitas, frekuensi, dan semangat persaudaraan dalam hubungannya; siapa yang dominan, dan siapa yang tunduk; dan apakah datangnya pengaruh itu timbal balik atau tidak. Akulturasi meliputi fenomena yang timbul sebagai hasil, jika kelompok-kelompok manusia yang mempunyai kebudayaan yang berbeda-beda bertemu dan mengadakan kontak secara langsung dan terus-menerus, yang kemudian menimbulkan perubahan dalam pola kebudayaan yang original dari salah satu kelompok atau pada kedua-duanya. .

Untuk menguraikan apa yang terjadi dalam akulturasi para ahli antropologi menggunakan istilah-istilah berikut:

1) Substitusi. di mana unsur atau kompleks unsur-unsur kebudayaan yang ada sebelumnya diganti oleh yang memenuhi fungsinya, yang melibatkan perubahan struktural yang hanya kecil sekali.

2) Sinkretisme, di mana unsur-unsur lama bercampur dengan yang baru dan membentuk sebuah sistem baru, kemungkinan besar dengan perubahan kebudayaan yang berarti. Bandingkan dengan asimilasi, yaitu dua kebudayaan kehilangan identitas masing-masing dan menjadi satu kebudayaan baru.

3) Adisi (addition), di mana unsur atau kompleks unsur¬-unsur baru ditambahkan pada yang lama. Di sini dapat terjadi atau tidak terjadi perubahan struktural. Bandingkan dengan inkorporasi, yakni sebuah kebudayaan kehilangan otonominya, tetapi tetap mempunyai identitas sebagai subkultur, seperti kasta, kelas, atau kelompok etnis.

4) Dekulturasi, di mana bagian substansial sebuah kebudayaan mungkin hilang. Bandingkan dengan kepunahan (ekstinksi), di mana sebuah kebudayaan kehilangan orang-orang yang menjadi anggotanya (karena mati atau bergabung dengan kebudayaan lain), sehingga kebudayaan itu tidak berfungsi lagi.

5) Orijinasi (origination), unsur-unsur baru untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan baru yang timbul karena perubahan situasi.

6) Penolakan, di mana perubahan mungkin terjadi begitu cepat, sehingga sejumlah besar orang tidak dapat menerimanya. Ini menimbulkan pPnolakan sama sekali, pemberontakan, atau gerakan kebangkitan.

5.2.2. Integrasi: Aspek sekunder perubahan budava

Segala sesuatu yang baru dalam kebudayaan harus diintegrasikan ke dalamnya, karena hal-hal baru selalu mengakibatkan disharmoni. Proses sekunder (integratif) ini berusaha mencapai keseimbangan dengan menjadikan hal-hal baru itu bagian integral dari seluruh sistem hidup. Proses integratif ini tidak selalu berhasil, yang akhirnya bisa mengakibatkan timbulnya disorganisasi dalam sistem hidup itu.

Penafsiran kembali ('reinterpretation')

Suatu masyarakat akan menolak mengadopsi suatu ide baru yang dirasakan tidak sesuai dengan sistem budayanya atau memang tidak dibutuhkan. Namun, bila ide baru itu tampaknya diinginkan, masyarakat yang bersangkutan akan mulai menafsirkannya kembali sehingga ide itu cocok dengan sistem simbolnya.

(11)

Dari ketiga level kebudayaaa, pada umumnya 'bentuk' (level pertama) yang paling sedikit mengalami modifikasi.

2. Reinterpretasi makna

Sesuatu yang masuk ke dalam suatu kebudayaan, yaitu 'bentuk' yang telah dikosongkan dari makna dan perkaitan psikologisnya dalam kebudayaan asalnya, mendapatkan jiwa' baru dalam ketudayaaa baru.

3. Reinterpretasi faedah

Ada banyak contoh, misalnya, di beberapa tempat, kertas koran memiliki guna sebagai kertas rokok; lampu minyak tanah menjadi hiasan; kain panas atau selimut menjadi bahan pakaian di Peru.

4. Reinterpretasi fungsi

Tarian hula-hula yang di Hawaii adalah tarian sakral, di Amerika berubah menjadi bagian dari olahraga.

Percabangan ('ramification')

Unsur-unsur kebudayaan tidak terpisan-pisah tetapi saling berkaitan, maka perubahan dalam satu unsur biasanya menyebabkan perubahan dalam unsur-unsur lain. Pengaruh yang berkaitan ini disebut Percabangan (ramification)

Tidak semua pembaruan bercabang berjalan lancar tanpa konflik pribadi dan sosial. 5.2.3. Aspek akibat dari perubahan budava

Perubahan-perubahan budaya selalu membawa dampak yang berwajah ganda: perkembangan (development) atau kemunduran; perluasan (elaboration) atau pcnyederhanaan; pertumbuhan (growth) atau penyusutan dan segregasi; keseimbangan (equilibrium) atau kekacauan.

5.3. KONDISI PERUBAHAN BUDAYA

5.3.1. Faktor-faktor umum yang menguntungkan perubahan

Y Adanya inovator-inovator yang cocok

Y Sikap sosial yang menguntungkan perubahan

Y Kebebasan penelitian serta kegiatan

Y Kekuatan dan efektivitas kontrol sosial

Y Perubahan sebagai faktor pembaruan

Y Keselarasan budava sebagai faktor pembaruan

Y Penggolongan (factionalism)

Y Bencana sebagai faktor perubahan budaya 5.3.2. Kondisi yang menguntungkan Origination Motivasi yang wajar

(12)

motivasi-motivasi mendalam dan kuat. Motivasi-motivasi itu beragam seperti juga inovasi-inovasi.

1) Keinginan yang disadari

Kesadaran bahwa penemuan atau penciptaan baru dapat menguntungkan si pencipta, sangat mendorongnya untuk membuat atau menemukan sesuatu yang baru; biarpun ini bukan satu-satunya motif mereka.

2) Keinginan yang tak disadari

Banyak orang mempunyai keinginan atau kebutuhan yang tak mereka sadari, yang tersimpan dalam bawah sadar. Inilah yang sering mendorong orang untuk menemukan sesuatu atau secara mendadak memberikan pemecahan kepada salah satu masalah. Kreativitas

Seniman atau ahli ilmu pengetahuan, tidak mempunyai motif lain dalam kegiatannya kecuali untuk menciptakan sesuatu atau menemukan kebenaran.

3) Rekonsiliasi ide-ide yang bertentangan

Bisa jadi bahwa usaha untuk memufakatkan ide-ide yang bertentangan untuk menemukan jalan keluar menjadi motif penciptaan.

4) Halangan dan kesulitan

Ada suatu keyakinan yang mendalam pada manusia bahwa halangan-halangan dan segala kesulitan itu ada untuk diatasi. Pandangan yang agak umum ini biasanya menjadi sebab lahirnya banyak penciptaan baru dalam dunia dewasa ini seperti obat-obatan dan berbagai pengobatan, operasi plastik, organ-organ tubuh artifisial, transplantasi.

5) Quest for relief

Tidak sedikit penciptaan dan penemuan baru merupakan hasil usaha-usaha untuk membubuh kebosanan.

6) Tuntutan efisiensi dan efektivitas

Meningkatnya hasil penciptaan dan penemuan baru juga merupakan hasil dari tuntutan efisiensi dan efektivitas.

Luasnya dan kompleksitas kebudayaan: Semua penciptaan baru dibangun di atas dasar kebudayaan dan penemuan yang sudah ada – bahkan suatu rangkaian penemuan-penemuan yang panjang.

Inventarisasi kultural dan individu-individu: Perubahan budaya adalah sesuatu yang pertama-tama terjadi di dalam pikiran orang perseorangan; persoalan ide atau gagasan yang selalu dikerjakan ulang dan diinterpretrasikan lagi.

Kompetisi: Persaingan, perlombaan, dan konkurensi adalah faktor yang paling kuat mendorong penciptaan baru; entah terjadi antara partai politik atau agama, bisnis atau apa saja.

(13)

Leisure and peace of mind: tekanan (stress) dapat sangat membatasi jangkauan inovasi manusia. Sebaliknya, bila ada cukup waktu luang dan ketenangan, pikiran bebas dan relaks, maka perhatian-perhatian pun berkembang beragam dan tidak dipaksa untuk ditujukan ke satu arah. 5.3.3. Kondisi vany menguntunakan difusi

1. jenis masyarakat yang berkontak (the type of community that is borrowing dan lending)

Y Besar-kecilnya masyarakat

Y Kelompok masyarakat yang terlibat dalam difusi

Y Mayoritas versus minoritas

Y Migrasi dan difusi

2. hubungan antara masyarakat yang berkontak (the type of contact between the two societies)

Y Intensitas itubungan

Y Hubungan persahabatan - permusuhan

Y Lamanya kontak

3. motivasi peminjaman (the type of motive for borrowing, motivational factors in diffusion)

Y Kebutuhan (fell-needs)

Y Prestise (prestige)

Y Minat (interest)

Y Emosi (emotions)

4. kemungkinan untuk difusi (difusibility atau the typeof idea borrowed).

Y ide-ide yang simple dan yang kompleks

Y ide-ide yang memiliki nilai kegunaan dan daya tarik

Y 'bentuk' lebih mudah berdifusi

Y hal-hal yang dipelajari pada usia dini lebih kuat bertahan daripada yang dipelajari dalam periode berikutnya

Y nilai-nilai yang dipandang sebagai 'hidup dan mati' (basic survival) adalah paling kuat bertahan

Y kebiasaan alternatif paling mudah berubah

Y pusar kebudayaan dan pusat minat

DINAMIKA KEBUDAYAAN DAN MISI GEREJA (Louis J. Luzbetak, 1988:300-301)

1. If the Church is mission, it is by its very nature an agent of culture change. In anthropological and therefore purely human terms, the work of the establishment of the Kingdom of God is culture change (p. 300).

(14)

and marketing the product in question. The Church needs besides "salesmen" also capable researchers who are deeply interested in applying human light to mission action; not the least important area of needed research and study is that of culture dynamics (p. 301).

3. Today as Christians we cannot afford to take a leisurely pace. Radical changes are taking place all around us, overnight. Christians must somehow keep up with this breakneck speed. Unfortunately, little is known about revolutionary change and how to deal with it. Today, scholars and experts in every field, especial:y at Christian universities and research centers, must look beyond their purely secular responsibilities and help those engaged in mission better understand the meaning of revolution and what mission in a revolutionary age really entails. Rc-volutionary approaches are needed in revolutionary times. Willy-nilly, revolutionary apostolic methods are no longer a matter of choice for the Church. In the mad race forced upon the Christian today, mere is no choice for the Church, unless, of course, the Chwch does not mind being left behind ir. the dust (p. 301).

4. The locus of culture change is the individual mind. When culture anges, it is the set of ideas that individuals share with one another that citanges. Because the commission given the Church is the "make disciples" of all nations, the Church's task is that of an cducator: its task is to bi ing about a change in the mind and heart of "disciples". It is "the mind of Christ" (1Cor 2:16) that must be adopted. To be effective. the approach employed by church workers in bring:nk about any change. religious or socioeconomic. must be aimed at the mind and heart of people. Human efforts in mission arc therefore essentially psychological.

BAB VI

SISTEM RELIGI DAN KEPERCAYAAN

Ahli antropologi Hans Daeng menyatakan bahwa dalam agama Katolik Roma ada bagian-bagian yang disebut `religi'. Kita perlu melihat agama sebagai 'lokus makna'.

6.1. RELIGI DAN KEPERCAYAAN

Teori E.B. Tylor dan J.G. Frazer mengenai asal-usul dan inti dari unsur universal seperti religi dan kepercayaan bertolak dari jawaban atas dua pertanyaan pokok ini:

1) Mengapa manusia percaya kepada kekuatan-kekuatan yang dianggap lebih tinggi daripada dirinya (supernatural)?

2) Mengapa manusia melakukan berbagai cara untuk mencari dan membina relasi dengan kekuatan-kekuatan tersebut?

Howard melukiskan bahwa religiositas manusia umumnya tampak karena dia harus memberi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan eksistensial seperti “were did we come from? Why are we as we are? Why must we die? In response to such questions, humans often turn to religion, the assumption that there are supernatural forces or beings that provide shape and meaning to the universe.

(15)

“Agama adalah sistem simbol yang berfungsi menanamkan semangat dan motivasi yang kuat, mendalam, dan bertahan lama pada manusia dengan menciptakan konsepsi-konsepsi yang bersifat umum tentang eksistensi, dan membungkus konsepsi-konsepsi itu sedemikian rupa dalam suasana faktualitas sehingga suasana dan motivasi itu kelihatan sangat realistis.”

Haviland merumuskan:

Agama: “kepercayaan dan pola perilaku, yang diusahakan oleh manusia untuk menangani masalah-masalah penting yang tidak dapat dipecahkan dengan menggunakan teknologi dan teknik organisasi yang diketahuinya. Untuk mengatasi keterbatasan itu siang berpaling kepada manipulasi makhluk dan kekuatan supranatural.”

Perilaku manusia yang bersifat religi itu terjadi karena hal-hal berikut (Koentjaraningrat 1998: 194-201):

1.

Manusia mulai sadar akan adanya konsep roh  TEORI ROH (E.B. Tylor)

2.

2) manusia mengakui adanya berbagai gejala yang tak dapat dijelaskan dengan akal  TEORI BATAS AKAL (J.G. Frazer)

3.

keinginan manusia untuk menghadapi berbagai krisis yang senantiasa dialami manusia dalam daur hidupnya TEORI MASA KRISIS DALAM HIDUP INDIVIDU (M. Crawley, A. van Gennep)

4.

kejadian-kejadian luar biasa yang dialami manusia di alam sekelilingnya

TEORI KEKUATAN LUAR BIASA (R.R. Marett)

5.

adanya getaran (emosi) berupa rasa kesatuan yang timbul dalam jiwa manusia sebagai warga dari masyarakatnya  TEORI ELEMENTER MENGENAI HIDUP BERAGAMA (E. Durkheim)

6.

manusia menerima suatu firman dari Tuhan TEORI FIRMAN TUHAN (A. Lang, W. Schmidt)

6.2. UNSUR-UNSUR POKOK RELIGI

Untuk mendeskripsikan berbagai religi ke dalam suatu sistem, ada lima unsur pokok yang diajukan oleh E. Durkheim, yaitu:

1) Emosi keagamaan (getaran jiwa) yang menyebabkan manusia didorong untuk berperilaku keagamaan  EMOSI KEAGAMAAN

2) sistem kepercayaan atau bayangan-bayangan manusia tentang bentuk dunia, alam, alam gaib, hidup, maut, dsb SISTEM KEYAKINAN/KEPERCAYAAN

3) sistem ritus dan upacara keagamaan yang bertujuan mencari hubungan dengan dunia gaib berdasarkan sistem kepercayaan tersebut (no. 2)SISTEM UPACARA KEAGAMAAN

4) kelompok keagamaan atau kesatuan-kesatuan sosial yang mengkonsepsikan dan mengaktifkan religi beserta sistem upacara-upacara keagamaannya  UMAT AGAMA (KELOMPOK KEAGAMAAN)

(16)

ad 1. Emosi keagamaan

Religious emotion (emosi keagamaan) merupakan getaran jiwa yang dapat menghinggapi manusia, entah berlangsung beberapa detik entah dalam waktu lama yang mendorong orang untuk berperilaku serba religius. Emosi ini bisa disebahkan oleh berbagai alasan:

 kesadara akan adanya makhluk halus atau jiwa orang meninggal yang menempati alam

 ketakutan dalam menghadapi krisis hidup

 ketidakmampuan menjelaskan berbagai gejala dengan akal

 kepercayaan akan adanya kekuatan sakti dalam alam

 pengalaman dihinggapi kekuatan sakti yang ada dalam alam

 pengalaman menerima wahyu, dts.

Emosi keagamaan ini pada gilirannya menjadi dasar untuk memberi nilai keramat (sacred value) kepada perilaku manusia. Artinya, perilaku keagamaan menjadi sesuatu yang sacred, demikian juga dengan tempat, waktu, benda, dan orang-orang yang terlibat dalam wilayah keagamaan itu menjadi sacred- meskipun sebenarnya semua itu juga profan.

ad 2. Sistem keyakinan/kepercayaan Dunia di luar batas akal manusia:

Ada dunia di luar batas akal manusia yakni dunia supernatural atau dunia alam gaib yang dihuni oleh makhluk dan kekuatan yang tak bisa dikuasai oleh manusia dengan cara-cara biasa. Dunia alam gaib itu pada dasarnya ditakuti oleh manusia. Mereka itu adalah:

 Dewa-dewa: ada yang baik dan yang jahat.

 Makhluk-makhluk halus: roh-roh manusia yang telah meninggal (arwah leluhur), hantu, jiwa alam, dll.

 Kekuatan sakti yang impersonal: ada yang bermanfaat, ada pula yang dapat membawa bencana bagi manusia, dll. R.R. Marett menyebut konsep kekuatan impersonal ini `animatisme.' Mana itu bisa berpindah-pindah dari orang yang satu ke lain orang atau ke benda; ia juga bisa berkurang, sehingga biasanya orang yang memilikinya selalu waspada untuk menjaganya.

Kepercayaan kepada kehidupan dan kematian:

Kepercayaan ini bersifat universal, berhubungan dengan paham akan adanya jiwa. Berkaitan dengan jiwa', agama-agama suku di Indonesia juga mengakui adanya `roh'.

Kesusastraan suci:

Ada banyak mitologi etnis yang memuat ajaran atau pengetahuan dan aturan keagamaan serta hukum-hukum keagamaan yang dianggap suci. Banyak yang tidak tertulis di samping yang tertulis.

ad 3. Sistem upacara keagamaan

(17)

ad 4. Umat beragama dan religi

Kelompok keagamaan ini biasa disebut 'umat' yakni kesatuan-kesatuan sosial yang mengkonsepsikan dan mengaktifkan religi dalam sistem keyakinan.

Kelompok-kelompoK religius itu bisa terwujud dalam beberapa model ikatan sosial seperti:

 keluarga inti atau kelompok-kelompok kekerabatgan kecil

 kelompok-kelompok kekerabatan yang lebih besar keluarga luas, keluarga unilineal (clan, suku, rnarga, `dadia' )

 kesatuan komunitas seperti desa, gabungan beberapa desa

 organisasi-organisasi religius seperti organisasi penyiaran agama, dll. ad 5. Peralatan keagamaan - kedelapan wujud dari agama dan religi

Peralatan keagamaan adalah alat-alat fisik yang digunakan dalam ritus dan upacara keagamaan. Peralatan dalam liturgi Gereja Katolik: sakramental, sakramentali dan devosionalia lainnya - juga gedung atau bangunan kudus, instrumen yang mengiringi upacara, dsb.

Ada delapan wujud keagamaan, yakni:

1) Fetishisme: bentuk religi yang didasari pada kepercayaan akan adanya jiwa dan benda-benda tertentu, yang dianggap mengandung kekuatan supranatural dan terdiri atas berbagai kegiatan keagamaan yang dilakukan untuk memuja benda-benda 'berjiwa'.

2) Animisme: bentuk religi yang didasarkan pada kepercayaan bahwa alam sekeliling tempat tinggal manusia dihuni oleh berbagai macam roh, dan terdiri dari berbagai kegiatan keagamaan guna memuja roh-roh itu.

3) Animatisme: sistem kepercayaan bahwa benda-benda dan tumbuh-tumbuhan memiliki jiwa, dapat 'berpikir' seperti manusia. Kekuatan supranatural itu, meskipun tidak dapat diindrai, dipercayai hadir di mana-mana.

4) Pre-animisme (dinamisme): bentuk religi berdasarkan kepercayaan pada kekuatan sakti yang ada dalam segala hal yang luar biasa, dan terdiri dari kegiatan-kegiatan keagamaan yang berpedoman pada kepercayaan tersebut.

5) Totemisme: bentuk religi dari masyarakat yang terdiri dari kelompok-kelompok kekerabatan unilineal. Bentuk religi ini didasarkan pada kepercayaan bahwa kelompok-kelompok unilineal ini masing-masing berasal dari para dewa dan leluhur yang masih terikat tali kekerabatan, dan terdiri dari kegiatan-kegiatan keagamaan untuk memuja mereka.

6) Politeisme: bentuk religi yang didasarkan kepercayaan akan adanya suatu hirarki dewa-dewa, dan terdiri dari upacara-upacara untuk memuja para dewa.

7) Monoteisme: bentuk religi yang didasarkan kepercayaan pada satu dewa. yaitu Tuhan, dan kegiatan-kegiatannya bertujuan untuk memuja Tuhan.

(18)

6.3. SISTEM PENGETAHUAN, ILMU PENGETAHUAN, DAN ILMU GAIB Sistem/Ilmu pengetahuan

Lapangan-lapangan pengetahuan yang secara universal dapat menjadi objek sistem pengetahuan dari kebudayaan-kebudayaan di dunia adalah pengetahuan mengenai

1) alam semesta 2) alam flora 3) alam fauna

4) zat-zat dan benda-benda yang terdapat di sekitar tempat tinggalnya. 5) tubuh manusia

6) sifat dan perilaku sesama manusia 7) ruang dan waktu.

Dasar-dasar ilmu gaib

Banyak masyarakat mengenal ritual magi, baik untuk tujuan positif maupun tujuan negatif dengan cara memanipulasi kekuatan-kekuatan supernatural atau daya-daya tak kelihatan yang menguasai dunia. Tujuan-tujuan positif, misalnya, usaha untuk menjamin panen yang baik, mendapatkan binatang buruan, menjamin kesuburan binatang piaraan, menghindarkan penyakit, menyembuhkan orang dari penyakit. Tujuan-tujuan negatif, misalnya, usaha-usaha untuk mencelakakan orang lain atau bahkan membunuhnya.

Dasar dari ilmu gaib adalah

1) kepercayaan pada kekuatan sakti, dan

2) hubungan antara sebab dan akibat, berdasarkan asosiasi

H. Webster membedakan antara public magic [misalnya upacara untuk mendatangkan hujan, menolak bencana, mengusir hama, dll.] & private magic, meliputi berbagai ilmu perdukunan sekitar guna-guna, sihir dan berbagai ilmu gaib jahat.

Ada 4 model ilmu gaib:

1) ilmu gaib produktif (productive magic) untuk mendatangkan hasil dan keuntungan 2) ilmu gaib penolak/proteksi (protective magic); menghindarkan dan menolak bencana 3) ilmu gaib agresif/destruktif (destructive magic) untuk menyerang, merugikan,

menyakiti bahkan membunuh

4) ilmu gaib meramal untuk memprediksi kejadian yang akan datang.

6.4. AGAMA, OBJEK STUDI ANTROPOLOGI 6.4.1 Pendekatan antropologis terhadap agama

(19)

mereka. Dalam bangsa-bangsa pemburu dan peramu, agama merupakan bagian pokok kehidupan sehari-hari.

6.4.2 Praktek keagamaan

Karakteristik agama adalah kepercayaan pada makhluk (being) dan kekuatan (force, power) supernatural.

Animisme adalah kepercayaan kepada makhluk-makhluk spiritual yang bukan arwah leluhur, yang dianggap menjiwai alam semesta. Animisme termasuk ciri khas orang-orang yang melihat dirinya sendiri sebagai bagian alam, dan tidak di atas alam.

Kepercayaan kepada arwah leluhur didasarkan atas anggapan bahwa makhluk manusia terdiri atas badan dan jiwa. Pada waktu meninggal, jiwa terbebas dari badan dan tetap berpartisipasi dalam urusan manusia. Kepercayaan kepada arwah leluhur adalah karakteristik bagi kelompok-kelompok sosial yang didasarkan atas keturunan (etnis). Kepercayaan kepada makhluk dan kekuatan supernatural, pertama, terpelihara oleh apa yang diterangkan sebagai manifestasi kekuatan. Kedua, kepercayaan itu tetap lestari, karena makhluk supernatural memiliki sifat-sifat yang terkenal bagi rakyat. Akhirnya, mitos berfungsi untuk memberi rasio kepada kepercayaan dan praktek keagamaan. Upacara keagamaan memperkuat ikatan sosial. Waktu krisis dalam kehidupan adalah waktu untuk mengadakan upacara. Arnold van Gennep membagi upacara peralihan atau inisiasi (rites of passage) ke dalam upacara pengasingan atau separasi, upacara transisi, dan upacara inkorporasi. Upacara dapat berupa sesajian, yang tujuannya untuk mengambil hati makhluk-makhluk supernatural. Upacara kebalikan (rites of reversal) adalah upacara di mana terjadi pemutarbalikan nilai-nilai dan kebiasaan-kebiasaan yang normal. Ini dapat berfungsi sebagai katup pengalaman sosial.

Upacara intensifikasi (tires of intensification) adalah upacara untuk menandai keadaan krisis dalam kehidupan kelompok dan bukan kehidupan individual.

6.4.3 Magi dan sihir

Praktek upacara kaum tani dan bangsa-bangsa non-Barat sering merupakan ungkapan kepercayaan bahwa kekuatan supernatural dapat digerakkan dengan cara tertentu dengan menggunakan rumus-rumus tertentu pula. Ini adalah pengertian antropologi yang klasik tentang magi - manipulasi kekuatan supernatural untuk tujuan baik maupun jahat. Sir James Frazer melihat magi sebagai ilmu-semu (pseudoscience) dan menyebut dua prinsip dalam magi - imitative and contagious magic. Keduanya disebut symphatelic magic, meskipun tidak selamanya bersifat simpatik, karena ada kata-kata dan tindakan magis seperti mantra yang tidak simpatik.

(20)

6.4.4 Fungsi agama

 Fungsi sakralisasi: melegitimasi norma-norma dan nilai-nilai. Agama memberikan contoh-contoh untuk perbuatan-perbuatan yang direstui, pengertian tentang yang baik dan

 jahat; memberi sanksi untuk perilaku yang negatif.

 Fungsi psikologis: memberikan dukungan dan hiburan-peneguhan dalam menghadapi ketidakpastian dan masa depan yang tidak bersahabat, dan menjamin rekonsiliasi.

 Fungsi transendental: memberi jaminan kepastian dan arah; agama memegang peran penting dalam pemeliharaan sosial - pendidikan adat istiadat, pelestarian warisan etnis, dsb.

 Fungsi profetis: memberikan kritikan terhadap norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku yang tidak merendahkan martabat manusia.

 Fungsi identifikasi: memberikan pencerahan tentang `siapa manusia itu' sebenarnya dalam relasi dengan masa lampau dan masa depan, dalam memaknai relasinya dengan makhluk dan alam ciptaan lainnya.

 Fungsi maturisasi (pendewasaan): menunjukkan kepada setiap individu dan masyarakat tahap-tahap kehidupan dan merayakan kehidupan sebagai sesuatu yang suci lewat ritus-ritus kesalehan.

6.4.5 Agama dan perubahan budaya

Dominasi oleh masyarakat Barat menjadi sebab munculnya berbagai gejala keagamaan tertentu dalam masyarakat-masyarakat non-Barat. Ia yakin bahwa semua agama berasal dari gerakan kebangkitan. Clifford Geertz melihat agama sebagai sistem kultural yang memberi makna kepada eksistensi manusia.

Pertanyaan-pertanyaan reflektif:

1) Buatlah daftar segala ritus dan perayaan-perayaan sakramental dalam Gereja. Tunjukkanlah mana yang termasuk 'sistem religi' dan mana 'sistem kepercayaan!

2) Implikasi-implikasi apa yang dimiliki teori-teori antropologi di atas untuk misi Gereja? Atau, apakah manfaat teoretis dan praktis studi ini (sistem religi dan kepercayaan) untuk para petugas Gereja? Mengapa?

3) Apakah ada yang disebut 'budaya Kristiani'? Apakah ada Kekristenan terpisah dari budaya? 4) Bagaimanakah relasi antara agama dan kebudayaan?

(21)

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan berdasarkan indikator perhatian, responden juga mempunyai perhatian dalam kategori tinggi untuk melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) rumah

Berdasarkan pengujian yang dilakukan, bahwa pada kedalaman lubang elektroda grafit 4 mm memberikan intensitas yang paling optimum, sehingga elektroda ini dapat digunakan untuk

Uji korelasi Rank Spearman digunakan untuk menentukan hubungan antara kedua variabel (variabel independen dan variabel dependen) yang ada pada penelitian ini, yaitu

Peningkatan konsentrasi ekstrak kental buah semangka dalam sediaan krim pelembab dapat meningkatkan efektivitas sediaan sesuai dengan spesifikasi yaitu memberikan kapasitas

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kehidupan ekonomi dan sosial budaya serta strategi adaptasi dalam kehidupan ekonomi dan sosial budaya penduduk di daerah

Komposisi spesies tumbuhan yang tercatat di CAPS terdiri atas 138 spesies (50 famili) pada vegetasi hutan dataran rendah dan 35 spesies (19 famili) pada vegetasi

Alhamdulillahhirobbil’alamin Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan Rahmat-Nya, sehingga skripsi bidang kesehatan masyarakat yang

Percobaan pertama yaitu perlakuan berupa pemberian ekstrak segar teripang yang baru diformulasikan pada media pemeliharaan larva udang galah dan percobaan kedua yaitu