• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Pati Kulit Pisang Kepok (Musa paradisiaca linn) Sebagai Bahan Pengisi Tablet Paracetamol 500mg

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemanfaatan Pati Kulit Pisang Kepok (Musa paradisiaca linn) Sebagai Bahan Pengisi Tablet Paracetamol 500mg"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pisang

Pisang (Musa sp) merupakan tanaman yang banyak tumbuh di Indonesia, karena sifat tanaman ini mudah tumbuh di daerah tropis. Menurut Astawan (2005) dan BAPPENAS (2000) dalam Palupi 2012, pisang buah (Musa paradisiaca) dapat digolongkan dalam 4 kelompok :

(1) Musa Pardisiaca var. sapientum (Banana) yaitu pisang yang dapat langsung dimakan setelah matang atau pisang buah meja contoh : susu, hijau, mas,

raja, ambon kuning, ambon, barangan, dll

(2) Musa Pardisiaca forma typiaca (Plantain) yaitu pisang yang dapat dimakan setelah diolah terlebih dahulu, contoh : tanduk, uli,bangkahulu, kapas

(3) Pisang yang dapat dimakan setelah matang atau diolah dahulu (contoh: kepok dan raja

(4) Musa Brachycarpa yaitu jenis pisang yang berbiji dapat dimakan sewaktu masih mentah, seperti pisang batu disebut juga pisang klutuk atau pisang biji.

Masing–masing kelompok pisang tersebut mempunyai fungsi dan karakteristik berbeda. Selama ini pisang yang digunakan sebagai bahan baku tepung pisang adalah tua, belum matang, dan mengandung kadar tepung yang tinggi (kadar gula rendah) (Palupi, 2012).

(2)

2.2 Kulit Pisang

Kulit pisang sering kali menjadi bagian yang disingkirkan. Padahal kandungan nutrisinya jauh lebih besar dari pada buah. Mineral paling besar yang terkandung pada kulit adalah kalsium (715mg) dan fosfor (117mg). Kandungan nutrisi ini paling besar dibandingkan nutrisi yang dimiliki oleh buah, batang, bunga, dan bonggol. Beberapa tahun terakhir, berbagai penelitian berhasil menemukan manfaat yang mendukung kesehatan manusia dari bagian tanaman ini( Wardhany, 2014 ).

Menurut Kusmartono dan Wijayanti (2012) Indonesia, yang juga merupakan salah satu negara yang cukup dikenal sebagai penghasil pisang terbesar di Asia ini mengalami kesulitan dalam pengolahan limbahnya. Padahal, menurut Besse (2002 : 2) jumlah dari kulit buah pisang cukup banyak, yaitu kira –kira sekitar 1/3 bagian dari buah pisang yang belum dikupas tentu ini merupakan jumlah yang cukup

banyak. Belakangan ini diketahui limbah kulit pisang sebagai limbah hasil pertanian ini ternyata memiliki kandungan gizi

Kulit pisang mengandung serat yang cukup tinggi, vitamin C, B, Kalsium, Protein dan karbohidrat yang secara tidak langsung dapat dijadikan alternatif konsumsi makanan ataupun obat. kulit pisang juga mengandung zat pati dan dapat diolah menjadi tepung (Wardhany,2014)

Tabel 2.1 Komposisi zat gizi kulit pisang Kepok

Kandungan Energi dan Zat Gizi Kadar (%)

(3)

2.3 Pisang Kepok (Musa paradisiaca linn)

Pisang kepok merupakan pisang berbentuk agak gepeng dan bersegi. Karena bentuknya gepeng, ada yang menyebutnya pisang gepeng. Ukuran buahnya kecil, panjangnya 10-12 cm dan beratnya 80-120 g. Kulit buahnya sangat tebal dengan warna kuning kehijauan dan kadang bernoda cokelat(Rofikah, 2013).

Gambar 2.1 Pisang Kepok

Menurut Dewati (2008), Hasil analisis kandungan pati didalam kulit pisang kepok (air 7,8 % , pati 10,32 % , gulareduksi 3,4 % , protein 2,05%).

Jenis pisang kepok dan tanduk cenderung memiliki kadar pati yang lebih tinggi, pisang ini temasuk golongan plantain yang mempunyai sifat lebih berpati dari pada jenis pisang yang lain (Palupi, 2012). Plantains (biasa disebut pisang hijau) mempunyai kandungan pati yang tinggi dan gula yang rendah (Benders, 1999).

2.4 JAGUNG

Jagung merupakan tanaman serelia yang termasuk bahan pangan penting

karena merupakan sumber kabohidrat kedua setelah beras. Sebagai salah satu sumber bahan pangan. Jagung telah menjadi komoditas utama setelah beras ( Purwono, 2011). Jagung merupakan salah satu jenis bahan makanan yang mengandung sumber hidrat arang yang dapat digunakan untuk menggantikan ( mensubtitusi) beras sebab :

(4)

a. Jagung memiliki kalori yang hampir sma dengan kalori yang terkandung pada padi

b. Kandungan protein didalam biji jagung sam adengan biji padi sehingga jagung dapat pula menyumbangkan sebagian kebutuhan protein yang diperlukan manusia.

c. Jagung dapat tumbuh pada berbagai macam tanah, bahkan pada kondisi tanah yang agak kering pun jagung masih dapat ditanam.

Tabel 2.2 Kandungan nutrisi/zat makanan pada biji jagung

(Kanisius, 1993)

2.5 PATI

Pati adalah polisakarida yang terdapat dalam semua tanaman terutama dalam jagung, kentang, biji-bijian, umbi-umbian, ubi akar dan pada atau gandum. Pati bila dipanaskan dengan air, akan terbentuk larutan kolodial. Dalam pati terdapat dua bagian. Bagian yang larut dalam air disebut amilosa ( 10-20% ), yang mempunyai berat molekul antara 50.000-200.000, bila ditambah iodium akan memberikan warna biru. Bagian yang lain yaitu bagian yang tak larut dalam air, disebut

amilopektin (80-90%) yang mempunyai berat molekul antara 70.000-106, dengan iodium memberikan warna ungu hingga merah. Kedua bagian tersebut mempunyai

rumus empiris (C6H10O5)n. Baik amilosa maupun amilopektin, bila dihidrolisis

Bagian Jumlah dalam (%)

Air 11,40

Protein 9,09

Lemak 4,72

Karbohidrat 71,35

Serat Kasar 2,04

Abu 1,40

(5)

menunjukkan adanya sifat-sifat karbonil, dan kenyataan pati tersusun atas satuan satuan maltosa (Sastrohamidjojo,2005)

Kentang, jagung dan cereal mengandung banyak pati, polimer dari glukosa yang terdiri dari unit monosakaruda yang dihubungkan dengan ikatan 1-4α

glikosida seperti maltosa. Pati dicerna di mulut dan diperut oleh enzim α-glycosida

yang mempercepat hydrolisis ikatan glikosida dan melepaskan molekul glukosa (Murry, 2007)

Pati terjadi secara alami sebagai granul-granul kecil di dalam akar, biji, dan batang berbagai jenis tumbuhan, termasuk jagung, gandum, padi, jawawut, barley dan kentang, ia mengkonstitusi cadangan utama karbohidrat (Steven, 2007).

Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Berbagai

macam pati tidak sama sifatnya, tergantung dari panjang rantai C-nya, serta apakah lurus atau bercabang rantai molekulnya. Dari percobaan-percobaan yang didapat

bahwa pati akan merefleksikan warna biru bila berupa polimer glukosa yang lebih besar dari dua puluh, misalnya molekul-molekul amilosa. Bila polimer kurang dari

dua puluh seperti amilopektin, maka akan dapat menghasilkan warna merah (Winarno,1995)

Beberapa sifat pati adalah mempunyai rasa yang tidak manis, tidak larut dalam air dingin tetapi didalam air panas dapat membentuk sol atau jel yang bersifat kental. Sifat kekentalannya ini dapat digunakan untuk mengatur terkstur makanan, dan sifat jelnya dapat diubah oleh gula atau asam (Winarno,1980).

Butir-butir pati apabila diamati dengan menggunakan mikroskop, ternyata berbeda beda bentuknya, tergantung dari tumbuhan apa pati tersebut diperoleh. Bentuk butir pati yang berasal dari kentang berbeda dengan yang berasal dari terigu dan beras. Amilum dapat dihidrolisis sempurna dengan menggunakan asam sehingga menghasilkan glukosa (Poedjadi,2005)

2.6 TABLET

Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang biasanya dibuat dengan penambahan bahan tambahan farmasetika yang sesuai. Tablet-tablet dapat berbeda-beda dalam ukuran, bentuk, berat, kekerasan, ketebalan, daya hancurnya,

(6)

dan dalam aspek lainnya tergantung pada cara pemakaian tablet dan metode pembuatannya. Kebanyakan tablet digunakan pada pemberian obat-obat secara oral, dan kebanyakan dari tablet ini dibuat dengan penambahan zat warna, zat pemberi rasa, dan lapisan-lapisan dalam berbagai jenis. Tablet lain yang penggunaanya dengan cara sublingual, bukal, atau melalui vagina, tidak boleh mengandung bahan tambahan seperti pada tablet yang digunakan secara oral (Ansel,1989).

Tablet berbentuk bulat datar atau bikonvek yang dibuat dengan pengompresan zat aktif atau campuran zat aktif dengan atau tanpa bahan tambahan (eksipien). Tablet biasanya digunakan dengan cara menelan seluruh tablet atau dikunyah, dilarutkan atau didespersikan dalam air sebelum dipakai. Beberapa tablet digunakan dengan cara dihisap atau ditanam dirongga mulut, diimplankan atau ada juga yang digunakan per vaginal (Sulaiman,2007).

2.6.1 JENIS-JENIS TABLET

Banyak tipe tablet yang tablet yang ada, variasi bentuk dan ukuran. Termasuk tipe dispersible, effervescent, tablet kunyah, sublingual dan tablet bucal, tablet salut gula, tablet untuk tablet rektal atau vaginal, dan tablet solution. Bebrapa tablet dibuat untuk melepas obat obat dalam waktu lebih lama (Wienfield,2009)

Macam-macam jenis tablet digambarkan sebagai berikut :

Tablet kompresi, yaitu tablet kompresi dibuat dengan sekali tekanan menjadi berbagai bentuk tablet dan ukuran, biasanya kedalam bahan obatnya diberi tambahan sejumlah bahan pembantu antara lain :

a. Pengencer atau pengisi yang ditambahkan jika perlu kedalam formulasi supaya membentuk ukuran tablet yang diinginkan.

b. Pengikat atau perekat, yang membantu pelekatan partikel dalam formulasi, memungkinkan granul dibuat dan dijaga keterpaduan hasil akhir tabletnya c. Penghancur atau bahan yang dapat membantu penghancuran, akan

membantu memecah atau menghancurkan tablet setelah pemberian sampai menjadi partikel partikel yang lebih kecil, sehingga lebih mudah diabsorpi

(7)

d. Antirekat pelincir atau zat pelincir yaitu zat yang meningkatkan aliran bahan, memasuki cetakan tablet dan mencegah, melekatnya bahan ini pada punch dan die serta membuat tablet tablet menjadi bagus dan berkilat e. Bahan tambahan lain seperti zat warna dan zat pemberi rasa

Tablet Hipodermik, yaitu tablet yang dimasukkan dibawah kulit, merupakan tablet triturat, asalnya dimasukkan untuk digunakan oleh dokter dalam membuat larutan parenteral secara mendadak.

Tablet Pembagi yaitu tablet untuk membuat resep lebih tepat bila disebut tablet campuran, karena para ahli farmasi memakai tablet ini untuk pencampuran dan tidak pernah diberikan kepada pasien sebagai tablet itu sendiri. Tablet ini relatif mengandung sejumlah besar bahan obat keras dan diolah untuk membantu para ahli farmasi dan memungkinkan mereka mendapatkan dengan cepat ketepatan dalam mengukur obat keras yang berpotensi dalam menyiapkan bentuk sediaan padat atau

cair lainnya. Tablet ini dibuat dengan cara mencetak atau kompresi. Bahan penghancur, pelincir yang tidak larut dalam air, zat warna, zat penambah rasa, dan

penyalut tidak diperlukan dalam pembuatan tablet ini. Tablet dengan pelepasan terkendali yaitu tablet dan kapsul yang pelepasan obatnya secara terkendali (Ansel,1989).

2.6.2. Komponen Tablet

Komponen dalam sediaan tablet dapat dibagi menjadi dua, yaitu zat/bahan aktif dan eksipien. Zat aktif dapat terdiri dari satu macam, dua, tiga, atau lebih tergantung pada tujuan/efek terapi yang diinginkan. Demikian juga dengan eksipien, dalam sediaan tablet dapat mengandung berbagai jenis eksipien tergantung pada kebutuhan. Aturan umum yang harus dipegang adalah antar komponen yang terdapat dalam tablet tidak boleh terjadi inkompatibilitas, baik secara fisika maupun kimia.

a. Zat Aktif

Idealnya zat aktif yang akan diformulassikan dalam bentuk sediaan tablet mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: kemurniaannya tinggi, stabil,

(8)

kompatibel dengan semua eksipien, bentuk partikel sferis, ukuran dan distribusi ukuran partikelnya baik, mempunyai sifat alir yang baik, optimum moisture content, kompresibilitasnya baik, tidak mempunyai muatan pada permukaan (Absence of static charge on surface) dan mempunyai sifat organoleptis yang baik.

b. Eksipien

Eksipien merupakan bahan selain zat aktif yang ditambahkan dalam formulasi suatu sediaan untuk berbagai tujuan atau fungsi. IPEC (The International Pharmaceutical Excipients Council) membagi eksipien untuk sediaan padat dalam 13 kategori umum berdasarkan fungsinya yaitu: pengikat, penghancur, pengisi lubrikan, glidan, pembantu pengempaan, pewarna, pemanis, pengawet, zat pensuspensi/pendispersi, material penyalut, pemberi rasa, dan tinta untuk printing. IPEC (The International

Pharmaceutical Excipients Council) mendefinisikan Pharmaceutical excipient sebagai substansi selain obat atau prodrug yang telah dievaluasi

keamananya dan dimaksudkan untuk sistem penghantaran obat untuk berbagai tujuan berikut :

1. Untuk membantu selama proses pembuatan

2. Melindungi, mendukung dan meningkatkan stabilitas dan bioavailabilitas

3. Membantu dalam identifikasi produk

4. Meningkatkan keamanan dan efektifitas produk selama distribusi dan penggunaan

Beberapa kriteria umum yang esensial untuk eksipien yaitu : netral secara fisiologis, stabil secara fisika dan kimia, memenuhi peraturan perundangan, tidak mempengaruhi bioavailabilitas obat, bebas dari mikorba patogen dan tersedia dalam jumlah yang cukup dan murah (Sulaiman, 2007).

Adapun fungsi dari eksipien tersebut menurut Agoes 2006 adalah i. Pengikat

Kebanyakan pengikat hidrofilik dan larut dalam air. Pengikat untuk proses granulasi basah biasanya dilarutkan dalam air atau suatu pelarut (umumnya alkohol), dan larutan pengikat digunakan untuk membentuk massa basah

(9)

atau granulasi. Contoh Bahan pengikat antara lain : Avicel PH, Povidon, Kopolividon, Musilago Amili.

ii. Penghancur (densintegran)

Fungsi penghancur dalam formulasi tablet adalah untuk memecah tablet dan granul menjadi partikel Bahan Aktif dan Eksipien, yang beraglomerasi dan kemudian dikempa. Contoh bahan penghancur antara lain : Mikrokristalin Selulosa, Sodium Starch Glycolate dan Crospovidon NF

iii. Pelincir (lubrikan)

Fungsi utama dari lubrikan dalm formulasi tablet adalah untuk mencegah perlengketan tablet pada permukaan “punch” dan untuk mereduksi friksi antara dinding “die” dan tablet selama pengempaan dan eyeksi (pengeluaran) tablet dari die. Contoh bahan pelincir antara lain : magnesium stearat, kalsium stearat, asam stearat, minyak mineral.

iv. Glidan

Glidan digunakan dalam formulasi tablet untuk meningkatkan sifat aliran.

Bentuk dan ukuran partikel glidan berperilaku sebagai pembawa (bola) untuk meningkatkan aliran pada konsentrasi rendah. Pada table dibawah dapat dilihat glidan yang umum digunakan beserta konsentrasinya

Tabel 2.3 Syarat Konsentrasi glidant

Glidan Konsentrasi (%)

Avicel Ph MCC 0,2-0,5

Alkali Stearat 0,2-0,5

Silikon dioksida koloidal 0,1-0,2

Amilum 0,2-0,3

Talk 0,2-0,3

(Agoes, 2006)

(10)

2.6.3. Uji Fisik Tablet

a. Keseragaman Bobot Tablet

Tablet harus memenuhi uji keragaman bobot jika zat aktif merupakan bagian terbesar dari tablet dan jika uji keragaman bobot dianggap cukup mewakili keseragaman kandungan. Oleh karena itu farmakope mensyaratkan bahwa tablet bersalut dan tablet yang mengandung zat aktif 50mg atau kurang, dan bobot zat aktif lebih kecil dari 50% bobot sediaan, harus memenuhi syarat uji keseragaman kandungan (Depkes,1995).

Persyaratan keseragaman bobot terpenuhi jika tidak lebih dari dua tablet yang masing-masing bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata yang ditetapkan dalam kolom A, dan tidak satupun tablet yang bobotnya menyimpang dari harga pada kolom B yang ditetapkan dalam tablet

dibawah ini.

Tabel 2.4 Syarat keseragaman bobot tablet

Bobot Rata-rata Penyimpangan bobot rata-rata

A B

b. Kekerasan Tablet (Hardness tests/ crushing strength)

Uji kekerasan tablet didefinisikan sebagai uji kekuatan tablet yang mencerminkan kekuatan tablet secara keseluruhan, yang diukur dengan memberi tekanan terhadap diameter tablet. Kekerasan merupakan parameter yang menggambarkan ketahanan tablet dalam melawan tekanan mekanik seperti goncangan, benturan dan terjadi keretakan tablet selama pengemasan, penyimpanan transportasi sampai ketangan pengguna. Faktor-faktor yang mempengaruhi kekerasan tablet adalah tekanan kompresi dan sifat bahan yang dikempa. Kekerasan tablet berhubungan langsung dengan waktu hancur dan disolusi. Pada umumnya tablet yang keras memiliki waktuu hancur lama (lebih sukar

(11)

hancur) dan disolusi yang rendah, namun tidak selamanya demikian. Pada umumnya dikatakan tablet yang baik mempunyai kekerasan antara 4-10kg. Hal ini tidak mutlak, artinya kekerasan tablet bisa lebih kecil dari 4 atau lebih tinggi dari 8 (Sulaiman,2007)

c. Waktu hancur tablet

Suatu sediaan tablet yang diberikan peroral, agar dapat diabsorbsi maka tablet tersebut harus terlarut (terdisolusi) atau terdispersi dalam bentuk molekular. Tahap pertama untuk tablet agar dapat terdisolusi segera adalah tablet harus hancur (terdisintegrasi). Waktu hancur adalah waktu yang dibutuhkan sejumlah tablet untuk hancur menjadi granul/partikel penyusunnya yang mampu melewati ayakan no. 10 yang terdapat dibagian bawah alat uji. Faktor-faktor yang mempengaruhi waktu

hancur antara lain : bahan tambahan yang digunakan, metode pembuatan tablet, jenis dan konsentrasi pelicin, tekanan mesin pada saat penabletan,

sifat fisika kimia meliputi ukuran partikel dan struktur molekul. Waktu hancur dihitung berdasarkan tablet yang paling terakhir hancur. Persyaratan waktu hancur untuk tablet tidak bersalut adalah kurang dari 15 menit (Sulaiman,2007).

d. Disolusi

Disolusi adalah proses suatu zat padat masuk kedalam pelarut sehingga terlarut. Dalam industri disolusi didefinisikan sebagai jumlah obat yang terlarut per satuan waktu dibawah kondisi, temperatur, dan komposisi medium yang telah distandarisasi. Sifat disolusi suatu obat berhubungan langsung dengan aktivitas farmakologinya (Sulaiman,2007). Dalam waktu 30 menit harus larut tidak kurang dari 80% (Q) parasetamol

C H NO₂, dari jumlah yang tertera pada etiket (Depkes,1995).

e. Kerapuhan / Friability

Kerapuhan merupakan parameter yang menggambarkan kekuatan permukaan tablet dalam melawan berbagai perlakuan yang

(12)

menyebabkan abrasi pada permukaan tablet. Kerpuhan dapat dievaluasi dengan menggunakan friabilator. Uji kerapuhan berhubungan dengan kehilangan bobot akibat abrasi yang terjadi pada permukaan tablet. Semakin besar harga persentase kerapuhan, maka semakin besar massa tablet yang hilang. Kerapuhan yang tinggi akan mempengaruhi konsentrasi/kadar zat aktif yang masih terdapat pada tablet. Tablet dianggap baik jika kerapuhan tidak lebih dari 1% (Sulaiman, 2007).

f. Penetapan Kadar

Tablet Parasetamol mengandung parasetamol C H NO₂,tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket (Depkes,1995).

2.7 PARASETAMOL / ACETAMINOPHEN

Parasetamol mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 101,0% C8H9NO2 dihitung terhadap zat anhidrat, pemerian serbuk hablur, putih, tidak

berbau, rasa sedikit pahit. Larut dalam air mendidih dan dalam natrium hidroksida 1N, mudah larut dalam etanol (Depkes, 1995)

Derivat para amino fenol yaitu fenasetin dan asetominopfen dapat dilihat

struktunya pada gambar 2.2

Asetaminofen Fenasetin

Gambar 2.2 Rumus bangun asetaminofen dan fenasetin

Asetaminophen (parasetamol) merupakan metabolit fenasetin dengan efek antipiretik yang sama dan telah digunakan sejak tahun 1893. Efek antipiretik

NHCOCH3

OH

NHCOCH3

OC2H5

(13)

ditimbulkan oleh gugus amino-benzen. Asetaminofen di indonesia lebih dikenal dengan nama parasetamol, dan tersedia sebagai obat bebas. Efek analgesik parasetamol dan fenasetin serupa dengan salisilat yaitu menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Keduanya menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme yang diduga juga berdasarkan efek sentral seperti salisilat. Efek anti inflamasinya sangat lemah, oleh karena itu parasetamol dan fenasetin tidak digunakan sebagai antireumatik. parasetamol dan fenasetin diabsopsi cepat dan sempurna melalui saluran cerna. Konsentrasi tertinggi dalam plasma darah dicapai dalam waktu ½ jam dan masa paruh plasma antara 1-3 jam. Obat ini tersebar keseluruh cairan tubuh. Dalam plasma, 25% dan 30% fenasetin terikat protein plasma. Kedua obat ini dimetabolisme oleh enzim mikrossom hati. Sebagian asetaminofen (80%) dikonjugasi dengan asam glukuronat dan sebagian kecil lainnya dengan asam sulfat. Selain itu kedua obat ini juga dapat mengalami

hidroksilasi. Metabolit hasil hidroksilasi ini dapat menimbulkan methemoglobinemia dan hemolisis eritrosit. Kedua obat ini diekskresi melalui

ginjal, sebagian kecil parasetamol (3%) dan sebagian besar dalam bentuk terkonjugasi (Gunawan, 2010)

Gambar

Tabel 2.1 Komposisi zat gizi kulit pisang Kepok
Gambar 2.1 Pisang Kepok
Tabel 2.2 Kandungan nutrisi/zat makanan pada biji jagung
Tabel 2.3 Syarat Konsentrasi glidant
+2

Referensi

Dokumen terkait

Kriteria sediaan tablet adalah stabil secara fisik dan kimia, secara ekonomi dapat menghasilkan sediaan yang dapat menjamin agar setiap sediaan mengandung obat dalam jumlah

Hasil rekapitulasi berdasarkan analisis kimia yaitu parameter kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar serat kasar dan kadar sukrosa, serta penilaian sensori secara

Hal ini sejalan dengan penelitian Nurniawati (2016) pada brownies tepung kulit pisang yang disuplementasi tepung torbangun menyatakan kadar lemak yang tinggi pada

Hal ini sejalan dengan penelitian Nurniawati (2016) pada brownies tepung kulit pisang yang disuplementasi tepung torbangun menyatakan kadar lemak yang tinggi pada

Berdasarkan hasil yang diperoleh, edible film dari pektin kulit pisang kepok memiliki nilai kuat tarik dan elongasi masih dibawah kriteria karakter mekanik