• Tidak ada hasil yang ditemukan

T MTK 1000671 Chapter 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "T MTK 1000671 Chapter 1"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada diri setiap

manusia sepanjang hidupnya (Nisa, 2012). Driscoll (dalam Westwood, 2004) mengatakan: “Learning is the process whereby an organism changes its behaviour as a result of experience”. Belajar juga diartikan proses mental dan

emosional atau proses berpikir dan merasakan. Seseorang dikatakan belajar

apabila pikiran dan perasaannya aktif (Darmawan dan Permasih, 2009).

Menurut Wadifah (2011), pembelajaran adalah proses transfer informasi,

dimana terdapat aspek-aspek yang terlibat di dalamnya. Aspek-aspek utama dalam

pembelajaran yaitu penyampai informasi, penerima informasi dan informasi yang

disampaikan.

Knirk & Gustafson (dalam Rosyadi, 2011) menjelaskan bahwa

pembelajaran merupakan setiap kegiatan yang dirancang oleh guru untuk

membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan dan atau nilai yang baru

dalam suatu proses yang sistematis melalui tahap rancangan, pelaksanaan, dan

evaluasi dalam konteks kegiatan belajar mengajar.

Demikian pula halnya dalam pembelajaran matematika, Seperti yang

diungkapkan oleh Suryadi (2010) bahwa pembelajaran matematika pada dasarnya

berkaitan dengan tiga hal yaitu guru, siswa dan matematika. Antara ketiga aspek

tersebut memiliki keterkaitan (hubungan) satu sama lain yang mempengaruhi jalannya suatu pembelajaran.

Banyak orang memandang matematika sebagai mata pelajaran yang paling

sulit. Dalam kehidupan sehari-hari banyak sekali yang tidak menyadari

implementasi pembelajaran matematika. Hal ini terkadang membuat fungsi

matematika tidak dapat terealisasikan dengan baik dalam kehidupan sehari-hari,

bahkan sampai saat ini pelajaran matematika dianggap sulit, dianggap sebagai

pelajaran yang kurang menarik bahkan membosankan serta dianggap sebagai

salah satu mata pelajaran yang ditakuti. Walaupun demikian, semua orang harus

(2)

dalam kehidupan sehari-hari, seperti halnya dalam bahasa, membaca, dan menulis

(Abdurrahman dan Mercer dalam Delphie, 2009).

Sejalan dengan pendapat Wahyudin (dalam Supriatna, 2011) yang

menyatakan bahwa : perlu memahami dan mampu menggunakan matematika di

dalam kehidupan sehari-hari dan di dalam dunia kerja. Sebagai contoh:

matematika untuk kehidupan, matematika sebagai warisan budaya, matematika

untuk dunia kerja, matematika untuk komunitas keilmuan dan teknik.

Upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan khususnya pada mata

pelajaran matematika, para pendidik atau guru dituntut untuk selalu meningkatkan

diri baik dalam pengetahuan matematika maupun pengelolaan proses belajar

mengajar. Hal ini dimaksudkan agar para siswa dapat mempelajari matematika

dengan baik dan benar sehingga mereka mampu mengikuti perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi, serta dapat menerapkannya dalam kehidupan

sehari-hari.

Menurut Joseph N. Payne (Pradita, 2012) dalam Mathematics for The

Young Child, NCTM (National Council of Teaching Mathematics), Ia menulis:

Sebenarnya tak seorangpun mampu mengajarkan matematika kepada siswanya.

Guru efektif itu ialah orang yang bisa memberi rangsangan kepada siswa untuk

belajar matematika. Penelitian pendidikan memperlihatkan bukti bahwa siswa

belajar matematika dengan baik ketika mereka membangun sendiri pengertian

tentang matematika. Tingkat pengetahuan anak adalah unik, keunikan ini

ditunjukkan dengan adanya siswa yang belum ingat, hampir tahu, hampir

mengerti, mengerti dan mampu memecahkan masalah dan bahkan ada yang sudah

menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Keanekaragaman kemampuan intelektual siswa khususnya dalam

matematika di SMP (Sekolah Menengah Pertama) sangat bervariasi. Kemampuan

ini menyangkut kemampuan untuk: mengingat kembali, memahami,

menginterpretasi informasi, memahami makna simbol dan memanipulasinya,

mengabstraksi, menggeneralisasi, menalar, memecahkan masalah, dan masih

banyak lagi. Sikap dan perangai siswa pun beraneka ragam, baik dalam

menanggapi pembelajaran pada umumnya maupun matematika pada khususnya.

(3)

berkembang bersama lingkungan belajarnya, baik yang langsung dirasakan siswa

maupun yang tidak langsung. Metodologi dan segala aspek pembelajaran yang

diciptakan guru, bahan ajar, sumber belajar, media dan situasi kelas juga

membantu memberikan dorongan maupun hambatan dalam siswa belajar

(Widdiharto, 2008).

Adakalanya seorang siswa mengalami kesulitan walaupun dia telah

mengeluarkan seluruh tenaga dan pikirannya untuk belajar. Pemahaman yang

didapatkannya tetap sedikit walaupun telah berusaha maksimal (Fitriyani, 2011).

Cashin (dalam Fitriyani, 2011) menyebutkan variabel pertama yang menyebabkan

pengajaran tidak efisien adalah siswa yang pasif karena tidak menyenangi atau

tidak tertarik pada bahan ajar yang diberikan. Artinya motivasi intrinsik siswa

berupa ketertarikan siswa pada materi pelajaran tidak ada. Hal ini sejalan dengan

Hakim (Fitriyani, 2011) yang menegaskan bahwa sesungguhnya kemauan dan

motivasi merupakan penggerak pertama dan utama dalam proses belajar.

Adapun cara meminimalisir turunnya motivasi siswa dalam belajar

matematika yaitu dengan menjadikan matematika sebagai pembelajaran yang

mampu menarik perhatian siswa sehingga siswa dapat menikmati semua proses

pembelajarannya.

Konsep segiempat merupakan salah satu materi matematika yang

diberikan pada siswa kelas VII SMP/MTs semester 2 sesuai yang tercantum

dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

Berdasarkan pengalaman penulis sebelumnya terkait uji coba soal materi

segiempat pada siswa kelas VIII di salah satu SMP Negeri di Kota Bandung

clauster 1, menunjukkan masih ditemukan beberapa hambatan yang dialami oleh

siswa seperti yang ditunjukkan pada soal berikut ini :

Bapak Yoyo memberikan selembar kertas karton yang berbentuk persegi kepada tiga

siswanya. Mereka ditugaskan membagi kertas karton itu dengan cara mengguntingnya

berbentuk persegi panjang, sehingga mereka masing-masing mendapat bagian yang sama.

Ternyata setelah bagian kertas karton mereka disusun berderet berbentuk persegi panjang,

diketahui kelilingnya adalah 140 cm. Berapakah luas karton yang diberikan Bapak Yoyo semula?

(4)

Soal tersebut terkait koneksi konsep persegi dengan konsep matematika

lain, yaitu pecahan. Untuk menjawab soal cerita tersebut, siswa dituntut untuk

mengkonstruksi terlebih dahulu bangun persegi menjadi persegi panjang,

kemudian menentukan panjang-panjang sisi persegi berdasarkan informasi

keliling persegi panjang. Dari jawaban siswa yang ada, teridentifikasi bahwa

siswa belum mampu menentukan panjang sisi persegi dalam bentuk pecahan

sehingga siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal tersebut.

Pada materi bangun datar, siswa kerap mengalami kesulitan mengingat

rumus luas bangun datar bahkan sulit menghitung keliling dan luas daerah tertentu

yang merupakan gabungan dari beberapa bangun datar. Sebagai contoh, berikut

respon siswa yang keliru dalam menghitung keliling bangun datar gabungan pada

soal di bawah ini:

Berikut adalah salah satu jawaban siswa :

Gambar 1.2. Uji instrumen learning obstacle No. 1.c

4 m

2,8 m 2 m

8 m

4 m 8,9 m

Hitunglah keliling dan luas daerah bangun berikut!

(5)

Soal di atas terlihat sederhana, namun dalam soal uji tersebut,

teridentifikasi bahwa responden yang merupakan siswa kelas VIII dan IX

berjumlah 29 dari 62 orang mengalami kesulitan dalam menghitung keliling

bangun datar gabungan, bahkan ada yang sama sekali tidak menjawab. Hal

tersebut mengidentifikasikan munculnya learning obstacle pada materi keliling

bangun datar gabungan.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wulandari (2013) pada

bahasan luas daerah segitiga dan segiempat di SMPN 1 Cimahi pada kelas VIII

ditemukan learning obstacle pada soal berikut :

Respon siswa yang teridentifikasi yaitu siswa menganggap segiempat

tersebut adalah jajargenjang. Pada soal uji tersebut siswa mengalami kesulitan

dalam mengidentifikasi jenis bangun datar dari gambar yang tersedia. Hal ini

mencerminkan kurangnya pemahaman siswa akan sifat-sifat dan ciri khusus setiap

bangun datar sehingga keliru dalam menentukan jenisnya. Hambatan tersebut

muncul ketika siswa dihadapkan pada konteks soal berbeda dari yang biasa

mereka kerjakan.

Hal ini dapat dipengaruhi dari pengajaran guru atau dari buku teks yang

sering mereka gunakan. Pada saat observasi, penulis sempat mewawancari salah

satu guru mata pelajaran matematika. Akibat aktivitas KBM (Kegiatan Belajar

Mengajar) yang kurang dikarenakan situasi sekolah yang sedang sibuk

menyiapkan hal-hal terkait persiapan UN (Ujian Nasional) dan juga waktu libur

yang terhitung cukup banyak, mengakibatkan kurang efektifnya aktivitas KBM di

sekolah. Untuk menutupi kekurangan tersebut, guru memberikan tugas kepada

(6)

terkait materi yang dipelajari, sumber yang belum tentu tepat, ataupun bahan ajar

yang kurang mendukung akan mengakibatkan munculnya hambatan belajar bagi

siswa.

Salah satu buku teks yang digunakan oleh sekolah sebagai buku pegangan

siswa, tempat penulis melakukan penelitian yaitu BSE (Buku Sekolah Elektronik)

yang diterbitkan oleh Depdiknas (Departemen Pendidikan Nasional). Dalam BSE

yang berjudul Matematika Konsep dan Aplikasinya karya Dewi Nuharini dan Tri

Wahyuni terdapat ketidakkonsistenan dalam menyajikan pendefinisian jenis-jenis

segiempat.

Pada gambar di atas terlihat ketidakkonsistenan dalam mendefinisikan

jajargenjang dan trapesium. Pendefinisian jajargenjang menggunakan konsep

segitiga, tetapi pendefinisian trapesium menggunakan konsep kesejajaran. Hal ini

mengakibatkan pembelajaran konsep segiempat menjadi tidak utuh, melainkan

disampaikan secara terpisah sehingga siswa tidak memahami bahwa

konsep-konsep tersebut saling berkaitan. Pembelajaran matematika yang harusnya mampu

menjadikan siswa memahami mulai dari konsep dasar suatu materi secara utuh,

ternyata tidak tersampaikan sehingga timbul hambatan pembelajaran (learning

obstacle).

Brousseau (2002) mengatakan, “Terdapat tiga faktor penyebabnya, yaitu

hambatan ontogeni (kesiapan mental belajar), didaktis (akibat pengajaran guru)

dan epistemologi (pengetahuan siswa yang memiliki konteks aplikasi yang

terbatas)”. Mengingat pentingnya pemahaman konsep, maka pengkajian materi ini

dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pemahaman siswa terhadap materi

segiempat, khususnya pada konsep keliling dan luas daerah trapesium.

Keadaan yang terjadi saat ini adalah siswa yang kurang suka membaca

(7)

menarik karena dilihat dari sifat penyajian pesannya, buku cenderung informatif

dan lebih menekankan pada sajian materi bahan ajar dengan cakupan yang luas

dan umum sehingga proses komunikasi yang berlangsung menjadi satu arah dan

pembacanya cenderung pasif (Anita, 2014).

Menurut Daryanto (Alawiyah, 2015), siswa tidak menyukai buku teks

apalagi yang tidak disertai gambar dan ilustrasi yang menarik, dan secara empirik

siswa cenderung menyukai buku bergambar, penuh dengan warna dan

divisualisasikan dalam bentuk realistis atau kartun. Sejalan dengan itu, Puji

(Karmawati, 2007) menyebutkan bahwa kurangnya alat bantu dan tiadanya

pendekatan psikologis merupakan salah satu penyebab kegagalan anak memahami

matematika.

Dalam Permendikbud No.65 tahun 2013 tentang standar proses bahwa

guru diwajibkan untuk menyusun RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran)

secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif,

inspiratif, menyenangkan, menantang, efesien, memotivasi siswa untuk

berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas,

dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta

psikologis siswa. Salah satu sumber belajar yang dapat dikembangkan guru dalam

RPP adalah bahan ajar.

Upaya untuk meminimalkan learning obstacles, guru harus mengupayakan

suatu rancangan bahan ajar yang inovatif, kreatif, menarik, mampu memotivasi

serta dapat memberikan inspirasi bagi siswa dengan lebih menekankan visualisasi

dalam penyampaian konsepnya. Salah satu upaya yang dapat dilakukan yaitu

dengan mengemas bahan ajar matematika semenarik mungkin, seperti dalam

bentuk komik matematika.

Sebagai media komunikasi visual, komik dapat diterapkan sebagai alat

bantu pendidikan dan mampu menyampaikan informasi secara efektif dan efisien.

Seperti diketahui, gaya belajar terdiri atas gaya visual, gaya auditori dan gaya

keptik. Gaya belajar visual merupakan gaya belajar yang lebih mengandalkan

indera visual untuk menyerap informasi (Anita, 2014).

Menurut Rohani (Novianti, 2010), komik pembelajaran dalam teknologi

(8)

jelas serta komunikatif. Komik adalah suatu kartun yang mengungkapkan suatu

karakter dan memerankan suatu cerita dalam urutan yang erat, dihubungkan

dengan gambar dan dirancang untuk memberikan hiburan kepada pembaca.

Menurut Dwi (Anita, 2014), ada beberapa alasan mengapa anak akan

memilih komik dari pada buku teks pelajaran, diantaranya:

1) Komik tidak memiliki konsekuensi test apapun sehingga bila membaca

komik anak akan senang,

2) Komik kaya akan ilustrasi yang bisa mencapai 90% dari total isi komik.

Ilustrasi ini tentunya mengajak alam imajinasi anak dan mereka menyukai

ini,

3) Komik memberi tantangan agar pembacanya tidak berhenti pada satu

halaman saja melainkan hingga tamat satu buku bahkan satu cerita besar

yang bisa berisi puluhan buku,

4) Komik menawarkan banyak genre yang tidak seperti buku pelajaran

dimana buku pelajaran kurang memberi tawaran sudut pandang atau

variasi bacaan.

Berbeda halnya dengan komik yang memperkaya cara memahami suatu

topik. Kelebihan komik yang lainnya adalah ekspresi yang divisualisasikan dalam

gambar di komik membuat pembaca terlibat secara emosional dan membuat

pembaca termotivasi untuk terus membacanya sampai selesai, sehingga proses

pembelajaran dengan komik sebagai media pembelajaran dapat meningkatkan

minat membaca siswa. Hal ini tentunya akan berdampak baik bagi siswa dalam

aspek pemahaman materi.

Jadi, jika media komik ini digunakan dalam pembelajaran matematika di

kelas, diharapkan dapat mempengaruhi pemahaman, minat dan motivasi belajar

siswa sehingga siswa akan terlibat total dalam proses pembelajaran tersebut.

Berdasarkan hasil penelitian Suryadi (2010) tentang pengembangan

berpikir matematis tingkat tinggi melalui pendekatan tidak langsung, terdapat dua

hal mendasar yang perlu pengkajian serta penelitian lebih lanjut dan mendalam

yaitu hubungan siswa-materi (hubungan didaktis) dan hubungan guru-siswa

(hubungan pedagogis). Oleh karena itu, perlu adanya suatu proses perencanaan

(9)

Pengembangan desain didaktis mempunyai peranan dalam belajar

matematika dan pembelajaran matematika (mathematics teaching). Peranan

tersebut sangat berpengaruh terhadap bagaimana mereka melakukan pembelajaran

di kelas (Suryadi, 2010).

Melalui bahan ajar dan instrumen pembelajaran yang sesuai dengan desain

didaktis, diharapkan siswa akan lebih memahami konsep sehingga berpengaruh

terhadap hasil belajar siswa berupa kenaikan dari aspek kognitif, aspek afektif dan

aspek psikomotor. Desain didaktis ini merupakan langkah awal sebelum adanya

pembelajaran untuk mengatasi hambatan belajar yang muncul pada proses

pembelajaran sehingga diharapkan mampu mengarahkan siswa pada pembentukan

pemahaman yang utuh.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengambil judul “Desain Didaktis Berbasis Komik Matematika pada Konsep Keliling dan Luas Daerah Trapesium”.

B. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penulis

merumuskan masalah dalam penelitian ini, yaitu :

1. Apa saja learning obstacle yang bisa diidentifikasi terkait konsep keliling

dan luas daerah trapesium?

2. Bagaimana desain didaktis awal berbasis komik matematika yang mampu

meminimalisir terjadinya learning obstacle yang ada sesuai dengan

karakteristik siswa SMP kelas VII?

3. Bagaimana implementasi desain didaktis awal berbasis komik matematika,

khususnya ditinjau dari respon siswa yang muncul?

4. Bagaimana revisi desain didaktis berbasis komik matematika setelah

mengetahui respon siswa?

5. Bagaimana sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan

(10)

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuan

dari penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi learning obstacle terkait dengan konsep keliling dan luas

daerah trapesium.

2. Menyusun desain didaktis awal berbasis komik matematika yang mampu

meminimalisir terjadinya learning obstacle yang ada sesuai dengan

karakteristik siswa.

3. Mengetahui hasil implementasi desain didaktis awal berbasis komik

matematika, khususnya ditinjau dari respon siswa yang muncul.

4. Mengetahui revisi desain didaktis berbasis komik matematika setelah

mengetahui respon siswa.

5. Mengetahui sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan

menggunakan desain didaktis awal berbasis komik matematika.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritik

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam

pengembangan teori pembelajaran matematika dan strategi/ pendekatan/

metode yang digunakan dalam pembelajaran matematika khususnya untuk

materi keliling dan luas daerah trapesium.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan banyak manfaat bagi

seluruh pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung untuk bisa

dikembangkan lebih luas.

a. Bagi siswa

Diharapkan dapat meningkatkan minat membaca dan mengurangi

hambatan belajar terkait materi keliling dan luas daerah trapesium.

b. Bagi guru

Diharapkan dapat dijadikan alternatif dalam pemilihan media

pembelajaran sehingga dapat mengurangi kesulitan belajar siswa pada

(11)

c. Bagi peneliti

Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan dan

kajian untuk penelitian lebih lanjut.

d. Bagi sekolah

Diharapkan hasil penelitian ini memberikan sumbangan dalam

meningkatkan mutu pendidikan.

E. Definisi Operasional

Untuk menghindari penafsiran yang berbeda-beda dari pembaca, maka

penulis memberikan penjelasan dari beberapa istilah yang digunakan :

1. Learning Obstacle merupakan hambatan yang terjadi dalam pembelajaran.

Learning obstacle terdiri atas learning obstacle epistemological

(pemahaman tentang sebuah konsep yang tidak lengkap, tidak terjadi secara

menyeluruh), learning obstacle didactical (kekeliruan penyajian) dan

learning obstacle ontogenical (psikologis/ penggunaan).

Dalam tulisan ini, learning obstacle yang dimaksud ialah learning

obstacle yang bersifat epistemologis yaitu learning obstacle yang terkait

dengan perbedaan konteks. Dimana seseorang hanya memahami suatu

materi terbatas pada konteks tertentu saja, sehingga saat ia dihadapkan

dengan konteks yang berbeda maka akan mengalami kesulitan.

2. Desain didaktis merupakan rancangan tentang sajian bahan ajar yang

memperhatikan prediksi respon siswa.

Desain didaktis dalam penelitian ini, dikembangkan berdasarkan

sifat konsep yang akan disajikan dengan mempertimbangkan learning

obstacle yang teridentifikasi. Desain didaktis tersebut dirancang untuk

mengurangi munculnya learning obstacle.

3. Komik matematika adalah visualisasi cerita dalam bentuk gambar yang

berisi tentang materi pelajaran matematika yang disajikan dalam bentuk

deskriptif dan naratif.

(12)

komik yang memuat lembar kerja siswa terkait konsep keliling dan luas

Gambar

Gambar 1.2. Uji instrumen learning obstacle No. 1.c
Gambar 1.4. Uji instrumen learning obstacle materi luas daerah segitiga dan segiempat

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan Penetapan Hasil Kualifikasi Nomor : 06/ PRC.GD/ POKJA-PA.NTN/ I / 2015 tanggal 10 Januari 2015, Paket Pekerjaan Perencanaan Pembangunan Gedung Kantor Tahap I dengan

Namun fasilitas ini hanyak dikhususkan untuk wajib pajak badan berbentuk PT atau koperasi yang melakukan penanaman modal pada 52 bidang usaha dan 77 bidang usaha di daerah tertentu

The results showed that simultaneous, work ethic and performance assessment significantly influence motivation of employees of PT..

Bank Rakyat Indonesia Tbk Cabang Iskandar Muda Medan dalam mencapai atau bahkan melebihi target inilah yang terlihat bahwa para karyawannya tidak memiliki motivasi yang baik

atau gagal yang nantinya dapat mempengaruhi motif berprestasi siswa. Berdasarkan identifikasi masalah mengenai perlunya suatu intervensi untuk. meningkatkan motif berprestasi,

Untuk itu diperlukan upaya terus-menerus dari manajemen organisasi dalam memberikan contoh teladan dari perilaku etos kerja yang ingin dimiliki oleh..

Kebutuhan untuk mengatasi hambatan- hambatan yang datang dari diri sendiri dalam mencapai tujuan (Bp). Kebutuhan untuk mengatasi hambatan- hambatan yang datang dari luar

Metode Resistivitas Konfigurasi Wenner Untuk Menganalisis Aliran Rembesan (Seepage) Di Bendung Alam Wae Ela, Ambon.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu