BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan tidak hanya difokuskan pada segi kuantitas saja,
namun segi kualitas juga harus ditingkatkan, terutama kualitas pelayanan kesehatan. Rumah sakit merupakan sarana pelayanan kesehatan yang harus memenuhi kedua hal tersebut. Salah satu pelayanan yang ada di rumah sakit adalah haemodialisa.
Pelayanan ini masih terbatas hanya di beberapa rumah sakit saja di Sumatera Utara. Walaupun masih jarang, namun kualitas pelayanannya juga harus diperhatikan,
karena jika pelayanannya tidak baik, maka kepuasan pasien hemodialisa tidak akan tercapai.
Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas dalam upaya pelayanan kesehatan
merupakan bagian integral dari keseluruhan sistem pelayanan kesehatan. Departemen Kesehatan Republik Indonesia telah menggariskan, bahwa rumah sakit umum
mempunyai tugas melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta
melaksanakan upaya rujukan (Aditama, 2003).
Penyakit gagal ginjal merupakan salah satu penyebab kematian di Indonesia
1992 menunjukkan bahwa 13% dari sekitar 50.000 orang pasien rawat inap di rumah
sakit di seluruh Indonesia menderita gagal ginjal. Penderita gagal ginjal tahap akhir/ terminal di Indonesia bertambah sekitar 100 orang pasien setiap 1 juta
penduduk/tahun dan hanya 3000 orang yang menjalani terapi dialisis dari 150 ribu orang penderita gagal ginjal di Indonesia saat ini (Sapri, 2004).
Gagal ginjal terminal (GGT) merupakan titik akhir dari gangguan faal ginjal
yang bersifat irreversible, dimana kemampuan tubuh gagal untuk mengangkut sampah metabolik tubuh atau melakukan fungsi regulernya yang mengakibatkan
terjadinya sejumlah perubahan fisiologis yang tidak dapat diatasi lagi dengan tindakan konservatif, sehingga membutuhkan terapi pengganti ginjal (Smeltzer, 2002). Terapi pengganti ginjal terdiri dari hemodialisa, peritoneal dialisa dan
tranplantasi ginjal. Saat ini hemodialisa (HD) merupakan terapi pengganti ginjal yang paling banyak dilakukan dan jumlahnya tahun ketahun terus meningkat (Almatsier, 2006).
Pada proses hemodialisa, aliran darah ke ginjal dialihkan melalui membran semipermiabel dari ginjal tiruan sehingga produk-produk sisa metabolisme dapat
dikeluarkan dari tubuh. (Almatsier, 2006). Pada pasien yang menjalani terapi hemodialisa, intervensi diet memegang peran penting, diet yang berimbang sangat mereka perlukan untuk tetap fit ketika ginjal mereka sudah tidak lagi berfungsi pada
kapasitas yang penuh. Untuk mempertahankan kondisi yang lebih baik dari pasien dialisis mereka perlu mengkomsumsi jenis dan jumlah makanan yang tepat setiap
mereka sehingga mampu mengontrol produk limbah dan cairan yang terakumulasi
diantara penanganan atau tindakan dialisis. Pasien dialisis perlu mendapatkan asupan protein, kalori, cairan, vitamin dan mineral yang tepat setiap hari. Diet yang baik
untuk pasien dialisis adalah kecukupan dalam asupan protein, kecukupan kalori, rendah kalium, rendah natrium, rendah fosfor dan cairan yang terkontrol (Cahyaningsih, 2010).
Tujuan diet pada pasien gagal ginjal terminal yang melakukan terapi hemodialisa adalah untuk mencegah defisiensi gizi serta mempertahankan dan
memperbaiki status gizi, agar pasien dapat melakukan aktivitas normal, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit dan menjaga akumulasi produk sisa metabolisme tidak berlebihan (Almatsier, 2006). Menurut Ley dan Spelman dalam Niven (2002)
tak seorang pun dapat mematuhi instruksi jika ia salah paham tentang instruksi yang diberikan kepadanya, hal ini disebabkan oleh kegagalan penyuluh kesehatan dalam memberikan informasi yang lengkap kepada pasien.
Menurut Green (1984) dalam Notoatmodjo (2010) Promosi kesehatan adalah segala bentuk kombinasi pendidikan kesehatan dan intervensi yang terkait dengan
ekonomi, politik dan organisasi, yang dirancang untuk memudahkan perubahan perilaku dan lingkungan kondusif bagi kesehatan. Berdasarkan Piagam Ottawa (Ottawa Charter: 1986), sebagai hasil rumusan Konferensi Internasional Promosi
Kesehatan di Ottawa, Canada, menyatakan bahwa: promosi kesehatan adalah suatu proses untuk memampukan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan
terhadap masyarakat sehingga mereka mau dan mampu untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan mereka sendiri.
Promosi kesehatan adalah suatu upaya memudayakan individu kelompok dan
masyarakat untuk memelihara, meningkatkan, dan melindungi kesehatan, melalui peningkatan pengetahuan, kemauan, dan kemampuan, serta mengembangkan iklim yang mendukung, yang dilakukan dari/oleh dan untuk masyarakat, sesuai denagn
sosial budaya dan kondisi setempat (Depkes, 2000). Promosi Kesehatan di rumah sakit atau lebih di kenal dengan istilah Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah
Sakit disingkat PKRS merupakan salah satu bentuk pelayanan yang sejalan mendukung arah pembangunan kesehatan. Promosi kesehatan di rumah sakit berdasarkan arus pasien meliputi lingkup promosi kesehatan di luar rumah sakit dan
promosi Rumah Sakit itu sendiri (Depkes, 2007). Salah satu kunci keberhasilan dari pelaksanaan Promosi Kesehatan Rumah Sakit (PKRS) adalah penampilan kepribadian petugas untuk menjalin hubungan antar manusia dalam melakukan
interaksi sosial baik dengan klien atau keluarga.
Metode promosi kesehatan seperti kegiatan penyuluhan, penyebaran leaflet,
pembuatan poster-poster terbukti cukup berpengaruh terhadap perubahan perilaku seseorang. Strategi promosi kesehatan di Rumah Sakit atau PKRS seperti telah dijelaskan di atas, berusaha mengembangkan pengertian pasien, keluarga, dan
pengunjung rumah sakit tentang penyakit. Selain itu, promosi kesehatan di rumah sakit juga berusaha menggugah kesadaran dan minat pasien, keluarga, dan
penyakit. Dengan melaksanakan promosi kesehatan di rumah sakit, berarti keluarga
pasien ataupun pengunjung telah diajak berperan serta secara aktif dan diberdayakan untuk meningkatkan pengobatan dan perawatan penyakitnya.
Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik adalah rumah sakit umum milik pemerintah pusat yang secara teknis berada di bawah Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, merupakan pusat rujukan kesehatan regional
untuk wilayah Sumatera Bagian Utara dan bagian tengah yang meliputi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Provinsi Sumatera Utara, Provinsi Riau dan Provinsi
Sumatera Barat (Profil RSUP HAM, 2010). Untuk melaksanakan pelayanan promosi kesehatan di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik di Medan memiliki instalasi
Promosi Kesehatan Rumah Sakit (PKRS) yaitu instalasi yang memiliki
program kegiatan berupa promosi kesehatan melalui penyuluhan terhadap pasien, penjaga pasien dan pengunjung pasien di rawat jalan dan rawat inap. Berdasarkan hasil wawancara dengan Staf Instalasi PKRS RSUP H. Adam Malik, Instalasi PKRS
memiliki 8 orang petugas yang bertugas memfasilitasi dan mengkoordinir kegiatan penyuluhan untuk keluarga pasien/pengunjung Rumah Sakit baik di rawat inap
maupun rawat jalan. Setiap 1- 2 orang petugas PKRS bertugas menjadi Fasilitator dalam pelaksanaan penyuluhan. Adapun yang memberikan penyuluhan adalah dokter, apoteker dan ahli gizi yang terkait dengan materi penyuluhan.
Perencanaan pengaturan diet cukup sulit dan diet sukar diikuti oleh pasien, akan tetapi bila itu tidak dipatuhi akan memberikan konsekwensi yang merugikan.
instruksi jika ia salah paham tentang instruksi yang diberikan kepadanya, hal ini
disebabkan oleh kegagalan profesional kesehatan dalam memberikan informasi yang lengkap kepada pasien. Penyuluhan kesehatan yang baik dalam memberikan
pendidikan kesehatan haruslah dipahami oleh pasien yang menjalani terapi hemodialisa, sehingga dapat meningkatkan pengetahuan pasien tentang diet yang dianjurkan (Smeltzer, 2002). Dalam hal ini petugas promosi sangat penting untuk
memberikan dorongan positif kepada pasien untuk mengontrol dietnya.
Salah satu faktor yang mendukung kepatuhan adalah meningkatnya interaksi
petugas promosi kesehatan dengan pasien. Pasien membutuhkan penjelasan tentang kondisinya, apa penyebabnya dan apa yang dapat mereka lakukan dengan kondisi seperti itu. Untuk meningkatkan kepatuhan diet pada pasien hemodialisis diperlukan
promosi kesehatan yang baik oleh penyuluh kesehatan. Dengan promosi kesehatan dapat memberikan informasi yang lengkap guna meningkatkan pengetahuan pasien dalam setiap instruksi yang diberikan kepadanya, sehingga diharapkan lebih dapat
meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalankan terapi (Niven, 2002). Strategi untuk meningkatkan pengetahuan dan kepatuhan pasien adalah promosi kesehatan
Rumah Sakit dalam pemberian informasi (Niven, 2002). Promosi kesehatan yang baik dapat meningkatkan pengetahuan dan kepatuhan klien dalam hal pengobatan dan perawatan penyakitnya (Anggraini, 2009).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sarma (2008) di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr.Cipto MangunKusumo menunjukan bahwa pada prakteknya
promosi kesehatan, khususnya apabila tidak terdapat sumber daya untuk
mengimplementasikan kebijakan tersebut. Hal ini berarti kebijakan yang ada harus direalisasikan sebagai sebuah program yang mampu untuk dilaksanakan karena
mendapat dukungan sumber daya baik sumber daya manusia, dana maupun sarana serta prasarana.
Dari hasil wawancara dan observasi di Instalasi Hemodialisa RSUP H. Adam
Malik Medan terdapat sekitar 65% pasien dengan pengetahuan yang kurang, sehingga pasien sering bertanya tentang makanan yang dianjurkan, makanan yang tidak
diperbolehkan dan makanan yang berprotein tinggi. Terdapat sekitar 30% pasien tidak mematuhi diet yang dianjurkan. Kurangnya pengetahuan dan ketidakpatuhan pasien ini diasumsikan karena kurang optimalnya promosi kesehatan yang
dilakukakan petugas kesehatan. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara beberapa pasien, dapat disimpulkan bahwa promosi yang dilakukan petugas kesehatan di Instalasi hemodialisa RSUP H. Adam Malik Medan hanya sekedar saja dalam
pengertian petugas kesehatan tidak pernah melakukan sesi khusus untuk merencanakan pemberian materi tentang diet dengan melakukan penyuluhan.
Melalui promosi kesehatan diharapkan terjadi perubahan dalam diri klien (Suryani, 2005). Sehingga dengan promosi kesehatan diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan pasien atau kepatuhan pasien untuk mematuhi diet yang dianjurkan pada
meneliti tentang pengaruh promosi kesehatan terhadap kepatuhan pasien dalam
menjalankan terapi diet di unit hemodialisa RSUP H. Adam Malik Medan.
1.2. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan di atas yang menjadi
masalah dalam penelitian ini adalah pengaruh promosi kesehatan terhadap kepatuhan pasien dalam menjalankan terapi diet di unit hemodialisa RSUP H. Adam Malik
Medan tahun 2015.
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Untuk menganalisis pengaruh promosi kesehatan terhadap kepatuhan pasien dalam menjalankan terapi diet di unit hemodialisa RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2015.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui promosi kesehatan (materi, media, dan metode penyuluhan) di unit hemodialisa RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2015.
2. Untuk mengetahui kepatuhan pasien dalam menjalankan terapi diet di unit hemodialisa RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2015.
1.4. Hipotesis
Ada pengaruh promosi kesehatan terhadap kepatuhan pasien dalam menjalankan terapi diet di unit hemodialisa RSUP H. Adam Malik Medan tahun
2015.
1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1. Bagi RSUP H. Adam Malik Medan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi RSUP H. Adam Malik Medan bahwa pentingnya promosi kesehatan rumah Sakit yang berdampak pada pengetahuan dan kepatuhan pasien untuk menjalankan terapi diet
pada pasien hemodialisa, sehingga dapat mengurangi dampak yang ditimbulkan dari kurangnya pengetahuan dan ketidakpatuhan diet yaitu angka kejadian pasien yang
maju dari jadwal yang seharusnya, pasien malnutrisi, kenaikan berat badan yang berlebihan, terjadinya komplikasi karena cairan yang berlebih pada pasien hemodialisa dapat teratasi sehingga meningkatkan efektifitas hemodialisa.
1.5.2. Bagi Petugas PKRS
Sebagai bahan masukan bagi petugas PKRS sendiri untuk memberi
1.5.2. Bagi Peneliti selanjutnya
Sebagai bahan referensi untuk melakukan penelitian selanjutnya, menambah wawasan dan pengetahuan mengenai pelaksanaan PKRS terhadap kepuasaan pasien