• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jilid-15 Depernas 24-Bab-134

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Jilid-15 Depernas 24-Bab-134"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 134. BIDANG KOMUNIKASI

SEKTOR : PERHUBUNGAN UDARA U M U M

§ 1641. Djaringan2 dan perusahaan perhubungan udara

Pada waktu ini perusahaan2/instansi2 jang menggunakan pesawat2

udara chusus untuk mengadakan hubungan atau transpor melalui udara, ialah :

1. P.T. Garuda Indonesian Airways (G.I.A.). 2. Squadron. Transport A.U.R.I

3. Caltex, Stanvac dan B.P.M, 4. Polisi Negara.

5. Akademi Penerbangan Indonesia (A.P.I.).

a. 1. Garuda Indonesian Airways. G.I.A, dewasa ini mempunjai armada pesawat2

udara dari djenis dan dengan daja angkut sebagai

berikut :

Djenis Djumlah

Daja angkut (penumpang)

tiap pesawat (normal)

Djarak l.k.

Djumlah Daja angkut (penumpang)

Dakota/DC-3 20 28 1000 km 560

Convair 240 8 40 2500 „ 320

,, 340 8 44 3000 „ 352

,, 440 3 44 3200 „ 352

Djumlah 39 pesawat dengan daja angkut 1.k. 1584

pe-numpang. 2 Dari djumlah 39 buah pesawat tersebut biasanja sedjumlah 30% ialah "unserviceable", karena perlu mendapat maintenance sehingga daja angkut tiap hari mendjadi rata2 1100 penumpang untuk sekali

ter-bang. Apabila perlu mengangkut barang, maka biasanja seorang penum-pang. dengan barangnja disamakan dengan 90 kg, sehingga daja angkut muatan untuk tiap hari mendjadi rata2 99 ton,

Beberapa pesawat tersebut kadang2 djuga dipergunakan untuk

pen-didikan dan latihan personil G.I.A., sehingga akan mengurangi produksi pengangkutan udara.

3. Dengan demikian maka daja angkut tiap bulan bila hanja di-adakan satu kali penerbangan tiap hari, ialah 1.k.:

30 X 1100 = 33.000 penumpang, atau 33.000 X 90 = 2.970.000 kg. barang.

(2)

karena pada umumnja tiap pesawat mengadakan 2kali penerbangan (2 flights) tiap hari, maka daja angkut G.I.A, tiap bulan diduga akan 2 X 2.970.000 kg. = 5,940.000 kg, atau 5.940 ton.

4. Dalam uraian JM. Menteri Inti Distribusi Dr. J. Leimena di-depan Sidang Plano tertutup Depernas pada tanggal 1 Desember 1959, telah dinjatakan bahwa produksi G.I.A. rata2 sebulan ialah:

djumlah penumpang jang diangkut: 28.345/bulan. barang/muatan jang diangkut: 3.390.598 kg/bl,

atau 28.345 X 90 kg. + 3.390.598 kg. = 5.941,648 kg. atau 1.k. 5.941

ton.

Meskipun kadang2 beberapa penumpang/barang jang sama

meng-ikuti 2 flights sehari, namun kiranja dapat dinjatakan. bahwa produksi G.I.A. dewasa ini telah praktis sesuai dengan daja angkutnja, apabila hanja diadakan 2 flights sehari.

5. Uraian J.M, Menteri Inti Distribusi tersebut djuga menjatakan bahwa penggunaan (utilization) pesawat2 G.I.A. tiap hari adalah 1.k. 2½

djam/pesawat. Dibandingkan dengan angka2 perusahaan2 penerbangan

luar negeri, maka angka 2½ djam/hari/pesawat adalah rendah.

Utilization pesawat di Amerika sampai dapat mentjapai 5 a 8 djam/ hari, Sebab2 mengapa G.I.A. belum dapat mentjapai angka 5

a

8 djam/

hari/pesawat, akan didjelaskan dalam pasal keadaan "ground facilities’’ dan keadaan personil.

6. Apabila pada achir tahun 1960, G.I.A. telah menerima 3 pesawat Lockheed "Electra" jang mempunjai daja angkut 85 penumpang untuk

djarak terbang ± 3500 km., maka djumlah daja angkut G.I.A. untuk sekali terbang (one flight) mendjadi 1.k. 1100 + 2 X 85 = 1270 penum -pang atau l.k. 114.3 ton.

b. 1. Squadron Transport A.U.R.I. Squadron Pengangkut A.U.R.I. Direntjanakan terdiri atas :

1. Squadron Transport Ringan/Utility. 2. „ ,, Medium 3 „ ,, Heavy/Berat.

Tiap2 Squadron direntjanakan mempunjai kekuatan 12 pesawat jang

siap terbang. Dari ketiga Squadron Transport tersebut, maka pada waktu ini hanja Squadron Transport medium jang telah terbentuk setjara njata, sedangkan Squadron Transport Ringan/Utility dan Squadron Transport Berat sedang dalam phase pembentukan/pembangunan, karena masih menunggu kedatangan pesawat? udara jang sedang dipesan.

(3)

Djumlah Daja angkut Djarak

Djenis siap tiap pe- l.k.

terbang sawat 1.k.

Djumlah Daja Angkut

C-47 10 2 ton 1000 km. 20 ton

11-14 6 3 „ 2000 „ 18 ,, Djumlah : 16 pesawat dengan daja angkut

atau 1.k. 420 penumpang.

38 ton.

Djumlah pesawat2 tersebut sebagian besar terdiri dari pesawat2

cargo jang dapat mengangkut barang2 besar, Disamping pengangkutan

penumpang dengan tempat duduk jang sederhana. Hanja 2 a 3 pesawat merupakan pesawat penumpang, jang chusus disediakan untuk Kepala Negara serta pendjabat2 V.I.P. lainnja.

3. Disamping ke-16 pesawat transpor tersebut jang senantiasa harus siap terbang, masih ada beberapa pesawat pengangkut C-47 dan II-14 jang chusus dipergunakan untuk pendidikan dan latihan, sehingga tidak produktif sebagai alat pengangkutan.

4. Dalam tahun 1958, Squadron D.A.U.M. (Dinas Angkutan Udara Militer) telah. dihapuskan dan dilebur dengan Squadron Transport, karena sedjumlah penerbang Squadron tersebut telah menghasilkan ikatan dinas dengan A.U.R.I. untuk kemudian bekerdja pada G.I.A. dan Akademi Penerbangan Indonesia.

5. Dengan penghapusan D.A.U.M, dan agar A.U.R.I. dapat mela-jani operasi2 pemberantasan pemberontakan P.R.R.I./Permesta, maka

hubungan udara dengan pangkalan2 udara tertentu guna keperluan

logistik Angkatan Perang umumnja, tidak mungkin diadakan lagi setjara teratur (scheduled air service).

Karena itu pada waktu ini A.U.R.I. tidak mempunjai lagi djaring2

hubungan udara dengan frekwensi tertentu seperti D.A.U.M. dahulu. Semua pesawat transpor A.U.R.I, untuk sementara waktu masih dike-rahkan chusus untuk tugas2 operasi, pendidikan/latihan dan lain2 tugas

tertentu, sehingga belum mungkin untuk mengadakan "regular flights". c. 1. Caltex, Stanvac dan B.P.M. pada waktu ini mempunjai bebe -rapa pesawat2 udara, jang chusus dipergunakan untuk pengangkutan

personil mereka di Indonesia dan keluar negeri (Singapore). Pesawat2 tersebut jang mempunjai registrasi Indonesia, ialah :

(4)

Daja angkut Djarak

Djenis Djumlah penumpang l.k.

tiap pesawat (normal) (normal)

Djumlah Daja Angkut

penumpang

DC-3 7 24 1000 km. 168

Grumman 2 10 1500 ,, 20

Mallard

Djumlah : 9 pesawat dengan daja angkut 188 penumpang

2. Penerbang2 jang diadakan oleh Caltex, Stanvac atau B.P.M, hanja

diadakan setjara insidentil dan untuk tiap² flight harus mendapat izin terlebih dahulu dari A.U.R.I.

Perlu didjelaskan disini bahwa perusahaan2 tersebut sebagai

perusa-haan penerbangan asing, akan hanja dapat menggunakan pesawat2

ter-sebut untuk sementara waktu sadja. Tugas pengangkutan udara dari Caltex, Stanvac dan B.P.M. tersebut akan selekas mungkin dioper oleh G.I.A., apabila daja angkut G.I.A. telah mentjukupi.

d. 1. Polisi Negara mempunjai 3 pesawat udara ringan guna ke perluan Dinas Polisi Perairan serta „persoalan transport” dari Kepala Polisi

Negara, jaitu :

Djenis Djumlah

Daja Angkut penumpang tiap pesawat

Djarak Djumlah

Daja Angkut penumpang 1.k.

Aero

Com-Mander 1 5 1500 km. 5

Cessna 180 2 3 800 km. 6

Djumlah : 3 pesawat dengan daja angkut 11 penumpang

2. Djuga pesawat2 udara dari Polisi Negara tersebut tidak

diper-gunakan untuk mengadakan perhubungan udara jang tetap, melainkan hanja setjara insidentil dan dengan izin dahulu dari A.U.R.I, untuk tiap2

flight.

e. Akademi Penerbangan Indonesia dapat pindjaman 2 buah pesa -wat Dakota dari G.I.A., chusus untuk pendidikan/latihan aircrew A.P.I., sehingga tidak dapat diperhitungkan sebagai tambahan produksi daja angkut.

f. Perusahaan „Pioneer Aviation Corps” dengan direksi Dr. A.K. Gani, dalam tahun 1955 telah mentjoba untuk mengadakan suatu „air-transport service” di Indonesia dengan menggunakan 2 pesawat udara ringan dari djenis D.H. „Beaver” dan Beechcraft.

(5)

KEADAAN SEKARANG § 1642. Djaringan hubungan udara

a. Djaring2 hubungan udara G.I.A, dengan frekwensinja dapat dilihat

pada Lampiran „A”, jaitu :

1. Hubungan dengan pesawat2 Convair keluar negeri : Kuala

Lum-pur, Singapore, Bangkok dan Manila rata2 satu kali seminggu.

2. Hubungan dengan pesawat² Convair antara Djakarta dengan kota2 besar jang mempunjai lapangan udara untuk Convair, rata2

tiga kali seminggu.

3. Hubungan dengan pesawat2 Dakota antara Djakarta dengan

kota2 di-daerah2 jang mempunjai lapangan udara jang kurang

dari lapangan udara untuk Convair, rata2 dua kali seminggu.

Halaman 132 dari buku Rentjana Pembangunan Lima Tahun 1956 — 1960 dari bekas Biro Perantjang Negara dapat memberi gambaran jang lebih djelas dari djaring' tersebut.

Berhubung dengan keadaan keamanan, maka hubungan udara ke Menado hingga kini belum dilangsungkan lagi oleh G.I.A., sedang-kan hubungan udara. ke Ambon, baru dimulai lagi dalam bulan No-pember jang lalu.

b. Monopoli djaring2 serta tarip angkutan udara.

1. Menurut keterangan dari Departemen Perhubungan Udara, maka tidak ada suatu monopoli jang diberikan oleh Pemerintah RI. kepada G.I.A, untuk mengadakan perhubungan udara di Indo-nesia, Hal tersebut hanja merupakan suatu konsepsi dari bekas Pemerintah R.I.S. dalam tahun 1949, Pada waktu itu, hubungan udara di Indonesia masih diselenggarakan oleh K.L.M. dan Mili-taire Luchtvaart Belanda.

Mengingat vitalnja perhubungan udara untuk Negara kita, maka Pemerintah R.I. sekarang berpendapat bahwa perhubungan/ang-kutan udara di Indonesia harus dikuasai seluruhnja oleh Negara. 2. Pada saat sekarang rupanja hanja G.I.A, jang mengadakan tarip

angkutan udara untuk umum, sedangkan Caltex, Stanvac dan B.P.M. mungkin djuga mempunjai suatu sstim tarip angkutan, tapi chusus untuk personil mereka sendiri.

3. Sistim tarip angkutan udara dengan G.I.A. untuk hubungan2

dalam negara, termuat dalam „Fares & Rates Manual” jang dike-luarkan oleh G.I.A. pada 2 Oktober 1957 dan jang berlaku mulai tanggal 2 September 1957.

Tarip2 dalam negeri tersebut terbagi atas :

(6)

(b). tarip2 muatan/barang2, jang menurut Manual diatas

diten-tukan oleh route jang harus ditempuh dan tidak ditenditen-tukan setjara pukul rata untuk tiap2

km. terbang. Misalnja :

Djarak l.k.

Tarip penumpang

Tarip muatan tiap kg. R o u t e

Djakarta-Surabaja 640 km. Rp. 940,— Rp. 7,25

Djakarta -Bandung 115 km. ,, 175,— „ 1,55

Bila dihitung lebih landjut, maka biaja untuk km. bagi seorang

penumpang dan tiap kg. barang adalah sebagai berikut :

R o u t e PenumpangBiaja tiap km. Barang.

940 7,25

Djakarta-Bandung — = Rp. 1,47 = Rp,0,011

640 640

175 1,55

Djakarta-Surabaja — 1,52 0,014

115 115

Djadi rupanja untuk djarak jang lebih djauh, biaja tiap km. akan mendjadi kurang.

Bandingkanlah tarip2 G.I.A. tersebut dengan tarip2 domestic lines

di-negara2 tetangga kita jang seperti berikut :

Perusahaan Route Penerbangan

Djarak Tarip Biaja

U.S. $ Rp. per km,

M.A.L. Kualalumpur- 112 km. 5.90 265,50 Rp. 2,37

P.A.L. Manila-CebuMalaka 649 km, 36,50 1.642,50 „ 2,53

Q.E.A. Port Moresby- 301 km 25.80 1.161,— ,, 3,86

M.A.N. Rabaul-LaeLae 639 km 44.80 2.016,— „ 3,14

I.A.C. Delhi-Sombay 1151 km 39.30 1.768,50 ,, 1,54

Maka dapat disimpul.kan bahwa tarip G.I.A. memang masih sangat rendah.

Di Amerika, dimana perhubungan/transpor melalui udara dapat bersaing dengan kereta api, dalam hal pengangkutan penumpang, maka biaja tiap km. bagi penumpang untuk djarak sedjauh 1.k. 800 km. dengan menggunakan pesawat jang lebih modern, adalah sekitar U.S. $ 0,02/km. atau Rp, 0,90/km.

(7)

4. Mengenai sistim tarip jang dipergunakan oleh Squadron Transpor A.U.R.I., bila perlu dibuat perhitungan biaja terbang karena suatu pesawat spuadron tersebut jang di „charter” oleh instansi

lain dari Pemerintah (misalnja untuk tugas aerial-survey atau pemotretan udara) didasarkan atas „direct-operating-cost” untuk tiap djam terbang. Djadi soal „overhead cost”, insurance, gadjih aircrew, service, bagi penumpang dsb. tidak diperhitungkan. Jang diperhitungkan ialah hanja ongkos2 jang mengenai :

(a) bensin udara dan minjak untuk tiap djam terbang jang dinjatakan dalam Rupiah.

(b) perawatan, termasuk sparepartsnja untuk tiap djam terbang jang dinjatakan dalam U.S. $ dan Rupiah.

(c) depreciation/afschrijving dari pesawat untuk tiap djam

ter-bang jang dinjatakan dalam U.S. $ (devizen).

Dengan tjara demikian maka ongkos „charter” tiap djam terbang adalah sebagai berikut:

Ongkos tiap Djam terbang Djarak jang Daja angkut

Pesawat U.S. $ Rp. ditempuh tiap

djam 1.k.

Dakota/C-47 63,— 816,— 240 km 2 ton

II-14 183,— 840,,— 300 ,, 3 ton

Bila diperhitungkan lebih djauh, maka ongkos pengangkutan mu-atan tiap kg, per km. mendjadi :

Pesawat Ongkos tiap. djam terbang Ongkos muatan tiap kg./Km.

3840

Dakota/C-47 63 X 48 + 816 = Rp. 3840,— = Rp. 0,008

2000 X 240 9480

II-14 180 X 48 + 840 = „ 9480,— = ,, 0,011

3000 X 300

Karena jang dihitung hanja „direct operating cost”, maka dengan demikian ongkos pengangkutan dengan pesawat2 A.U.R.I.

ada-lah lebih rendah dari pada G.I.A.

5. Tarip pos dalam negeri dengan G.I.A. ialah : (a) untuk pos surat Rp. 9,50 per ton/km, (b) „ paket pos ,, 5,85 per kg.

6. Tarip2 keluar negeri ditentukan atas dasar perhitungan internasional,

jang telah ditentukan oleh I.A.T.A, (International Air Transport Association) dan I.C.A.O. (International Civil Avia-tion OrganizaAvia-tion).

(8)

c. Djaringan2 hubungan keluar negeri dari G.I.A.

Mulai tanggal I Nopember 1959, G.I.A. mengadakan tiap minggu dinas2 internasional dengan pesawat Convair sebagai berikut

― Djakarta — Singapore — "Kuala Lumpur — Bangkok p.p. 1 X

― Djakarta — Singapore — Bangkok p.p. 1 X

― Djakarta — Medan — Bangkok p.p. 1 X

― Djakarta — Labuhan — Manila p.p. 1 X

― Djakarta — Singapore p.p. 2 X

― Medan — Singapore p.p. 1 X

― Medan — Kuala Lumpur —Singapore p.p. 1 X Djumlah flights seminggu : 8 X Karena umumnja tiap² flight tersebut ialah setjara pulang pergi maka dapat dianggap bahwa tiap2 minggu G.I.A. mengadakan 2 X 8 = 16

international flights, atau dalam 1 bulan : 16 X 4 = 64 international flights. Mengingat bahwa pesawat Convair rata2 dalam satu flight

dapat mengangkut 40 penumpang (tergantung dari djarak jang harus ditempuh), maka dapat diduga bahwa daja angkut international flights tersebut ialah 64 X 40 = 2560 penumpang.

Menurut keterangan, maka dijumlah penumpang jang menggunakan G.I.A. untuk ke Singapore dan Bangkok p.p, tjukup memuaskan. akan tetapi untuk hubungan ke Manila pp. kurang memuaskan. karena hanja mendapat beberapa penumpang sadja. Mungkin ini disebabkan karena saingan P.A.A, jang telah djuga mengadakan hubungan Manila — Djakarta p.p. melalui Singapore.

d. Pengaruh perusahaan penerbangan asing (Foreign Air Lines) ter-hadap hubungan udara antara Indonesia dengan Luar Negeri.

1. Djumlah penumpang jang diangkut G.I.A. dari dan keluar negeri dalam 1 kwartal (Agustus-September dan Oktober 1959) ialah l.k. 7000.

Djumlah penumpang jang diangkut perusahaan² penerbangan asing, jaitu: BOAC, QUANTAS, SAS, MA, PAA, AII dan TAI, dari dan keluar negeri dalam kwartal jang sama ialah : l.k, 7.500. Dengan demikian maka G.I.A, mengangkut 48% dari djumlah pe-numpang ke dan dari luar negeri sedangkan ke-7 foreign air lines tersebut mengangkut 52% dari djumlah penumpang ke dan dari luar negeri. Mengingat bahwa foreign air lines tersebut pada umumnja mempergunakan pesawat² udara jang lebih tjepat dan modern dari pada pesawat2 Convair G.I.A., maka kiranja hasil 48% jang ditjapai

G.I.A. tersebut dapat dikatakan tjukup memuaskan.

2. Biasanja izin untuk dapat mendarat dilapangan terbang dalam ne-geri; didasarkan atas sjarat timbal-balik. Meskipun demikian dijabat disini bahwa pemberian2 izin kepada foreign air lines untuk

men-darat di Djakarta, l. k. 50% tidak didasarkan atas sjarat timbal-balik

(9)

atau suatu harapan mendapat timbal-balik, melainkan sering ter-desak alasan2 jang bersifat politis.

Untuk dapat meninggikan angka 48% tersebut jang kiranja dapat djuga menaikkan hasil pemasukan devisen, maka dapat ditempuh djalan :

(a) memperbanjak flights keluar negeri,

(b) mempertinggi daja angkut keluar negeri dengan mengguna-kan pesawat jang lebih besar dan tjepat.

(c) memperbaiki service terhadap para penumpang untuk saingan. Karena (a) akan mengakibatkan djuga naiknja djumlah air lines asing jang masuk Indonesia (berdasarkan policy timbal-balik ter-sebut maka djalan ini tak akan begitu menguntungkan).

Usaha (c) sukar untuk mentjapai nilai jang lebih tinggi dari perusahaan² asing, karena pengalaman dan fasilitas2 jang ada pada

G.I.A. belum sebanding dengan air lines asing tersebut.

Berhubung dengan alasan2 tersebut, maka diambil djalan sub, 2 (b),

jaitu dengan pesanan 3 pesawat Lockheed "Electra", jang mempu-njai daja angkut 2 X lebih besar dan dengan ketjepatan 1% X lebih besar dari pesawat2 Convair.

§ 1643. Keadaan Lapangan2 Udara serta Fasilita2 (Ground Facilities)

Penerbangan lainnja a. Lapangan Udara,

1. Penerbangan umumnja dan perhubungan udara (air transport) chususnja tidak mungkin dilaksanakan dengan hanja adanja sedjum-lah pesawat udara dan awak pesawat (aircrew) sadja, melainkan harus ada djaminan dari fasilitas2 ditanah (ground facilities), jaitu:

(a) lapangan2 terbang dengan segala perlengkapan2nja termasuk

bangunan²nja, tempat minjak, alat² pemberantasan kebakaran (fire and crash tenders), tempat² pesawat harus berhenti (parking areas), public utilities, dan sebagainja.

(b) alat2 pembantu navigasi (navigational aids) elektronis dan

optis.

(c) alat2 perhubungan radio dan sistim teletype communication.

(d) fasilitas2 pengawasan/pengamanan lalu-lintas diudara termasuk

S.A.R. (search and rescue). (e) fasilita2 meteorologi,

(f) fasilitas2 pemeriksaan, perawatan dan perbaikan2 besar

(over-haul) dari pesawat2 udara serta perlengkapannja.

(g) persediaan bensin udara di-tiap2 lapangan terbang.

2. Lapangan2 terbang di Indonesia dapat dibagi dalam :

(a) lapangan terbang sipil (Pemerintah atau swasta).

(b) lapangan terbang militer, dan masing2 dapat dibagi lagi dalam :

(c) landbase (lapangan terbang dapat).

(d) sea/water base (lapangan terbang perairan).

(10)

Pemeliharaan data lapangan udara tersebut pada waktu ini men-djadi tugas dari instansi2: Departemen Pekerdjaan Umum dan

Tenaga, Djawatan Penerbangan Sip] dan A.U.R.I.

3. Lampiran „B” adalah daftar dari lapangan2 terbang Sipil dan

sebagian dari pangkalan2 udara militer jang djuga didarati oleh

G.I.A. setjara teratur (scheduled) dengan izin A.U.R.I., seperti Pangkalan Angkatan Udara (P.A.U.) Husain Sastranegara (Bandung), P.A.U. Adisutjipto (Djokja), dan sebagainja.

Pangkalan² udara militer lainnja tidak termasuk dalam daftar ter-sebut. Djumlah dari pangkalan2 udara militer tersebut ialah : l.k. 58

termasuk airstrips (landasan2 terbang) ketjil, pangkalan² udara

taktis, dan sebagainja,

Djuga sea/water bases jang dapat didarati pesawat² udara amphibie, tidak termuat dalam daftar tersebut.

4. Indonesia jang kaja-raja akan danau2; teluk2 jang tenang dan

sungai2 besar, sebetulnja dengan sendirinja sudah mempunjai banjak

sea/water bases jang sangat ideaal dan murah perawatannja. Tapi djustru itu maka perawatan dari fasilitas² sea/water bases jang telah ada itu, kurang mendapat perhatian seperlunja, sehingga umumnja tidak dapat dipergunakan lagi.

5. Pada lampiran "C" kita dapat mengetahui pandjangnja serta keada-an permukakeada-an (surface) dari lkeada-andaskeada-an terbkeada-ang (runway) masing2

lapangan terbang.

Pada umumnja keadaan permukaan dan dari landasan lapangan2

terbang di-daerah2 adalah djelek. Selain itu pandjang landasan

sudah tidak sesuai dengan jang diperlukan oleh pesawat2 udara

modern. Pandjang runway; keadaan serta letaknja (didaerah pe-gunungan atau pantai) menentukan type2 pesawat jang dapat

menggunakan runway tersebut.

Biasanja pesawat jang lebih besar dan tjepat memerlukan runway jang lebih pandjang dan surface jang lebih kuat. Dengan mengurangi muatannja maka kadang2 djuga dapat dipergunakan

runway jang lebih pendek. Oleh sebab itu maka tidak semua lapangan terbang jang termuat pada Lampiran „C” dapat diper-gunakan oleh pesawat2 Convair.

Dengan demikian maka pesawat² Convair jang mempunjai daja angkut jang 2 X lebih besar dari pesawat2 Dakota, hanja dapat

dipergunakan untuk 1.k. 12 lapangan terbang sadja, kadang² harus dengan mengurangi muatannja. Djadi kemampuan dari pesawat tersebut tidak dapat dipergunakan (utilized) sebagaimana mestinja. 6. Dengan telah dipesannja pesawat2 jang lebih besar lagi, jaitu

pesawat Lockheed "Electra" serta penggunaan dari pesawat2

udara Jet oleh A.U.R.I., maka pada waktu ini, keadaan dari run-ways jang sudah ketinggalan zaman tersebut merupakan suatu problim chusus bagi G.I.A, dan A.U.R.I., jang perlu segera di-petjahkan.

(11)

7. Pada umumnja keadaan dan djumlah perlengkapan2 dari

lapang-an-lapangan terbang sipil maupun militer jang diperlukan untuk mempertinggi keamanan2 penerbangan, seperti fire and crash

tenders, ambulance, fuel tank cars, tenaga dan alat2 listrik, dan

sebagainja masih perlu diperbaiki atau ditambah hingga dapat memenuhi sjarat2 minimal, Hal ini chususnja berlaku untuk

lapangan2 terbang jang ketjil. atau jang djauh dari pusat. Selain

dari itu hanja ada beberapa lapangan terbang sadja jang dapat didarati waktu malam, karena tidak mempunjai night-landing facilities jang tjukup. Karena itu pesawat2 terpaksa sudah harus

mendarat sebelum djam 18.00, jang tentu akan sangat mengurangi kemampuan/daja angkut pesawat2 udara kita.

b. Faciliteit2 lain.

1. Alat2 pembantu navigasi (navigational aids), chususnja jang

elektronis, seperti Radio Beacons; VHF/DF (very high frequency direction finder) jang ada di Indonesia sudah ketinggalan zaman dan sangat kurang djumlahnja, sehingga dapat mengurangi ke-amanan penerbangan umumnja. Para penerbang kita sering merasa lebih aman bila harus terbang diatas daerah negara2 asing,

seperti Singapore, Malaya, Philipina, Hongkong dan sebagainja daripada diatas Tanah Air mereka sendiri.

Meskipun tjuatja kurang baik dan mereka kurang mengenal dae-rah jang dilampauinja, akan tetapi djustru karena alat2 pembantu

navigasi di-negara2 tersebut sangat baik, maka mereka tidak perlu

takut, sebab dengan bantuan2 alat2 navigasi tersebut mereka pasti

akan sampai ditempat jang ditudju dan kemudian dapat mendarat dengan selamat. Lain hal di Indonesia, chususnja penerbangan harus ditunda; atau pesawat tidak dapat mendarat ditempat jang ditudju, atau kadang2 tidak dapat menemukan tempat jang ditudju.

Selain mengurangi keamanan penerbangan, maka, hal demikian

djuga sangat mengurangi efisiensi pengunaan pesawat. Pener-bangan di waktu malam, jang sudah mendjadi umum di negeri2

jang mempunjai "ground facilities" jang baik, belum mungkin

djuga dilaksanakan dengan tjukup aman di Indonesia, chususnja untuk djarak djauh. Factor2 tersebut antara lain djuga menjebabkan

bahwa pesawat² udara G.I.A. kurang dapat dipergunakan setjara efektif.

(12)

bahwa pesawat memang sudah datang di B pada waktu jang telah ditentukan.

Bila pesawat belum sampai di B pada waktunja dan B tidak ada hubungan dengan pesawat jang bersangkutan serta diduga bahwa pesawat itu telah melampaui batas waktu terbang jang dapat ditentukan oleh djumlah bensinnja jang dibawa, maka B harus segera mengambil tindakan2 seperti berikut :

(a). mengadakan hubungan radio dengan A dan lain2 lapangan2/

pangkalan2 udara untuk menanjakan apakah pesawat

mung-kin telah mendarat disalah satu lapangan tersebut.

(b). bila belum mendarat disalah satu lapangan tersebut, maka B harus segera mengadakan hubungan dengan instansi2

jang bersangkutan, chususnja Pusat Pentjahari & Penolong Penerbangan (Search and Rescue Center) agar dapat di-ambil tindakan2 seperlunja.

Selain dari itu maka apabila dalam penerbangan antara A dan B. pesawat tersebut mendapat kerusakan diudara, sehingga harus mengadakan pendaratan darurat jang oleh penerbang pesawat tersebut dapat diberitahukan melalui hubungan radio ke A atau B. maka oleh kedua station ini dapat segera diambil tindakan.

Sebelum berangkat dari A. maka penerbang dari pesawat itu, harus dapat mengetahui dulu tjuatja diatas station B dan disekitarnja. Ini hanja mungkin dengan suatu perhubungan radio jang baik. Keadaan perhubungan radio pada waktu ini. chususnja jang di-daerah2 ialah kadang2 sampai demikian, sehingga terdjadi

peris-tiwa-peristiwa berikut :

(1). Pesawat telah datang di B. tapi B tidak mengetahui akan kedatangan pesawat, baru beberapa diam kemudian diterima kabar dari A bahwa memang pesawat tersebut menudju ke B. Djadi hubungan udara dengan menggunakan pesawat terbang kadang2 lebih tjepat dari pada hubungan radio.

(2). Karena B tidak menerima berita dari A, maka pernah terdjadi bahwa suatu pesawat jang terbang antara A dan B telah hilang tapi baru diketahui 2 hari kemudian, sehingga tidak dapat diberi pertolongan kepada penumpang jang sewadjarnja. (3). Karena perhubungan antara A dan B kurang Baik, maka

setelah pesawat datang di B terbukti tjuatja telah memburuk, sehingga pesawat itu dapat mendarat di B dan harus kembali ke A atau mendarat di stasion C.

(4). Oleh sebab stasion C tidak mempunjai hubungan radio, maka stasion B mengira bahwa pesawat hilang, sehingga diadakan tindakan2 untuk mentjari jang

, memakan beaja banjak,

padahal, pesawat sudah selamat di stasion C.

(13)

3. Fasilitet-fasilitet pengawasan/keamanan lalu lintas udara.

Disamping personil jang tjakap, maka pengawasan/keamanan lalu-lintas udara diatas wilajah Indonesia, baik terhadap pesawat2 kita

sendiri maupun terhadap pesawat2 asing jang telah mendapat izin

dari Pemerintah R.I. untuk melintasi Indonesia, hanja dapat di-selenggarakan setjara effektif ada djaminan mengenai :

(a) Sistim perhubungan radio dan telekomunikasi

(b) organisasi dan perlengkapan Search and Rescue (pentjahari dan penolong) jang efisien termasuk pesawat2 udara S.A.R.

dan alat2 Radar

(c) bantuan dari instansi2 lain seperti A.U.R.I., Polisi Negara,

Pamongpradja, A.L.R.I. dan sebagainja.

4. Sebagai anggauta dari International Civil Aviation Organization (I.C.A.O.), maka Pemerintah R.I. berkewadjiban untuk mendjamin pengawasan/keamanan lalu lintas udara diatas Indonesia sampai tingkat international.

Tugas Search and Rescue. udara tersebut oleh Pemerintah R.I. dibebankan kepada A.U.R.I,

Dalam ketjelakaan penerbangan pesawat Constellation "Kashmir

Princess" dari India jang membawa rombongan utusan R.R.T. untuk Konperensi A-A di Bandung, maka pesawat2 pentjahari dan penolong

A.U.R.I. baru sampai didaerah ketjelakaan tersebut (kepulauan Natuna) pada esok harinja.

Kelambatan tersebut tentu sangat mengurangi kemungkinan bahwa para korban masih dapat tertolong,

Dalam tahun 1958, A.U.R.I. telah dihilangkan satu pesawat Dakota penuh dengan penumpang dalam penerbangan antara Makasar dan Den Pasar. Squadron Pentjahari dan Penolong A.U.R.I. hingga kini tidak berhasil untuk menemukan pesawat serta penumpangnja jang malang tadi, meskipun telah mendapat bantuan penuh dari semua instansi² jang bersangkutan dan dari rakjat Bali.

Kedjadian2 tersebut adalah suatu bukti bahwa fasilitas2

pengawas-an/keamanan lalu lintas udara di Indonesia masih djauh dari sempurna. Hal demikian antara lain disebabkan karena :

(a). Organisasi S.A.R, belum efektif, berhubung sebetulnja harus merupakan suatu „Badan koordinasi” dan bukan merupakan „Komando Tunggal” jang bertanggung djawab.

(b). A.U.R.I. masih kekurangan pesawat2 amphibie dan personil-nja chusus untuk tugas S.A.R., jang dapat ditempatkan dibe-berapa daerah, diatas mana banjak diadakan lalu lintas udara. Pada waktu pesawat2 dan personil S.A.R. terpaksa

dipusatkan di Pangkalan Udara Abdulrachman Saleh (Malang) sadja, karena belum mungkin di-pentjar2-kan oleh

sebab hanja ada 1 a 2 pesawat S.A.R. dengan personilnja jang dapat disiapkan untuk tugas peri kemanusiaan tersebut, (c). Alat² komunikasi jang tidak effektif.

(d). Alat2 radar pentjahari praktis belum ada di Indonesia.

(14)

5. Fasilitas2 Meteorologi untuk penerbangan.

(a). Djumlah fasilitas2 jang dapat meramal.kan keadaan tjuatja dan

angin guna keperluan penerbangan di Indonesia, masih sangat kurang. Pada waktu ini hanja ada beberapa stasion me-teorologi jang ditempatkan di lapangan pangkalan² udara besar sadja, sedangkan djustru di-daerah2 Indonesia Timur,

jang terkenal akan buruknja tjuatja dalam musim hudjan, praktis tidak ada pose meteo jang dapat membantu para penerbang kita dengan keterangan mengenai angin dan tjuatja dalam perdjalanannja di Indonesia Timur.

(b). Para petugas "weather observers" (bukan forecasters) tjukup dan dapat ditempatkan/disebar di-tempat jang dilalui route2

penerbangan, akan tetapi hingga kini masih terbentur pada kesulitan2 akan alat² komunikasi, sehingga tidak ada gunanja

untuk menempatkan mereka di-tempat² tersebut. Seorang penerbang A.U.R.I. pernah mengatakan, bahwa pada umumnja penerbang² jang harus dilakukan di Indonesia Timur adalah setjara untung2an mengenai keadaan tjuatja waktu perdjalanan

dan ditempat jang ditudju. Sering terdjadi bahwa tjuatja ditempat jang mendjadi tudjuan telah demikian memburuk sehingga pesawat tidak dapat mendarat dan harus mentjoba untuk menudju kelapangan terbang lain (alternate field) jang biasanja letaknja sangat djauh satu dengan jang jang lain, chususnja di Indonesia Timur. Dan apabila "alternate field" tersebut djuga .buruk tjuatja maka. biasanja pesawat tidak

mempunjai bensin lagi untuk menudju ke "alternate" jang ke-dua, sehingga pasti pesawat perlu mengadakan pendaratan darurat dilaut dengan segala konsekwensinja.

c. Alat2 meteo jang telah ada di stasiun² meteo sekarang, hanja

dapat mengukur ketjepatan angin sampai ketinggian (altitude) l.k, 10,000 kaki.

Pesawat2 Lockheed "Electra" dan pesawat2 Jet A.U.R.I.

biasanja harus terbang pada ketinggian 1.k. 20,000 kaki atau lebih. Ini berarti bahwa pesawat2 tersebut djuga

akan terbang setjara untung2an pada ketinggian 20.000

kaki dengan tidak mengetahui djurusan dan kekuatan angin pada ketinggian itu.

Bahwa hingga kini penerbangan2 di Indonesia Timur

dalam tjuatja jang kurang Baik dapat berdjalan dengan selamat, pada umumnja ialah berkat ketangkasan dan disiplin para penerbang kita.

6. Fasilitas2 pemeriksaan, perawatan dan perbaikan besar

(over-haul) dari pesawat2 udara serta perlengkapannja,

(a). Pada waktu ini jang ada di Indonesia dengan kemampuan jang agak lumajan ialah ada pada :

(15)

(1) A.U.R.I. di Pangkalan Udara Husain Sastranegara, Bandung dan di-masing2 Squadron Udara.

(2) G.I.A, di Kemajoran, Djakarta,

(3) Akademi Penerbangan Indonesia di Tjurug, djadi semua di Djawa Barat.

(b). Berlainan dengan alat² pengangkutan didarat dan laut umumnja, maka siarat2 perawatan serta Sistim2 pemeriksaan

jang harus dikerdjakan setjara berkala pada pesawat udara, adalah sangat berat dan teliti, Praktis tiap2 bagian dari

pesawat udara adalah sangat vital untuk keselamatan pener-bangan, sehingga selamanja harus dalam keadaan baik. Djuga karena mahalnja harga pesawat2 udara (harga

Con-vair ialah 1.k. $ 800,000/pesawat, Lockheed "Electra" 1.k. $ 2 djuta/pesawat) maka tidak boleh diambil risiko sedikit-pun dalam menentukan apakah pesawat sudah „laik udara” (airworthy). Ini hanja mungkin dikerdjakan apabila para personil jang mendapat tunas untuk memeriksa. merawat dan memperbaiki pesawat2 udara itu. mempunjai pendidikan

jang chusus dan pengalaman jang tjukup. Ketiga-tiga "

main-tenance facilities" tersebut diatas pada umumnja kekurangan akan "qualified" atau "experienced aircraft maintenance engineers" dan "mechanics", sehingga belum dapat men-tjapai kapasitas jang sebenarnja, sesuai dengan perleng-kapan-perlengkapan jang ada pada masing2 fasilitas

ter-sebut.

(c). Fasilitas A.U.R.I, dewasa ini mempunjai kemampuan untuk memeriksa. merawat dan mengadakan perbaikan² besar, chusus untuk pesawat2 udara transpor (djadi tidak termasuk

pesawat pembom penempur dan sebagainja) dalam ke-adaan normal sebagai berikut:

(1) djumlah pemeriksaan dan perawatan ketjil jang biasa-nja dikerdjakan oleh Squadron Transport A.U.R.I. rata2 : 10 pesawat tiap bulan,

(2) djumlah pemeriksaan dan perawatan besar (overhaul), termasuk nerhaikan2 jang diperlukan biasanja

diker-djakan oleh Perbengkelan bestir A.U.R.I, di Bandung sebanjak rata2: 6 pesawat transpor tiap bulan.

Djumlah2 tersebut hanja berupa pesawat2 udara transpor sadja,

sedangkan type2 lain seperti pembom, tempur, latih,

dan sebagainja tidak dimasukkan dalam djumlah2 tersebut.

Perbengkelan G.I.A, di Kemajoran mempunjai kemampuan normal sebagai berikut :

(1) djumlah pemeriksaan dan perawatan ketjil2 rata2 : 27

pesawat tiap bulan,

(2) djumlah pemeriksaan dan perawatan besar (overhaul) termasuk perbaikan2 besar rata2: 13 pesawat tiap

(16)

(e). Kesulitan2 jang dihadapi oleh A.U.R.I. dan G.I.A. dalam hal

perawatan pesawat udara masing2 pada umumnja sama,

jaitu :

(1) kekurangan personil pimpinan (supervisors) dan para pekerdja jang tjakap.

(2) kemunduran hasrat kerdja dari para pekerdja umumnja karena keadaan ekonomi dewasa ini.

(3) kurangnja persediaan spareparts dan bahan2 lainnja

jang seharusnja dapat didatangkan dari luar negeri setjara kontinu.

(f). Apabila faktor2 kesulitan tadi dapat diatasi, maka produksi

diduga dapat dilipat-gandakan. Mengingat kesulitan2 (1)

dan (2) diatas tidak mungkin untuk diatasi dalam djangka pendek, maka djaminan bahwa spareparts dapat didatangkan dari luar negeri setjara teratur, adidatangkan dapat memper -tinggi produksi dari kedua fasilitas tadi paling sedikit dengan 20%.

(g).

Beberapa spareparts kadang

2

dapat dibuat sendiri asal

bahan bakunja (raw material) seperti aluminium alloys,

badja

²

chusus, pipa

²

dari bermatjam bahan, plexiglass,

kawat

²

listrik/badja dan sebagainja dapat disediakan. Akan

tetapi dalam banjak hal spareparts jang dibuat sendiri tadi

achirnja ongkos pembuatannja lebih tinggi dari pada bila

diimpor sadja, karena produksi dari onderdil tadi misalnja

sudah dibuat di Amerika dengan djumlah produksi ribuan

setjara masinal, sehingga harganja sangat rendah. Meskipun

demikian karena dengan tjara pembuatan onderdil sendiri

banjak devisen dapat dihemat. Bila kwalitasnja dapat

ter-djamin, ongkos pembuatan jang tinggi tadi dibenarkan.

Policy ini akan berfaedah sekali, apabila idjin ekspor dari

onderdil

²

tersebut tidak diberikan oleh negara pembuat

karena alasan

²

politik seperti jang pernah dialami A.U.R.I

(h). Fasilitas perawatan2 udara dari G.I.A. maupun A.U.R.I

dewasa ini sangat sibuk untuk dapat melajani keperluan penerbangan masing2, sehingga hampir tidak mungkin untuk

djuga melajani pekerdjaan2 perawatan pesawat2 udara untuk.

instansi lain. Kerdja sama antara kedua perbengkelan ter-sebut chususnja dalam hal penukaran2 onderdil2,

pengalam-an-pengalaman, dsb. sangat memuaskan.

(i). Usaha di Indonesia untuk memadjukan penerbangan umum-nja dan transpor udara chususumum-nja, selama ini masih terbentur pada kurangnja fasilitas2 perawatan. Perusahaan transpor

udara "Pioneer Aviation Corp" dari Dr. A. K. Gani telah kandas karena kesulitan2 dalam soal perawatan. Polisi

Negara mempunjai pesawat2 udara, akan tetapi untuk

perawatannja perlu bantuan dari G.I.A. atau A.U.R.I. Aero

(17)

Club dan pemilik pesawat udara prive di Indonesia tidak mudah berkembang karena tak ada "backing” dari suatu fasilitas perawatan.

(j). Perbengkelan pesawat udara dari Akademi Penerbangan Indonesia di Tjurug pada waktu ini hanja mampu untuk merawat pesawat² latih-ringan dari mereka sendiri, Pesa-wat-pesawat Dakota jang mereka pergunakan dalam pen-didikan landjutan, mendapat perawatan dari Perbengkelan GIA.

(k). Karena semua pesawat² udara, onderdil², bahan dan praktis segala perlengkapan²nja masih 100% perlu didatangkan dari luar negeri, maka oleh A.U.R.I telah diambil inisiatip untuk membuat pesawat² udara sendiri dengan hanja mengimpor bahan² baku (seperti aluminium dan pipa² badja) dan motor² dari luar negeri,

Perbengkelan pembuatan pesawat Udara A.U.R.I. tersebut telah berhasil membuat pesawat² type² glider dan pelatih ringan untuk keperluan pendidikan penerbang A.U.R.I. Bila usaha tersebut diperluas, maka kiranja dapat pula di-buat pesawat² udara transpor ringan untuk keperluan per-hubungan udara djarak dekat.

(l). Persediaan bensin udara di lapangan²/pangkalan² udara, chususnja dilapangan terbang daerah² jang terpentjil, meru-pakan suatu kesulitan jang menghambat perhubungan udara dengan daerah² tadi.

(m). Karena lapangan terbang A di daerah terpentjil mempunjai persediaan bensin udara, maka pesawat jang hendak menu-dju ke A harus membawa bensin jang penuh agar nanti dapat kembali lagi ketempat pemberangkatan semula (misal-nja B) jang ada persediaan bensin udara.

Berhubung pesawat tersebut harus membawa bensin penuh, maka daja angkutnja dikurangi, jaitu djumlah penumpang/ barang jang akan diangkut harus dikurangi. Apalagi kalau lapangan terbang B hanja mempunjai landasan-terbang (runway) jang pendek, maka muatannja harus dikurangi lagi. Achirnja penerbangan ke A jang sangat merugikan, lebih baik ditiadakan sadja. Djadi daerah jang sudah ter-pentjil tadi, kehilangan lagi suatu alat perhubungan jang tjepat.

(18)

disebab-kan karena kesulitan transpor dilaut dan darat, serta djuga karena kekurangan perlengkapan2 penjimpanan bensin

udara, seperti drum2, tangki dibawah tanah pipa penjaluran,

pompa2, dsb.

(o), Instansi2 jang pada waktu ini merentjanakan distribusi bensin

udara untuk daerah2 jang mempunjai lapangan ter-bang jang

dapat dipergunakan, adalah para pemakai lapangan terbang, jaitu pada umumnja hanja A.U.R.I. dan G.I.A.

Karena kedua instansi ini tergantung dari instansi2 lain

untuk mengangkut bensin udara tersebut, ditambah pula bahwa bensin ini tidak dapat disimpan lebih lama dari 6 bulan, maka kesulitan2 jang dihadapi oleh A.U.R.I. dan

G.I.A. akan persediaan bensin udara di-daerah2 terpentjil,

adalah salah satu sebab mengapa daerah terpentjil itu tetap akan terpentjil.

§ 1644. Pendidikan Kader2/Ahli Penerbangan

a. Salah satu kesulitan pokok jang kita hadapi, mengapa penerbangan (sipil maupun militer) umumnja dan transpor udara chususnja belum dapat berkembang seperti kita harapkan, adalah kekurangan akan tenaga ahli, baik jang terbang (air crew) maupun jang tinggal ditanah (groundcrew).

b. Penerbangan adalah suatu alat jang sangat teknis dan personil jang diperlukan untuk melajani alat2 tersebut memerlukan pendidikan jang

ber-tahun2.

Selain dari itu, personil jang mengemudikan pesawat (air crew) harus memiliki fisik jang sangat baik. Tanpa djumlah personil jang tjakap dan berpengalaman, maka tidak mungkin dan tidak dapat „di-tjoba2”, untuk

mengadakan penerbangan jang dapat berdjalan setjara aman (tanpa ketjelakaan2) atau setjara jang dapat dipertanggung djawabkan.

c. Karena Belanda dengan sistim kolonialnja praktis tidak pernah memberi kesempatan bagi bangsa kita untuk beladjar terbang dan mengetahui teknik penerbangan, maka setelah kita memperoleh kemerdekaan, hanja ada satu dua penerbang dan beberapa montir pesawat udara jang tjukup tjakap dan berpengalaman.

Walaupun A.U.R.I. dan G.I.A. mulai tahun 1951 telah mengirimkan para pemudanja keluar negeri untuk beladjar terbang serta mengikuti peladjaran teknik penerbangan lainnja dan disamping itu djuga meng-adakan pendidikan penerbangan didalam negeri dengan mendatangkan/ menggunakan instruktur2 bangsa asing2, namun hingga kini djumlah

(19)

d. Instansi2 jang pada waktu ini djuga mengadakan pendidikan dan latihan

untuk „air dan ground personel” pesawat2 udara transpor (bukan

pembom atau tempur) Sipil maupun Militer ialah: 1. A.U.R.I.

2. Akademi Penerbangan Indonesia (A.P.I.) dan 3. G.I.A. (flight engineer, stewardess dsb.)

Sekolah Teknik Menengah Penerbangan dari Departemen P.P. & K. c. Dewasa ini hanja A.U.R.I. dan A.P.I. jang mengadakan pendidikan

dasar untuk „air dan ground personel” penerbangan umumnja. Praktis seluruh pendidikan mulai tahun 1958 telah dalam tangan bang-sa Indonesia, Pendidikan2 jang diselenggarakan oleh A.U.R.I„

chusus-nja ditudjukan untuk menutupi kebutuhan sendiri akan „air dan ground personel”, jang sungguh2 diatur menurut kebutuhan sadja, Djadi apabila

djumlah "flight mechanics" suatu type pesawat, sementara dianggap tjukup, maka pendidikan "flight mechanics" ditangguhkan.

A.P.I. pada waktu ini mengadakan pendidikan² jang lebih disesuaikan untuk menutup kekurangan personil G.I.A., sedangkan pendidikan dan latihan2 jang diadakan oleh G.I.A. sendiri, berupa pendidikan chusus

"sales manager, traffic manager, ground dan air hostess", dsb.

Latihan2 jang diadakan G.I.A, diperlukan untuk memelihara ketjakapan

"aircrew" mereka serta untuk transition-training "air crew" jang baru. Sekolah Teknik Menengah Penerbangan dari Departemen P.P. & K. jang ada di Kebajoran memberi pendidikan chusus dalam teknik pener-bangan sadja. Sekolah ini pada waktu ini menghadapi kesulitan akan instruktur dan alat2 instruksi/pendidikan sehingga hasilnja kurang

memuaskan untuk keperluan G.I.A. atau A.U.R.I.

f. Kekurangan akan „air dan ground personel” sebanjak l.k. 40%, baik

untuk G.I.A. maupun A.U.R.I. seperti diuraikan diatas perlu segera diatasi agar pesawat² udara jang telah ada pada kita dapat dipergunakan lebih² effektif dan agar nilai perawatannja dapat tetap tinggi. Karena kesulitan2 jang dihadapi oleh semua instansi2 pendidikan ahli2/kader2

penerbangan dewasa ini ialah praktis sama, jaitu tenaga pendidikan, alat2/perlengkapan2 untuk pendidikan dan bangunan2/ruangan2 sekolah,

maka agar kekurangan sedjumlah „air dan ground personel” tersebut dapat selekas mungkin dipenuhi, diperlukan koordinasi dan standardi-sasi antara instansi2 pendidikan tersebut diatas,

g. Karena A.L.R.I. djuga telah merentjanakan untuk menggunakan pesa-wat udara chusus untuk tugas maritim (bukan transpor), maka A.L.R.I. telah mengirimkan sedjumlah ,,air dan ground personel” keluar negeri. Berhubung pada umumnja pendidikan dasar dari semua ,,air dan ground personel” penerbangan dapat dianggap sama, maka dikemudian hari A.L.R.I. pun akan memerlukan koordinasi tersebut.

h. Mulai tahun 1950 Kementerian P.P. & K. telah mengirimkan beberapa puluh peladjar keluar negeri untuk mengikuti pendidikan dalam ilmu/ teknik penerbangan, Dan djumlah tersebut hampir tidak ada seorangpun jang mengambil djurusan aircraft maintenance enginering (teknik perawatan pesawat udara), pada hal jang sangat dibutuhkan dewasa ini ialah djustru tenaga2 ahli perawat pesawat udara.

(20)

§ 1645. Kesimpulan2

Dari laporan mengenai pendjelasan keadaan sekarang dapat ditarik kesimpulan2 dalam garis besar sebagai berikut :

Materiil dan pemakaiannja.

Materiil untuk Perhubungan/Transport Udara dapat dibagi dalam : a. pesawat2 udara dengan segala perlengkapannja jang dibawa terbang

(airborne),

b. segala groundfacilities jang diperlukan agar pesawat2 itu dapat

melakukan penerbangan/hubungan udara dengan selamat.

a. 1. Pesawat udara, Djumlah pesawat2 udara Transpor, baik

Sipil maupun Militer jang telah ada, ditambah pula dengan jang telah/ sedang dalam pesanan, pada umumnja dapat dianggap sudah tjukup untuk masa 3 A. 5 tahun j.a.d., chusus guna keperluan Pembangunan Semesta Berentjana dalam suasana damai (bukan perang), ketjuali (a) Sedjumlah type pesawat2 udara transpor ringan jang chusus dapat

dipergunakan untuk menghubungi daerah2 jang praktis hanja

mem-punjai lapangan2 terbang rumput ketjil, masih perlu

dipesan/dida-tangkan lagi.

Hal ini berhubung dalam djaring2 perhubungan udara jang ada

sekarang, belum termasuk route2 ke-daerah2 terpentjil (feeder-lines)

jang sebetulnja djuga memerlukan hubungan udara, guna melan-tjarkan pembangunan ekonomi daerah2 tersebut.

Pesawat2 De Havilland "Heron" dari G.I.A., jang sebetulnja

di-rentjanakan untuk "feederlines-system" tersebut terbukti tidak dapat memenuhi sjarat2 teknis, sehingga 14 buah pesawat2 tersebut, mulai

tahun 1957 perlu „disingkirkan” setelah baru dipakai l.k, 2 tahun, Karena itu pembelian pesawat2 udara sebagai "feeder-liner" .harus

sungguh2 dievalueer dulu se-baik2nja, sebelum diadakan pembelian.

Dalam hal "feeder-lines-system" ini timbul suatu pertanjaan, jaitu : „Apakah tidak lebih murah untuk membuat lapangan2 terbang sadja jang

dapat dipergunakan oleh pesawat2 Dakota guna daerah2 tersebut

dari-pada membeli lagi sedjumlah typepesawat udara lain ?” Djawabannja dapat disimpul.kan dari angka2 berikut :

(1) Harga sebuah pesawat jang dapat dipergunakan sebagai "feeder-liner" sematjam pesawat DHC-3 "Otter" (satu motor 10 penum-pang jang sekarang dipergunakan A. U. R. I.) adalah l.k. U.S. $ 130.000. (C.I.F. Djakarta) atau Rp. 5.850.000,— termasuk "initial

spareparts"-nja.

(21)

(3) Ongkos pembuatan lapangan terbang untuk pesawat2 Dakota jang

perlu mempunjai landasan berukuran minimal 1.k, 1500 X 30 meter jang. diperkeras (diaspal) diduga akan memerlukan beaja paling sedikit 1500 X 30 X Pp. 400,- = Rp. 18 djuta, tergantung dari persediaan dan harga bahan2 setempat.

Djadi dengan mengeluarkan devisen sedjumlah 1.k, 6 djuta dan pembuatan lapangan terbang ketjil setjara gotong rojong (dengan biaja jang tidak banjak) disuatu daerah jang belum mempunjai hubungan udara, maka dapatlah dimulai hubungan/transpor udara antara daerah terpentjil itu dengan suatu kota besar jang telah mempunjai hubungan udara dengan Djakarta. Setelah keadaan ekonomi daerah tadi madju jang disebabkan adanja hubungan "feeder-liner" tersebut, sehingga keperluan rakjat setempat akan transpor udara makin bertambah, maka barulah perlu direntjanakan untuk pembuatan lapangan terbang jang lebih besar jang dapat dipergunakan oleh pesawat2 Dakota atau Convair.

Apabila uang sebanjak Rp. 6 djuta tadi dipergunakan langsung untuk pembuatan sebuah lapangan terbang untuk Dakota, maka tentu tidak akan tjukup (baru 1/3 dari djumlah biaja jang diperlukan). Selain itu pengulaman2 telah membuktikan bahwa waktu jang diperlukan untuk

pembuatan lapangan terbang baru untuk Dakota/Convair ialah biasanja sangat lama, jaitu l.k. 2 tahun,

2. Penggunaan (utilization) dari semua pesawat2 udara transpor

jang ada dalam pengawasan Pemerintah masih kurang sesuai dengan kemampuan sesungguhnja dari pesawat2 udara itu, jaitu :

(a) G.I.A. dengan daja angkutnja l.k. 1100 penumpang tiap kali terbang hanja menggunakan pesawat2 udaranja l.k. 2% djam/pesawat/hari.

(b) Squadron Transport A.U.R.I. jang sifat operasinja lain dari pada G.I.A., jaitu antara lain :

― mengadakan latihan2 agar para personil senantiasa siap

ber-operasi (combat ready).

― mengadakan penerbangan untuk keperluan logistik A.U.R.I. dan A.P.R.I. setjara sangat terbatas.

— tugas pemotretan udara (aerial survey) untuk memenuhi per-mintaan instansi2 Pemerintah.

— siap2 menunggu perintah operasi (standby). Hanja menggunakan

pesawat2 transpor-nja l.k. 1½djam/pesawat/hari, Daja

angkut-nja ialah l.k. 420 penumpang tiap kali terbang.

3. Polisi Negara bagian Penerbangan dengan daja angkutnja l.kl 11 penumpang tiap kali terbang hanja menggunakan pesawat²nja l.k. 15 menit/ pesawat/hari.

4. Meskipun keterangan2/grafik2 mengenai naiknja djumlah

penum-pang jang menggunakan transpor udara tiap2 tahun tidak tersedia, namun

telah diketahui umum bahwa praktis semua penerbangan2 G.I.A, didalam

negeri (domestic) adalah tjukup penuh sehingga "booking" untuk

(22)

sebelum penerbangan diadakan) dan menimbul.kan ekses2 pentjatutan

kar-tjis. Selain dari itu sedjumlah tempat duduk (seats) untuk.tiap2 route harus

disediakan untuk A.P.R.I.

Djelas kiranja bahwa transpor udara jang bersifat tjepat, flexible dari "comfortable" telah sangat disukai oleh masjarakat Indonesia jang mampu membajarnja.

5. Djalan jang paling tepat kiranja untuk menampung "traffic demand" jang terus membubung itu ialah dengan mempertinggi peng-gunaan semua pesawat2 udara transpor jang ada pada kita dan se-kali2

bukan menambah lagi. Disamping itu, penggantian/penukaran dari pesawat2

udara transpor jang kurang efisien lagi untuk dipakai (karena sudah "obsolete") dengan suatu type jang lebih tjepat dan dengan daja angkut lebih besar serta lebih "up to date", dapat dibenarkan, asal alasan2 nja jang

diadjukan untuk penggantian tersebut sungguh² tepat.

Untuk mentjegah terulangnja kerugian2 jang disebabkan karena

pem-belian pesawat2 udara "Heron" jang kurang baik, maka hendaknja djangan

direntjanakan pembelian suatu pesawat udara jang belum sungguh2 "service

proven".

6. Sebagai "target" penggunaan/utilization dari pesawat2 udara

transpor tersebut kiranja dapat ditentukan sebagai berikut:

(a) Untuk pesawat2 G.I.A. : 6-7 djam/pesawat/hari.

(b) „ ,, Squadron Transport : 2 „ ,, ,,

A.U.R.I.

(c) ,, ,, Polisi Negara : 1 ,, ,, ,,

djadi semua rata² 2 X lebih intensif daripada penggunaan pada waktu ini. Hendaknja usaha ini dapat tertjapai dalam masa 2 a 3 tahun j.a.d.

7. Hendaknja A.U.R.I. sedapat mungkin mengusahakan lagi suatu perhubungan transpor udara jang teratur (scheduled air service) sematjam D.A.U.M. dahulu, sehingga pengangkutan dari anggauta² A.P.R.I. tidak perlu dibebankan lagi pada G.I.A. Demikian djuga agar Polisi Negara. jang

mempunjai pesawat2 udara transpor ringan, dapat mengangkut

per-sonilnja sendiri, Dengan demikian maka G.I.A. dapat lebih2 melajani

kepentingan² umum akan transpor udara jang harus dititik beratkan kepada usaha perhubungan udara dalam negeri (domestic flight), chususnja ke-daerah2 diluar Djawa.

8. Billa „target” seperti tersebut dalam nomor 6 dapat tertjapai, maka ukurannja daja pengangkutan/transpor melalui udara jang dapat dikerahkan untuk melantjarkan perhubungan umumnja, pengangkutan penumpang/orang chususnja, ialah sebagai berikut:

G.I.A. : 1270 penumpang untuk sekali

terbang. Squadron Transpor

atau D.A.U.M.A.U.R.I. : 20% X 420 = 84

(23)

Diambil angka 20% karena diduga bahwa hanja 20.% dari tempat duduk dapat disediakan untuk orang2 bukan anggauta A.P.R.I.

9. Karena pada saat itu utilization sudah tinggi, diduga bahwa tiap hari akan diadakan rata2 3 X penerbangan (flight), dari satu tempat kelain

tempat, maka diduga bahwa tiap hari dapat diangkut : 3 X 1354 = 4062 penumpang jang dapat sampai pada tempat/kota jang ditudju sedjauh rata 350 km. dari tempat mereka. semula,

Bandingkanlah kemampuan „airtransportation” tersebut dengan kemampuan angkutan melalui darat dan laut (surface transportation).

Bila G.I.A kelak telah menggunakan pesawat2 Lockheed „Electra

jang dapat mengangkut 85 penumpang dan menempuh djarak Djakarta Surabaja dalam waktu l.k. 1% djam, maka bila satu „Electra” diperguna -kan untuk mondar-mandir Djakarta — Surabaja dari djam 06,00 pagi sampai djam 18,00 sore, setjara teoritis pesawat tadi dapat mengangkut ke Surabaja : 4 X 85 = 340 penumpang

dari ,, : 4 X 85 = 340

Djumlah 680 penumpang

Kiranja kemampuan tersebut sama atau melebihi kemampuan Kereta Api Tjepat Djakarta — Surabaja.

10. Uraian tersebut diatas chusus dikemukakan untuk membuktikan bahwa pengangkutan dari penumpang2 dikemudian hari akan sebagian besar

dilakukan melalui udara, jaitu chususnja jang keluar Djawa.

Djumlah penumpang jang diangkut oleh perusahaan2 penerbangan

antara Europa -- Amanita p.p, adalah djauh lebih banjak daripada jang diangkut oleh perusahaan2 angkutan laut,

b. Fasilitas penerbangan,

1. Agar "target" penggunaan/utilization seperti tersebut dalam nomor 6 dapat tertjapai, maka keadaan dan djumlah dari semua" ground fasilities" untuk penerbangan umumnja, transpor udara chususnja, harus

diperbaiki dan diperluas, sesuai dengan type² pesawat jang telah dan diduga akan dipergunakan, chususnja oleh G.I.A. dan A.U.R.I. dalam djangka waktu 5 tahun j.a.d.

2. Dapat diramal.kan bahwa hingga tahun 1946, kelas dan djenis pesawat terberat jang akan dipergunakan oleh G.I.A„ A.U.R.I, dan Air Lines Asing (hanja akan mendarat di Kemajoran), adalah sebagai

berikut

G.I.A.. : Lockheed "Electra" — gross weight : 32 ton A.U.R.I. : ,, "Hercules" — „ ,, : 37 „

Air Lines : Boeing 707 — ,, ,, : 90 „

Asing.

3. Kelas dan djenis pesawat jang akan memerlukan landasan ter-bang terpandjang hingga tahun 1964, diduga ialah pesawat2 tempur/

pembom jet dari A.U.R.I., dan jet transport dari Air Lines Asing, jaitu : MIG ―17 ― perlu landasan terbang 1.k. 2000 meter

IL

28

― ,,

„ „ ,, 2500 meter Boeing 707

― ,, ,,

„ ,, 3000 meter,

(24)

Apabila letaknja lebih tinggi, misalnja di Bandung, maka pandjangnja landasan terbang perlu ditambah lagi.

4. Dengan demikian maka perbaikan dan perpandjangan landasan2

terbang jang telah ada perlu mendapat prioritas, sehingga pesawat² ter-sebut dapat dipergunakan sebagaimana mestinja,

5. Perbaikan dan perpandjangan landasan2 terbang tersebut harus

disertai dengan pembangunan fasilitas2 lainnja dari lapangan/pangkalan

udara jang bersangkutan, jaitu :

(a) ― "taxiway" dan tempat2 berhenti pesawat (apron).

(b) — air traffic control dengan : ― alat2 komunikasi,

― alat2 navigasi (radio beacon jang kuat).

― alat2 pemberantas kebakaran,

(c) tenaga listrik/agregaat diesel.

(d) persediaan bensin udara serta alat2 pengisi bensin/minjak pesawat

udara,

(e) alat2 untuk memelihara keadaan lapangan terbang,

(f) "public utilities" seperlunja, dsb.

6. Disamping fasilitas2 tersebut diatas maka agar ada djaminan

bagi para penumpang akan mendapat pertolongan segera dan sebaik-baiknja waktu terdjadi ketjelakaan terbang, maka perlu adanja suatu instansi2 "Search and Rescue" penerbangan jang tjukup efektif, baik

untuk pesawat2 kita sendiri maupun bagi pesawat2 asing jang telah

men-dapat izin untuk melalui wilajah negara kita, Hal ini sangat perlu meng-ingat wilajah dan keadaan alam jang berupa hutan lebat, pegunungan2,

rawa2 dsb jang sukar untuk ditjapai orang.

7. Fasilitas lainnja jang tidak dapat dipisahkan dengan adanja pesawat2 udara jang demikian kompleks dan tinggi harganja ialah

fasilitas2 untuk merawat dan memperbaiki pesawat2 udara, sehingga

tingkat "laik udara" (airworthiness standard) dari tiap2 pesawat udara

jang ada di Indonesia dapat tetap tinggi.

Untuk keperluan pengawasan dan terpeliharanja sjarat2 "laik udara"

tersebut, maka Djawatan Penerbangan Sipil dari Departemen Perhu-bungan Udara serta A.U.R.I. harus mempunjai badan/organisasi jang mampu untuk mengawasi/melaksanakan hal ini.

8. Diduga bahwa perbengkelan2 pesawat udara jang ada pada

G.I.A." dan A.U.R.I. akan tetap sibuk untuk dapat melajani keperluan masing2, mengingat djumlah penerbangan2 akan bertambah dengan

tjepat, sedangkan djumlah personil jang diperlukan untuk merawat pesawat2 udara tersebut masih membutuhkan waktu untuk

dididik/di-siapkan. Oleh sebab itu instansi2 lain atau perusahaan jang

merentjana-kan untuk memiliki/menggunamerentjana-kan pesawat udara, harus memperhitung-kan benar2 soal perawatannja, karena tidak dapat menjandarkan ini atas

(25)
(26)

9. Mengingat bahwa praktis semua bagian2 dan bahan2 keperluan

pesawat udara masih perlu didatangkan. dari luar negeri jang memakan banjak devisen, maka kedua instansi jang paling berpengalaman dalam hal perawatan pesawat udara, jaitu G.I.A. dan A.U.R.I, harus senantiasa berusaha untuk menghubungi balai2 penjelidikan bahan2 untuk

menda-patkan keterangan2 atau meminta diadakan penjelidikan atas bahan2 jang

ada didalam negeri sebagai pengganti dari pada bahan2 jang biasanja

harus di-impor, misalnja: kain pesawat (aircraft fabric), tjat, dope, barang2 karet (rubber sealas, shock mounts), ban pesawat dsb, Djawatan

Penerbangan Sipil, G.I.A. dan A.U.R.I. ini sedang melakukan penjeli-dikan akan kemungkinan2 untuk pembuatan ban pesawat udara oleh

"Intirub",

10. Dalam rangka ini agar pembuatan spareparts dan usaha2 pem-buatan pesawat2 udara (light aircraft) jang telah dimulai oleh A.U.R.I,

terus mempergiat dan direntjanakan agar pembuatan dari pesawat2 udara

transpor ringan dapat selekas mungkin dimulai, sedapat-dapatnja dengan menggunakan bahan2jang ada didalam negeri,

11. Untuk memudahkan perawatan dari materiil penerbangan umum-pesawat2 udara dan alat2 perhubungan radio (electronics) chususnja,

maka harus diadakan standardisasi dari alat2 tersebut sedjauh mungkin,

tanpa mengurangi sjarat2 operasionil dari instansi2 jang akan menggunakan

pesawat udara/alat².

Usaha ini kiranja dapat dimulai dengan:

(1) pesawat2 udara latih/trainer tingkat primary-basic,

(2) ,, ,, transport termasuk helicopter. (3) alat elektronis untuk perhubungan/navigasi. (4) perlengkapan2 pesawat udara.

(5) lapangan2 terbang.

12. Untuk mendjamin kekuatan tempur A.U.R.I dan berdasarkan pengalaman2-nja waktu pemerintah Amerika Serikat menghentikan ekspor

spare-parts ke Indonesia untuk pesawat2 pembom dan tempur A.U.R.I.

karena dipergunakan untuk menghantam P.R.R.I,/Permesta, maka , air-power" kita pada pokoknja tidak boleh disandarkan pada materiil dari satu negara/blok sadja.

Meskipun demikian, apabila suatu perusahaan/instansi lain (bukan militer) menghendaki suatu type pesawat udara, maka hendaknja dise-suaikan dengan pesawat2 udara jang telah ada pada A.U.R.I., asal tidak

akan sangat merugikan sjarat² operasionil-nja.

Dalam hal ini maka pembelian pesawat udara transport Lockheed „Electra” dan pembelian pesawat2 cargo Lockheed „Hercules” untuk

A.U.R.I. dapat diambil sebagai tjontoh jang baik, karena kedua type pesawat tersebut dibuat oleh pabrik jang sama, mempunjai motor jang praktis sama (standard), perlengkapan2 elektronis jang standard, dsb.

Dengan demikian maka alat2 transpor udara dapat disesuaikan atau

(27)

c. Personil.

1. Untuk dapat mentjapai „target” jang disinggung dalam nomor 6 maka persoalan kekurangan personil jang tjakap, baik „aircrew” maupun

„groundcrew” harus dapat diatasi segera.

Untuk memburu waktu tersebut, maka perlu diusahakan dapat dikoor-dinasi se-baik2nja untuk mentjapai nilai dan djumlah personil penerbangan

se-besarnja.

Sistim pendidikan „visual” dengan menggunakan banjak „trainning-aids”, „on the job trainning”, dsb. jang dapat mempertjepat waktu

pendi-dikan, harus dipergunakan. se-banjak2nja.

2. Pendidikan dari tenaga2 teknik pesawat udara untuk sementara harus lebih dititik beratkan pada aircraft „maintenance/engineers2 dari

pada „aeronautical engineer” (vliegtuigbouwkundig ingenieurs).

3. Dugaan kekurangan personil, jaitu rata2 sedjumlah 40% dari pada

jang direntjanakan masing2 oleh2 G.I.A. A.U.R.I. dan. A.P.I, tidak boleh

sampai „overbelasten” para „aircrew”, karena hal ini dapat mengurangi kondisi fisik mereka sehingga akan membahajakan penerbangan umumnja.

Batas² djumlah djam terbang tiap bulan bagi tiap anggauta „aircrew” harus ditaati, dan usaha2 jang bersifat mengedjar „tundjangan terbang

tambahan” dengan melampaui batas tadi, harus ditjegah.

4. Djaminan dan fasilitas2 untuk istirahat setelah bertugas terbang

bagi para „aircrew” harus mendapat perhatian setjukupnja. Dengan

ber-tambahnja ketjepatan dan kompleksnja pesawat2 udara modern, serta.

tingginja harga pesawat' udara ini (harga Lockheed „Electra” dan „Her-cules” ialah 1.k. U.S. $ 2 djuta/pesawat); maka tak pada tempatnja untuk menjerahkan tanggung djawab sebesar itu kepada suatu „aircrew” jang kurang „fit to fly”.

d. Lain2.

1. Karena fasilitas2 perawatan pesawat udara dari G.I.A. maupun

A.U.R.I. diduga akan senantiasa mempunjai banjak pekerdjaan2 untuk

melajani „flight operations” masing2, maka usaha untuk membangun suatu

„Aircraft Maintenance and Engine Overhaul Plan” dari fihak swasta.

nasional perlu dibantu seperlunja, agar penerbangan umumnja, transport udara chususnja dapat berkembang sewadjarnja. Hal ini dengan sendirinja akan menambah kekuatan udara Nasional (National Air Power) kita.

2. Demikian djuga usaha kearah „Air Research & Development” umumnja, termasuk „Aero Medical Research” atau suatu lembaga kese-hatan penerbangan, perlu dibantu dalam batas2 kemampuan keuangan Negara, agar rentjana „selfsupporting” djuga dalam bidang penerbangan dapat kita tjapai dikemudian hari, sehingga dapat merupakan salah satu „backbone” dari „National Air Power” Bangsa Indonesia,

3. Pengunaan alat''' transpor udara jang lebih intensip sebagaimana direntjanakan sebagai „target” dalam sub 6 harus dapat menurunkan tarip pengangkutan melalui udara, baik untuk penumpang maupun barang2,

dan se-kali' tidak sebaliknja (menaikkan tarip).

(28)

4. Berhubung pada waktu ini djumlah para penerbang pesawat udara transpor masih sangat terbatas, maka kemampuan/ketjakapan mereka harus digunakan se-baik2nja. Dengan ini dimaksudkan, apabila seorang

pener-bang mempunjai idjazah untuk mengemudikan pesawat2 udara sedjenis Lockheed „Electra” jang dapat mengangkut 85 penumpang, maka dja-nganlah ia diberikan tugas untuk menerbangkan pesawat2 sedjenis „feeder

liner” jang hanja dapat mengangkut 10 penumpang,

Ini berarti bahwa rentjana penerbang „feeder lines” ke-daerah2

terpentjil akan memerlukan penindjauan mengenai soal para penerbangnja, karena sebagian besar dari para penerbang G.I.A. mempunjai kemampuan/ kepandaian jang lebih tinggi dari pada untuk menerbangkan pesawat2

sedjenis De Havilland „Otter”.

Referensi

Dokumen terkait

PEJABAT PENGADAAN BARANG/JASA IV KEGIATAN APBD TAHUN ANGGARAN

Atas dasar hal tersebut, dalam rangka mendukung pelaksanaan UU Desa dan penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat

Surat Pernyataan Kesanggupan melaksanakan ketentuan yang berkaitan dengan Gerakan Kemitraan Usaha Nasional

 DICETAK DENGAN WARNA HITAM DI ATAS DASAR WARNA PUTIH ATAU WARNA LAIN YANG MENYOLOK KONTRAS DENGAN TULISAN

Kegiatan – 2. Secara cepat, bagi kelompok menjadi dua. Jika terlalu besar, peserta bisa dibagi menjadi 3. Masing-masing kelompok terdiri maksimal 15 anggota. Peserta

Penghijauan untuk kepentingan konservasi dipertahankan, kemudian dalam BWK X ini juga menyatakan bahwa di wilayah BWK X tidak lagi diperpanjang areal galian C nya

PEMERINTAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN.. PEJABAT PENGADAAN BARANG/JASA IV

Data yang disajikan dalam penerbitan ini mencakup data industri pengolahan keadaan tahun 2008 meliputi : daftar nama dan alamat perusahaan, jumlah perusahaan dan