BAB II
PENGATURAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004
A. Syarat Peraturan Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang
Dalam ilmu hukum dagang, penundaan kewajiban pembayaran utang ini
dikenal juga dengan Surseance Van Betaling atau Suspension Of Payment. 32 Ada dua cara yang disediakan oleh UUK-PKPU agar debitor dapat terhindar dari
ancaman harta kekayaannya dilikuidasi ketika debitor telah atau akan berada
dalam keadaan insolven. Cara yang pertama adalah dengan mengajukan
penundaan kewajiban pembayaran utang disingkat PKPU. PKPU diatur dalam bab
III, Pasal 222 sampai dengan Pasal 294 Undang-Undang No. 37 tahun 2004
tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya
disingkat UUK-PKPU).33
Tujuan pengajuan PKPU, menurut Pasal 222 ayat (2) Undang-Undang No.
37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
adalah untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran
sebagian atau seluruh utang kepada kreditor. Menurut penjelasan Pasal 222 ayat
(2) Undang-Undang No. 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang, yang dimaksud dengan kreditor adalah baik
kreditor konkuren maupun kreditor yang didahulukan.
32
Sunarmi, Op. Cit. hal. 200.
33
Cara yang kedua yang dapat ditempuh oleh debitor agar harta kekayaan
terhindar dari likuidasi adalah mengadakan perdamaian antara debitor dengan para
kreditornya setelah debitor dinyatakan pailit oleh pengadilan. Perdamaian itu
memang tidak dapat menghindarkan kepailitan, karena kepailitan itu sudah
terjadi, tetapi apabila perdamaian itu tercapai maka kepailitan debitor yang telah
diputuskan oleh pengadilan itu menjadi berakhir.34
PKPU adalah prosedur hukum (atau upaya hukum) yang memberikan hak
kepada setiap debitor maupun kreditor yang tidak dapat memperkirakan
melanjutkan pembayaran utangnya, yang sudah jatuh tempo.
Dengan kata lain, dengan cara
ini pula debitor dapat menghindarkan diri dari pelaksanaan likuidasi terhadap
harta kekayaannya sekalipun kepailitan sudah diputuskan oleh pengadilan.
Perdamaian tersebut dapat mengakhiri kepailitan debitor hanya apabila
dibicarakan bersama melibatkan semua kreditor. Apabila perdamaian hanya
diajukan dan dirundingkan dengan hanya satu atau beberapa kreditor, maka
kepailitan debitor tidak dapat diakhiri.
35
PKPU terbagi dalam dua (2) tahap, yaitu tahap PKPU Sementara dan
tahap PKPU Tetap. Berdasarkan Pasal 225 ayat (2) UUK-PKPU, pengadilan niaga
harus mengabulkan permohonan PKPU sementara. PKPU sementara diberikan
untuk jangka waktu 45 hari, sebelum diselenggarakan rapat kreditor untuk
memberikan kesempatan kepada debitor untuk mempresentasikan rencana PKPU dapat
diajukan secara sukarela oleh debitur yang telah memperkirakan bahwa ia tidak
akan dapat membayar utang-utangnya.
perdamaian yang diajukannya. Sedangkan PKPU tetap diberikan untuk jangka
waktu maksimum 270 hari, apabila pada hari ke-45 atau rapat kreditor belum
dapat memberikan suara mereka terhadap rencana perdamaian tersebut (Pasal 228
(6) UUK-PKPU).
PKPU adalah suatu keringanan yang diberikan kepada suatu debitur untuk
menunda pembayaran utangnya, si debitur mempunyai harapan dalam waktu yang
relatif tidak lama akan memperoleh penghasilan yang akan cukup melunasi semua
utang-utangnya.36
Berbagai asas hukum yang dapat digunakan dalam keadaan PKPU, adalah:
1. Asas good faith (itikad baik), yang memberikan perlindungan hukum bagi
pihak beritikad baik. Asas ini berkaitan dengan asas equity / reasonableness
(kepatutan) dalam arti, jika asas itikad baik merupakan keinginan secara
pribadi yang subjektif, maka asas kepatuhan mengandung unsure objektif,
sehingga suatu keadaan wanprestasi harus dilihat dari keadaan perjanjian itu
dibuat. R. Subekti mendefinisikan itikad baik dengan uraian, sebagai berikut:
“Dalam melaksanakan hak-haknya seorang kreditur di dalam keadaan tertentu
harus memperhatikan kepentingan debitornya. Kreditor yang mengklaim
hak-haknya pada saat-saat yang tidak menguntungkan bagi debitor, harus
dipertimbangkan sebagai perbuatan yang beritikad buruk”.
35
Adrian Sutedi, Hukum Kepailitan, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2009), hal 37.
36
Robinton Sulaiman dan Joko Prabowo, Lebih Jauh Tentang Kepailitn, Tinjauan
Yuridis: Tanggung Jawab Komisaris, Direksi dan pemegang Saham Terhadap Perusahaan Pailit,
2. Asas Pacta Sunt Servanda (Perjanjian Harus Ditaati).
Perjanjian yang dibuat antara debitor dan kreditor pada proses PKPU,
didalamnya terdapat rencana perdamaian yang diusulkan oleh debitor, maka
harus dijalankan sesuai dengan rencana yang telah disepakati.
Kewajiban seseorang terhalang dengan adanya keadaan memaksa. Kriteria
tentang kaadaan memaksa tersebut, antara lain:
a. Keadaan itu terjadi setelah dibuatkannya persetujuan;
b. Keadaan yang menghalangi itu harus mengenai prestasinya sendiri.
c. Debitur telah cukup berusaha menghindari peristiwa yang menghalangi
tersebut.
d. Debitur tidak harus menanggung resiko.
e. Debitur tidak dapat menduga akan terjadinya peristiwa-peristiwa tersebut.
PKPU diberikan hanya pada saat-saat debitur benar-benar sudah tidak
mampu yang harus dibuktikan dengan putusan pengadilan. Putusan pengadilan
yang menyatakan penerimaan PKPU sementara.
Selain itu, dikenal pula empat (4) kualifikasi suatu perusahaan berdasarkan
ukuran solvabilitas dengan likuiditas, yaitu:
1. Solvabel Likuid, jika jumlah seluruh harta kekayaan perusahaan itu lebih besar
dari jumlah utangnya dan perusahaan itu mampu melunasi utang-utang dan
kewajiban-kewajibannya yang lain tepat pada waktunya.
2. Solvabel Illikuid, jika seluruh harta kekayaan perusahaan (berikut utangnya)
lebih besar dari utang-utangnya, tetapi perusahaan itu tidak dapat melunasi
utang-utangnya tepat pada waktunya.
3. Insolvabel Likuid, jika seluruh harta kekayaan perusahaan (berikut utangnya)
lebih kecil dari utang-utangnya, tetapi perusahaan tersebut masih dapat
melunasi utang-utangnya tepat pada waktunya.
4. Iinsolvable Illikuid, jika seluruh harta kekayaan perusahaan termasuk piutang,
lebih kecil dari jumlah seluruh utang-utangnya dan perusahaan itu tidak
mampu dan berada dalam keadaan berhenti membayar/ pailit (disebut
insolvensi).
Sebagaimana telah dikemukakan di atas, upaya yang dapat dilakukan oleh
debitor untuk dapat menghindari kepailitan adalah dengan melakukan upaya yang
disebut PKPU, upaya tersebut hanya dapat diajukan oleh debitor sebelum putusan
pernyataan pailit ditetapkan oleh pengadilan, karena berdasarkan Pasal 229 ayat
(3) UUK-PKPU, permohonan PKPU harus diputuskan terlebih dahulu apabila
permohonan pernyataan pailit dan permohonan PKPU sedang diperiksa pada saat
yang bersaamaan.
Permohonan PKPU yang diajukan setelah adanya permohonan pernyataan
pailit yang diajukan terhadap debitor, dapat diputus terlebih dahulu sebelum
permohonan pernyataan pailit diputuskan, maka menurut Pasal 229 ayat (4) wajib
pernyataan pailit.37
Pada hakikatnya PKPU berbeda dengan kepailitan, PKPU tidak
berdasarkan pada keadaan dimana debitor tidak membayar utangnya atau insolven
dan juga tidak bertujuan dilakukannya pemberesan budel pailit. PKPU tidak
dimaksudkan untuk kepentingan debitor saja, melainkan juga untuk kepentingan
para kreditornya. Menurut Fred B.G. Tumbuan, PKPU bertujuan menjaga jangan
sampai seorang debitor, yang karena suatu keadaan semisal keadaan likuid dan
sulit memperoleh kredit, dinyatakan pailit, sedangkan bila ia diberi waktu besar
kemungkinan ia akan mampu untuk melunaskan utang-utangnya, jadi dalam hal
ini akan merugikan para kreditor juga.
Dalam penjelasan UUK-PKPU tidak secara tegas menyatakan
tentang hal itu namun memerlukan analogi atau penafsiran yang lebih luas yaitu
sebelum ada keputusan pernyataan pailit oleh hakim maka pemohonan PKPU
masih bisa diajukan ke pengadilan yang sama, dan dalam hal ini hakim tetap harus
mendahulukan permohonan PKPU.
38
Kartini Muljadi, menambahkan bahwa debitor selama PKPU tidak
kehilangan penguasaan dan hak (beheer en beschikking) atas kekayaannya, tetapi
hanya kehilangan kebebasannya dalam menguasai kekayaannya.
Oleh karenanya dengan memberi waktu
dan kesempatan kepada debitor melalui PKPU maka debitor dapat melakukan
reorganisasi usahanya ataupun restrukturisasi utang-utangnya, sehingga ia dapat
melanjutkan usahanya dan dengan demikian ia dapat melunasi utang-utangnya.
39
37
Sutan Remi Syahdeini, Op. Cit., hal 329
Apabila dalam
kepailitan debitor tidak lagi berwenang mengurus dan memindahtangankan
kepemilikan atas harta kekayaannya asalkan hal tersebut disetujui oleh pengurus
PKPU (Pasal 240 ayat (1) PKPU). Selanjutnya Pasal 240 ayat (4)
UUK-PKPU menyebutkan, bahkan atas dasar kewenangan yang diberikan oleh
pengurus PKPU, debitor dapat melakukan pinjaman dari pihak ketiga
semata-mata dalam rangka meningkatkan nilai harta debitur. Dalam hal ini bila untuk
mendapatkan pinjaman dimintakan jaminan atau agunan maka yang dapat
dijaminkan adalah terhadap harta debitor yang belum dijadikan jaminan utang
sebelumnya.
Dengan demikian jelaslah perbedaan antara PKPU dan kepailitan, dimana
dalam PKPU debitor tetap memiliki kewenangan untuk melakukan perbuatan
hukum mengalihkan dan mengurus kekayaannya sepanjang hal itu dilakukan
dengan persetujuan pengurus PKPU yang ditunjuk secara khusus oleh pengadilan
berkenaan dengan prose PKPU tersebut. Sedangkan dalam hal debitor dinyatakan
pailit oleh pengadilan, maka debitor tersebut tidak lagi berwenang untuk
mengurus dan mengalihkan harta kekayaannya yang telah menjadi harta pailit.
Kewenangan tersebut sepenuhnya berada ditangan kurator.
Prinsip PKPU jelas berbeda dengan prinsip kepailitan, yaitu untuk
memperoleh pelunasan secara proporsional dari utang-utangn debitor. Meskipun
pada prinsipnya kepailitan masih membuka pintu menuju perdamaian.40
39
Ibid, hal 330.
40
Adrian Sutedi, Op. Cit., hal. 37.
PKPU
dan kepailitan adalah dua hal yang berbeda, dimana PKPU jelas sangat
bermanfaat, karena perdamaian yang dilakukan melalui PKPU akan mengikat
usahanya, tanpa takut direcoki oleh tagihan-tagihan kreditor yang berada di luar
PKPU. Selain itu, kreditor juga seharusnya terjamin melalui PKPU, karena bila
terjadi pelanggaran terhadap perjanjian perdamaian tersebut, maka kreditor dapat
mengajukan permohonan pembatalan perjanjian perdamaian kepada pengadilan
niaga dan debitor otomatis dinyatakan pailit. Hal ini juga berbeda dengan proses
restructuring biasa, yang apabila terjadi breach perjanjian, tentunya harus dilalui
proses gugat perdata yang berliku-liku dan waktunya panjang. Proses
restructuring hanya mengikat kreditor tertentu saja namun dalam PKPU mengikat
semua kreditor. Sedangkan dalam kepailitan, walaupun juga ada mengenal
perdamaian, namun pada dasarnya kepailitan itu ditujukan pada pemberesan harta
pailit yang dilakukan dengan cara menjual seluruh boedel pailit dan membagikan
hasil penjualan tersebut kepada para kreditor yang berhak menurut urutan yang
ditentukan dalam Undang-Undang.
B. Prosedur Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
Undang-Undang No. 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang memberikan kemungkinan penundaan kewajiban
pembayaran utang dapat diajukan baik oleh debitor maupun oleh kreditor (Pasal
222 ayat (1) UUK-PKPU). Syarat bagi kreditor untuk dapat mengajukan
penundaan kewajiban pembayaran utang apabila secara nyata debitor tidak lagi
membayar piutangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih. Sedangkan bagi
debitor sendiri untuk dapat mengajukan penundaan kewajiban pembayaran utang
juga apabila debitor memperkirakan tidak dapat melanjutkan membayar
utang-utangnya itu ketika utang-utang-utangnya itu jatuh waktu dan dapat ditagih.
41
Sutan Remi Syahdeini, Op. Cit., hal 333.
41
Sebaiknya dalam hal ini dimungkinkan pula bagi kreditor apabila dari
laporan keuangan yang dikirim oleh debitor kepada kreditor seperti dalam
perjanjian kredit yang diberikan oleh bank ditentukan bahwa dalam waktu-waktu
tertentu wajib menyampaikan laporan keuangannya kepada bank (kreditor), maka
kreditor dapat pula untuk mengajukan permohonan PKPU, sama halnya seperti
debitor. Maka dalam hal ini tidak menolak permohonan PKPU oleh kreditor
apabila kreditor dapat membuktikan bahwa debitor diperkirakan tidak dapat
melanjutkan pembayaran utang-utangnya ketika utang-utang itu sudah jatuh
waktu dan dapat ditagih.
Menurut Pasal 222 ayat (1), debitor dapat mengajukan PKPU hanya
apabila debitor mempunyai lebih dari satu kreditor, selain itu menurut Pasal 222
ayat (2) debitor juga sudah dalam keadaan tidak dapat membayar utang-utangnya
yang sudah:
a. Mempunyai lebih dari satu kreditor, dan
b. Sudah dalam keadaan tidak dapat melanjutkan membayar utang-utangnya
yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, atau
c. Memperkirakan tidak akan dapat melanjutkan membayar utang-utangnya yang
Jatuh waktu dan dapat ditagih artinya adalah debitor telah berada dalam
keadaan berhenti membayar utang-utangnya. Seorang debitor dapat mengajukan
PKPU apabila: Menurut Pasal 222 ayat (1) dan ayat (3) UUK-PKPU, dapat
diketahui juga bahwa selain debitor maka kreditor juga dapat mengajukan PKPU.
Untuk jelasnya isi Pasal 222 ayat (3) adalah sebagai berikut: “Kreditor yang
memperkirakan bahwa debitor tidak dapat melanjutkan membayar utangnya yang
sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon agar kepada debitor diberi
PKPU, untuk memungkinkan debitor mengajukan rencana perdamaian yang
meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada kreditornya”.
Dari ketentuan Pasal 222 ayat (3) diatas, maka pengajuan PKPU dapat saja
diajukan oleh kreditor namun rencana perdamaian tetap diajukan oleh debitor dan
kreditor tinggal menyetujui atau tidak rencana perdamaian tersebut.
Seorang debitor yang diperkirakan tidak akan dapar melanjutkan
membayar utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dalam
UUK-PKPU tidak ditentukan mengenai tolak ukurnya, maka dalam hal ini
menurut Sutan Remi Syahdeini haruslah berdasarkan financial audit dan analisis
keuangan yang dilakukan oleh suatu akuntan public. Jadi dalam hal ini bukan
berdasarkan pertimbangan subjektif dari kreditor semata. Dalam hal debitor yang
berbentuk Perseroan Terbatas, penyerahan laporan keuangan yang diaudit oleh
akuntan publik tidak merupakan masalah karena menurut Undand-undang tentang
Perseroan Terbatas, ditentukan bahwa perseroan terbatas harus menunjuk akuntan
publik guna melakukan pemeriksaan terhadap laporan keuangannya. Dan bagi
Modal juga menentukan hal yang sama guna kepentingan para pemegang saham.
Perbedaan antara PKPU dengan kepailitan juga terdapat dalam bidang
prosedur yang harus ditempuh. Peraturan prosedur pada PKPU kurang luas
dibandingkan dengan peraturan prosedur dalam kepailitan.42
b. Permohonan pernyataan pailit telah diterima oleh pengadilan niaga, dan
sementara permohonan pernyataan pailit itu sedang diperiksa oleh pengadilan
niaga, debitor atau kreditor yang bukan pemohon kepailtan juga mengajukan
PKPU.
PKPU diajukan
sebelum debitor dinyatakan pailit, sebab apabila PKPU diajukan setelah debitor
dinyatakan pailit, maka hal ini tidak ada gunanya lagi. Oleh karena itu, PKPU
harus diajukan sebelum debitor dinyatakan pailit.
Permohonan PKPU dapat diajukan oleh debitor baik sebelum permohonan
pernyataan pailit diajukan maupun setelah permohonan pernyataan pailit diajukan
sebagimana ketentuan Pasal 222 jo Pasal 229 ayat (4) UUK-PKPU, yang penting
sebelum adanya keputusan hakim yang tetap menyatakan debitor pailit.
Sehubungan dengan dimungkinkannya permohonan PKPU diajukan setelah
pengadilan niaga menerima permohonan pernyataan pailit, dapat terjadi
kemungkinan sebagai berikut:
a. Permohonan pernyataan pailit telah diterima oleh pengadilan niaga tetapi
belum diperiksa, dan sementara permohonan pernyataan pailit belum
diperiksa, pengadilan niaga menerima pula permohonan PKPU dari debitor
atau dari kreditor yang bukan pemohon kepailitan.
42
Sunarmi, Op.Cit., hal 202.
43
Sehubungan dengan kemungkinan-kemungkinan diatas, maka berdasarkan
Pasal 229 ayat (3) UUK-PKPU menentukan bahwa” apabila permohonan
pernyataan pailit dan permohonan PKPU diperiksa pada saat yang bersamaan,
maka permohonan PKPU harus diputuskan terlebih dahulu”. Dengan demikian,
asas hukum yang berlaku ialah permohonan PKPU harus diperiksa terlebih dahulu
oleh pengadilan niaga mendahului pemeriksaan terhadap permohonan peryataan
pailit.
Prosedur permohonan PKPU diuraikan berdasarkan ketentuan Pasal 224
UUK-PKPU yang berbunyi sebagai berikut:
1. Permohonan PKPU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 222 harus diajukan
kepada pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, dengan
ditandatangani oleh pemohon dan oleh advokadnya.
2. Dalam hal pemohon adalah debitor, permohonan PKPU harus disertai daftar
yang memuat sifat, jumlah piutang, dan utang debitor beserta surat bukti
secukupnya.
3. Dalam hal pemohon adalah kreditor, pengadilan wajib memanggil debitor
melalui juru sita dengan surat kilat tercatat paling lambat 7(tujuh) hari
sebelum sidang.
4. Pada sidang sebagaimana dimaksud pada ayat (3), debitor mengajukan daftar
yang memuat sifat, jumlah piutang dan utang debitor beserta surat bukti
secukupnya dan, bila ada Rencana Perdamaian.
5. Pada surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
6. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), ayat (2) , ayat (3),
ayat (4) dan ayat (5) berlaku mutatis mutandis sebagai tata cara pengajuan
PKPU sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Berdasarkan ketentuan Pasal 224 UUK-PKPU tersebut, maka permohonan
PKPU harus diajukan secara tertulis kepada pengadilan niaga disertai dengan
daftar uraian mengenai harta pailit (lihat Pasal 102 UUK-PKPU) beserta
surat-surat bukti selayaknya. Surat permohonan itu harus ditandatangani baik oleh
debitor maupun penasehat hukumnya.44
44
Sutan Remi Syahdeini, Op. Cit., hal 341.
Dengan demikian, debitur harus
menunjuk penasehat hukum bila ingin mengajukan permohonan PKPU.
Permohonan tersebut juga tidak dapat diajukan sendiri oleh penasehat hukum
tetapi juga harus bersama-sama dengan debitor. Pada surat permohonan tersebut
dapat juga dilampirkan rencana perdamaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal
222.
Pada dasarnya PKPU bertujuan untuk mencapai perdamaian antara debitor
dan para kreditornya, maka apabila pengajuan permohonan PKPU sekaligus
dilampiri juga dengan rencana perdamaian, agar para kreditor dapat mengambil
sikap untuk menerima atau menolak permohonan PKPU tersebut. Tetapi
sebaliknya apabila permohonan PKPU tidak disertai rencana perdamaian maka
para kreditor akan mengalami kesulitan dalam pengambilan sikap, dan sebaiknya
Sehubungan dengan kesepakatan mengenai rencana perdamaian hanya
akan mempunyai arti apabila setiap kreditor terikat yaitu baik kreditor konkuren
maupun kreditor preferen. Apabila tidak setiap kreditor terikat dengan perdamaian
yang tercapai, maka kedudukan debitor dan kepentingan para kreditor dapat
dibahayakan oleh kreditor yang tidak terikat.45
Selama PKPU, debitor tanpa persetujuan pengurus PKPU tidak dapat
melakukan tindakan kepengurusan atau kepemilikan atas seluruh atau sebagian
hartanya.
Kreditor yang tidak terikat dengan
perdamaian itu, misalnya apabila ditentukan perdamaian itu hanya berlaku bagi
kreditor konkuren, tetapi tiba-tiba kreditor yang tidak terikat mengajukan
permohonan pernyataan pailit tanpa mempedulikan sedang berlangsungya PKPU,
dan apabila permohonan tersebut dikabulkan oleh hakim maka sia-sia saja
perdamaian yang telah disepakati antara debitor dan kreditor konkuren. Oleh
karena itu adalah tepat pemberlakuan UUK-PKPU yang menentukan bahwa
pengajuan rencana perdamaian dalam rangka PKPU harus diajukan kepada semua
kreditor, baik kreditor konkuren maupun kreditor preferen.
C. Akibat Hukum Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
46
45
Sutan Remi Syahdeini, Op. Cit., hal. 334.
Berdasarkan ketentuan Pasal 240 ayat (1), apabila debitor melakukan
tindakan kepengurusan atau kepemilikan atas seluruh atau sebagian hartanya
tanpa persetujuan pengurus PKPU maka hal-hal yang dapat dilakukan oleh
pengurus PKPU adalah: (1). Pengurus PKPU berhak untuk melakukan segala
karena tindakan debitor tersebut, dan ayat (3) menentukan bahwa kewajiban
debitor yang dilakukan tanpa mendapatkan persetujuan dari pengurus yang timbul
setelah dimulainya PKPU, hanya dapat dibebankan kepada harta debitor sejauh
hal itu menguntungkan harta debitor.
Apabila tercapainya kesepakatan mengenai rencana perdamaian dalam
rangka PKPU diharapkan oleh para kreditor agar usaha debitor tetap berjalan
demi meningkatkan nilai harta kekayaan debitor, yaitu dengan cara mengadakan
pinjaman seperti memperoleh kredit dari bank, maka UUK-PKPU memberikan
kemungkinan untuk itu melalui Pasal 240 ayat (4) yang menyatakan bahwa atas
dasar persetujuan yang diberikan oleh pengurus, debitor dapat melakukan
pinjaman dari pihak ketiga sepanjang perolehan pinjaman tersebut bertujuan
untuk meningkatkan harta kekayaan debitor, dan ayat (5) menentukan bahkan
apabila dalam melakukan pinjaman sebagaimana yang dimaksud pada ayat (4)
memerlukan diberikannya agunan, maka debitor dapat membebani hartanya
dengan gadai, fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak kebendaan lainnya tetapi
hanya terhadap bagian harta debitor yang belum dijadikan jaminan utang sebelum
PKPU berlangsung (lihat Pasal 240 ayat (5) UUK-PKPU). Namun demikian
pembebanan harta kekayaan debitor dengan hak-hak jaminan tersebut bukan
hanya disetujui oleh pengurus saja tetapi juga disetujui oleh hakim pengawas.
Selama berlangsungnya PKPU, menurut Pasal 242 ayat (1) UUK-PKPU
debitor tidak dapat dipaksa untuk membayar utang-utangnya. Selain itu, semua
tindakan eksekusi yang telah dimulai dalam rangka pelunasan utang harus
Sementara maupun selama PKPU Tetap.
Pasal 242 ayat (2) UUK-PKPU menentukan:
47
48
Ketentuan Pasal 242 ayat (1) dan (2) berlaku juga terhadap eksekusi dan
sita yang telah dimulai atas benda yang tidak dibebani, sekalipun eksekusi dan sita
tersebut berkenaan dengan tagihan kreditor yang dijamin dengan gadai, fidusia,
hak tanggungan, hipotek, hak agunan atas kebendaan lainnya, atau dengan hak
yang diistimewakan berkaitan dengan kekayaan tertentu berdasarkan UUK-PKPU
pasal 242 ayat (3).
a. Kecuali telah ditetapkan tanggal yang lebih awal oleh pengadilan berdasarkan permintaan pengurus, semua sita yang telah dipasang gugur (berakhir), dan b. Dalam hal debitor disandera, debitor harus dilepaskan segera setelah
diucapkannya putusan PKPU Tetap, atau
c. Setelah putusan pengesahan perdamaian memperoleh kekuatan hukum tetap, dan atas permintaan pengurus atau hakim pengawas, jika masih diperlukan, pengadilan wajib mengangkat sita yang telah diletakkan atas benda yang termasuk harta debitor.
Apabila debitor telah menikah dalam persatuan harta, harta debitor mencakup
semua aktiva dan passive persatuan (pasal 241 UUK-PKPU). Dan penjelasan
Pasal 241 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan aktiva adalah seluruh
49
Selain hal-hal diatas, akibat-akibat hukum PKPU meliputi:
1. Terhadap Harta Persatuan.
PKPU akan membawa akibat hukum terhadap segala harta kekayaan debitor,
untuk itu UUK-PKPU membedakan antara debitor yang telah menikah dengan
persatuan harta dan yang menikah tanpa persatuan harta.
47
Sutan Remi Syahdeini,Op.Cit., hal. 357.
48
kekayaan debitor, sedangkan pasiva adalah seluruh utang debitor.
c. Tagihan yang diistimewakan terhadap benda tertentu milik debitor
maupun terhadap seluruh harta debitor yang tidak tercakup pada ayat (1)
50
2. Terhadap Perkara yang Sedang Berjalan.
PKPU tidak menghentikan berjalannya perkara-perkara yang sudah mulai
diperiksa oleh pengadilan, maupun menghalangi diajukannya perkara baru
Pasal 243 ayat (1). Namun, jika perkara tersebut mengenai gugatan
pembayaran suatu piutang yang sudah diakui debitor, sedangkan penggugat
tidak mempunyai kepentingan untuk memperoleh suatu putusan untuk
melaksanakan hak terhadap pihak ketiga, setelah dicatatnya pengakuan
tersebut. Hakim dapat menangguhkan putusan sampai berakhirnya PKPU.
Dalam hal ini debitor tidak dapat menjadi penggugat ataupun tergugat dalam
perkara mengenai hak atau kewajiban yang menyangkut harta kekayaannya
tanpa persetujuan pengurus.
3. Kreditor pemegang jaminan dan biaya pemeliharaan. PKPU tidak berlaku
terhadap:
a. Tagihan yang dijamin dengan gadai, fidusia, hak tanggungan, hipotek atau
hak atas kebendaan lainnya.
b. Tagihan biaya pemeliharaan, pengawasan atau pendidikan yang sudah
harus dibayar dan hakim pengawas harus menentukan jumlah tagihan yang
sudah ada dan belum dibayar sebelum PKPU yang bukan merupakan
tagihan dengan hak untuk diisteimewakan; dan
50
huruf b Pasal 242 UUK-PKPU, dalam PKPU pelaksanaan hak kreditor
pemegang jaminan dan kreditor yang diistimewakan ditangguhkan selama
berlangsungnya PKPU (Pasal 246 UUK-PKPU).
4. Terhadap Pembayaran Utang.
Pembayaran semua utang, selain yang sebagaimana dimaksud dalam pasal 244
yang sudah ada sebelum diberikannya PKPU, selama berlangsungnya PKPU
tidak boleh dilakukan, kecuali pembayaran utang tersebut dilakukan kepada
semua kreditor menurut perimbangan piutang masing-masing, tanpa
mengurangi berlakunya juga ketentuan Pasal 245 ayat (3) UUK-PKPU.
Pembayaran yang dilakukan kepada debitor, setelah diucapkannya putusan
PKPU sementara yang belum diumumkan untuk memenuhi perikatan yang
terbit sebelum putusan PKPU sementara, membebaskan pihakyang telah
melakukan pembayaran terhadap debitor, kecuali dapat dibuktikan bahwa
pihak tersebut telah mengetahui adanya putusan PKPU sementara.
Pembayaran yang dilakukan setelah pengumuman, hanya membebaskan orang
yang melakukan pembayaran tersebut, apabila ia dapat membuktikan bahwa
meskipun telah dilakukan pengumuman menurut Undang-Undang, akan tetapi
ia tidak mungkin dapat mengetahui pengumuman yang dimaksud ditempat
kediamannya, dengan tidak mengurangi hak pengurus PKPU untuk dapat
membuktikan sebaliknya (Pasal 253 UUK-PKPU).
5. Perjumpaan Utang.
Perjumpaan utang dapat dilakukan bila baik utang maupun piutangnya telah
tersebut akan dihitung menurut ketentuan Pasal 274 dan Pasal 275
UUK-PKPU.
Orang yang mengambil alih dari pihak ketiga atas utang kepada debitor atau
piutang terhadap debitor dari pihak ketiga sebelum PKPU, tidak dapat
melakukan perjumpaan utang apabila dalam pengambialihan utang-piutang
tersebut tidak beritikad baik. Piutang atau utang yang diambil alih setelah
dimulainya PKPU tidak dapat diperjumpakan (Pasal 248 UUK-PKPU).
6. Perjanjian Timbal Balik.
Bila pada saat putusan PKPU diucapkan terdapat perjanjian timabal balik yang
belum atau baru sebagian dipenuhi, maka pihak yang mengadakan perjanjian
dengan debitor dapat meminta kepada pengurus untuk memberikan kepaastian
tentang kelanjutan pelaksanaan dari perjanjian tersebut dalam jangka waktu
yang disepakati oleh pengurus dan pihak tersebut. Bila tidak tercapai
kesepakatan mengenai jangka waktu, maka hakim pengawas yang menetapkan
jangka waktu tersebut. Bila dalam jangka waktu tersebut, pengurus tidak
memberikan jawaban atau tidak bersedia melaksanakan perjanjian tersebut,
perjanjian berakhir dan pihak tersebut dapat menuntut ganti rugi sebagai
kreditor konkuren. Bila pengurus menyatakan kesanggupannya, maka
pengurus memberikan jaminan atas kesanggupannya untuk melaksanakan
perjanjian tersebut. Ketentuan ini tidak berlaku terhadap perjanjian yang
mewajibkan debitor melakukan sendiri perbuatan yang diperjanjikan (Pasal
7. Perjanjian Penyerahan Benda.
Apabila telah diperjanjikan penyerahan benda yang biasa diperdagangkan
dengan suatu jangka waktu dan sebelum penyerahan dilakukan telah
diucapkan putusan PKPU Sementara, maka akibatnya perjanjian menjadi
hapus, dan dalam hal pihak lawan dirugikan karena penghapusan tersebut, ia
boleh mengajukan diri sebagai kreditor konkuren untuk mendapat ganti rugi.
Dalam hal harta kekayaan perusahaan yang dirugikan karena penghapusan
tersebut, maka pihak lawan wajib membayar kerugian tersebut (Pasal 250
UUK-PKPU).
8. Perjanjian Sewa Menyewa.
Dalam hal debitor telah menyewa suatu benda, maka debitor dengan
persetujuan pengurus, dapat menghentikan perjanjian sewa menyewa dengan
syarat pemberitahuan penghentian dilakukan sebelum berakhirnya perjanjian
sesuai dengan adapt kebiasaan setempat. Jika dilakukannya penghentian maka
harus diindahkan jangka waktu menurut perjanjian itu atau menurut
kelaziman, dengan ketentuan bahwa jangka waktu 90 (sebilan puluh) hari
adalah cukup. Bila telah dibayar uang sewa dimuka (sebagai uang muka),
maka sewa tidak dapat dihentikan lebih awal sebelum berakhirnya jangka
waktu sewa yang telah dibayar uang tersebut. Sejak hari putusan PKPU
sementara diucapkan maka uang sewa merupakan utang harta debitor (Pasal
9. Pemutusan Hubungan Kerja.
Segera setelah diucapkannya putusan PKPU Sementara maka debitor berhak
untuk memutuskan hubungan kerja dengan karyawannya, dengan
mengindahkan ketentuan Pasal 240 dan jangka waktu menurut persetujuan
atau ketentuan perundang-undangan yang berlaku dengan pengertian
pemutusan hubungan kerja tersebut dapat diputuskan dengan pemberitahuan
paling singkat 45 (empat puluh lima) hari sebelumnya. Sejak dimulainya
PKPU Sementara maka gaji dan biaya lain yang timbul dalam hubungan kerja
tersebut menjadi utang harta debitor (Pasal 252 UUK-PKPU). PKPU tidak
berlaku bagi keuntungan sesama debitor dan penanggung (Pasal 254
UUK-PKPU).
Pengurus dalam PKPU harus mengetahui tingkatan para kreditor dalam
PKPU yaitu mana yang memiliki hak untuk didahulukan dan mana yang
digolongkan sebagai kreditor konkuren yaitu kreditor yang tidak memegang hak
agunan dan yang tidak mempunyai hak yang istimewa, dan yang tagihannya telah
diakui atau yang diakui secara bersyarat.
Dalam hukum kepailitan terdapat dua macam perdamaian yaitu
perdamaian yang diajukan dalam proses kepailitan dan perdamaian yang diajukan
dalam proses PKPU.
Dalam proses kepailitan, permohonan perdamaian diajukan
pada saat verifikasi, sedangkan perdamaian dalam proses PKPU diajukan sebelum
dinyatakan pailit, biasanya pada saat putusan PKPU Sementara. Dalam hal PKPU
ditawarkan oleh debitor dan ternyata ditolak oleh kreditor, maka perdamaian
tersebut tidak dapat lagi ditawarkan lagi dalam proses PKPU. Itu artinya debitor
tidak mempunyai kesempatan lagi untuk melakukan perdamaian yang bertujuan
pada rescedulling dan restrukturisasi utang-utangnya. Terhadap rencana
perdamaian tersebut maka pengadilan niaga hanya mengesahkan atau melakukan
konfirmasi saja terhadap hasil kesepakatan antara debitor dan para kreditor.
Dari ketentuan Pasal 224 ayat (4), Pasal 265 dan Pasal 266 UUK-PKPU
dapat diketahui bahwa rencana perdamaian dalam PKPU dapat diajukan pada
saat-saat sebagai berikut:
a. Bersamaan dengan diajukannya permohonan PKPU (Pasal 265).
b. Sesudah permohonan PKPU diajukan, namun rencana itu harus diajukan
sebelum tanggal hari sidang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 226
UUK-PKPU.
c. Setelah tanggal hari sidang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 226 dengan
tetap memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 228 ayat
(4) UUKPKPU, yaitu selama berlangsungnya PKPU Sementara itu, yang tidak
boleh melebihi 270 (dua ratus tujuh puluh) hari terhitung sejak PKPU
Sementara ditetapkan termasuk masa perpanjangannya.
Rencana perdamaian sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 266 ayat
(1) UUK-PKPU dapat disimpulkan, dapat disediakan oleh kepaniteraan
pengadilan niaga untuk dapat diperiksa oleh siapapun tanpa dikenakan biaya.
disampaikan kepada hakim pengawas, dan pengurus serta para ahli bila ada.
Selanjutnya Pasal 267 UUK-PKPU menentukan bahwa rencana
perdamaian akan gugur demi hukum apabila sebelum putusan PKPU berkekuatan
hukum tetap, dan ternyata kemudian datang keputusan yang berisikan penghentian
PKPU tersebut.
Menurut Sutan Remi Syahdeini, utang debitor dianggap layak untuk
restrukturisasi apabila:
a. Perusahaan debitor masih memiliki prospek usaha yang baik untuk mampu
melunasi utang-utang tersebut, apabila perusahaan debitor diberi PKPU dalam
jangka waktu tertentu, baik dengan atau tanpa diberi keringanan-keringanan
persyaratan dan atau diberi tambahan utang baru. Pada waktu yang lalu The
Jakarta Inisiative (Prakarsa Jakarta) menentukan jangka waktu untuk restrukturisasi utang tidak lebih dari delapan tahun.
b. Selain hal tersebut diatas, utang-utang debitor dianggap layak untuk
direstrukturisasi apabila para kreditor akan memperoleh pelunasan
utang-utang mereka yang jumlahnya lebih besar melalui restrukturisasi daripada
perusahaan debitor dinyatakan pailit, atau
c. Apabila syarat-syarat utang berdasarkana kesepakatan restrukturisasi menjadi
lebih menguntungkan bagi para kreditor daripada apabila tidak dilakukan
Restrukturisasi utang dapat diikuti dengan atau tanpa restukturisasi atau
penyehatan perusahaan. Apabila untuk keberhasilan restreukturisasi utang debitor
perlu dilakukan upaya-upaya untuk penyehatan perusahaan debitor, maka
hendaknya restrukturisasi utang juga dilengkapi dengan restrukturisasi
perusahaan.
53
Restrukturisasi atau penyehatan perusahaan debitor dapat ditempuh
dengan cara melakukan salah satu atau lebih bentuk-bentuk berikut ini:
a. Perubahan visi perusahaan.
b. Perubahan strategi perusahaan.
c. Perubahan struktur organisasi perusahaan.
d. Perubahan budaya kerja perusahaan (corporate culture).
e. Pemasangan perangkat keras teknologi sepanjang perusahaan memang belum
menggunakan perangkat teknologi, seperti komputer, atau melakukan
perubahan atau penggantian terhadap teknologi yang telah digunakan.
f. Penggantian anggota direksi dan komisaris perusahaan.
g. Pembuatan atau perubahan system dan prosedur perusahaan.
h. Penggabungan (merger) dengan perusahaa lain.
i. Akuisisi sebagian saham (acquisition of stock) oleh pihak lain.
j. Perubahan atau penambahan ketentuan-ketentuan baru dalam anggaran dasar
perusahaan.
l. Tindakan-tindakan lain yang bertujuan meningkatkan kinerja keuangan dan
kinerja bisnis perusahaan.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 268 ayat (1) UUK-PKPU, apabila rencana
perdamaian telah diajukan kepada panitera, hakim pengawas harus menentukan:
a. Hari terakhir sebagai batasan untuk menyampaikan tagihan kepada pengurus.
b. Tanggal dan waktu akan dibicarakan dan diputuskannya rencana perdamaian
yang diusulkan itu dalam rapat kreditor yang dipimpin oleh hakim pengawas.
Tenggang waktu antara hari tersebut paling singkat 14 (empat belas) hari,
hal ini berdasarkan ketentuan Pasal 268 ayat (2).54 Berdasarkan ketentuan pasal tersebut maka tenggang waktu yang dimaksud adalah antara tanggal
pemberitahuan tagihan-tagihan yang terkena PKPU sebagaimana yang dimaksud
dalam Pasal 268 ayat (1) huruf (a) dan tanggal akan dibicarakan dan
diputuskannya rencana perdamaian itu oleh majelis hakim sebagaimana dimaksud
dalam huruf (b).
Sejak diundangkannya Undang–Undang Kepailitan, maka pengadilan
yang berhak memutus pernyataan pailit dan penundaan kewajiban pembayaran
uang adalah Pengadilan Niaga yang berada di lingkungan peradilan umum. Untuk
pertama kalinya Pengadilan Niaga yang dibentuk adalah pengadilan niaga pada
pengadilan negeri Jakarta Pusat. Hukum acara yang dipakai pada pengadilan
niaga ini adalah hukum acara perdata yang umum berlaku pada pengadilan umum.
55
D. Upaya Hukum Dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
54
Sunarmi, Op.Cit., hal 219.
55
Atas putusan pengadilan niaga hanya dapat diajukan upaya hukum Kasasi ke
Mahkamah Agung. Selanjutnya atas putusan pengadilan niaga yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap tersebut tetap dapat diajukan upaya hukum
lain yaitu Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung dengan syarat :
1. Terdapat bukti tertulis baru;
2. Pengadilan Niaga telah melakukan kesalahan berat dalam penetapan
hukumnya.
Hakim pengadilan niaga dapat diangkat berdasarkan surat keputusan
Ketua Mahkamah Agung dan harus mempunyai syarat-syarat yang telah
ditentukan, yaitu :
1. Telah berpengalaman sebagai hakim dalam lingkungan peradilan umum;
2. Mempunyai dedikasi dan menguasai pengetahuan di bidang masalah-masalah
yang menegnai lingkup kewenangan pengadilan niaga;
3. Berwibawa, jujur, dan berkelakuan tidak tercela;
4. Telah berhasil menyelesaikan program pelatihan khusus sebagai hakim pada
pengadilan niaga.
PKPU diajukan oleh Debitur yang mempunyai lebih dari satu kreditur atau
oleh Kreditur. Debitur yang tidak akan dapat melanjutkan membayar
utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon PKPU,
dengana maksud untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran
1. Selama PKPU, Debitur tanpa persetujuan pengurus tidak dapat melakukan
tindakan kepengurusan atau kepemilikan atas seluruh atau sebagian hartanya.
2. Selama PKPU, Debitur tidak dapat dipaksa membayar utang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 245 dan semua tindakan eksekusi yang telah dimulai
untuk pelunasan utang, harus ditangguhkan.
3. PKPU tidak menghentikan perkara yang sudah dimulai oleh Pengadilan atau
menghalangi diajukannya perkara baru.
Dalam PKPU dikenal yang namanya Pengurus, tugasnya hampir sama
dengan kurator dalam kepailitan. Begitu putusan PKPU sementara dikabulkan,
pengadilan wajib mengangkat pengurus yang akan membantu debitor
menjalankan kegiatannya. Sama halnya dengan kurator, pengurus pun harus
independen, tidak mempunyai benturan kepentingan dengan kreditor atau debitor.
Bila terbukti pengurus tidak independen dikenakan sanksi pidana dan/atau perdata
sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pengurus bertanggungjawab
terhadap kesalahan atau kelalaiannya dalam melaksanakan tugas pengurusan yang
menyebabkan kerugian terhadap harta Debitor. Syarat untuk menjadi pengurus
ialah sebagai berikut:
a. Orang perseorangan yang berdomisili di Indonesia, yang memiliki keahlian
khusus yang dibutuhkan dalam rangka mengurus dan/atau membereskan harta
pailit;
b. Terdaftar pada pada Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, mengenai
tata cara pendaftaran kurator diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak
tentang Pendaftaran Kurator dan Pengurus.
Dalam PKPU ini tidak dikenal adanya pengurus sementara, dan pengurus
ini pun hanya dari pengurus swasta. Balai harta peninggalan tidak dapat menjadi
pengurus dalam PKPU. Pengurus bertanggungjawab terhadap kesalahan atau
kelalaian dalam melaksanakan tugas pengurusan yang menyebabkan kerugian
terhadap harta debitor. Tentang imbalan jasa pengurus ini ditetapkan berdasarkan
Keputusan Menteri Kehakiman RI No. M. 09-HT.05.10 Tahun 1998 tentang
Pedoman Besarnya Imbalan Jasa Kurator dan Pengurus.
Apabila diangkat lebih dari satu pengurus, untuk melakukan tindakan yang
sah dan mengikat, pengurus memerlukan persetujuan lebih dari 1/2 (satu perdua)
jumlah pengurus. Apabila suara setuju dan tidak setuju sama banyaknya, tindakan
tersebut harus memperoleh persetujuan hakim pengawas. Pengadilan setiap waktu
dapat mengabulkan usul penggantian pengurus, setelah memanggil dan
mendengar pengurus, dan mengangkat pengurus lain dan atau mengangkat
pengurus tambahan berdasarkan:
a. Usul Hakim Pengawas;
b. Permohonan Kreditor dan permohonan tersebut hanya dapat diajukan apabila
didasarkan atas persetujuan lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah Kreditor yang
hadir dalam rapat Kreditor;
c. Permohonan pengurus sendiri; atau
E. Berakhirnya Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
Setelah PKPU diberikan, PKPU itu dapat diakhiri baik atas permintaan
hakim pengawas atau atas permohonan pengurus atau atas permohonan satu atau
lebih kreditor, atau atas prakarsa pengadilan sendiri dalam hal-hai sebagai berikut:
1. Debitor selama waktu Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)
bertindak dengan itikad buruk dalam melakukan pengurusan terhadap
hartanya (Pasal 255 ayat (1a)).
2. Debitor telah atau mencoba merugikan para kreditornya (Pasal 255 ayat (1b)).
3. Debitor melakukan pelanggaran selama penundaan kewajiban pembayaran
utang berlangsung, debitor tanpa persetujuan pengurus melakukan tindakan
kepengurusan atau kepemilikan atas seluruh atau sebagian hartanya. Dan jika
debitor melanggar ketentuan ini, pengurus berhak untuk melakukan segala
sesuatu yang diperlukan untuk memastikan bahwa harta debitor tidak
dirugikan karena tindakan debitor tersebut (Pasal 225 ayat (1c)) juncto Pasal
240 ayat (1).
4. Debitor lalai melaksanakan tindakan-tindakan yang diwajibkan kepadanya
oleh pengadilan pada saat atau setelah penundaan kewajiban pembayaran
utang diberikan, atau lalai melaksanakan tindakan-tindakan yang disyaratkan
oleh para pengurus demi kepentingan harta debitor (Pasal 255 ayat (Id)).
5. Selama penundaan kewajiban pembayaran utang pada harta debitor ternyata
tidak lagi memungkinkan dilanjutkannya penundaan kewajiban pembayaran
utang (Pasal 255 ayat (1e)),
terhadap para kreditor pada waktunya (Pasal 255 ayat (1f)).
Dalam hal debitor beritikad buruk dalam masa PKPU terhadap
kepengurusan harta bendanya, sehingga demikian rupa harta si debitor ternyata
tidak mampu lagi memungkinkan dilanjutkannya PKPU, maka pengurus wajib
rnengajukan permohonan pengakhiran PKPU, namun tentunya debitor dan
pengurus harus didengar terlebih dahulu oleh pihak pengadilan, dan jika PKPU ini
diakhiri berdasarkan hal demikian, maka debitor harus dinyatakan pailit dalam
putusan yang lama. Permohonan pengakhiran PKPU sebagaimana, dimaksud di
atas harus selesai diperiksa oleh pengadilan dalam jangka waktu 10 hari dan
putusan pengadilan harus diucapkan dalam jangka waktu 10 hari sejak selesainya
pemeriksaan. Putusan pengadilan harus memuat alasan-alasan yang menjadi dasar
putusan tersebut. Disamping itu debitor setiap waktu dapat pula memohon kepada
pihak pengadilan agar Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dicabut
dengan alasan bahwa harta debitor memungkinkan dimulainya kembali
pembayaran utang-utangnya dengan ketentuan bahwa pengurus dan kreditor harus
dipanggil dan didengar sepatutnya sebelum putusan diucapkan.
Pada masa diberlakukannya ketentuan Faillisement Verordening yakni
pada Pasal 244 ayat (1) FV, setiap waktu debitor berhak memohonkan kepada
pengadilan niaga agar PKPU dicabut dengan alasan bahwa pada keadaan harta
debitor sudah sedemikian rupa sehingga ia tidak dapat melakukan pembayaran
pembayaran lagi. Untuk keperluan itu, keterangan para pengurus dan para kreditor