• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan pendapat Megginson, (1981) dalam Mangkunegara,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan pendapat Megginson, (1981) dalam Mangkunegara,"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja

2.1.1 Pengertian

Berdasarkan pendapat Megginson, (1981) dalam Mangkunegara, (2001) istilah keselamatan mencakup kedua istilah resiko keselamatan dan resiko kesehatan. Keselamatan kerja menunjukkan kondisi yang aman atau selamat dari penderitaan, kerusakan atau kerugian di tempat kerja. Resiko keselamatan merupakan aspek-aspek dari lingkungan kerja yang dapat menyebabkan kebakaran, ketakutan aliran listrik, terpotong, luka memar, keseleo, patah tulang, kerugian alat tubuh, penglihatan dan pendengaran. Semua itu sering dihubungkan dengan perlengkapan perusahaan atau lingkungan fisik dan mencakup tugas-tugas kerja yang membutuhkan pemeliharaan dan latihan. Sedangkan kesehatan kerja menunjukkan pada kondisi yang bebas dari gangguan fisik, mental, emosi atau rasa sakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja. Resiko kesehatan merupakan faktor-faktor dalam lingkungan kerja yang bekerja melebihi periode waktu yang ditentukan, lingkungan yang dapat membuat stress emosi atau gangguan fisik.

Keselamatan dan kesehatan kerja menunjukkan kondisi-kondisi fisiologis-fisikal dan psikologis tenaga kerja yang diakibatkan oleh lingkungan kerja yang disediakan oleh perusahaan. Kondisi fisiologis- fisikal meliputi penyakit-penyakit dan kecelakaan kerja seperti cedera, kehilangan nyawa atau anggota badan. Kondisi-kondisi psikologis diakibatkan oleh stres pekerjaan dan kehidupan kerja yang berkualitas rendah. Hal ini meliputi ketidakpuasan, sikap menarik diri,

(2)

untuk mudah putus asa terhadap hal-hal yang remeh. Rivai, (2006)

Kesehatan kerja menurut Darmanto, (1999) merupakan spesialisasi ilmu kesehatan/kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan agar pekerja/masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun sosial dengan usaha preventif atau kuratif terhadap penyakit/gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh faktor pekerjaan dan lingkungan kerja serta terhadap penyakit umum. Status sehat seseorang menurut (Blum, 1981) dalam (Sugeng, 2005) ditentukan oleh empat faktor yaitu :

1. Lingkungan, berupa lingkungan fisik, kimia, biologi dan sosial budaya. 2. Perilaku yang meliputi sikap, kebiasaan dan tingkah laku

3. Pelayanan kesehatan, meliputi : promotif, preventif, perawatan, pengobatan, pencegahan kecacatan dan rehabilitasi

4. Genetik yang merupakan faktor bawaan setiap manusia.

Keselamatan kerja menurut American Society of Safety Engineers (ASSE)

dalam (Sugeng, 2005) diartikan sebagai bidang kegiatan yang ditujukan untuk

mencegah semua jenis kecelakaan yang ada kaitannya dengan lingkungan dan situasi kerja.

2. 1. 2. Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Menurut (Mangkunegara, 2001), tujuan keselamatan dan kesehatan kerja adalah sebagai berikut :

1. Setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja baik secara fisik, sosial dan psikologis.

(3)

2. Setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik- baiknya dan seefektif mungkin.

3. Semua hasil produksi dipelihara keamanannya.

4. Adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi pegawai.

5. Meningkatkan kegairahan, keserasian kerja dan partisipasi kerja.

6. Terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau kondisi kerja.

7. Setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja.

Menurut (Rivai, 2006), tujuan dan pentingnya keselamatan kerja meliputi : 1. Meningkatnya produktivitas karena menurunnya jumlah hari kerja

yang hilang.

2. Meningkatnya efisiensi dan kualitas pekerja yang lebih berkomitmen. 3. Menurunnya biaya-biaya kesehatan dan asuransi.

4. Tingkat kompensasi pekerja dan pembayaran langsung yang lebih rendah karena menurunnya pengajuan klaim.

5. Fleksibilitas dan adaptabilitas yang lebih besar sebagai akibat dari meningkatnya partisipasi dan rasa kepemilikan.

6. Rasio seleksi tenaga kerja yang lebih baik karena meningkatnya citra perusahaan.

Perusahaan yang dapat menurunkan tingkat dan beratnya kecelakaan-kecelakaan kerja, penyakit dan hal-hal yang berkaitan dengan stres serta mampu meningkatkan kualitas kehidupan kerja para pekerjanya, maka perusahaan

(4)

tersebut akan semakin efektif (Rivai, 2006).

Usaha-usaha yang diperlukan dalam meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja menurut (Mangkunegara, 2001) adalah sebagai berikut :

1. Mencegah dan mengurangi kecelakaan kebakaran dan peledakan.

2. Memberikan peralatan perlindungan diri untuk pegawai yang bekerja pada lingkungan yang berbahaya.

3. Mengatur suhu, kelembaban, kebersihan udara, penerangan yang cukup dan menyejukkan serta mencegah kebisingan.

4. Mencegah dan memberikan perawatan terhadap timbulnya penyakit. 5. Memelihara kebersihan, ketertiban dan keserasian lingkungan kerja. 6. Menciptakan suasana kerja yang menggairahkan semangat kerja pegawai.

2. 1. 3. Sistem Manajemen K3

Pendekatan sistem pada manajemen K3 dimulai dengan mempertimbangkan tujuan keselamatan kerja, teknik dan peralatan yang digunakan, proses produk dan perencanaan tempat kerja (Mangkunegara, 2001). Sistem manajemen K3 adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, kegiatan perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumberdaya yang dibutuhkan bagi pengembangan, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna tercapainya lingkungan kerja yang aman, efisien dan produktif ( Santoso, 2004).

Tujuan sistem manajemen K3 adalah menciptakan suatu sistem keselamatan dan kesehatan kerja dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga

(5)

kerja, kondisi dan lingkungan kerja, yang terintegrasi dalam mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta terciptanya tenaga kerja yang sehat, aman, efisien dan produktif (Sugeng, 2005).

Sumber : Terciptanya tenaga kerja yang sehat, aman, efisien dan produktif (Sugeng, 2005)

Gambar 2.1

Sistem model manajemen K3 (Pemnaker 05/MEN/1996)

2. 1. 4. Program K3

Menurut Suardi (2005), program manajemen tentang keselamatan dan kesehatan kerja meliputi :

a. Kepemimpinan dan administrasinya.

b. Manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terpadu. c. Pengawasan.

d. Analisis pekerjaan dan procedural. e. Penelitian dan analisis pekerjaan. f. Latihan bagi tenaga kerja.

(6)

g. Pelayanan kesehatan kerja. h. Penyediaan alat pelindung diri.

i. Peningkatan kesadaran terhadap keselamatan dan kesehatan kerja. j. Sistem pemeriksaan.

k. Laporan dan pendataan.

Berikut ini adalah program K3 dari International Loss Control Institute (ILCI) atau Det Norske Veritas (DNV), yaitu :

1. Kepemimpinan Dan administrasi (Leadership and administration). 2. Pelatihan kepemimpinan (Leadership training).

3. Inspeksi dan perawatan terencana (Planned inspections and maintenance). 4. Prosedur dan analisa tugas krisis (Critical task analysis and procedures). 5. Penyelidikan kecelakaan atau insiden (Accident/incident investigation). 6. Observasi atau pemantauan tugas (Task observation).

7. Kesiagaan menghadapi keadaan darurat (Emergency Preparedness). 8. Peraturan dan izin kerja (Rules and work permits).

9. Analisa kecelakaan/insiden (Accident/incedent analysis).

10. Pelatihan pengetahuan dan keterampilan (Knowledge and skill training). 11. Alat pelindung keselamatan diri (Personal protective equipment). 12. Pengontrolan kesehatan dan kebersihan (Health and hygiene control). 13. Evaluasi sistem (System evaluation).

14. Pengelolaan rekayasa dan perubahan (Engineering and change

management).

(7)

16. Komunikasi kelompok (Group communications). 17. Promosi umum (General promotion).

18. Penerimaan dan penempatan pegawai (Hiring and placement). 19. Pengelolaan barang dan jasa (Material and services management). 20. Keselamatan diluar jam kerja (Off the job safety).

Semua program K3 ini harus dikontrol implementasinya secara periodik, baik secara intern maupun secara ekstern (Sugeng, 2005). Ada dua aspek yang digunakan untuk mengatasi masalah K3, yaitu Safety Psychology dan Industrial

Clinical Psychology (Miner dalam Ilham, 2002). Safety Psychology

menitikberatkan pada usaha mencegah kecelakaan itu terjadi, dengan meneliti kenapa dan bagaimana kecelakaan terjadi. Industrial Clinical Psychology menitikberatkan pada kinerja karyawan yang menurun, sebab-sebab penurunan dan bagaimana mengatasinya.

Faktor-faktor dari kedua aspek tersebut adalah sebagai berikut : a. Safety Psychology terdiri dari enam faktor, yaitu :

1) Laporan dan Statistik Kecelakaan

Laporan dan statistik mengenai jumlah kecelakaan yang terjadi ditempat kerja. Dengan adanya laporan dan statistik kecelakaan kerja, perusahaan akan memiliki gambaran mengenai potensi terjadinya kecelakaan kerja dan cara mengantisipasinya. 2) Pelatihan Keselamatan

Pelatihan yang diadakan perusahaan untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja.

(8)

3) Publikasi dan Kontes Keselamatan

Publikasi keselamatan kerja bertujuan untuk mengingatkan memotivasi karyawan agar menyadari akan pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja. Kontes keselamatan kerja

bertujuan untuk memotivasi karyawan agara selalu menerapkan K3 sewaktu bekerja.

4) Kontrol terhadap Lingkungan Kerja

Kontrol lingkungan kerja bertujuan untuk melindungi karyawan dari bahaya kecelakaan kerja yang mungkin terjadi dan

menciptakan kondisi atau lingkungan kerja yang aman dan nyaman.

5) Inspeksi dan Disiplin

Inspeksi dan disiplin adalah pengawasan terhadap lingkungan kerja dan perilaku kerja karyawan.

6) Peningkatan Kesadaran K3

Peningkatan kesadaran K3 merupakan usaha perusahaan dalam mensukseskan program K3. Adanya komitmen yang kuat dan perhatian yang besar dari manajemen perusahaan dapat memotivasi karyawan untuk mengutamakan keselamatan dan kesehatannya sewaktu bekerja.

b. Industrial Clinical Psychology terdiri dari dua faktor, yaitu :

(9)

meningkatkan kembali motivasi kerja karyawan setelah diketahui adanya penurunan produktivitas dari karyawan tersebut.

2) Employee Assistance Program

Pembimbingan secara intensif yang dilakukan untuk menangani berbagai macam masalah yang dihadapi karyawan terutama yang berhubungan dengan perilaku karyawan.

2. 1. 5. Landasan Hukum K3

Dasar-dasar hukum Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Indonesia telah banyak diterbitkan baik dalam bentuk undang- undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan

Menteri dan Surat Edaran (Sugeng, 2005), sebagai berikut : 1) Undang-undang Ketenagakerjaan No.13/2003 2) UUD 1945 pasal 27 ayat 1 dan 2

3) Undang-undang Keselamatan Kerja No.1/1970

4) Undang-undang tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja No. 3/1992 5) Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Jaminan Sosial

Tenaga Kerja No.14/1993

6) Keputusan Presiden tentang Penyakit yang timbul Karena hubungan kerja No.22/1993

7) Peraturan Menteri Perburuhan tentang Syarat Kesehatan, Kebersihan serta Penerangan dalam Tempat Kerja No.7/1964 8) Peraturan Menteri Tenaga Kerja tentang Pemeriksaan Kesehatan

(10)

Tenaga Kerja dalam Penyelenggaraan Keselamatan Kerja No.2/1980

9) Peraturan Menteri Tenaga Kerja tentang Kewajiban melaporkan Penyakit Akibat Kerja No.1/1981

10) Peraturan Menteri Tenaga Kerja tentang Pelayanan Kesehatan Kerja No.3/1982

11) Keputusan Menteri Tenaga Kerja tentang NAB faktor fisika di tempat kerja No.51/1999

12) Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja tentang NAB faktor kimia di udara lingkungan kerja No.1/1997.

2.1.6 Kinerja Karyawan

Menurut (Mangkunegara, 2009), kinerja karyawan adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Kinerja pada dasarnya merupakan apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan (Mathis dan Jackson, 2006:378). Kinerja merupakan tingkat pencapaian karyawan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai dengan visi dan misi organisasi.

Oleh karenaitu, kinerja SDM adalah kemampuan usaha karyawan untuk menghasilkan hasil kerja (output) yang secara baik kualitas maupun kuantitas, sesuai dengan tugas dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Setiap

(11)

karyawan dituntut untuk aktif dalam memberikan hasil kerja yang baik agar tercapainya tujuan perusahaan.

2.1.7 Faktor-Faktor yang Memprogrami Kinerja

Knerja merupakan hasil kerja baik secara kualitas maupun kuantitas yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan. Kesedian dan ketrampilan seorang tidaklah cukup efektif untuk mengerjakan sesuatu tanpa pemahaman yang jelas tentang apa yang akan dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya, maka dari hal tersebut dibutuhkanlah program pendidikan dan pelatihan sebagai salah satu cara untuk meningkatkan pemahaman kerja yang jelas.

Dalam pencapaian kinerja pegawai, faktor sumber daya manusia sangat dominan programnya. Sumber daya manusia berkualitas dapat dilihat dari hasil kerjanya, dalam kerangka profesionalisme kinerja yang baik adalah bagaimana seorang pegawai mampu memperlihatkan perilaku kerja yang mengarah pada tercapainya maksud dan tujuan organisasi, misalnya bagaimanamengelola sumber daya manusia agar mengarah pada hasil kerja yang baik.

Menurut (Mathis dan Jackson, 2006:113) faktor-faktor yang memprogrami kinerja yaitu :

1. Kemampuan individual untuk melakukan pekerjaan tersebut, seperti bakat , minat dan faktor kepribadian.

(12)

2. Tingat usaha yang dicurahkan, seperti etika kerja, kehadiran, motivasi, rancangan tugas.

3. Dukungan organisasi, seperti pendidikan dan pelatihan, pengembangan, peralatan dan teknologi, standar kinerja, manajemen dan rekan kerja.

Menurut (Mangkunegara, 2006) faktor yang memprogrami Pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation), yang dijelaskan sebagai berikut :

a. Faktor Kemampuan (Ability)

Secara psikologis, kemampuan terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge + skill). Artinya, pimpinan dan karyawan yang memiliki IQ diatas rata-rata (IQ 110-120) apalagi IQ superior, very superior, gifted dan genius dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka akan lebih mudah mencapai kinerja maksimal.

b. Faktor Motivasi

Motivasi diartikan suatu sikap pimpinan dan karyawan terhadap situasi kerja di lingkungan organisasinya. Mereka yang bersikap positif (pro) terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja tinggi dan sebaliknya jika mereka bersikap negatif (kontra) terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja yang rendah. Situasi kerja

(13)

yang dimaksud mencakup antara lain hubungan kerja, fasilitas kerja, kebijakan pimpinan, pola kepemimpinan kerja dan kondisi kerja.

2.1.8. Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja adalah proses mengevalusi seberapa baik karyawan melakukan pekerjaan mereka jika dibandingkan dengan seperankat standar, dan kemudian mengomunikasikan informasi tersebut kepada karyawan (Mathis dan Jackson, 2006). Penilaian kinerja dapat menjawab pertanyaan mengenai apakah pemberi kerja telah bertindak adil atau bagaimana pemberi kerja mengetahui bahwa kinerja karyawan tersebut tidak memenuhi standar.

Menurut (Sofyandi, 2008), penilaian kinerja adalah proses organisasi dalam mengevaluasi pelaksanaan kerja karyawan. Dalam penilaian kinerja dinilai kontribusi karyawan kepada organisasi selama periode waktu tertentu. Umpan balik kinerja membuat karyawan mengetahui seberapa baik mereka bekerja apabila dibandingkan dengan standar organisasi.

Oleh karena itu, penilaian kinerja itu sangat penting dalam suatu organisasi. Karena penilaian kinerja merupakan sebagai suatu evaluasi dari hasil kerja karyawan apakah sudah sesuai dengan standar kerja perusahaan tersebut.

Dengan adanya penilaian kinerja, perusahaan dapat mengukur kelemahan atau kekurangan karyawan dan meningkatkan kemampuan karyawan dengan program pengembangan karyawan.

(14)

2.1.9. Evaluasi Penilaian Kinerja

Menurut (Rachmawati, 2008), evalusi penilaian kinerja adalah proses pemberian umpan balik kepada karyawan yang sedang dinilai dalam upaya memberi masukan tentang aspek-aspek yang harus diperbaiki.

Beberapa pendekatan yang dapat ditempuh adalah :

a. Evaluation interview, adalah memberikan umpan balik tentang unjuk kerja masa lalu dan potensi masa depan. Ini dilakukan dengan menggambarkan hasil penilaian sebelumnya dan mengidentifikasi perilaku-perilaku tertentu yang harus diulangi dan dihilangkan.

b. Tell and sell approach, menggambarkan keadaan unjuk kerja karyawan dan menyakinkan pegawai untuk berperilaku labih baik.

c. Tell and listen method, memberikan kesempatan kepada pegawai untuk memberikan alasan, mempertahankan apa yang sudah dilakukan, danmencoba mengatasi reaksi ini dengan membimbing karyawan untuk berperilaku lebih baik.

d. Problem solving approach, mengidentifikasi berbagai problem yang dihadapi dalam pekerjaannya melalui pelatihan, coaching, dan counseling.

Terlepas dari pendekatan apa yang digunakan, beberapa pedoman yang dapat digunakan dalam evaluasi adalah :

(15)

2. Menyatakan kepada karyawan bahwa proses evaluasi adalah untuk memperbaiki unjuk kerja dan bukan sebagai hukuman.

3. Melakukan evaluasi secara pribadi.

4. Melakukan penilaian secara formal, paling tidak sekali setahun dan lebih sering bagi karyawan yang memiliki unjuk kerja yang buruk.

5. Memberikan masukan secara spesifik, tidak secara umum.

6. Menekankan masukan tentang untuk kerja, bukan ciri-ciri pribadi.

7. Tetap tenang dan tidak memberikan pendapat tentang orang yang dievaluasi.

8. Mengidentifikasi tindakan yang dapat diambil oleh karyawan untuk memperbaiki kinerja.

9. Menunjukkan kemauan untuk membantu karyawan dalam usahanya memperbaiki kinerja

10. Mengakhiri proses evaluasi dengan menekankan aspek positif dari kerja karyawan.

2.2 Penelitian Terdahulu

(Ilham, 2002) melakukan penelitian tentang Hubungan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) dengan Motivasi Kerja Karyawan di PT. Good Year Indonesia. Dalam penelitiannya Ilham menggunakan uji korelasi Rank Spearman. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa nilai korelasi yang didapat semuanya bernilai positif, nyata dan berkorelasi kuat. Hal ini menunjukkan bahwa setiap faktor K3 yaitu kesehatan dan keselamatan kerja yang diteliti mempunyai program yang nyata terhadap peningkatan

(16)

perubahan pada tingkat motivasi karyawan.

Mahardika (2005) melakukan penelitian tentang Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja terhadap Kinerja Karyawan di PT. PLN (Persero) Unit Bisnis Strategis Penyaluran dan Pusat pengatur Beban (UBS P3B) region Jawa Timur dan Bali. Analisis data dengan menggunakan analisis regresi berganda dan hasil penelitiannya menunjukkan bahwa program K3 mempunyai program postitif terhadap kinerja karyawan sehingga penerapan program K3 yang baik akan meningkatkan kinerja karyawan.

2.4 Kerangka Konseptual

Tujuan utama dari Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah sedapat mungkin memberikan jaminan kondisi kerja yang aman dan sehat kepada setiap karyawan dan untuk melindungi sumber daya manusianya Husni (2005) menyatakan bahwa, tujuan kesehatan kerja adalah: a) meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan tenaga kerja yang setinggi-tingginya baik fisik, mental, maupun sosial; b) mencegah dan melindungi tenaga kerja dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh kondisi lingkungan kerja; c) menyesuaikan tenaga kerja dengan pekerjaan atau pekerjaan dengan tenaga kerja; d) meningkatkan kinerja". Dengan demikian maksud dan tujuan tersebut adalah bagaimana melakukan suatu upaya dan tindakan pencegahan untuk memberantas penyakit dan kecelakaan akibat kerja, bagaimana upaya pemeliharaan serta peningkatan kesehatan gizi, serta bagaimana mempertinggi efisiensi dan kinerja karyawan sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai dengan baik.

Keselamatan dan kesehatan adalah aset yang tidak ternilai harganya yang merupakan bagian utama kesejahteraan. Kesejahteraan tenaga kerja mustahil

(17)

diwujudkan dengan mengabaikan keselamatan dan kesehatan tenaga kerja. Kebanyakan perusahaan-perusahaan yang sukses menggunakan catatan Keselamatan dan Kesehatan sebagai pengukuran kinerja (Performance measure).

Pendekatan sistem pada manajemen K3 dimulai dengan mempertimbangkan tujuan keselamatan kerja, teknik dan peralatan yang digunakan, proses produk dan perencanaan tempat kerja (Mangkunegara, 2001). Sistem manajemen K3 adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, kegiatan perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumberdaya yang dibutuhkan bagi pengembangan, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna tercapainya lingkungan kerja yang aman, efisien dan produktif ( Santoso, 2004).

Sumber : (Mangkunegara, 2001), data dikembangkan untuk penelitian ini (Data diolah).

Gambar 2.2 Kerangka Konseptual

Kinerja karyawan Pada PT. Waskita Karya Medan Program Keselamatan Kerja 

Program Kesehatan Kerja  

(18)

2.5 Hipotesa

Berdasarkan uraian pada landasan teori dan kerangka pemikiran maka hipotesa yang diajukan penulis adalah sebagai berikut : “Bahwa keselamatan dan kesehatan kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan pada PT. Waskita Karya Medan.

Gambar

Gambar 2.2  Kerangka Konseptual

Referensi

Dokumen terkait

UJI APLIKASI BEBERAPA TEKNIK PENGOMPOSAN BULU AYAM PADA TANAMAN PAKCOY.. (Brassica rapa var. chinensis) DI MEDIA CAMPURAN

Dalam rangka persiapan dan juga koordinasi dengan pihak Kementerian Luar Negeri Slowakia terkait dengan pelaksanaan FKB ke-IV di Jakarta pada tahun 2015, KBRI telah

Tingkat kemudahan pembacaan simbol pada peta multiskala cetak dan web diperoleh hasil sebesar 74% responden memilih web cartography sebagai bentuk penyajian peta multiskala yang

Pengujian terhadap sistem ini dilakukan dengan tujuan untuk menentukan penempatan arrester yang optimal terhadap tegangan lebih transien pada transformator daya

KIMIA BILL PROF... OTOMOTIF

Saya mengerti dan setuju bahwa (i) Saya tidak dapat memesan dari Perusahaan lebih dari pasokan produk satu bulan untuk dua orang per bulan kalender; (ii) produk-produk

Berdasarkan pernyataan diatas maka pemanfaatan cairan rumen sapi dapat digunakan sebagai salah satu starter pengomposan kertas bekas dan limbah organik rumah

Kapasitas lentur balok beton berserat kawat baja yang dipasang tulangan tekan masih lebih tinggi dibandingkan kapasitas balok tanpa menggunakan tulangan tekan pada