• Tidak ada hasil yang ditemukan

IDENTIFIKASI PARTISIPASI STAKEHOLDERS DALAM PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KOTA DEPOK TAHUN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IDENTIFIKASI PARTISIPASI STAKEHOLDERS DALAM PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KOTA DEPOK TAHUN"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTIFIKASI PARTISIPASI STAKEHOLDERS DALAM PENYUSUNAN RENCANA

TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KOTA DEPOK TAHUN 2012-2032

Lucky Dwi Anggoro1); Janthy Trilusianthy Hidayat2); Indarti Komala Dewi2).

Abstrak

Undang-undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Pasal 11 ayat (1), Mengamanatkan wewenang pemerintah daerah kabupaten/kota dalam pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota meliputi : a. perencanaan tata ruang wilayah kota; b. pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota; dan c. pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota. Kota Depok saat ini memiliki permasalahan tata ruang yang terjadi di wilayah tertentu salah satunya alih fungsi lahan yang sudah terjadi pada tahun 1980an yang berdampak pada pengesahan raperda rencana tata ruang wilayah Kota Depok, hal ini jelas-jelas menyalahi aturan dan minimnya pengetahuan masyarakat tentang adanya Rencana Tata Ruang Wilayah. Tujuan dari studi ini adalah : 1) Evaluasi proses dan prosedur dalam pelaksanaan penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Depok 2011-2031, 2) Identifikasi partisipasi stakeholders dalam pelaksanaan penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Depok 2011-2031. Metode yang digunakan yaitu metode analisis deskriptif didukung dengan kualitatif dan menggunakan hitungan Skala Likert. Berdasarkan hasil analisis bahwa hasil evaluasi proses dan prosedur dalam penyusunan RTRW kota Depok tahun 2011-2031 sudah dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 17 Tahun 2009, namun pada tahap penetapan rencana (RTRW) Kota Depok mendapatkan permasalahan karena muatan RTRW Kota Depok berbeda dengan RTRW Provinsi Jawa Barat setelah pihak Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Jawa Barat menyatakan 4 situ di Depok hilang. Pada tahap partisipasi penyusunan peran pemerintah lebih besar dibandingkan dengan stakeholder lainnya, yaitu peran pemerintah 69% sudah cukup berperan, peran dari LSM dan Swasta sebesar 65%, dan peran masyarakat 58%. Pada tahap evaluasi Raperda, peran pemerintah 86% lebih tinggi dibanding dengan stakeholders lainnya yaitu LSM dan Swasta sebesar 76% dan masyarakat sebesar 58%.

Kata Kunci: Partisipasi, Stakeholder, Penyusunan RTRW I. PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Kota Depok merupakan kota yang terletak di sebelah Selatan kota DKI Jakarta. Bersama dengan Tanggerang dan Bekasi, kota Depok merupakan kota yang berfungsi sebagai kota penyangga kehidupan dan kegiatan ekonomi kota Jakarta atau yang disebut juga daerah sub-urban. Semakin meningkatnya jumlah penduduk dan arus urbanisasi ke kota Jakarta menjadikan sebagian penduduknya memilih untuk tinggal di daerah sub-urban dengan tetap bekerja di dalam kota Jakarta. Hal tersebut menjadi faktor utama penyebab meningkatnya migrasi penduduk, para pekerja dan pencari kerja di ibu kota ke daerah ini untuk bermukim. Jumlah penduduk Kota Depok setiap tahunnya mengalami peningkatan, tahun 2004 jumlah penduduk sebesar 1.064.196 jiwa meningkat menjadi 1.453.473 jiwa pada tahun 2010. Sehingga bisa dihitung rata-rata laju pertumbuhan penduduk adalah 4,38% per tahun. Dengan luas wilayah perencanaan adalah 20.029 Ha, sehingga dapat diketahui rata-rata kepadatan penduduknya adalah sebesar 73 jiwa/Ha. Kepadatan penduduk tertinggi berada di Kecamatan Sukmajaya sebesar 170 jiwa/Ha, sedangkan kepadatan penduduk terendah berada di Kecamatan Sawangan. Sebagai kota penyangga

Jakarta, Kota Depok juga menyimpan berbagai masalah yang timbul sebagai akibat dari pembangunan perkotaan yaitu terdapatnya pemukiman-pemukiman kumuh dan lalu lintas jalan semakin padat. Munculnya berbagai permasalahandalam hal tata ruang di Kota Depok tersebut di atas menunjukkan masih lemahnya partisipasi masyarakat dan stakeholders lainnya terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Depok.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini dapat dirinci sebagai berikut:

1. Evaluasi proses dalam pelaksanaan penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Depok 2012 - 2032.

2. Identifikasi partisipasi Stakeholder dalam pelaksanaan penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Depok 2012 - 2032. II. METODE PENELITIAN

2.1 Ruang Lingkup Wilayah Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah Kota Depok yang masuk dalam wilayah administrasi Wilayah perencanaan meliputi 11 kecamatan dan 63 kelurahan, yaitu Kecamatan Beji, Pancoran Mas, Cinere, Limo, Cimanggis, Cipayung,

(2)

Sukmajaya, Sawangan, Bojongsari, Cilodong, dan Tapos. Secara rinci disajikan pada Gambar 1. 2.2 Metode Pengumpulan Data

a. Kuisioner

Dalam penelitian ini dipakai kuesioner bersifat tertutup dan terbuka, dengan pengertian tertutup bahwa jawaban kuesioner telah tersedia

dan responden tinggal memilih beberapa alternatif yang telah disediakan. Sedangkan terbuka berarti bahwa responden diminta untuk memberikan jawaban dan pendapatnya sesuai keinginan mereka, dengan menuliskannya pada tempat yang telah disediakan.

Gambar 1

Peta Administrasi Wilayah Kota Depok

b. Observasi

Pengumpulan data langsung pada obyek yang akan diteliti, melakukan pengamatan dan pencatatan langsung terhadap gejala atau fenomena yang diteliti.

c. Wawancara

Pengumpulan data dengan melakukan tanya jawab ditujukan kepada sumber narasi yang terpilih (indepth interview). Proses wawancara berpegang pada daftar pertanyaan (kuesioner) yang telah disusun sebelumnya.

d. Dokumentasi

analisis kualitatif artinya analisa yang menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai dengan menggunakan prosedur-prosedur statistik atau cara-cara lain dari kuantifikasi.

b. Metode Analisis Kuantitatif

Data-data yang diperoleh dari instansi dianalisa dengan menggunakan beberapa metode.

1. Teknik Sampling digunakan untuk menentukan jumlah sampel (masyarakat Kota Depok). Untuk menentukan jumlah ukuran sampel bagi masyarakat lokal dipakai

(3)

N : ukuran populasi

e2 : nilai kritis (batas ketelitian) yang diinginkan

Dalam hal ini batas ketelitian yang dipakai dalam menentukan jumlah sampel adalah 10%.

n = 747.822 1 + 747.822 x 0,12

Berdasarkan formulasi diatas dalam penelitian ini akan diambil 100 sampel yang tersebar dalam 3 (Tiga) kecamatan yang ada di Kota Depok. 2. Skala Likert digunakan untuk melihat

responden menentukan tingkat persetujuan mereka terhadap suatu pertanyaan dengan memilih salah satu dari pilihan yang tersedia, rumus yang digunakan yaitu:

T x Pn

T = Total jumlah responden yang memilih Pn = Pilihan angka skor likert

Untuk mendapatkan hasil interpretasi, harus diketahui skor tertinggi (Y) dan angka terendah (X) untuk item penilaian dengan rumus sebagai berikut:

Y = Skor tertinggi likert x jumlah responden

X = Skor terendah likert x jumlah responden

Maka penilaian interpretasi responden tersebut adalah hasil nilai yang dihasilkan dengan mengunakan rumus index% :

RUMUS INDEX% = Total Skor/Y x 100 Untuk Penyelesaiaannya yaitu dengan membagi interval (jarak) dan interpretasi persen dengan metode interval skor persen (I). Rumus yang digunakan yaitu:

I = 100/jumlah skor (likert) Berikut kriteria interpretasi skornya berdasarkan interval :

Rendah = ≤ X  0 - 33%

Sedang = (X + 1) – (X + i)  34 - 66% Tinggi = (X + i + 1) – Y  67 - 100% III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Proses dan Prosedur Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Depok

Dalam kajian ini indikator yang digunakan adalah dengan membandingkan proses penyusunan rencana tata ruang wilayah antara peraturan menteri dan dalam praktek yang telah dilaksanakan oleh pemerintah daerah. Peraturan perundangan yang akan dijadikan acuan dalam hal ini adalah Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 17 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyusunan RTRW Kota.

Kota Depok sudah melalui tahap proses penyusunan rencana tata ruang wilayah sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 17 Tahun 2009. Berdasarkan keputusan DPRD Kota Depok No 24 tahun 2012 bahwa DPRD sudah menyetujui Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Depok. Namun Raperda Kota Depok belum mendapatkan persetujuan dari Gubernur Jawa Barat. Permasalahan hilangnya 4 situ sudah terjadi sejak Kota Depok masih merupakan kota administratif, kurang lebih 15 tahun lalu. Kenyataannya, berdasarkan arsip dan investigasi ke 4 (empat) situ tersebut memang sudah beralih fungsi menjadi perumahan, restoran dan taman yang disetujui oleh Walikota pada tanggal 17 Desember 2012. Kondisi keempat situ yang dipersoalkan yaitu:

 Situ Cining (Abadi Jaya), sejak tahun 1980 situ tersebut sudah rata dengan tanah dan dibangun perumahan griya lembah asri yang berada di Kecamatan Sukmajaya.

 Situ Bunder/Gunadarma (kelapa Dua), sejak tahun 1984 situ tersebut sudah menjadi perumahan taman duta yang berada di Kecamatan Cimanggis.

 Situ Telaga Subur, Sudah menjadi milik perorangan (Restoran Saung Telaga) namun masih terdapat danau didalamnya.

 Situ Lembah Gurami, sudah beralih fungsi menjadi fasum Perumnas Kota Depok pada tahun 2012.

Secara rinci disajikan pada Gambar 2. =

747.822

= 100 747.822

(4)

Gambar 2

Peta Kondisi Eksisting 4 (empat) Situ Kota Depok Tahun 2015 3.2 Partisipasi Stakeholders Pada Kegiatan

Penjaringan Aspirasi dan Hasil Interpretasi Penyusunan RTRW Kota Depok

Sesuai hasil analisis, partisipasi stakeholders dalam pembahasan pada kegiatan penjaringan aspirasi dan hasil interpretasi penyusunan RTRW Kota Depok dapat diketahui bahwa Pemerintah memiliki peran dominan dalam pembangunan, sebagai pengatur dan menyediakan pelayanan dasar bagi publik. Selain itu dengan otonomi daerah, kewenangan dan tanggung jawab pemerintah daerah menjadi bertambah besar dalam

hal pengelolaan pembangunan di daerah. Meskipun peran pemerintah masih dominan, akan tetapi dengan keterbatasan sumber daya yang dimiliki pemerintah daerah, menghendaki partisipasi masyarakat dan swasta dalam pembangunan daerah. Kesimpulannya bahwa peran tiap pelaku pembangunan (stakeholder) dalam penyusunan rencana tata ruang wilayah Kota Depok masih didominasi oleh peran pemerintah, sedangkan peran masyarakat dan swasta relatif tidak terlalu besar. Untuk lebih jelasnya disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1

Pembahasan Pada Kegiatan Penjaringan Aspirasi dan Hasil Interpretasi Penyusunan RTRW Kota Depok Stakeholders Pembahasan Transportasi Pembahasan Perumahan Pembahasan Pasar dan PKL Pembahasan Lingkungan dan RTH Interpretasi Tahap Penyusunan Pemerintah 5 12 7 11 69% (Tinggi)

(5)

3.3 Partisipasi Stakeholders Terhadap Evaluasi Raperda Kota Depok

Hasil penelitian di wilayah studi menunjukan ada 3 (tiga) tipe partisipasi dari tiap stakeholders, yaitu :

 Pihak pemerintah dan LSM cenderung pure moral, artinya motivasi dalam berpartisipasi didasarkan pada kesadaran diri masing-masing partisipan;

 Pihak Swasta cenderung calculative, artinya motivasi dalam berpartisipasi didasarkan atas perhitungan untung rugi bagi partisipan. Jadi, apabila tidak ada manfaat bagi kehidupan partisipan, cenderung tidak berpartisipasi;

Masyarakat cenderung alienative, artinya motivasi dalam berpartisipasi didasarkan pada keterpaksaan dari kekuatan yang bersifat memaksa. Masyarakat terlibat dalam setiap penyelenggaraan penataan ruang Kota Depok karena mengikuti perintah dari pemerintah kota (instansi terkait).

Secara umum dapat dilihat partisipasi yang dilakukan masing-masing stakeholders sudah dikatakan kuat, namun peran masyarakat dirasa masih jauh dari maksimal. Untuk lebih jelasnya mengenai tipe partisipasi dari tiap stakeholders terhadap penyelenggaraan penataan ruang di Kota Depok dapat disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2

Hasil Partisipasi Stakeholders Terhadap Evaluasi Raperda Kota Depok

Stakeholders Interpretasi Tahap

Penyusunan Pemerintah 74% (Tinggi) LSM&Swasta 63% (Sedang) Masyarakat 41% (Sedang) R = Rendah 0-33% S = Sedang 34-66% T = Tinggi 67-100%

Sumber: Hasil Analisis dengan tabulasi kuesioner Tahun 2015 Berdasarkan table diatas dan dari hasil analisis

evaluasi terdapat temuan-temuan yang saling berhubungan antara lain :

 Partisipasi yang dilakukan pihak pemerintah dalam menyusun Rencana Tata Ruang Wilayah kota Depok baik dalam proses dan prosedurnya sudah dapat dikatakan dengan baik, namun ada beberapa yang menjadi faktor penghambat diantara lain adanya pergantian Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang membahas rancangan RTRW. Awalnya rancangan ditangani Bappeda Kota Depok, tapi pada awal 2012 perancangan dialihkan ke dinas Tata Ruang dan Permukiman. Adanya perbedaan data dalam penggunaan penyusunan RTRW Kota Depok dari masing-masing instansi pemerintah, sehingga menjadi pemicu belum diperdakannya Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Depok.

 Pada tahap penyusunan pihak pemerintah mempunyai peranan penting ini terlihat dalam interpretasi sebesar 74% sementara peran dari pihak stakeholders yang lainnya tidak terlalu besar dalam penyusunan, hal ini menunjukan bahwa pemerintah mempunyai banyak andil yang besar untuk mengendalikan semua jalannya proses penyusunan dan hak penuh

semua ada di tangan pemerintah itu sendiri dan stakeholders lainnya hanya menjalankan.

 Lemahnya kekuasaan yang dimiliki pemerintah, dikarenakan belum sahnya perda RTRW Kota Depok sehingga berdampak pada banyaknya pengembang yang sudah tidak memperhatikan siteplan perumahan, maka seluruh bangunan yang ada saat ini berstatus illegal. Baik gedung pemerintah, apartemen, pusat perbelanjaan, dan perkantoran hingga perumahan. Sebab, dalam perda itu terdapat aturan ketinggian dan luasan gedung yang ditetapkan. Hal ini untuk menata kota menjadi lebih terlihat indah.

 Rendahnya partisipasi masyarakat dalam proses penyusunan RTRW Kota Depok, hal ini dikarenakan oleh beberapa factor yang diantaranya masih kurangnya informasi terkait penyusunan RTRW Kota Depok, masih minimnya pengetahuan masyarakat, kurangnya minat masyarakat terhadap penyusunan RTRW Kota Depok, masih kurangnya informasi yang didapatkan masyarakat dalam proses penyusunan RTRW Kota Depok sehingga perlunya campur tangan pemerintah dalam memberikan informasi terkait RTRW kota Depok.

(6)

IV. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dari wilayah studi dan analisis yang dilakukan, maka dapat disimpukan bahwa:

1. Tingkat partisipasi pemerintah sebagai pemegang komitmen semua tahap dan pemegang kebijakan dirasa belum maksimal walaupun sudah mendapatkan skor 69% dalam kategori tinggi.

2. Peran LSM dan swasta berada dibawah skor pemerintah yaitu 65% dan termasuk dalam kategori sedang, hal ini dikarenakan LSM memiliki kepentingan Karena mereka bagian dari control masyarakat terhadap peran pemerintah dalam penyusunan RTRW Kota Depok sedangkan pihak swasta memiliki kepentingan dalam hal investasi di Kota Depok.

3. Peran masyarakat masih rendah yaitu 24% hal ini bisa diliha`t dari kurangnya pembinaan dan informasi yang didapat dari pemerintah, sehingga pada saat pembahasan masih banyak masyarakat yang tidak hadir dan kemudian juga berpengaruh pada kurangnya masukan / saran / usul yang dikemukakan oleh masyarakat. Adapun masukan / saran / usul dari masyarakat yang diakomodasi oleh pemerintah tapi hal tersebut tidak menjamin akan digunakan oleh pemerintah.

Mengenai proses penyusunan RTRW, pemerintah Kota Depok sudah melaksanakan proses secara bertahap dimulai dari tahap persiapan dan penyusunan naskah akademis RTRW Kota Depok. Namun sampai saat ini RTRW Kota Depok belum juga di Perdakan terkait permasalahan yang terjadi dilapangan yaitu 4 situ yang sudah beralih fungsi menjadi bangunan dan lahan pribadi sedangkan dalam muatan RTRW Provinsi Jawa Barat 4 situ tersebut masih belum berubah menjadi bangunan. Berdasarkan keputusan DPRD Kota Depok no 24 Tahun 2012 bahwa DPRD sudah menyetujui Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Depok. Namun Wali Kota Depok memberikan surat permohonan evaluasi RTRW Kota Depok yang ditujukan kepada Gubernur Jawa Barat untuk peninjauan kembali lapangan tentang lokasi 4 situ. Secara prosedur RTRW sudah sesuai dan sampai

1. Khususnya untuk partisipasi stakeholders dalam penyusunan RTRW Kota Depok bahwa pemerintah Daerah untuk lebih mendekatkan stakeholders khusunya masyarakat dalam penyusunan RTRW Kota Depok, sebagai contoh memberikan wawasan partisipasi dalam pembinaan dan pemberian informasi. 2. Untuk proses legalitas RTRW agar lebih cepat

diperdakan dengan tujuan dari indikasi-indikasi program RTRW segera terlaksana dan masyarakat Kota Depok dapat memanfaatkan lahan sesuai dengan kebijakan RTRW sebagai landasan hukumnya.

3. Terkait permasalahan muatan RTRW Kota yang berbeda dengan muatan RTRW Provinsi, dengan permasalahan yang terjadi dilapangan yaitu 4 situ yang sudah beralih fungsi menjadi bangunan dan lahan pribadi sedangkan dalam muatan RTRW Provinsi Jawa Barat 4 situ tersebut masih belum berubah menjadi bangunan. Oleh Karena itu, perlu adanya koordinasi dengan instansi pemerintah yang bersangkutan. Sehingga memerlukan koordinasi dengan Dinas PSDA Provinsi Jawa Barat dalam menindak lanjuti permasalahan tersebut, sehingga terjadi kesepakatan yang dapat mempercepat pengesahan RTRW Kota Depok.

4. Memaksimalnya kegiatan publikasi yang kretaif yaitu melalui media TV, Radio, Web dan lain-lain mengenai produk RTRW Kota Depok agar bisa sampai kepada masyarakat. DAFTAR PUSTAKA

Chandra. “Rancangan Perda RTRW Kota Depok jadi Sorotan Investor.” m.jpnn.com/news. php?id=260661&page=2 (diakses tanggal 29 September 2014)

Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum. 1998. Kamus Tata Ruang. Perpustakaan Nasional RI:Katalog Dalam Terbitan (KDT). Jakarta.

Freeman, R. E. 1984. Startegic Management: A Stakeholder Approach, Boston, Pitman. Ilham tirta, “Ditolak Jabar, Perda RTRW Depok,

Okezone.com.” m.tempo.co/read/news/2014 /10/15/214614406/ (diakses tanggal 15 Oktober 2014)

(7)

Nawawi, A. 2010. Peran Serta Masyarakat dalam Implementasi Pendidikan Inklusif. Makalah Jurusan Pendidikan Luar Biasa FIP UPI Bandung.

Niawi, H. 2003. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. Pemda Kota Depok Dinas Tata Ruang dan

Permukiman Kota Tahun 2011. Tentang Penyusunan Naskah Akademis Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Depok Tahun 2012-2032. Depok.

Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 2 Tahun 2009. Tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 12 Tahun 2001 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Depok Tahun 2000-2010. Depok.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 68 Tahun 2010. Tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang. Sekretariat Negara. Jakarta.

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 17 Tahun 2009. Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota. Jakarta Purwoko, H. 2010. Efektivitas Kemitraan Antar

Stakeholder dalam Mewujudkan Kota Layak Anak (KLA) Di Surakarta Tahun 2016. Tugas Akhir Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Slamet, Y. 1993. Pembangunan Masyarakat Berwawasan Partisipasi. Surakarta: Sebelas Maret University Press.

Soetrisno, Loekman. 1995. Menuju Masyarakat Partisipatif. Yoyakarta: Kanisius.

Sunarti. 2003. Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Perumahan Secara Berkelompok. Jurnal Tata Loka Volume 5, No. 1, Januari 2003.

Undang – Undang Republik Indonesia No. 25 Tahun 2009. Tentang Pelayanan Publik. Sekretariat Negara. Jakarta

Undang - Undang Republik Indonesia No. 26 Tahun 2007. Tentang Penataan Ruang. Sekretariat Negara. Jakarta.

Yulianti, Praptini. (2000). Pengaruh Sumber-Sumber Stres Kerja Terhadap Kepuasan Tenaga Edukatif Tetap Fakultas Ilmu Sosial Universitas Airlangga Di Surabaya. Tesis tidak diterbitkan. Surabaya: Program Pascasarjana Ilmu Manajemen Universitas Airlangga.

PENULIS :

1. Lucky Dwi Anggoro, ST. Alumni (2016) Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik – Universitas Pakuan

2. Dr. Ir. Janthy Trilusianthy Hidajat, M.Si. Pembimbing I/Staf Dosen Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik – Universitas Pakuan

3. Dr. Ir. Indarti Komala Dewi, M.Si. Pembimbing II/ Staf Dosen Program Studi

Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik – Universitas Pakuan

Referensi

Dokumen terkait

Jika calon perawat khusus lansia EPA mengubah status izin tinggal menjadi “aktivitas khusus” (misalnya mempunyai pasangan orang Jepang) dan ingin mengikuti ujian nasional

Pertumbuhan populasi Branchionus plicatilis pada masing-masing perlakuan dan ulangan selama penelitian disajikan pada tabel 2, yang menunjukkan bahwa jumlah populasi

Untuk menentukan Prioritas SubKriteria dilakukan dengan cara yang sama seperti menentukan Prioritas Kriteria perbedaannya untuk menentukan Prioritas SubKriteria

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu ditetapkan dengan Peraturan Bupati tentang Pedoman Pemberian izin belajar,

(5) Dilengkapi alat pencegah lori keluar rel seperti rel pelindung (guard rail ). Karena penggunaan bersama man belt di level dan sumuran miring, waktu yang diperlukan sekali jalan

Penerimaan yang diusahakan adalah sumber- sumber jasa dan produksi, mengingat polsri sudah mempunyai badan tersendiri yaitu PJP (Pusat Jasa dan Produksi). Polsri

Hal ini didominasi oleh elemen visual dengan karak- ter tepian ( edges ), walaupun tidak ditampilkan secara tegas, Egam. Hal ini sangat jelas dimana ketegasan visual

Brecklin dan Chambers [2], memperkenalkan analisis Regresi M-kuantil yang merupakan suatu analisis regresi yang mempelajari cara mengetahui hubungan antara variabel bebas